Anda di halaman 1dari 131

Matematika Diskret1

Sugi Guritman Prapto Tri Supriyo

Departemen Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
BOGOR
2020

1 Isidi dalam diktat ini telah disesuaikan dengan silabus mata kuliah Matem-
atika Diskret K2020.
Daftar Isi

1 Prinsip Dasar Mencacah 1


1.1 Aturan Jumlah dan Kali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Permutasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.3 Kombinasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
1.4 Kombinasi dengan pengulangan . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

2 Sifat Dasar Intejer 25


2.1 Prinsip Induksi Matematik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
2.2 De…nisi Rekursif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32
2.3 Algoritme Pembagian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
2.3.1 Representasi Basis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
2.3.2 Representasi Bilangan Negatif . . . . . . . . . . . . . . 46
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) . . . . . . . . . . . 49
2.5 Aritmetik Intejer Modulo n . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57

3 Relasi dan Fungsi 61


3.1 Produk Cartesian dan Relasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61
3.2 Fungsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
3.2.1 Pengertian Fungsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65
3.2.2 Fungsi di dalam R R dan Logika Limit . . . . . . . . 67
3.2.3 Aspek Diskret Pengertian Fungsi . . . . . . . . . . . . 74
3.3 Fungsi Injektif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75
3.3.1 Aspek Diskret Fungsi Injektif . . . . . . . . . . . . . . 76
3.3.2 Restriksi Fungsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua . . . . . . 81
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers . . . . . . . . . . . . . . . 91

i
Daftar Isi ii

3.6 Relasi Ekuivalensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99

4 Kompleksitas Komputasi 105


4.1 Dominasi Fungsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 105
4.2 Analisis Algoritme . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109
4.3 Algoritme Pelacaan Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115

5 Relasi Rekurensi 119


5.1 Relasi Rekurensi Linear Order Pertama . . . . . . . . . . . . . 119
5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order Kedua dengan Koe-
…sien Konstan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
5.3 Relasi Rekurensi Tak-homogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . 126
Bab 1

Prinsip Dasar Mencacah

Enumerasi atau pencacahan merupakan bahasan awal dari matematika diskret


yang digunakan sebagai alat dasar untuk mempelajari materi-materi lainnya
yang umumnya bersifat kombinatorik. Disamping itu ia juga mempunyai ap-
likasi di banyak area seperti: teori peluang, statistika, teori graf, teori koding,
kriptogra… dan analisis algoritme. Materi1 pembahasannya akan ditekankan
pada:

Aturan Jumlah dan Kali,


Permutasi,
Kombinasi, dan
Kombinasi dengan Pengulangan.

1.1 Aturan Jumlah dan Kali


De…nisi 1.1 (Aturan Jumlah) Jika tugas jenis pertama dapat dilakukan
dengan m cara, tugas jenis kedua dapat dilakukan dengan n cara, dan kedua
jenis tugas itu tidak dapat dilakukan secara simultan, maka banyaknya cara
untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut adalah m + n cara.

Contoh 1.1 Di dalam suatu laboratorium komputer ada 4 printer (merk)


jenis laserjet dan 6 printer jenis deskjet. Jika seorang praktikan diperbolehkan
menggunakan kedua jenis printer tersebut, maka ada 4 + 6 = 10 printer yang
bisa dipilih untuk dipakai.
1
Beberapa bahasan disampaikan hanya sebagai review karena telah diberikan pada
matakuliah Matematika Dasar (MAT 212).

1
1.1 Aturan Jumlah dan Kali 2

Contoh 1.2 Aturan jumlah dapat diperluas untuk lebih dari dua tugas. Mis-
alnya, seorang instruktur laboratorium komputer memiliki 4 jenis buku bahasa
pemrograman: 5 buku (judul) tentang C++, 4 buku tentang FORTRAN, 3
buku tentang Java, dan 5 buku tentang Pascal: Jika seorang praktikan dian-
jurkan untuk meminjam satu buku bahasa pemrograman dari sang instruktur,
maka ada 5 + 4 + 3 + 5 = 17 buku yang bisa dia pinjam.

De…nisi 1.2 (Aturan Kali) Jika suatu prosedur dapat dipecah menjadi
dua tahap, dan jika tahap pertama menghasilkan m keluaran yang mungkin
dan masing-masing keluaran dilanjutkan ke tahap kedua dengan n keluaran
yang mungkin, maka prosedur tersebut akan menghasilkan mn keluaran yang
mungkin.

Contoh 1.3 Pada Contoh 1.2, jika seorang praktikan diwajibkan menguasai
keempat jenis bahasa pemrograman yang masing-masing diberi waktu satu
bulan untuk mempelajarinya, maka ada 5 4 3 5 = 120 cara belajar yang
mungkin.

Dengan aturan kali, de…nisi berikut dengan mudah dapat dipahami.

De…nisi 1.3 Jika dalam suatu kotak berisi n obyek (benda) yang berbeda,
maka banyaknya cara memilih (mengambil) r obyek dari kotak itu dengan
urutan diperhatikan dan pengulangan (pengembalian) dibolehkan adalah

nr

Ungkapan dari de…nisi di atas bisa diganti dengan: “banyaknya cara men-
empatkan n obyek yang berbeda ke dalam r posisi yang berbeda pula dengan
pengulangan dibolehkan adalah nr cara”.

Contoh 1.4 Untuk penyimpanan data, suatu memori utama komputer me-
muat sejumlah besar sirkuit, masing-masing mampu menyimpan suatu bit (0
atau 1). Sirkuit simpanan ini disusun berdasarkan satuan-satuan yang dise-
but dengan sel. Untuk mengidenti…kasi sel di dalam memori utama, masing-
masing diberikan satu dan hanya satu nama yang disebut dengan adres.
Pada beberapa jenis mesin komputer, adres direpresentasikan sebagai daftar
terurut terdiri atas 8 bit yang secara kolektif disebut dengan byte. Dengan
aturan kali, maka ada 28 adres yang bisa digunakan untuk mengidenti…kasi
sel dimana informasi akan disimpan.

Aturan jumlah dan kali merupakan pengertian dasar untuk memahami


bahasan-bahasan selanjutnya yang berkenaan dengan kombinatorika.
1.1 Aturan Jumlah dan Kali 3

Soal 1.1.1 Seorang turis asing akan melakukan perjalanan dari Jakarta ke
Bandung menggunakan mobil. Pemandu Wisata menjelaskan bahwa ada 2 al-
ternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat Purwakarta atau Cianjur. Jika memilih
jalur Cianjur, ada 2 alternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat Jonggol atau Bo-
gor. Jika memilih jalur Bogor, ada 3 alternatif yang bisa dipilih, yaitu lewat
Parung, Cibinong, atau Tol, kemudian dari Bogor dilanjutkan dengan 2 al-
ternatif, yaitu lewat Puncak atau Sukabumi. Ada berapa cara perjalanan yang
bisa ditempuh turis tersebut dari Jakarta ke Bandung, apabila:

1. tanpa batasan apapun.

2. Turis tidak memilih jalur Purwakarta karena tujuannya melancong.

3. Turis ingin mengujungi Kebun Raya Bogor.

4. Turis tidak memilih jalur Puncak karena sering terjadi kemacetan.

Soal 1.1.2 Aminah mempunyai 20 buku yang berberda akan ditempakan di


3 rak berbeda. Tentukan banyaknya cara penempatan jika:

1. tidak ada batasan apapun.

2. tidak ada rak yang kosong.

Soal 1.1.3 Syarat penulisan plat nomor mobil untuk wilayah Bogor dan sek-
itarnya adalah:

a. dijit petama harus huruf F,

b. dijit terakhir harus dipilih dari huruf A, B, D, atau E;

c. dijit kedua harus angka yang bukan 0;

d. dijit sisanya harus angka (bebas), dan maksimum ada 3 dijit.

Dengan menggunakan aturan jumlah dan kali, tentukan banyaknya nomor


mobil yang tersedia di wilayah Bogor dan sekitarnya.
1.2 Permutasi 4

1.2 Permutasi
Diberikan suatu himpunan yang beranggota n obyek, sembarang susunan
linear (mendatar) dari obyek-obyek tersebut disebut permutasi. Permutasi
berukuran r dari n obyek bisa diartikan sebagai menempatkan n obyek yang
berbeda ke dalam r posisi yang berbeda pula dengan cara pengulangan
tidak dibolehkan. Jika n obyek dinotasikan dengan a1 ; a2 ; :::; an ; dan r
adalah intejer positif dengan 1 r n; maka banyaknya permutasi beruku-
ran r dari n obyek, dinotasikan P (n; r); adalah
n!
n (n 1) (n 2) ::: (n r + 1) = (n r)!
pos-1 pos-2 pos-3 pos-r

Jelas bahwa P (n; n) = n! dan P (n; 1) = n: Berikut ini adalah pende…nisian


permutasi dengan ungkapan yang lain.

De…nisi 1.4 Permutasi berukuran r dari n obyek dapat diartikan sebagai


seleksi (pengambilan) sebanyak r dari kumpulan yang beranggota n obyek
dengan urutan diperhatikan dan pengulangan (pengembalian) tidak di-
bolehkan.

Contoh 1.5 Di dalam suatu kelas yang terdiri 10 mahasiswa, dipilih 5 dan
disuruh berjajar dalam suatu baris untuk difoto. Tentukan banyaknya susunan
yang mungkin.

Jawab. Banyaknya susunan yang mungkin adalah langsung mengikuti


kaidah banyaknya permutasi, yaitu P (10; 5) = 10 9 8 7 6: z

Contoh 1.6 Susunan huruf (kata) akan dibentuk dengan mengambil huruf-
huruf yang ada di dalam kata KOMPUTER. Tentukan banyaknya kata (susun-
an huruf tidak harus mempunyai arti) yang bisa dibentuk:

1. jika yang diambil semua huruf.

2. jika yang diambil hanya 5 huruf.

3. jika kata terdiri atas 12 huruf dengan syarat pengulangan huruf di-
bolehkan.

Jawab. Banyaknya kata yang bisa dibentuk:

1. jika yang diambil semua huruf adalah P (8; 8) = 8!:


1.2 Permutasi 5

2. jika yang diambil hanya 5 huruf adalah P (8; 5) = 8 7 6 5 4:

3. jika kata terdiri atas 12 huruf dengan syarat pengulangan huruf di-
bolehkan adalah 812 :

Teorema 1.1 Diberikan n obyek, n1 diantaranya berjenis sama (tidak dapat


dibedakan) dan disebut jenis pertama; n2 berjenis kedua; :::; dan nr berjenis
ke r dengan
n1 + n2 + ::: + nr = n;
maka banyaknya susunan berukuran n dari n obyek tersebut adalah
n!
:
n1 ! n2 ! ::: nr !

Bukti. Misalkan K adalah banyaknya semua susunan yang dimaksud


oleh teorema. Ambil sembarang satu susunan diantara K susunan tersebut,
jika semua anggota dari susunan ini dianggap berbeda, maka satu susunan
tersebut akan menghasilkan n1 ! n2 ! ::: nr ! susunan yang berbeda. Dengan
demikian, K(n1 ! n2 ! ::: nr !) = n! atau
n!
K= :
n1 ! n2 ! ::: nr !
z

Contoh 1.7 Tentukan banyaknya kata yang mungkin dibentuk dengan meng-
ambil semua huruf di dalam kata MATEMATIKA.

Jawab. Berdasarkan Teorema 1.1, banyaknya kata yang mungkin diben-


tuk dengan mengambil semua huruf di dalam kata MATEMATIKA (2M; 3A;
10!
2T; 1E; 1I; dan 1K) adalah (2!)(3!)(2!)(1!)(1!)(1!) : : 151 200 : 151 200 z

Contoh 1.8 Buktikan bahwa jika n dan k adalah intejer positif dengan n =
2k; maka 2n!k adalah intejer (n! habis dibagi oleh 2k )

Bukti. 2 n = 2k diartikan sebagai kumpulan n obyek yang mempunyai k


jenis dengan masing-masing jenis beranggota 2 obyek yang sama. Banyaknya
n! n! n!
permutasi berukuran n dari n obyek tersebut adalah (2!) k = 2k : Jadi 2k adalah

intejer. z
2
Ini merupakan suatu contoh pembuktian dengan pendekatan kombinatorika.
1.2 Permutasi 6

Contoh 1.9 Jika 6 orang didudukkan mengelilingi meja melingkar, maka


banyaknya susunan melingkar yang mungkin adalah

5 4 3 2 1 = 5!

Secara umum, jelaskan bahwa banyaknya susunan melingkar berukuran n


adalah
n!
= (n 1)!:
n

Jawab. Setiap satu susunan melingkar menghasilkan n susunan linear


(mendatar). Jika banyaknya semua susunan melingkar adalan K; maka nK =
n! ,
n!
K= = (n 1)!:
n
z

Contoh 1.10 5 pasang suami-istri didudukkan mengelilingi meja melingkar.


Jika duduknya disyaratkan selang-seling laki-laki dan perempuan, tentukan
banyaknya susunan yang mungkin.

Jawab. Format susunan melingkar dapat dipandang sebagai format


susunan linear dengan membuat satu posisi tetap yang bebas dari pemil-
ihan obyek, sedangkan posisi-posisi lainnya mengikuti pola susunan linear.
Dalam kasus di contoh ini, ambil satu posisi tetap untuk satu orang dari
5 pasang suami istri tersebut. Selanjutnya, 9 posisi lainnya mengikuti pola
susunan linear selang-seling, sehingga diperoleh rumusan

5 4 4 3 3 2 2 1 1 = (5!)(4!):

Soal 1.2.1 Daftarkan semua permutasi untuk huruf x; y; z; w:

Soal 1.2.2 Tentukan jumlah permutasi untuk 7 huruf a; b; c; d; x; y; z. Ke-


mudian, tentukan jumlah permutasi yang diawali huruf d: Tentukan jumlah
permutasi yang diawali huruf d dan diakhiri huruf x atau z:

Soal 1.2.3 Ada berapa cara huruf a; d; c; d; x; x; x; x; x dapat disusun sehingga


tidak ada huruf x yang bersebelahan.
1.3 Kombinasi 7

Soal 1.2.4 Dalam bahasa pemrograman “Celebes”, identi…er dituliskan den-


gan satu huruf yang diikuti oleh 7 simbol yang berupa huruf atau angka.
(Diasumsikan komputer tidak mampu membedakan huruf besar dan kecil,
jadi jumlah huruf ada 26). Seperti layaknya bahasa pemrogrman yang lain,
Celebes mempunyai “keyword” yang tidak bisa digunakan sebagai identi…er.
Jika ada 36 keyword di dalam Celebes, ada berapa identi…er bisa dituliskan?

Soal 1.2.5 Ada berapa susunan dari huruf-huruf di dalam kata SOCIOLOG-
ICAL? Kemudian, ada berapa susunan agar A dan G bersebelahan? Ada
berapa susunan agar semua vokal bersebelahan?

Soal 1.2.6 Ada berapa intejer positif n yang bisa dibentuk dengan menggu-
nakan angka 3; 4; 4; 5; 5; 6; dan 7 sehingga n 5000000:

Soal 1.2.7 Tunjukkan bahwa untuk setiap intejer n; r 0; jika n + 1 > r;


maka
n+1
P (n + 1; r) = P (n; r):
n+1 r

Soal 1.2.8 Tentukan nilai n sehingga:

1. P (n; 2) = 90:

2. P (n; 3) = 3P (n; 2):

3. 2P (n; 2) + 50 = P (2n; 2):

Soal 1.2.9 Ada berapa cara jika 7 orang duduk mengelilingi meja bundar?
Kemudian, jika 2 orang ingin duduk bersebelahan, ada berapa susunan yang
mungkin?

1.3 Kombinasi
De…nisi 1.5 Kombinasi berukuran r dari n obyek dapat diartikan sebagai
seleksi (pengambilan) berukuran r dari kumpulan beranggota n obyek den-
gan urutan tidak diperhatikan dan pengulangan (pengembalian) tidak
dibolehkan.

Kombinasi berukuran r dari n obyek bisa juga diungkapkan sebagai men-


empatkan r obyek yang identik (sama) ke dalam n posisi yang
1.3 Kombinasi 8

berbeda. Banyaknya kombinasi berukuran r dari n obyek, dinotasikan den-


gan C(n; r) atau nr dan dibaca ”n memilih r”, adalah

P (n; r) n!
C(n; r) = = :
r! (n r)!r!

Rumus ini dijelaskan dengan argumen berikut. Setiap satu kombinasi beruku-
ran r dari n obyek akan menentukan r! permutasi berukuran r dari n obyek,
sehingga untuk C(n; r) kombinasi akan menghasikan

C(n; r) (r!) = P (n; r)

Dengan mudah dimengerti bahwa, untuk sembarang intejer positif n,

n n n
= 1, = n, dan = 1:
0 1 n
n
Selanjutnya, dide…nisikan bahwa r
= 0 jika:

n tak-positif dengan r semua intejer, atau

n positif dengan r negatif atau r > n.

Contoh 1.11 Dalam ujian tengah semester Matematika Diskret diberikan


12 soal. Tentukan banyaknya cara mengerjakan soal jika:

1. seorang mahasiswa di wajibkan hanya mengerjakan 8 soal.

2. mahasiswa yang bersangkutan diwajibkan memilih 3 soal dari 5 nomor


soal pertama dan memilih 5 soal dari 7 nomor soal terakhir.

3. dari 8 soal yang dikerjakan mahasiswa tersebut, dipilih sedikitnya 3


soal dari 5 nomor soal pertama dan sisanya diambil dari 7 nomor soal
terakhir.

Jawab. Perhatikan jawaban-jawaban berikut ini.

1. Banyaknya cara mengerjakan 8 soal dari 12 soal adalah

12 12 12 11 10 9
= = =
8 4 1 2 3 4
: 495:
1.3 Kombinasi 9

5
2. Banyaknya cara mengerjakan 3 soal dari 5 soal pertama adalah 3
;
7
dan banyaknya cara mengerjakan 5 soal dari 7 soal terakhir adalah 5
:
Secara keseluruhan proses mengikuti aturan kali, sehingga ada 53 7
5
cara mengerjakan soal.

3. Mengerjakan sedikitnya 3 soal dari 5 nomor soal pertama dan sisanya


diambil dari 7 nomor soal terakhir mempunyai tiga alternatif penger-
jaan:

(a) 3 soal dari 5 nomor soal pertama dan 5 soal dari 7 nomor soal
terakhir, berarti ada 53 7
5
cara pengerjaan.
(b) 4 soal dari 5 nomor soal pertama dan 4 soal dari 7 nomor soal
terakhir, berarti ada 54 7
4
cara pengerjaan.
(c) 5 soal dari 5 nomor soal pertama dan 3 soal dari 7 nomor soal
terakhir, berarti ada 55 7
3
cara pengerjaan.

Selanjutnya, secara keseluruhan mengikuti aturan jumlah, berarti ada

5 7 5 7 5 7
+ +
3 5 4 4 5 3

: 420cara pengerjaan soal.

Contoh 1.12 Banyaknya susunan huruf di dalam kata ANTABRANTA ada-


lah
10!
4!2!2!1!1!
: 37 800 Jika disyaratkan tidak ada dua huruf A yang berdampingan, buktikan
bahwa banyaknya susunan huruf menjadi

6! 7
2!2!1!1! 4
: 6300

Bukti. Pertama, dipandang bahwa huruf A tidak ada, maka banyaknya


susunan huruf tanpa A adalah

6!
:
2!2!1!1!
1.3 Kombinasi 10

: 180: 180Kemudian setiap satu susunan huruf tanpa A tersebut disisipkan


4 huruf A dengan gambaran sebagai berikut
N T T R N B
;
" " " " " " "
maka banyaknya cara penyisipan mempunyai arti sama dengan banyaknya
kombinasi berukuran 4 dari 7 obyek, yaitu
7
:
4
Akhirnya dengan aturan kali kita dapatkan jawaban yang dimaksud di atas.
6! 7
2!2!1!1! 4
: 180 : 6300 z

Contoh 1.13 Di dalam Teori Pengkodean atau Teori Bahasa Komputer,


kita mengenal istilah kata(word) atau string yang dide…nisikan sebagai susu-
nan simbol (alfabet). Banyaknya simbol dalam string disebut panjang string,
misalnya diberikan simbol 0, 1, dan 2, maka 02, 22, 12, dan 10 adalah empat
contoh string yang panjangnya 2. Secara umum, jika intejer positif n adalah
panjang string, maka banyaknya semua string yang mungkin adalah 3n ; di-
mana 3 adalah banyaknya simbol. Misalkan x = x1 x2 :::xn adalah salah satu
dari string tersebut, bobot dari x, dengan notasi wt(x); dide…nisikan sebagai
wt(x) := x1 + x2 + ::: + xn :
Ambil contoh: wt(22) = 4; wt(10) = 1; dan wt(102) = 3: Dengan pede…nisian
ini, maka banyaknya semua string yang panjangnya 10 adalah
310 :
Buktikan bahwa banyaknya string yang panjangnya 10 dan berbobot genap
adalah
10 8 10 6 10 4 10 2
210 + 2 + 2 + 2 + 2 +1
2 4 6 8
X5
10 10 2i
= 2
i=0
2i
310 29525
: 310 29 525 = 29 524
1.3 Kombinasi 11

Bukti. Dari de…nisi jelas bahwa suatu string yang panjangnya 10 dan
berbobot genap jika dan hanya jika banyaknya simbol 1 dalam string terse-
but juga genap. Dengan demikian banyaknya simbol 1 dalam string yang
mungkin adalah 0; 2; 4; ..., 10: Misalkan banyaknya simbol 1 dalam string
adalah j; maka banyaknya string yang mungkin adalah
10 10 j
2
j
Bilangan ini diperoleh dari menempatkan simbol 1 sebanyak j ke dalam 10
posisi simbol dalam string:

simbol:
:
posisi: 1 2 3 5 6 7 8 9 10

Banyaknya penempatan yang mungkin adalah 10 j


: Selanjutnya, setiap satu
penempatan tersebut, (10 j) posisi simbol sisanya ditempati simbol 0 atau
2 (urutan diperhatikan dan pengulangan dibolehkan), sehingga banyaknya
penempatan yang mungkin adalah 210 j : Kemudian penerapan aturan kali
menghasilkan 10j
210 j . Akhirnya, untuk semua nilai j yang mungkin diter-
apkan aturan jumlah, sehingga diperoleh
10 8 10 6 10 4 10 2
210 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1:
2 4 6 8
z

Teorema 1.2 (Teorema Binomial) Jika x dan y adalah variabel dan n adalah
intejer positif, maka
Xn
n i n i
n
(x + y) = xy : (1.1)
i=0
i

Bukti. (x + y)n dapat ditulis sebagai perkalian dengan n faktor (x + y):

(x + y)(x + y)(x + y) (x + y):

Ekspansi dari perkalian tersebut menghasilkan jumlahan dengan suku-suku


bertipe xi y n i untuk i = 0; 1; 2; :::; n: Banyaknya suku xi y n i dalam ekspansi
tersebut merupakan koe…sien dari xi y n i ; yaitu ni . Bilangan ini diperoleh
dari banyaknya cara memilih i faktor dari n faktor. z

Akibat 1.1 Untuk setiap intejer positif n 1;


1.3 Kombinasi 12

P
n
n
1. i
= 2n :
i=0

P
n
n
2. ( 1)i i
= 0:
i=0

Bukti. Substitusikan pada Persamaan 1.1 untuk:

1. x = 1 dan y = 1;
2. x = 1 dan y = 1;

Contoh 1.14 Himpunan kuasa (power set) dari suatu himpunan A; dino-
tasikan dengan P(A); adalah koleksi (himpunan) semua subhimpunan dari
A: Jika jAj = n; dengan n intejer positif, jelaskan bahwa banyaknya subhim-
punan berkardinal k; dengan 0 k n; adalah nk ; dan
Xn
n
jP(A)j = = 2n :
k=0
k

Jawab. Menentukan banyaknya subhimpunan berkardinal k dari suatu


himpunan berkardinal n mempunyai arti sama dengan menentukan banyaknya
pemilihan berukuran k dari n obyek dengan syarat pengulangan tidak di-
bolehkan dan urutan tidak diperhatikan. Dengan demikian, banyaknya sub-
himpunan berkardinal k; dengan 0 k n; adalah nk : Selanjutnya, berda-
sarkan Akibat 1.1 No. 1, maka
Xn
n
jP(A)j = = 2n :
k=0
k

Contoh 1.15 Tentukan koe…sien dari x5 y 2 di dalam ekspansi (2x 3y)7 :

Jawab. Berdasarkan Teorema Binomial,


(2x 3y)7 = [(2x) + ( 3y)]7
X 7
7
= (2x)i ( 3y)7 i

i=0
i
X
7
7
= (2)i ( 3)7 i
xi y 7 i

i=0
i
1.3 Kombinasi 13

Dengan demikian koe…sien dari x5 y 2 adalah (yaitu untuk i = 5)


7
(25 )( 3)2 = 6048
5
z

Teorema 1.3 Untuk sembarang intejer n; r dengan n r 1;


n+1 n n
= +
r r r 1
Bukti. Walaupun teorema ini bisa dibuktikan secara aljabar, yaitu den-
gan menggunakan de…nisi nr = r!(nn! r)! ; namun disini pembuktian akan di-
lakukan secara kombinatorik. Misalkan
A = fx; a1 ; a2 ; :::; an g;
banyaknya subhimpunan berkardinal r dari A adalah n+1r
: Setiap subhim-
punan tersebut hanya ada dua kemungkinan: memuat x atau tidak memuat
x: Banyaknya subhimpunan yang memuat x adalah r n 1 , sedangkan yang
tidak memuat x adalah nr : Dengan aturan jumlah, kita dapatkan rumusan
yang dimaksud. z

Teorema 1.4 (Teorema Multinomial) Untuk intejer positif n dan t; koe…sien


dari
xn1 1 xn2 2 xn3 3 :::xnt t
dalam ekspansi (x1 + x2 + ::: + xt )n adalah
n!
n1 !n2 !:::nt !
dan dinotasikan dengan
n
:
n1 ; n2 ; :::; nt
Bukti. Banyaknya suku x1n1 xn2 n3 nt
2 x3 :::xt dalam ekspansi (x1 +x2 +:::+xt )
n

adalah banyaknya cara memilih secara berurutan n1 faktor, n2 faktor,:::, dan


nt faktor dari n faktor (x1 + x2 + ::: + xt ); yaitu
n n n1 n n1 n2 n (n1 + n2 + :::nt 1 ) = nt
::: =
n1 n2 n3 nt
n!
;
n1 !n2 !:::nt !
dan merupakan koe…sien dari suku xn1 1 xn2 n3 nt
2 x3 :::xt dalam ekspansi (x1 + x2 +
::: + xn )n . z
1.3 Kombinasi 14

Contoh 1.16 Tentukan koe…sien dari a2 b3 c2 d5 dalam ekspansi

(a + 2b 3c + 2d + 5)16 :

Jawab. Karena

(a + 2b 3c + 2d + 5)16 = [(a) + (2b) + ( 3c) + (2d) + (5)]16 ;

dan berdasarkan Teorema Multinomial, maka


16!
(2!)(3!)(2!)(5!)(4!)

adalah koe…sien dari (a)2 (2b)3 ( 3c)2 (2d)5 (5)4 : Dengan demikian,

16!
(1)2 (2)3 ( 3)2 (2)5 (5)4 = 435 891 456 000 000
(2!)(3!)(2!)(5!)(4!)

adalah koe…sien dari a2 b3 c2 d5 : z

Soal 1.3.1 Hitunglah 62 ; dan periksalah jawabannya dengan mendaftarkan


semua pemilihan berukuran 2 yang bisa dibuat dari huruf a; b; c; x; y; dan z:

n
Soal 1.3.2 Jika n adalah intejer positif dan n > 1; buktikan bahwa 2
+
n 1
2
merupakan bentuk kuadratik.

Soal 1.3.3 Suatu panitia terdiri dari 12 orang yang dipilih dari 10 pria dan
10 wanita. Tentukan banyaknya cara pemilihan, jika:

1. tidak ada batasan apapun.

2. ada 6 pria dan 6 wanita.

3. jumlah wanita harus genap.

4. jumlah wanita harus lebih besar dari pria.

5. ada sedikitnya 8 pria.

Soal 1.3.4 Tentukan banyaknya byte yang memuat banyaknya simbol “1”
sedikitnya 5:
1.3 Kombinasi 15

Soal 1.3.5 Tentukan banyaknya cara jika 12 buku yang berbeda didistribusi-
kan ke 4 anak sehingga:

1. masing-masing anak mendapatkan 3 buku.

2. dua anak yang tertua masing-masing mendapat 4 buku, sedangkan dua


yang termuda masing-masing mendapatkan 2 buku.

Soal 1.3.6 Tentukan banyaknya huruf di dalam kata MISSISSIPPI sehingga


tidak ada huruf S yang bersebelahan.

Soal 1.3.7 Dari Contoh 1.13, tentukan banyaknya string dengan panjangnya
10 yang:

1. memuat 4 simbol “0”, 3 simbol “1”, dan 3 simbol “2”.

2. memuat sedikitnya 8 simbol “1”.

3. berbobot 4:

Soal 1.3.8 Misalkan string dengan panjang 10 dibentuk dari afabet 0; 1; 2;


dan 3:

1. Tentukan banyaknya string yang berbobot 3:

2. Tentukan banyaknya string yang berbobot genap.

Soal 1.3.9 Tentukan koe…sien dari x9 y 3 di dalam ekspansi:

1. (x + y)12 :

2. (x + 2y)12 :

3. (2x 3y)12 :

Soal 1.3.10 Tentukan koe…sien dari:

1. xyz 2 di dalam (w + x + y + z)4 :

2. xyz 2 di dalam (2x y z)4 :


2
3. xyz di dalam (x 2y + 3z 1 )4 :

4. w2 x2 yz 2 di dalam (2w x + 3y 2z)8 :


1.3 Kombinasi 16

Soal 1.3.11 Tentukan jumlah semua koe…sien di dalam ekspansi:

1. (x + y)10 :

2. (x + y + z)10 :

3. (w + x + y + z)5 :

4. (2s 3t + 5u + 6v 11w + 3x + 2y)10 :

Soal 1.3.12 Untuk sembarang intejer positif n; tentukan:

P
n
1
1. i!(n 1)!
:
i=0

P
n
( 1)i
2. i!(n 1)!
:
i=0

Soal 1.3.13 Tunjukkan bahwa untuk sembarang intejer positif m dan n ber-
laku
m+n m+n
n = (m + 1) :
m m+1

Soal 1.3.14 Misalkan n adalah intejer positif, evaluasi (sederhanakan) jum-


lahan
n n n n n
+2 + 22 + + 2k + + 2n :
0 1 2 k n

Soal 1.3.15 Untuk x suatu bilangan nyata dan n intejer positif, tunjukkan
bahwa:

1. 1 = (1 + x)n n
1
x1 (1 + x)n 1
+ n
2
x2 (1 + x)n 2
+ ( 1)n n
n
xn :

2. 2n = (2 + x)n n
1
x1 (2 + x)n 1
+ n
2
x2 (2 + x)n 2
+ ( 1)n n
n
xn :

Soal 1.3.16 Tentukan x jika

X50
50 i
8 = x100 :
i=0
i
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 17

1.4 Kombinasi dengan pengulangan


De…nisi 1.6 Kombinasi dengan pengulangan berukuran r dari n obyek
adalah seleksi (pengambilan) berukuran r dari kumpulan beranggota n obyek
dengan urutan tidak diperhatikan dan pengulangan (pengembalian) di-
bolehkan.

Teorema 1.5 Banyaknya kombinasi dengan pengulangan berukuran r


dari n obyek adalah
(n + r 1)! n+r 1 n+r 1
= = (1.2)
r!(n 1)! r n 1

Untuk memperoleh dari mana bilangan dalam teorema tersebut diper-


oleh, berikut ini diberikan contoh sebagai ilustrasi untuk menuju ke suatu
generalisasi.

Contoh 1.17 Untuk memenuhi syarat kelulusan, 7 orang mahasiwa De-


partemen Matematika IPB yang terancam DO (drop out) diwajibkan mengam-
bil 1 mata kuliah pilihan yang dipilih dari 4 mata kuliah pilihan yang ditawar-
kan: Kriptologi, Teori Pengkodean, Matematika Finansial, dan Optimisasi
Kombinatorial. Ada berapa cara pemilihan 4 mata kuliah oleh ketujuh maha-
siswa yang bersangkutan?

Jawab. Misalkan K, T, M, dan O menyatakan Kriptologi, Teori Pengko-


dean, Matematika Finansial, dan Optimisasi Kombinatorial. Sebagai gam-
baran, suatu contoh cara pemilihan yang mungkin adalah K dipilih oleh 2
mahasiswa, T oleh 2 mahasiswa, M oleh 2 mahasiswa, dan O oleh 1 ma-
hasiswa, kemudian dinotasikan dengan K,K,T,T,M,M,O dan ditulis sebagai
xxjxxjxxjx. Agar lebih jelas beberapa cara pemilihan yang mungkin lainnya
diberikan dalam tabel berikut ini.
Cara pemilihan yang mungkin Ditulis sebagai
K,K,K,K,T,M,O xxxxjxjxjx
K,K,K,K,O,O,O xxxxjjjxxx
T,T,M,M,M,M,O jxxjxxxxjx
K,T,T,T,T,T,T xjxxxxxxjj
O,O,O,O,O,O,O jjjxxxxxxx
K,K,K,T,M,O,O xxxjxjxjxx
M,M,M,M,M,M,M jjxxxxxxxj
Beberapa contoh dalam tabel di atas mengarahkan kita pada suatu kesimpu-
lan bahwa masalah menentukan jumlah semua cara pemilihan yang mungkin
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 18

dapat dibawa ke masalah mencari banyaknya permutasi berukuran 10 den-


gan 2 jenis, yaitu 7 obyek berjenis ”x ”dan tiga obyek berjenis ”j ”. Dengan
demikian ada
10! 10
=
3!7! 7
cara ketujuh mahasiswa tersebut memilih 4 mata kuliah yang ditawarkan. z
Bentuk umum dari Contoh 1.17 adalah banyaknya kombinasi dengan pen-
gulangan berukuran r dari n obyek yaitu Persamaan 1.2.

Contoh 1.18 Ada berapa cara apabila 13 kelereng yang identik didistribusikan
ke dalam 5 lubang yang berbeda?

Jawab. Dengan argumen yang sama dengan jawaban Contoh 1.17 diper-
oleh jawaban
17! 17
= :
4!13! 13
z

Contoh 1.19 Tentukan banyaknya semua penyelesaian intejer dari persa-


maan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 = 20;
dimana xi 0 untuk setiap 1 i 6:

Jawab. Dengan argumen yang sama dengan jawaban Contoh 1.17 diper-
oleh jawaban
25! 25 25
= = :
5!20! 20 5
z

Catatan 1.1 Dari ketiga contoh terakhir di atas, kita sampai pada kesim-
pulan bahwa ketiga pernyataan berikut adalah ekuivalen:

1. Banyaknya pemilihan berukuran r dari koleksi beranggota n obyek den-


gan urutan tidak diperhatikan dan pengulang dibolehkan.

2. Banyaknya solusi intejer dari persamaan

x1 + x2 + ::: + xn = r;

dimana xi 0 untuk setiap 1 i n:


1.4 Kombinasi dengan pengulangan 19

3. Banyaknya cara pendistribusian apabila r obyek yang identik didis-


tribusikan ke dalam n wadah yang berbeda.

Contoh 1.20 Ada berapa cara apabila kita ingin memberikan 7 apel dan 6
jeruk kepada 4 orang anak apabila masing-masing anak sedikitnya menerima
1 apel?

Jawab. Tetapkan dulu bahwa masing-masing anak telah menerima 1


apel, sehingga ada 4+33 1 cara pendistribusian 3 apel sisanya. Setiap cara
ini kemudian diikuti dengan pendistribusian 6 jeruk yaitu 4+66 1 . Dengan
aturan kali diperoleh jawab

6 9
1 :
3 6

: 1680 z

Contoh 1.21 Tentukan banyaknya solusi intejer dari pertaksamaan

x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 < 200; (1.3)

dimana xi 0 dengan 1 i 6: Jelaskan problem komputasinya!

Jawab. 3 Misalkan

x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 = k; (1.4)

maka banyaknya solusi yang dimaksud adalah semua solusi Persamaan 1.4,
untuk 0 k 199: Dengan aturan jumlah diperoleh jawaban

X
199
6+k 1
:
k=0
k

: 95 746 959 700Jawaban ini kalau dicari nilainya cukup melelahkan; apalagi
kalau ruas kanan Pertidaksamaan 1.3 jauh lebih besar dari 200; katakan-
lah 2000: Berikut ini diberikan penyelesaian dengan pendekatan identitas
kombinatorial. Mencari banyaknya solusi intejer dari Pertidaksamaan 1.3
setara dengan mencari banyaknya semua solusi persamaan

x1 + x2 + x3 + x4 + x5 + x6 + x7 = 200;
3
Ini merupakan suatu contoh solusi yang berhubungan dengan analisis komputasi.
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 20

dimana xi 0 untuk setiap 1 i 6 dan x7 > 0: Problem ini juga setara


dengan problem mencari jumlah solusi intejer untuk
y1 + y2 + y3 + y4 + y5 + y6 + y7 = 199;
dimana xi = yi untuk setiap 1 i 6 dan y7 = x7 1 (sekarang yi 0
untuk setiap 1 i 7): Dengan demikian solusinya adalah
199 + 7 1 205 205
= =
199 199 6
205 204 203 202 201 200
=
1 2 3 4 5 6
= 95 746 959 700:
z

Contoh 1.22 Setiap intejer positif m dapat dinyatakan sebagai jumlahan


intejer-intejer positif lainnya yang tidak lebih dari m dengan urutan diper-
hatikan. Jumlahan yang demikian disebut komposisi dari m: Misalnya, se-
mua komposisi dari 4 ada 8; yaitu: 4; 3 + 1; 1 + 3; 2 + 2; 2 + 1 + 1; 1 + 2 + 1;
1 + 1 + 2; dan 1 + 1 + 1 + 1: Secara umum, berapa banyaknya komposisi dari
m?

Jawab. Problem menentukan banyaknya semua komposisi dari m setara


dengan problem menentukan banyaknya solusi intejer dari persamaan:
x1 + x2 + ::: + xk = m;
dimana xi 1 untuk setiap 1 i k; dan k adalah intejer dengan 1
k m: Dengan mengambil yi = xi 1 untuk setiap 1 i k; kemudian
persamaan itu ditransformasikan menjadi
y1 + y2 + ::: + yk = m k;
dimana yi 0 untuk setiap 1 i k dan 1 k m: Banyaknya solusi
intejer dari persamaan terakhir ini adalah
Xm
k + (m k) 1 Xm
k + (m k) 1
=
k=1
m k k=1
k 1
Xm
m 1
=
k=1
k 1
X1
m
m 1
=
i=0
i
m 1
= 2
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 21

Contoh 1.23 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; dan k adalah


peubah-peubah intejer.
for i := 1 to 20 do
for j := 1 to i do
for k := 1 to j do
print (i j + k)
Berapa kali perintah print dieksekusi?

Jawab. Sebagai gambaran, beberapa contoh pilihan i; j; dan k (dalam


urutan: i pertama, j kedua, dan k ketiga) adalah: (1; 1; 1); (2; 1; 1);
(2; 2; 1); (3; 2; 1); (17; 12; 5); (16; 16; 2); dan (13; 6; 6): Catatan bahwa (1; 2; 1)
dan (1; 1; 2) tidak mungkin; demikian juga (17; 5; 12); (12; 17; 5); (12; 5; 17);
(5; 12; 17); dan (5; 17; 12): Gambaran ini membawa kita pada suatu kesimpu-
lan bahwa banyaknya kali perintah print dieksekusi setara dengan pemili-
han berukuran 3 dari kumpulan obyek f1; 2; :::; 20g dengan pengurutan tidak
diperhatikan dan pengulangan dibolehkan, yaitu
20 + 3 1
:
3
: 1540Jawaban ini juga dapat diperoleh dengan cara lain, misalnya menggu-
nakan diagram pohon. z

Contoh 1.24 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; n dan CO


U N T ER adalah peubah-peubah intejer dengan COU N T ER di berikan nilai
awal 0:
COU N T ER := 0
for i := 1 to n do
for j := 1 to i do
COU N T ER := COU N T ER + 1
Pertanyaannya, berapa nilai COU N T ER setelah segmen tersebut diek-
sekusi?

Jawab. Nilai COU N T ER tersebut setara dengan banyaknya pemilihan


nilai-nilai i dan j yang mungkin, yaitu
n+2 1 n(n + 1)
= :
2 2
Nilai yang sama juga diperoleh apabila kita pakai diagram pohon. z
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 22

Ringkasan

Ringkasan bahasan dalam bab ini adalah membandingkan pengertian pemil-


ihan berukuran r dari kumpulan beranggota n obyek, yang diberikan dalam
tabel berikut.

Urutan (YA) Urutan (TIDAK)


(n+r 1)!
Ulangan (YA) nr r!(n 1)!
n! n!
Ulangan (TIDAK) P (n; r) = (n r)!
C(n; r) = r!(n r)!

Soal 1.4.1 Tentukan ada berapa cara pendistribusian 10 koin kepada 5 orang
anak jika:

1. tidak ada batasan apapun,

2. setiap anak sedikitnya mendapatkan 1 koin, dan

3. anak yang tertua sedikitnya mendapatkan 2 koin.

Soal 1.4.2 Tentukan banyaknya semua solusi intejer dari persamaan

x1 + x2 + x3 + x4 = 32;

apabila:

1. xi 0; 1 i 4;

2. xi > 0; 1 i 4;

3. x1 ; x2 5; x3 ; x4 7;

4. xi 8; 1 i 4;

5. xi 2; 1 i 4; dan

6. x1 ; x2 ; x3 > 0; 0 < x4 25:

Soal 1.4.3 Dua intejer berdijit-n (awalan 0 dibolehkan) disebut ekuivalen


jika yang satu merupakan permutasi dari yang lain. Ilustrasi: 12033; 20331;
dan 01332 adalah contoh tiga intejer berdijit-5 yang saling ekuivalen.

1. Tentukan banyaknya semua intejer berdijit-5 yang saling tidak ekuiv-


alen.
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 23

2. Jika dijit 1; 3; dan 7 harus muncul paling banyak satu kali, tentukan
banyaknya semua intejer berdijit-5 yang saling tidak ekuivalen.
Soal 1.4.4 Tentukan jumlah solusi intejer dari persamaan
x1 + x2 + x3 + x4 + x5 < 500;
jika:
1. xi 0; 1 i 5:
2. xi 2; 1 i 5:
Soal 1.4.5 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; k dan m adalah
peubah-peubah intejer.
for i := 1 to 20 do
for j := 1 to i do
for k := 1 to j do
for m := 1 to k do
print (i j) + (k m)
Berapa kali perintah print dieksekusi?
Soal 1.4.6 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; k dan CO
U N T ER adalah peubah-peubah intejer dengan COU N T ER di berikan nilai
awal 10:
COU N T ER := 10
for i := 1 to 15 do
for j := 1 to 15 do
for k := 1 to 15 do
COU N T ER := COU N T ER + 1
Pertanyaannya, berapa nilai COU N T ER setelah segmen tersebut diek-
sekusi?
10 + 153
: 3385
Soal 1.4.7 Perhatikan segmen program berikut, dimana i; j; k; IN CREA-
M EN T dan SU M adalah peubah-peubah intejer.
IN CREAM EN T := 0
SU M := 0
for i := 1 to 10 do
for j := 1 to i do
for k := 1 to j do
IN CREAM EN T := IN CREAM EN T + 1
SU M := SU M + IN CREAM EN T
1.4 Kombinasi dengan pengulangan 24

Pertanyaannya, berapa nilai SU M setelah segmen tersebut dieksekusi?

Soal 1.4.8 Tulislah program komputer (atau, bangunlah suatu algoritme)


yang outputnya semua solusi intejer dari:

1. x1 + x2 + x3 = 10; 0 xi ; 1 i 3:

2. x1 + x2 + x3 + x4 = 4; 2 xi ; 1 i 4:
Bab 2

Sifat Dasar Intejer

Di dalam bab ini, pembicaraan banyak terkait dengan sifat-sifat dasar inte-
jer (bilangan bulat). Materinya ditekankan pada bahasan tentang: induksi
matematik, de…nisi rekursif, dan algoritme pembagian.

2.1 Prinsip Induksi Matematik


Topik bahasan intejer tidak terlepas dari notasi himpunan bilangan. Be-
berapa notasi himpunan bilangan yang umum dipakai diantaranya: Z meno-
tasikan himpunan semua bilangan bulat yang anggotanya disebut intejer, Z+
menotasikan himpunan semua intejer positif, N menotasikan himpunan se-
mua intejer tak-negatif, R menotasikan himpunan semua bilangan nyata, dan
Q menotasikan himpunan semua bilangan rasional. Secara sama, penotasian
R+ dan Q+ adalah untuk himpunan bilangan nyata dan rasional positif.
Pada setiap himpunan bilangan di atas dapat dikenai relasi urutan: " =
"; " < ", atau " > ". Artinya untuk setiap dua bilangan a dan b; satu dan
hanya satu berlaku:

"a = b"; "a < b"; atau "a > b":

Sifat dasar intejer yang melandasi induksi matematik dinyatakan pada prin-
sip berikut ini.
Prinsip Pengurutan Baik (well-ordering principle): Setiap subhimpunan
tak-kosong dari Z+ mempunyai unsur terkecil.

Teorema 2.1 (Prinsip induksi matematik) Misalkan S(n) menotasikan


suatu pernyataan matematik terbuka yang melibatkan peubah intejer positif
n: Jika:

25
2.1 Prinsip Induksi Matematik 26

(a) S(1) benar, dan

(b) untuk sembarang pilihan k 2 Z+ ; berlaku: S(k) ) S(k + 1);

kesimpulannya: S(n) benar untuk semua n 2 Z+ :

Bukti. Misalkan S(n) adalah suatu pernyataan terbuka yang memenuhi


syarat (a) dan (b), dan misalkan F = ft 2 Z+ S(t) salahg: Akan dibuktikan
bahwa F = ?: Andaikan F 6= ?; berdasarkan prinsip pengurutan baik, maka
F mempunyai unsur terkecil s: Karena S(1) benar, maka jelas bahwa s > 1;
dan akibatnya s 1 2 Z+ : Karena s terkecil, maka (s 1) 2 = F; ini berarti
S(s 1) benar. Dari fakta ini dan berdasarkan syarat (b), maka S(s) harus
benar, suatu kontradiksi bahwa s 2 F yang berarti S(s) salah. Pengandaian
harus diingkar dan kita simpulkan bahwa F = ?: z
Prinsip induksi matematik disebut juga prinsip induksi berhingga. Di
dalam teorema di atas, syarat (a) disebut langkah basis dan syarat (b) disebut
langkah induktif. Catatan bahwa pada langkah basis S(n) benar tidak harus
dimulai untuk n = 1; tetapi secara umum bisa digantikan untuk n = n0
dimana n0 adalah suatu intejer berhingga dan bisa bernilai negatif. Jika
demikian halnya, kesimpulan akhir menjadi S(n) benar untuk semua nilai
n n0 ; n 2 Z:

Contoh 2.1 Buktikan bahwa 8n 2 Z+ ; berlaku:

P
n
(n)(n+1)
1. 1 + 2 + 3 + ::: + n = i= 2
:
i=1

P
n
(n)(n+1)(2n+1)
2. i2 = 6
:
i=1

P
n
(n2 )(n+1)2
3. i3 = 4
:
i=1

P
n
(n)(3n 1)
4. 1 + 4 + 7 + ::: + (3n 2) = (3i 2) = 2
:
i=1

1 1 1 1
P
n
1 n
5. 1:2
+ 2:3
+ 3:4
+ ::: + n(n+1)
= i(i+1)
= n+1
:
i=1

P
n
2i+1 n(n+2)
6. i2 (i+1)2
= (n+1)2
:
i=1
2.1 Prinsip Induksi Matematik 27

Disini yang akan dibuktikan hanya contoh nomor 1, pembuktian 5 nomor


yang lainnya disisakan sebagai latihan.
P
n
Bukti. Misalkan S (n): i = (n)(n+1)
2
:
i=1
P
1
(1)(1+1) 2
(1) Langkah Basis ! S (1): i= 2
,1= 2
adalah benar.
i=1
P
k
(k)(k+1)
(2) Langkah Induktif ! Diasumsikan S (k): i = 2
benar
i=1
untuk suatu k 2 Z+ : Akan dibuktikan bahwa S (k + 1) juga benar, ini berarti
harus dibuktikan bahwa
X
k+1
(k + 1)(k + 2)
i= :
i=1
2

P
k
(k)(k+1)
Berdasarkan asumsi diketahui i= 2
; maka
i=1

X
k+1 X
k
i = i + (k + 1)
i=1 i=1
(k)(k + 1)
= + (k + 1)
2
(k)(k + 1) + 2 (k + 1)
=
2
(k + 1)(k + 2)
= :
2
z

Contoh 2.2 Buktikan bahwa 8n 2 Z+ berlaku:

1. Jika n 3; maka 2n 2n + 1:
n3
2. 12 + 22 + ::: + (n 1)2 < 3
:

3. Jika n 10; maka 2n > n3

Disini yang akan dibuktikan hanya contoh nomor 1, pembuktian 2 nomor


lainnya disisakan sebagai latihan.
Bukti. Misalkan S (n): 2n 2n + 1 dengan n 3:
(1) Langkah Basis ! S (3): 23 2:3 + 1 , 8 7 benar.
2.1 Prinsip Induksi Matematik 28

(2) Langkah Induktif ! Diasumsikan S (k): 2k 2k + 1 benar untuk


suatu k 2 Z+ dan k 3: Akan dibuktikan bahwa S (k + 1) juga benar, ini
berarti harus dibuktikan

2k+1 2(k + 1) + 1:

Berdasarkan asumsi diketahui 2k 2k + 1; maka

2k+1 = 2k :2 (2k+1):2 = (2k+1)+(2k+1) = (2k+2)+2k = 2(k+1)+2k ,

2k+1 2(k + 1) + 2k
Karena k 3; maka 2k 1: Dari fakta-fakta 2k+1 2(k +1)+2k dan 2k 1
kita simpulan bahwa

2k+1 2(k + 1) + 2k 2(k + 1) + 1:

z
Perhatikan dua prosedur pseudocode berikut ini.
PROSEDUR 1
procedure SumOfSquares1 (n: positive integer)
begin
sum := 0
for i := 1 to n do
sum := sum + i2
end

PROSEDUR 2
procedure SumOfSquares1 (n: positive integer)
begin
sum := n (n + 1) (2 n + 1) =6
end
Terlihat bahwa kedua prosedur di atas sama-sama menghitung jumlah
kuadrat intejer positif dari 1 sampai dengan n. Karena Prosedur 1 meng-
gunakan perintah loop for, maka total operasinya melibatkan n adisi dan
n multiplikasi (ini belum termasuk n 1 adisi untuk penambahan variabel
counter i): Sedangkan Prosedur 2 hanya melibatkan 2 adisi, 3 multiplikasi, 1
divisi; dan yang lebih penting lagi jumlah operasinya tidak tergantung pada
nilai n: Akibatnya, Prosedur 2 jauh lebih e…sien dibandingkan Prosedur 1.
Hal ini memperlihatkan salah satu pentingnya prinsip induksi matematik
dalam masalah komputasi. Lebih jauh lagi kita perhatikan beberapa contoh
berikut ini.
2.1 Prinsip Induksi Matematik 29

Contoh 2.3 Kita amati jumlah intejer positif ganjil berurutan berikut.
1) 1 = 1 (= 12 )
2) 1 + 3 = 4 (= 22 )
3) 1 + 3 + 5 = 9 (= 32 )
4) 1 + 3 + 5 + 7 = 16 (= 42 )
Dari 4 intejer positif pertama ini, kita dapatkan pola untuk membuat suatu
konjektur (suatu proposisi yang belum diketahui benar dan salahnya) yang
berbunyi: Jumlah n intejer positif ganjil pertama yang berurutan
adalah n2 ; dengan kata lain, 8n 2 Z+ ;
X
n
S (n) : (2i 1) = n2 :
i=1

Selanjutnya, buktikan kebenaran konjektur itu dengan prinsip induksi matem-


atik.

Bukti. Dari tabel di atas, telah diketahui


Pk benar untuk S(1); S (2) ; S(3);
dan S(4): Misalkan diketahui S(k) : i=1 (2i 1) = k 2 benar untuk suatu
intejer k > 4; maka S(k + 1) :

X
k+1 X
k
(2i 1) = (2i 1) + [2(k + 1) 1]
i=1 i=1
2
= k + [2(k + 1) 1]
= k 2 + 2k + 1
= (k + 1)2 :

Contoh 2.4 Diantara banyak barisan bilangan yang cukup menarik di dalam
matematika diskret dan kombinatorika adalah barisan bilangan harmonik:
H1 ; H2 ; H3 ; :::, dimana

H1 = 1
1
H2 = 1 +
2
1 1
H3 = 1+ +
2 3
..
.

dan secara umum Hn = 1 + 12 + 31 + ::: + n1 untuk setiap n 2 Z+ : Dengan prin-


sip induksi matematik, buktikan bahwa jumlah n bilangan harmonik pertama
2.1 Prinsip Induksi Matematik 30

dapat dirumuskan dengan


X
n
+
8n 2 Z ; Hi = (n + 1)Hn n:
i=1

Bukti. Untuk n = 1;

X
1
Hi = (1 + 1)H1 1,
i=1
H1 = 2:H1 1 ,
1 = 2:1 1 ,
1 = 1; benar.
P
Misalkan ki=1 Hi = (k + 1)Hk k benar untuk suatu intejer k > 1: Dari
asumsi ini, maka

X
k+1 X
k
Hi = Hi + Hk+1
i=1 i=1
= [(k + 1)Hk k] + Hk+1
= ((k + 1)Hk+1 1) k + Hk+1
= [(k + 1) + 1]Hk+1 1 k
= [(k + 1) + 1]Hk+1 (k + 1):

Teorema 2.2 (Bentuk Alternatif - Prinsip Induksi Berhingga) Mis-


alkan S(n) menotasikan suatu pernyataan matematik terbuka yang meli-
batkan satu atau lebih variabel intejer positif n; dan misalkan n0 ; n1 2 Z+
dengan n0 n1 : Jika:

(a) S(n0 ); S(n0 + 1); S(n0 + 2); :::; S(n1 1); S(n1 ) benar, dan

(b) untuk sembarang pilihan k 2 Z+ ; k n1 ; berlaku:

Jika S(n0 ); S(n0 + 1); :::; S(n1 ); :::; S(k) benar, maka S(k + 1)benar

kesimpulannya S(n) benar untuk semua n n0 :

Sebagaimana pada prinsip induksi matematik sebelumnya, kondisi (a)


disebut Langkah Basis dan kondisi (b) disebut Langkah Induktif.
2.1 Prinsip Induksi Matematik 31

Contoh 2.5 Kita perhatikan barisan intejer a0 ; a1 ; a2 ; :::; dimana

a0 = 1; a1 = 2; a2 = 3; dan
an = an 1 + an 2 + an 3; 8n 2 Z; n 3:

Buktikan bahwa 8n 2 N; an 3n :

Bukti. Misalkan S 0 (n): an 3n ; 8n 2 N:


Langkah Basis: Kita amati bahwa S 0 (0) ; S 0 (1) ; dan S 0 (2) benar:
(1) a0 = 1 = 30 30 ;
(2) a1 = 2 3 = 31 ; dan
(3) a2 = 3 9 = 32 :
Langkah Induktif: Andaikan S 0 (0) ; S 0 (1) ; S 0 (2) ; :::; S 0 (k) benar un-
tuk suatu k 2 N; dan k 2: Ini berarti k + 1 pernyataan berikut adalah
benar
a0 30
a1 31
a2 32
..
.
ak 3k
Berdasarkan asumsi tersebut, maka

ak+1 = ak + ak 1 + ak 2
3k + 3k 1 + 3k 2
3k + 3k + 3k = 3k+1 :

Soal 2.1.1 Perhatikan empat persamaan berikut:

1 = 1 (1)
2+3+4 = 1+8 (2)
5+6+7+8+9 = 8 + 27 (3)
10 + 11 + 12 + 13 + 14 + 15 + 16 = 27 + 64 (4)

Buatlah konjektur rumus umum dari keempat persamaan di atas, dan buk-
tikan kebenaran konjektur yang anda buat.

Soal 2.1.2
2.2 De…nisi Rekursif 32

1. Untuk n = 3; misalkan X3 = f1; 2; 3g: Perhatikan jumlahan


1 1 1 1 1 1 1 X 1
s3 = + + + + + + = ;
1 2 3 1:2 1:3 2:3 1:2:3 6=A X3
PA

dimana PA adalah produk dari semua anggota subhimpunan tak-kosong


A dari X3 : Evaluasi (tentukan nilai) jumlahan tersebut.

2. Ulangi perhitungan Soal 1: untuk s2 (dimana n = 2 dan X2 = f1; 2g)


dan s4 (dimana n = 4 dan X2 = f1; 2; 3; 4g)

3. Buatlah konjektur hasil umum yang digeneralisasi dari Soal 1: dan Soal
2:, kemudian buktikan kebenaran konjektur yang anda buat.

Soal 2.1.3 Untuk n 2 Z+ ; misalkan Hn adalah bilangan harmonik ke-n:

1. Untuk semua n 2 N; buktikan bahwa (1 + n2 ) H2 :

2. Untuk semua n 2 N; buktikan bahwa


X
n
(n + 1)n (n + 1)n
jHj = Hn+1 :
j=1
2 4

2.2 De…nisi Rekursif


Untuk memahami de…nisi rekursif, terlebih dahulu perhatikan barisan intejer
genap tak-negatif: 0; 2; 4; 6; 8; .... Barisan itu bisa kita tuliskan dengan:
bn = 2n; 8n 2 N: Suku ke berapapun dari barisan itu bisa kita peroleh secara
langsung, misalnya: suku ke-125 adalah b125 = 250: Barisan yang demikian
kita sebut dengan barisan dengan rumus eksplisit.
Sebagai badingannya, sekarang kita perhatikan barisan pada Contoh 2.5,
untuk mendapatkan suku ke-k, yaitu ak ; kita tidak mempunyai rumus ek-
splisit, sebagai gantinya dibutuhkan nilai tiga suku sebelumnya, yaitu ak 1 ;
ak 2 ; dan ak 3 , sehingga ak = ak 1 + ak 2 + ak 3 : Kemudian nilai ketiga
suku itu, masing-masing juga membutuhkan nilai tiga suku sebelumnya lagi.
Demikian seterusnya, pada akhirnya semua nilai ak ; untuk k 3; bergantung
pada nilai awal suku: a0 = 1; a1 = 2; dan a2 = 3: Barisan yang demikian
disebut barisan dengan rumus rekusif. Rumus rekursif secara lengkap dise-
but juga dengan de…nisi rekursif yang terdiri dari basis rekursi dan proses
rekursi. Basis rekursi yaitu pende…nisian awal (pemberian nilai awal), pada
2.2 De…nisi Rekursif 33

contoh tersebut: a0 = 1; a1 = 2; dan a2 = 3: Proses rekursi memberikan ni-


lai suku berikutnya secara rekursif didasarkan pada nilai basis rekursi, pada
contoh tersebut ak = ak 1 + ak 2 + ak 3 :
De…nisi rekursif merupakan suatu jawaban ketika untuk menentukan ru-
mus eksplisit suatu barisan sangat rumit atau bahkan mustahil. Hal ini
terjadi tidak hanya pada barisan bilangan, tetapi juga paling sering terjadi
pada beberapa konsep matematika yang lain, seperti: operasi himpunan,
proposisi dalam logika, relasi, fungsi, bahasa mesin, dll.

Contoh 2.6 Misalkan p1 ; p2 ; p3 ; ..., pn adalah n proposisi. Untuk menen-


tukan nilai kebenaran
p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn ;
dimana n 2; diperlukan konsep rekursif atas dasar hukum asosiatif kon-
jungsi.
Basis Rekursi: p1 ^ p2 :
Proses Rekursi: Untuk n 2;

p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn 1 ^ pn , (p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pn 1 ) ^ pn

De…nisi rekursif berdasarkan hukum asosiatif pada contoh tersebut bisa


diperumum melalui ilustrasi berikut ini. Ambil untuk kasus n = 4; maka

p 1 ^ p 2 ^ p3 ^ p4 , (p1 ^ p2 ^ p3 ) ^ p4
, [(p1 ^ p2 ) ^ p3 ] ^ p4
, (p1 ^ p2 ) ^ (p3 ^ p4 )
, p1 ^ [p2 ^ (p3 ^ p4 )]
, p1 ^ (p2 ^ p3 ^ p4 ):

Dari fakta ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa berdasarkan sifat asosi-
atif tanda kurung bisa diletakkan secara bebas. Hasil ini dimantabkan secara
lebih umum pada penyataan di dalam contoh berikut ini.

Contoh 2.7 Misalkan n 2 Z+ dengan n 3; dan misalkan r 2 Z+ dengan


1 r < n: Maka, untuk sembarang proposisi p1 ; p2 ; :::; pr ; pr+1; ...; pn berlaku

(p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ (pr+1 ^ ::: ^ pn )


, p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ^ pr+1 ^ ::: ^ pn :

Bukti. Akan dibuktikan dengan induksi matematik. Sebagai basis in-


duksi, untuk n = 3; kebenaran jelas diterima mengikuti hukum asosiatif
2.2 De…nisi Rekursif 34

dasar. Sekarang diasumsikan benar untuk n = k dan untuk setiap 1 r < k;


ini berarti berlaku

(p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ (pr+1 ^ ::: ^ pk )


, p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ^ pr+1 ^ ::: ^ pk :

Berdasarkan asumsi ini harus dibuktikan benar untuk n = k + 1 dan untuk


setiap 1 r < k + 1: Dalam hal ini perhatikan dua kasus berikut ini.

1. Jika r = k; berdasarkan de…nisi rekursif jelas berlaku

(p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pk ) ^ pk+1 , p1 ^ p2 ^ p3 ^ ::: ^ pk ^ pk+1 :

2. Jika 1 r < k; maka

(p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ (pr+1 ^ ::: ^ pk ^ pk+1 )


, (p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ [(pr+1 ^ ::: ^ pk ) ^ pk+1 ]
, [(p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ) ^ (pr+1 ^ ::: ^ pk )] ^ pk+1
, (p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ^ pr+1 ^ ::: ^ pk ) ^ pk+1
, p1 ^ p2 ^ ::: ^ pr ^ pr+1 ^ ::: ^ pk ^ pk+1 :

Contoh 2.8 Contoh 2.4 memenuhi pola pende…nisian rekursif:


Basis Rekursi: H1 = 1:
1
Proses Rekursi: Untuk n 1; Hn+1 = Hn + n+1 :

Contoh 2.9 Menghitung n! untuk n 0 mengikuti pola pende…nisian rekur-


sif:
Basis Rekursi: 0! = 1:
Proses Rekursi: Untuk n 0; (n + 1)! = (n + 1) (n!):

Contoh 2.10 Pende…nisian rekursif bilangan Fibonacci.


Basis Rekursi: F0 = 0; F1 = 1
Proses Rekursi: Untuk n 2 Z+ dan n 2;

Fn = Fn 1 + Fn 2

Suatu pende…nisian secara rekursif yang melibatkan dua intejer sekaligus


diberikan pada dua contoh berikut ini.
2.2 De…nisi Rekursif 35

Contoh 2.11 Pada Bab 1 telah diperkenalkan koe…sien binomial nr untuk


n; r 2 N dengan 0 r n: Berikut ini diberikan pede…nisian secara rekursif,
n+1 n n
= + ; untuk 0 r n;
r r r 1
dengan basis rekursi:
0
= 1;
0
n
= 0; untuk r > n; dan
r
n
= 0; untuk r < 0:
r
Berdasarkan de…nisi rekursif ini, penentuan nilai nr ; dimana 0 n 4 dan
0 k n dapat dinyatakan dalam tabel segitiga Pascal:

n k Jml. Brs
0 1 20
1 1 1 21
2 1 2 1 22
3 1 3 3 1 23
4 1 4 6 4 1 24

Contoh 2.12 Untuk m 2 Z+ dan k 2 N; bilangan Euler am;k dide…nisikan


secara rekursif dengan
am;k = (m k) am 1;k 1 + (k + 1) am 1;k ; untuk 0 k m;
dengan basis rekursi:
a0;0 = 1;
am;k = 0; untuk k m; dan
am;k = 0; untuk k < 0:
Berdasarkan de…nisi rekursif ini, penentuan nilai am;k ; dimana 1 m 5
dan 0 k m 1 dapat dinyatakan dalam tabel berikut.
Jml. Brs.
(m = 1) 1 1 = 1!
(m = 2) 1 1 2 = 2!
(m = 3) 1 4 1 6 = 3!
(m = 4) 1 11 11 1 24 = 4!
(m = 5) 1 26 66 26 1 120 = 5!
2.2 De…nisi Rekursif 36

Dari tabel ini didapat suatu pola bahwa jumlah baris P


ke-m adalah m!:
Secara umum, buktikan bahwa untuk suatu m 2 Z ; berlaku m
+ 1
k=0 am;k = m!:

Bukti. Berdasarkan de…nisi rekursif diperoleh


X
m X
m
am+1;k = [(m + 1 k)am;k 1 + (k + 1)am;k ] =
k=0 k=0
[(m + 1)am; 1 + am;0 ] + [mam;0 + 2am;1 ] +
[(m 1)am;1 + 3am;2 ] + ::: + [3am;m 3 + (m 1)am;m 2 ]
+[2am;m 2 + mam;m 1 ] + [am;m 1 + (m + 1)am;m ]:

Karena am; 1 = 0 dan am;m = 0; maka


X
m
am+1;k = [am;0 + mam;0 ] + [2am;1 + (m 1)am;1 ] + :::
k=0
+[(m 1)am;m 2 + 2am;m 2 ] + [mam;m 1 + am;m 1 ]
= (m + 1)[am;0 + am;1 + ::: + am;m 2 + am;m 1 ]
X1
m
= (m + 1) am;k
k=0

Dari fakta ini, dan berdasarkan induksi matematik, jika diasumsikan


X1
m
am;k = m!
k=0

benar untuk m 2 Z+ ; maka


X
m
am+1;k = (m + 1)(m!) = (m + 1)!:
k=0

Soal 2.2.1 Barisan intejer a1 ; a2 ; a3 ; ::: dide…nisikan secara eksplisit dengan


rumus an = 5n untuk n 2 Z+ ; dapat juga secara rekursif

a) a1 = 5; dan
b) an+1 = an + 5; untuk n 1:

Barisan intejer b1 ; b2 ; b3 ; ::: dide…nisikan secara eksplisit dengan rumus


bn = n(n + 2) untuk n 2 Z+ ; dapat juga secara rekursif
2.2 De…nisi Rekursif 37

a)’ b1 = 3; dan

b)’ bn+1 = bn + 2n + 3; untuk n 1:

Buatlah de…nisi rekursif untuk setiap barisan intejer c1 ; c2 ; c3 ; ::: berikut


ini, dimana untuk n 2 Z+ ;

1. cn = 7n:

2. cn = 7n :

3. cn = 3n + 7:

4. cn = 7:

5. cn = n2 :

6. cn = 2 ( 1)n :

Soal 2.2.2

1. Buatlah de…nisi rekursif untuk dijungsi dari proposisi p1 ; p2 ; p3 ; :::pn+1 ;


n 1:

2. Buktikan bahwa jika n; r 2 Z+ ; dengan n 3 dan 1 r < n; maka

(p1 _ p2 _ ::: _ pr ) _ (pr+1 _ pr+2 _ ::: _ pn )


, p1 _ p2 _ ::: _ pr _ pr+1 _ ::: _ pn :

Soal 2.2.3

1. Bangunlah suatu de…nisi rekursif untuk adisi (jumlahan) dari n bilan-


gan nyata x1 ; x2 ; :::; xn ; dimana n 2:

2. Berdasarkan hukum asosiatif untuk adisi bilangan nyata, buktikan bahwa


jika n; r 2 Z+ ; dengan n 3 dan 1 r < n; maka

(x1 + x2 + ::: + xr ) + (xr+1 + ::: + xn ) = x1 + x2 + ::: + xr + xr+1 + ::: + xn


2.2 De…nisi Rekursif 38

Soal 2.2.4 Perhatikan bahwa untuk setiap x; y 2 R;

jx + yj2 = (x + y)2
= x2 + 2xy + y 2
x2 + 2 jxj jyj + y 2
= jxj2 + 2 jxj jyj + jyj2
= (jxj + jyj)2 :

Akibatnya, jx + yj jxj + jyj : Sekarang, buktikan bahwa jika n 2 Z+ ; n 2;


dan x1 ; x2 ; :::; xn 2 R; maka

jx1 + x2 + ::: + xn j jx1 j + jx2 j + ::: + jxn j :

Soal 2.2.5 Dide…nisikan barisan intejer a0 ; a1 ; a2 ; :::; an secara rekursif den-


gan

a) a0 = 1; a1 = 1; a2 = 1; dan

b) untuk n 3; an = an 1 + an 3 :
p n
Buktikan bahwa an+2 2 untuk setiap n 0:

Soal 2.2.6 Misalkan Fn adalah bilangan Fibonacci ke-n:

P
n
1. untuk n 0; buktikan bahwa Fi = Fn+2 1:
i=0

P
n
Fi 1 Fn+2
2. untuk n 1; buktikan bahwa 2i
=1 2n
:
i=1

Soal 2.2.7

1. Untuk i 2 Z+ ; periksalah bahwa

i i+1
i2 = + :
2 2

2. Untuk n 2 Z+ ; buktikan bahwa

n+1 n+2 n (n + 1) (2n + 1)


+ = :
3 3 6
2.3 Algoritme Pembagian 39

3. Untuk i 2 Z+ ; periksalah bahwa

i i+1 i+2
i3 = +4 + :
3 3 3

4. Untuk n 2 Z+ ; buktikan bahwa

n+1 n+2 n+3 n2 (n + 1)2


+4 + = :
4 4 4 4

2.3 Algoritme Pembagian


Walaupun Z tidak tertutup terhadap pembagian, namun ada beberapa inte-
jer yang dapat dibagi oleh intejer yang lain.

De…nisi 2.1 Misalkan a; b 2 Z; dan b 6= 0: Kita sebut b membagi a; ditulis


b j a; jika ada intejer n sehingga a = bn: Dalam hal ini b disebut juga
pembagi/faktor dari a atau a disebut kelipatan dari b: Dalam hal b tidak
membagi a dinotasikan dengan b - a:

Sebagai ilustrasi, 7 j 42 karena 42 = 7:6; sedangkan 7 - 18 karena tidak


ada n 2 Z sehingga 18 = 7n: Terkait dengan pengertian pembagian, suatu
sifat yang cukup penting yang dimiliki oleh Z adalah bahwa Z tidak memuat
pembagi nol, artinya

(8a; b 2 Z) ab = 0 ) a = 0 _ b = 0;

atau lebih mudah dimegerti kotraposisinya

(8a; b 2 Z) a 6= 0 ^ b 6= 0 ) ab 6= 0;

Teorema 2.3 (Sifat-sifat Dasar Pembagian) Untuk semua a; b; c 2 Z;


berlaku:

1. 1 j a dan (a j 0 dengan a 6= 0)

2. [(a j b) ^ (b j a)] ) a = b:

3. [(a j b) ^ (b j c)] ) a j c:

4. [(a j b) ^ (a j c)] ) [(8x; y 2 Z) a j (bx + cy)] :


2.3 Algoritme Pembagian 40

5. (x = y + z) ^ ((a j x) ^ (a j y)) ) a j z:

6. (8a; b 2 Z+ ) (a j b) ) a b:

7. Untuk 1 i n; misalkan ci 2 Z: Jika a j ci ; maka

a j c1 x1 + c2 x2 + ::: + cn xn

dimana xi 2 Z untuk setiap 1 i n:

Bukti. Disini hanya akan dibuktikan yang No. 4, lainnya disisakan


sebagai latihan. a j b dan a j c; berarti ada m; n 2 Z sehingga b = ma
dan c = na: Dengan demikian untuk setiap x; y 2 Z berlaku xb = xma dan
yc = yna: Akibatnya,

bx + cy = xma + yna
= (xm + yn)a;

dan ini berarti a j (bx + cy) : z

Contoh 2.13 Adakah x; y; z 2 Z yang memenuhi persamaan 14x + 21y


7z = 64:

Jawab. Perhatikan bahwa 7 j 14; 7 j 21 dan 7 j ( 7); maka berdasarkan


Teorema 2.3 (No 7), 7 j (14x + 21y 7x): Dilain pihak 7 - 64; kesimpulannya
tidak ada x; y; z 2 Z yang memenuhi persamaan 14x + 21y 7x = 64: z

Contoh 2.14 Misalkan a; b 2 Z sehingga 2a + 3b merupakan kelipatan dari


17: Buktikan bahwa 17 j 9a + 5b:

Bukti. Perhatikan bahwa 17 j 2a + 3b ) 17 j ( 4)(2a + 3b); di lain pihak


17 j 17a + 17b: Dengan demikian

17 j [( 4)(2a + 3b) + (17a + 17b)] ,


17 j (9a + 5b):

z
Bukti untuk teorema berikut ini dianjurkan sebagai kegiatan mandiri,
dan ini telah dibahas secara lengkap matakuliah Pengantar Teori Bilangan.
2.3 Algoritme Pembagian 41

Teorema 2.4 (Algoritma Pembagian) Jika a; b 2 Z dengan b > 0; maka


ada tepat satu pasang (q; r) 2 Z2 sehingga

a = qb + r; 0 r < b:

Dalam hal ini a disebut yang dibagi, b adalah yang membagi, q adalah
hasil bagi, dan r adalah sisa pembagian. Selanjutnya sisa pembagian
dinotasikan dengan r = a mod b dan hasil bagi dinotasikan q = a div b:

Fakta bahwa misalkan a; b 2 Z; b 6= 0; maka


a
a div b = b c; dan
b
a
a mod b = a b:b c;
b
notasi bxc mengartikan bilangan bulat terbesar yang x:

Contoh 2.15 Berdasarkan algoritma pembagian, berikut ini diberikan beber-


apa ilustrasi.

1. Misalkan a = 67 dan b = 7; maka


67
q=b c = 9 dan r = 67 7:9 = 4:
7

67
q = b c
7
r = 67 mod 7

2. Misalkan a = 48 dan b = 6; maka


48
q=b c = 8 dan r = 48 6:8 = 0:
6

3. Misalkan a = 72 dan b = 11; maka


72
q=b c= 7 dan r = ( 72) (11)( 7) = 5:
11

4. Misalkan a; b 2 Z+ :

(a) Jika a = qb untuk suatu q 2 Z+ ; maka a = ( q)b: Dalam hal


ini, a(< 0) dibagi oleh b(> 0) diperoleh hasil bagi q(< 0) dan
sisanya r = 0:
2.3 Algoritme Pembagian 42

(b) Jika a = qb + r untuk suatu q 2 N dan 0 < r < b; maka

a = ( q)b r
= ( q)b b + b r
= ( q 1)b + (b r):

Dalam hal ini, a(< 0) dibagi oleh b(> 0) diperoleh hasil bagi
q 1(< 0) dan sisanya b r; dimana 0 < b r < b:

Untuk lebih jelasnya, proses mendapatkan q dan r dalam algoritme pem-


bagian dirinci dengan pseudocode dalam Prosedur 3.
PROSEDUR 3
procedure AlgPbg(a 2 Z, b 2 Z+ ) PROSEDUR 3 (Lanjutan)
begin if a > 0 then
if a = 0 then begin
begin hasilbagi := q
hasilbagi := 0 sisa := r
sisa := 0 end
end else if r = 0 then
else begin
begin hasilbagi := q
r := abs(a) sisa := 0
q := 0 end
while r b do else
begin begin
r := r b hasilbagi := q 1
q := q + 1 sisa := b r
end
Salah satu penerapan algoritma pembagian adalah digunakan untuk men-
gubah sistem basis bilangan, misalnya: desimal ke biner, oktal, heksadesimal,
dll. Lengkapnya hal ini dinyatakan pada bagian berikut ini.

72 mod 11

2.3.1 Representasi Basis


Intejer positif dapat direpresentasikan dalam berbagai cara, namun paling
umum dipakai adalah sistem desimal atau sistem basis 10. Jadi apabila
diberikan suatu intejer positif tanpa keterangan apapun, maka yang di-
maksud adalah intejer tersebut memiliki representasi basis 10. Misalnya
2.3 Algoritme Pembagian 43

a = 1367; ini berarti


a = 1:103 + 3:102 + 6:101 + 7:100 :
Sistem lain yang cukup populer adalah sistem biner atau representasi basis
2 yang dipakai dalam kerja mesin komputasi. Misalnya a = 110101 basis 2;
ini berarti
a = 1:25 + 1:24 + 0:23 + 1:22 + 0:21 + 1:20 :
Tabel berikut ini mengilutrasikan hubungan antara sistem representasi desi-
mal, biner, oktal (basis 8), dan heksadesimal (basis 16) untuk intejer dari 0
sampai 15: Faktanya keempat sistem inilah yang paling sering dipakai dalam
bidang terapan, khususnya ilmu komputer.
Basis 10 Basis 2 Basis 8 Basis 16
0 0000 0 0
1 0001 1 1
2 0010 2 2
3 0011 3 3
4 0100 4 4
5 0101 5 5
6 0110 6 6
7 0111 7 7
8 1000 10 8
9 1001 11 9
10 1010 12 A
11 1011 13 B
12 1100 14 C
13 1101 15 D
14 1110 16 E
15 1111 17 F
Secara umum representasi basis dari suatu intejer dinyatakan dalam de…nisi
berikut ini.

De…nisi 2.2 Jika b 2 adalah suatu intejer, maka sembarang intejer positf
a dapat diekspresikan secara tunggal sebagai
a = an b n + an 1 b n 1
+ ::: + a1 b + a0 ; (2.1)
dimana 0 ai < b untuk i = 0; 1; :::; n dan an 6= 0: Ruas kanan Persamaan
2.1 disebut representasi basis b dari a; dan dinotasikan dengan
a = (an an 1 :::a1 a0 )b :
2.3 Algoritme Pembagian 44

Selanjutnya dari de…nisi di atas, intejer ai ; untuk 0 i n; disebut dijit.


Khususnya, an disebut dijit berorder tinggi, dan a0 disebut dijit berorder
rendah. Catatan bahwa jika b = 10; representasi a cukup ditulis
a = an an 1 :::a1 a0 :

Banyaknya dijit dari a disebut dengan presisi atau panjang dari a: Dalam
de…nisi di atas terlihat bahwa presisi dari a adalah n: Jika n = 0; maka a
disebut intejer presisi tunggal. Sedangkan jika n > 0; maka a disebut sebagai
intejer presisi ganda.
Dari De…nisi 2.2, berikut ini diberikan prosedur untuk mengubah repre-
sentasi basis-b dari intejer a kebentuk standar desimal dari a:
PROSEDUR 4
procedure ChangeDecimal((an an 1 :::a1 a0 )b : intejer)
begin
a := 0
for i := 0 to n do
a := a + ai bi
return(a)
end

Contoh 2.16 Misalkan (1110101)2 adalah representasi basis-2 dari intejer


a: Tentukan intejer a:

Jawab. Nilai intejer a adalah


(1110101)2 = 1:26 + 1:25 + 1:24 + 0:23 + 1:22 + 0:21 + 1:20
= 64 + 32 + 16 + 0 + 4 + 0 + 1
= 117:
z
Dalam langkah-langkah berikut ini perhatikan bahwa algoritma pemba-
gian melandasi sistem perubahan representasi basis.

1. Persamaan (2.1) dapat dituliskan sebagai


a = (an bn 1
+ an 1 b n 2
+ ::: + a2 b + a1 )b + a0 :
Ini berarti a0 merupakan sisa dari a dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 1 = an b n 1
+ an 1 b n 2
+ ::: + a2 b + a1 (2.2)
2.3 Algoritme Pembagian 45

2. Persamaan (2.2) dapat dituliskan sebagai


q1 = (an bn 2
+ an 1 b n 3
+ ::: + a3 b + a2 )b + a1 :
Ini berarti a1 merupakan sisa dari q1 dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 2 = an b n 2
+ an 1 b n 3
+ ::: + a3 b + a2 (2.3)

3. Persamaan (2.3) dapat dituliskan sebagai


q2 = (an bn 3
+ an 1 b n 4
+ ::: + a4 b + a3 )b + a2 :
Ini berarti a2 merupakan sisa dari q2 dibagi oleh b: Dalam hal ini hasil
baginya adalah
q 3 = an b n 3
+ an 1 b n 4
+ ::: + a4 b + a3

4. Proses berlanjut sampai didapatkan an merupakan sisa dari qn dibagi


oleh b dan hasil baginya adalah 0:
Contoh 2.17 Nyatakan intejer a = 938 sebagai representasi:
1. basis 8; dan
2. basis 2:
3. basis 16:
Jawab. Berdasarkan uraian di atas perhatikan proses berikut ini.
Bagi 8 Hasil Bagi Sisa
a
8
= 938
8
q1 = 117 a0 = 2
q1
1. 8 = 117 8
q2 = 14 a1 = 5 . Jadi 938 = (1652)8 :
q2 14
8
= 8
q3 = 1 a2 = 6
q3 1
8
= 8
q4 = 0 a3 = 1

Bagi 2 Hasil Bagi Sisa


a
2
= 938
2
q1 = 469 a0 = 0
q1 469
2
= 2
q2 = 234 a1 = 1
q2 234
2
= 2
q3 = 117 a2 = 0
q3
2
= 1172
q4 = 58 a3 = 1
2. q24 = 582
q5 = 29 a4 = 0 . Jadi 938 = (1110101010)2 :
q5 29
2
= 2
q6 = 14 a5 = 1
q6
2
= 142
q7 = 7 a6 = 0
q7 7
2
= 2
q8 = 3 a7 = 1
q8
2
= 32 q9 = 1 a8 = 1
q9
2
= 12 q10 = 0 a9 = 1
2.3 Algoritme Pembagian 46

Bagi 16 Hasil Bagi Sisa


a
= 938 q1 = 938 = 58 a0 = 938 mod 16 = 10
3. 16
q1
16
58
16
58 . Jadi 938 = (3AA)16 :
16
= 16 q2 = 16 =3 a1 = 58 mod 16 = 10
q2 3
8
= 16 q3 = 0 a2 = 3

z
Algoritme representasi basis b dinyatakan dalam prosedur berikut dengan
input intejer a 0 dan b 2:
PROSEDUR 5
procedure Basis-bRepresetation(a, b : intejer positif )
begin
i := 0
x := a
q := b xb c
ai := x q b
while q > 0 do
begin
i := i + 1
x := q
q := b xb c
ai := x q b
end
return((an an 1 :::a1 a0 )b )
end

2.3.2 Representasi Bilangan Negatif


Intejer negatif dapat direpresentasikan dalam beberapa cara. Dua diantaranya
akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu: representasi besaran-bertanda dan rep-
resentasi komplemen.

Representasi Besaran-bertanda

Tanda dari suatu intejer (baik positif maupun negatif) dan besarannya (nilai
mutlak) direprsentasikan sebagai representasi besaran-bertanda. Intejer posi-
tif diberi suatu tanda dijit 0; sementara intejer negatif diberi suatu tanda dijit
b 1: Untuk suatu representasi basis-b bedijit n (berupa barisan) terdiri dari:
bn 1 1 intejer positif, bn 1 1 intejer negatif, dan 0 mempunyai dua rep-
resentasi. Sebagai ilustrasi, berikut ini diberikan tabel representasi besaran
bertanda untuk biner dari intejer dalam selang [ 7; 7]:
2.3 Algoritme Pembagian 47

Barisan Besaran- Barisan Besaran-


Bertanda Besaran-
0111 7 1111 7
0110 6 1110 6
0101 5 1101 5
0100 4 1100 4
0011 3 1011 3
0010 2 1010 2
0001 1 1001 1
0000 0 1000 0

Representasi Komplemen

Penjumlahan dan pengurangan representasi komplemen tanpa perlu me-


meriksa dijit tanda. Intejer tak-negatif dalam selang [0; bn 1] direpresen-
tasikan sebagai barisan basis-b dengan panjang dijit n dan dijit order tinggi
0: Misalkan x adalah intejer positif yang direpresentasikan sebagai barisan
(xn ; xn 1 ; :::; x1 ; x0 )b
dimana xn = 0: Maka x direpresentasikan sebagai barisan
(xn ; xn 1 ; :::; x1 ; x0 ) + 1
dimana xi = b 1 xi dan + adalah jumlahan standar. Sebagai ilustrasi,
berikut ini diberikan tabel representasi komplemen untuk biner dari intejer
dalam selang [ 7; 7]:

Barisan Komple- Barisan Komple-


mennya 2 mennya 2
0111 7 1111 1
0110 6 1110 2
0101 5 1101 3
0100 4 1100 4
0011 3 1011 5
0010 2 1010 6
0001 1 1001 7
0000 0 1000 8

Soal 2.3.1

1. Jika a; b; c 2 Z+ dan a j bc; apakah dapat disimpulkan bahwa a j b atau


b j c?
2.3 Algoritme Pembagian 48

2. Untuk setiap a; b; c 2 Z; buktikan bahwa jika a - bc; maka a - b dan a - c:


3. Misalkan a; b 2 Z+ : Jika b j a dan b j (a + 2) ; buktikan bahwa b = 1
atau b = 2:
4. Jika n 2 Z+ dan n ganjil, buktikan bahwa 8 j (n2 1) :
5. Jika a; b 2 Z+ dan keduanya ganjil, buktikan bahwa 2 j (a2 + b2 ) tetapi
4 - (a2 + b2 ):
6. Jika n 2 N; buktikan bahwa 3 j (7n 4n ):

Soal 2.3.2 Tentukan hasil bagi q dan sisa r dari pembagian a oleh b yang
diketahui berikut ini.

1. a = 23 dan b = 7:
2. a = 115 dan b = 12:
3. a = 0 dan b = 42:
4. a = 434 dan b = 31:

Soal 2.3.3 Tuliskan intejer berbasis-10 berikut ini ke dalam basis-2, basis-4;
dan basis-8:
a) 137 b) 6243 c) 12:345.

Soal 2.3.4 Tuliskan intejer berbasis-10 berikut ini ke dalam basis-2 dan basis-
16:
a) 22 b) 527 c) 1234 d) 6923.

Soal 2.3.5 Konversikan masing-masing dari bilangan heksadesimal berikut


ini ke dalam bilangan basis-10 dan basis-2:

a) A7 b) 4C2 c) 1C2B d) A2DF E.

Soal 2.3.6 Konversikan masing-masing dari bilangan biner berikut ini ke


dalam bilangan basis-10 dan basis-16:

a) 11001110 b) 00110001 c) 11110000 d) 01011110.

Soal 2.3.7 Tuliskan masing-masing dari bilangan biner berikut ini ke dalam
representasi komplemen dua, hasilnya mengikuti pola 8-bit.

a) 15 b) 15 c) 100 d) 65 e) 127 f ) 128.


2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 49

Soal 2.3.8 Jika suatu mesin menyimpan intejer dengan metode komplemen
dua, berapa intejer terbesar dan terkecil yang dapat disimpan apabila meng-
gunakan pola 8-bit.

a) 4-bit b) 8-bit c) 16-bit d) 32-bit e) 2n -bit, n 2 Z+

Soal 2.3.9 Dide…nisikan himpunan X Z+ secara rekursif sebagai berikut:

a) 3 2 X; dan
b) jika a; b 2 X; maka a + b 2 X:

Buktikan bahwa X = f3k k 2 Z+ g; himpunan semua intejer positif yang


habis dibagi 3:

Soal 2.3.10 Misalkan n 2 Z+ dengan

n = rk :10k + ::: + r2 :102 + r1 :10 + r0 :

Buktikan bahwa

1. 2 j n jika dan hanya jika 2 j r0 :


2. 4 j n jika dan hanya jika (r1 :10 + r0 ):
3. 8 j n jika dan hanya jika (r2 :102 + r1 :10 + r0 ):

Buatlah generalisasi dari hasil tersebut.

2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm)


Bahasan yang diberikan pada bagian ini dan pada bagian berikutnya meru-
pakan landasan dasar dari teori bilangan. Berapa teorema dan sifat-sifat
diberikan tanpa disertai bukti dengan alasan bahwa seluruh materinya akan
dibahas lebih rinci di matakuliah Pengantar Teori Bilangan.

De…nisi 2.3 Untuk a; b 2 Z, suatu intejer positif x dikatakan pembagi


bersama dari a dan b jika x j a dan x j b: Selanjutnya, untuk a dan b
tidak keduanya nol, c 2 Z+ disebut pembagi bersama terbesar dari a dan
b; dinotasikan dengan c = gcd (a; b) ; jika c adalah yang terbesar diantara
semua pembagi bersama dari a dan b, atau dengan kata lain

c = maxfx 2 Z+ (x j a) ^ (x j b)g:
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 50

Teorema 2.5 Misalkan c = gcd (a; b) : Jika pembagi bersama d dari a dan
b; maka d j c:
Teorema 2.6 Untuk setiap a; b 2 Z+ ; ada tepat satu c 2 Z+ sehingga c =
gcd (a; b) : Selanjutnya ada x; y 2 Z sehingga c = xa + yb (c adalah suatu
kombinasi linear dari a dan b):
Sifat-sifat dasar dari pembagi bersama terbersar dapat dirinci sebagai
berikut. Misalnya c = gcd (a; b) ; maka:
1. c adalah intejer positif terkecil dari himpunan fxa + yb=x; y 2 Zg:
2. Jika d = sa + tb untuk suatu s; t 2 Z; maka c j d:
3. gcd (a; b) = gcd ( a; b) = gcd (a; b) = gcd ( a; b) = gcd (b; a) :
4. gcd (a; 0) = jaj dan gcd (0; 0) tak terde…nisikan.
a b
5. c = gcd (a; b) ) gcd ;
c c
= 1:
Intejer a dan bdisebut prima relatif (koprima) jika gcd (a; b) = 1; selan-
jutnya ada x; y 2 Z sehingga xa + yb = 1:
Contoh 2.18 Karena gcd (42; 70) = 14; maka ada x; y 2 Z; sehingga
42x + 70y = 14 , 3x + 5y = 1:
Mudah diperiksa bahwa x = 2 dan y = 1 adalah solusinya. Kemudian
untuk k 2 Z;
3(2 + 5k) + 5( 1 3k) = 1;
juga
42(2 5k) + 70( 1 + 3k) = 14:
Jadi nilai x dan y tidak tunggal.
Teorema 2.7 (Algoritme Euclid) Misalkan a; b 2 Z+ ; jika dengan algo-
ritme pembagian berlaku langkah-langkah berikut ini:
Langkah ke-1 a = q 1 b + r1 0 < r1 < b
Langkah ke-2 b = q2 r1 + r2 0 < r2 < r1
Langkah ke-3 r1 = q3 r2 + r3 0 < r3 < r2
.. .. ..
. . .
,
Langkah ke-(i+2) ri = qi+2 ri+1 + ri+2 0 < ri+2 < ri+1
.. .. ..
. . .
Langkah ke-k rk 2 = qk rk 1 + rk 0 < rk < rk 1
Langkah ke-(k+2) rk 1 = qk+1 rk :
maka rk = gcd (a; b) :
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 51

Contoh 2.19 Dengan algoritma Euclid, tentukan gcd(250; 111); kemudian


tentukan x; y 2 Z sehingga gcd(250; 111) = 250x + 111y:

Jawab. Perhatikan langkah-langkah berikut ini.

Langkah ke-1 250 = 2(111) + 28 0 < 28 < 111


Langkah ke-2 111 = 3 (28) + 27 0 < 27 < 28
Langkah ke-3 28 = 1(27) + 1 0 < 1 < 27
Langkah ke-4 27 = 27(1) + 0
Maka gcd(250; 111) = 1: Perhatikan bahwa langkah-langkah algotima Euclid
bisa diringkas penulisannya dengan menggunakan sifat-sifat gcd berikut

gcd(250; 111) = gcd(111; 28) = gcd(28; 27)


= gcd(27; 1)
= gcd(1; 0) = 1:

Selanjutnya, untuk mendapatkan kombinasi linearnya kita lakukan langkah


balik. Perhatikan pada Langkah ke-3:

1 = 28 1 (27)
= 28 1 (111 3 (28))
= ( 1) (111) + (4) (28)
= ( 1) (111) + (4) (250 2 (111))
= (4) 250 + ( 9) (111) :

Secara umum, untuk k 2 Z;

1 = (4 111k) 250 + ( 9 + 250k) 111:

z
Terkait dengan implementasi, algoritme Euclid dapat dirinci dalam Prose-
dur 6 untuk mencari gcd (a; b) dimana a; b 2 Z+ :
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 52

PROSEDUR 6
procedure gcd(a; b: intejer positif, a b)
begin
r := a mod b
d := b
while r > 0 do
begin
c := d
d := r
r := c mod d
end
return(d)
end

De…nisi 2.4 Misalkan a; b 2 Z: Suatu interjer positif x disebut kelipatan


bersama dari a dan b jika x adalah kelipatan dari kedua a dan b; atau dengan
kata lain
(a j x) ^ (b j x)
Untuk a dan b semuanya tak nol, c disebut kelipatan bersama terkecil dari
a dan b; dinotasikan c = lcm (a; b) ; jika c adalah yang terkecil dari semua
kelipatan bersama dari a dan b; atau dengan kata lain

c = minfx 2 Z+ (a j x) ^ (b j x)g:

Sifat-sifat dasar dari kelipatan bersama terkecil dinyatakan sebagai berikut.

1. 8n 2 Z+ ; berlaku
lcm(1; n) = lcm(n; 1) = n:

2. 8a; n 2 Z+ ; berlaku
lcm(a; na) = na:

3. Jika a; m; n 2 Z+ dengan m n; maka

lcm(am ; an ) = an dan gcd(am ; an ) = am :

Teorema 2.8 Misalnya c = lcm (a; b) : Jika y adalah kelipatan bersama dari
a dan b; maka c j y:
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 53

Teorema 2.9 Untuk a; b 2 Z+ ;

ab = lcm (a; b) : gcd (a; b) :

Jelas bahwa, jika a dan b adalah prima relatif, maka

lcm (a; b) = ab:

Contoh 2.20 Tentukan lcm(168; 456):

Jawab. Periksalah bahwa gcd(168; 456) = 24: Akibatnya,

(168)(456)
lcm(168; 456) = = 3192:
24
z
Algoritme Euclid dapat diperluas sehingga tidak hanya mengasilkan pem-
bagi bersama terbesar dari dua intejer a dan b; tetapi juga menghasilkan
intejer x dan y yang memenuhi ax + by = d; diberikan dalam Prosedur 7.
PROSEDUR 7
procedure gcd(a; b: intejer positif, positif, a b)
begin
if b = 0 then
begin
d := a; x := 1; y := 0
return(d; x; y)
end
x2 := 1; x1 := 0; y2 := 0; y1 := 1
while b > 0 do
begin
q := b ab c; r := a qb; x := x2 qx1 ; y := y2 qy1
a := b; b := r; x2 := x1 ; x1 := x; y2 := y1 ; y1 := y
end
d := a; x := x2 ; y := y2
return(d; x; y)
end

Contoh 2.21 Gunakan Prosedur 7 untuk untuk menentukan gcd(a; b), x,


dan y, sehingga gcd(a; b) = ax + by jika diketahui a = 4864 dan b = 3458:

Jawab. Tabel berikut menunjukkan langkah-langkah Prosedur 7 dengan


input a = 4864 dan b = 3458; diperoleh gcd(4864; 3458) = 38 sehingga
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 54

(4864)(32) + (3458)( 45) = 38:

q r x y a b x2 x1 y2 y1
4864 3458 1 0 0 1
1 1406 1 1 3458 1406 0 1 1 1
2 646 2 3 1406 646 1 2 1 3
2 114 5 7 646 114 3 5 3 7
5 76 27 38 114 76 5 27 7 38
1 38 32 45 76 38 27 32 38 45
2 0 91 28 38 0 32 91 45 128

z
Catatan bahwa jawaban dengan tabel pada contoh di atas dapat diseder-
hanakan sebagai berikut, demi perhitungan menggunakan pensil dan kertas.

i qi+1 ri xi yi
0 4864 1 0
1 1 3458 0 1
2 2 1406 1 1
3 2 646 2 3
4 5 114 5 7
5 1 76 27 38
6 2 38 32 45
7 0

Perhatikan bahwa isian awal tabel ini adalah r0 = a; x0 = 1; y0 = 0; r1 = b;


x1 = 0; dan y1 = 1: Isian selanjutnya dihitung:
ri 1
qi = b c; untuk i 1;
ri
xi = xi 2 qi 1 :xi 1 ; untuk i 2; dan
yi = yi 2 qi 1 :yi 1 ; untuk i 2:

Jika rs = 0; maka proses berhenti. Dalam hal ini gcd(a; b) = rs 1 ; x = xs 1 ,


dan y = ys 1 :

De…nisi 2.5 Intejer positif p disebut prima jika faktor dari p hanyalah 1
dan dirinya sendiri p: Intejer positif yang bukan prima disebut komposit.

Dari de…nisi tersebut jelas bahwa suatu intejer positif p adalah prima jika
memenuhi
p = ab ) a = 1 _ b = 1:
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 55

Suatu intejer positif n adalah komposit jika

(9n1 ; n2 2 Z; 1 < n1 < n; 1 < n2 < n) n = n1 n2 :

Sebagai ilutrasi, barisan prima dapat ditulikan

2; 3; 5; 7; 11; 13; 17; :::

Lemma 2.1 Jika n 2 Z+ adalah komposit, maka ada prima p sehingga p j n:

Bukti. Andaikan ada komposit n yang tidak mempunyai faktor prima,


dan de…nisikan himpunan S yang anggotanya semua komposit ini, maka jelas
bahwa S 6= ?: Berdasarkan prinsip keterurutan dengan baik, maka S memuat
unsur terkecil, sebut saja s: Karena s komposit, maka 9s1 ; s2 2 Z; dengan
1 < s1 < s dan1 < s2 < s sehingga s = s1 s2 : Karena s tidak mepunyai
faktor prima, maka s1 dan s2 haruslah juga tidak mempunyai faktor prima.
Akibatnya, s1 ; s2 2 S; suatu kontradiksi, karena s adalah terkecil di dalam
S: Kesimpulannya, S = ? atau n mempunyai faktor prima. z

Lemma 2.2 Jika p prima dan p j ab; maka p j a atau p j b:

Lemma 2.3 Misalkan ai 2 Z+ untuk setiap 1 i n: Jika p prima dan


p j a1 a2 :::an ; maka p j ai untuk suatu 1 i n:

Teorema 2.10 (Teorema Dasar Aritmetika) Setiap intejer n 2 dapat di-


faktorisasikan secara tunggal sebagai produk kuasa prima:

n = pe11 pe22 :::pekk ;

dimana pi prima berbeda dan ei intejer positif.

Ilustrasi untuk teorema di atas: 63 = 32 :7; 100 = 22 :52 ; 4864 = 2:19;


3458 = 2:7:13:19:
33 1 mod 100
: 97

Contoh 2.22 Tentukan faktorisasi intejer 980220:


Jawab. Perhatikan langkah-langkah berikut ini

980220 = 21 (490110) = 22 (245055) = 22 31 (81685)


= 22 31 51 (16337) = 22 31 51 171 (961) = 22 31 51 171 312 :

z
2.4 Algoritme Euclides (Euclidean Algorithm) 56

Contoh 2.23 Misalkan n 2 Z+ dan

10:9:8:7:6:5:4:3:2:n = 21:20:19:17:16:15:14:

Tunjukkan bahwa 17 j n:

Jawab. Perhatikan bahwa karena 17 membagi ruas kanan, maka

17 j 10:9:8:7:6:5:4:3:2:n:

Dari fakta ini dan karena 17 - 10; 17 - 9; 17 - 8; 17 - 7; 17 - 6; 17 - 5; 17 - 4;


17 - 3; dan 17 - 2; berdasarkan Lemma 2.3 maka dapat disimpulkan bahwa
17 j n: z

Soal 2.4.1 Untuk masing-masing dari pasangan a; b 2 Z+ berikut ini, ten-


tukan gcd(a; b) dan nyatakan sebagai kombinasi linear dari a; b:

a) a = 231; b = 1820 b) a = 1369; b = 2597 c) a = 2689; b = 4001.

Soal 2.4.2

1. Untuk a; b 2 Z+ dan d = gcd(a; b); buktikan bahwa

a b
gcd( ; ) = 1
d d

2. Untuk a; b; n 2 Z+ dan d = gcd(a; b); buktikan bahwa

gcd(na; nb) = n: gcd(a; b)

3. Misalkan a; b; c 2 Z+ dengan c = gcd(a; b); buktikan bahwa

c2 j ab:

4. Untuk a; b; c; d 2 Z+ ; buktikan bahwa jika d = a + bc; maka

gcd(b; d) = gcd(a; b):

5. Misalkan a; b; c 2 Z+ dengan gcd(a; b) = 1: Jika a j bc; buktikan bahwa


a j c:

Soal 2.4.3 Misalkan n 2 Z+ ;


2.5 Aritmetik Intejer Modulo n 57

1. Buktikan bahwa gcd(n; n + 2) = (1 _ 2):

2. Berapa nilai yang mungkin dari gcd(n; n+3)? Bagaimana dengan gcd(n; n+
4)?

3. Secara umum, untuk k 2 Z+ ; berapa nilai yang mungkin dari gcd(n; n+


k)? Buktikan dengan induksi matematik.

Soal 2.4.4 Tentukan nilai-nilai dari c 2 Z+ ; 10 < c < 20; sedemikian se-
hingga persamaan Diophantine 84x+990y = c tidak mempunyai solusi. Ten-
tukan solusi untuk nilai-nilai c yang lainnya (nilai c dalam kasus persamaan
mempunyai solusi).

Soal 2.4.5

1. Jika a; b 2 Z+ dengan a = 630; gcd(a; b) = 105; dan lcm(a; b) =


242550; tentukan b:

2. Untuk setiap n 2 Z+ ; tentukan gcd(n; n + 1) dan lcm(n; n + 1):

2.5 Aritmetik Intejer Modulo n


Misalkan n adalah intejer positif.

De…nisi 2.6 Jika a dan b adalah intejer, maka a disebut kongruen ke b


modulo n; ditulis a b(mod n); apabila n membagi (a b): Intejer n disebut
modulus dari kongruensi.

Contoh 2.24 24 9(mod 5) karena 24 9 = 3:5; dan 11 17(mod 7)


karena 11 17 = ( 4)(7):

Teorema 2.11 (Sifat-sifat kongruensi) Untuk semua a; a1 ; b; b1 ; c 2 Z; maka


berlaku berikut ini.

1. a b(mod n) , a dan b mempunyai sisa yang sama apabila dibagi n:

2. Re‡eksif.: a a(mod n):

3. Simetrik: jika a b(mod n); maka b a(mod n):

4. Transitif: jika a b(mod n) dan b c(mod n); maka a c(mod n):


2.5 Aritmetik Intejer Modulo n 58

5. Jika a a1 (mod n) dan b b1 (mod n); maka a + b a1 + b1 (mod n)


dan ab a1 b1 (mod n):

De…nisi 2.7 Intejer modulo n; dinotasikan Zn ; adalah himpunan (kelas


ekuavalensi) intejer f0; 1; 2; :::; n 1g yang dikenai operasi: jumlah dan kali
diperlakukan dalam modulo n. Untuk a; b; c 2 Zn ;

a + b = c , a + b c(mod n)
ab = c , ab c(mod n)

Contoh 2.25 Z10 = f0; 1; 2; :::; 9g: Di dalam Z10 ;

6+7 = 3
4 8 = 2
3 9 = 3 + 1 = 4:

De…nisi 2.8 Misalkan a 2 Zn ; Invers multiplikatif dari a modulo n


adalah suatu intejer x 2 Zn sehingga ax 1(mod n): Faktanya tidak se-
mua anggota Zn mempunyai invers (x belum tentu ada). Dalam hal x yang
bersangkutan ada, maka a disebut invertibel dan x disebut invers dari a;
dinotasikan x = a 1 : Selanjutnya, a dibagi b modulo n diartikan sebagai a
kali b 1 modulo n:

Teorema 2.12 Misalkan a 2 Zn ; a adalah invertible jika dan hanya jika


gcd(a; n) = 1:

Contoh 2.26 Di dalam Z9 ; unsur-unsur yang invertibel adalah 1; 2; 4; 5; 7;


dan 8: Dalam hal ini, 7 1 = 4 karena 7:4 1 (mod 9):

(7 13) mod 15

Catatan 2.1 Berdasarkan Teorema 2.6, gcd(a; n) = 1 jika dan hanya jika
ada intejer x dan y sehingga

ax + ny = 1 , ax 1= ny , ax 1 (mod n):

Ini berarti x adalah invers dari a modulo n dan untuk menghitung x dapat
digunakan Prosedur 7, dengan input a dan n:

(21 93 + 47) mod 100


2.5 Aritmetik Intejer Modulo n 59

: 0
gcd (210; 163)
1
: 163 mod 210 = 67 = 2
1
35 mod 100
1
: 97 : 121 mod 200 = 81

De…nisi 2.9 Grup multiplikatif dari Zn adalah himpunan

Zn = fa 2 Zn = gcd(a; n) = 1g

Contoh: Z10 = f1; 3; 7; 9g, Z15 = f1; 2; 4; 7; 8; 11; 13; 14g, dan Z5 =
f1; 2; 3; 4g: Kardinalitas dari Zn ; yaitu jZn j; disebut dengan bilangan Phi
Euler dinotasikan dengan (n) ;

122 mod 23

: 6: 29: 16 : 182 mod 35 = 9

(n) = jZn j:

Teorema 2.13 (Teorema Fermat) Misalkan p adalah prima. Jika gcd(a; p) =


1; maka
ap 1 1 (mod p):
Khususnya, untuk sembarang intejer a;

ap a (mod p)

Teorema 2.14 (Teorema Euler) Jika a 2 Zn ; maka


(n)
a 1 (mod n):

Teorema 2.15 Jika p dan q adalah dua intejer positif dengan gcd(p; q) = 1;
maka
(pq) = (p): (q):
Khususnya, jika p dan q keduanya prima, maka

(pq) = (p 1)(q 1)

Soal 2.5.1 Tanpa melakukan “perkalian yang panjang”, tunjukkan bahwa:

1. 1234567 90123 1(mod 10):


2.5 Aritmetik Intejer Modulo n 60

2. 2468 13579 3(mod 25):


Soal 2.5.2 Misalkan diberikan intejer x dan m 2: Apabila x dibagi m,
maka ada intejer r yang memenuhi
x r(mod m); 0 r<m
dan sering kali disebut residu tak-negatif terkecil dari x (mod m): Ten-
tukan residu tak-negatif terkecil dari
315 (mod 17) dan 1581 (mod 13):
Soal 2.5.3 Misalkan (xn xn 1 :::x0 )10 adalah representasi basis 10 dari intejer
positif x: Tunjukkan bahwa
x x0 x1 + x2 x3 + ::: + ( 1)n xn (mod 11);
dan gunakan hasil ini untuk memeriksa apakah 1213141516171819 habis dibagi
11:
Soal 2.5.4 Tentukan invers dari
a) 2 di dalam Z11 ; b) 7 di dalam Z15 ;
c) 7 di dalam Z16 ; d) 5 di dalam Z13 :
Soal 2.5.5 Gunakan Prosedur 7 untuk menentukan invers dari
a) 37 di dalam Z120 ; b) 123 di dalam Z550 ;
c) 400 di dalam Z1923 ; d) 1115 di dalam Z2664 :
Soal 2.5.6 Gunakan teorema Fermat untuk
1. menghitung sisa apabila 347 dibagi 23:
182 mod 35
: 9
2. membuktikan bahwa
(a + b)p ap + bp (mod p)
dimana a; b; p 2 Z dan p prima.
Soal 2.5.7 Misalkan p prima, dengan memperhatikan produk semua unsur
tak-nol di dalam Zp ; buktikan bahwa
(p 1)! 1(mod p):
2
16 mod 45
: 31 : 16
Bab 3

Relasi dan Fungsi

Konsep relasi dan fungsi adalah salah satu landasan terpenting yang digu-
nakan untuk memahami banyak konsep lain di dalam matematika seperti:
aljabar, kalkulus, teori graf, dsb. Namun demikian, sesuai dengan tema
matematika diskret, bahasan relasi dan fungsi disini akan digunakan pen-
dekatan teori himpunan yang kebanyakan melibatkan konsep kombinatorial.

3.1 Produk Cartesian dan Relasi


De…nisi 3.1 Produk Cartesian atau produk silang dari dua himpunan
A dan B, notasi A B; adalah himpunan
A B = f(a; b)=a 2 A; b 2 Bg:

Setiap anggota dari A B; misalnya (a; b); disebut pasangan terurut


(ordered pair), kemudian a dan b disebut komponen pertama dan kedua
dari (a; b). Sembarang dua anggota dari A B; misalnya (a; b) dan (c; d);
dikatakan sama (notasinya: (a; b) = (c; d)) jika dan hanya jika a = c dan
b = d:
Jika A dan B berhingga dengan jAj = m dan jBj = n, berdasarkan aturan
kali jelas bahwa
jA Bj = mn:
De…nisi produk Cartesian dapat diperumum dengan melibatkan lebih dari
dua himpunan. Jika n 2 Z+ ; n 3; dan A1 ; A2 ; :::; An adalah n himpunan,
maka produk lipat-n dari A1 ; A2 ; :::; An ; notasinya: A1 A2 ::: An ;
dide…nisikan sebagai
A1 A2 ::: An := f(a1 ; a2 ; :::; an )=ai 2 Ai ; 1 i ng:

61
3.1 Produk Cartesian dan Relasi 62

Sembarang anggota (a1 ; a2 ; :::; an ) 2 A1 A2 ::: An disebut rangkai-


n terurut (ordered n-tuple). Kesamaan dua anggota A1 A2 ::: An
dide…nisikan sebagai

(a1 ; a2 ; :::; an ) = (b1 ; b2 ; :::; bn ) , ai = bi ; 1 i n:

A A dinotasikan dengan A2 ; dan secara umum produk lipat-n dari A dinota-


sikan dengan An ; juga
jAn j = jAjn :

R2 = f(x; y) x; y 2 Rg ; R3 = f(x; y; z) x; y; z 2 Rg
Rn = f(x1 ; x2 ; :::; xn ) x1 ; x2 ; :::; xn 2 Rg

Contoh 3.1 Misalkan A = fa; bg dan B = f1; 2; 3g; tentukan A B; B A;


A2 ; B 2 ; dan A3 :

Jawab. Berdasarkan de…nisinya, maka

A B = f(a; 1); (a; 2); (a; 3); (b; 1); (b; 2); (b; 3)g;
B A = f(1; a); (1; b); (2; a); (2; b); (3; a); (3; b)g;
A2 = f(a; a); (a; b); (b; a); (b; b)g
B2 = f(1; 1); (1; 2); (1; 3); (2; 1); (2; 2); (2; 3); (3; 1); (3; 2); (3; 3)g

A3 = f(a; a; a); (a; a; b); (a; b; a); (a; b; b); (b; a; a); (b; a; b); (b; b; a); (b; b; b)g
z
Dari contoh di atas terlihat bahwa secara umum A B tidak sama dengan
B A; namun aturan kali menjamin bahwa jA Bj = jB Aj :
R R = R2 dikenal sebagai bidang (bilangan nyata) dari koordinat geometri
atau kalkulus berdimensi dua. R+ R+ adalah interior dari kuadran pertama
dari bidang yang bersangkutan. Secara sama, R3 merupakan ruang-3 Euclid-
ean.

De…nisi 3.2 Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah sembarang


subhimpunan dari A B: Sembarang subhimpunan dari A A disebut
relasi biner pada A:

Dari Contoh 3.1, beberapa contoh relasi dari A ke B adalah:

R1 = f(a; 1); (b; 3)g; R2 = f(a; 1); (a; 3); (b; 2); (b; 3)g;
R3 = f(b; 2)g; R4 = ?; R5 = A B:
3.1 Produk Cartesian dan Relasi 63

Karena jA Bj = 6; berdasarkan Contoh 1.14, maka banyaknya semua sub-


himpunan dari A B adalah 26 : Ini berarti banyaknya semua relasi yang
bisa dide…nisikan dari A ke B adalah 26 : Secara umum, fakta ini dinyatakan
konklusi berikut ini.

Konklusi 1 Untuk sembarang himpunan berhingga A dan B dengan jAj =


m dan jBj = n; maka ada sebanyak 2mn relasi dari A ke B; termasuk di
dalamnya relasi kosong dan A B sendiri. Secara umum, A B tidak sama
dengan B A; tetapi jA Bj = jB Aj: Akibatnya, banyaknya relasi dari
B ke A juga 2mn :

Berikut ini diberikan beberapa contoh pende…nisian relasi biner yang


mengikuti pola tertentu (berupa persamaan atau pertaksamaan aljabar).

Contoh 3.2 Misalkan A = f0; 1; 2; 3; 4g: Relasi biner R pada A dide…n-


isikan sebagai: xRy (dibaca: x berrelasi dengan y) jika dan hanya jika x < y:
Tentukan relasi R:

Jawab. Berdasarkan de…nisi relasi R; maka


R = f(x; y) 2 A A x < yg; atau
R = f(0; 1); (0; 2); (0; 3); (0; 4); (1; 2); (1; 3); (1; 4); (2; 3); (2; 4); (3; 4)g:
z

Contoh 3.3 Jika relasi biner R pada R dide…nikan: xRy jhj y = 3x 1:


Tentukan relasi R dan ilustrasikan dalam sistem koordinat Cartesius.

Jawab. Berdasarkan de…nisi relasi R; maka


R = f(x; y) 2 R2 y = 3x 1g
diilustrasikan sebagai garis lurus melalui titik (0; 1) dan bergradien 3 dalam
sistem koordinat Cartesius bidang z

Contoh 3.4 Misalkan B = fx 2 Z j 0 x 10g: Jika relasi biner R pada


B dide…nikan: xRy jhj y = 3x 1: Tentukan relasi R:

Jawab. Berdasarkan de…nisi relasi R; maka


R = f(x; y) 2 B 2 y = 3x 1g
= f(1; 2); (2; 5); (3; 8)g
z
3.1 Produk Cartesian dan Relasi 64

Contoh 3.5 Jika relasi biner R pada Z dide…nisikan: xRy jhj x2 + y 2 = 1:


Tentukan relasi R:

Jawab. Berdasarkan de…nisi relasi R; maka

R = f(x; y) 2 Z2 x2 + y 2 = 1g = f(1; 0); (0; 1); ( 1; 0); (0; 1)g

Contoh 3.6 Jika relasi biner R pada R dide…nisikan: xRy jhj x2 + y 2 4 =


0: Tentukan relasi R dan ilustrasikan dalam sistem koordinat Cartesius.

Jawab. Berdasarkan de…nisi relasi R; maka

R = f(x; y) 2 R2 x2 + y 2 = 4g

diilustrasikan sebagai lingkaran berpusat di (0; 0) dan berjari-jari 2 dalam


sistem koordinat Cartesius bidang. z

Teorema 3.1 Untuk sembarang himpunan A; B; dan C; berlaku:

1. A (B \ C) = (A B) \ (A C) :

2. A (B [ C) = (A B) [ (A C) :

3. (A \ B) C = (A C) \ (B C) :

4. (A [ B) C = (A C) [ (B C) :

Soal 3.1.1 Buktikan Teorema 3.1.

Soal 3.1.2 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g; B = f2; 5g; dan C = f3; 4; 7g; ten-
tukan A B; B A; A (B [ C); (A [ B) C; dan (A C) [ (B C):

Soal 3.1.3 Jika A = f1; 2; 3g dan B = f2; 4; 5g;

1. buatlah tiga contoh relasi tak-nol dari A ke B:

2. buatlah tiga contoh relasi biner tak-nol pada A:

3. tentukan jA Bj :

4. tentukan banyaknya semua relasi dari A ke B:


3.2 Fungsi 65

5. tentukan banyaknya semua relasi biner pada A:


6. tentukan banyaknya relasi dari A ke B yang memuat (1; 2) dan (1; 5):
7. tentukan banyaknya relasi dari A ke B yang memuat tepat lima pasan-
gan terurut.
8. tentukan banyaknya relasi biner pada A yang memuat sedikitnya 7
anggota.

Soal 3.1.4 Misalkan A = f 1; 2; 0; 1; 2g: Relasi biner R pada A dide…n-


isikan sebagai: xRy (dibaca: x berrelasi dengan y) jika dan hanya jika
(x + 1) y: Tentukan relasi R:

Soal 3.1.5 Misalkan B = fx 2 Z 0 x 10g : Jika relasi biner R pada B


dide…nikan: xRy jhj 3x y = 2: Tentukan relasi R:

Soal 3.1.6 Relasi biner R pada B dide…nisikan: xRy jhj 3x y = 2;

1. tentukan R jika B = Z dan ilustrasikan dalam sistem koordinat Carte-


sius.
2. tentukan R jika B = R dan ilustrasikan dalam sistem koordinat Carte-
sius.

3.2 Fungsi
3.2.1 Pengertian Fungsi
De…nisi 3.3 Fungsi (pemetaan) f dari himpunan A ke himpunan B; dino-
tasikan f : A ! B; adalah suatu relasi dari A ke B (berarti f A B) yang
setiap anggota dari A muncul hanya sekali sebagai komponen pertama dari
pasangan terurut keanggotaan relasi yang bersangkutan.

Dari de…nisi di atas, jika (a; b) 2 f; maka dapat ditulis b = f (a). Dalam
hal ini b disebut imej dari a dibawa oleh f; sedangkan a disebut preimej dari
b oleh f: Penulisan ringkas dengan menerapkan lambang logika dari de…nisi
di atas dapat dinyatakan de…nisi berikut ini.

De…nisi 3.4 Relasi f dari A ke B disebut fungsi jika

(8a 2 A)(9!b 2 B) b = f (a)


3.2 Fungsi 66

Atau lebih rinci lagi, de…nisi dari f : A ! B diberikan sebagai berikut.

De…nisi 3.5 Relasi f dari A ke B adalah suatu fungsi jika memenuhi kedua
syarat berikut

1. (universalitas) (8a 2 A) (9b 2 B) b = f (a):


2. (ketunggalan) (8a1 ; a2 2 A) [a1 = a2 ] ) [f (a1 ) = f (a2 )].

Dari de…nisi di atas, jelas bahwa relasi f dari A ke B adalah bukan fungsi
jika
[(9a 2 A) (8b 2 B) b 6= f (a)] _ [(9a1 ; a2 2 A) (a1 = a2 ) ^ (f (a1 ) 6= f (a2 ))]

De…nisi 3.6 Dalam hal fungsi f : A ! B; A disebut domain (daerah asal)


dan B disebut kodomain (daerah target) dari f: Subhimpunan dari B yang
anggotanya adalah imej dari semua anggota A disebut range (daerah hasil)
dari f; dinotasikan dengan f (A); memunyai lambang logika
b 2 f (A) jhj (9a 2 A) b = f (a)

Contoh 3.7 Misalkan A = f1; 2; 3g dan B = fw; x; y; zg; perhatikan bahwa


f = f(1; w); (2; x); (3; x)g adalah fungsi dari A ke B; dengan f (A) = fw; xg
sedangkan
g = f(1; w); (2; x)g dan h = f(1; w); (2; w); (2; x); (3; z)g
bukan merupakan fungsi (hanya relasi) dari A ke B karena g tidak memenuhi
syarat universalitas dan h tidak memenuhi syarat ketunggalan. Perhatikan
pula bahwa g adalah fungsi dari f1; 2g ke B:

Contoh 3.8 Berdasarkan De…nisi 3.5, berikan analisis apakah relasi pada
Contoh 3.2 merupakan fungsi dari A ke A.

Jawab. R pada Contoh 3.2 adalah bukan fungsi karena ada anggota A;
sebut saja 4 2 A; sehingga untuk setiap b 2 A; berlaku (4; b) 2
= R (sifat
universalitas tidak dipenuhi). Atau, bisa juga menggunakan alasan bahwa
ada anggota A; sebut saja 0 2 A; sehingga (0; 1) 2 R dan juga (0; 2) 2 R
(sifat ketunggalan tidak dipenuhi). z

Contoh 3.9 Berdasarkan De…nisi 3.5, berikan analisis apakah relasi pada
Contoh 3.3 merupakan fungsi dari R ke R.
f : R ! R , (8x 2 R) (9!y) y = f (x) = 3x 1
3.2 Fungsi 67

Jawab. R pada Contoh 3.3 adalah fungsi dan berikut ini diberikan
pembuktiannya.

1. Ambil sembarang x 2 R; berdasarkan sifat-sifat bilangan real, maka


3x 2 R; akibatnya juga (3x 1) 2 R. Dengan kata lain, untuk setiap
x 2 R, ada y 2 R (yaitu y = 3x 1) sehingga (x; y) 2 R.

2. Misalkan x1 ; x2 2 R dengan sifat x1 = x2 ; berdasarkan sifat-sifat bilan-


gan real, maka 3x1 = 3x2 akibatnya juga 3x1 1 = 3x2 1: Dengan
kata lain, untuk setiap x1 ; x2 2 R, jika x1 = x2 ; maka

y1 = 3x1 1 = 3x2 1 = y2 , R (x1 ) = R (x2 )

Soal 3.2.1 Berdasarkan De…nisi 3.5, berikan analisis apakah relasi pada
Contoh 3.5 merupakan fungsi dari Z ke Z.

Soal 3.2.2 Berdasarkan De…nisi 3.5, berikan analisis apakah relasi pada
Contoh 3.6 merupakan fungsi dari R ke R.

3.2.2 Fungsi di dalam R R dan Logika Limit


Pada bagian ini pembahasan dikhususkan pada metode pembuktian apakah
suatu relasi di dalam R R merupakan suatu fungsi. Jika relasi ini meru-
pakan suatu fungsi, maka fungsi ini disebut fungsi bilangan real satu peubah
bebas. Sifat-sifat fungsi ini banyak dikaji di dalam mata kuliah Kalkulus
Dasar. Namun demikian, pembasan yang dimaksud di atas difokuskan se-
bagai aspek penerapan logika. Dalam hal ini, kita asumsikan sifat-sifat al-
jabar dari sistem bilangan real R telah dikuasai sebagai landasan hukum
untuk menarik kesimpulan. Berikut ini diberikan ringkasan dari sifat-sifat
itu dalam notasi lambang logika.

De…nisi 3.7

1. R terhadap operasi jumlah memenuhi sifat-sifat:

(a) tertutup: (8a; b 2 R) (9!c 2 R) a + b = c;


(b) asosiatif: (8a; b; c 2 R) (a + b) + c = a + (b + c);
(c) R memunyai unsur identitas (unsur nol): (9!0 2 R)(8a 2
R) 0 + a = a + 0 = a;
3.2 Fungsi 68

(d) setiap unsur dari R memunyai invers (lawan): (8a 2 R)(9!b 2


R) a + b = b + a = 0; dalam hal ini b = ( a); dan
(e) komutatif: (8a; b 2 R) a + b = b + a:

2. R terhadap operasi kali memenuhi sifat-sifat:

(a) tertutup: (8a; b 2 R) (9!c 2 R) ab = c;


(b) asosiatif: (8a; b; c 2 R) (ab)c = a(bc);
(c) R memunyai unsur identitas (unsur satuan): (9!1 2 R)(8a 2
R) 1a = a1 = a;
(d) setiap unsur dari R memunyai invers (lawan): (8a 2 R; a 6=
0)(9!b 2 R) ab = ba = 1; dalam hal ini b =; a 1 = a1 dan
(e) komutatif: (8a; b 2 R) ab = ba:

3. Berlaku sifat distributif kali terhadap jumlah: (8a; b; c 2 F) a(b+


c) = ab + ac atau (b + c)a = ba + ca:
4. Sifat Persamaan:

(a) (8a; b; c; r 2 R) [(a = b) ^ (c = d)] ) [(a + c) = (b + d)]


(b) (8a; b; c; r 2 R) [(a = b) ^ (c = d)] ) (ac = bd)

5. R terhadap relasi urutan berlaku sifat-sifat berikut ini.

(a) Trikotomi: (8x; y 2 R) berlaku salah satu dari pernyataan berikut:


x < y; atau x = y; atau x > y:
(b) Ketransitifan: Jika x < y dan y < z; maka x < z:
(c) Penambahan: x < y jika dan hanya jika x + z < y + z:
(d) Perkalian:

jika z > 0, maka x < y , xz < yz; dan


jika z < 0, maka x < y , xz > yz;

(e) Kebalikan:
1 1
jika 0 < x < y, maka 0 < <
y x

(f) Akar Kuadrat:


p p
jika 0 x < y, maka 0 x< y
3.2 Fungsi 69

Untuk lebih mempertegas, berikut ini dide…nisikan fungsi bilangan real


satu peubah bebas.

De…nisi 3.8 Dide…nisikan suatu relasi f dari R ke R dengan menggunakan


persamaan y = f (x) sebagai
f = f(x; y) 2 R2 y = f (x)g:
Relasi f adalah suatu fungsi bilangan (bernilai) real satu peubah dari
himpunan A R ke himpunan B R, notasi f : A ! B; jika memenuhi
kedua syarat berikut

1. (universalitas) (8x 2 A) (9y 2 B) y = f (x):


2. (ketunggalan) (8x1 ; x2 2 A) [x1 = x2 ] ) [f (x1 ) = f (x2 )].

Selanjutnya, persamaan y = f (x) disebut aturan pemetaan (rumus)


dari fungsi f; A disebut domain (daerah asal), dan B disebut kodomain
(daerah target) dari f: Subhimpunan dari B yang anggotanya adalah imej
dari semua anggota A disebut range (wilayah) dari f; dinotasikan dengan
f (A):Catatan bahwa jika konteksnya sudah jelas, f cukup disebut fungsi saja.

Aturan pemetaan y = f (x) bisa dinyatakan secara eksplisit maupun


implisit. Berkut ini diberikan beberapa contoh sebagai ilustrasi,

1. Aturan pemetaan 2x y 7 = 0 berbentuk implisit, dan dengan mudah


bisa diubah ke dalam bentuk eksplisit y = 2x + 7. Dalam hal ini,
f (x) = 2x + 7:
2. Aturan pemetaan x2 = 4 y 2 berbentukp implisit, dan bisa diubah
kepdalam bentuk eksplisit y = f (x) = 4 x2 atau y = f (x) =
4 x2 .

Catatan bahwa tidak semua aturan pemetaan yang sifatnya implisit bisa
dengan mudah diubah ke bentuk implisit secara analitik (aljabar). Sebagai
ilustrasi, sin (2xy 1) xy 2 = 5 sangat sulit ditentukan bentu implisitnya
secara analitik (perlu pendekatan numerik).

Contoh 3.10 Dide…nisikan relasi


f = f(x; y) 2 R2 y + 5 = x2 + 4xg
Berdasarkan De…nisi 3.7 dan 3.8, buktikan bahwa f : R ! R dengan aturan
pemetaan y = x2 + 4x 5:
3.2 Fungsi 70

Bukti. Perhatikan bahwa (x; y) 2 f jhj y = f (x) = x2 + 4x 5:

1. Ambil sembarang x 2 R; berdasarkan 3.7 (Jelaskan secara terinci!),


kita peroleh (x2 + 4x 5) 2 R. Dengan kata lain, untuk setiap x 2 R,
ada y 2 R (yaitu y = x2 + 4x 5) sehingga y = f (x).

2. Misalkan x1 ; x2 2 R dengan sifat x1 = x2 ; berdasarkan 3.7 (Jelaskan


secara terinci!), diperoleh

x21 = x22 ) x21 + 4x1 = x22 + 4x2 ) x21 + 4x1 5 = x22 + 4x2 5

Dengan kata lain, untuk setiap x1 ; x2 2 R, jika x1 = x2 ; maka f (x1 ) =


f (x2 ) :

Contoh 3.11 Dide…nisikan relasi


p
f = f(x; y) 2 R2 y = 1 xg

Berdasarkan De…nisi 3.7 dan 3.8, tunjukkankan bahwa f bukan


p fungsi dari
R ke R, tetapi f : ( 1; 1] ! R dengan aturan pemetaan y = 1 x:
p
Jawab. Nyatakan bahwa (x; y) 2 f jhj y = f (x) = 1 x:Karena ada
x 2 R, ambil contoh x = 2 2 R; sehingga untuk setiap y 2 R berlaku
p
y 6= 1 2 , y 6= f (x)

maka dapat disimpulkan f bukan fungsi dari R ke R (sifat universalitas tidak


dipenuhi). Selanjutnya,

1. Ambil sembarang x 2 ( 1; 1]; berarti x 1; berdasarkan 3.7 (Jelaskan


secara terinci!), kita peroleh
p
(x 1) (1 1) ) 0 (1 x) ) 1 x 2 R.

Dengan
p kata lain, untuk setiap x 2 ( 1; 1], ada y 2 R (yaitu y =
1 x) sehingga y = f (x).

2. Misalkan x1 ; x2 2 ( 1; 1] dengan sifat x1 = x2 ; berdasarkan 3.7 (Je-


laskan secara terinci!), diperoleh

x1 = x2 ) (1 x1 ) = (1 x2 )
3.2 Fungsi 71

dan karena x1 ; x2 2 ( 1; 1], maka (1 x1 ) 0 dan (1 x2 ) 0:


Akibatnya, p p
(1 x1 ) = (1 x2 )
Dengan kata lain, untuk setiap x1 ; x2 2 ( 1; 1], jika x1 = x2 ; maka
f (x1 ) = f (x2 ) :

Contoh 3.12 Dide…nisikan relasi


f = f(x; y) 2 R2 x2 + y 2 = 25g
Berdasarkan sifat-sifat R dan De…nisi 3.8, tunjukkankan bahwa f bukan
fungsi
p dari R ke R, tetapi f : [ 5; 5] ! [0; 1) dengan aturan pemetaan
y = 25 x2 :
p
Jawab. Nyatakan bahwa (x; y) 2 f jhj y = f (x) = 25 x2 : Karena
ada x 2 R, ambil contoh x = 6 2 R; sehingga untuk setiap y 2 R berlaku
p p
y 6= 25 36 = 9 , y 6= f (x)
maka dapat disimpulkan f bukan fungsi dari R ke R (sifat universalitas tidak
dipenuhi). Atau bisa juga dengan argumen lain, ada x1 = x2 2 R, ambil
contoh x1 = x2 = 3 2 R dengan
p p
f (x1 ) = 25 9 = 4 6= 4 = 25 9 = f (x2 ) , f (x1 ) 6= f (x2 )
(sifat universalitas tidak dipenuhi).. Selanjutnya,

1. Ambil sembarang x 2 [ 5; 5] ; berarti 5 x 5; berdasarkan 3.7


(Jelaskan secara terinci!), kita peroleh
p p
0 x2 25 ) 0 25 x2 ) 0 25 x2 ) 25 x2 2 [0; 1)

Dengan
p kata lain, untuk setiap x 2 [ 5; 5], ada y 2 [0; 1) (yaitu
y = 25 x2 ) sehingga y = f (x).
2. Misalkan x1 ; x2 2 [ 5; 5] dengan sifat x1 = x2 ; berarti 5 x1 = x 2
5; berdasarkan 3.7 (Jelaskan secara terinci!), diperoleh
0 x21 = x22 25 ) 0 25 x21 = 25 x22
dan karena (25 x21 ) 0; kita simpulkan
q q
25 x21 = 25 x22 , f (x1 ) = f (x2 )
Dengan kata lain, untuk setiap x1 ; x2 2 [ 5; 5], jika x1 = x2 ; maka
f (x1 ) = f (x2 ) :
3.2 Fungsi 72

z
Salah satu konsep penting dari fungsi bilangan real adalah pengartian
limit, dan telah banyak dibahas di dalam matakuliah Kalkulus. Namun
demikian, pada bagian ini bahasan kita tekankan pada pendekatan formal
berdasarkan aspek logika. Berikut ini diberikan de…nisinya.

De…nisi 3.9 Diberikan fungsi bilangan real satu peubah f : A ! B dengan


aturan pemetaan y = f (x) : Misalkan f (x) terde…nisikan pada selang terbuka
yang memuat a 2 A kecuali mungkin di a sendiri (f (a) boleh terde…nisikan
atau boleh pula tidak). Kita notasikan
lim f (x) = L untuk suatu L 2 R
x!a

jika
(8 > 0) (9 > 0) [(0 < jx aj < ) ) (jf (x) Lj < )]

Contoh 3.13 Gunakan De…nisi 3.9 untuk membuktikan bahwa


lim (2x + 1) = 5
x!2

Bukti. Yang akan kita buktikan adalah


(8 > 0) (9 > 0) [(0 < jx 2j < ) ) (j(2x + 1) 5j < )]
Ambil sembarang > 0 (betapapun kecilnya), berikut ini kita tentukan nilai
> 0 yang nilainya bergantung pada sehingga kalimat implikasi terse-
but benar. Dengan menggunakan sifat-sifat R dan nilai mutlak, perhatikan
bahwa dari
j(2x + 1) 5j = j2x 4j = j2 (x 2)j = 2 jx 2j
kita peroleh

j(2x + 1) 5j < , 2 jx 2j < , jx 2j < <


2
Dengan kata lain, untuk setiap > 0; ada > 0; yaitu = 2 ; sehingga
0 < jx 2j < ) 2 jx 2j < 2 ) j(2x + 1) 5j < 2 ) j(2x + 1) 5j < :
z

Contoh 3.14 Gunakan De…nisi 3.9 untuk membuktikan bahwa


lim x2 + x 5 =7
x!3
3.2 Fungsi 73

Bukti. Yang akan kita buktikan adalah

(8 > 0) (9 > 0) (0 < jx 3j < ) ) x2 + x 5 7 <

Ambil sembarang > 0 (betapapun kecilnya), berikut ini kita tentukan nilai
> 0 yang nilainya bergantung pada sehingga kalimat implikasi terse-
but benar. Dengan menggunakan sifat-sifat R dan nilai mutlak, perhatikan
bahwa dari

x2 + x 5 7 = x2 + x 12 = j(x 3) (x + 4)j = jx 3j jx + 4j

Di lain pihak, ketika jx 3j dibuat sekecil mungkin, maka

jx + 4j = j(x 3) + 7j < 8

Dengan demikian, untuk setiap > 0; ada > 0; yaitu = 8 ; sehingga

0 < jx 3j < ) x2 + x 5 7 = jx 3j jx + 4j < 8 <

Soal 3.2.3 Tentukan apakah relasi-relasi berikut ini merupakan fungsi, dan
jika merupakan fungsi, carilah imejnya.

1. f(x; y) x; y 2 Z; y = x2 + 7g; suatu relasi dari Z ke Z:

2. f(x; y) x; y 2 R; y 2 = xg; suatu relasi dari R ke R:

3. f(x; y) x; y 2 R; y = 3x + 1g; suatu relasi dari R ke R:

4. f(x; y) x; y 2 Q; x2 + y 2 = 1g; suatu relasi dari Q ke Q:

5. R adalah suatu relasi dari A ke B; dimana jAj = 5; jBj = 6; dan


jRj = 6:

6. Berdasarkan de…nisi formal limit, buktikan bakwa:

(a) limx!4 (3x 7) = 5:


(b) limx!( 2) (x2 x + 1) = 7:
2x2 3x 2
(c) limx!2 x 2
= 5:
3.2 Fungsi 74

3.2.3 Aspek Diskret Pengertian Fungsi


Contoh 3.15 Beberapa contoh fungsi yang muncul di bidang ilmu komputer:

1. Fungsi ‡oor, adalah fungsi f : R ! Z yang dide…nisikan sebagai

f (x) = bxc

dimana bxc adalah intejer terbesar yang x: Sebagai ilustrasi:

(a) b3; 8c = 3; b3c = 3; b 3; 8c = 4; b 3c = 3:


(b) b7; 1 + 8; 2c = b15; 3c = 15 = 7 + 8 = b7; 1c + b8; 2c
(c) b7; 7 + 8; 4c = b16; 1c = 16 6= 7 + 8 = b7; 7c + b8; 4c

2. Fungsi ceiling, adalah fungsi f : R ! Z yang dide…nisikan sebagai

f (x) = dxe

dimana dxe adalah intejer terkecil yang x: Sebagai ilustrasi:

(a) d3e = 3; d3; 001e = 4 = d4e; d 3e = 3 = d 3; 8e = d 3; 0001e.


(b) d7; 5 + 8; 6e = d16; 1e = 17 = 8 + 9 = d7; 5e + d8; 6e:
(c) d7; 1 + 8; 4e = d15; 5e = 16 6= 8 + 9 = d7; 1e + d8; 4e

3. Fungsi trunc adalah fungsi trunc : R ! Z yang dide…nisikan sebagai


trunc(x) = menghapus bagian pecahaan dari x: Sebagai ilustrasi:

(a) trunc(2; 74) = 2 = b2; 74c; trunc(6) = 6 = b6c:


(b) trunc( 2; 74) = 2 = d 2; 74e =
6 b 2; 74c = 3:

Berikut ini merupakan sisi kombinatorik yang terkait dengan pende…n-


isian fungsi

Contoh 3.16 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g dan B = fx; y; zg : Ada berapa


banyak fungsi yang bisa dide…nisikan dari A ke B? (Tentukan banyaknya
fungsi dari A ke B).

Jawab:
3 3 3 3 = 34
3.3 Fungsi Injektif 75

Konklusi 2 Diberikan himpunan berhingga tak-kosong A dan B dengan

jAj = m dan jBj = n:

Jika A dan B dituliskan sebagai

A = fa1 ; a2 ; :::; am g dan B = fb1 ; b2 ; :::; bn g;

Mende…nisikan fungsi f : A ! B, berarti mende…nisikan himpunan bertipe

f = f(a1 ; x1 ); (a2 ; x2 ); :::; (am ; xm )g:

dimana x1 ; x2 ; :::; xm dipilih dari anggota B dengan pengulangan dibolehkan.


Dengan demikian, ada sebanyak nm cara mende…nisikan fungsi dari A ke B:

Contoh 3.17 Misalkan A = f1; 2; 3g dan B = fa; bg: De…nisikan semua


fungsi dari A ke B:

Jawab. Semuanya ada 23 = 8 fungsi dari A ke B; yaitu:

f1 = f(1; a); (2; a); (3; a)g;


f2 = f(1; a); (2; a); (3; b)g;
f3 = f(1; a); (2; b); (3; a)g;
f4 = f(1; a); (2; b); (3; b)g;
f5 = f(1; b); (2; a); (3; a)g;
f6 = f(1; b); (2; a); (3; b)g;
f7 = f(1; b); (2; b); (3; a)g; dan
f8 = f(1; b); (2; b); (3; b)g:

Contoh 3.18 Ada berapa cara mendistribusikan (menyebar) 4 objek yang


berbeda ke dalam 3 wadah yang berbeda pula?

Jawab: 34 :

3.3 Fungsi Injektif


De…nisi 3.10 Suatu fungsi f : A ! B disebut injektif (satu-satu), jika
setiap anggota B muncul paling banyak satu kali sebagai bayangan dari suatu
anggota A:
3.3 Fungsi Injektif 76

Dari de…nisi di atas jelas bahwa untuk fungsi f : A ! B yang injektif,


maka jelas jAj jBj : Dengan menggunakan konsep logika de…nisi fungsi
injektif dinyatakan sebagai

f : A ! B adalah injektif , (8a1 ; a2 2 A) f (a1 ) = f (a2 ) ) a1 = a2 :

Contoh 3.19 Misalkan A = f1; 2; 3g dan B = fa; b; c; d; eg: Jelaskan bahwa


fungsi f = f(1; c); (2; a); (3; d)g adalah injektif, sedangkan fungsi

g = f(1; a); (2; a); (3; e)g

tidak injektif.

Jawab. Perhatikan bahwa komponen kedua dari semua anggota f muncul


hanya sekali, sehingga f adalah fungsi injektif. Sekarang perhatikan fungsi
g; unsur a muncul dua kali sebagai komponen kedua di dalam keanggotaan
g; sehingga g tidak injektif. z

Contoh 3.20 Diberikan fungsi f : R ! R dengan rumus pemadanan f (x) =


3x + 7 untuk setiap x 2 R: Buktikan bahwa f adalah fungsi injektif. Selanjut-
nya, diberikan pula fungsi g : R! R dengan rumus pemadaan g(x) = x4 x
untuk setiap x 2 R: Jelaskan bahwa g tidak injektif.

Bukti. Ambil sembarang a; b 2 R; maka

f (a) = f (b) ) 3a + 7 = 3b + 7 ) 3a = 3b ) a = b:

Berdasarkan de…nisinya dapat disimpulkan bahwa f adalah fungsi injektif.


Perhatikan bahwa g(0) = 04 0 = 0 dan g(1) = 14 1 = 0: Dengan
demikian, g tidak injektif, karena g(0) = g(1) tetapi 0 6= 1: Atau dengan
kata lain g tidak injektif, karena 9x; y 2 R (dalam hal ini ditunjukkan x = 0
dan y = 1) dimana g(x) = g(y) ; x = y: z

3.3.1 Aspek Diskret Fungsi Injektif


Berikut ini merupakan sisi kombinatorik yang terkait dengan pende…nisian
fungsi injektif.

Konklusi 3 Diberikan himpunan berhingga tak-kosong A dan B; dan mis-


alkan jAj = m dan jBj = n dengan m n: Jika A dan B dituliskan sebagai

A = fa1 ; a2 ; :::; am g dan B = fb1 ; b2 ; :::; bn g;


3.3 Fungsi Injektif 77

Mende…nisikan fungsi injektif f : A ! B, berarti mende…nisikan himpunan


bertipe
f = f(a1 ; x1 ); (a2 ; x2 ); :::; (am ; xm )g:
dimana x1 ; x2 ; :::; xm dipilih dari anggota B yang tidak boleh sama (artinya
pengulangan tidak dibolehkan). Dengan demikian, ada sebanyak P (n; m) =
n!
(n m)!
cara mende…nisikan fungsi injektif dari A ke B:

Contoh 3.21 Misalkan A = f1; 2g dan B = fa; b; cg: De…nisikan semua


fungsi injektif dari A ke B:

3!
Jawab. Semuanya ada P (3; 2) = 1!
= 6 fungsi injektif dari A ke B;
yaitu:

f1 = f(1; a); (2; b)g; f2 = f(1; b); (2; a)g;


f5 = f(1; a); (2; c)g; f4 = f(1; c); (2; a)g;
f5 = f(1; b); (2; c)g; f6 = f(1; c); (2; b)g:

De…nisi 3.11 Misalkan f : A ! B dan A1 A; dide…nisikan

f (A1 ) = fb 2 B b = f (a); untuk a 2 A1 g:

Dalam hal ini, f (A1 ) disebut imej dari A1 oleh f:

Contoh 3.22 Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5g dan B = fx; y; z; wg: Fungsi f


dide…nisikan dengan

f = f(1; w); (2; x); (3; x); (4; y); (5; y)g:

Jika A1 = f1; 2g; A2 = f2; 3g; dan A3 = f2; 3; 4; 5g; tentukan f (A1 ); f (A2 )
dan f (A3 ):

Jawab. Berdasarkan de…nisinya, maka f (A1 ) = fw; xg; f (A2 ) = fxg;


dan f (A3 ) = fx; yg: z

Contoh 3.23 Ada berapa cara mendistribusikan (menyebar) 3 objek yang


berbeda ke dalam 4 wadah yang berbeda pula dengan syarat setiap wadah
tidak boleh berisi lebih dari satu objek?

Jawab: P (4; 3) = 4 3 2 = 24:


3.3 Fungsi Injektif 78

3.3.2 Restriksi Fungsi


Teorema 3.2 Misalkan f : A ! B dengan A1 ; A2 A; maka

1. f (A1 [ A2 ) = f (A1 ) [ f (A2 ):

2. f (A1 \ A2 ) f (A1 ) \ f (A2 )

3. f (A1 \ A2 ) = f (A1 ) \ f (A2 ) apabila f injektif.

Bukti. Disini hanya akan dibuktikan untuk No. 2., lainnya disisakan
sebagai latihan.
Ambil sembarang b 2 f (A1 \ A2 ); maka 9a 2 A1 \ A2 sehingga f (a) = b:
Karena a 2 A1 \ A2 ; berarti a 2 A1 dan a 2 A2 ; akibatnya f (a) 2 f (A1 ) dan
f (a) 2 f (A2 ); dan ini berarti f (a) = b 2 f (A1 ) \ f (A2 ): Kesimpulannya

f (A1 \ A2 ) f (A1 ) \ f (A2 ):

De…nisi 3.12 Misalkan f : A ! B dengan A1 A: Restriksi dari f ke


A1 ; dinotasikan dengan f jA1 ; adalah fungsi f jA1 : A1 ! B dengan rumus

f jA1 (a) = f (a); 8a 2 A:

De…nisi 3.13 Misalkan A1 A dan f : A1 ! B: Jika fungsi g : A ! B


dengan rumus
g(a) = f (a); 8a 2 A1 ;
maka g disebut ekstensi dari f ke A:

Contoh 3.24 Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5g dan fungsi f : A ! R dide…n-


isikan
f = f(1; 10); (2; 13); (3; 16); (4; 19); (5; 22)g:
Misalkan pula dide…nisikan fungsi g : Q ! R dengan

g(q) = 3q + 7; 8q 2 Q;

dan fungsi h : R ! R dengan

h(r) = 3r + 7; 8r 2 R:

Maka:
3.3 Fungsi Injektif 79

1. g adalah ekstensi dari f ke Q:

2. f adalah restriksi dari g ke A:

3. h adalah ekstensi dari f ke R:

4. f adalah restriksi dari h ke A:

5. h adalah ekstensi dari g ke R:

6. g adalah restriksi dari h ke Q:

Soal 3.3.1 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g dan B = fx; y; zg:

1. Buatlah lima contoh fungsi dari A ke B:

2. Tentukan banyaknya semua fungsi dari A ke B:

3. Tentukan banyaknya fungsi injektif dari A ke B:

4. Tentukan banyaknya semua fungsi dari B ke A:

5. Tentukan banyaknya fungsi injektif dari B ke A:

6. Tentukan banyaknya fungsi f : A ! B yang memenuhi f (1) = x:

7. Tentukan banyaknya fungsi f : A ! B yang memenuhi f (1) = f (2) =


x:

8. Tentukan banyaknya fungsi f : A ! B yang memenuhi f (1) = x dan


f (2) = y:

Soal 3.3.2

1. Jika ada 2187 fungsi f : A ! B dan jBj = 3; tentukan jAj :

2. Jika A = f1; 2; 3; 4; 5g dan ada 6720 fungsi injektif dari A ke B; ten-


tukan jBj :

Soal 3.3.3 Tentukan apakah pernyataan-pernyataan benar atau salah. Jika


salah berikan contoh sanggahan.

1. bac = dae untuk semua a 2 Z:

2. bac = dae untuk semua a 2 R:


3.3 Fungsi Injektif 80

3. bac = dae 1 untuk semua a 2 R r Z:

4. dae = b ac untuk semua a 2 R:

Soal 3.3.4

1. Tentukan semua bilangan nyata yang memenuhi d3xe = 3dxe:

2. Misalkan n 2 N+ dimana n > 1; tentukan semua x 2 R yang memenuhi


dnxe = ndxe:

Soal 3.3.5 Misalkan a1 ; a2 ; a3 ; ::: adalah barisan intejer yang dide…nisikan


secara rekursif dengan

a) a1 = 1; dan

b) Untuk semua n 2 N+ dimana n > 1; an = 2ab n2 c ;

1. tentukan an untuk semua 2 n 8:


2. buktikan bahwa an n untuk semua n 2 Z+ :

Soal 3.3.6 Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5g; B = fw; x; y; zg; A1 = f2; 3; 5g A;


dan g : A1 ! B: Tentukan banyaknya cara memperluas (ekstensi) g menjadi
fungsi f : A ! B:

Soal 3.3.7 Untuk n 2 Z+ , dide…nisikan Xn = f1; 2; :::; ng: Diberikan m; n 2


Z+ ; fungsi f : Zm ! Zn disebut naik monoton jika untuk setiap i; j 2 Zm
berlaku
1 i < j m ) f (i) f (j):

1. Ada berapa banyak fungsi naik monoton dari X7 ke X5 :

2. Ada berapa banyak fungsi naik monoton dari X6 ke X9 :

3. Buatlah generalisasi dari jawaban Pertanyaan 1: dan 2:

4. Tentukan banyaknya fungsi naik monoton f : X10 ! X6 dimana f (4) =


4:

5. Tentukan banyaknya fungsi naik monoton f : X7 ! X12 dimana f (5) =


9:

6. Buatlah generalisasi dari jawaban Pertanyaan 4: dan 6:


3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 81

3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Je-


nis Kedua
De…nisi 3.14 Suatu fungsi f : A ! B disebut surjektif (onto), jika f (A) =
B; artinya
(8y 2 B)(9x 2 A) y = f (x):

Contoh 3.25 Jika A = f1; 2; 3; 4g dan B = fx; y; zg; Jelaskan bahwa

f1 = f(1; z); (2; y); (3; x); (4; y)g dan


f2 = f(1; x); (2; x); (3; y); (4; z)g

adalah dua fungsi surjektif dari A ke B; sedangkan fungsi

g = f(1; x); (2; x); (3; y); (4; y)g

tidak surjektif.

Jawab. Perhatikan bahwa semua anggota B muncul sebagai komponen


kedua di dalam keanggotaan f1 dan f2 , sehingga f1 dan f2 adalah fungsi
surjektif. Sekarang perhatikan fungsi g; ada anggota B yaitu z yang tidak
muncul sebagai komponen kedua di dalam keanggotaan g; sehingga g tidak
surjektif. z

Contoh 3.26 Jelaskan bahwa fungsi f : Z ! Z yang dide…nisikan dengan

f (x) = 3x + 1; 8x 2 Z;

dan fungsi g : R ! R yang dide…nisikan dengan

g(x) = x2 ; 8x 2 R;

adalah tidak surjektif.

Jawab. Ambil y = 2; maka 3x + 1 = 2 tidak mempunyai solusi di dalam


Z: Ini berarti 9y 2 Z (dalam hal ini ditunjukkan y = 2) sehingga @x 2 Z
yang berlaku y = f (x):
Ambil y = 1; maka x2 = 1 tidak mempunyai solusi di dalam R: Ini
berarti 9y 2 R (dalam hal ini ditunjukkan y = 1) sehingga @x 2 R yang
berlaku y = g(x): z
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 82

Contoh 3.27 Buktikan bahwa fungsi g : Q ! Q yang dide…nisikan dengan

g(x) = 3x + 1; 8x 2 Q;

dan fungsi h : R ! R yang dide…nisikan dengan

h(x) = x3 ; 8x 2 R;

adalah surjektif.

Bukti. Ambil sembarang y 2 Q; maka y = 3x + 1 , x = y 3 1 dan jelas


bahwa x 2 Q: Dengan demikian, (8y 2 Q)(9x = y 3 1 2 Q) sehingga berlaku

y 1
g(x) = g( )
3
y 1
= 3(( )+1
3
= y:

Kesimpulannya, g adalah surjektif.


p
Ambil sembarang y 2 R; maka y = x3 , x = 3 y dan jelas bahwa x 2 R:
p
Dengan demikian, (8y 2 R)(9x = 3 y 2 R) sehingga berlaku
p
h(x) = h( 3 y)
p
= ( 3 y)3
= y:

Kesimpulannya, h adalah surjektif. z


Dari de…nisi di atas jelas bahwa untuk A dan B himpunan berhingga, jika
f : A ! B adalah surjektif, maka jAj jBj : Dua contoh berikut ini akan
mengarah ke konklusi tentang banyaknya cara pende…nisian fungsi surjektif.

Contoh 3.28 Jika A = fx; y; zg dan B = f1; 2g; jelaskan bahwa semua
fungsi f : A ! B adalah surjektif kecuali f merupakan fungsi konstan.
Selanjutnya, simpulkan bahwa ada 6 cara mende…nisikan fungsi surjektif dari
A ke B: Kemudian, nyatakan secara umum untuk A sembarang himpunan
dengan jAj = m 2; sedangkan ditetapkan B = f1; 2g; maka ada

2m 2

cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B:


3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 83

Jawab. Fungsi kosntan dari A ke B ada 2; yaitu


f1 = f(x; 1); (y; 1); (z; 1)g dan f2 = f(x; 2); (y; 2); (z; 2)g:
Jika f : A ! B tidak kontan, maka jelas bahwa semua anggota B muncul
sebagai komponen kedua di dalam keanggotaan f; akibatnya f pasti surjektif.
Dengan demikian, karena ada jBjjAj = 23 = 8 cara mende…nisikan semua
fungsi dari A ke B; sedangkan hanya dua yang tidak surjektif, maka ada
8 2 = 6 cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B: z

Contoh 3.29 Misalkan A = fx; y; z; wg dan B = f1; 2; 3g: Buktikan bahwa


ada
3 4 3 4 3 4
3 2 + 1
3 2 1
cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B: Kemudian, nyatakan se-
cara umum untuk A sembarang himpunan dengan jAj = m 3; sedangkan
ditetapkan B = f1; 2; 3g; maka ada
3 m 3 m 3 m
3 2 + 1
3 2 1
cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B:

Bukti. Berdasarkan Konklusi 2, jumlah fungsi yang bisa kita de…nisikan


dari A ke B adalah 34 : Berdasarkan Contoh 1.14, ada 32 = 3 subhimpunan
dari B yang berkardinalitas 2; yaitu f1; 2g; f1; 3g; dan f2; 3g: Jumlah fungsi
dari A ke f1; 2g adalah 24 termasuk fungsi konstan dari A ke f1g dan dari
A ke f2g: Secara sama, jumlah fungsi dari A ke f1; 3g adalah 24 termasuk
fungsi konstan dari A ke f1g dan dari A ke f3g: Demikian pula, jumlah fungsi
dari A ke f2; 3g adalah 24 termasuk fungsi konstan dari A ke f2g dan dari A
ke f3g: Dengan demikian, total jumlah fungsi dari A ke semua subhimpunan
dari B yang berkardinalitas 1 atau 2 adalah
3 4 3 4
2 1
2 1
(Perhatikan bahwa fungsi konstan masing-masing terhitung 2 kali; dalam
hal ini fungsi kontan ada 31 jenis, yaitu A ke f1g; A ke f2g; dan A ke f3g;
dengan masing-masing berjumlah 1jAj = 14 ). Jelas bahwa jumlah tersebut
merupakan jumlah semua fungsi ini bukan merupakan fungsi surjektif dari
A ke B: Kesimpulannya, jumlah semua fungsi yang surjektif dari A ke B
adalah
3 4 3 4 3 4 3 4 3 4
34 2 1 = 3 2 + 1 = 36
2 1 3 2 1
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 84

z
Dua contoh terakhir di atas mengarah ke suatu pola (generalisasi) yang
di berikan berikut ini, tanpa pembuktian.

Konklusi 4 Untuk sembarang himpunan berhingga tak-kosong A dan B den-


gan jAj = m; jBj = n; dan m n; maka ada sebanyak
n m n n
n (n 1)m + (n 2)m :::
n n 1 n 2
n m n m
+( 1)n 2
2 + ( 1)n 1
1
2 1
X
n 1
n
= ( 1)k (n k)m
k=0
n k
Xn
n
= ( 1)k (n k)m
k=0
n k

cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B:

Contoh 3.30 Ada berapa cara mendistribusikan (menyebar) 4 objek yang


berbeda ke dalam 3 wadah yang berbeda pula dengan syarat tidak boleh ada
wadah yang kosong?

Jawab:
X
3
3 3 4 3 4 3 4 3 4
( 1)k (3 k)4 = 3 2 + 1 0
k=0
3 k 3 2 1 0
= (1 81) (3 16) + (3 1) (1 0)
= 36

Contoh 3.31 Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7g dan B = fw; x; y; zg: Ada


berapa cara mende…nisikan fungsi surjektif dari A ke B?

Jawab. Dengan menerapkan Konklusi 4, banyaknya fungsi surjektif dari


A ke B adalah
X
3
4 4 7 4 7 4 7 4 7
( 1)k (4 k)7 = 4 3 + 2 1
k=0
4 k 4 3 2 1
= 8400:

z
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 85

Contoh 3.32 Departemen Pertahanan mempunyai 7 proyek yang berkaitan


dengan keamanan tingkat tinggi. Telah ditunjuk 4 perusahaan untuk menan-
gani ketujuh proyek tersebut. Demi memaksimalkan tingkat keamanan, se-
tiap proyek tidak boleh ditangani oleh lebih dari satu perusahaan.
Ada berapa cara pemberian proyek agar keempat perusahaan terlibat?

Jawab. Contoh ini dapat dimodelkan ke dalam Contoh 3.31 dengan


memisalkan A adalah himpunan proyek dan B adalah himpunan perusahaan.
Banyaknya cara pemberian proyek merupakan merupakan banyaknya cara
pende…nisian fungsi surjektif dari A ke B; sehingga jawabannya adalah 8400
cara. z

Contoh 3.33 7 orang yang tidak saling kenal berada di lantai dasar sebuah
gedung yang secara bersamaan akan menggunakan suatu lift untuk naik ke
lantai atas. Jika gedung tersebut mempunyai 4 lantai (tingkat) diatas lantai
dasar, tentukan probabilitas bahwa lift harus berhenti di setiap lantai lantaran
ada diantara ketujuh orang tersebut yang keluar dari lift.

Jawab. Ukuran ruang contoh dari contoh soal ini adalah banyaknya
cara 7 orang memilih 4 lantai (atau banyaknya cara pende…nisian fungsi
dari domain berukuran 7 ke kodomain berukuran 4), yaitu 47 = 16384 cara.
Sedangkan ukuran ruang kejadiannya merupakan model Contoh 3.31, yaitu
8400 cara. Dengan demikian, probabilitas bahwa lift harus berhenti di setiap
8400
lantai adalah 16384 = 0; 5127: z

Contoh 3.34 Staf TU Departemen Matematika terdiri dari Kepala TU dan


3 asisten administratif. Misalkan ada 7 dokumen Departemen yang harus
diproses oleh staf TU (catatan bahwa satu dokumen tidak boleh diproses oleh
dua orang staf) dan diharuskan tidak ada staf yang nganggur. Ada berapa
cara Sekretaris Departemen menugasi staf TU apabila:

1. tidak batasan lagi?

2. Kepala TU hanya mengerjakan satu dokumen yang paling penting?

3. Selain mengerjakan satu dokumen yang paling penting, Kepala TU


masih dibolehkan mengerjakan dokumen yang lain?

Jawab. Pertanyaan pada contoh soal ini merupakan model Contoh 3.31.
Dengan demikian,

1. apabila tidak ada batasan lagi, jawabannya adalah 8400 cara.


3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 86

2. Kepala TU harus mengerjakan satu dokumen yang paling penting, be-


rarti 6 dokumen tersisa harus dikerjakan oleh 3 staf, sehingga jawaban-
nya adalah
X
3
3 3 6 3 6 3 6
( 1)k (3 k)6 = 3 2 + 1
k=0
3 k 3 2 1
= 540 cara.

3. apabila Kepala TU masih dibolehkan mengerjakan dokumen yang lain,


berarti 6 dokumen tersisa harus dikerjakan oleh 4 staf, sehingga jawa-
bannya adalah
X
4
4 4 6 4 6 4 6 4 6
( 1)k (4 k)6 = 4 3 + 2 1
k=0
4 k 4 3 2 1
= 1560 cara.

z
Contoh berikut ini akan mengarah generalisasi bilangan Stirling jenis ke-
dua.

Contoh 3.35 Jika A = fa; b; c; dg dan B = f1; 2; 3g; maka ada 36 fungsi
surjektif dari A ke B: Bentuk verbal dari pernyataan ini adalah ada 36
cara mendistribusikan 4 obyek yang berbeda ke dalam 3 wadah “yang da-
pat dibedakan” (urutan wadah diperhatikan), dengan syarat tidak ada wadah
yang kosong. Dari 36 cara tersebut, perhatikan 6 contoh berikut ini:
1) fa; bg1 fcg2 fdg3 2) fa; bg1 fdg2 fcg3
3) fcg1 fa; bg2 fdg3 4) fcg1 fdg2 fa; bg3
5) fdg1 fa; bg2 fcg3 6) fdg1 fcg2 fa; bg3
dengan, misalnya, notasi fcg2 diartikan sebagai c ada di dalam wadah kedua.
Sekarang, jika wadah “tidak lagi dapat dibedakan”(urutan wadah tidak diper-
hatikan), maka keenam (3!) contoh tersebut dianggap identik (tidak dibedakan).
Dengan demikian, ada 36 3!
= 6 cara mendistribusikan 4 obyek yang berbeda
ke dalam 3 wadah “yang identik” (urutan wadah tidak diperhatikan), dengan
syarat tidak ada wadah yang kosong.

Konklusi 5 Untuk m n; banyaknya cara mendistribusikan m obyek yang


berbeda ke dalam n wadah yang identik, dengan tidak dibolehkan ada wadah
yang kosong, adalah
1 X
n
n
( 1)k (n k)m :
n! k=0 n k
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 87

Bilangan ini dinotasikan dengan S(m; n); dan disebut bilangan Stirling
jenis kedua. Perhatikan bahwa jika jAj = m n = jBj ; maka banyaknya
fungsi surjektif dari A ke B adalah n!:S(m; n):

Teorema 3.3 Bilangan Stirling jenis kedua S(m; n) dapat dirumuskan se-
cara rekursif dengan
S(m; 1) = 1; S(m; m) = 1;
S(m; n) = S(m 1; n 1) + n:S(m 1; n); untuk 2 n m 1:

Bukti. Dari Konklusi 5, jelas bahwa S(m; 1) = 1 dan S(m; m) = 1: Mis-


alkan A = fa1 ; a2 ; ::; am g; banyaknya cara mendistribusikan anggota-anggota
A ke dalam n wadah yang identik adalah S(m; n): Dari S(m; n) cara pendis-
tribusian ini hanya ada dua kemungkinan, yaitu:

1. am berada di dalam suatu wadah sendirian, atau


2. am berada di dalam suatu wadah tidak sedirian.

Pencacahan kasus yang pertama. Tempatkan am pada salah satu wadah,


kemudian anggota A yang tersisa didistribusikan ke dalam wadah yang ter-
sisa, dengan tidak ada wadah yang kosong, sehingga ada S(m 1; n 1) cara
pendistribusian.
Pencacahan kasus yang kedua. Distribusikan anggota A yang tersisa
(tanpa am ) ke dalam ke dalam n wadah tanpa ada yang kosong, sehingga ada
S(m 1; n) cara pendistribusian. Pada setiap cara ini, kemudian diikuti pen-
empatan am pada n wadah, sehingga ada n cara penempatan. Bedasarkan
Aturan Kali, secara keseluruhan n:S(m 1; n) cara pendistribusian.
Akhirnya, berdasarkan Aturan Jumlah,
S(m; n) = S(m 1; n 1) + n:S(m 1; n):
z
Dari teorema di atas, sebagaimana bilangan binomial, kalkulasi bilangan
Stirling dapat disusun berdasarkan segitiga Pascal.
m
1 1
2 1 1
3 1 3 1
4 1 7 6 1
5 1 15 25 10 1
6 1 31 90 65 15 1
7 1 63 301 350 140 21 1
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 88

Dari tabel di atas, perhatikan perhitungan berikut.

S(4; 3) = S(3; 2) + 3:S(3; 3) = 3 + 3:1 = 6:


S(5; 3) = S(4; 2) + 3:S(4; 3) = 7 + 3:6 = 25:
S(7; 5) = S(6; 4) + 5:S(6; 5) = 65 + 5:15 = 140:
S(8; 4) = S(7; 3) + 4:S(7; 4) = 101 + 4:350 = 1501:

P
n
Contoh 3.36 Untuk m n; S(m; i) adalah banyaknya cara yang mungkin
i=1
untuk mendistribusikan m obyek yang berbeda ke dalam n wadah yang iden-
tik dengan ada wadah yang kosong diperbolehkan. Perhatikan dari baris ke-4
dalam tabel bilangan Stirling di atas, bahwa ada

X
3
S(4; i) = S(4; 1) + S(4; 2) + S(4; 3) = 1 + 6 + 7 = 14 cara
i=1

mendistribusikan 4 obyek yang berbeda ke dalam 3 wadah yang identik, den-


gan ada wadah yang kosong diperbolehkan.

Soal 3.4.1 Berikan suatu contoh himpunan berhingga A dan B dengan jAj ;
jBj 4 dan fungsi f : A ! B sedemikian sehingga

1. f bukan fungsi injektif maupun surjektif.

2. f fungsi injektif tetapi tidak surjektif.

3. f surjektif tetapi tidak injektif.

4. f surjektif maupun injektif.

Soal 3.4.2 Untuk setiap fungsi f : Z ! Z berikut ini, tentukan apakah f


merupakan fungsi injektif dan apakah surjektif. Jika f bukan fungsi surjektif,
tentukan imejnya.

a) f (x) = x + 7 b) f (x) = 2x 3 c) f (x) = x + 5


d) f (x) = x2 e) f (x) = x2 + x f ) f (x) = x3

Soal 3.4.3 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g dan B = f1; 2; 3; 4; 5; 6g:

1. Ada berapa banyak fungsi dari A ke B?

2. Ada berapa banyak fungsi dari A ke B yang injektif?


3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 89

3. Ada berapa banyak fungsi dari A ke B yang surjektif?

4. Ada berapa banyak fungsi dari B ke A?

5. Ada berapa banyak fungsi dari B ke A yang injektif?

6. Ada berapa banyak fungsi dari B ke A yang surjektif?

Soal 3.4.4

1. Periksalah bahwa
X
n
n
( 1)k (n k)m = 0
k=0
n k

untuk n = 5 dan m = 2; 3; 4:
P
5
m
2. Periksalah bahwa 57 = i
(i!)S(7; i):
i=1

3. Berilah argumen kombinatorial untuk membuktikan bahwa


Xn
m
n
m = (i!)S(n; i); 8m; n 2 Z+ :
i=1
i

Soal 3.4.5

1. Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5; 6g dan B = fv; w; x; y; zg: Tentukan banyaknya


fungsi f : A ! B dimana

(a) f (A) = fv; xg;


(b) jf (A)j = 2;
(c) f (A) = fw; x; yg;
(d) jf (A)j = 3;
(e) f (A) = fv; x; y; zg; dan
(f) jf (A)j = 3:

2. Misalkan A dan B adalah himpunan dengan jAj = m n = jBj :


+
Jika k 2 Z dengan 1 k n; berapa banyaknya fungsi f : A ! B
sehingga jf (A)j = k:
3.4 Fungsi Surjektif dan Bilangan Stirling Jenis Kedua 90

Soal 3.4.6 Seorang instruktur laboratorium komputasi mempunyai 5 orang


asisten yang diminta untuk menyelesaikan suatu program yang terdiri atas 9
modul. Ada berapa cara sang instruktur menugasi asistennya dengan syarat
semua asisten mendapat tugas dan setiap modul tidak boleh dikerjakan oleh
lebih dari satu asisten?
Soal 3.4.7 Misalkan kita mempunyai 8 bola dengan warna yang berbeda dan
3 wadah yang diberi nomor I; II; III:
1. Ada berapa cara kita dapat mendistribusikan bola ke dalam wadah se-
hingga tidak ada wadah yang kosong?
2. Diketahui salah satu bola berwarna biru. Ada berapa cara kita dapat
mendistribusikan bola ke dalam wadah sehingga tidak ada wadah yang
kosong dan bola biru ada di wadah nomor II?
3. Jika nomor wadah kita hapus sehingga kita tidak mampu membedakan-
nya, ada berapa cara kita dapat mendistribusikan bola ke dalam wadah
sehingga tidak ada wadah yang kosong?
4. Jika nomor wadah kita hapus sehingga kita tidak mampu membedakan-
nya, ada berapa cara kita dapat mendistribusikan bola ke dalam wadah,
dengan ada wadah yang kosong diperbolehkan?
Soal 3.4.8
1. Tentukan dua baris berikutnya (yaitu m = 8 dan m = 9) dalam tabel
bilangan Stirling.
2. Tuliskan program komputer (atau membuat algoritme) untuk menghi-
tung bilangan Stirling S(m; n) jika 1 m 12 dan 1 n m:
Soal 3.4.9
1. Untuk m; n:r 2 Z+ dengan m nr; misalkan Sr (m; n) menotasikan
banyaknya cara mendistribusikan m obyek yang berbeda ke dalam n
obyek yang identik, dimana setiap wadah menerima sedikitnya r obyek.
Periksalah bahwa
m 1
Sr (m; n) = :Sr (m r; n 1) + n:Sr (m 1; n):
r 1
2. Untuk S(m; n) bilangan Stirling dengan m 2; buktikan bahwa
X1
m
1
S(m; 2) = (m 1)! :
i=1
i
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 91

3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers


De…nisi 3.15 Suatu fungsi f : A ! B disebut bijektif (korespondensi satu-
satu), jika f injektif dan sekaligus surjektif.

Contoh 3.37 Jika A = f1; 2; 3; 4g dan B = fw; x; y; zg; perhatikan bahwa


f = f(1; z); (2; y); (3; w); (4; x)g
adalah fungsi bijektif dari A ke B; sedangkan
g = f(w; 3); (x; 4); (y; 2); (z; 1)g
adalah fungsi bijektif dari B ke A:

Dari de…nisi di atas jelas bahwa jika f : A ! B adalah bijektif, maka


jAj = jBj: Terkait dengan konsep pencacahan, sisi kombinatorik dari de…nisi
fungsi bijektif diberikan dalam konklusi berikut.

Konklusi 6 Untuk sembarang himpunan berhingga tak-kosong A dan B den-


gan jAj = n dan jBj = n; maka ada sebanyak
n! = n(n 1)(n 2):::1
cara mende…nisikan fungsi bijektif dari A ke B:

De…nisi 3.16 Jika suatu fungsi f : A ! A adalah bijektif , maka f disebut


permutasi pada A.

Contoh 3.38 Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5g; suatu permutasi pada A bisa di-
pandang sebagi fungsi (aturan pemetaan) p : A ! A yang bijektif, sebagai
misal:
p(1) = 3; p(2) = 5; p(3) = 4; p(4) = 2; p(5) = 1
atau dipandang sebagai himpunan
P = f(1; 3) ; (2; 5) ; (3; 4) ; (4; 2) ; (5; 1)g
atau dipandang sebagai urutan (susunan)
p = (3; 5; 4; 2; 1)
Suatu cara penulisan yang lain untuk permutasi p:
1 2 3 4 5
p= ;
3 5 4 2 1
dan dalam hal ini baris yang atas dipandang sebagai domain dari p; sedangkan
baris yang bawah dipandang sebagai imejnya:
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 92

De…nisi 3.17 Fungsi bijektif 1A : A ! A yang dide…nisikan dengan 1A (a) =


a; 8a 2 A; disebut fungsi (permutasi) identitas pada A:

De…nisi 3.18 Dua fungsi f; g : A ! B dikatakan sama, ditulis f = g; jika


f (a) = g(a), 8a 2 A:

Contoh 3.39 Perhatikan dua fungsi f; g : R ! Z yang dide…nisikan dengan


x; jika x 2 Z
f (x) =
bxc + 1; jika x 2 R r Z
g(x) = dxe; 8x 2 R:

Jika x 2 Z; maka f (x) = x = dxe = g(x): Untuk x 2 R r Z; dapat ditulis

x = n + r; dimana n 2 Z dan 0 < r < 1;

maka
f (x) = bxc + 1 = n + 1 = dxe = g(x):
Kesimpulannya, walaupun f dan g mempunyai rumus yang berbeda, f = g:

De…nisi 3.19 Misalkan f : A ! B dan g : B ! C; fungsi komposit dari


f dan g; dinotasikan g f : A ! C; dide…nisikan dengan

(g f )(a) = g(f (a)); 8a 2 A:

Contoh 3.40 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g; B = fa; b; cg, dan C = fw; x; y; ; zg


dengan f : A ! B dan g : B ! C dirumuskan

f = f(1; a); (2; a); (3; b); (4; c)g dan g = f(a; x); (b; y); (c; z)g:

Untuk setiap a 2 A; diperoleh

(g f )(1) = g(f (1)) = g(a) = x (g f )(2) = g(f (2)) = g(a) = x


(g f )(3) = g(f (3)) = g(b) = y (g f )(4) = g(f (4)) = g(c) = z;

Jadi
g f = f(1; x); (2; x); (3; y); (4; z)g:

Dengan mudah dapat dilihat bahwa secara umum fungsi komposit tidak
komutatif. Dalam hal ini, ada pasangan fungsi f dan g sehingga g f 6= f g:

Teorema 3.4 Jika fungsi f : A ! B dan g : B ! C keduanya bijektif,


maka g f juga bijektif.
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 93

Bukti. Asumsikan bahwa f dan g bijektif. Akan dibuktikan bahwa g f


bijektif, yaitu:

1. g f injektif. Untuk sembarang x; y 2 A

(g f ) (x) = (g f ) (y) ) g (f (x)) = g (f (y)) ) f (x) = f (y) ) x = y

2. g f surjektif. Ambil sembarang z 2 C: Karena g surjektif, maka


9y 2 B sehingga z = g (y) : Dari adanya y 2 B; karena f surjektif,
maka 9x 2 A sehingga y = f (x) : Akibatnya,

z = g (y) = g (f (x)) = (g f ) (x) :

Teorema 3.5 (Hukum Asosiatif) Jika fungsi f : A ! B, g : B ! C, dan


h : C ! D; maka
(h g) f = h (g f ):

Bukti. Ambil sembarang x 2 A; maka

[(h g) f ] (x) = (h g) (f (x)) = h (g (f (x))) = h ((g f ) (x))


= [h (g f )] (x)

De…nisi 3.20 Jika f : A ! A; dide…nisikan f 1 = f; dan 8n 2 Z+ ; f n+1 =


f f n = f n f:

Contoh 3.41 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g dan f : A ! A dide…nisikan dengan

f = f(1; 2); (2; 3); (3; 4); (4; 3)g;

maka

f2 = f f = f(1; 3); (2; 4); (3; 3); (4; 4)g


f3 = f f 2 = f f f = f(1; 4); (2; 3); (3; 4); (4; 3)g:

De…nisi 3.21 Jika R adalah relasi dari himpunan A ke B; maka konvers


dari R; dinotasikan Rc ; dide…nisikan

Rc := f(b; a)=(a; b) 2 Rg:


3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 94

Contoh 3.42 Misalkan A = f1; 2; 3g dan B = fw; x; yg; fungsi f : A ! B


dirumuskan
f = f(1; w); (2; x); (3; y)g;
maka
f c = f(w; 1); (x; 2); (y; 3)g
adalah fungsi dari B ke A, dan perhatikan bahwa

f c f = 1A dan f f c = 1B :

De…nisi 3.22 Misalkan f : A ! B; maka f dikatakan invertibel apabila


ada fungsi g : B ! A sedemikian sehingga

g f = 1A dan f g = 1B :

Contoh 3.43 Misalkan f; g : R ! R dirumuskan dengan


1
f (x) = 2x + 5 dan g(x) = (x 5);
2
maka
1
(g f )(x) = g(f (x)) = g(2x + 5) = ((2x + 5) 5) = x = 1R (x)
2
1 1
(f g)(x) = f (g(x)) = f ( (x 5)) = 2( (x 5)) + 5 = x = 1R (x):
2 2
Kesimpulannya, f dan g adalah dua fungsi yang saling invertibel.

Teorema 3.6 Jika f : A ! B adalah invertibel dan g : B ! A memenuhi

g f = 1A dan f g = 1B ;

maka g adalah tunggal (unik). Dalam hal ini g disebut invers dari f; dino-
tasikan g = f 1 ; selanjutnya
1
f = f c dan (f 1
) 1
= f:

Bukti. Andaikan fungsi h : B ! A juga memenuhi

h f = 1A dan f h = 1B ;

maka
h = h 1B = h (f g) = (h f ) g = 1A g = g
z
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 95

Teorema 3.7 f : A ! B invertibel jika dan hanya jika f bijektif.

1
Bukti. ()) Misalkan f invertibel, maka ada tepat satu f sehingga
1 1
f f = 1A dan f f = 1B :

Akan dibuktikan f bijektif, yaitu:

1. f injektif. Untuk sembarang x; y 2 A,


1 1
f (x) = f (y) ) f (f (x)) = f (f (y)) ) 1A (x) = 1A (y) ) x = y

2. f surjektif. Ambil sembarang y 2 B; maka ada x 2 A; yaitu x =


f 1 (y) ; sehingga
1
f (x) = f f (y) = 1B (y) = y:

(() Asumsikan bahwa f bijektif, maka (8y 2 B) (9!x 2 A) sehingga y =


f (x) : Akibatnya, dapat dide…nisikan fungsi g : B ! A dengan g (y) = x
sehingga

g (f (x)) = x , (g f ) (x) = x , (g f ) (x) = 1A (x) , g f = 1A

dan
f (g (y)) = f (x) = y , (f g) (y) = 1B (y) , (f g) = 1B
Jadi, g = f 1
sehingga f invertibel. z

Contoh 3.44 Fungsi f : R ! R yang dirumuskan dengan f (x) = x2 tidak


invertibel karena f tidak bijektif. Akan tetapi fungsi g : A ! B dimana
A = B = [0; +1) dan gpdirumuskan dengan g(x) = x2 adalah invertibel.
Dalam hal ini, g 1 (x) = x:

Teorema 3.8 Jika fungsi f : A ! B dan g : B ! C keduanya invertibel,


maka g f : A ! C adalah invertibel dan
1 1
(g f ) =f g 1:

1
Bukti. Asumsikan f dan g invertibel, maka ada funsi f : B ! A dan
1
g : C ! B sehingga
1 1
f f = 1A dan f f = 1B :
1 1
g g = 1B dan g g = 1C
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 96

1
Berdasarkan Teorema 3.4, g f juga invertibel dengan invers (g f ) dan
1
(g f ) (g f ) = 1A

Di lain pihak,
1
(f g 1 ) (g f ) = f 1
g 1 g f= f 1
1B f
1
= f f = 1A

Jadi, (g f ) 1
=f 1
g 1: z

Contoh 3.45 Untuk m; b 2 R; m 6= 0; fungsi f : R ! R dide…nisikan den-


gan f = f(x; y) y = mx + bg merupakan fungsi invertibel, karena jelas f
bijektif. Untuk mendapatkan f 1 ; perhatikan bahwa
1
f = f(x; y) y = mx + bgc = f(y; x) y = mx + bg
1
= f(x; y) x = my + bg = f(x; y) y = (x bg:
m
1 1 1
Jadi, f : R ! R dide…nisikan dengan f (x) = m
(x bg:

De…nisi 3.23 Jika f : A ! B dan B1 B; maka


1
f (B1 ) = fx 2 A f (x) 2 B1 g

disebut preimej dari B1 oleh f:

Contoh 3.46 Misalkan A; B 2 Z+ dimana A = f1; 2; 3; 4; 5; 6g dan B =


f6; 7; 8; 9; 10g: Jika f : A ! B dengan

f = f(1; 7); (2; 7); (3; 8); (4; 6); (5; 9); (6; 9)g;

maka perhatikan contoh-contoh berikut.

1. Untuk B1 = f6; 8g B; diperoleh f 1 (B1 ) = f3; 4g; karena f (3) = 8


dan f (4) = 6; dan untuk sembarang a 2 A; f (a) 2 = B1 kecuali jika
1
a = 3 atau a = 4: Dalam hal ini jf (B1 )j = 2 = jB1 j :

2. Dalam hal B2 = f7; 8g B; karena f (1) = f (2) = 7 dan f (3) = 8;


maka kita dapatkan bahwa f 1 (B2 ) = f1; 2; 3g: Dalam hal ini, jf 1 (B2 )j =
3 > 2 = jB2 j :

3. Untuk B3 = f8; 9g B; maka f 1 (B3 ) = f3; 5; 6g karena f (5) =


f (6) = 9 dan f (3) = 8: Dalam hal ini, jf 1 (B3 )j = 3 > 2 = jB3 j :
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 97

4. Untuk B4 = f8; 9; 10g B; maka f 1 (B3 ) = f3; 5; 6g karena f (5) =


f (6) = 9 dan f (3) = 8: Perhatikan bahwa jf 1 (B4 )j = jf 1 (B3 )j
walaupun B4 B3 : Hal ini karena tidak ada a 2 A sehingga f (a) = 10;
berarti f 1 (f10g) = ?:

Teorema 3.9 Jika f : A ! B dan B1 ; B2 B; maka

1 1 1
1. f (B1 \ B2 ) = f (B1 ) \ f (B2 ) ;
1 1 1
2. f (B1 [ B2 ) = f (B1 ) [ f (B2 ) ; dan
1 1
3. f B1 = f (B1 ):

Teorema 3.10 Misalkan f : A ! B untuk A dan B himpunan berhingga


dimana jAj = jBj ; maka ketiga pernyataan berikut ekuivalen:

1. f fungsi injektif,

2. f fungsi surjektif, dan

3. f fungsi invertibel.

Soal 3.5.1

1. Untuk A = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7g; ada berapa banyak fungsi bijektif f : A !


A yang memenuhi f (1) 6= 1?

2. Jika A = fx x 2 Z+ ; 1 x ng untuk suatu n 2 Z+ ; ada berapa


banyak fungsi bijektif f : A ! A yang memenuhi f (1) 6= 1?

Soal 3.5.2

1. Untuk A = f 2; 7g R dide…nisikan fungsi g; f : A ! R dengan

2x2 8
f (x) = 2x 4 dan g (x) = :
x+2
Periksalah bahwa f = g:

2. Dari Pertanyaan 1 apakah masih tetap f = g apabila g; f : A ! B


dimana B = f 7; 2g:
3.5 Komposisi Fungsi dan Fungsi Invers 98

Soal 3.5.3 Misalkan f; g; h : Z ! Z dide…nisikan dengan f (x) = x 1;


g(x) = 3x; dan
0; jika x genap
h(x) =
1; jika x ganjil.
Tentukan:

1. f g; g f; g h; h g; f (g h) ; dan (f g) h:

2. f 2 ; f 3 ; g 2 ; g 3 ; h2 ; h3 ; dan h500 :

Soal 3.5.4 Misalkan f : A ! B dan g : B ! C. Buktikan bahwa:

1. Jika g f surjektif, maka g surjektif.

2. Jika g f injektif, maka f injektif.

Soal 3.5.5 Pada masing-masing fungsi f : R ! R yang dide…nisikan berikut


ini, tentukan apakah f invertibel, jika ya, tentukan f 1 :

1. f = f(x; y) 2x + 3y = 7g:

2. f = f(x; y) ax + by = c; b 6= 0g:

3. f = f(x; y) y = x3 g:

4. f = f(x; y) y = x4 + xg:

Soal 3.5.6 Jika A; B Z+ dengan A = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7g, B = f2; 4; 6; 8; 10; 12g;


dan f : A ! B dimana

f = f(1; 2) ; (2; 6) ; (3; 6) ; (4; 8) ; (5; 6) ; (6; 8) ; (7; 12)g;

tentukan preimej B1 oleh f yang diketahui berikut ini.

a) B1 = f2g b) B1 = f6g c) B1 = f6; 8g


d) B1 = f6; 8; 10g e) B1 = f6; 8; 10; 12g f ) B1 = f10; 12g

Soal 3.5.7 Misalkan f : R ! R dide…nisikan dengan


8
< x + 7; x 0
f (x) = 2x + 5; 0 < x 3 :
:
x 1; 3 x
Tentukan:
3.6 Relasi Ekuivalensi 99

1 1 1 1 1 1
1. f ( 10); f (0); f (4); f (6); f (7); dan f (8):

2. preimej oleh f dari selang

a) [ 5; 1] b) [ 5; 0] c) [ 2; 4] d) [5; 10] e) [11; 17]

Soal 3.5.8 Misalkan f : R ! R dide…nisikan dengan f (x) = x2 ; Untuk


setiap subhimpunan B R berikut ini, carilah f 1 (B):

a) B = f0; 1g b) B = f 1; 0; 1g c) B = [0; 1]
d) B = [0; 1) e) B = [0; 4] f ) B = (0; 1] [ (4; 9)

Soal 3.5.9

1. Misalkan A = f1; 2; 3; 4; 5g dan B = f6; 7; 8; 9; 10; 11; 12g: Ada berapa


cara mende…nisikan fungsi f : A ! B sehingga f 1 (f6; 7; 8g) = f1; 2g?

2. Jika jAj = jCj = 5; ada berapa cara mende…nisikan fungsi f : A ! C


sehingga f invertibel.

Soal 3.5.10 Buktikan semua teorema di didalam subbab ini!

3.6 Relasi Ekuivalensi


De…nisi 3.24 Suatu relasi (biner) R pada himpunan A disebut re‡eksif
apabila berlaku
(x; x) 2 R; 8x 2 A:

Contoh 3.47 Jika A = f1; 2; 3; 4g; jelaskan bahwa

R1 = f(1; 1); (1; 4); (2; 2); (2; 1); (3; 4); (4; 4)g

tidak re‡eksif, sedangkan

R2 = f(x; y) 2 A A x yg

adalah re‡eksif.

Jawab. Perhatikan bahwa, karena (3; 3) 2


= R1 sedangkan 3 2 A; maka R1
tidak re‡eksif. Karena untuk setiap x 2 A berlaku x x; maka (x; x) 2 R2
untuk setiap x 2 A; akibatnya setiap x 2 A re‡eksif. z
3.6 Relasi Ekuivalensi 100

Konklusi 7 Berdasarkan Konklusi 1, jika jAj = n; maka diperoleh bahwa


2
jA Aj = n2 dan banyaknya relasi pada A adalah 2n : Sekarang, banyaknya
relasi re‡eksif pada A adalah
2
2(n n) :

Bukti. Misalkan A = fa1 ; a2 ; :::; an g; relasi R pada himpunan A adalah


re‡eksif jika dan hanya jika A1 = f(ai ; ai ) ai 2 Ag R (perhatikan bahwa
jA1 j = n): Keanggotaan R yang lain merupakan anggota subhimpunan dari

A2 = f(ai ; aj ) ai ; aj 2 A; ai 6= aj g;

(perhatikan bahwa jA2 j = jA Aj jA1 j = n2 n). Dengan demikian ada


z
2
sebanyak 2(n n) cara untuk untuk mengkonstruksi R:

De…nisi 3.25 Suatu relasi R pada himpunan A disebut simetrik apabila


berlaku
(x; y) 2 R ) (y; x) 2 R; 8x; y 2 A:

Contoh 3.48 Misalkan A = f1; 2; 3g; maka relasi

1. R1 = f(1; 2); (2; 1); (1; 3); (3; 1)g adalah simetrik tetapi tidak re‡eksif
pada A:

2. R2 = f(1; 1); (2; 2); (3; 3); (3; 2)g adalah re‡eksif tetapi tidak simetrik
pada A:

3. R3 = f(1; 1); (2; 2); (3; 3)g adalah re‡eksif sekaligus simetrik pada A:

4. R4 = f(1; 1); (2; 2); (3; 3); (2; 3); (3; 2)g adalah re‡eksif sekaligus simetrik
pada A:

5. R5 = f(1; 1); (2; 3); (3; 3)g adalah bukan re‡eksif maupun simetrik pada
A:

Konklusi 8 Jika jAj = n; maka banyaknya relasi simetrik pada A adalah


n2 +n
2( 2
)
;

dan banyaknya relasi yang re‡eksif dan sekaligus simetrik adalah


n2 n
2( 2
)
:
3.6 Relasi Ekuivalensi 101

Bukti. Misalkan A = fa1 ; a2 ; :::; an g: Perhatikan bahwa himpunan A A


bisa dituliskan sebagai A A = A1 [ A2 ; dimana

A1 = f(ai ; ai ) 1 i ng dan
A2 = f(ai ; aj ) 1 i; j n; i 6= jg:

Dalam hal ini, A1 \ A2 = ?; jA1 j = n; dan

jA2 j = jA Aj jA1 j = n2 n

Perhatikan pula bahwa keanggotaan A2 dapat dibuat berpasang-pasangan,


yaitu (ai ; aj ) berpasangan dengan (aj ; ai ); sehingga di dalam A2 ada sebanyak
n2 n
2
pasang.
Untuk mengkonstruksi suatu relasi simetrik berarti mende…nisikan him-
punan yang anggotanya beberapa anggota dari A1 (boleh tidak ada) dan
beberapa pasang dari A2 (boleh tidak ada). Dengan demikian banyaknya
cara mengkonstruksi relasi simetrik adalah
n2 +n
n2 n
2n 2 2 =2 2
:

Untuk mengkonstruksi suatu relasi simetrik dan sekaligus re‡eksif berarti


mende…nisikan himpunan yang anggotanya semua anggota dari A1 dan be-
berapa pasang dari A2 (boleh tidak ada). Dengan demikian banyaknya cara
mengkonstruksi relasi simetrik dan sekaligus re‡eksif adalah
n2 n
n2 n 2
1 2 2 =2 :

De…nisi 3.26 Suatu relasi R pada himpunan A disebut transitif apabila


berlaku
(x; y) dan (y; z) 2 R ) (x; z) 2 R; 8x; y; z 2 A:

Contoh 3.49 Misalkan A = f1; 2; 3; 4g; maka relasi

R1 = f(1; 1); (2; 3); (3; 4); (2; 4)g

adalah transitif, sedangkan

R2 = f(1; 3); (3; 2)g

tidak transitif karena (1; 3); (3; 2) 2 R2 sedangkan (1; 2) 2


= R2 :
3.6 Relasi Ekuivalensi 102

De…nisi 3.27 Suatu relasi R pada himpunan A disebut antisimetrik apa-


bila berlaku
(x; y) dan (y; x) 2 R ) x = y; 8x; y 2 A:

Contoh 3.50 Diberikan himpunan semesta U; dan misalkan P(U ) adalah


himpunan kuasa dari U: Suatu R pada P(U ) yang dide…nisikan dengan (A; B) 2
R , A B merupakan relasi antisimetrik. Selain itu, perhatikan bahwa R
juga merupakan relasi re‡eksif dan transitif. Tetapi, R tidak simetrik karena
A B tidak selalu berakibat B A (ambil kasus A B; maka B * A).

Contoh 3.51 Misalkan A = f1; 2; 3g: Jika relasi R pada A dide…nisikan


dengan R = f(1; 2); (2; 1); (2; 3)g; maka R tidak simetrik karena (3; 2) 2 =
R; dan R juga bukan antisimetrik karena 1 6= 2: Jika dide…nisikan relasi
R1 = f(1; 1); (2; 2)g; maka R1 adalah simetrik dan juga antisimetrik. Jika
dide…nisikan relasi R2 = f(1; 1); (2; 2); (1; 2)g; maka R2 adalah antisimetrik,
tetapi tidak simetrik.

Sebagai latihan, buktikan konklusi berikut ini.

Konklusi 9 Jika jAj = n > 0; maka ada sebanyak


n2 n
(2n ) 3 2

cara untuk mende…nisikan relasi antisimetrik pada A:

Bukti. Dari bukti Konklusi 8, untuk mende…nisikan relasi antisimetrik


pada A berarti mende…nisikan himpunan dengan cara sebagai berikut:

1. memilih anggota dari A1 , dan

2. memilih anggota dari A2 dengan tiga alternatif berikut:

(a) berbentuk (ai ; aj ) saja (pasangannya (aj ; ai ) tidak ikut), atau


(b) berbentuk (aj ; ai ) saja (pasangannya (ai ; aj ) tidak ikut), atau
(c) tidak ada pasangan (ai ; aj ) dan (aj ; ai ):

De…nisi 3.28 Relasi R pada himpunan A disebut ekuivalensi jika R adalah


sekaligus re‡eksif, simetrik, dan transitif.
3.6 Relasi Ekuivalensi 103

Contoh 3.52 Misalkan A = f1; 2; 3g; maka relasi:

1. R1 = f(1; 1); (2; 2); (3; 3)g;


2. R2 = f(1; 1); (2; 2); (2; 3); (3; 2); (3; 3)g;
3. R3 = f(1; 1); (1; 3); (3; 1); (2; 2); (3; 3)g; dan
4. R4 = f(1; 1); (1; 2); (1; 3); (2; 2); (2; 3); (3; 2); (3; 3); (2; 1); (3; 1)g:

semuanya adalah relasi ekuivalensi.

De…nisi 3.29 Diberikan himpunan indeks I = f1; 2; :::; kg: Suatu partisi
P dari himpunan X adalah keluarga subhimpunan tak-kosong dari X;
ditulis P = fXi 6= ? i 2 Ig; yang memenuhi:
S
k
1. Xi = X; dan
i=1

2. untuk setiap i 6= j; Xi \ Xj = ?:

Masing-masing subhimpunan Xi disebut part dari partisi P: Berdasarkan


de…nisi tersebut, untuk sembarang x 2 X; maka ada tepat satu part dari P
(dengan kata lain ada tepat satu s 2 I) sehingga x 2 Xs :

Contoh 3.53 Misalkan X = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 15; 16g:
Keluarga subhimpunan P = fX1 ; X2 ; X3 ; X4 ; X5 g dengan
X1 = f1; 5; 9g; X2 = f2; 3; 4; 6; 7g; X3 = f8g;
X4 = f10; 11; 13; 14g; X5 = f12; 15; 16g
merupakan suatu partisi pada X:

Teorema 3.11 Misalkan S(n; k) menotasikan banyaknya partisi dari him-


punan X berangota n obyek ke dalam k part merupakan bilangan stirling
jenis kedua, yaitu
S(n; k); untuk 1 k n:

Contoh 3.54 Berapa banyaknya partisi dari X = f1; 2; 3; 4; 5; 6; 7g jika di-


partisikan menjadi 4 part.
P3 k 4
k=0 ( 1) 4 k (4 k)7
S(7; 4) =
4!
4 7 4 7
4
4 3
3 + 42 27 4 7
1
1
=
4!
= 350
3.6 Relasi Ekuivalensi 104

Teorema 3.12 Setiap relasi ekuivalensi R pada X menentukan suatu par-


tisi pada X: Dalam hal demikian, untuk sembarang x 2 X; suatu part yang
memuat x; yaitu
Cx = fy 2 X yRxg
disebut kelas ekuivalensi dari x:

Konvers dari teorema di atas juga benar, yaitu: setiap partisi dari X
akan menentukan suatu relasi ekuivalensi R pada X: Dalam hal ini, xRy
jika dan hanya jika x dan y berada di dalam suatu part yang sama.

Contoh 3.55 Misalkan X = f1; 2; 5; 6; 7; 9; 11g: Relasi R pada X dide…n-


isikan: xRy jika dan hanya jika (x y) habis dibagi 5: Dengan mudah dapat
diperiksa bahwa R adalah relasi ekuivalensi. Selanjutnya, partisi P pada X
yang ditentukan oleh R adalah

P = ff1; 6; 11g; f2; 7g; f5g; f9gg:

[(xRy) dan (yRz)] ) (xRz) ; 8x; y; z 2 X


[(xRy) dan (yRz)] , [9s; t 2 Z] (x y) = 5s dan (y z) = 5t )
(x z) = 5 (s + t) ) (xRz)

Soal 3.6.1 Jika A = f1; 2; 3; 4g; berikan contoh suatu relasi R pada A yang
bersifat berikut ini:

1. re‡eksif dan simetrik, tetapi tidak transitif.

2. re‡eksif dan transitif, tetapi tidak simetrik.

3. simetrik dan transitif, tetapi tidak re‡eksif.


Bab 4

Kompleksitas Komputasi

Apabila syarat-syarat kebenaran suatu algoritme telah dipenuhi, maka per-


tanyaan yang muncul adalah berapa lama algoritme tersebut mampu menye-
lesaikan suatu problem. Kemudian, apabila satu problem dapat diselesaikan
oleh lebih dari satu algoritme, maka algoritma mana yang terbaik. Un-
tuk menjawab bertanyaan-pertanyaan ini diperlukan suatu parameter untuk
mengukur baik tidaknya suatu algoritma.
Faktanya, banyak hal yang mempengaruhi lama tidaknya suatu algoritma
menyelesaikan suatu problem, diantaranya: compiler, kecepatan eksekusi,
atau karakteristik komputer yang digunakan. Terlepas dari ukuran-ukuran
…sik ini, ada suatu ukuran matematis yang akan kita kedepankan dalam ba-
hasan ini, yaitu fungsi kompleksitas waktu (time-complexity function).
Fungsi kompleksitas waktu f (n) adalah yang mengambil nilai input intejer
positif n dan mepunyai sifat f (n) akan membesar jika n membesar. Sifat
inilah yang akan membawa kita pada masalah analisis algoritme yang terkait
dengan masalah nilai n besar. Untuk mempelajari fungsi kompleksitas waktu
diperlukan suatu pengertian atau konsep yang disebut dominasi fungsi.

4.1 Dominasi Fungsi


De…nisi 4.1 Misalkan f; g : Z+ ! R: Kita katakan bahwa g mendominasi
f (atau f didominasi g) jika ada konstata m 2 R+ dan konstanta k 2 Z+
sedemikian sehingga
jf (n)j m jg (n)j ; dimana n k; 8n 2 Z+ :

Dari de…nisi di atas terlihat bahwa pembatasan nilai fungsi f oleh keli-
patan m nilai fungsi g berlaku untuk nilai n k; sedangkan untuk k < n

105
4.1 Dominasi Fungsi 106

tidak menjadi perhatian. Ini menunjukkan bahwa dominansi fungsi hanya


berkaitan dengan batasan-batasan fungsi untuk nilai n besar.
Apabila f didominasi oleh g; maka f dikatakan berorder (paling banyak)
g dan ditulis dengan f 2 O (g) ; dimana O (g) dibaca dengan ”order g”atau
”Oh-besar dari g”. O (g) merepresentasikan himpunan semua fungsi dengan
domain Z+ dan kodomain R+ yang didominansi oleh g:

Contoh 4.1 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan f (n) = 5n dan g (n) = n2 :


Dengan mudah dapat diperiksa bahwa f (n) > g (n) untuk 1 n 4: Akan
tetapi, jika 5 n; maka 5n n2 ; sehingga
jf (n)j = 5n n2 = jg (n)j ; untuk n 5:
Akibatnya, f 2 O (g) dengan m = 1 dan k = 5:

Berdasarkan De…nisi 4.1 bisa dibuktikan bahwa g 2 = O (f ) : Secara umum,


fungsi linear didominasi oleh fungsi kuadrat, akan tetapi fungsi kuadrat tidak
didominasi oleh fungsi linear.

Contoh 4.2 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan f (n) = 5n2 + 3n + 1 dan


g (n) = n2 : Maka
jf (n)j = 5n2 + 3n + 1 = 5n2 + 3n + 1 5n2 + 3n2 + n2 = 9n2 = 9 jg (n)j ;
untuk semua n 1: Kesimpulannya, f 2 O (g) dengan m = 9 dan k = 1:
Dilain pihak
jg (n)j = n2 = n2 5n2 + 3n + 1 = 5n2 + 3n + 1 = jf (n)j ;
untuk semua n 1: Kesimpulannya, g 2 O (f ) : Jadi
O (f ) = O (g) = O(n2 ):
Dengan kata lain f dan g saling mendominasi satu sama lain.

Dari contoh di atas ini, secara umum bisa dibuktikan bahwa fungsi kuadrat
saling mendominasi satu sama lain. Jadi, untuk sembarang fungsi kuadrat
adalah anggota dari O (n2 ) :

Contoh 4.3 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan f (n) = 3n3 + 7n2 4n + 2


dan g (n) = n3 : Maka
jf (n)j = 3n3 + 7n2 4n + 2
3n3 + 7n2 + j 4nj + j2j
3n3 + 7n3 + 4n3 + 2n3 = 16n3 = 16 jg (n)j ;
4.1 Dominasi Fungsi 107

untuk semua n 1: Kesimpulannya, f 2 O (g) dengan m = 16 dan k = 1:


Dilain pihak karena (7n 4) > 0 untuk semua n 1; kita dapatkan

jg (n)j = n3 = n3 3n3 + (7n 4) n + 2 = 3n3 + (7n 4) n + 2 = jf (n)j

untuk semua n 1: Kesimpulannya, g 2 O (f ) dengan m = 1 dan k = 1:


Jadi
O (f ) = O (g) = O(n3 ):
Dengan kata lain f dan g saling mendominasi satu sama lain.

Dari contoh di atas ini, secara umum bisa dibuktikan bahwa fungsi ku-
bik saling mendominasi satu sama lain. Jadi, untuk sembarang fungsi ku-
bik adalah anggota dari O (n3 ) : Juga bisa dibuktikan bahwa fungsi kuadrat
didominasi oleh fungsi kubik, tetapi fungsi kuadrat tidak mendominasi fungsi
kubik.

Contoh 4.4 Misalkan f; g : Z+ ! R+ dengan

f (n) = 1 + 2 + 3 + ::: + n; dan g (n) = 12 + 22 + 32 + ::: + n2 :

Dengan induksi matematika bisa dibuktikan bahwa

n (n + 1) n (n + 1) (2n + 1)
f (n) = ; dan g (n) = :
2 6
Jadi, f adalah fungsi kuadrat dan g adalah fungsi kubik, sehingga

f 2 O n2 ; dan g 2 O n3

Dari beberapa contoh dominansi fungsi di atas, sampailah kita pada dua
observasi berikut ini yang nantinya bisa di manfaatkan untuk analisis algo-
ritme.

1. Misalkan f; g; h : Z+ ! R; dimana f 2 O (g) dan g 2 O (h) ; maka bisa


dibuktikan bahwa f 2 O (h) : Akan tetapi, jika h 2
= O (g) ; maka dapat
kita simpulkan bahwa: ”pernyataan f 2 O (g) " mempunyai batasan
lebih baik dari pada ”pernyataan f 2 O (h) ": Contonya, jika f (n) = 5,
g (n) = 5n; dan h (n) = n2 untuk setiap n 2 Z+ ; maka f 2 O (g), g 2
O (h) ; dan f 2 O (h) : Karena h 2
= O (g) ; maka f 2 O (g) mempunyai
batasan lebih baik dari pada f 2 O (h) :
4.1 Dominasi Fungsi 108

2. Dalam tabel berikut diberikan beberapa bentuk Oh-besar yang sering


muncul dalam aplikasi analisis algoritme. Urutan batasan lebih baik
disusun dari atas ke bawah.
Tabel Oh-Besar
Bentuk Oh-besar Nama
O (1) Konstan
O (log2 n) Logaritmik
O (n) Linear
O (n log2 n) n log2 n
2
O (n ) Kuadratik
O (n3 ) Kubik
m
O (n ) ; m = 0; 1; 2; ::: Polinomial
O (cn ) ; c > 1 Eksponesial
O (n!) Faktorial

Contoh 4.5 Misalkan f; g; h : Z+ ! R dide…sikan dengan f (n) = 57,


g (n) = 5n 1; dan h (n) = 10 log2 n + 11: Maka f 2 O (1), g 2 O (n) ;
dan f 2 O (log2 n) :

Soal 4.1.1 Gunakan Tabel Oh-besar untuk menentukan bentuk Oh-besar fungsi-
fungsi f : Z+ ! R berikut. (Beberapa diantaranya kemudian buktikan!)

1. f (n) = n3 5n2 + 25n 165: Buktikan!


1
2. f (n) = 3 + sin n
: Buktikan!

3. f (n) = 5n + cos (2n 1) : Buktikan!

4. f (n) = 3n5 + 5:2n : Buktikan! 35 = 243; 55 = 3125 = 1024

5. f (n) = 5n2 + 3n log2 n + 3n

6. f (n) = 4n + (n 1)4 : Buktikan!

7. f (n) = 1 + 3 + 5 + ::: + (2n 1) : Buktikan!

8. f (n) = 1 + 4 + 7 + ::: + (3n 2) : Buktikan!

9. f (n) = 7n + 5n log2 n 20:

10. f (n) = 3n + (n 2)! + 7n 12:

11. f (n) = 5n + 100n5 + 10n 10:


4.2 Analisis Algoritme 109

12. f (n) = 3n10 n2 log2 n + 3n:

13. f (n) = n3 n2 log2 n + 4n2 + 1:

14. f (n) = n! n10 log2 n2 + 42n + 1:

4.2 Analisis Algoritme


Tibalah saatnya sekarang kita akan menerapkan konsep dominansi fungsi un-
tuk mengukur berapa lama algoritme mampu menyelesaikan suatu problem,
dan pada gilirannya dapat juga digunakan untuk memilih algoritme mana
yang terbaik apabila ada lebih dari satu algoritme yang digunakan untuk
menyelesaikan satu problem.
Dalam hal ini kita de…nisikan fungsi komplesitas waktu f (n) sebagai
fungsi yang mengukur banyaknya operasi dalam suatu algoritme yang mem-
punyai variabel input n: Yang dimaksud dengan banyaknya operasi adalah
banyaknya operasi dasar (jumlah, kurang, kali, dan bagi), ditambahkan den-
gan assignment, dan perbandingan (ekspresi logika). Setelah kita mende…n-
isikan f (n) untuk suatu algoritme, kemudian dengan Tabel O-Besar kita
tentukan order dari f atau bentuk Oh-besar dari f sebagai ukuran e…siensi
algoritme yang bersangkutan.

Contoh 4.6 Misalkan diketahui Prosedur 8. De…nisikan fungsi f (n) yang


menyatakan banyaknya operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:

Jawab. Berikut ini rincian untuk menghitung jumlah operasi dalam


prosedur 8:

1. Ada 4 operasi assignment sebagai statemen nilai awal untuk variabel-


variabel: sld, s, b, dan i.

2. Dalam blok statemen while yang diulang sebanyak n kali terdapat 6


operasi, yaitu: 2 assignmen, 3 jumlah, dan 1 kali.

3. Jumlah operasi perbandingan ada (n + 1), yaitu:

(a) untuk i = 1 sampai dengan n yang menghasilkan keputusan diek-


sekusinya blok statemen while.
(b) untuk i = n + 1 yang menghasilkan keputusan berhentinya ek-
sekusi blok statemen while.
4.2 Analisis Algoritme 110

Dengan demikian kita dapat mende…nisikan fungsi f sebagai

f (n) = 4 + 6n + (n + 1) = 7n + 5; untuk n 1 dan n 2 Z+ :

Jadi f 2 O (n) ; berarti Prosedur 8 mempunyai ukuran waktu eksekusi


yang linear: z
PROSEDUR 8
procedure Saldo(n : intejer positif)
begin
sld := 100000
s := 50000
b := 0:01
i := 1
while i < n + 1 do
begin
sld := sld + s + b sld
i := i + 1
end
return(sld)
end

Contoh 4.7 Misalkan diketahui Prosedur 9 dan Prosedur 10. De…n-


isikan fungsi f (n) untuk masing-masing prosedur itu yang menyatakan jum-
lah operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:

Jawab. Kita catat bahwa Prosedur 9 dan Prosedur 10 adalah sama-


sama algoritme yang digunakan untuk menghitung jumlah n intejer positif
pertama. Mereka juga menggunakan jenis statemen yang sama (berulang),
yang berbeda cuma penggunaan statemen for dan while. Dengan rincian
perhitungan yang sama dengan jawaban pada Contoh 4.6, maka de…nisi
fungsi f (n) untuk Prosedur 9 adalah

f (n) = 3n + 1:

Nilai ini berasal dari: 1 assignment untuk nilai awal variabel y; n assignment
untuk variabel i; dan 2 operasi pada blok statemen for yang diulang sebanyak
n kali. Sedangkan de…nisi f (n) untuk Prosedur 10 adalah

f (n) = 5n + 3:

Nilai ini berasal dari: 2 assignment untuk nilai awal variabel y dan i; 4 operasi
pada blok statemen while yang diulang sebanyak n kali, dan ada (n + 1)
4.2 Analisis Algoritme 111

perbandingan pada statemen while. Jadi, Prosedur 9 dan Prosedur 10


sama-sama mempunyai ukuran waktu eksekusi yang linear: z
PROSEDUR 10
procedure Sum(n 2 Z+ )
PROSEDUR 9 begin
+
procedure Sum(n 2 Z ) y := 0
begin i := 1
y := 0 while (i < n) _ (i = n) do
for i := 1 to n do begin
y := y + i y := y + i
return(y) i := i + 1
end end
return(y)
end
Dapat kita simpulkan bahwa penggunaan statemen berulang untuk for
dan while adalah sama jika ditinjau pada ukuran waktu eksekusimya untuk
suatu problem yang sama. Sekarang kita perhatikan bahwa jumlah n intejer
positif pertama mepunyai rumus
X
n
n (n + 1)
i=
i=1
2

yang bisa dibuktikan dengan induksi matematik. Dengan mudah prosedur


perhitungan ruas kanan persamaan di atas dapat dituliskan dalam Prosedur
11.
PROSEDUR 11
procedure Sum(n : intejer)
begin
y := n (n + 1) =2
return(y)
end
Prosedur ini mempunyai fungsi komplesitas waktu f (n) = 4; sehingga f 2
O (1) : Jadi problem menghitung jumlah n intejer positif pertama yang ditulis
dalam Prosedur 11 jauh lebih baik dari pada Prosedur 9 atau Prosedur
10.

Contoh 4.8 Misalkan diketahui Prosedur 12 untuk menghitung an . De…n-


isikan fungsi f (n) yang menyatakan jumlah operasinya, kemudian tentukan
order dari f (n):
4.2 Analisis Algoritme 112

PROSEDUR 12
procedure Power(a : real; n : intejer positif)
begin
y := 1:0
for i := 1 to n do
y := y a
return(y)
end
Jawab. Dengan rincian perhitungan yang sama dengan jawaban pada
contoh-contoh sebelumnya diperoleh bahwa

f (n) = 3n + 1:

Nilai ini berasal dari: 1 assignment untuk nilai awal variabel y; n assignment
untuk variabel i; dan 2 operasi pada blok statemen for yang diulang sebanyak
n kali. Jadi, f 2 O (n) ; sehingga lamanya waktu Prosedur 12 menghitung
an adalah linear. z
Pertanyaan yang timbul menyusul jawaban Contoh 1.17 adalah adakah
algoritme yang lain untuk menghitung an yang mempunyai fungsi komplek-
sitas waktu lebih baik. Untuk itu perhatikan analisis perhitungan berikut.
Berdasarkan de…nisi
an := aa:::a
| {z }
n kali
dan dengan sifat asosiatif perkalian diperoleh bahwa, untuk n genap:
n
an := (aa)(aa)::: (aa) = (a2 ) 2
| {z }
n
2
kali

dan untuk n ganjil:


bn c
an := (aa)(aa)::: (aa) a = (a2 ) 2
a
| {z } :
b n2 c kali

Dengan analisa di atas, perhatikan algoritma berikut ini.


4.2 Analisis Algoritme 113

PROSEDUR 13
procedure Power(a : real, n : intejer positif)
begin
y := 1:0
i := n
while i > 0 do
begin
if i 6= 2 b 2i c then
y := y a
i := b 2i c
if i > 0 then
a := a a
end
return(y)
end

Contoh 4.9 Berdasarkan Prosedur 13, apabila diketahui sembarang bilan-


gan a : real; tentukan langkah-langkah untuk menghitung:
(a) a7 dan
(b) a8 :

Jawab.

1. Nilai awal: y := 1:0; i := n = 7: Karena i = 7 > 0; maka dilakukan


langkah-langkah pengulangan:

(a) i = 7; berarti ganjil, maka:


y := y a = 1:0 a = a
i := b 72 c = 3: Karena i = 3 > 0; maka
a := a a = a2 dan pengulangan berlanjut.
(b) i = 3; berarti i ganjil, maka:
y := y a = a a2 = a3
i := b 23 c = 1: Karena i = 1 > 0; maka
a := a2 a2 = a4 dan pengulangan berlanjut.
(c) i = 1; berarti i ganjil, maka:
y := y a = a3 a4 = a7
i := b 21 c = 0: Karena i = 0; maka proses BERHENTI.

Outputnya adalah y = a7 :
4.2 Analisis Algoritme 114

2. Nilai awal: y = 1:0; i = n = 8: Karena i = 8 > 0; maka dilakukan


langkah-langkah pengulangan:

(a) i = 8; berarti genap, maka:


y := 1:0
i := b 28 c = 4: Karena i = 4 > 0; maka
a := a a = a2 dan pengulangan berlanjut.
(b) i = 4; berarti i genap, maka:
y := 1:0
i := b 24 c = 2: Karena i = 2 > 0; maka
a := a2 a2 = a4 dan pengulangan berlanjut.
(c) i = 2; berarti i genap, maka hitung:
y := 1:0
i := b 22 c = 1: Karena i = 1 > 0; maka:
a := a4 a4 = a8 dan pengulangan berlanjut.
(d) i = 1; berarti i ganjil, maka:
y := y a = 1:0 a8 = a8
i := b 21 c = 0: Karena i = 0; maka proses BERHENTI.

Outputnya adalah y = a8 :

z
Dari Contoh 4.9, bisa kita amati bahwa banyaknya proses pengulangan
untuk n = 7 adalah 3 = log2 4 + 1; dan untuk n = 8 adalah 4 = log2 8 + 1:
Sedangkan banyaknya perbandingan dalam proses pengulangan untuk n =
7 adalah 4; dan untuk n = 8 adalah 5: Secara umum untuk menentukan
fungsi komplesitas komputasi Prosedur 13, perhatikan pola perhitungan
banyaknya proses pengulangan dan perbandingan dalam tabel berikut ini.
n Banyaknya ulangan Banyaknya perbandingan
2 2 = log2 2 + 1 3 = log2 2 + 2
3 2 3
4 3 = log2 4 + 1 4 = log2 4 + 2
5 3 4
6 3 4
7 3 4
8 4 = log2 8 + 1 5 = log2 8 + 2
4.3 Algoritme Pelacaan Linear 115

n Banyaknya ulangan Banyaknya perbandingan


9 15 4 5
16 5 = log2 16 + 1 6 = log2 16 + 2
17 31 5 6
32 6 = log2 32 + 1 7 = log2 32 + 2
33 63 6 7
.. .. ..
. . .
2i i + 1 = log2 2i + 1 i + 2 = log2 2i + 2
(2i + 1) (2i+1 1) i+1 i+2
.. .. ..
. . .
Jadi order fungsi kompleksitas komputasi Prosedur 13 adalah O (log2 n) :
Hasil ini menunjukkan bahwa Prosedur 13 lebih baik dari Prosedur 12
untuk problem yang sama.

4.3 Algoritme Pelacaan Linear


Sebelum kita akhiri subbab ini, berikut ini diberikan algoritme untuk prob-
lem yang disebut pelacakan linear (linear search).
Misalkan diberikan barisan n bilangan: a1 ; a2 ; :::; an dan suatu bilangan
k yang disebut kunci. Problemnya adalah mencari k dalam barisan yang
bersangkutan. Artinya, apabila k sama dengan salah satu bilangan dalam
barisan, sebut saja k = ai ; maka output yang diberikan adalah nilai indeks
dari ai ; yaitu i. Apabila tidak ada satupun bilangan dalam barisan yang sama
dengan k; maka output yang diberikan adalah 0: Algoritme untuk problem
ini diberikan dalam prosedur berikut.
PROSEDUR 14
procedure LinearSearch(k : real, a1 ; a2 ; :::; an : real)
begin
i := 1
while ((i < n _ i = n) ^ k 6= ai ) do
i := i + 1
if (i < n _ i = n) then
lokasi := i
else
lokasi := 0
return(lokasi)
end
Untuk menentukan kompleksitan komputasi Prosedur 14, perhatikan
4.3 Algoritme Pelacaan Linear 116

statemen pengulangan while. Kita amati bahwa selesainya proses pengu-


langan bisa sangat cepat, rata-rata, atau bisa jadi lebih lama. Apabila k = a1
atau k = ai untuk suatu nilai konstan i yang kecil, maka proses cepat selesai.
Inilah yang disebut dengan kasus terbaik (best case). Dalam problem ini
komplesitas komputasi untuk kasus terbaiknya berorder konstan O (1) : Apa-
bila k = an atau k = ai untuk suatu nilai i yang cukup besar atau bahkan
k 6= ai untuk setiap nilai i, maka proses pengulangan berlangsung lama. In-
ilah yang disebut dengan kasus terburuk (worst case). Dalam problem ini
komplesitas komputasi untuk kasus terburuknya berorder linear O (n) : Dis-
amping kasus terbaik dan terburuk adalah kasus rata-rata (average case).
Penentuan ordernya diperlukan pengertian teori peluang yang pembahasan-
nya diluar jangkauan diktat ini.
Sebagai rangkuman subbab ini, sekali lagi kita tekankan bahwa apa yang
kita pelajari dalam kompleksitas komputasi adalah berkenaan dengan nilai
n yang besar. Sedangkan untuk nilai n yang kecil, bisa diselesaikan dalam
kasus per kasus (case by case). Ini dapat kita perhatikan dalam ilustrasi
berikut.
Misalkan ada dua algoritme, yaitu A dan B; untuk menyelesaikan suatu
problem yang sama. Misalkan pula f adalah fungsi kompleksitas komputasi
untuk A dengan f (n) = 1000n, dan g adalah fungsi kompleksitas komputasi
untuk B dengan g (n) = n2 : Jelas bahwa karena f linear dan g kuadratik,
berdasarkan urutan pada Tabel O-Besar, algoritme A lebih baik dari B: Je-
las pernyataan ini mengacu untuk nilai n yang besar. Namun yang menjadi
pernyataan berikutnya adalah sejauh mana n dianggap ”besar”dan n diang-
gap ”kecil”. Untuk itu diperlukan informasi tambahan yang intinya adalah
menentukan nilai k sehingga

jf (n)j m:jg (n) j; untuk setiap n k:

Dalam kasus kita ini,

jf (n)j = 1000n n2 = jg (n) j; untuk setiap n 1000:

Jadi yang dimaksud dengan n ”besar” kalau n 1000; dan n dikatakan


”kecil”kalau n < 1000: Untuk n yang kecil Algoritme B lebih baik dari A:
Waktu pemrosesan (Running Time) adalah waktu yang diperlukan untuk
mengeksekusi suatu algoritme atau program. Sebagai ilustrasi, tabel berikut
ini memberikan perkiraan waktu pemrosesan algoritme untuk beberapa order
kompleksitas dan untuk nilai n : 2; 16; dan 64:. Diasumsi kecepatan eksekusi
komputer adalah satu operasi diselesaikan dalam waktu 10 6 detik (10 6 = 1
mikro detik), sehingga satuan isian tabelnya adalah mikro detik.
4.3 Algoritme Pelacaan Linear 117

Problem Order
Berukuran n log2 n n n log2 n n2 2n n!
2 1 2 2 4 4 2
16 4 16 64 256 6; 5 104 2; 1 1013
64 6 64 384 4096 1; 84 1019 > 1089

Soal 4.3.1 Buatlah analisis pada beberapa algoritme berikut:

1. Panggil Algoritme 2, dan de…nisikan fungsi f (n) untuk algoritma itu


yang menyatakan jumlah operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:

2. Panggil Algoritme 5, dan de…nisikan fungsi f (n) untuk algoritma itu


yang menyatakan jumlah operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:

3. Panggil Algoritme 6, dan de…nisikan fungsi f (n) untuk algoritma itu


yang menyatakan jumlah operasinya. Kemudian tentukan oder dari f:

4. Panggil Algoritme 10, dan de…nisikan fungsi f (n) untuk algoritma


itu yang menyatakan jumlah operasinya. Kemudian tentukan oder dari
f:

5. Panggil Algoritme 7 dan Algoritma 8, dan de…nisikan fungsi f (n)


untuk masing algoritma itu yang menyatakan jumlah operasinya. Ke-
mudian buatlah analisis e…siensinya:

6. Pada masing-masing segmen program pseudocode berikut, f (n) meny-


atakan banyaknya kali statemen sum := sum + 1 dieksekusi. Tentukan
f (n) dan ordernya.

begin
sum := 0
for i := 1 to n do
(a)
for j := 1 to n do
sum := sum + 1
end
begin
sum := 0
for i := 1 to n do
(b)
for j := 1 to n n do
sum := sum + 1
end
4.3 Algoritme Pelacaan Linear 118

begin
sum := 0
for i := 1 to n do
(c)
for j := i to n do
sum := sum + 1
end
begin
sum := 0
i := n
while i > 0 do
(d) begin
sum := sum + 1
i := b 2i c
end
end
Bab 5

Relasi Rekurensi

Telah diperkenalkan dalam bahasan sebelumnya tentang de…nisi rekursif,


yang pada dasarnya merumuskan suku ke-n dari suatu barisan tidak secara
eksplisit melainkan nilainya bergantung pada suku-suku sebelumnya. Den-
gan ide hampir serupa, dalam bab ini kita akan membahas fungsi a (n) ; yang
seperti biasanya lebih enak dituliskan dengan an (untuk n 2 Z+ ); dimana ni-
lai an bergantung nilai suku-suku sebelunya sebelumnya: an 1 ; an 2 ; ..., a1 ;
a0 : Relasi yang demikian disebut relasi rekurensi.

5.1 Relasi Rekurensi Linear Order Pertama


Untuk memahami relasi rekurensi linear order pertama, sebagai gambaran
ada baiknya kita ingat kembali de…nisi progresi geometrik (deret geometri).
Progresi geometrik adalah barisan tak hingga, contohnya: 5, 15, 45, 135; ...,
dimana pembagian setiap suku (kecuali suku pertama) dengan tepat satu
suku sebelumnya adalah konstan, disebut rasio bersama. Pada contoh kita
rasio bersamanya adalah 3; karena 3 = 15 5
= 45
15
= 135
45
= :::: Jika a0 ; a1 ; a2 ;
... adalah progresi geometrik dengan rasio bersama adalah r; maka an+1 an
=r
untuk n = 0; 1; 2; 3; :::Jika r = 3; kita dapatkan an+1 = 3an ; dengan n 0:
Relasi rekurensi an+1 = 3an ; n 0 tidak mende…nisikan progresi geometrik
yang tunggal, karena barisan 3; 9; 27; 81, ... juga memenuhi relasi yang
bersangkutan. Jadi untuk mende…nisikan suatu progresi geometrik dari su-
atu relasi rekurensi diperlukan nilai satu suku dari relasi itu.
Hubungan suku an+1 dengan suku sebelumnya dalam relasi rekurensi
menentukan jenis relasi rekurensi yang bersangkutan. Jika nilai an+1 hanya
bergantung pada nilai an (tepat satu suku sebelumnya), maka relasi yang
demikian dikatakan mempunyai order pertama. Selanjutnya, jika tipe hubun-

119
5.1 Relasi Rekurensi Linear Order Pertama 120

gannya juga linear dengan koe…sien konstan, maka disebut relasi rekurensi
homogen linear order pertama dengan koe…sien kontan.
Nilai a0 atau a1 yang diketahui pada suatu relasi rekurensi disebut nilai
syarat batas. Ekspresi a0 = A, dimana A konstan, juga disebut sebagai syarat
awal. Syarat batas menentukan ketunggalan solusi.

an+1 = 3an ; n 0; a0 = 5: (5.1)

Lima suku pertama menentukan pola berikut ini:

a0 = 5;
a1 = 3a0 = 3 (5) ;
a2 = 3a1 = 3 (3 (5)) = 32 (5) ;
a3 = 3a2 = 3 32 (5) = 33 (5) ;
a4 = 3a3 = 3 33 (5) = 34 (5) :

Hasil ini membawa kita pada rumusan bahwa untuk setiap n 0; an = 5(3n )
yang disebut solusi umum dari Relasi (5.1).
Kesimpulan: Solusi umum dari suatu relasi rekurensi

an+1 = dan ; n 0; d konstan, dan a0 = A

adalah tunggal dan dirumuskan dengan

an = Adn ; n 0:

Contoh 5.1 Selesaikan relasi rekurensi an = 7an 1 ; dimana n 1 dan


a2 = 98: Ini hanyalah suatu bentuk alternatif dari relasi an+1 = 7an untuk
n 0 dan a2 = 98: Oleh karena itu solusi umumnya mempunyai bentuk
an = a0 (7n ) : Karena a2 = 98 = a0 (72 ) ; akibatnya a0 = 2; dan an = 2 (7n )
untuk n 0 adalah solusi tunggal.

Relasi rekurensi an+1 dan = 0 adalah linear karena setiap sukunya


berpangkat satu. Juga di dalam relasi linear tidak ada produk seperti an an 1 ;
yang bisa muncul di dalam relasi rekurensi tak-linear seperti an+1 3an an 1 =
0: Akan tetapi, adakalanya suatu relasi rekurensi tak-lineaar bisa ditransfor-
masikan ke dalam bentuk linear dengan menggunakan substitusi aljabar.
5.1 Relasi Rekurensi Linear Order Pertama 121

Contoh 5.2 Carilah a12 jika a2n+1 = 5a2n ; dimana an > 0 untuk n 0; dan
a0 = 2: Walaupun relasi rekurensi ini tak-linear, jika dimisalkan bn = a2n ;
maka diperoleh relasi yang baru bn+1 = 5bn untuk n 0; dan p nb0 = 4; adalah
n
linear dengan solusi bn = 4 (5 ) : Dengan demikian an = 2( 5) untuk n 0;
p 12
dan a12 = 2 5 = 31250:

Bentuk umum relasi rekurensi linear order pertama dengan koe…sien kon-
stan adalah:
an+1 + can = f (n) ; n 0;
dimana c adalah konstan dan f adalah fungsi yang mengambil nilai intejer
tak-negatif. Jika f (n) = 0 untuk setiap n 2 N; relasi ini disebut homogen.
Salah satu metode mengurutkan data yang cukup populer, walaupun
tidak yang paling e…sien, adalah suatu teknik yang disebut Bubble Sort.
disini input adalah intejer positif n dan larik bilangan nyata x1 ; x2 ; :::; xn
yang akan diurutkan dalam urutan menaik. Perhatikan algoritme Bubble
Sort yang dinyatakan dalam prosedur berikut:
PROSEDUR 15
procedure BubbleSort(x1 ; x2 ; :::; xn : real)
begin
for i := 1 to n 1 do
for j := n downto i + 1 do
if xj < xj 1 do
begin
temp := xj 1
xj 1 := xj
xj := temp
end
end
Untuk menghitung fungsi komplesitas waktu f (n) ketika algoritme di atas
digunakan pada suatu input larik berukuran n 1; kita harus menghitung
jumlah total perbandingan dalam mengurutkan n bilangan yang bersangku-
tan. Jika an menyatakan banyaknya perbandingan, maka kita dapatkan relasi
rekurensi berikut:

an = an 1 + (n 1); n 2; a1 = 0:

Relasi ini adalah linear order pertama dan tak-homogen. Karena tidak ada
5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order Kedua dengan Koe…sien
Konstan 122

teknik umum untuk menyelesaikannya, kita harus mencari polanya:

a1 = 0
a2 = a1 + (2 1) = 1
a3 = a2 + (3 1) = 1 + 2
a4 = a3 + (4 1) = 1 + 2 + 3
a5 = a4 + (5 1) = 1 + 2 + 3 + 4:

Kita dapatkan rumus umum yang kebenarannya dapat dibuktikan dengan


prinsip induksi matematik, yaitu:

n2 n
an = 1 + 2 + 3 + ::: + (n 1) = :
2
Kesimpulannya, Bubble Sort menentukan fungsi komplesitas waktu f :
+
Z ! R dengan
n2 n
f (n) = an = :
2
Akibatnya, ukuran running time algoritme di atas adalah f 2 O (n2 ) :

5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order


Kedua dengan Koe…sien Konstan
Misalkan k 2 Z+ dan Cn (6= 0) ; Cn 1 ; :::; Cn k (6= 0) adalah bilangan-bilangan
nyata. Jika an ; untuk n 0; adalah fungsi diskret, maka

C n an + C n 1 an 1 + ::: + Cn k an k = f (n) ; n k;

adalah relasi rekurensi linear berorder k dengan koe…sien konstan. Jika


f (n) = 0 untuk setiap n 0; relasi ini disebut homogen; ingkarannya adalah
tak-homogen.
Pada bagian ini kita akan membahas relasi homogen berorder dua:

C n an + C n 1 an 1 + C n 2 an 2 = 0; n 2: (5.2)

Pada dasarnya kita akan mencari solusi dalam bentuk an = crn ; dimana
c 6= 0 dan r 6= 0:
Substitusikan an = crn ke Persamaan (5.2), kita dapatkan

Cn crn + Cn 1 crn 1
+ Cn 2 crn 2
= 0: (5.3)
5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order Kedua dengan Koe…sien
Konstan 123

Karena c; r 6= 0; Persamaan (5.3) menjadi

Cn r 2 + Cn 1 r + Cn 2 =0

merupakan persamaan kuadrat yang disebut persamaan karakteristik. Mis-


alkan r1 dan r2 adalah akar dari persamaan itu, maka ada tiga kemungkinan:

A. r1 dan r2 adalah dua real berbeda.

B. r1 dan r2 adalah dua kompleks saling konjugate.

C. r1 dan r2 adalah dua real yang sama.

KASUS-A (Dua Akar Real Berbeda)

Contoh 5.3 Selesaikan relasi rekurensi

an + an 1 6an 2 = 0; n 2; dan a0 = 1; a1 = 8: (5.4)

Jawab. Misalkan an = crn ; dimana c 6= 0 dan r 6= 0; adalah solusi dari


Relasi (5.4), maka diperoleh persamaan karakteristik

0 = r2 + r 6 = (r 2) (r + 3) ) r = 2; 3

adalah dua akar real berbeda, sehingga an = 2n dan an = ( 3)n merupakan


dua solusi [sebagaimana juga b (2n ) dan d ( 3)n untuk sembarang konstan
b; d]. Kedua solusi ini adalah bebas linear kerena yang satu bukan merupakan
kelipatan yang lain. Jadi,

an = c1 (2n ) + c2 ( 3)n

merupakan solusi umum. Kemudian, karena a0 = 1 dan a1 = 8; dengan


substitusi, kita peroleh c1 = 1 dan c2 = 2: Akhirnya, kita dapatkan jawaban

an = 2n 2 ( 3)n :

a3 = 23 2 ( 3)3
z
KASUS-B (Dua Akar Kompleks Saling Konjuget)
Sebelum masuk ke pembahasan inti, kita ingat kembali Teorema DeMoivre:

(cos + i sin )n = cos n + i sin n ; n 0:


5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order Kedua dengan Koe…sien
Konstan 124

Jika
z = x + iy 2 C; z 6= 0;
dapat kita tuliskan
p y
z = r (cos + i sin ) ; r= x2 + y 2 ; dan = tan untuk x 6= 0:
x
Jika x = 0; maka untuk y > 0;

z = yi = yi sin = y cos + i sin ;


2 2 2
dan untuk y < 0;
3 3 3
z = yi = jyj i sin = jyj cos + i sin :
2 2 2
Dalam semua kasus,

z n = rn (cos n + i sin n ) n 0:
p 10
Contoh 5.4 Tentukan 1 + 3i :
p p
Jawab. Misalkan z = 1 + 3i; maka x = 1; y = 3, r = 2; dan = 3:
Jadi
p 10 10 10
1+ 3i = 210 cos + i sin
3 3
4 4
= 210 cos + i sin
3 3
p ! !
1 3
= 210 i
2 2
p
= 29 1 + 3i :

Contoh 5.5 Selesaikan relasi rekurensi an = 2 (an 1 an 2 ) ; dimana n 2


dan a0 = 1; a1 = 2:

Jawab. Misalkan an = crn ; dimana c 6= 0 dan r 6= 0; adalah solusinya,


maka persamaan karakteristiknya

r2 2r + 2 = 0 ) r = 1 i
5.2 Relasi Rekurensi Linear Homogen Order Kedua dengan Koe…sien
Konstan 125

adalah dua akar kompleks saling konjuget. Akibatnya, solusi umumnya


adalah
an = c1 (1 + i)n + c2 (1 i)n ;
dimana c1 dan c2 menyatakan sembarang konstan kompleks. Dengan DeMoivre:
p n n p n n
an = c1 ( 2)n cos + i sin + c2 ( 2)n cos + i sin
4 4 4 4
p n n n p n n
= c1 ( 2) cos + i sin + c2 ( 2)n cos i sin
4 4 4 4
p n n n
= ( 2) k1 cos + k2 sin ;
4 4
dimana k1 = c1 + c2 dan k2 = (c1 c2 ) i:
p
1 = a0 = ( 2)0 (k1 cos 0 + k2 sin 0) = k1
p
2 = a1 = ( 2)1 k1 cos + k2 sin = 1 + k2 ;
4 4
sehingga k1 = 1 dan k2 = 1: Jadi, jawabannya
p n n
an = ( 2)n cos + sin ; n 0:
4 4
p 10 10
( 2)10 cos + sin
4 4
: 32 z
KASUS-C (Dua Akar Real Sama)

Contoh 5.6 Selesaikan relasi rekurensi an+2 = 4an+1 4an ; dimana n 0


dan a0 = 1; a1 = 3:

Jawab. Misalkan an = crn ; dimana c 6= 0 dan r 6= 0; adalah solusinya,


maka persamaan karakteristiknya

0 = r2 4r + 4 = (r 2)2 ) r = 2

adalah dua akar real sama. Berarti solusinya an = 2n . Oleh karena itu, kita
harus mencari satu solusi lagi yang bebas linear, ambil saja an = f (n) 2n ,
dimana f (n) tidak konstan. Untuk mencari f (n), digunakan substitusi

f (n + 2) 2n+2 = 4f (n + 1) 2n+1 4f (n) 2n ,


f (n + 2) = 2f (n + 1) f (n) : (5.5)
5.3 Relasi Rekurensi Tak-homogen 126

Diperoleh bahwa f (n) = n memenuhi Persamaan (5.5). Jadi an = n2n


adalah solusi kedua yang bebas linear dengan an = 2n : Akibatnya, kita dap-
atkan solusi umum
an = c1 (2)n + c2 n (2)n :
Untuk a0 = 1; a1 = 3; didapatkan solusi khusus

1
an = (2)n + n (2)n = (2)n + n (2)n 1
; n 0:
2

z
Bentuk Umum: Jika

C n an + C n 1 an 1 + ::: + Cn k an k = 0; dengan

Cn (6= 0) ; Cn 1 ; :::; Cn k (6= 0) adalah kontanta real,


dan r adalah akar karakteristik dengan multiplisitas m; dimana 2 m k;
maka bagian dari solusi umum yang melibatkan akar r mempunyai bentuk

A0 rn + A1 nrn + A1 n2 rn + ::: + Am 1 nm 1 rn

= A0 + A1 n + A1 n2 + ::: + Am 1 nm 1
rn
dimana A0 ; A1 ; A1 ; :::; Am 1 adalah sembarang konstan.

5.3 Relasi Rekurensi Tak-homogen


Kita perhatikan relasi rekurensi

an an 1 = f (n); n 1;

f (n) tidak semuanya nol untuk nilai n; maka solusinya

X
n
an = a0 + f (i) : (5.6)
i=1

Kita dapat
P menyelesaikan Persamaan (5.6) dalam n; jika kita dapat meru-
muskan ni=1 f (i) :

Contoh 5.7 Selesaikan relasi rekurensi

an an 1 = 3n2 ; n 1; dan a0 = 7:
5.3 Relasi Rekurensi Tak-homogen 127

Jawab. Disini f (n) = 3n2 ; sehingga solusi umumnya

X
n X
n X
n
2
an = a0 + f (i) = 7 + 3i = 7 + 3 i2
i=1 i=1 i=1
n (n + 1) (2n + 1)
= 7+3
6
1
= 7 + (n) (n + 1) (2n + 1)
2
z
Daftar Pustaka

[1] N. L. Biggs, “Discrete (i-Mathematics,”Revised Edition, Oxford Univer-


sity Press, 1989, ISBN: 0-19-853426-4.

[2] R. P. Grimaldi, “Discrete and Combinatorial Mathematics,”4th Edition,


North-Holland Mathematical Library, Vol. 16. Addison Wesley Longman
Inc., 1999, ISBN: 0-201-30424-4.

128

Anda mungkin juga menyukai