Edisi Terjemahan
YOAV PELEG
REUVEN PNINI
ELYAHU ZAARUR
ii
1 Pendahuluan 1
1.1 Sifat Partikel Radiasi Elektromagnetik . . . . . . . . . . . 1
1.2 Sifat Dualitas Cahaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.3 Sifat Dualitas Materi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.4 Paket Gelombang dan Relasi Ketidakpastian . . . . . . . 5
1.5 Soal-Soal dan Penyelesaiannya . . . . . . . . . . . . . . . . 7
1.6 Soal-Soal Latihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2 Dasar-Dasar Matematika 21
2.1 Medan Kompleks C . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.2 Ruang-Ruang Vektor pada C . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
2.3 Operator-Operator Linear dan Matriks . . . . . . . . . . . 24
2.4 Vektor Eigen dan Nilai Eigen . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
2.5 Deret dan Transformasi Fourier . . . . . . . . . . . . . . . . 28
2.6 Fungsi Delta Dirac . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
2.7 Polinomial-Polinomial Legendre . . . . . . . . . . . . . . . . 31
2.8 Fungsi-Fungsi Legendre yang Terasosiasi . . . . . . . . . . 32
2.9 Fungsi Harmonik-Harmonik Bola . . . . . . . . . . . . . . . 32
2.10 Polinomial-Polinomial Laguerre yang Terasosiasi . . . . . 34
2.11 Fungsi-Fungsi Bola Bessel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
2.12 Soal-Soal dan Penyelesaiannya . . . . . . . . . . . . . . . . 37
2.13 Soal-Soal Latihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
2.14 Lampiran Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50
7 Spin 267
7.1 Definisi-Definisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 267
7.2 Spin 1/2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 267
7.3 Matriks-Matriks Pauli . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 268
7.4 Operator Naik dan Operator Turun (Raising and Lowering Op-
erators) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 269
7.5 Rotasi Dalam Ruang Spin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 270
7.6 Interaksi dengan Sebuah Medan Magnetik . . . . . . . . . . . . . 270
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 272
7.8 Soal-Soal Latihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 304
Dalam fisika klasik, Isaac Newton meninjau cahaya sebagai seberkas partikel.
Selama abad ke-19, beberapa eksperimen menyangkut interferensi dan difraksi
cahaya, menunjukkan sifat/natur cahaya sebagai gelombang. Kemudian, optik
diintegrasikan ke dalam teori elektromagnetik dan ini adalah pembuktian bahwa
cahaya adalah suatu jenis radiasi gelombang elektromagnetik. Namun, kemu-
nculan fenomena radiasi benda hitam, yang dikaji menjelang akhir abad ke-19,
tidak bisa dijelaskan di dalam kerangka kerja teori elektromagnetik. Pada tahun
1900, Max Planck tiba pada sebuah rumus yang menjelaskan radiasi benda hi-
tam, dan kemudian membuktikan bahwa rumusan itu dapat diturunkan dengan
mengasumsikan kuantisasi radiasi elektromagnetik.
Pada Tahun 1905, dengan menggeneralisasi hipotesis Planck, Einstein meng-
usulkan untuk kembali memakai teori partikel cahaya. Ia mengklaim bahwa
seberkas cahaya berfrekunsi ν mengandung foton-foton, yang masing-masing
memiliki energi hν, dengan h = 6.62 × 10−34 Joule × Sekon (konstanta Planck).
Einstein menunjukkan bagaimana introduksi foton bisa menjelaskan karakter-
istik dari efek foto listrik yang tidak terjelaskan. Sekitar 20 tahun kemudian,
foton secara nyata ditunjukkan keberadaannya sebagai suatu entitas berbeda
(dalam efek Compton).
Efek foto listrik ditemukan oleh Heinrich Hertz pada tahun 1887. Fenomena
ini adalah salah satu dari beberapa proses yang mana elektron-elektron dapat
disingkirkan dari suatu permukaan logam ketika terkena berkas cahaya. Gam-
baran skematik peralatan untuk mempelajari efek foto listrik diberikan dalam
Gambar 1.1.
2 Pendahuluan
berikut
(a) Ketika cahaya menyinari permukaan logam, arus mengalir hampir seketika
itu juga,bahkan untuk intensitas cahaya yang sangat lemah.
(b) Untuk frekuensi dan potensial pelambat yang tetap, arus foto (photo cur-
rent) adalah berbanding lurus terhadap intensitas cahaya.
(c) Ketika frekuensi dan intensitas cahaya konstan, arus foto berkurang ter-
hadap peningkatan potensial pelambat (retarding potential ) V , dan men-
capai nol saat V = V0 .
nh
mvr = = n~ n = 1, 2, · · · (1.3)
2π
Hubungan antara gaya Coulomb dan gaya sentrifugal dapat dituliskan dalam
bentuk berikut
ke2 mv 2
= (1.4)
r2 r
dimana −e adalah muatan elektron yang besarnya 1, 6×1019 C dan k adalah teta-
pan permitivitas ruang hampa yang besarnya adalah 1/4π0 = 9×109 N m2 /C 2 .
Kita mengasumsikan bahwa massa nukleus (inti atom) berhingga. pengkombi-
nasian Persamaan (1.3) dan (1.4) kita dapatkan
2πke2
vn = (1.5)
nh
dan
n2 h2
rn = (1.6)
4π 2 kme
1 ke2 2π 2 kme4
En = mvn2 − =− (1.7)
2 r n2 h2
1.4 Paket Gelombang dan Relasi Ketidakpastian 5
Basis fisis dari model Bohr tetap tidak jelas sampai tahun 1923, ketika De
Broglie menghipotesiskan bahwa partikel materi memiliki sifat-sifat seperti gelom-
bang (wavelike); sebuah partikel berenergi E dan bermomentum p dihubungkan
dengan sebuah frekuensi sudut (angular frequency) gelombang ω = E/~ dan se-
buah vektor gelombang k = p/~. Oleh karena itu panjang gelombang yang
bersesuaian adalah
2π h
λ= = (1.9)
k p
Aspek gelombang dan partikel dari radiasi elektromagnetik dan materi dapat
disatukan melalui konsep paket gelombang. Sebuah paket gelombang merupakan
suatu suoerposisi dari gelombang-gelombang. Kita dapat mengkonstruksi se-
buah paket gelombang dalam hal gelombang-gelombang yang saling berinter-
feransi satu sama lain yang hampir seluruhnya di luar suatu wilayah spasial
(keruangan) tertentu. Jadi kita mendapatkan sebuah paket gelombang ter-
lokalisasi (dapat ditemukan di dalam ruang) yang dapat dianggap mendekati
penggambaran partikel klasik. Sebuah paket gelombang yang berisikan suatu
superposisi gelombang-gelombang bidang bisa ditulis sebagai
Z
1
f (r) = g(k)eik·r dk (1.10)
(2π)3/2
atau untuk kasus satu dimensi
Z ∞
1
f (x) = √ g(k)eik·x dk (1.11)
2π −∞
6 Pendahuluan
ω
vp = = λν (1.14)
k
Ini adalah rate, yang mana sebuah titik fase tetap melintasi ruang. Ketika se-
buah paket dari gelombang-gelombang yang berbeda frekuensi dan kelajuan fase
bergabung untuk menciptakan sebuah daerah interferensi konstruktif yang kuat,
kelajuan vg pada daerah selanjutnya dihubungkan terhadap frekuensi angular ω
dan bilangan gelombang k dari gelombang-gelombang komponennya oleh relasi
dω
vg = (1.15)
dk
1.5 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 7
Solusi
Secara terpisah, marilah kita mininjau hasil-hasil ini dengan mengacu
pada Gambar 1.2
(a) Sebuah elektron dalam logam akan manjadi bebas untuk mening-
galkan permukaan logam hanya setelah berkas cahaya menyediakan
bagi elektron energi yang setara dengan energi yang mengikat elek-
tron tersebut. Karena sifat kontinu dari radiasi elektromagnetik,
kita mengharapkan energi yang diserap pada permukaan logam men-
jadi sebanding dengan intensitas berkas cahaya itu (energi persatuan
waktu persatuan luas), luasan wilayah yang dicahayai (iluminsasi)
dan lama waktu iluminasi. Sebuah perhitungan sederhana menun-
jukkan bahwa jika intensitas berkas cahaya 10−10 W/m2 , foto emisi
(elektron yang terlepas dari permukaan logam) hanya akan terjadi
setelah 100 jam. Secara eksperimen, waktu delay yang diamati un-
tuk intensitas cahaya yang sama tidak lebih lama dari pada 10−9 s.
Sehingga teori klasik tidak mampu menjelaskan emisi elektron yang
terjadi secara spontan dari anoda.
(b) Dengan meningkatkan energi cahaya, energi yang diserap oleh elek-
tron-elektron di anoda meningkat. oleh karena itu teori klasik mem-
predisikan bahwa jumlah elektron-elektron yang teremisikan (yang
mengakibatkan terjadinya arus listrik) akan meningkat, sebanding
dengan intensitas cahaya. Disini teori klasik mampu menjelaskan
hasil eksperimen.
elektron.
Tapi kenyataan bahwa adanya sebuah potensial penghenti (stopping
potential ) tertentu yang tidak bergantung pada intensitas cahaya
memberikan indikasi bahwa energi maksimum elektron-elektron yang
terlepas tidak bergantung pada jumlah energi yang mencapai per-
mukaan persatuan waktu. Teori klasik tidak mampu menjelaskan
hal ini.
Solusi
Kita meninjau tiap-tiap hasil eksperimen dalam Gambar 1.2 tersebut se-
cara terpisah seperti pada pada pembahasan nomor 1 di atas.
(b) Dari pandangan teori kuantum, intensitas cahaya adalah sama deng-
an energi tiap foton yang dikalikan dengan jumlah foton-foton yang
melintasi suatu satuan luasan per satuan waktu. adalah masuk akal
bahwa jumlah elektron-elektron yang terpancarkan per satuan waktu
1.5 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 9
(yang mana setara terhadap kuat arus listrik yang terukur) akan
menjadi sebanding dengan intensitas cahaya.
3. Tinjaulah efek Compton (lihat Gambar 1.3). Menurut teori kuantum, se-
berkas monokromatik gelombang elektromagnetik berfrekuensi ν, diang-
gap sebagai suatu kumpulan serupa partikel (particlelike), foton-foton ini,
yang masing-masing memiliki energi E = hν dan momentum p = hν/c =
h/λ, dimana λ adalah panjang gelombangnya. Hamburan radiasi elektro-
magnetik menjadi sebuah masalah dari tumbukkan antara sebuah foton
dengan sebuah partikel bermuatan. Anggap bahwa sebuah foton yang
sedang bergerak sepanjang sumbu x menumbuk sebuah partikel bermassa
m0 . Sebagai hasilnya, foton tersebut terhambur pada suatu sudut θ, dan
frekuensinya berubah. Carilah peningkatan panjang gelombang foton se-
bagai fungsi sudut hamburannya.
Solusi
Pertama-tama, karena partikel mungkin menghasilkan energi kinetik yang
sangat besar, kita harus memperlakukan partikel tersebut menggunakan
dinamika relativistik. Menggunakan hukum kekekalan energi kita peroleh
|{z} hν 0 + |{z}
hν + E0 = |{z} E (1.16)
|{z}
f oton partikel f oton partikel
10 Pendahuluan
Compton.pdf
Sudut hamburan θ adalah sudut antara arah pλ dan pλ0 . Dengan meman-
faatkan hukum cosinus terhadap segi tiga pada Gambar 1.4, kita peroleh
cosinus segitiga.pdf
h ν − ν0
(1 − cos θ) = c
m0 c νν 0
h c c
(1 − cos θ) = 0 − = λ − λ0
m0 c ν ν
Oleh karena itu, peningkatan panjang gelombang ∆λ−nya adalah
h
∆λ = λ − λ0 = (1 − cos θ) (1.23)
m0 c2
4. Tinjaulah seberkas cahaya yang melewati dua buah celah yang sejajar.
Ketika salah satu celah ditutup,pola yang teramati pada layar yang ditem-
patkan di seberang penghalang mencirikan sebuah pola difraksi (lihat
Gambar 1.5).
Ketika kedua celah dibuka, pola yang teramati adalah seperti yang di-
tunjukkan oleh Gambar 1.6, yaitu sebuah pola interferensi yang di dalam
12 Pendahuluan
Gambar 1.5: Eksperimen Difraksi Celah Ganda dengan salah satu celah terbuka
Solusi
Anggap bahwa berkas cahaya berisikan suatu aliran partikel-partikel titik
secara klasik. Jika kita meninjau masing-masing partikel ini secara ter-
pisah, kita mencatat bahwa masing-masing partikel ini harus melewati
salah satu dari kedua celah. Oleh karena itu, pola yang dihasilkan ketika
kedua celah dibuka haruslah merupakan superposisi dari pola-pola yang
dihasilkan ketika masing-masing celah dibuka secara terpisah. Bukan hal
ini yang teramati dalam eksperimen. Pola sebenarnya yang diperoleh
hanya bisa dijelaskan dalam pengertian interferensi cahaya yang melewati
kedua celah secara simultan (lihat Gambar 1.6)
manakah tiap-tiap foton ini lewat, pengukuran seperti itu akan merusak
pola interferensi.
Gambar 1.6: Eksperimen Difraksi Celah Ganda dengan kedua celah terbuka
yang menunjukkan adanya pola interferensi dan bukan pola superposisi
Solusi
14 Pendahuluan
Elektron.pdf
Solusi
Marilah kita menghitung frekuensi foton yang dipancarkan pada transisi
antara keadaan-keadaan berdekatan nf = n dan ni = n − 1 ketika n 1.
Kita mendefinisikan tetapan Rydberg
2π 2 me4
R = (1.27)
h3 c
Sehingga,
ch
Ef = R (1.28)
n2f
dan
ch
Ei = R (1.29)
n2i
∆E = Ef − Ei
ch ch
hν = 2 R − 2R
nf ni
n2i − n2f
ν = cR
n2f n2i
(ni + nf )(ni − nf )
= cR (1.30)
n2f n2i
νn 4π 2 me4
fn = = (1.32)
2πrn n3 h3
Solusi
Dalom Teori Bohr, kita menganggap elektron sebagai partikel klasik. Orbit-
orbit yang diijinkan ditentukan oleh aturan kuantisasi: Orbit melingkar
berjari-Jari r dan momentum p = mv dari sebuah elektron yang berotasi
harus memenuhi
pr = n~ n = 1, 2, 3, · (1.33)
∆x ∆p
1 (1.34)
r p
∆x ∆p ~ ∆x∆p 1
≥ ⇒ ≥ (1.35)
r p rp rp n
sehingga Persamaan (1.34) yang dihasilkan melalui teori klasik tidak sesuai
dengan Persamaan (1.35), kecuali jika n 1.
Solusi
3
Eav = kT.
2
1 3
mn v 2 = kT (1.36)
2 2
1.5 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 17
h
λ = (1.37)
p
h
λ = √ (1.38)
3mn kT
Untuk T = 300K kita punya
6.63 × 10−34
λ= √ ≡ 1.4Å (1.39)
3 × 1.67 × 10−27 × 1.38 × 10−23 × 300
Inilah orde besar ruang antar atom dalam kristal, dan oleh karena itu
sebuah fenomena difraksi yang teramati adalah difraksi yang analog
terhadap sinar x.
E0 = me c2 ≡ 0, 5 × 106 eV (1.40)
Oleh karena itu, jika suatu energi sebesar 109 eV (1, 67 × 10−10 Joule)
diberikan pada elektron, maka elektron tersebut akan bergerak de-
ngan suatu kecepatan yang mendekati kelajuan cahaya, dan oleh
karena itu harus dianalisis menggunakan dinamika relativistik. Re-
lasi(1.37)
h
λ= (1.41)
p
hc
λ ≡ (1.43)
E
6, 63 × 10−34 × 3 × 108
=
1, 67 × 10−10
= 1, 2 × 10−15 m
= 1, 2f m (1.44)
1 karena E = m c2 hanya dalam orde 106 eV sedangkan E dalam orde 109 eV, sehingga
0 e
E0 E yang menyebabkan E0 dapat diabaikan.
18 Pendahuluan
c
λ= p (1.45)
ν2 − ν02
Solusi
Pertama, kita mencari bagaimana frekuensi angular ω bergantung pada
bilangan gelombang k. KIta memiliki ω = 2πν; sehingga dengan menggu-
nakan Persamaan (1.37), kita memeliki
r r
c2 2 c2 k 2
ω(k) = 2π 2
+ ν0 = 2π + ν02 (1.46)
λ 4π 2
dω
vg = kecepatan grup gelombang (1.47)
dk
2π 2kc2
= q 2
2 c4πk2 + ν02 4π
2 2
c2 k
=
2πv
2π c2
=
λ 2πv
c2
=
λv
c2
= (1.48)
vp
1.6 Soal-Soal Latihan 19
ρ adalah kerapatan.
p g
(b) ν = 2πλ (gelombang air dalam).
2. Anggap intensitas cahaya sebesar 10−10 W/m2 secara normal (tegak lu-
rus) terpapar pada sebuah permukaan logam. Atom-atom terpisah kira-
kira sekitar 3Å dan terdapat masing-masing satu elektron bebas (elektron
yang tidak berpasangan) per atom. Energi ikat sebuah elektron pada
permukaan logam tersebut adalah 5 eV. Anggap bahwa cahaya tersebut
terdistribusi seragam pada permukaan logam yang disinari tersebut dan
energinya diserap oleh elektron-elektron pada permukaan logam tersebut.
Jika radiasi yang datang diperlakukan secara klasik (sebagai gelombang),
berapa lama kah harus menunggu setelah berkas cahaya tersebut me-
nyinari permukaan logam tersebut sampai sebuah elektron beroleh cukup
energi untuk dilepaskan sebagai sebuah fotoelektron?
SELAMAT BELAJAR,
”Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan, tetapi orang
bodoh menghina hikmat dan didikan” (Amsal 1:7)
”Cobalah memahami rahasia alam dengan kemampuan kita yang terbatas dan
anda akan mendapati bahwa di balik semua hukum dan hubungan alam yang
bisa dilihat, masih ada sesuatu yang tidak kasat mata, tidak berwujud dan
tidak bisa dijelaskan. Memuja kekuatan di luar apapun yang bisa kita pahami
adalah agama saya. Sampai sejauh itu saya memang percaya Tuhan.”
Albert Einstein (1879-1955)
Bab 2
Dasar-Dasar Matematika
Medan kompleks yang dinotasikan oleh C adalah medan yang dihasilkan oleh bi-
langan a+ib, dengan a dan b adalah bilangan real dan i adalah solusi x2 +1 = 0,
√
yaitu i = −1. Jika z = a + ib, maka a disebut bagian real dari z dan dit-
ulis Re(z); b disebut bagian imaginer dari z dan ditulis Im(z). Konjagate
Kompleks z = a + ib adalah a − ib dan dituliskan dengan z̄ atau juga ser-
∗
ing dipakai tanda (asterik). Penjumlahan dan Perkalian bilangan kompleks
dilakukan menurut aturan berikut:
z̄
z −1 =
z z̄
a −b
= +i 2 (2.3)
a2 +b 2 a + a2
w
= wz −1 (2.4)
z
dan disebut modulus z. Sudut θ disebut argument z dan ditulis arg (z). Karena
titik pada bidang bisa dicirikan oleh koordinat polar, yaitu pasangan (r, θ),
dengan r > 0 dan 0 ≤ θ ≤ 2π, kita dapat menuliskan sebuah bilangan kompleks
22 Dasar-Dasar Matematika
Kompleks.JPG
dalam suku-suku dari modulus dan argumennya. Kita dapat dengan mudah
memverifikasi
a = r cos θ b = r sin θ (2.6)
dan
p b
r= a2 + b2 θ = tan−1 ( ) (2.7)
a
dan oleh karena itu
z = r(cos θ + i sin θ) = reiθ (2.8)
v+0=0+v =v (2.9)
2.2 Ruang-Ruang Vektor pada C 23
3. α(v + u) = αv + αu
4. (α + β)v = αv + βv
5. (α · β)v = α(βv)
6. 0 · v = 0, α · 0 = 0, 1 · v = v
dan kita mendefinisikan perkalian oleh sebuah skalar (bilangan kompleks z) oleh
v = a1 u1 + · · · + an un (2.12)
untuk setiap u dalam V . Hal yang serupa, kita mendefinisikan produk dari dua
operator linear dengan
(T · S)(v) = T [S(v)] (2.15)
Catat bahwa representasi matriks dari sebuah operator bergantung pada pemil-
ihan basis. Untuk matriks-matriks tak berhingga, adalah mungkin untuk men-
jumlahkan dan mengalikan matriks-matriks tak berhingga seperti pada matriks
2.3 Operator-Operator Linear dan Matriks 25
Sebuah ruang vektor yang memiliki suatu inner produk disebut ruang inner
produk/ruang produk dalam (inner product space). Kita bisa menggunakan inner
product untuk mencirikan beberapa definisi yang berguna. N orm (panjang)
sebuah vektor v adalah
p √ √
kvk = hv, vi = v·v = v · v∗ (2.22)
Jika kvk = 1, maka v disebut sebuah vektor satuan dan dikatakan ternormal-
isasi. Dua vektor u dan v dikatakan ortogonal
hu, vi = 0 (2.23)
Operator dan Inner Product: Anggap T adalah sebuah operator linear pada
V dan anggaplah V merupakan sebuah ruang inner product. Bisa ditunjukkan
bahwa terdapat sebuah operator khas yang dinotasikan T † yang memenuhi
hT u, vi = hu, T † vi (2.27)
T v = λv (2.29)
berlaku untuk matriks. Catat bahwa jika V memiliki sebuah basis yang men-
gandung vektor-vektor eigen dari operator T , maka T direpresentasikan relatif
terhadap basis tersebut sebagai sebuah matriks diagonal. Matriks-matriks diag-
onal tidak hanya memudahkan pekerjaan, tapi juga merefleksikan karakteristik
sistem fisika seperti kuanta energi (energi yang terpaket-paket atau energi yang
bersifat diskrit) dan seterusnya. Vektor eigen bisa dikatakan sebagai vektor-
vektor pembentuk basis.
Polinomial Karakteristik Anggap bahwa sebuah operator linear T direp-
resentasikan dalam beberapa basis oleh matriks A. Polinomial karakteristik dari
operator T didefinisikan oleh
∆(t) = 0 (2.31)
atau
det(λI − A) = 0 (2.32)
Ekspresi ini tidak tergantung pada pemilihan basis. Hasil berikut menyediakan
sebuah metode untuk mencari nilai eigen dari sebuah matriks atau pun dari
sebuah operator: skalar λ adalah sebuah nilai eigen dari sebuah operator T jika
dan hanya jika λ adalah sebuah akar dari polinomial karakteristik operator T ,
yaitu ∆(t) = 0. jika A adalah sebuah operator Hermitian atau sebah matriks
uniter, maka terdapat sebuah matriks uniter U sehingga U AU −1 adalah sebuah
matriks diagonal.
Bukti:
U AU −1 = A(U U −1 ) ⇒ U U −1 = I
Catat juga bahwa jika A dan B adalah matriks-matriks Hermitian maka se-
buah persyaratan yang penting dan perlu sehingga keduanya bisa didiagonalisasi
1 matriks yang nilai semua elemen diagonal utamanya adalah 1 dan elemen-elemen lainnya
adalah 0.
28 Dasar-Dasar Matematika
AB = BA (2.33)
Konsep-konsep ini memiliki pengertian fisika yang penting dan akan dibahas
dalam detail yang lebih besar pada Bab 4.
terdefinisi (dalam hal ini konvergen). Dapat ditunjukkan bahwa himpunan se-
mua fungsi serupa ini adalah suatu ruang vektor berdimensi tidak berhingga,
yang dinotasikan L2 (0, l). Kita dapat mendefinisikan untuk L2 (0, l) sebuah innr
product Z l
hf, gi = f (x)g(x)dx (2.35)
0
Setiap fungsi f (x) dalam L2 (0, l) bisa diekspansikan dalam sebuah deret F ourier,
∞
X 2π
f (x) = fn eikn x kn = n (2.36)
n=−∞
l
1
Berdasarkan relasi ini, kita dapat meninjau fungsi en = √
l
eikn x sebagai sebuah
basis dari ruang vektor berdimensi tidak berhingga L2 (0, l): Setiap fungsi (vek-
tor) dalam ruang ini bisa diekspansikan sebagai sebuah kombinasi linear dari
vektor-vektor basis. Hal itu dapat ditunjukkan bahwa {en } membentuk sebuah
basis ortonormal, yaitu
hei , ej i = δij (2.37)
Koefisien fn dalam ekspansi ini disebut koef isien F ourier dan diturunkan den-
gan menggunakan relasi
Z l
1
fn = f (t)e−ikn t dt (2.38)
l 0
Karena fungsi en bersifat periodik, yaitu memiliki periode l, tidaklah sulit untuk
menunjukkan bahwa ekspansi Fourier yang dikembangkan di atas juga berlaku
untuk fungsi-fungsi periodik f (x) yang berperiode l.
2.6 Fungsi Delta Dirac 29
F (k) dan f (k) dikatakan menjadi transformasi Fourier satu sama lainnya. Ru-
musan Parseval-Plancherel menyatakan bahwa sebuah fungsi dan transformasi
Fouriernya memiliki norm(panjang) yang sama:
Z ∞ Z ∞
2
kf (x)k dx = kF (k)k2 dk (2.41)
−∞ −∞
Pada Sessi 2.3 kita menggunakan funggsi delta Kronecker δmn , yang meng-
hasilkan nilai 1 jika bilangan bulat m dan n adalah sama dan 0 jika nilai ked-
uanya berbeda. Terdapat sebuah analogi kontinu terhadap fungsi δ Kronecker,
yaitu fungsi delta Dirac (fungsi δ Dirac). Definisikan fungsi δε sebagai
1
ε untuk − 2ε ≤ x ≤ 2ε
δε = (2.42)
0 untuk |x| ≥ 2ε
Karena ini adalah sebuah operasi linear yang memetakan sebuah f ungsi ter-
hadap sebuah bilangan, fungsi δ dapat dilihat sebagai sebuah f ungsional (fung-
sional adalah fungsi yang berparameterkan fungsi lainnya). Fungsi δ sering di-
gunakan untuk mendeskripsikan sebuah partikel yang terlokalisasi pada sebuah
titik r0 = (x0 , y0 , z0 ) dalam sebuah ruang Euclidean (ruang datar berdimensi-n)
berdimensi tiga yang mendefinisikan δ(r − r0 ):
Penjelasan tambahan mengenai Fungsi δ Dirac ini dapat dilihat pada Lampiran
A.2 dibagian akhir Bab ini.
Masalah utama dalam mekanika kuantum adalah menyelesaikan Persamaan
Schrödinger yang merupakan Persamaan diferensial orde dua. Pada umumnya,
solusi dari sebuah Persamaan diferansial orde dua berupa deret, maupun fungsi-
fungsi khusus yang membentuk suatu polinomial tertentu. Dalam Sesi-Sesi
berikutnya, kita akan sedikit mereview secara singkat tools ini.
(−1)l dl 2
Pl (x) = (x − 1)l (2.54)
2n n! dxl
P0 (x) = 1 (2.55)
P1 (x) = x (2.56)
1
P2 (x) = (3x2 − 1) (2.57)
2
1
P3 (x) = (5x3 − 3x) (2.58)
2
1
P4 (x) = (35x4 − 30x2 + 3) (2.59)
8
P0 (cos θ) = 1 (2.60)
P1 (cos θ) =
cos θ (2.61)
1
P2 (cos θ) = (1 + 3 cos 2θ) (2.62)
4
1
P3 (cos θ) = (3 cos θ + 5 cos 3θ) (2.63)
8
d2 m2
d
(1 − x2 ) 2 − 2x + l(l + 1) − Plm (x) = 0 (2.67)
dx dx 1 − x2
dan
1 ∂2
1 ∂ ∂
sin θ + + l(l + 1) Ylm (θ, φ) = 0 (2.77)
sin θ ∂θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
Ylm (θ, φ) memiliki paritas yang terdefinisikan dengan baik sebagai berikut
Z 2π Z π
0
dφ [Ylm
0 (θ, φ)]∗ Ylm (θ, φ) sin θdθ = δl0 l δm0 m (2.79)
0 0
∞ X
X l
Ylm (θ, φ)[Ylm (θ0 , φ0 )]∗ = δ(cos θ − cos θ0 )δ(φ − φ0 )
l=0 m=−l
1
= δ(θ − θ0 )δ(φ − φ0 ) (2.80)
sin θ
∂ p
eiφ − m cot θ Ylm (θ, φ) = l(l + 1) − m(m + 1)Ylm+1 (θ, φ)(2.81)
∂θ
∂ p
e−iφ − − m cot θ Ylm (θ, φ) = l(l + 1) − m(m − 1)Ylm−1 (θ, φ)(2.82)
∂θ
s s
m (l + 1 + m)(l + 1 − m) m (l + m)(l − m) m
Yl (θ, φ) cos θ = Yl+1 + Y (2.83)
(2l + 1)(2l + 3) (2l + 1)(2l − 1) l−1
34 Dasar-Dasar Matematika
dimana α adalah sudut diantara arah-arah (θ1 , φ1 ) dan (θ2 , φ2 ). Hasil ini dikenal
sebagai Teorema penjumlahan harmonik-harmonik bola.
Jika l = 0, 1, 2, . . . , J−l (x) = −1l Jl (x). Jika l 6= 0, 1, 2, . . . , Jl (x) dan J−l (x)
adalah bebas linier. Dalam kasus ini Jl (x) dibatasi(bounded) pada x = 0,
sementara J−l (x) adalah fungsi Bessel tidak terikat (unbounded) jenis kedua.
Nl (x) (yang juga disebut fungsi-fungsi Nuemann) didefinisikan oleh
Jl (x) cos(lπ) − J−l (x)
Nl (x) = (l 6= 0, 1, 2, . . .) (2.107)
sin(lπ)
Fungsi-fungsi ini adalah tidak terikat/terbatasi pada x = 0. Solusi umum Per-
samaan diferensial Bessel (2.105) adalah
y(x) = AJl (x) + BJl (x) l 6= 0, 1, 2, . . .
(2.108)
y(x) = AJl (x) + BNl (x) untuk semua l
36 Dasar-Dasar Matematika
sin x
j0 (x) = (2.113)
x
sin x cos x
j1 (x) = 2 − (2.114)
x x
3 1 3
j2 (x) = − sin x − 2 cos x (2.115)
x3 x x
cos x
n0 (x) = − (2.116)
x
cos x sin x
n1 (x) = − 2 − (2.117)
x x
3 1 3
n2 (x) = − cos x − 2 sin x (2.118)
x3 x x
dan
jl (x)x→∞ → xl sin x − lπ
2 (2.120)
nl (x)x→∞ → − x1 cos x − lπ
2
Solusi
√
a Ingat bahwa i = −1 dan i2 = −1, maka
zz = (a + ib) + (a − ib) = a2 + b2 − iab + iab = a2 + b2 = |z|2
= (a1 + a2 ) + i(b1 + b2 )
= (a1 + a2 ) − i(b1 + b2 )
= z1 + z2
= (a1 a2 − b1 b2 ) + i(a1 b2 + a2 b1 )
= a1 a2 − b1 b2 − i(a1 b2 + a2 b1 )
= z1 z2
e |z1 z2 |2 = z1 z2 z1 z2 = z1 z2 z1 z2 = z1 z1 z2 z2
maka |z1 z2 k2 = |z1 |2 |z2 |2
1+i 5
2. Hitunglah ( 1−i ) .
Solusi
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus ini:
38 Dasar-Dasar Matematika
Metode a:
1+i 5 (1 + i)(1 + i) 5
( ) = [ ]
1−i (1 − i)(1 − i)
(1 + i)(1 − i) 5
= [ ]
2
2i
= ( )5
2
= i5
= i (2.121)
Metode b:
√
1+i 5 2(cos 45o + sin 45o ) 5
( ) = [√ ]
1−i 2(cos 45o − sin 45o )
eiπ/4 5
= ( )
e−iπ/4
= (eiπ/2 )5
= eiπ/2
= i (2.122)
Ingat:
z1 z1 z2
=
z2 z2 z2
atau
z1 z1 z2∗
=
z2 z2 z2∗
Solusi
Anggap bahwa T dan S adalah operator-operator linear,α adalah skalar
(bilangan kompleks), u dan ν adalah vektor-vektor, maka
dan
= T [S(u) + αS(ν)]
= T [S(u)] + αT [S(ν)]
Solusi
Kita mendefinisikan pemetaan d
dx dari V menuju V 0 :
d
f (x) = f 0 (x) (2.125)
dx
Proof.
d
(f + αg)(x) = [f + αg]0 (x)
dx
= f 0 (x) + αg 0 (x)
d d
= f (x) + α g(x) (2.126)
dx dx
Solusi
Kita memulainya dengan memeriksa empat persyaratan bahwa sebuah
inner product pada V harus memenuhi
40 Dasar-Dasar Matematika
n
X
ha, bi = ai bi
i=1
n
X
= ai bi
i=1
= hb, ai (2.127)
n
X
ha + a0 , bi = (ai + a0i )bi
i=1
n
X n
X
= ai · bi + a0i · bi
i=1 i=1
= ha, bi + ha0 , bi (2.128)
dan
n
X
hαa, bi = (αai )bi
i=1
Xn
= α ai bi
i=1
= αha, bi (2.129)
akhirnya,
n
X n
X
ha, ai = ai ai = |ai |2 (2.130)
i=1 i=1
dan lebih besar dari nol jika salah satu ai bukanlah nol.
a (A† )† = A.
b (AB)† = B † A† .
Solusi
= hBv, A† ui
= hv, B † A† ui (2.131)
c Kita menuliskan
(A + A† )† = A† + (A† )† = A† + A = A + A† (2.132)
Solusi
Anggap λ adalah sebuah nilai eigen dari T , dan T = T † . Untuk setiap
v 6= 0 dalam V ,
λhv, vi = hλv, vi
= hT v, vi
= hv, T vi
= hv, λvi
= hλv, vi∗
= λ∗ hv, vi (2.135)
42 Dasar-Dasar Matematika
Karena hv, vi adalah sebuah bilangan real positif (v 6= 0), hal itu mengikuti
λ = λ∗ , sehingga λ adalah sebuah bilangan real. Fakta bahwa nilai-nilai
eigen operator-operator Hermitian adalah real, adalah sangat penting.
Karena nilai-nilai eigen ini bisa merepresentasikan besaran-besaran fisika.
Solusi
Anggap T v = λv dan T u = µu, dimana µ 6= λ. Maka
λhv, ui = hλv, ui
= hT v, ui
= hv, T † vi
= hv, T ui
= hv, µui
= µ∗ hv, ui (2.136)
Jadi,
(λ − µ∗ )hv, ui = (λ − µ)hv, ui
= 0 (2.137)
Solusi
Jika
T = T† (2.138)
TT† = T †T
= T 2. (2.139)
2.12 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 43
T = −T † (2.140)
maka
TT† = T †T
= −T 2 (2.141)
hT u, T vi = hu, vi (2.142)
hu, ui = hT u, T ui
= hu, T T † ui (2.143)
I − TT† = 0 (2.145)
Hal ini juga melengkapi bukti bahwa T adalah sebuah operator normal.
Solusi
44 Dasar-Dasar Matematika
dan
Z ∞
hαf, gi = αf (x)g ∗ (x)dx
−∞
Z ∞
= α f (x)g ∗ (x)
−∞
= αhf, gi (2.149)
Z ∞
hf, f i = |f (x)|2 dx (2.150)
−∞
11. (a)Tunjukkanlah bahwa jika hv, ui = hv, wi untuk setiap v dalam V , maka
u = w. (b) Tunjukkanlah bahwa jika T dan S adalah dua operator linear
dalam V yang memenuhi hT v, ui = hSv, wi untuk setiap u, v dalam V,
maka S = T .
Solusi
hu − w, u − wi = 0 (2.151)
Solusi
Anggap U AU −1 = D1 , U BU −1 = D2 dimana D1 dan D2 adalah matriks-
matriks diagonal. Oleh karena itu,
U (AB)U −1 = U AU −1 U BU −1
= D1 D2
= D2 D1
= U BU −1 U AU −1
= U (BA)U −1 (2.152)
Dengan mengalikan pada sisi kanan terhadap U dan pada sisi kiri dengan
U −1 kita memperoleh AB = BA. Hasil ini sengat penting dalam mekanika
kuantum, sifat ini memiliki arti bahwa matriks A dan B saling komutatif.
13. Tunjukkanlah bahwa modulus dari nilai-nilai eigen sebuah operator uniter
adalah sama dengan 1.
Solusi
Anggap T adalah sebuah operator uniter, dan misalkan v 6= 0 adalah
sebuah vektor eigen dengan nilai eigen λ. maka
hv, vi = hT v, T vi
= hλv, λvi
λλ∗ = |λ|2
= 1 (2.154)
a Jika λ 6= 0 adalah sebuah bilangan real dan g(x) = f (λx + y), buk-
tikanlah bahwa
1 iky/λ k
G(k) = e F( ) (2.155)
λ λ
46 Dasar-Dasar Matematika
Solusi
a Oleh definisi
Z ∞
G(k) = g(x)e−ikx dx
−∞
Z ∞
= f (λx + y)e−ikλ dx
−∞
Z ∞
1
= f (λx + y)e(−ik/λ)(λx+y) eiky/λ d(λx + y)
−∞ λ
1 iky/λ ∞
Z
= e f (s)e−i(k/λ)s ds
λ −∞
1 iky/λ k
= e F( ) (2.157)
λ λ
b Tinjau ekspresi
∞
F (k + h) − F (k) eihx − 1
Z
1
=√ f (x)e−ikx ( )dx (2.158)
h 2π −∞ h
ihx
−1
Dengan mengambil limh→0 ( e h ) = −ix, kita memperoleh
Z ∞
1
F [f 0 (x)] = √ −ixf (x)e−ikx dx
2π −∞
= F [−ixf (x)] (2.159)
a F [δ(x − x0 )] = F [δ(x)]e−ikx0
b F [δ(ax)] = a1 F [δ( ka )]
Solusi
a Oleh definisi
Z ∞
1
F [δ(x − x0 )] = √ δ(x − x0 )e−ikx dx
2π −∞
Z ∞
1
= √ δ(z)e−izk e−ikx0 dz
2π −∞
= F [δ(x)]e−ikx0 (2.160)
2.12 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 47
b
Z ∞
1
F [δ(ax)] = √ δ(ax)e−ikx dx
2π −∞
Z ∞
1 1
= √ δ(z)e−izk e−ikx0 dz
2π −∞ a
1 k
= F [δ( )] (2.161)
a a
48 Dasar-Dasar Matematika
Petunjuk: Jika λ adalah sebuah nilai eigen, maka Av = λv, atau dengan
kata lain (A − λI)v = 0 untuk beberapa v 6= 0. Hal ini mengimplikasikan
bahwa det(A − λI)v = 0. Selesaikan Persamaan ini untuk λ, kemudian
substitusikan λ dan carilah v.
1 1 1 1
{ √ , √ sin k, . . . , √ cos k, √ cos 2k, . . .}
2π π π π
p(x) = a0 + a1 x + . . . + an xn
π−x
f (x) = , 0 ≤ x ≤ 2π.
2
2πn
dimana kn = L . Koefisien an dari deret tersebut diberiikan oleh
Z L
1
an = f (x)e−ikn x dx (2.164)
L 0
F (k) = F [f (x)]
Z ∞
1
= √ f (x)e−ikx dx (2.165)
2π −∞
sedangkan transformasi Fourier baliknya (invers F ourier transf ormation) adalah
Z ∞
1
f (x) = √ F (k)eikx dk (2.166)
2π −∞
Perlu diperhatikan bahwa dalam mekanika kuantum, kita mendefinisikan transformasi-
transformasi dengan cara yang sedikit berbeda, seperti yang berikut ini:
Ψ(k) = F [ψ(x)]
Z ∞
1
= √ ψ(x)e−ipx/~ dx (2.167)
2π~ −∞
dan
Z ∞
1
ψ(x) = √ Ψ(k)eipx/~ dk (2.168)
2π~ −∞
Beberapa sifat-sifat penting dan yang bermanfaat dari fungsi δ Dirac adalah:
δ(−x)
= δ(x) (2.172)
1
δ(cx) = δ(x) untuk c>0 (2.173)
c
xδ(x − x0 ) = x0 δ(x − x0 ) (2.174)
dimana
1
δ(r − r0 ) = δ(r − r0 )δ(θ − θ0 )δ(φ − φ0 )
r2 sin θ
1
= δ(r − r0 )δ(cos θ − cos θ0 )δ(φ − φ0 ) (2.186)
r2
52 Dasar-Dasar Matematika
dθ(x)
δ(x) = (2.189)
dx
SELAMAT BELAJAR
”Tuhan tidak bermain dadu.” (Albert Einstein)
”For from him and through him and to him are all things. To him
be the glory forever! Amen.(Romans 11:36)”,
(a) Fungsi gelombang ψ(r, t) haruslah merupakan fungsi kuadrat yang terin-
tegalkan (square − integrable), yang dalam hal ini,
Z
|ψ(r, t)|2 d3 r (3.3)
adalah berhingga.
Ketika C = 1, yang juga mengakibatkan hasil integral diruas kanan juga bernilai
1, kita katakan bahwa fungsi gelombang ψ(r, t) ternormalisasi. Sebuah fungsi
gelombang ψ(r, t) haruslah berhingga, berharga tunggal dan kontinu di-
manapun.
Interpretasi Kopenhagen: ψ tidaklah memiliki arti fisis, namun |ψ|2
memiliki arti fisis sebagai kerapatan peluang menemukan sebuah partikel dalam
suatu ruang dan pada waktu tertentu.
dengan keadaan sistem kuantum tersebut. Ada tiga persyaratan utama yang
sering disebut sebagai syarat-syarat batas (boundary conditions) atau juga biasa
disebut sebagai syarat-syarat kesesuaian (matching conditions) yaitu:
a ψ dan turunannya ( ∂ψ
∂r ) haruslah berhingga. Syarat ini ada karena fungsi
b ψ dan turunannya ( ∂ψ
∂r ) haruslah kontinu. Artinya pada suatu suatu
c ψ dan turunannya ( ∂ψ
∂r ) haruslah berharga tunggal. Syarat ini muncul
Fungsi gelombang sebuah Partikel yang berada dalam pengaruh subuah poten-
sial tidak bergantung waktu V(r) memenuhi Persamaan Schrödinger
∂ψ(r, t) ~2 2
i~ =− ∇ ψ(r, t) + V(r)ψ(r, t) (3.7)
∂t 2m
Persamaan Schrödinger adalah sebuah persamaan diferensial orde dua terhadap
koordinat ruang1 . Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk men-
cari solusi Persamaan Schrödinger adalah metode pemisahan variabel. Dengan
memanfaatkan metode pemisahan variabel (separation of variables) ψ(r, t) =
φ(r)χ(t), kita memiliki χ(t) = Ae−iωt (A dan ω adalah konstanta), dimana
φ(r) haruslah memenuhi persamaan
~2 2
− ∇ φ(r) + V(r)φ(r,) = ~ωφ(r) (3.8)
2m
1 Untuk ruang satu dimensi, Persamaan ini adalah merupakan Persamaan diferensial orde
dua terhadap x, untuk kasus tiga dimensi, Persamaan ini merupakan Persamaan diferensial
orde dua terhadap x, y, z, dan untuk n dimensi, Persamaan ini merupakan Persamaan Difern-
sial orde dua terhadap xn .
56 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
dimana ~ω adalah energi dari keadaan E. Persamaan (3.8) adalah sebuah Per-
samaan Schrödinger keadaan stasioner, yaitu sebuah Persamaan Schrödinger
yang hanya bergantung pada posisi, dimana sebuah fungsi gelombang yang berben-
tuk
ψ(r, t) = φ(r)e−iωt = φ(r)e−iE t/~ (3.9)
dimana φ(r) adalah bagian spasial (keruangan) dari suatu keadaan stasioner,
ψn (r, t) = φ(r)e−iωn t . Dalam kasus ini, berdasarkan Prinsip Superposisi, evolusi
waktu dari ψ(r, 0) digambarkan oleh
X
ψ(r, 0) = φ(r)e−iωn t (3.11)
n
gelombang tersebut dengan konjugate kompleksnya, maka perkalian dua suku yang men-
gandung fungsi waktu akan sama dengan satu, sehingga kerapatan peluang (kuadrat fungsi
gelombangnya) hanya akan dipengaruhi oleh r.
3 Karena tidak lenyap di ±∞
3.4 Produk Skalar Fungsi Gelombang: Operator 57
mensi, Z
1
ψ(x, t) = √ g(k)ei[kx−ω(K)t] dk (3.14)
2π
Terhadap tiap fungsi-fungsi gelombang φ(r) dan ψ(r), kita menggabungkan se-
buah bilangan kompleks yang didefinisikan oleh
Z
(φ, ψ) = φ∗ (r)ψ(r)d3 r (3.15)
Harga rata-rata (mean value) dari sebuah operator A dalam keadaan ψ(r)
didefinisikan oleh Z
hAi = ψ ∗ (r)[Aψ(r)]d3 r (3.19)
dimana p2 adalah sebuah notasi yang dipersingkat dari operator p2x + p2y +
p2z . Dengan menggunakan formulasi operator, Persamaan Schrödinger dituliskan
dalam bentuk
∂ψ(r, t)
i~ = Hψ(r, t) (3.22)
∂t
Jika energi potensialnya tidak bergantung waktu, sebuah solusi keadaan sta-
sioner harus memenuhi persamaan
dimana E adalah sebuah bilangan real yang disebut energi keadaan. Persamaan
(3.23) merupakan Persamaan harga eigen (eigenvalue/nilaidiri) dari operator
H. Penggunaan operator H pada fungsi eigen φ(r) menghasilkan fungsi yang
sama, yang dikalikan dengan nilai eigen E yang bersesuaian. Nilai-nilai energi
yang diijinkan adalah nilai-nilai eigen dari operator H.
Pada saat t, peluang dP (r, t) dalam sebuah elemen volume kecil tak berhingga
d3 r yang berlokasi di r adalah
Integral terhadap ρ(r, t) terhadap semua ruang masih konstan pada segala
waktu. Catat bahwa hal ini tidak berarti bahwa ρ(r, t) harus bebas terhadap
waktu pada setiap titik r. Namun, kita bisa mengekspresikan suatu kekekalan
peluang lokal dalam bentuk sebuah Persamaan kontinuitas,
∂ρ(r, t)
+ ∇ · J(r, t) = 0 (3.26)
∂t
~
J(r, t) = [ψ ∗ (∇ψ) − ψ(∇ψ ∗ )] (3.27)
2mi
1 ~
= Re[ψ ∗ ( ∇ψ)] (3.28)
m i
3.5 Kerapatan Peluang dan Arus Peluang 59
JR
R=| | (3.29)
JI
JT
T=| | (3.30)
JI
60 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
Solusi
(a) Kita substitusikan ψ(r, t) = φ(r)χ(t) ke dalam Persamaan Schrödinger
dχ(t) ~2 2
i~φ(r) = χ(t)[− ∇ φ(r)] + χ(t)V (r)φ(r) (3.32)
dt 2m
Dalam wilayah dimana fungsi gelombang ψ(r, t) tidak lenyap, kita mem-
bagi kedua sisi Persamaan(3.32) dengan φ(r, t)χ(t), maka kita peroleh
i~ dχ(t) 1 ~2 2
= [− ∇ φ(r)] + V (r) (3.33)
χ(t) dt φ(r) 2m
~2 2
− ∇ φ(r) + V (r)φ(r) = ~ωφ(r) (3.36)
2m
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 61
= [φ(r)e(−iωt) ][φ(r)e(−iωt) ]∗
= φ(r)e(−iωt) φ∗ (r)e(iωt)
= |φ(r)|2 (3.37)
P12 P2
H=+ 2 + V (x1 − x2 ) (3.38)
2m1 2m2
(a) Tulislah Persamaan Schrödinger menggunakan variabel-variabel baru
x dan X, dimana
m1 x1 +m2 x2
x = x1 − x2 (jarak relatif) X = m1 +m2 (pusat massa) (3.39)
Solusi
(a) Dalam suku-suku x1 dan x2 , fungsi gelombang kedua partikel diatur
oleh Persamaan Schrödinger:
∂ψ(x1 , x2 , t)
i~ = Hψ(x1 , x2 , t)
∂t
~2 ∂ 2 ψ(x1 , x2 , t) ~2 ∂ 2 ψ(x1 , x2 , t)
= − 2 −
2m1 ∂x1 2m2 ∂x22
+V (x1 − x2 )ψ(x1 , x2 , t) (3.40)
atau
∂ ∂ m1 ∂ ∂ ∂ m2 ∂
= + = + (3.44)
∂x1 ∂x m1 + m2 ∂X ∂x2 ∂x m1 + m2 ∂X
∂2 ∂ m1 ∂ ∂ m1 ∂
= ( + )( + )
∂x21 ∂x m1 + m2 ∂X ∂x m1 + m2 ∂X
∂2 m1 ∂ ∂ m1 ∂ ∂
= 2
+ +
∂x m1 + m2 ∂x ∂X m1 + m2 ∂X ∂x
2
m1 ∂
+( )2 (3.45)
m1 + m2 ∂X 2
2
∂2 ∂2 ∂2
m1 2m1 ∂ ∂
2 = + + (3.46)
∂x1 ∂x2 m1 + m2 ∂X 2 m1 + m2 ∂X ∂x
∂2 ∂ m2 ∂ ∂ m2 ∂
= (− + )(− + )
∂x22 ∂x m1 + m2 ∂X ∂x m1 + m2 ∂X
2 2
∂2
m2 ∂ 2m2 ∂ ∂
= 2
+ 2
+ (3.47)
∂x m1 + m2 ∂X m1 + m2 ∂X ∂x
Hφ(x, X) = ET φ(x, X)
m1 +m2
dengan µ = m1 m2 , yaitu massa tereduksi sistem. Dengan melakukan
Pemisahan variabel φ(x, X) = ξ(x)η(X), Persamaan(3.49) menjadi
~2 1 ∂ 2 ξ(x) ~2 1 ∂ 2 η(X)
m1 + m2 1
− +V (x) = +ET
2 ξ(x) m1 m2 ∂x2 2 η(X) m1 + m2 ∂X 2
(3.50)
Sisi kiri Persamaan(3.50) hanya bergantung pada x, sedangkan sisi kanan-
nya adalah hanya sebuah fungsi X. Oleh karena itu masing-masing sisi
hanya bergantung pada x ataupun juga hanya pada X dan karenanya,
keduanya sama dengan sebuah konstanta. Kita atur
~2 1 ∂ 2 η(x)
1
− = Ecm (3.51)
2 η(X) m1 + m2 ∂X 2
64 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
~2
2
1 ∂ η(X)
− = Ecm η(X) (3.52)
2 m1 + m2 ∂X 2
~2 m1 + m2 ∂ 2 ξ(x)
− + V (x)ξ(x) = ET − Ecm (3.53)
2 m1 m2 ∂x2
dhxi hpi
a dt = m
dhxi
b dt = − dV
dx , dimana hxi dan hpi secara berurutan adalah nilai
rata-rata gaya yang bekerja pada partikel. Hasil ini bisa digener-
alisasi kepada operator-operator jenis lainnya dan disebut T eorema
Ehrenf est.
Solusi
∂ψ(x, t) i~ ∂ 2 ψ(x, t) i
= − V (x)ψ(x, t) (3.54)
∂t 2m ∂x2 ~
∂ψ ∗ (x, t) i~ ∂ 2 ψ ∗ (x, t) i
=− − V (x)ψ ∗ (x, t) (3.55)
∂t 2m ∂x2 ~
Perlu dicatat bahwa dalam kasus ini kita mengasumsikan bahwa V (x)
adalah real. Integral Z ∞
|ψ(x, t)|2 dx
−∞
d ∞ ∗
Z
dhxi
= ψ (x, t)xψ(x, t)dx
dt dt −∞
Z ∞ Z ∞
∂ψ ∗ (x, t) ∂ψ(x, t)
= xψ(x, t)dx + ψ ∗ (x, t)x dx
−∞ ∂t −∞ ∂t
(3.58)
Ingat
Metode Integral Parsial:
misalkan u dan v adalah fungsi-fungsi yang berparameterkan x, maka
Z Z
udv = uv − vdu
Suku kedua dan suku ketiga saling meniadakan dan suku terakhir sama
dengan nol karena sifat Persamaan(3.57). Pada akhirnya, dengan mener-
apkan integral parsial pada suku pertama Persamaan(3.61), kita menda-
patkan
"Z #
ξ Z ξ
dhxi i~ ∗ ξ ∗ ∂ψ(x, t)
= − lim −[ψ (x, t)ψ(x, t)]−ξ + 2 ψ (x, t) dx
dt 2m ξ→∞ −ξ −ξ ∂x
1 ξ ∗
Z
~ ∂ψ(x, t) ~ ∂
= ψ (x, t) dx =⇒ Ingat bahwa:p =
m −ξ i ∂x i ∂x
1
= hpi (3.62)
m
Suku pertama pada baris pertama Persamaan(3.62) lenyap karena sifat
Persamaan(3.56)
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 67
d ∞ ∗
Z
dhpi ~ ∂ψ(x, t)
= ψ (x, t) dx
dt dt −∞ i ∂x
~ ∞ ∂ 2 ψ ∗ (x, t) ∂ψ(x, t) ~ ∞ ∗
Z Z
∂ ∂ψ(x, t)
= dx + ψ (x, y) dx
i −∞ ∂t ∂x i −∞ ∂t ∂x
(3.63)
∞ Z ∞
~2 ∂ 2 ψ ∗ (x, t) ∂ψ(x, t)
Z
dhpi ∂ψ(x, t)
= − 2
dx + V (x)ψ ∗ (x, t) dx
dt 2m−∞ ∂x ∂x −∞ ∂x
Z ∞ Z ∞
~2 ∂ 3 ψ(x, t) ∂
+ ψ ∗ (x, t) dx − ψ ∗ (x, t) [V (x)ψ(x, t)]dx
2m −∞ ∂x3 −∞ ∂x
(3.64)
∞
∂ 2 ψ ∗ (x, t) ∂ψ(x, t)
Z
I = dx
−∞ ∂x2 ∂x
( ξ Z ξ )
∂ψ ∗ (x, t) ∂ψ(x, t) ∂ψ ∗ (x, t) ∂ 2 ψ(x, t)
= lim − dx
ξ→∞ ∂x ∂x −ξ −ξ ∂x ∂x2
(3.65)
∞
∂ψ ∗ (x, t) ∂ 2 ψ(x, t)
Z
I = lim − dx (3.66)
ξ→∞ −∞ ∂x ∂x2
Solusi
Dengan menggunakan Persamaan Schrödinger
∂ψ(r, t) ~2 2
i~ =− ∇ ψ(r, t) + V (r, t)ψ(r, t) (3.69)
∂t 2m
kita mengasumsikan bahwa V (r, t) adalah real, konjugate kompleks dari
Persamaan Schrödinger di atas adalah
∂ψ ∗ (r, t) ~2 2 ∗
− i~ =− ∇ ψ (r, t) + V (r, t)ψ ∗ (r, t) (3.70)
∂t 2m
menurut definisi ρ(r, t),
maka
∂ρ(r, t) ∂ψ ∗ (r, t) ∂ψ(r, t)
= ψ(r, t) + ψ ∗ (r, t) (3.72)
∂t ∂t ∂t
Dengan menggunakan Persamaan(3.69) dan Persamaan(3.70), kita dap-
atkan
∂ρ(r, t) ~ 1
= ∇ ψ (r, t) ψ(r, t) − V (r, t)ψ ∗ (r, t)ψ(r, t)
2 ∗
∂t 2mi i~
∗ ~ 1
−ψ (r, t) ∇ ψ(r, t) + ψ ∗ (r, t)V (r, t)ψ(r, t)
2
2mi i~
~
= − [ψ ∗ (r, t)∇2 ψ(r, t) − ψ(r, t)∇2 ψ ∗ (r, t)] (3.73)
2mi
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 69
kita mensetting
1 ~
J(r, t) = Re ψ ∗ ∇ψ
m i
~
= [ψ ∗ (r, t)∇ψ(r, t) − ψ(r, t)∇ψ ∗ (r, t)] (3.74)
2mi
∇ · (U A) = (∇U ) · A + U (∇ · A) (3.75)
kita mendapatkan
~
∇ · J(r, t) = [(∇ψ ∗ ) · (∇ψ) + ψ ∗ (∇2 ψ) − (∇ψ) · (∇ψ ∗ )
2mi
−ψ(∇2 ψ ∗ )]
~
= [ψ ∗ ∇2 ψ − ψ∇2 ψ ∗ ] (3.76)
2mi
∂ρ(r, t)
+∇·J=0 (3.77)
∂t
valid!
h i 2
ψ(x, t) = Aeipx/~ + Be−ipx/~ e−ip t/2m~ (3.78)
Solusi
Arus peluang didefinisikan oleh
∂ψ ∗
~ ∗ ∂ψ
j(x, t) = ψ − ψ (3.79)
2mi ∂x ∂x
2
ψ ∗ = A∗ e−ipx/~ + B ∗ eipx/~ eip t/2m~ (3.80)
4 mulai saat ini istilah konjugate kompleks kita ganti dengan istilah konjugasi kompleks
70 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
Solusi
Tinjaulah integral Z ∞
|ψ(x, t)|2 dx
−∞
Integral ini adalah berhingga, sehingga kita memiliki
a E>V
b E<V
c E =V,
Solusi
~2 ∂ 2 φ(x)
− + V φ(x) = Eφ(x) (3.87)
2m ∂x2
~2 k 2
= E−V
2m
2m
k2 = (E − V ) (3.88)
~2
sehingga
∂ 2 φ(x)
+ k 2 φ(x) = 0 (3.89)
∂x2
Solusi dari Persamaan ini bisa dituliskan dalam bentuk
~2 ρ 2
= V −E
2m
2m
ρ2 = (V − E) (3.91)
~2
∂ 2 φ(x)
+ ρ2 φ(x) = 0 (3.92)
∂x2
∂ 2 φ(x)
=0 (3.94)
∂x2
− a2 ≤ x ≤ a2
0
V (x) = (3.95)
∞ ditempat lainnya.
Solusi
Untuk x > a/2 dan x < −a/2, potensialnya tak berhingga, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menemukan partikel di luar sumur. ini berarti
bahwa
a a
ψ x> =0 ψ x<− =0 (3.96)
2 2
Karena fungsi gelombang haruslah kontinu, kita punya ψ(a/2) = ψ(−a/2) =
0. Untuk −a/2 ≤ x ≤ a/2 potensialnya konstan, V (x) = 0; oleh karena itu
kita bisa menggunakan hasil-hasil yang diperoleh pada contoh soal nomor
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 73
A0 = −Aeika (3.98)
kita mendapatkan
− 2i sin(ka) = 0 (3.102)
~2 kn2
En =
2m
~2 nπ 2
=
2m a
n 2 π 2 ~2
= (3.103)
2ma2
74 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
= Aeinπx/a − einπ(a−x)/a
sehingga
r
2
C= (3.107)
a
Akhirnya, r
2 x 1
ψn (x) = sin nπ − (3.108)
a a 2
Sekarang tinjau kasus ketika E < 0. Seperti dalam contoh soal nomor
7 bagian b, kita memperkenalkan konstanta positif ρ, ~2 ρ2 /2m = −E.
Keadaan-keadaan stasionernya haruslah berbentuk
B 0 = −Beρa
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 75
sehingga
1 − e2ρa = 0
Oleh karena itu, 2ρa = 0. Karana ρ haruslah positif, maka tidak terdapat
keadaan yang bersesuaian terhadap energi negatif (E < 0).
Terakhir, kita meninjau kasus ketika E = 0. Berdasar pada Contoh soal
nomor 7 bagian c, kita memiliki
ψ(x) = Cx + C 0 (3.111)
a a
C + C0 = 0 −C + C0 = 0 (3.112)
2 2
Solusi
x
dengan mendefinisikan y = a − 21 , dy = dx
a , sehingga
Z 0
I1 = a (2y + 1) sin2 (πy)dy
−1
Z 0 Z 0
= 2a y sin2 (πy)dy + a sin2 (πy)dy (3.118)
−1 −1
Catat bahwa hasil ini bisa muncul dari pertimbangan yang berbeda. Fungsi
f (x) = sin2 2π xa − 12 adalah sebuah fungsi genap dari x:
2
x 1
f (−x) = sin 2π − −
a 2
2
x 1
= − sin 2π +
a 2
2
x 1
= − sin 2π + + 2π
a 2
2
x 1
= sin 2π −
a 2
= f (x) (3.121)
Pada sisi lain, f (x) = x adalah sebuah fungsi ganjil dari x; oleh karena
itu x sin2 [2π(x/a − 1/2)] adalah sebuah fungsi genap dari x, dan integral-
nya pada selang −a/2 sampai a/2 lenyap (sama dengan nol). Sekarang
tinjaulah suku terakhir Persamaan(3.116):
Z a/2
I3 = xψ1∗ (x, t)ψ2 (x, t)dx
−a/2
Z a/2
2 x 1 x 1 3π 2 i~t
= x sin π − sin 2π − e− 2ma2 dx
a −a/2 a 2 a 2
(3.122)
16a
hxi = 2Re(α∗ βe−iωt )
9π 2
32a
= [Re(α∗ β) cos(ωt) + Re(iα∗ β) sin(ωt)] (3.124)
9π 2
x 1 x 1
sin π a − 2 adalah sebuah fungsi genap dari x dan cos π a − 2
adalah sebuah fungsi genap; oleh karena itu product keduanya adalah
sebuah fungsi ganjil dan sehingga integral antara x = −a/2 dan x = a/2
lenyap. Kita memiliki
Z a/2
∂ψ2 (x, t)
I ≡ ψ1∗ (x, t) dx
−a/2 ∂x
4π a/2
Z
x 1 x 1
= sin π − cos 2π − e−iωt dx
a2 −a/2 a 2 a 2
(3.128)
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 79
x 1 dx
Dengan mendefinisikan y = a − 2 dan dy = a , integral I menjadi
4π −iωt 0
Z
I = e sin(πy) cos(2piy)dy
a2 −1
0
4π cos(πy) cos(3πy)
= − e−iωt
a 2π 6π −1
8 −iωt
= e (3.129)
3a
Akhirnya,
Z a/2
∂ψ1 (x, t)
Γ ≡ ψ2∗ (x, t)dx
−a/2 ∂x
2π a/2
Z
x 1 x 1
= sin 2π − cos π − eiωt dx
a −a/2 a 2 a 2
(3.130)
8~ ∗ −iωt
− αβ ∗ eiωt
hpx i = α βe (3.132)
3ia
Solusi
Kita memulainya dengan melakukan sebuah pergeseran formal terhadap
sumur potensial, x̃ = x − a/2, sehingga soal ini menjadi identik dengan
soal nomor 8: Tinjaulah sebuah partikel bermassa m yang terkurung di
dalam sebuah sumur potensial satu dimensi tak berhingga yang memiliki
lebar a:
− a2 ≤ x ≤ ã2
0
V (x̃) = (3.136)
∞ ditempat lainnya.
Dengan menggunakan solusi pada soal nomor 8, kemungkinan energi-
energinya adalah
π 2 ~2 n 2
En = (3.137)
2ma2
dengan n adalah bilangan bulat positif. Keadaan-keadaan eigen yang
bersesuaian adalah
r
2 x̃ 1
ψn (x̃) = sin nπ − (3.138)
a a 2
Tinjaulah suatu arus partikel berenergi E > V0 yang sedang bergerak dari
x = −∞ menuju ke arah kanan.
3.jpg
Solusi
maka solusi umum untuk wilayah I (x < 0) dan wilayah II (x > 0) adalah
bergerak dari x = +∞ menuju ke arah kiri. oleh karena itu kita mengatur
nilai A02 = 0. Jadi φ2 (x) merepresentasikan arus partikel-partikel yang
ditransmisikan (diteruskan) ke dalam wilayah II dengan amplitudo yang
bersesuaiannya A2 .
Solusi
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 83
∂φ∗ (x)
~ ∂φ(x)
J(x) = φ∗ (x) − φ(x) (3.149)
2mi ∂x ∂x
dengan menggunakan
~ ∗ −ik1 x 0
+ A1∗ eik1 x ik1 A1 eik1 x − ik1 A01 e−ik1 x
JI (x) = A1 e
2mi
0
− A1 eik1 x + A01 e−ik1 x −ik1 A∗1 e−ik1 x + ik1 A1∗ eik1 x
~k1
|A1 |2 − |A01 |2
= (3.152)
m
~ ∗ −ik2 x
(ik2 )eik1 x − A2 eik2 x (−ik2 x)e−ik2 x
JII (x) = A2 e
2mi
~k2 2
= |A2 | (3.153)
m
Arus Peluang pada wilayah I adalah penjumlahan dari dua suku ~k1 |A1 |2 /m
yang bersesuaian dengan arus partikel datang yang bergerak dari kiri
menuju ke kanan, dan −~k1 |A01 |2 /m yang bersesuaian dengan arus par-
tikel terpantul (yang bergerak dari kanan ke kiri), sehingga arus peluang
dalam wilayah II merepresentasikan gelombang transmisi (terusan).
|A01 |2 ~k1 /m
R =
|A1 |2 ~k1 /m
2
A01
= (3.154)
A1
84 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
(k1 − k2 )2
R =
(k1 + k2 )2
4k1 k2
= 1− (3.155)
(k1 + k2 )2
|A2 |2 ~k2 /m
T =
|A1 |2 ~k1 /m
2
k 2 A2
= (3.156)
k 1 A1
13. Tinjaulah sebuah partikel bebas5 bermassa m pada saat t = 0 yang memi-
liki fungsi gelombang
√ Z ∞
a 2
(k−k0 )2 /4 ikx
ψ(x, 0) = e−a e dk (3.158)
(2π)3/4 −∞
Solusi
Paket gelombang pada t = 0 merupakan suatu superposisi dari gelombang-
gelombang bidang eikx yang memiliki koefisien
√
a −α2 (k−k0 )2 /4
e
(2π)3/4
5 partikel bebas adalah partikel yang tidak terikat atau dipengaruhi oleh medan potensial
apapun
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 85
2
eikx e−i~k t/2m
(3.160)
√ Z ∞
a 2
(k−k0 )2 /4 i[kx−ωt]
ψ(x, t) = e−α e dk (3.161)
(2π)3/4 −inf ty
a2 a2 a2
i~t
− (k − k0 )2 + i[kx − ω(k)t] = − + k2 + k0 + ix k
4 4 2m 2
a2
− k0
4
#2
2 " a2
a i~t 2 k0 + ix
= − + k− 2
2 a4 + 2m
i~t
4 2m
2 2
a
2 k0 + ix a2 2
+ − k (3.162)
2
4 a4 + 2mi~t 4 0
2 2 2
√ a k0 a
a exp − 4 2 k0 + ix
ψ(x, t) = 3/4 1/4 q exp 2 2i~t (3.163)
2 π a2
+ i~t a + m
4 2m
2 2 2
√ exp −
a k0 a
k − ix
a 4 2 0
ψ ∗ (x, t) = 3/4 1/4 q exp 2 2i~t (3.164)
2 π a 2
− i~t a − m
4 2m
86 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
t yang masuk pada xC = (~k0 /m)t. (dalam hal ini saat paket gelombang
bergerak dengan sebuah kecepatan V0 = ~k0 /m.) Harga dari |ψ(x, t)|2
maksimal pada t = 0 dan cenderung menuju nol saat t → ∞. Lebar paket
gelombang minimal pada t = o dan cenderung menuju ∞ saat t → ∞,
seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 3.4.
5.jpg
Solusi
a.Persamaan Schrödinger pada wilayah I (x < 0) berbentuk
~2 ∂ 2 φI (x)
− = EφI (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φI (x)
− − EφI (x) = 0
2m ∂x2
∂ 2 φI (x)
+ k12 φI (x) = 0 (3.167)
∂x2
~2 ∂ 2 φII (x)
− + V0 φII (x) = EφII (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φII (x)
− + V0 φII (x) − EφII (x) = 0
2m ∂x2
∂ 2 φII (x)
+ k22 φII (x) = 0 (3.168)
∂x2
88 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
~2 ∂ 2 φIII (x)
− = EφIII (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φIII (x)
− − EφIII (x) = 0
2m ∂x2
2
∂ φIII (x)
+ k12 φIII (x) = 0 (3.169)
∂x2
Dengan mandefinisikan
r
2mE
k1 = (3.170)
~2
r
2m(E − V0 )
k2 = (3.171)
~2
dan
φ0I (0) = φ0II (0) ⇒ ik1 A1 + ik1 A01 = ik2 A2 + ik2 A02 (3.177)
k1 + k2 k1 − k2 0
A1 = A2 + A2 (3.178)
2k1 2k1
kita memperoleh:
h (k + k )2 (k1 − k2 )2
1 2
A1 = (cos(k2 l) − i sin(k2 l)) −
4k1 k2 4k1 k2
i
ik1 l
×(cos(k2 l) + i sin(k2 l)) e A3
h (k + k )2 (k1 + k2 )2 (k1 − k2 )2
1 2
= cos(k2 l) − i sin(k2 l) − cos(k2 l)
4k1 k2 4k1 k2 4k1 k2
(k1 − k2 )2 i
−i sin(k2 l) eik1 l A3
4k1 k2
h (k + k )2 − (k − k )2 (k1 + k2 )2 + (k1 − k2 )2
1 2 1 2
= cos(k2 l) − i
4k k 4k1 k2
i 1 2
ik1 l
× sin(k2 l) × e A3
h (k 2 + k 2 + 2k k ) − (k 2 + k 2 − 2k k )
1 2 1 2 1 2 1 2
= cos(k2 l)
4k1 k2
(k 2 + k22 + 2k1 k2 ) + (k12 + k22 − 2k1 k2 ) i
−i 1 sin(k2 l) ek1 l A3
4k1 k2
h (k 2 + k 2 + 2k k − k 2 − k 2 + 2k k
1 2 1 2 1 2 1 2
= cos(k2 l)
4k1 k2
(k 2 + k22 + 2k1 k2 + k12 + k22 − 2k1 k2 ) i
−i 1 sin(k2 l) ek1 l A3
4k1 k2
h 4k k 2(k12 + k22 )
i
1 2
= cos(k2 l) − i sin(k2 l) ek1 l A3
4k1 k2 4k1 k2
2 2
k1 + k2
A1 = cos(k2 l) − i sin(k2 l) eik1 l A3 (3.179)
2k1 k2
90 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
1
A3 = h i A1 (3.180)
k12 +k22
cos(k2 l) − i 2k1 k2 sin(k2 l) eik1 l
k1 − k2 k1 + k2 0
A01 = A2 + A2
2k1 2k1
(k1 + k2 ) − (k1 − k2 ) i(k1 −k2 )l (k1 + k2 ) + (k1 − k2 ) i(k1 +k2 )l
= e + e
4k1 k2 4k1 k2
×A3
2
(k1 + k22 ) − (k12 − k22 ) (k22 − k12 ) + (k12 − k22 )
= cos(k2 l) + i sin(k2 l)
4k1 k2 4k1 k2
×A3
k 2 − k12
= i 2 sin(k2 l)eik1 l A3 (3.181)
2k1 k2
2
A01
R = (3.182)
A1
2
k2 −k2
i 2k
2
1 k2
1
sin(k2 l)eik1 l A3
R = h i
k12 +k22
cos(k2 l) − i 2k k
1 2
sin(k 2 l) eik1 l A3
h 2 2 i2
k2 −k1
2k1 k2 sin(k2 l)
= h 2 2 i2
k1 +k2
cos(k2 l) + 2k 1 k2
sin(k 2 l)
(k22 − k12 )2 sin2 (k2 l)
= (3.183)
4k12 k22 + (k12 − k22 )2 sin2 (k2 l)
dan pada akhirnya, koefisien transmisinya adalah rasio dari kuadrat amplitudo-
amplitudo yang bersesuaian dengan gelombang yang menembus kewilayah
III (gelombang terusan) terhadap gelombang datang, yang dengan me-
6 Tentunya dengan sengaja menghilangkan beberapa langka yang bisa dicari sendiri sebagai
latihan pribadi,
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 91
manfaatkan Persamaan(3.180):
2
A3
T =
A1
2
1
= h i
k12 +k22
cos(k2 l) − i 2k 1 k2
sin(k2 l) eik1 l
1
= h i
k12 +k22
cos2 (k2 l) − i 2k 1 k2
sin2 (k2 l) eik1 l × e−ik1 l
1
= k12 +k22
cos2 (k2 l) − i 2k 1 k2
sin2 (k2 l)
4k12 k22
= (3.184)
4k12 k22 + (k12 − k22 )2 sin2 (k2 l)
6.jpg
15. Dengan meninjau pada potensial penghalang pada soal nomor 14, carilah
keadaan-keadaan stasioner yang menggambarkan partikel-partikel datang
berenergi E < V0 . Hitunglah koefisien transmisinya dan jelaskanlah hasil-
nya.
Solusi
92 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
φ0I (0) = φ0II (0) ⇒ ik1 A1 − ik1 A01 = ρA2 − ρA02 (3.195)
∂φ(x)
dengan φ0 (x) = ∂x .
Kita melihat bahwa berlawanan terhadap prediksi fisika klasik yang meny-
atakan bahwa peluang partikel jika energinya E < V0 melintasi penghalang
adalah nol, maka dari hasil ini terlihat bahwa partikel berenergi E < V0
memiliki peluang yang bukan nol untuk menembusi potensial barrier terse-
but. Fenomena ini disebut efek terobosan (tunnel ef f ect).
16. Tinjaulah keadaan terikat pada sebuah sumur potensial persegi berhingga
satu dimensi yang didefinisikan oleh
0 x < −a/2
V (x) = −V0 −a/2 < x < a/2 (3.200)
0 a/2 < x
94 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
Solusi
a.Persamaan Schrödinger pada wilayah I (x < 0) berbentuk
~2 ∂ 2 φI (x)
− = EφI (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φI (x)
− − EφI (x) = 0
2m ∂x2
2
∂ φI (x)
+ ρ2 φI (x) = 0 (3.201)
∂x2
untuk wilayah II (0 < x < l)
~2 ∂ 2 φII (x)
− − V0 φII (x) = EφII (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φII (x)
− + EφII (x) + V0 φII (x) = 0
2m ∂x2
∂ 2 φII (x)
+ k 2 φII (x) = 0 (3.202)
∂x2
dan untuk wilayah III (x > l)
~2 ∂ 2 φIII (x)
− = EφIII (x)
2m ∂x2
~2 ∂ 2 φIII (x)
− − EφIII (x) = 0
2m ∂x2
∂ 2 φIII (x)
+ ρ2 φIII (x) = 0 (3.203)
∂x2
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 95
Dengan mandefinisikan
r
2mE
ρ = (3.204)
~2
r
2m(E + V0 )
k = (3.205)
~2
φI = Aeρx + A0 e−ρx
Karena φ(x) haruslah terikat pada wilayah I dan III, maka kita men-set
A0 = C 0 = 0; oleh karena itu
φI = Aeρx
φII = Beikx + B 0 e−ikx (3.207)
φIII = Ceρx
(3.210)
2
ρ − ik
= e2ika (3.217)
ρ + ik
2
ρ − ik
= −e2ika (3.218)
ρ + ik
dan
ka ρ
tan = (3.220)
2 k
q p
2mV0
Kita mendefinisikan k0 = ~ = k 2 + ρ2 , dimana parameter k0
adalah tidak bergantung pada E. Tinjau
1 ka
ka
= 1 + tan2
cos2 2
2
k 2 + ρ2
=
k2
2
k0
= (3.221)
k
Jadi Persamaan(3.218) adalah ekuivalen terhadap sistem Persamaan berikut:
cos ka = kk0
2 (3.222)
ka
tan 2 >0
dimana kita menggunakan Persamaan(3.220) dan (3.221) bersama-sama
dengan fakta bahwa ρ dan k adalah positif.
II. Yang kedua
2
ρ − ik
= e2ika (3.223)
ρ + ik
Dengan argumen-argumen yang serupa dengan kemungkinan yang per-
tama, menuntun kita pada
−1 k ka k
− 2 tan = ka ⇒ tan =− (3.224)
ρ 2 ρ
Tinjaulah
ka
tan2
2 ka 2
sin = 2 ka
2 1 + tan 2
2
k
= (3.225)
k2 + ρ2
98 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
sehingga
ka
= kk0
sin 2
ka (3.226)
tan 2 <0
Dalam Gambar 3.8 kita merepresentasikan Persamaan(3.222)dan Persama-
an(3.226) secara grafis. Garis lurus merepresentasikan fungsi k/k0 dan
lengkungan-lengkungan sinusoidal yang merepresentasikan fungsi-fungsi
sin ka dan cos ka
2 2 . Bagian garis putus-putus adalah wilayah-wilayah
dimana syarat pada tan ka
2 tidak dipenuhi. Perpotongan-perpotongan
17. Tinjaulah sebuah partikel bermassa m dan berenergi E yang terikat pada
potensial satu dimensi −V0 δ(x − a).
(a) Integralkanlah Persamaan Schrödinger stasioner antara a− dan a+.
Dengan mengambil limit → 0, tunjukkanlah bahwa turunan fungsi eigen
φ(x) menghadirkan sebuah diskontinuitas pada x = a dan tentukanlah
limit turunan fungsi eigen tersebut.
(b) Dengan mengacu pada soal nomor 7 Bagian (a), φ(x) dapat dituliskan
Solusi
(a) Dengan menggunakan Persamaan Schrödinger,
~2 d2 φ(x)
− + V0 δ(x − a)φ(x) = Eφ(x) (3.232)
2m dx2
(3.234)
(3.237)
dimana
1 + mV + mV 0 −2ika
ik~2 e
0
M= ik~2 (3.240)
mV0 2ika
− ik~2 e 1 − mV 0
ik~2
18. Dalam soal ini kita mengkaji energi-energi yang mungkin (E > 0) dari
sebuah partikel bermassa m yang terikat dalam sebuah potensial periodik
fungsi δ (lihat Gambar 3.9). Kita mendefinisikan sebuah potensial satu
dimensi dengan
∞
~2 λ X
V (x) = δ(x − na) (3.241)
2m a n=−∞
Dengan mengacu pada Soal nomor 7 bagian (a), untuk tiap wilayah Ωn [na <
x < (n + 1)a], solusi stasioner bisa dituliskan dalam bentuk
Solusi
(a) Kita membandingkan definisi φn (x) dan φn+1 (x) berdasarkan Per-
samaan(3.242) dan definisi φ(x) dalam soal nomor 17 bagian (b). Analogi
ini digambarkan dalam Tabel 3.1 berikut
Tabel 3.1
Soal nomor 17 Soal nomor 18
A1 Bn e−ikna
0
A1 Cn eikna
A2 Bn+1 e−ik(n+1)a
0
A2 Bn+1 eik(n+1)a
~2 λ
V0 2m a
batas antara dua wilayah Ωn dan Ωn+1 juga diatur dalam x = (n + 1)a,
sedangkan dalam soal 17 syarat batas dikenakan pada x = a. Dengan
menggunakan analogi ini maka,
Bn+1 e−ik(n+1)a = Bn e−ikna 1 −
iλ
ikna iλ
−2ik(n+1)a
2ka − Cn e 2ka e (3.245)
Cn+1 eik(n+1)a = Cn e−ikna 2ka
iλ iλ
e2ik(n+1)a + Cn eikna 1 + 2ka
sehingga kita memperoleh
Bn+1 Bn
=T (3.246)
Cn+1 Cn
dimana
iλ iλ −ika
ika
1 − 2ka e − 2ka e
T = (3.247)
iλ ika
+ 2ka e iλ
1 + 2ka e−ika
yang determinannya adalah
2
iλ iλ iλ
det T = 1+ 1− +
2ka 2ka 2ka
= 1 (3.248)
Dari hasil ini kita melihat bahwa T bukanlah matriks singular karena nilai
determinannya tidak sama dengan nol.
(b) Karena T bukanlah matriks singular, kita bisa mencari basis (b1 , b1 )
dari C 2 yang mengandung vektor-vektor eigen T terhadap nilai-nilai eigen
yang bersesuaian α1 dan α2 ; nilai-nilai eigen ini merupakan solusi-solusi
dari Persamaan pangkat tiga (cubic equation) det(T − α1) = 0. Oleh
definisi
T b1 = α1 b1
(3.249)
T b2 = α2 b2
Dengan menggunakan Persamaan(3.244), kita mempunyai (untuk n =
1, 2, · · · )
Bn B0
= T · · · T}
| T {z
Cn C0
nkali
= T n (β1 b1 + β2 b2 )
Tinjaulah
2
Bn
kBn k2 + kCn k2 =
Cn
≥ |β1 α1n |2 kb1 k2 (3.251)
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 103
Jadi,
B−n B0
= T −n
Cn −n C0
= T −n (β1 b1 + β2 b2 )
β1 −n n β2
= n [T (α1 b1 )] + n [T −n (α2n b2 )]
α1 α2
β1 −n n β2
= [T (T b1 )] + n [T −n (T n b2 )]
α1n α2
β1 β2
= b1 + n b2 (3.253)
α1n α2
sehingga |α1 | ≥ 1; jika tidak |φn (x)|2 divergen ketika n → −∞, dan
serupa dengannya,kita pastinya mempunyai |α2 | ≥ 1. Dengan menjumla-
han hasil-hasil yang kita peroleh, kita pastinya memiliki |α1 | = |α2 | = 1,
yang artinya nilai eigen T haruslah bermodulus11 1. Oleh karena itu kita
dapat menuliskan
λ2
iλ iλ
1− eika − eiφ 1+ e−ika − eiφ − = 0(3.256)
2ka 2ka (2ka)2
λ2 λ2
iλ iλ
1+ 2 2 − 1− eika + 1 + e−ika eiφ + e2iφ − =0
4k a 2ka 2ka (2ka)2
(3.257)
11 Panjang dalam bidang kompleks.
104 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
atau
λ
1 − 2 cos(ka) + sin(ka) eiφ + e2iφ = 0 (3.258)
2ka
λ
cos φ = cos(ka) + sin(ka) (3.260)
2ka
p
Catat bahwa karena k = 2mE/~2 , Persamaan(3.260) adalah merupakan
sebuah konstrain13 (fungsi yang membatasi pergerakan suatu obyek pada
sebuah bidang atau kurva atau garis atau ruang atau manifold yang sering
disebut juga sebagai fungsi kendala) pada kemungkinan nilai energi-energi
E:
λ
cos(ka) + sin(ka) ≤ 1 (3.261)
2ka
sifat-sifat f(k).jpg
Gambar 3.10: Skema sifat-sufat fungsi f (k) yang menunjukan tentang keber-
adaan Pita-Pita Energi terlarang dan yang diperbolehkan.
19. Tinjaulah sebuah Partikel bermassa m yang terkurung dalam sebuah poten-
sial tiga dimensi yang dituliskan dalam bentuk
Solusi
Dalam kasus kita kali ini, Persamaan Schrödinger stasionernya adalah
~2 2
− ∇ Ψ(r) + [V (x) + U (y) + W (z)]Ψ(r) = EΨ(r) (3.263)
2m
dimana Ψ(r) adalah keadaan stasioner tiga dimensi dan E adalah energi
keadaan ini. Kita mengasumsikan bahwa Ψ(r) dapat dituliskan dalam
bentuk
(3.265)
(3.266)
106 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
~2 d2 φ(x)
− + V (x)φ(x) = Ex φ(x) (3.268)
2m dx2
~2 1 d2 χ(y) ~2 1 d2 ψ(z)
− + U (y) = E − Ex − W (z) −
2m χ(y) dy 2 2m ψ(z) dz 2
(3.269)
~2 d2 χ(y)
− + U (y)χ(y) = Ey χ(y) (3.270)
2m dy 2
Sehingga, χ(y) adalah suatu keadaan stasioner dari sebuah partikel fik-
tif yang terkurung dalam potensial satu dimensi U (y). Akhirnya, kita
memiliki
~2 d2 ψ(z)
− + W (z)ψ(z) = Ez ψ(z) (3.271)
2m dz 2
dimana kita men-set Ez = E −Ex −Ey . Oleh karena itu fungsi gelombang
tiga dimensi Ψ(r) dibagi ke dalam tiga bagian, yang mana masing-masing
3.6 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 107
E = Ex + Ey + Ez (3.272)
108 Persamaan Schrödinger Dan Aplikasinya
2. Tinjaulah sebuah Partikel yang terikat pada potensial kompleks satu di-
mensi V (x)(1 + iξ) dimana V (x) adalah fungsi real dan ξ adalah sebuah
parameter real. Gunakanlah Persamaan Schrödinger untuk menunjukkan
∂ψ ∗
bahwa arus peluang j = 2mi ~
ψ ∗ ∂ψ
∂x − ψ ∂x dan kerapatan peluang
∂j ∂ρ 2ξV (x)ρ
ρ = ψ ∗ ψ memenuhi persamaan kontinuitas terkoreksi ∂x + ∂t = ~ .
(Petunjuk: Bandingkan dengan Soal dan Penyelesaian nomor 4.)
N
7. Tinjaulah fungsi gelombang ψ(x) = x2 +α2 .
Barier 2.jpg
Gambar 3.11: Kombinasi Sebuah Sumur Potensial dan sebuah Potensial Barrier
SELAMAT BELAJAR
”Saya bukan atheis. Masalah keberadaan Tuhan terlalu besar untuk pikiran
kita yang terbatas. Kita seperti anak kecil yang memasuki perpustakaan yang
sangat besar dan penuh buku dalam banyak bahasa. Anak itu tahu bahwa ada
orang yang telah menuliskan semua buku tersebut. Namun, anak itu tidak
tahu cara menuliskannya. Anak itu tidak memahami bahasa yang mereka
tuliskan. Anak itu sedikit mencurigai ada urutan misterius dalam penyusunan
buku itu, tetapi tidak tahu tentang urutan itu. Menurut saya, itu adalah sikap
manusia yang paling pintar (tepat dan wajar) terhadap Tuhan. Kita melihat
alam semesta diatur dengan sangat bagus dan memenuhi
hukum-hukum tertentu, tetapi kita hanya sedikit memahami
hukum-hukum tersebut.”
Albert Einstein
Bab 4
Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
4.1 Pendahuluan
dari sebuah ruang vektor pada medan kompleks. Sebuah ruang kembar dari se-
buah ruang keadaan ε terdiri dari semua fungsional-fungsional yang bekerja
pada ε. Ruang kembar (dual space) ini dilambangkan oleh ε∗ . Dalam no-
tasi Dirac suatu unsur ε∗ disebut sebuah bra dan dilambangkan oleh simbol h|.
Kita dapat menyatukan dengan setiap ket |φi dari sebuah ε suatu unsur ε∗ ,
yang dinotasikan oleh hφ|. Aksi sebuah bra hψ| pada sebuah ket |ξ > diekspre-
sikan dengan menempatkan kedua simbol secara berdampingan, yaitu hψ|ξi.
Oleh definisi ini, ini adalah sebuah bilangan kompleks3 (Istilah bra dan ket
berasal dari ”bracket.”) Kesesuaian antara ε dan ε∗ dihubungkan secara erat
terhadap keberadaan sebuah produk skalar dalam ε.Untuk lebih jelasnya, per-
hatikan penulisan berikut
ψ → |ψi,
ψ∗ → hψ|,
Z
(φ, ψ) = φ∗ ψdx → hφ|ψi.
Di sini kita menggunakan |ψi sebagai pengganti dari ψ dan hψ| sebagai kompleks
konjugatenya yang menggantikan ψ ∗ , dan hφ|ψi sebagai pengganti notasi produk
skalarnya.
2. ψ + φ = φ + ψ (sifat komutatif).
3. (ψ + φ) + χ = ψ + (φ + χ) (sifat asosiatif).
6. aψ ∈ RVL.
7. a(ψ + φ) = aψ + aφ.
8. (a + b)ψ = aψ + bφ.
9. (ab)ψ = a(bψ).
11. O · ψ = ψ · O = 0.
Dimensi
a1 φ1 + a2 φ2 + ... + aN φN = 0
N
X
ψ= ai φi
i=1
114 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Produk skalar
Sifat-sifat notasi Dirac berdasarkan konsep Ruang Vektor Linear dan Ruang
Hilbert dapat dinyatakan sebagai berikut Hubungan bra dan ket:
1. (|ψi)∗ = hψ|
3. |aψi = a|ψi
4. haψ| = a∗ hψ|.
III hλ1 φ1 + λ2 φ2 |ψi = λ∗1 hφ1 |ψi + λ∗2 hφ2 |ψi (4.3)
1. hψ|φi = 0
2. hψ|ψi = 1
3. hφ|φi = 1.
1. Jika |ψi dan |φi terdapat dalam ruang vektor yang sama, maka tidak
diperbolehkan melakukan perkalian |ψi|φi atau hψ|hφ|.
2. Jika |ψi dan |φi terdapat dalam ruang vektor yang berbeda, maka perkalian
antara kedua vektor tersebut harus dituliskan dalam bentuk |ψi⊗|φi. Ben-
tuk operasi ini disebut oparasi perkalian langsung (direct product) atau
perkalian tensor antara |ψi dan |φi.
Kita menuliskan sub-ruang dari ε yang dibentangkan oleh m vektor ini dengan
εm . Proyektor ke dalam sub-ruang εm didefinisikan oleh operator linear
m
X
Pm = |φi ihφi | (4.6)
i=1
Sub-Ruang Vektor.jpg
Postulat II: Sebuah besaran fisika yang bisa diukur A dideskripsikan oleh
sebuah observabel A yang bekerja pada ε.
P engukuran Besaran−besaran F isika: Luas cakupan validitas (keberlakuan)
suatu teori fisika haruslah secara terus menerus diinvestigasi dengan mem-
perbandingkan hasil-hasil yang dihitung berdasarkan teori tersebut terhadap
hasil-hasil yang diperoleh melalui eksperimen. Teori dihakimi oleh eksperimen.
Dalam konteks mekanika kuantum, pengukuran besaran fisika melibatkan tiga
pertanyaan utama:
Jawaban dari ketiga pertanyaan dalam konteks mekanika kuantum ini dite-
mukan dalam tiga postulat yang berikutnya.
4.3 Postulat-Postulat Dalam Mekanika Kuantum 117
Sekarang kita dapat menjawab pertanyaan kedua untuk kasus sebuah spek-
trum diskrit. Generalisasi terhadap kasus suatu spektrum kontinu diperlakukan
dalam Soal dan Penyelesaian nomor 2.
gn
X 2
P (an ) = huin |ψi (4.8)
i=1
dimana gn adalah degenerasi6 dari an dan |u1n i, |u2n i, . . . , |ugnn i membentuk se-
buah basis orthonormal sub-ruang εn yang terdiri dari vektor-vektor eigen A
dengan nilai-nilai eigen an .
5 Ternormalisasi adalah keadaan dimana total peluang untuk menemukan sebuah partikel
dalam sebuah ruang keadaan adalah sama dengan 1, atau dengan kata lain partikel pasti
ditemukan dalam keseluruhan wilayah tersebut.
6 Degenerasi adalah himpunan dari keadaan-keadaan berbeda namun masing-masing
Nilai rata-rata sebuah observabel memiliki pengertian fisika yang jelas. Anggap
besaran fisika direpresentasikan oleh operator A diukur sejumlah besar kali
ketika sistem berada dalam keadaan |ψi. Maka hAiψ mengekspresikan rata-rata
hasil pengukuran (yaitu, penjumlahan masing-masing hasil dikalikan dengan
peluang memperoleh nilai-nilai tersebut). Penurunan sifat ini diberikan dalam
Soal dan Penyelesaian nomor 5.
[A, B] = AB − BA (4.11)
Beberapa sifat-sifat penting dari suatu komutator diberikan dalam Soal dan
Penyelesaian nomor 7, 8 dan 9. Jika [A, B] = 0 maka A dan B disebut operator-
operator yang saling komutatif. Tinjaulah teorema berikut ini.
Anggap bahwa dalam sebuah domain tertentu fungsi F dari variabel x bisa
diekpansikan dalam sebuah deret pangkat dalam x:
∞
X
F (x) = an xn (4.12)
n=0
Fungsi yang bersesuaian dari operator A adalah operator F (A) yang didefin-
isikan oleh sebuah deret yang memiliki koefisien yang sama an :
∞
X
F (A) = an An (4.13)
n=0
Sifat-sifat dasar adjoin sebuah operator diturunkan dalam Soal dan Penyelesaian
nomor 10 dan 11. Sebuah operator A adalah Hermitian jika operator tersebut
identik terhadap adjoinnya:
A Hermitian ⇔ A = A† (4.15)
Sebagai contoh,
Suatu himpunan ket mengisi sebuah basis ruang keadaan ε jika setiap ket |ψi
kepunyaan ε memiliki sebuah ekspansi tunggal pada ket-ket ini:
X
|Ψi = Ci |ui i (4.19)
4.9 Representasi
Representasi ket dan bra: Dalam suatu basis diskrit {|ui i}, sebuah ket
|ψi direpresentasikan oleh himpunan bilangan-bilangan Ci = hui |ψi. Bilangan-
bilangan ini bisa disusun secara vertikal dan membentuk sebuah matriks kolom:
C1
(Ci ) = C2 (4.23)
..
.
Dalam suatu basis kontinu {|wα i}, ket dan bra direpresentasikan oleh suatu
bilangan kontinu tidak berhingga, yaitu oleh sebuah fungsi α. Sebuah ket |ψi
dirpresentasikan oleh himpunan bilangan-bilangan C(α) = hwα |ψi, dan sebuah
bra hφ| direpresentasikan oleh b∗ (α) = hφ|wα i. Pada saat sebuah representasi
dipilih, kita bisa memakai komponen-komponen ket dan bra untuk menghitung
produk skalarnya. Dalam kasus diskrit,
X Z
hφ|ψi = b∗i Ci dalam kasus kontinu, hφ|ψi = ∗
b (α)C(α)dα (4.25)
i
Untuk suatu basis kontinu {|wα i}, kita mengasosiasikan dengan A sebuah fungsi
kontinu dua variabel:
atau
jika A adalah operator Hermitian (A† = A), kita memiliki A(α0 , α). (Catat
bahwa untuk kasus diskrit Aij = A∗ji ) Secara khusus, elemen-elemen diagonal
sebuah matriks Hermitian adalah selalu bilangan-bilangan real.
Perubahan Representasi: Kita menyediakan sebuah metode sederhana un-
tuk memperoleh representasi sebuah bra, ket ataupun operator pada suatu basis
tertantu ketika representasinya dalam basis lainnya diketahui. Untuk keseder-
hanaan, anggap bahwa kita melakukan sebuah transformasi dari satu basis or-
thonormal diskrit {|ui i}ke basis orthonormal diskrit lainnya, {|vi i}. Definisikan
matriks transformasi:
(S † )ik = (Sik )∗
Representasi |ri dan |pi: Dalam bagian 4.1 kita mencatat bahwa untuk se-
tiap ket |φi terdapat sebuah bra iφ| yang bersesuaian dengannya. Hal yang
sebaliknyanya tidaklah benar,terdapat bra tanpa ket yang bersesuaian dengan-
nya. Meskipun begitu, sebagai tambahan pada vektor-vektor kepunyaan ε, kita
akan akan menggunakan ket tergeneralisasi yang normnya (panjangnya) tidak-
lah berhingga. Namun pada waktu yang sama produk skalar dari ket-ket ini ter-
hadap semua ket berhingga. Ket-ket tergeneralisasi tidaklah merepresentasikan
keadaan fisika; ket-ket tergeneralisasi ini berfungsi menolong kita menganalisis
dan menginterpretasi keadaan-keadaan fisika yang direpresentasikan oleh ket-
ket kepunyaan ε.
(a) Fungsi ψ(r) terdefinisi disetiap tempat dalam ruang, kontinu dan differ-
ensiabel secara tak berhingga8 .
8 Yaitu memiliki turunan sampai orde tidak berhingga.
124 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Untuk setiap fungsi ψ(r) kepunyaan F terdapat sebuah ket |ψi bersesuaian
dengannya kepunyaan ε. Dengan menggunakan fungsi-fungsi gelombang φ(r)
dan ψ(r) yang bersesuaian terhadap hφ| dan |ψi, kita mendefinisikan produk
skalar dari hφ| dan |ψi:
Z
hφ|ψi = φ∗ (r)ψ(r)d3 r (4.37)
Tinjaulah dua basis khusus F yang dinotasikan {ξ(r)} dan {νp0 (r)}. Basis-basis
ini bukanlah disusun oleh fungsi-fungsi kepunyaan F :
dan
1
νP0 (r) = eiP0 ·r/~ (4.39)
(2π~)3/2
Untuk masing-masing ξr0 (r) kita mengasosiasikan sebuah ket tergeneralisasi
yang dituliskan dengan |r0 i, dan hal yang sama untuk νP0 (r) kita mengasosi-
asikannya dengan sebuah ket tergeneralisasi |p0 i. Himpunan-himpunan {|r0 i}
dan {p0 i} mengisi basis-basis orthonormal dalam ε:
Z
0 0
hr0 |r0 i = δ(r0 − r0 ) |r0 ihr0 |d3 r = 1 (4.40)
Kita memperoleh dua representasi dalam ruang keadaan sebuah partikel (tidak
berspin): representasi {|r0 i} dan {|p0 i}. Korespondensi antara |ψi dan fungsi
gelombang yang berasosiasi dengannya diberikan oleh
dan
dimana ψ(p) adalah transformasi fourier dari ψ(r). Nilai ψ(r)0 fungsi gelombang
pada titik r adalah komponen ket |ψi pada vektor basis |ri dari representasi |ri.
Demikian juga nilai psi(p) fungsi gelombang dalam ruang momentum pada p
adalah komponen ket |ψi pada vektor basis |pi dari representasi |pi.
hr|pi = hp|ri∗
1
= eip·r/~ (4.44)
(2π~)3/2
dan sebaliknya,
Z
hp|ψi = hp|rid3 r (4.46)
dan
Z
1
ψ(r) = e−ip·r/~ ψ(r)d3 r (4.48)
(2π~)3/2
hp|Px |ψi = px hp|ψi hp|Py |ψi = py hp|ψi hp|Pz |ψi = pz hp|ψi (4.50)
Postulat VI: Perubahan vektor keadaan |ψ(t)i terhadap waktu dari sebuah
sistem fisika diatur oleh Persamaan Schrödinger:
d|ψ(t)i
i~ = H(t)|ψ(t)i (4.52)
dt
dimana H(t) adalah observabel yang bersesuaian terhadap Hamiltonian sistem
klasik.
Beberapa implikasi penting Persamaan Schrödinger yang harus dicatat adalah:
(b) Misalkan |ψ1 (t)i dan |ψ2 (t)i adalah dua solusi berbeda dari Persamaan
Schrödinger. Jika keadaan awal sistem adalah |ψ(t0 )i = a1 |ψ1 (t0 )i +
a2 |ψ2 (t0 )i, dimana a1 dan a2 adalah bilangan-bilangan kompleks, maka
pada waktu t sistem berada pada keadaan
Prosedur ini bisa digeneralisikan pada kasus spektrum H yang kontinu. Jadi
XZ
|ψ(t)i = ak (E, t0 )e−iEn (t−t0 )/~ |φE,k idE (4.57)
k
dhAi 1
= h[A, H(t)]i (4.59)
dt i~
dhAi
=0 (4.60)
dt
Seperti yang telah kita lihat pada bagian-bagian terdahulu, posisi atau pun
momentum sebuah partikel dalam mekanika kuantum tidaklah dicirikan oleh
4.12 Gambaran Schrödinger dan Heisenberg 129
sebuah bilangan tunggal tapi malahan oleh sebuah fungsi kontinu. Oleh ketidak-
pastian posisi (atau pun momentum) sebuah partikel, yang kita maksudkan
derajat dispersi (penyebaran) fungsi gelombang terhadap nilai sentral (pusat).
Relasi-relasi ketidak-pastian Heisenberg memberi sebuah batas yang lebih
rendah untuk hasil perkalian ketidak-pastian posisi dan momentum sebuah par-
tikel:
∆t∆E ≥ ~ (4.62)
Relasi ini dibedakan dari relasi ketidak-pastian Heisenberg oleh fakta bahwa t
hanyalah parameter tanpa sebuah observabel yang terkait dengannya.
Operator U (t, t0 ) disebut operator evolusi, dan adalah sebuah operator uniter.
Perlu dicatat bahwa operator ini mendeskripsikan perubahan vektor keadaan
terhadap waktu dalam gambaran Schrödimger:
1. Misalkan |ψ1 i dan |ψ2 i adalah dua keadaan orthogonal ternormalisasi dari
suatu sistam fisika:
Solusi
(a) Berdasarkan Postulat-postulat mekanika kuantum, P1 (αn ) adalah pelu-
ang memperoleh nilai eigen αn ketika observabel A diukur saat sistem ada
pada keadaan |ψ1 i. Sementara P2 (αn ) adalah peluang mendapatkan ni-
lai eigen αn ketika observabel A diukur saat sistem berada pada keadaan
|ψ2 i.
(b)Keadaan ternormalisasi partikel adalah
3|ψ1 i − 4i|ψ2 i
|ψi = p
(3hψ1 | + 4ihψ2 |)(3|ψ1 i − 4i|ψ2 i)
3|ψ1 i − 4i|ψi
= √ ⇒ Ingat sifat-sifat bilangan kompleks.
9 + 16
1
= (3|ψ1 i − 4i|ψ2 i) (4.67)
5
Solusi
Tinjaulah fisika A. Anggap bahwa sistem berada dalam keadaan ternor-
malisasi |ψi:
hψ|ψi = 1 (4.69)
Solusi
Anggaplah bahwa |u1n i, |u2n i, . . . , dan |uR
n i membentuk suatu basis or-
n
Rn
X
Pn = |uin ihuin | (4.73)
i=1
jadi
Rn X
X Rn
hψ|Pn† Pn |ψi = hψ|uin ihuin |ujn ihujn |ψi
i=1 j=1
Rn X
X Rn
= hψ|uin ihujn |ψiδij
i=1 j=1
Rn
X 2
= hujn |ψi (4.74)
j=1
4. Tinjaulah dua ket |ψi dan |ψ 0 i sedemikian rupa sehingga |ψ 0 i = eiθ |ψi,
dimana θ adalah sebuah bilangan real. (a) Buktikanlah jika |ψi ternor-
malisasi, demikian juga |ψ 0 i. (b) Tunjukkanlah bahwa peluang yang di-
ramalkan untuk suatu pengukuran acak adalah sama untuk |ψi dan |ψ 0 i,
oleh karena itu |ψi dan |ψ 0 i merepresentasikan keadaan fisika yang sama.
Solusi
(a) Kita menganggap bahwa |ψi ternormalisasi, atau secara matematika
ditulis sebagai
hψ|ψi = 1 (4.75)
134 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
maka
= 1 (4.76)
(b) Berdasarkan pada Postulat IV10 , peluang yang diramalkan untuk su-
2
atu pengukuran acak bergantung pada suku-suku berbentuk huin |ψi
2
ataupun huin |ψ 0 i . Kita mempunyai
2
huin |ψ 0 i = huin |ψ 0 ihuin |ψ 0 i∗
Oleh karena itu, peluang yang diramalkan untuk keadaan-keadaan |ψi dan
|ψ 0 i adalah sama11 .
Solusi
Pertama-tama, tinjaulah suatu nilai eigen an yang dipunyai oleh bagian
spektrum yang diskrit. Dari sebuah kuantitas N buah pengukuran ob-
servabel A (sistem berada dalam keadaan ternormalisasi |ψi)), nilai eigen
an akan diperoleh N (an ) kali dengan
N (an )
→ P (an ) (4.78)
N n→∞
Nilai rata-rata dari N buah pengukuran adalah jumlah dari nilai-nilai yang
diperoleh dibagi dengan N. Sehingga
Z
1 X 1
Rata-rata(N ) = an N (an ) + αdN (α) (4.80)
N n N
| {z } | {z }
Bagian Spektrum Kontinu
Bagian Spektrum diskrit
6. Tinjaulah rumus lain untuk akar rata-rata kuadrat standar deviasi dari
operator A (dalam keadaan ternormalisasi |ψi):
p
∆A = h(A − hAi)2 i (4.87)
(a) Tunjukkanlah bahwa rumus ini setara dengan rumus yang dituliskan
dalam Persamaan(4.10).
(b) Gunakanlah Persamaan(4.87) untuk menginterpretasikan suku akar
rata − rata kuadrat standar deviasi.
Solusi
(a) Dengan menggunakan definisi yang ada, kita memiliki
Perlu dicatat bahwa dalam Persamaan ini, suku hAi sebenarnya meru-
pakan penulisan singkat dari suku yang berbentuk hAi1, dimana 1 adalah
operator identitas12 , hAi adalah sebuah skalar. Oleh karena itu,
dengan menggunakan definisi nilai rata-rata yang telah dikenal, kita memi-
liki
hAi. Oleh karena itu, akar rata-rata kuadrat standar deviasi mengkarak-
terisasikan dispersi(penyebaran) dari nilai-nilai hasil pengukuran disekitar
hAi. Contohnya, jika spektrum A kontinu dan peluangnya memiliki ben-
tuk kurva Gaussian, maka hAi mengkarakterisasikan puncak kurva (nilai
maksimum dari peluang) dan ∆A mengkarakterisasikan lebar dari kurva
Gaussian.
Solusi
(a) Dengan menggunakan definisi
[B, A] = BA − AB
= −(AB − BA)
= −[A, B] (4.91)
[A + B, C] = (A + B)C − C(A + B)
= AC + BC − CA − CB
Solusi
(a) Tinjaulah prosedur berikut:
[A, B n ] = AB n + B n A
+B n−1 AB − B n−1 BA
(b) Berdasar pada Soal dan Penyelesaian nomor 7 Bagian (a), maka
Solusi
(a) Pertama-tama kita membuktikan dengan menggunakan induksi bahwa
untuk setiap n = 1, 2, . . . kita memiliki
oleh karena itu, melalui sebuah inspeksi, kita bisa menyimpulkan bahwa(yaitu
dengan menggantikan x pada ekspansi di atas dengan B)
(b) Tinjaulah sebuah operator F (s) yang bergantung pada parameter real
s:
dengan menggunakan hasil pada Bagian (a) dari Soal dan Penyelesaian
nomor 7, kita bisa menuliskan
= −s[B, A]eAs
dF
= (A + B + s[A, B])F (s) (4.110)
ds
2
F (s) = F (0)e(A+B)s+[A,B]s /2
(4.111)
= 1·1
= 1 (4.112)
10. Misalkan hψ| adalah bra yang bersesuaian terhadap ket |ψi. Kita menuliskan
hasil dari aksi operator A pada |ψi dengan |ψ 0 i, sehingga |ψ 0 i = A|ψi.
Misalkan hψ 0 | adalah bra yang bersesuaian terhadap |ψ 0 i, buktikanlah
bahwa:
hψ 0 | = hψ|A† (4.114)
Solusi
Ingatlah kembali definisi dasar dari sebuah bra sebagai sebuah fungsional
yang bekerja pada sebuah ruang keadaan. Dua fungsional hψ 0 | dan hψ|A†
adalah identik jika aksi keduanya pada sembarang ket |φi, masing-masing
menghasilkan hasil yang sama; dalam hal ini kita harus menunjukkan
bahwa
= hφ|ψ 0 i∗ (4.116)
dan berdasarkan pada sifat dasar hasil perkalian skalar [lihat Persamaan(4.1)],
kita memiliki
Solusi
Pertama-tama, kembali mengingat bahwa dua operator adalah identik jika
elemen-elemen matriks dari keduanya dalam sebuah basis ruang keadaan
adalah sama. Oleh karena itu, jika untuk sembarang |φi dan |ψi kita
mempunyai relasi:
= (hψ|A|φi∗ )∗
= hψ|A|φi (4.121)
(A† )† = A (4.122)
= [λhφ|A|ψi]∗
= λ∗ hφ|A|ψi∗
= λ∗ hψ|A† |φi
(λA)† = λ∗ A† (4.124)
= [hφ|A|ψi + hφ|B|ψi]∗
= hφ|A|ψi∗ + hφ|B|ψi∗
(A + B)† = A† + B † (4.126)
≡ hφ|A|χi∗
= hχ|A† |φi
(AB)† = B † A† (4.128)
Solusi
Pertama-tama kita mencari nilai-nilai eigen yang mungkin dari A. Anggap
A|ψi = α|ψi, sehinngga kita memiliki
|ψi = A3 |ψi
= A2 A|ψi
= A2 (α|ψi)
= αA2 |ψi
= αA(A|ψi)
= αA(α|ψi)
= α2 A|ψi
= α2 (α|ψi)
= α3 |ψi (4.129)
Pada akhirnya,
X
A|ψi = A |ui i
i
X
= A|ui i
i
X
= |ui i
i
= |ψi (4.132)
yang mengimplikasikan A = 1.
Solusi
Misalkan |ψi adalah sebuah sembarang ket yang dimiliki oleh ruang keadaan.
Karena {|ui i} adalah sebuah basis, oleh definisi maka terdapat sebuah
ekspansi unique
X
|ψi = Ci |ui i (4.134)
Sehingga
X
|ψi = Ci |ui i
i
X
= hui |ψi|ui i
i
" #
X
= |ui ihui | |ψi (4.136)
i
Perlu dicatat bahwa karena hui |ψi adalah sebuah skalar, kita bisa
menukar posisi dari masing-masing elemen dari ekspresi ini. Kita
P
melihat bahwa untuk setiap ket |ψi, aksi operator P ({|ui i}) = i |ui ihui |
pada ket tersebut menghasilkan ket |ψi yang sama. Maka, dengan meng-
gunakan definisi operator identitas,
14. Tunjukkanlah bahwa jika relasi closure valid untuk suatu himpunan or-
thonormal kontinu {|wα i}, maka himpunan ini menempati sebuah basis.
Solusi
Misalkan |ψi adalah sebuat ket yang dimiliki oleh ruang keadaan. Dengan
menggunakan relasi closure, kita memiliki
|ψi = 1|ψi
Z
= |wα ihwα |ψidα (4.139)
Kita melihat bahwa setiap ket |ψi memiliki suatu ekspansi pada |wα i.
Untuk menunjukkan bahwa ekspansi ini adalah unique, maka kita men-
gasumsikan bahwa kita memiliki dua buah ekspansi:
Z Z
|ψi = C(α)|wα idα |ψi = C 0 (α)|wα idα (4.141)
146 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Persamaan(4.1) valid hanya jika C(α0 )−C 0 (α0 ) = 0 Oleh karena itu, untuk
setiap α0 kita mempunyai C(α0 ) = C 0 (α0 ), dan ekspansi dari tiap ket |ψi
pada {|wα i} adalah unique.
15. Anggap bahwa pada suatu basis tertentu [|ui i] operator-operator A dan B
direpresentasikan secara berurutan oleh matriks-matriks (Aij ) dan (Bij ),
ket |ψi direpresentasikan oleh ci dan bra hφ| oleh b∗i .
(a) Hasilkanlah representasi matriks dari operator AB.
(b) Carilah representasi dari ket A|ψi.
(c) Hasilkanlah sebuah ekspresi untuk skalar hφ|A|ψi dalam suku-suku
dari berbagai macam representasi.
Solusi
(a) Tinjaulah elemen matriks AB:
(b) Oleh karena definisi, maka ket A|ψi direpresentasikan oleh bilangan-
bilangan c0i = hui |ψi. Dengan menggunakan relasi closure antara A dan
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 147
Solusi
Ingatlah kembali bahwa dua operator adalah identik jika dan hanya jika
elemen-elemen matriksnya pada sebuah basis tertentu adalah identik. Oleh
karena itu kita menuliskan elemen-elemen matriks Persamaan (4.151) se-
148 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
bagai
∞ ∞
" #
X X
hφk | Amn |φm ihφn | |φl i = hφk |φm ihφm |A|φn ihφn |φl i
m,n=1 m,n=1
X∞
= δkm hφm |A|φn iδnl
m,n=1
= hφk |A|φl i (4.152)
17. Tinjaulah sebuah sistem fisika dua dimensi. Ket |ψ1 i dan |ψ2 i membentuk
sebuah basis orthonormal dari ruang keadaan KIta mendefinisikan suatu
basis yang baru |φ1 i dan |φ2 i oleh
1 1
|φ1 i = √ (|ψ1 i + |ψ2 i) |φ2 i = √ (|ψ1 i − |ψ2 i) (4.153)
2 2
Carilah representasi dari P dalam basis |φ1 i, dalam hal ini carilah matriks
ãij = hφi |P |φj i.
Solusi
Terdapat dua metode dalam mengerjakan soal ini.
Metode 1: Kita mendefinisikan matriks transformasi
dan
dan
1 ε 1 1 1 1−ε
√ = √
ε 1 2 −1 2 −1 + ε
1 1
= (1 − ε) √ (4.163)
2 −1
18. Mengaculah pada soal nomor 17, hasilkanlah representasi dari ket eP |ψ1 i
dalam basis |ψ1 i.
Solusi
Karena P adalah diagonal dalam basis, adalah mudah untuk bekerja
dalam basis ini. Oleh karena itu,
e + e−ε
ε
P e
e |ψ1 i = (4.168)
2 eε − e−ε
19. (a) Tunjukkanlah bahwa ket |ri, dimana r = (x, y, z), adalah sebuah
vektor eigen dari observabel X yang bernilai eigen x.(b) Tunjukkanlah
bahwa |pi, dimana p = (px , py , pz ), adalah sebuah vektor eigen dari Px
yang bernilai eigen px .
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 151
Solusi
(a) Dengan menggunakan representasi r, kita memiliki
= xδ(r0 − r) (4.170)
= p0x δ(p0 − p)
= px δ(p0 − p)
Solusi
(a) Sebagai contoh, tinjaulah komponen x nya (komponen-komponen y
dan z bisa diberi perlakuan dalam cara yang serupa). Kita memperoleh
Z
hr|px |ψi = hr|pihp|px |ψid3 p (4.176)
Ekspresi ini adalah transformasi Fourier dari px ψ(p), yang mana adalah
~ ∂ψ(r)
i ∂x . Oleh karena itu kita memiliki
~ ∂
hr|px |ψi = ψ(r) (4.178)
i ∂x
(b) Anggap bahwa φ(r) dan ψ(r) adalah fungsi-fungsi gelombang yang
secara berurutan bersesuaian terhadap |φi dan |ψi, sehingga
Solusi
(a) Dengan menggunakan representasi r, kita memperoleh aksi [x, y] pada
suatu ket sembarang |ψi:
sehingga
= (xy − yx)hr|ψi ⇒ xy = yx
= 0. (4.183)
= px py hp|ψi − py px hp|ψi
= (px py − py px )hp|ψi ⇒ px py = py px
= 0. (4.184)
sehingga
~ ∂
hr|[x, px ]|ψi = xhr|px |ψi − hr|px x|ψi
i ∂x
~ ∂ ~ ∂
= x hr|ψi − (xhr|ψi) (4.186)
i ∂x i ∂x
Jika ψ(r) adalah fungsi gelombang yang bersesuaian terhadap |ψi, kita
memiliki
~ ∂ψ(r) ∂(xψ(r))
hr|[x, px ]|ψi = x −
i ∂x ∂x
~ ∂ψ(r) ∂(xψ(r))
= x − ψ(r) − x
i ∂x ∂x
= i~ψ(r)
= i~hr|ψi (4.187)
154 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Karena perhitungan ini valid untuk semua |ψi dan untuk setiap |ri, kita
memperoleh
[x, px ] = i~ (4.188)
~ ∂
hr|[x, py ]|ψi = xhr|py |ψi − hr|x|ψi
i ∂y
~ ∂ ~ ∂ψ(r)
= x ψ(r) − (xψ(r))
i ∂y i ∂y
~ ∂ψ(r) ∂ψ(r)
= x −x
i ∂y ∂y
= 0. (4.189)
dψ(x)
O1 ψ(x) = x3 ψ(x) O2 ψ(x) = x (4.190)
dx
Solusi
Metode 1: Dengan mensubstitusikan operator-operator O1 dan O2 dalam
relasi komutasi, kita memperoleh
p
O1 = x3 dan O2 = ix (4.192)
~
i 3
[O1 , O2 ] = [x , xp] (4.193)
~
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 155
sehingga
3i 2
[O1 , O2 ] = x [x, xp]
~
3i 2
= x ([x, x]p + x[x, p])
~
= −3x3 (4.194)
Solusi
(a) Dengan menggunakan definisi,
dimana kita menggunakan fakta bahwa ypz komutatif terhadap xpz dan
zpy komutatif terhadap zpx . Dengan menggunakan relasi yang diturunkan
pada soal nomor 1 Bagian (c), maka kita memiliki
= −i~ypx + i~xpy
= i~Lz (4.197)
= 0. (4.200)
Solusi
Kita memulai dangan meninjau elemen matriks x:
hxi = hψ|x|ψi
Z ∞
= x|ψ(x)|2 dx
−∞
r Z ∞
a 2
= xe−ax dx
π −∞
= 0. (4.202)
2
dimana kita menggunakan fakta bahwa xe−ax adalah sebuah fungsi gan-
jil. Juga,
Z ∞
hx2 i = x2 |ψ(x)|2 dx
−∞
a ∞ 2 −ax2
r Z
= x e dx
π −∞
r Z ∞
a 2
= 2 x2 e−ax dx
π 0
∞ √
r Z
a Γ(1/2) 2
= 2 ⇒ Γ(1/2) = 2 e−x dx = π
π 2a3/2 0
1
= (4.203)
2a
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 157
sehingga
p
∆x = hx2 i − hxi2
r
1
= (4.204)
2a
Karena ψ(p) adalah sebuah fungsi ganjil, kita memperoleh hpi = 0 (seba-
gai latihan, silahkan buktikan sendiri), dan
Z ∞
1 1 2 2
hpi = √ p2 e−p /a~ dp
~ πa −∞
Z ∞
2 2 2
= √ p2 e−p /a~ dp
~ aπ 0
√
2 π/2
= √
~ πa 2 1 2 3/2
a~
a~2
= (4.206)
2
~
∆x∆p = . (4.208)
2
25. Sebuah Partikel berada dalam keadaan |ψi dan fungsi gelombangnya adalah
ψ(r) = hr|ψi.
(a) Carilah nilai rata-rata operator A = |rihr|.
(b) Hitunglah hr|p|ψi
(c) Carilah nilai rata-rata operator kr = [|rihr|p + p|ri]/2m, dimana p
adalah operator momentum dan m adalah massa partikel.
Solusi
(a) Dengan menggunakan definisi,
hAi = hψ|A|i
= hψ|rihr|ψi
= ψ ∗ (r)ψ(r)
= |ψ(r)|2 (4.209)
π|ri = | − ri (4.214)
(a) Misalkan |ψi adalah sembarang ket yang bersesuaian terhadap fungsi
gelombang |ψi, carilah fungsi gelombang yang bersesuaian terhadap π|ψi.
(b) Tunjukanlah bahwa π adalah sebuah operator Hermitian.
(c) Carilah operator π 2 . Apakah nilai-nilai eigen yang mungkin dari π?
(d) Kita mendefinisikan operator-operator
1 1
p+ = (1 + π) p− = (1 − π) (4.215)
2 2
Untuk setiap ket |ψi, kita juga mendefinisikan
Solusi
(a) Kita memulainya dengan meninjau ket |ψi = ψ(r)|rid3 r, sehingga
R
Z
π|ψi = ψ(r) [π|ri] d3 r
Z
= ψ(r)| − rid3 r (4.217)
= ψ(−r) (4.218)
Karena ini valid untuk setiap hr|, maka π = π 0 juga mengikutinya yang
berarti bahwa π adalah operator Hermitian.
π 2 |ri = ππ|ri
= π|−ri
= |ri (4.222)
π2 = 1 (4.223)
Anggaplah bahwa |φi adalah sebuah vektor eigen dari π yang bernilai
eigen p:
π 2 |φi = 1|φi
= |φi (4.225)
π 2 |φi = π(p|φi)
= pπ|φi
= p2 |φi (4.226)
= |ψ+ i (4.228)
Oleh karena itu, |ψ+ i merupakan sebuah vektor eigen dari π yang bernilai
eigen +1. Hal yang sama, kita bisa menyimpulkan bahwa |ψ− i adalah
sebuah vektor eigen dari π yang bernilai eigen -1.
hr|π|ψ+ i = hr|ψ+ i
= ψ+ (r) (4.230)
dan
hr|π|ψ− i = −hr|ψ− i
27. Tinjaulah sebuah sistem fisika satu dimensi yang dideskripsikan oleh Hamil-
tonian
p2
H= + V (x) (4.236)
2m
p
(a) Tunjukkan bahwa [H, x] = −i~ m .
(b) Untuk sebuah keadaan stasioner, carilah hpi (tinjaulah, hanya keadaan-
keadaan yang kuadrat terintegralkan).
Solusi
(a) Dengan meninjau relasi komutasi
p2
[H, x] = [ + V (x), x]
2m
p2
= [ , x] + [V (x), x]
2m
1 2
= [p , x] + [V (x), x]
2m
1
= 2p[p, x] + 0 ⇒ karena V(x) dan x komutatif
2m
i~
= − p ⇒ ([p, x] = −i~). (4.237)
m
hpi = hψ|p|ψi
im
= hψ|Hx − xH|ψi
~
im
= [λhψ|x|ψi − λhψ|x|ψi]
~
= 0. (4.240)
28. Tinjaulah sebuah partikel bebas satu dimensi yang fungsi gelombangnya
pada t = 0 diberikan oleh
Z ∞
ψ(x, 0) = N e−|k|/k0 eikx dk (4.241)
−∞
Solusi
Pertama-tama, catat bahwa relasi antara fungsi gelombang partikel ψ(x, t)
dan fungsi gelombangnya dalam representasi momentum ψ(p, t) adalah
Z ∞
1
ψ(x, t) = √ eipx/~ ψ(p, t)dp (4.242)
2π~ −∞
Ini adalah sebuah Transformasi Fourier. Dengan mensubstitusikan k =
p/~ ke dalam ψ(x, 0), kita memperoleh
N ∞ −|p|/~k0 ipx/~
Z
ψ(x, 0) = e e dp (4.243)
~ −∞
oleh karena itu
N√
ψ(p, 0) = 2π~e−|p|/~k0 (4.244)
~
Dari persyaratan normalisasi ψ(p, o), kita bisa mencari konstanta normal-
isasi N :
Z ∞
2
1 = |ψ(p, 0)| dp
−∞
∞
2πN 2
Z
= e−2|p|/~k0 dp
~ −∞
2πN 2
~k0 ∞
= 2 − e−2p/~k0
~ 2 0
2
= 2πk0 N (4.245)
164 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
1
N=√ (4.246)
2πk0
maka
1
ψ(p, 0) = √ e−2|p|/~k0 (4.247)
~k0
p2
H= ⇒ untuk partikel bebas V(x)=0 (4.248)
2m
Basis |pi dari ruang keadaan terdiri dari vektor-vektor eigen dari H:
p2
H|pi = |pi
2m
= Ep |pi (4.249)
1 2
ψ(p, t) = √ e−|p|/~k0 e−p t/2m~ (4.252)
~k0
Solusi
Misalkan operator R bersesuaian terhadap koordinat klasik r, dan oper-
ator P bersesuaian terhadap momentum klasik p. Perlu dipahami bahwa
R · P bukanlah operator Hermitian: ,
= P x X + Py Y + Pz Z
= P·R (4.254)
30. Tinjaulah sebuah sistem fisika yang memiliki ruang keadaan tiga dimensi.
Sebuah basis orthonormal dari ruang keadaan dipilih, dalam basis ini op-
erator Hamiltonian direpresentasikan oleh matriks
2 1 0
H= 1 2 0 (4.256)
0 0 3
(a) Apakah hasil yang mungkin ketika energi sistem ini diukur?
(b) Sebuah partikel berada dalam keadaan |ψi, direpresentasikan dalam
basis ini sebagai
i
1
√ −i (4.257)
3 i
Solusi
(a) Energi-energi yang mungkin adalah nilai-nilai eigen dari H yang di-
dapatkan dengan menyelesaikan Persamaan
atau
2−λ 1 0
1 2−λ 0 = [(2 − λ)2 (3 − λ) − 1(3 − λ)]
0 0 3−λ
= [(2 − λ)2 − 1](3 − λ)
= (λ2 − 4λ + 3)(3 − λ)
= (3 − λ)2 (1 − λ) (4.259)
hHi = hψ|H|ψi
2 1 0 i
1 1
= √ √ −i i −i 1 2 0 −i
3 3 0 0 3 i
i
1
= −i i −i −i
3
i
1
= (1 + 1 + 3)
3
5
= (4.260)
3
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 167
demikian juga
hH 2 i = hψ|H 2 |ψi
2
2 1 0 i
1
= −i i −i 1 2 0 −i (4.261)
3
0 0 3 i
2 1 0 2 1 0 i
1
= −i i −i 1 2 0 1 2 0 −i
3
0 0 3 0 0 3 i
2 1 0 i
1
= −i i −i 1 2 0 −i
3
0 0 3 3i
i
1
= −i i −i −i
3
9i
1
= (1 + 1 + 9)
3
11
= (4.262)
3
dan
p
∆H = hH 2 i − hHi2
r
11 25
= −
3 9
√
2 2
= (4.263)
3
Metode 2: Kita mendefinisikan
i 0
1
|u1 i = √ −i |u1 i = 0 (4.264)
2 0 i
Jadi,
r r
2 1
|ψi = |u1 i + |u2 i (4.265)
3 3
Perlu dicatat bahwa |u1 i dan |u2 i adalah vektor-vektor eigen dari H:
2 1 0 i
1
H|u1 i = √ 1 2 0 −i
2 0 0 3 0
i
1
= √ −i
2 0
= |u1 i
= E1 |u1 i (4.266)
168 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Hal yang serupa juga dilakukan terhadap (coba buktikan sendiri sebagai
latihan)
H|u2 i = 3|u2 i
= E2 |u2 i. (4.267)
Vektor-vektor eigen |u1 i dan |u2 i adalah orthogonsl karena keduanya bers-
esuaian terhadap nilai-nilai eigen dari H yang berbeda. Jadi kita mem-
peroleh
r r ! r r !
2 1 2 1
hHi = hu1 | + hu2 | H |u1 i + |u2 i
3 3 3 3
2 2
= E1 hu1 |u1 i + E2 hu2 |u2 i
3 3
2
= +1
3
5
= (4.268)
3
demikian juga
hH 2 i = hψ|H 2 |ψi
r r ! r r !
2 1 2 1
= hu1 | + hu2 | H H|u1 i + H|u2 i
3 3 3 3
r r ! r r !
2 1 2 1
= hu1 | + hu2 | H E1 |u1 i + E2 |u2 i
3 3 3 3
2 2 2
= E hu1 |u1 i + E22 hu2 |u2 i
3 1 3
11
= (4.269)
3
dan
p
∆H = hH 2 i − hHi2
√
2 2
= (4.270)
3
31. Mengaculah pada soal nomor 30 di atas. Anggap bahwa energi sistem telah
diukur dan didapatkan sebuah nilai E = 1. Kemudian, kita melakukan
sebuah pengukuran variabel A yang dideskripsikan dalam basis yang sama
oleh
5 0 0
A= 0 2 i (4.271)
0 −i 2
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 169
Solusi
(a) Hasil-hasil yang mungkin adalah nilai-nilai eigen dari A yang di-
hasilkan dengan menyelesaikan persamaan sekular
Dengan cara yang sama, kita memperoleh vektor-vektor eigen yang bers-
esuaian terhadap a2 dan a3 (cobalah dikerjakan langkah detailnya sebagai
170 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
latihan):
0 1
1 1
ξ2 = √ i ξ3 = √ 0 (4.277)
2 1 2 0
2
P (aj ) = |hξj |ψi| (4.278)
Jadi
2
1
1 1
P (a1 ) = √ 0 1 −i √ −1
2 2 0
1
= | − 1|2
4
1
= (4.279)
4
Dengan cara yang mirip kita peroleh
2
1
1 1
P (a2 ) = 0 i 1 √ −1
4 2 0
1
= (4.280)
4
dan
2
1
1 1
P (a3 ) = √ 1 0 0 √ −1
2 2 0
1
= (4.281)
2
Solusi
(a) Karena
π 2 ~2 2π 2 ~2
E1 = dan E2 =
2mL2 mL2
kita memiliki
1 h i
|ψ(t)i = √ e−iE1 t/~ |φ1 i + e−iE2 t/~ |φ2 i
2
1 h −iπ2 ~t/2mL2 2 2
i
= √ e |φ1 i + e−2iπ ~t/2mL |φ2 i (4.285)
2
ψ(x, t) = hx|ψ(t)i
iπ 2 ~ iπ 2 ~
1
= √ hx|φ1 i exp − t + hx|φ2 i exp − t
2 2mL2 mL2
iπ 2 ~t 2iπ 2 ~t
1 πx 1 2πx
= √ exp − sin + √ exp − sin
L 2mL2 L L mL2 L
iπ 2 ~t 2iπ 2 ~t
1 πx 2πx
= √ exp − sin + exp − sin
L 2mL2 L mL2 L
(4.286)
33. Tunjukkanlah bahwa norm (panjang) vektor keadaan yang berevolusi (berubah
terhadap waktu) dari Persamaan Schrödinger yang tetaplah konstan.
Solusi
Tinjaulah Persamaan Schrödinger
d 1
|ψ(t)i = H(t)|ψ(t)i (4.287)
dt i~
d 1
hψ(t)| = − hψ(t)|H † (t)
dt i~
1
= − hψ(t)|H(t) ⇒ (H Hermitian, H † = H) (4.288)
i~
172 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Karana H(t) adalah sebuah observabel karena itu haruslah menjadi se-
buah operator Hermitian. Jadi kita memperoleh
d dhψ(t)| d|ψ(t)i
hψ(t)|ψ(t)i = |ψ(t)i + hψ(t)|
dt dt dt
1 1
= − hψ(t)|H(t) |ψ(t)i + hψ(t)| H(t)|ψ(t)i
i~ i~
= 0 (4.289)
1 2
H= P + V (R) (4.290)
2m
Solusi
(a) Tinjaulah Persamaan Schrödinger
d
i~ |ψ(t)i = H|ψ(t)i (4.291)
dt
∂ 1
ı~ hr|ψ(t)i = hr|P2 |ψ(t)i + hr|V (R)|ψ(t)i (4.292)
∂t 2m
Harus dicatat bahwa V (p) adalah Transformasi Fourier dari V (r). Akhirnya
kita mendapatkan Persamaan Schrödinger dalam representasi p:
p2
Z
∂ψ(p, t) 1
i~ = ψ(p, t) + V (p − p0 )ψ(p0 , t)d3 p0 (4.305)
∂t 2m (2π~)3/2
−ilpx
35. Tunjukkanlah bahwa Operator exp ~ mendeskripsikan suatu per-
pindahan dari sebuah jarak l sepanjnag sumbu x.
Solusi
Tinjaulah soal dalam representasi x. Kita mencari sebuah operator yang
bekerja pada sebuah fungsi gelombang ψ(x), dengan
l2 (−l)n (n)
ψ(x − l) = ψ(x) − lψ 0 (x) + ψ”(x) + · · · + ψ (x) + · · · (4.307)
2! n!
∂ψ(x)
px ψ(x) = −i~ (4.308)
∂x
36. Anggap bahwa semua Postulat yang diberikan dalam ringkasan Teori, ke-
cuali postulat II, adalah valid. Dalam Soal ini kita akan memperkenalkan
suatu sistem yang Hamiltoniannya tidak Hermitian. Tinjaulah sebuah sis-
tem yang ruang keadaannya dua dimensi Anggap |φ1 i dan |φ2 i memben-
tuk suatu basis orthonormal pada ruang keadaan dan merupakan vektor-
vektor eigen dari Hamiltonian dengan nilai-nilai eigen secara berturut-
turut E1 = 5~ dan E2 = (4 − i)~.
(a) Anggap bahwa pada waktu t = 0, sistem berada dalam keadaan |φ1 i.
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 175
Solusi
(a) Dengan menggunakan Postulat-postulat mekanika kuantum, vektor
keadaan pada waktu t adalah
Maka peluang menemukan sistem dalam keadaan |φ1 i pada waktu t adalah
P1 (t) = hψ(t)|ψ(t)i
= e(5i−5i)t
= 1. (4.311)
Maka peluang menemukan sistem dalam keadaan |φ2 i pada waktu t adalah
P2 (t) = hψ(t)|ψ(t)i
= ei(−i)(4i−4i+(−i)−i)t
= e−2it . (4.313)
(c) Dengan melakukan inspeksi, kita mendapati bahwa keadaan |φ2 i tidak-
lah stabil. Peluang menemukan sistem dalam keadaan ini, menurun secara
eksponensial. Hal ini tidak terjadi untuk keadaan |φ1 i, yang stabil dan
176 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
37. Tinjaulah sebuah partikel dalam sebuah potensial stasioner V (r). Tun-
jukkanlah bahwa
Solusi
Kita memulainya dengan meninjau Hamiltonian sistem:
p2
H= + V (R) (4.315)
2m
dhRi 1
= h[R, H]i
dt i~
p2
1
= h R, i (4.316)
i~ 2m
p2
i~
R, = hpi (4.317)
2m m
dhRi hpi
= (4.318)
dt m
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 177
dhpi 1
= h[p, H]i
dt i~
1
= h[p, V (R)]i
i~
1
= h[−i~∇V (R)]i
i~
= −h∇V (R)i (4.319)
38. Anggap bahwa dalam Gambaran Schrödinger semua operator tidak bergan-
tung waktu.
(a) Bekerjalah dalam Gambaran Heisenberg dan turunkanlah sebuah Per-
samaan yang mengekspresikan perubahan terhadap waktu dari sebuah op-
erator AH (t).
(b) Tunjukkanlah bahwa Persamaan (4.59) juga valid dalam Gambaran
Heisenberg.
Solusi
(a) Dalam Gambaran Schrödinger, dengan mengkombinasikan Persamaan
Schrödinger dan Persamaan (4.65), kita memiliki
∂
i~ U (t, t0 )|ψS (t0 )i = HS U (t, t0 )|ψS (t0 )i (4.320)
∂t
Karena Persamaan ini valid untuk setiap |ψS (t0 )i, kita memperoleh
∂U (t, t0 )
i~ = HS U (t, t0 ) (4.321)
∂t
∂U † (t, t0 )
− i~ = HS U † (t, t0 ) (4.323)
∂t
178 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
dAH (t) 1 1
= − [U † (t, to)HS ]AS U (t, to) + U † (t, to)AS HS U (t, to)(4.325)
dt i~ i~
karena U (t, to)U † (t, to) adalah sama dengan operator identitas, kita mema-
sukkan hasil perkalian ini diantara AS dan HS dan memperoleh
dAH (t) 1 †
= − [U (t, to)HS U (t, to)][U † (t, to)AS U (t, to)] +
dt i~
1 †
[U (t, to)AS U (t, to)][U † (t, to)HS U (t, to)] (4.326)
i~
dAH (t)
i~ = [AH (t), HH (t)] (4.327)
dt
dhAH (t)i
= h[AH , HH (t)]i (4.330)
dt
39. Dalam soal ini kita memperlihatkan bahwa untuk sebuah sistem konser-
vatif, semakin besar ketidakpastian energi, semakin cepat perubahan ter-
hadap waktu sistem tersebut. Tinjaulah sebuah Hamiltonian yang memi-
liki spektrum kontinu dan asumsikan bahwa spektrum tersebut tidak ter-
degenerasi. Tinjaulah sebuah keadaan |ψ(t0 )i yang memiliki ketidakpas-
tian energi ∆E dan tunujkkanlah bahwa jika ∆t adalah interval waktu
4.13 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 179
pada ujung yang mana sistem berubah terhadap waktu pada suatu perlu-
asan yang bisa diterima, maka
∆t∆E ≥ ~ (4.331)
Solusi
Sebuah keadaan |ψ(t0 )i bisa dituliskan dalam bentuk
Z
|ψ(t0 )i = α(E)|φE idE (4.332)
4-2.jpg
P (χ, t) = |hχ|ψ(t)i|2
Z 2
= α(E)e−iE(t−t0 )/~ hχ|φE idE (4.334)
180 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum
Jika ∆E cukup kecil, kita dapat mengabaikan variasi dari hχ|φE i relatif
terhadap variasi dari α(E), oleh karena itu, dengan melakukan penggan-
tian hχ|φE i oleh hχ|φE0 i, kita memperoleh
Z 2
P (χ, t) ∼
= |hχ|φE0 i|2 α(E)e−iE(t−t0 )/~ dE (4.335)
∆t
∆E ≥ 1 (4.336)
~
2. Ulangi soal dan Penyelesaian nomor 13 untuk kasus himpunan ket kontinu.
3. Ulangi soal dan penyelesaian nomor 14 untuk kasus himpunan ket diskrit.
(i)hψ|A|φihψ|φi (4.337)
(ii)hψ|φi (4.338)
(iii)hψ|φiA|φihψ| (4.339)
(iv)A|ψihφ|A|ψi (4.340)
(a) Untuk masing-masing ekspresi, carilah apakah itu adalah sebuah skalar,
operator, ket atau bra.
(b) Hasilkanlah konjugate Hermitian dari masing-masing ekspresi.
dalam suku-suku komponen ket dan bra dalam sebuah representasi ter-
tentu. (Petunjuk: Gunakan relasi closure.)
SELAMAT BELAJAR
”Pencarian kebenaran lebih berharga dari pada mengetahui
kebenaran tersebut.”
(Albert Einstein)
”I can do everything through him who gives me strenght.”
(Philippians 4:19 NIV),
Bab 5
Osilator Harmonik
5.1 Pendahuluan
Dalam Bab ini kita meninjau sebuah partikel yang sedang bergerak dibawah
pengaruh potensial osilator harmonik:
1 2
V (x) = kx (k = konstanta) (5.1)
2
Persamaan diferensial yang umum ubtuk osilator harmonik bisa diselesaikan
menggunakan sebuah teknik yang sering kali dieksploitasi dalam menyelesaikan
masalh-masalah mekanika kuantum. Banyak masalah dalam fisika dapat dire-
duksi menjadi sebuah osilator harmonik dengan syarat-syarat tertentu yang
sesuai. Sebagai contoh, pada mekanika klasik dalam mengekspansikan potensial-
potensial disekitar suatu titik kesetimbangan klasik sampai orde kedua, kita
memperoleh potensial harmonik kx2 .
Persamaan Schrödinger: Hamiltonian untuk osilator harmonik satu dimensi
adalah
p2 kx2
H= + (5.2)
2m 2
dimana k = mω 2 .
Variabel ω dan m, secara berturut-turut, adalah frkuensi angular (frekuensi
sudut) dan massa osilator. Kita mempunyai
p2 1
H = + mω 2 x2
2m 2
~2 d2 mω 2 2
= − 2
+ x (5.3)
2m dx 2
Jadi Persamaan Schrödinger stasionernya adalah
~2 d2 ψ(x) mω 2 2
− + x ψ(x) = Eψ(x) (5.4)
2m dx2 2
184 Osilator Harmonik
dan
dn
Hn (ζ) = [S(ζ, t)] (5.13)
dtn t=0
5.3 Osilator Harmonik 2D dan 3D 185
dn −x2
n x2
Hn (x) = (−1) e e n = 0, 1, 2, . . . (5.14)
dxn
dHn (x)
= 2nHn (x), (5.17)
dx
Hn+1 (x) = 2xHn (x) − 2nHn−1 (x) (5.18)
H0 (x) = 1 (5.19)
H1 (x) = 2x (5.20)
Hampir sama terhadap kasus satu dimensi, Hamiltonian osilator harmonik un-
tuk kasus dua dimensi adalah
Dalam kasus ini, Hamiltoniannya adalah separabel (dapat dipisah) dalam x dan
y, sehingga masalah osilator harmonik dalam dua dimensi direduksi menjadi
dua osilator harmonik satu dimensi, satu dalam x dan satunya lagi dalam y.
Fungsi-fungsi eigen untuk kasus ini adalah
dimana ψni (xi ) adalah fungsi eigen dari osilator harmonik satu dimensi1 . Nilai-
nilai eigen yang bersesuaian terhadap ψnx ny (x, y) adalah
1 1
En = nx + ~ωx + ny + ~ωy nx , ny = 0, 1, 2, . . . (5.26)
2 2
Generalisasi untuk kasus osilator harmonik tiga dimensi adalah hampir sama.
Hamiltonian osilator harmonik tiga dimensi adalah
dimana ψni (xi ) adalah fungsi eigen dari osilator harmonik satu dimensi. Nilai-
nilai eigen yang bersesuaian terhadap ψnx ny nz (x, y, z) adalah
1 1 1
En = nx + ~ωx + ny + ~ωy + nz + ~ωz (5.29)
2 2 2
dengan nx , ny , nz = 0, 1, 2, . . .
x1 = x, x2 = y, x3 = z dan seterusnya.
5.4 Metode Operator Sebuah Osilator Harmonik 187
atau
1
H = ~ω aa† − (5.33)
2
[a, a† ] = 1 (5.34)
Sekarang kita bisa menjustifikasikan nama dari operator turun a, dan operator
naik a† . Operator naik sering juga disebut sebagai operator kreasi/penciptaan
(creation operator), sedangkan operator turun sering disebut juga sebagai op-
erator anihilasi/pemusnahan (annihilation operator). Sekarang, kita dapat
membangun keadaan |ni sebagai
1 † n
|ni = (a ) |0i (5.38)
n!
dimana |0i adalah keadaan vakum (n = 0), yang merupakan keadaan energi
terendah (ground state) dari osilator harmonik.
188 Osilator Harmonik
1 2
V (x) = kx (5.39)
2
Solusi (a) Hamiltonian sistem ini bisa dituliskan sebagai (lihat Persamaan(5.2))
p2 1
H= + kx2 (5.40)
2m 2
atau
~2 d2 mω 2 2
H=− 2
+ x (5.41)
2m dx 2
~2 d2 ψ(x) mω 2 2
− + x ψ(x) = Eψ(x) (5.42)
2m dx2 2
2E
Kita mendefinisikan = ~ω , dan kita melakukan perubahan variabelnya
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 189
p mω
menjadi ζ = ~ x; Oleh karena itu kita mempunyai
d2 ψ
d dψ ζ
=
dx2 dx dζ dx
d dψ dζ
=
dx dζ dx
d2 ψ dζ dψ d2 ζ
= +
dxdζ dx dζ dx2
2
d ψ dζ d2 ζ
= ⇒ karena =0
dxdζ dx dx2
d2 ψ dζ dζ
= dζ
⇒ karena dx = p mω
√ mω dζ dx ~
~
d2 ψ
r r
mω dζ mω dζ
= ⇒ =
dζ 2 ~ dx ~ dx
d2 ψ dζ dζ
=
dζ 2 dx dx
2
d2 ψ dζ
=
dζ 2 dx
mω d2 ψ
= (5.43)
~ dζ 2
~ω d2 ψ(ζ) ~ω 2
+ Eψ(ζ) − ζ ψ(ζ) = 0 (5.44)
2 dζ 2 2
atau
d2 ψ
+ ( − ζ 2 )ψ = 0 (5.45)
dζ 2
Untuk ζ yang lebih besar (x yang lebih besar2 ), bagian yang dominan dari
Persamaan Diferensial (5.45) adalah
d2 ψ
− ζ 2ψ = 0 (5.46)
dζ 2
d2 ψ d d h 2
i
= H(ζ)e−ζ /2
dζ 2 dζ dζ
" 2
#
d dH(ζ) −ζ 2 /2 de−ζ /2
= e + H(ζ)
dζ dζ dζ
d h 2 2
i dH(ζ)
= H 0 (ζ)e−ζ /2 − ζH(ζ)e−ζ /2 ⇒ = H0
dζ dζ
2
dH 0 (ζ) −ζ 2 /2 de−ζ /2
dζ 2
= e + H 0 (ζ) − H(ζ)e−ζ /2
dζ dζ dζ
2
dH(ζ) −ζ 2 /2 de−ζ /2
−ζ e − ζH(ζ)
dζ dζ
2 2 2
= H”(ζ)e−ζ /2
− ζH 0 (ζ)e−ζ /2
− H(ζ)e−ζ /2
2 2
−ζH 0 (ζ)e−ζ /2
+ ζ 2 H(ζ)e−ζ /2
2 2 2
= H”(ζ)e−ζ /2
− 2ζH 0 (ζ)e−ζ /2
− H(ζ)e−ζ /2
2
+ζ 2 H(ζ)e−ζ /2
(5.49)
atau
d2 ψ 2
H” − 2ζH 0 − H + ζ 2 H e−ζ /2
=
dζ 2
2
H” − 2ζH 0 + (ζ 2 − 1)H e−ζ /2
= (5.50)
2 2
H” − 2ζH 0 + (ζ 2 − 1)H e−ζ /2 + ( − ζ 2 )He−ζ /2 = 0
(5.51)
d2 H(ζ) dH(ζ)
− 2ζ + (1 − )H(ζ) = 0 (5.52)
dζ 2 dζ
sehingga
∞
d2 H d X dζ n
= an
dζ 2 dζ n=0 dζ
∞
d X
= an ζ n−1
dζ n=0
∞
X
= an n(n − 1)ζ n−2
n=0
X∞
= an+2 (n + 2)(n + 1)ζ n (5.54)
n=0
dan
∞
dH X
− 2ζ =− 2nan ζ n (5.55)
dζ n=0
(b) Seperti dalam bagian (a), kita mengharapkan fungsi gelombang secara
2
asimptotik mendekati e−ζ /2
untuk ζ yang besar. Untuk memulai, aturlah
nilai-nilai koefisien dari H(ζ) menuju nol untuk beberapa nilai n. Untuk
n tersebut, kita memperoleh
2n − 1 + = 0 (5.59)
3 yaitu: |ψ(ζ)|2 dζ
R
=1
192 Osilator Harmonik
yaitu
= 2n + 1
2E
= 2n + 1 (5.60)
~ω
sehingga nilai-nilai energi eigennya adalah
1
En = 1 + ~ω (5.61)
2
Oleh karena itu kita memperoleh parsyaratan kuantisasi nilai eigen en-
ergi. Tanpa sebuah sumber energi, sistem mencapai nilai eigen energi
minimalnya E0 = ~ω/2 pada suhu T = 0K. Nilai ini diwajibkan oleh
relasi ketidakpastian
~
∆x∆p = (5.62)
2
dan nilai E0 inilah yang merupakan nilai eigen energi minimal yang bisa
dimiliki oleh sistem.
Solusi
Untuk osilator harmonik klasik, kita memiliki
x = An cos(ωt) (5.63)
dengan
dx
v= = −An ω sin(ωt) maka p = mv = −mAn sin(ωt)
dt
oleh karena itu energinya adalah
p2 1
En = + mω 2 x2
2m 2
m2 A2n ω 2 sin2 (ωt) mω 2 A2n cos2 (ωt)
= +
2m 2
mA2n ω 2 (sin2 (ωt) + cos2 (ωt))
= ⇒ sin2 (ωt) + cos2 (ωt) = 1
2
mA2n ω 2
= (5.65)
2
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 193
yang menghasilkan
r
2En
An = (5.66)
mω 2
Solusi
Hamiltonian osilator harmonik adalah (lihat Persamaan(5.2))
p2 mω 2 2
H= + x (5.76)
2m 2
4
Nilai ekspektasi energinya adalah
hHi = E
hp2 i mω 2 2
= + hx i (5.77)
2m 2
Kita dapat menuliskan
Untuk kasus osilator harmonik, hpi = hxi = 0. Hal ini karena pada gerak
dari osilator harmonik adalah gerak bolak-balik secara periodik melewati
suatu titik kesetimbangan sehingga total momentum ke arah yang satu
akan sama dengan jumlah total momentum kearah yang berlawanan se-
hingga momentum rata-rata partikel tersebut sama dengan nol. Demikian
pula halnya dengan posisi rata-ratanya. Dalam gerak-gerak bolak-balik se-
cara periodik, posisi rata-rata dari partikel berada pada titik kesetimban-
gannya. Bukti secara matematika untuk hasil ini adalah sebagai berikut
Z ∞
hxi = ψn∗ (x)xψn (x)dx
−∞
Z ∞
= |xψn (x)|2 dx (5.80)
−∞
Integral fungsi antisimetrik x|ψn (x)|2 yang meliputi suatu interval simetrik
adalah sama dengan nol; oleh karena itu, hxi = 0. Hal yang serupa,
Z ∞
∂ψn (x)
hpi = −i~ ψn∗ (x) dx (5.81)
−∞ ∂x
q
Dengan penggantian variabel menjadi ζ = λx dan λ = mω ~
, kita memiliki
Z ∞
∂ψn (ζ)
hpi = −i~ ψn∗ (ζ) dζ (5.82)
−∞ ∂ζ
Karena,
2
∂ψn (ζ) ∂Hn (ζ) e−ζ /2
= √ + ζψn (ζ) (5.83)
∂ζ ∂ζ πλ2n n!
sehingga kita memperoleh
Z ∞ Z ∞
−i~ ∂Hn (ζ) − ζ2
hpi = √ ψn∗ (ζ) e 2 dζ − i~ ψn∗ (ζ)ψn (ζ)ζdζ(5.84)
πλ2n n! ∞ ∂ζ −∞
Perhatiaknlah bahwa5
Z
hxi − ψ ∗ (ζ)ψ(ζ)ζdζ = 0 (5.85)
Demikian juga
dE 3~2
= + mω 2 ∆x > 0 (5.93)
d(∆x) 4m(∆x)4
∆x=∆x0
Solusi
Hamiltonian sistem bisa dipisahkan menjadi dua bagian:
p2x 1
Hx = + mω 2 x2 (5.97)
2m 2
p2y 1
Hy = + mω 2 y 2 (5.98)
2m 2
Sehingga fungsi gelombangnya bisa dituliskan sebagai sebuah perkalian
dari dua fungsi, ψx (x) (fungsi eigen dari Hx ) dan ψy (y) (fungsi eigen dari
Hy ) yang memiliki nilai-nilai eigen masing-masing berturut-turut
1
Ex = ~ω nx + (5.99)
2
1
Ey = ~ω ny + (5.100)
2
sehingga kita memiliki
= Ex ψx ψy + Ey ψx ψy
E = Ex + Ey
1 1
= nx +~ω + ny + ~ω
2 2
1 1
= nx + + ny + ~ω
2 2
= (nx + ny + 1)~ω ⇒ nx + ny = n
= (n + 1)~ω (5.103)
198 Osilator Harmonik
Solusi
Hamiltonian sistem berdasarkan Persamaan(5.3) termodifikasi menjadi
p2 mω 2 2
H= + r − eE0 x (5.105)
2m 2
kita memisahkan Hamiltonian sistem menjadi tiga bagian:
H = Hx + Hy + Hz (5.106)
dengan
p2x mω 2 2
Hx =
2m + 2 x − eE0 x
p2y mω 2 2
Hy = + (5.107)
2m 2 y
p2z
mω 2 2
Hz = 2m + 2 z
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 199
Hx ψ1 (x) = E1 ψ1
2 2 2
~ ∂ ψ1 mω 2
− + x ψ1 − eE0 xψ1 = E1 ψ1 (5.110)
2m ∂x2 2
Dengan melakukan perubahan variabel menjadi:
x eE0
ζ = −√ (5.111)
λ ~mω
kita menghasilkan
d2 ψ1 (eE0 )2
2E1
+ +√ ψ1 − ζ 2 ψ1 = 0 (5.112)
dζ 2 ~ω ~mω 3
Kita memperoleh persamaan diferensial untuk suatu osilator harmonik
satu dimensi yang memiliki solusi
1 2
ψ(ζ) = √ Hn (ζ)e−ζ /2 (5.113)
2n1 λπn1 ! 1
atau dalam variabel x,
" 2 #
1 1 x eE0
ψ(x) = √ n Hn (x) exp − −√ (5.114)
2 1 λπn1 ! 1 2 λ ~mω
2E1 (eE0 )2
+ = 2n1 + 1 (5.115)
~ω m~ω
sehingga nilai eigen energinya adalah
(eE0 )2
1
(E1 )n1 = n1 + ~ω − (5.116)
2 2mω 2
200 Osilator Harmonik
Solusi
Kita menuliskan fungsi gelombang partikel tersebut dalam ruang (rep-
resentasi) momentum pada waktu t dengan ψ̃(p, t). Peluang P sebuah
momentum positif adalah
Z ∞
P = |ψ̃(p, t)|2 dp (5.120)
−∞
Kita dapat menuliskan ψ̃(p, t) sebagai sebuah kombinasi linear dari fungsi-
fungsi eigen dalam ruang momentum:
∞
Cn φ̃n (p)e−i(n+ 2 )ωt
X 1
ψ̃(p, t) = (5.121)
n=0
dimana φ̃n (p) adalah fungsi-fungsi eigen keadaan stasioner dalam ruang
momentum dan koefisiennya adalah
Catat bahwa φn (x) disini adalah fungsi-fungsi eigen dalam ruang (repre-
sentasi) koordinat. ψ(x, t) bisa juga dituliskan sebagai
Cn φn (x)e−i(n+ 2 )ωt
X 1
ψ(x, t) = (5.123)
n
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 201
dan juga
7. (a) Mengaculah pada kondisi awal dalam soal nomor 6 di atas dan hi-
tunglah ψ(x, t).
(b) Jika pada t = 0 partikel berada dalam keadaan
1
ψ(x) = √ [φ0 (x) + φ1 (x)] (5.129)
2
202 Osilator Harmonik
Solusi
(a) Pertama-tama, catatlah bahwa ψ(x) yang diberikan bukanlah ψ0 (x)
(fungsi eigen) karena σ 2 6= ~
mω , sehingga untuk mencari ψ(x, t) kita harus
menuliskan ψ(x) sebagai sebuah kombinasi linear dari fungsi-fungsi eigen
φn (x):
∞
X
ψ(x) = Cn φn (x) (5.130)
n=0
dan
Cn φn (x)e−i(n+ 2 )ωt
X 1
ψ(x, t) = (5.131)
n
dimana
Cn = hφn (x)|ψ(x)i
Z ∞
= φ∗n (x)ψ(x)dx (5.132)
−∞
Karena |φ0 (x)|2 adalah fungsi simetrik sementara x adalah sebuah fungsi
antisimetrik, integral lenyap pada suatu interval simetrik, hφ0 (x)|x|φ0 (x)i =
0, demikian juga hφn (x)|x|φn (x)i = 0, sehingga dua suku pertama pada
Persamaan(5.144) lenyap.
Sekarang giliran kita menghitung:
Z ∞
hφ0 (x)|x|φ1 (x)i = φ∗0 (x)φ1 (x)dx
−∞
Z ∞
1 1 x x x 2
= √ √ H0 H1 e( λ ) dx
π 1/2 λ 2π 1/2 λ ∞ λ λ
(5.146)
x x 2x
kita memiliki H0 λ = 1 dan H1 λ = λ (lihat Sessi Teori 5.2, khusus-
nya Persamaan(5.19) dan Persamaan(5.20)). Oleh karena itu
r Z ∞
2 1 2 2
hφ0 (x)|x|φ1 (x)i = x2 e−x /λ dx
π λ2 −∞
r
1
= (5.147)
2λ2
atau
r
~
hφ0 (x)|x|φ1 (x)i = (5.148)
2mω
dan
p2 1
H= + mω 2 x2 (5.151)
2m 2
1
~ω Q2 + P 2
H= (5.153)
2
1
a = √ (Q + iP ) (5.154)
2
r
mω i
a = x+ p (5.155)
2~ mω
1
a† = √ (Q − iP ) (5.156)
2
r
mω i
a† = x− p (5.157)
2~ mω
Hitunglah a|ni, dimana |ni adalah fungsi eigen osilator pada keadaan
energi ke n.
Solusi
(a) Kita menggunakan relasi kekomutatifan yang diketahui9 , yaitu:
[x, p] = i~ (5.158)
jadi,
r
p mω
[P, Q] = √ , x
mω~ ~
r r
p mω mω p
= √ x − x √
mω~ ~ ~ mω~
h px xp i
= −
~ ~
1
= [px − xp]
~
1
= − [xp − px]
~
1
= − [x, p]
~
1
= − i~
~
= −i (5.159)
(b) Dengan menggunakan hasil yang diperoleh pada Bagian (a), kita da-
9 Sebagai Latihan, silahkan buktikan sendiri.
206 Osilator Harmonik
pat menuliskan
1
a† a = (Q − iP ) (Q + iP )
2
1 2
Q + P 2 − i(P Q − QP )
=
2
1 2
Q + P 2 − i[P, Q]
=
2
1 2
Q + P 2 − i(−i)
=
2
1
Q2 + P 2 − 1
= (5.160)
2
atau
Q2 + P 2 2a† a + 1
= (5.161)
1
~ω 2a† a + 1
H =
2
1
H = ~ω a† a + (5.162)
2
= −i [P, Q]
= −i(−i)
a† , a = −1
(5.163)
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 207
a† a = aa† − 1 (5.164)
[a, H] = ~ω[a, a† a]
= ~ω[a, a† ]a
= ~ωa (5.166)
= ~ω[a† , a]a†
= −~ωa (5.167)
sehingga
Kita menerapkan a† = − ~ω
1
[a† , H] pada keadaan |ni, sehingga
a† H Ha†
a† |ni = − |ni + |ni
~ω ~ω
Ha†
1
= − n+ a† |ni + |ni (5.172)
2 ~ω
208 Osilator Harmonik
atau
† 3
H(a |ni) = ~ω n + (a† |ni) (5.173)
2
Oleh karena itu, kita menyimpulkan bahwa a† |ni adalah sebuah keadaan
yang sebanding terhadap |n + 1i), yaitu
2
α+ = ∠ψ+ |ψ+ i
1
Kita menerapkan hal yang sama dengan menerapkan a = ~ω [a, H] pada
keadaan |ni dan kita menemukan
aH Ha
a|ni = |ni − |ni
~ω
~ω
1 H
= n+ (a|ni) − (a|ni) (5.176)
2 ~ω
atau
1
H(a|ni) = ~ω n − (a|ni) (5.177)
2
Oleh karena itu, kita menyimpulkan bahwa a|ni adalah sebuah keadaan
yang sebanding terhadap |n − 1i), yaitu
2
α− = ∠ψ− |ψ− i
kita memperoleh
√
a|ni = n|n − 1i (5.181)
5.5 Soal-Soal dan Penyelesaian 209
Catatan bahwa jika kita menerapkan a pada keadaan dasar |0i, kita men-
dapat
a|0i = 0 (5.182)
xnk = hn|x|ni
Z ∞
xnk = φ∗n (x)xφk (x)dx (5.184)
−∞
pnk = hn|p|ni
Z ∞
pnk = φ∗n (x)pφk (x)dx (5.185)
−∞
Solusi
Misalkan kita menuliskan x dan p menggunakan operator-operator turun
dan naik a dan a† (Lihat Soal nomor 8):
r
1 2~
x = (a + a† )
2 mω
r
~
x = (a + a† ) (5.186)
mω
~ √
r
√
hn|x|ki = khn|k − 1i + k + 1hn|k + 1i
mω
~ √
r
√
= kδn,k−1 + k + 1δn,k+1 (5.190)
mω
dimana δn,k−1 dan δn,k+1 adalah fungsi delta Dirac yang berciri:
1 n=m
δnm = (5.191)
0 n 6= m
Oleh karena itu
q
~(n+1)
q 2mω
k =n+1
hn|x|ki = ~n
k =n−1 (5.192)
2mω
0 Lainnya
···
0 1 √0
r
1 √0 2 ···
√
~ 0 2 0 3 ···
hn|x|ki = √ (5.196)
mω
0 0 3 0 ···
.. ..
. .
dan
−1 ··· ···
0 0
√
r 1 √0 − 2 ·√
·· ···
mω~ 0 2 − 3 ···
hn|p|ki = i √0 (5.197)
2
0 0 3 0 ···
.. ..
. .
10. Tinjaulah suatu osilator satu dimensi yang berada dalam tingkat energi ke
n. Hitunglah nilai-nilai ekspektasi hx2 i, hxi, hp2 i, hpi. Apakah yang dapat
kita katakan mengenai relasi ketidakpastian ∆x∆p?
Solusi
Dengan menggunakan operator-operator a dan a† , kita bisa melihat bahwa11
~
hx2 i = (2n + 1) (5.198)
2mω
mω~
hp2 i = (2n + 1) (5.199)
2
hxi = 0 (5.200)
hpi = 0 (5.201)
Sehingga
r ! r !
~ mω~
∆x∆p = (2n + 1) (2n + 1)
2mω 2
r
~2 mω
= (2n + 1)2
4mω
~
= (2n + 1) (5.204)
2
Tabel 5.1
Ne Ar Kr Xe
V0 (eV ) 0.0031 0.0104 0.0140 0.0200
σ(Å) 2.74 3.40 3.65 3.98
Carilah secara pendekatan, energi keadaan dasar sebuah ion tunggal dalam
dari kristal. Petunjuk: Ion yang mendekati nilai minimum V (r) bisa
diperlakukan sebagai sebuah osilator harmonik.
Solusi
Kita memulai dengan mengaproksimasikan potensial V (r) yang mendekati
nilai minimum dengan suatu polinomial berbentuk
k
V (r) = Vm + (r − rm )2 + O[(r − rm )3 ] (5.206)
2
dimana nilai Vm adalah nilai dari V (rm ) dan rm adalah jarak nilai mini-
dV (r)
= 0
dr r=rm
σ 12 σ6
4V0 −12 13 + 6 7 = 0 (5.207)
rm rm
rm = 21/6 σ (5.208)
dV (r)
k =
dr r=rm
σ 12 σ6
= 4V0 −12 13 + 6 7
rm rm
V 0
= 36 · 22/3 2 (5.209)
σ
k
V (r) = U0 + (r − r0 )2 (5.210)
2
adalah
~ω
E0 = + U0
2r
~ k
= + U0 (5.211)
2 m
6. Hitunglah elemen-elemen matriks hn|x2 |mi dan hn|p2 |mi untuk osilator
harmonik satu dimensi.
8. Hitunglah elemen-elemen matriks hn|x3 |mi dan hn|x4 |mi untuk osilator
harmonik satu dimensi.
SELAMAT BELAJAR
”Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya.” (Mazmur 19:2)
”Ilmu pengetahuan tanpa agama akan lumpuh, agama tanpa ilmu
pengetahuan akan buta.” (Albert Einstein)
216 Osilator Harmonik
Bab 6
Momentum Sudut
6.1 Pendahuluan
Sama seperti dalam mekanika klasik, kita mengenal besaran momentum sudut
kuantum sebagai besaran yang secara matematika dituliskan dengan
L=r×p (6.1)
sehingga,
|L| = det L
i j K
= x y z
px py pz
= i(ypz − zpy ) + j(zpx − xpz ) + k(xpy − ypx ) (6.3)
dan juga
∂
px = − i~ (6.6a)
∂x
∂
py = − i~ (6.6b)
∂y
∂
pz = − i~ (6.6c)
∂z
Relasi-relasi ini bekerja dengan cara yang analog dengan perkalian cross product
vektor dalam mekanika klasik.
dimana ijk adalah simbol Levi − Cevita, yang bekerja seperti perkalian cross
product vektor yang memiliki sifat-sifat
1 ijk memiliki permutasi siklik atau genap
ijk = −1 ijk memiliki permutasi anti-siklik atau ganjil (6.14)
0 ijk jika ada komponen yang sama
L+ = Lx + iLy (6.15)
L− = Lx − iLy (6.16)
L+ + L−
Lx = (6.17a)
2
L+ − L−
Ly = (6.17b)
2i
L+ = L†− (6.18)
1
L2 = L2z + (L+ L− + L− L+ ) (6.19)
2
dan juga
[L2 , L± ] =0 (6.22)
Dengan mengoperasikan operator naik dan turun pada |lmi memberikan hasil
kepada kita:
p
L+ |lmi = l(l + 1) − m(m + 1)~|l, m + 1i
p
= (l − m)(l + m + 1)~|l, m + 1i (6.28)
p
L− |lmi = l(l + 1) − m(m + 1)~|l, m − 1i
p
= (l + m)(l − m + 1)~|l, m − 1i (6.29)
Catatlah bahwa jika |lmi merupakan sebuah vektor eigen dari L2 yang bernilai
eigen l(l + 1), maka suatu l yang tetap tertentu terdapat (2l + 1) kemungkinan
nilai-nilai eigen untuk Lz ;
m = −l, −l + 1, . . . , 0, . . . , l − 1, l (6.30)
Sehingga
L+ |l, li = 0 (6.31)
Basis ini disebut basis standar. Relasi closure bagi basis standar ini adalah
∞ X
X l
|lmihlm| = 1 (6.34)
l=0 m=−l
Representasi dari vektor-vektor eigen dan nilai-nilai eigen sering lebih nyaman
dituliskan menggunakan koordinat bola:
z =r cos θ (6.35c)
Untuk kasus sebuah potensial sentral4 V(r) = V (r), kita melihat bahwa Ylm (θ, φ)
adalah fungsi-fungsi harmonik bola 5 , dimana
s
2l + 1 (l − m)! m
Ylm (θ, φ) = (−1) m
P (cos θ)eimφ (6.42)
4π (l + m)! l
s
|m| 2l + 1 (l − |m|)! |m|
Ylm (θ, φ) = (−1) P (cos θ)eimφ (6.43)
4π (l + m)! l
Plm (x) adalah fungsi-fungsi Legendre yang berasosiasi yang didefinisikan oleh
dm
q
m
Plm (x) = (1 − x2 ) Pl (x) (6.44)
dxm
(−1)l dl l
Pl (x) = 1 − x2 (6.45)
2l l! dxl
Perlu dicatat bahwa Ylm (θ, φ) secara unik didefinisikan kecuali untuk tanda,
yang tidak bisa diubah. Fungsi-fungsi harmonik bola, fungsi-fungsi Legendre
terasosiasi dan polinomial-polinomial Legendre telah diperkenalkan pada Bab
2.
Telah kita sebutkan dalam Bab 4 bahwa suatu operator bisa direpresentasikan
dalam bentuk matriks; representasi ini bergantung pada vektor-vektor basis
(vektor-vektor eigen) yang kita pilih. Bagi kasus sebuah operator momentum
sudut, biasanya kita menggunakan basis standar |lmi, sehingga setiap elemen
matriks Aij yang merepresentasikan operator A memenuhi
= j~δij (6.48)
Kita mengetahui dari mekanika klasik bahwa ketika suatu potensial bersimetri
bola V (x, y, z) = V (r) bekerja pada suatu partikel, momentum sudutnya meru-
pakan sebuah konstanta gerak. Dalam pengertian mekanika kuantum, hal ini
224 Momentum Sudut
Misalkan |ψi adalah sebuah vektor keadaan suatu sistem dalam suatu sistem
koordinat O tertentu. Untuk merepresentasikan vektor keadaan dalam sistem
koordinat O0 lainnya, kita mendefinisikan operator rotasi UR , sehingga vektor
keadaan dalam sistem koordinat O0 diberikan oleh
|ψ 0 i = UR |ψi (6.54)
hψ 0 | = hψ|UR† (6.56)
= 1 (6.58)
6 Yaitu, [L2 , H]
= 0.
7 Infinitesimal = kumpulan obyek homogen yang Sangat kecil tapi berjumlah sangat
banyak.
6.8 Momentum Sudut dan Rotasi 225
A0 = UR AUR† (6.59)
A = UR† A0 UR (6.60)
226 Momentum Sudut
Solusi
(a) Dengan menggunakan definisi L = r × p, kita memperoleh
X
Li = kli rk pl (6.63)
kl
sehingga
X
[Li , rj ] = kli [rk pl , rj ]
kl
X
= kl (rk [pl , rj ] + [rk , rj ]pl ) (6.64)
kl
P
(b) Kita menguraikan relasi komutasi [Li , Lj ] = i~ k ijk Lk ke dalam
tiga relasi-relasi komutasi berikut:
Lx = (r × p)x = ry pz − rz py (6.68a)
Ly = (r × p)y = rz px − rx pz (6.68b)
Jadi,
[Lx , Ly ] = [ry pz − rz py , rz px − rx pz ]
(6.69)
(6.70)
[pz , Px ] =0 (6.71a)
[ry , px ] =0 (6.71c)
[ry , rz ] =0 (6.71d)
kita memperoleh
= ry (−i~)px
= −i~ry px (6.72)
228 Momentum Sudut
= 0 (6.73)
dan
= 0 (6.74)
demikian juga
= rx (i~)py
= i~rx py (6.75)
[Lx , Ly ] = i~(rx py − ry px )
= i~(r × p)
= i~Lz (6.76)
Solusi
(a) Operator L2 dapat dituliskan sebagai
= i~(Ly Lx + Lx Ly ) (6.81)
= 0 (6.82)
(L × L)x = Ly Lz − Lz Ly
= [Ly , Lz ]
= i~Lx (6.83)
(L × L)y = Lz Lx − Lx Lz
= [Lx , Lx ]
= i~Ly (6.84)
(L × L)z = Lx Ly − Ly Lx
= [Lx , Ly ]
= i~Lz (6.85)
Solusi
Karena L1 dan L2 adalah operator-operator momentum sudut, untuk
jumlah L = L1 + L2 kita memiliki
Dalam soal nomor 2 Bagian (b), kita melihat bahwa jika L adalah sebuah
operator momentum sudut, maka L × L = i~L.
Jadi
L1 × L2 = (L1y L2z − L1z L2y )x̂ + (L1z L2x − L1x L2z )ŷ
L2 × L1 = (L2y L1z − L2z L1y )x̂ + (L2z L1x − L2x L1z )ŷ
jadi
L×L = L2 × L1 × L1 × L2
= i~(L1 + L2 )
= i~L (6.92)
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 231
Solusi
Pertama-tama kita mencatat bahwa Lx , Ly , Lz dan L2 adalah merupakan
operator-operator Hermitian, sama seperti representasi-representasi ma-
triksnya, yaitu dalam hal ini, untuk masing-masing komponen dari ma-
triks aij , kita memiliki aij = a∗ji . Untuk sebuah sistem yang memiliki
momentum sudut l = 1, vektor-vektor eigen dari Lz adalah
|1i bersesuaian terhadap l = 1, m = 1
|0i bersesuaian terhadap l = 1, m = 0 (6.94)
| − 1i bersesuaian terhadap l = 1, m = −1
1
Lx |1i = (L+ + L− )|1i
2
1
= L− |1i
2
~
= √ |0i (6.95)
2
1
Lx |0i = (L+ + L− )|0i
2
~
= √ (|1i + | − 1i) (6.96)
2
1
Lx | − 1i = (L+ + L− )| − 1i
2
1
= L+ | − 1i
2
~
= √ |0i (6.97)
2
232 Momentum Sudut
1
Ly |1i = (L+ + L− )|1i
2i
i~
= √ |0i (6.100)
2
1
Ly |0i = (L+ + L− )|0i
2i
i~
= √ (|1i + | − 1i) (6.101)
2
1
Ly | − 1i = (L+ + L− )| − 1i
2i
i~
= − √ |0i (6.102)
2
Lz |0i = 0 (6.106)
Lz | − 1i = −~| − 1i (6.107)
Jadi
1 0 0
Lz = ~ 0 1 0 (6.108)
0 0 1
L2 | − 1i = 2~2 | − 1i (6.111)
sehingga
1 o 0
L2 = 2~2 0 1 0 (6.112)
0 0 1
Solusi
Pertama-tama kita akan mencari vektor-vektor eigen Lx untuk l = 1
dalam basis Lz ; dalam hal ini, kita ingin mencari vektor-vektor eigen
dan nilai-nilai eigen dari
0 1 0
~
Lx = √ 1 0 1 (6.113)
2 0 1 0
~λ
Dengan membuat asumsi bahwa nilai-nilai eigen Lλ adalah √
2
, Persamaan
234 Momentum Sudut
sekular Lx adalah
det(Lx − λI) = 0
0 1 0 1 0 0
det 1 0 1 − λ 0 1 0 = 0
0 1 0 0 0 1
−λ 1 0
det 1 −λ 1 = −λ(λ2 − 1) + λ
0 1 −λ
2λ − λ3 = 0 (6.114)
√
Oleh karena itu, λ = 0, ± 2 dan nilai-nilai eigen Lλ adalah ±~ atau 0.
Vektor-vektor eigen yang bersesuaian terhadap nilai eigen ~ adalah
a
|1ix = b
c
= a|1i + b|0i + c| − 1i (6.115)
dimana |a|2 + |b|2 + |c|2 = 1 adalah syarat normalisasi. Oleh karena itu,
0 1 0 a a
~
√ 1 0 1 b = ~ b (6.116)
2 0 1 0 c c
atau
√ √ √
I b=a 2 II a + c = (a + b) 2 III b = c 2 (6.117)
I b=0 II a + c = 0 (6.122)
1
a2 + 2a2 + a2 = 1 ⇒ (6.127)
2
1 √
x h1|αi = √ (1 + 2 2 + 3)
2 14
√
2+ 2
= √ (6.131)
14
1
x h0|αi = √ (1 − 3)
28
1
= −√ (6.132)
7
1 √
x h−1|αi = √ (1 − 2 2 + 3)
2 14
√
2− 2
= √ (6.133)
14
Oleh karena itu, Peluang bahwa suatu pengukuran Lx menghasilkan nol
adalah
Px (0) = |x h0|αi|2
1
= (6.134)
7
Solusi
(a) Konjugasi Hermitian dari L+ adalah L†+ = L†x − iL†y , tetapi karena
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 237
= hlm|(L†+ L+ )|lmi
disini, kita menggunakan fakta bahwa L2 = L2x + L2y + L2z dan [Lx , Ly ] =
i~Lz pada langkah terakhir. Jadi, dengan melakukan substitusi L+ L− ,
kita memperoleh
= ~2 [l(l + 1) − m2 − m]
= hlm|(L†− L− )|lmi
Sekali lagi
= ~2 [l(l + 1) − m2 + m]
= [L2 , Lx ] + iL2 , Ly
= 0 (6.141)
dan
= [L2 , Lx ] − iL2 , Ly
= 0 (6.142)
= [Lx , Lz ] + i[Ly , Lz ]
= −~(Lx + Ly )
= −~L+ (6.144)
= [Lx , Lz ] − i[Ly , Lz ]
= ~(Lx − iLy )
= ~L− (6.145)
dan juga
dan (m − 1)~.
Untuk menyimpulkan:
p
kL+ |lmik = ~pl(l + 1) − m(m + 1)
(6.149)
kL− |lmik = ~ l(l + 1) − m(m − 1)
2
L (L+ |lmi) = ~2 l(l + 1)(L+ |lmi)
(6.150)
L2 (L− |lmi) = ~2 l(l + 1)(L− |lmi)
dan
Lz (L+ |lmi) = ~(m + 1)(L+ |lmi)
(6.151)
Lz (L− |lmi) = ~(m − 1)(L− |lmi)
p
L+ |lmi = ~ l(l + 1) − m(m + 1)|l, m + 1i (6.153)
p
L− |lmi = ~ l(l + 1) − m(m − 1)|l, m − 1i (6.154)
Solusi
Kita memulai dengan merepresentasikan Lx dan Ly dengan menggunakan
L+ dan L− :
L+ + L−
Lx = (6.155)
2
L+ − L−
Ly = (6.156)
2i
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 241
p
L+ |lmi = ~ l(l + 1) − m(m + 1)|l, m + 1i (6.157)
dan
p
L− |lmi = ~ l(l + 1) − m(m − 1)|l, m − 1i (6.158)
1 2
L2x = (L+ − L− )
4
1 2
L − L2− + 2L+ L− + 2L− L+
= (6.159)
4 +
Suku-suku L2+ dan L2− tidaklah berkontribusi terhadap ekspresi hlm|L2x |lmi
karena
Jadi, untuk menghitung hlm|L2x |lmi kita hanya meninjau kontribusi dari
L− L+ dan L+ L− ; yaitu
1
hlm|L2x |lmi = hlm|L+ L− + L− L+ |lmi
2
1
= [hlm|L+ L− |lmi + hlm|L− L+ |lmi]
2
~p
= [ l(l + 1) − m(m − 1)hlm|L+ |l, m − 1i
2
p
+ l(l + 1) − m(m + 1)(hlm|L− |l, m + 1i)]
~2 p p
= [ l(l + 1) − m(m − 1) l(l + 1) − m(m + 1)hlm|l, mi
2
p p
+ l(l + 1) − m(m + 1) l(l + 1) − m(m − 1)hlm|l, mi]
~2
= [l(l + 1) − m(m − 1) + l(l + 1) − m(m + 1)]
2
~2 l(l + 1) − m2
= (6.161)
1
Lx Ly = (L+ + L− )(L+ − L− )
4i
1 2
= (L + L2− − L+ L− + L− L+ ) (6.162)
4i +
242 Momentum Sudut
Sekali lagi, suku-suku L2+ dan L2− tidak berkontribusi terhadap hlm|Lx Ly |lmi;
sehingga
1
hlm|Lx Ly |lmi = [hlm|L2+ + L2− − L+ L− + L− L+ |lmi]
4i
1
= [hlm|L− L+ − L+ L− |lmi]
4i
1
= [hlm|L− L+ |lmi − hlm|L+ L− |lmi]
4i
~ p
= [ l(l + 1) − m(m + 1)hlm|L− |l, m + 1i
4i
p
− l(l + 1) − m(m − 1)hlm|L+ |l, m − 1i]
~ p p
= [ l(l + 1) − m(m + 1) l(l + 1) − m(m + 1)hlm|lmi
4i
p p
− l(l + 1) − m(m − 1) l(l + 1) − m(m − 1)hlm|lmi]
i~2 m
= (6.163)
2
Solusi
Pertama-tama kita akan mengekspresikan ψ(x, y, z) dalam koordinat bola:
dimana r2 = x2 + y 2 + z 2 . Jadi,
r2
ψ(r, θ, φ) = N [sin θ(cos φ + sin φ) + cosθ]re− α2 (6.169)
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 243
1 h √ i
T 0 (θ, φ) = √ (1 + i)Y1−1 − (1 − i)Y11 + 2Y10 (6.176)
6
sehingga peluang-peluang yang diinginkan dihitung sebagai berikut:
(a) Untuk L2 = 2~2 dan Lz = 0 kita memiliki
1 1 2
H = (L2 + L2y ) + L (6.180)
2Ix x 2Iz z
Solusi
(a) Kita memulainya dengan menuliskan Hamiltoniannya sebagai
1 1 1
L2x + L2y + L2z + L2z
H = −
2Ix 2Iz 2Iz
1 2 1 1
= L + − L2z (6.181)
2Ix 2Iz 2Ix
nilai-nilai eigen dari f (A) (dimana f (A) adalah sebuah fungsi dari A)
adalah f (λi ). Oleh karena itu, nilai-nilai eigen energinya adalah
~2
1 1
Elm = l(l + 1) + − ~2 m2 (6.182)
2Ix 2Iz 2Ix
= m~ (6.183)
(c) Keadaan gasing pada t = 0 adalah ψ(t = 0, θ, φ) = Y30 (θ, φ), yang
mana merupakan sebuah keadaan eigen dari Hamiltonian. Sebuah pen-
gukuran Lz untuk keadaan ini menghasilkan nol, dan karena itu meru-
pakan sebuah keadaan eigen dari H, gasing akan selalu tetap berada dalam
keadaan ini. Oleh karena itu, peluang pengukuran yang menghasilkan ~
adalah nol.
dimana Clm adalah sebuah konstanta normalisasi dan Plm (x) adalah fungsi-
fungsi Legendre terasosiasi yang didefinisikan oleh
|m| d|m|
Plm (x) = 1 − x2 2
Pl (x)
dx|m|
= Pl−m (x) (6.185)
Solusi
d
Tinjaulah polinomial Legendre P1 (x) = x; sehingga dx (P1 (x)) = 1. Oleh
246 Momentum Sudut
karena itu dengan bergantung pada Persamaan (6. ) di atas (Lihat Bab
2 Sessi 2.7), kita memiliki
Juga
Y1−1 (θ, φ) = C1−1 sin θe−iφ Y10 (θ, φ) = C10 cos θ (6.188)
atau
Z π
− 2π(C10 )2 cos2 θd(cos θ) = 1
0
r
3
C10 = (6.190)
4π
hal yang serupa,
C11 = C1−1
Z 2π Z π −2
iφ −iφ
= dφ sin θe sin θe sin θdθ
0 0
Z π −2
= 2π sin3 θdθ
0
r
3
= (6.191)
8π
Akhirnya kita mempunyai
r
3
Y10 (θ, φ) = cos θ (6.192a)
4π
r
3
Y11 (θ, φ) = sin θeiφ (6.192b)
8π
r
−1 3
Y1 (θ, φ) = sin θe−iφ (6.192c)
8π
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 247
11. Selesaikanlah Persamaan nilai eigen L2 Y (θ, φ) = λ~2 Y (θ, φ), dan carilah
nilai-nilai eigen dari operator L2 . Gunakanlah ekspresi untuk L2 dalam
koordinat bola.
1 ∂2
1 ∂ ∂
L2 = −~2 2 ∂φ2 + sin θ ∂θ sin θ (6.193)
sin θ ∂θ
Solusi
Kita memulainya dengan mensubstitusikan ekspresi L2 ke dalam Per-
samaan nilai eigen, sehigga kita memperoleh
1 ∂2
1 ∂ ∂
+ sin θ Y (θ, φ) = −λY (θ, φ)(6.194)
sin2 θ ∂φ2 sin θ ∂θ ∂θ
Θ d2 Φ
Φ d dΘ
2 dφ2 + sin θ dθ sin θ = −λΦ(φ)Θ(θ) (6.195)
sin θ dθ
1 d2 Φ sin θ d
dΘ
+ sin θ + λ sin2 θ = 0 (6.196)
Φ dφ2 Θ dθ dθ
1 d2 Φ
Sekarang, kita memiliki dua bagian: bagian yang pertama, Φ dφ2 , adalah
sebuah fungsi yang bergantung hanya pada φ, dan bagian yang kedua,
sinθ d dΘ 2
Θ dθ sin θ dθ + λ sin θ, adalah sebuah fungsi yang hanya bergantung
pada θ; jumlah kedua bagian ini adalah sama dengan nol. Oleh karena
itu masing-masing bagian ini haruslah merupakan sebuah konstanta oleh
dirinya sendiri. Kita mensetting:
1 d2 Φ
= −m2 (6.197)
Φ dφ2
dan
sinθ d dΘ
sin θ + λ sin2 θ = m2 (6.198)
Θ(θ) dθ dθ
diferensial, lalu mengalikan kedua sisi Persamaan(6.197) dengan dφ, lalu diintegralkan.
248 Momentum Sudut
e2πim = 1 (6.201)
Oleh karena itu, tiap koefisien haruslah lenyap11 , dan kita memiliki
atau
(s + n)(s + n + 1) − λ
an+2 = an (6.209)
(s + n + 2)(s + n + 1)
1 dl 2
Θ(x) = (x − 1)l (6.210)
2l l! dxl
(−1)m 2 |m|/2 d
(l+|m|)
Θm
l (x) = (1 − x ) (x2 − 1)l (6.211)
2l l! dx(l+|m|)
dm
= (−1)m (1 − x2 )|m|/2 m Pl (x) (6.212)
dx
12. Tinjaulah sebuah partikel yang berada dalam sebuah potensial sentral
(medan gaya sentral). Jika diberikan bahwa |lmi adalah sebuah keadaan
eigen dari operator L2 dan operator Lz :
(a) Hitunglah penjumlahan ∆L2x + ∆L2y .
(b) Harga-harga l dan m yang manakah sehingga penjumlahan dalam
Bagian (a) lenyap12 ?
Solusi
(a) Ketidakpastian ∆L2x dan ∆L2y didefinisikan sebagai:
L+ + L− L+ − L−
Lx = Ly = (6.214)
2 2i
11 Yaitu sama dengan nol.
12 yaitu sama dengan nol
250 Momentum Sudut
1 2
L2X = (L + L2− + L+ L− + L− L+ ) (6.215)
4 +
1
L2y = (L2+ + L2− − L+ L− − L− L+ ) (6.216)
4
sehingga
D E
hLx i = hlm|Lx |lmi = lm L+ +L− lm = 0
2
D E (6.217)
hLy i = hlm|Ly |lmi = lm L+ −L− lm = 0
2i
karena
p
L+ |lmi = ~pl(l + 1) − m(m + 1)|l, m + 1i
(6.218)
L− |lmi = ~ l(l + 1) − m(m − 1)|l, m − 1i
dan
p
L− L+ |lmi = L− ~ l(l + 1) − m(m + 1)|l, m + 1i
= 2~2 l(l + 1) − m2
(6.223)
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 251
hL2y i = hL2x i
2~2 l(l + 1) − m2
= (6.224)
= 4~2 l(l + 1) − m2
(6.225)
(b) Dengan menggunakan hasil pada Bagian (a), kita melihat bahwa
∆L2x + ∆L2y lenyap14 ketika l(l + 1) − m2 = 0; yakni m2 = l(l + 1). Dengan
menggunakan fakta bahwa m dan l haruslah berupa bilangan bulat, kita
menyimpulkan bahwa persyaratan ini hanya dipenuhi ketika m = l = 0.
r2
ψ(r, t = 0) = N ξ exp − 2 (6.226)
2r0
Solusi
(a) Tinjaulah operator-operator L2 dan Lz . Kedua operator ini hanya
13 hL i2 = 0 karena hLx i = 0, demikian juga hLy i2 = 0 karena hLy i = 0.
x
14 Yaitu sama dengan nol
252 Momentum Sudut
beroperasi pada bagian dari fungsi yang bergantung pada sudutφ dan θ.
Catat bahwa kita dapat menuliskan ψ sebagai15
r
r2
8π
ψ(r, t = 0) = − N r exp − 2 Y11 (x, y, z) (6.228)
3 2r0
Oleh karena itu kita melihat bahwa nilai-nilai yang mungkin dalam se-
buah pengukuran dari L2 dan Lz secara berturut-turut adalah 2~2 dan ~,
yang memiliki peluang 100% (karena operator-operator L2 dan Lz hanya
beroperasi pada Y11 (x, y, z), yang mana adalah suatu fungsi eigen dari
operator-operator ini dengan nilai-nilai eigen ini).
Tinjaulah hanya bagian dari ψ yang adalah merupakan sebuah fungsi eigen
dari Lx dan L2 :
i
P (x, y, z) = α (Y01 )Lx + √ (Y1−1 )Lx + (Y1−1 )Lx
(6.233)
2
hP |P i = 1
1 1
α2 1+ + = 1
2 2
1
2α2 = 1⇒ α= √ (6.234)
2
14. Tinjaulah sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial tak berhingga
dan berbentuk bola:
0 0≤r≤a
V (r) = (6.236)
∞ a<r
Solusi
Kita memulainya dengan menuliskan Hamiltonian sistem:
p2
H = + V (r)
2m
~2 2
= − ∇ + V (r) (6.237)
2m
254 Momentum Sudut
1 ∂2 1 ∂2
2 1 1 ∂ ∂
∇ = (r) + 2 sin θ +
r ∂r2 r sin θ ∂θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
2 2
1 ∂ L
= 2
(r) − 2 2 (6.238)
r ∂r ~ r
1 ∂2
1 ∂ ∂
L2 = −~2 sin θ + (6.239)
sin θ ∂θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
sehingga
~2 1 ∂ 2 L2
H = − (r) − + V (r) (6.240)
2m r ∂r2 mr2
Hψ = Eψ (6.241)
2 2 2
~ 1 ∂ L ψ
− (rψ) + + V (r)ψ = Eψ (6.242)
2m r ∂r2 2mr2
~2 1 ∂ 2
2
~
− [rRnl (r)] + l(l + 1) + V (r) Rnl (r) = ERnl (r)
2m r ∂r2 2mr2
(6.245)
~2 1 ∂ 2
− [rRn0 (r)] + V (r)Rn0 (r) = ERn0 (r) (6.246)
2m r ∂r2
kita menghasilkan
ka = nπ
√
2mEn
a = nπ
~
√ 2
2mEn 2
a = (nπ)
~
2mEn 2
a = n2 π 2
~2
π 2 ~2 2
En = n (6.253)
2ma2
Pada akhirnya, untuk menghitung nilai dari konstanta B, kita menggu-
nakan syarat normalisasi fungsi gelombang R(r):
sin(kr)
U (r) B r 0≤r≤a
R(r) = = (6.254)
r 0 Tempat lainnya
256 Momentum Sudut
15. Tinjaulah Hamiltonian dari sebuah osilator harmonik isotropik tiga di-
mensi:
1 2 mω 2 2
H= (px + p2y + p2z ) + (x + y 2 + z 2 ) (6.257)
2m 2
Solusi
(a) Kita mulai dengan menuliskan
∂2 ∂2 ∂2
p2x + p2y + p2z = −~2 2
+ 2+ 2
∂x ∂y ∂z
= −~2 ∇2 (6.258)
h i
1 ∂ ∂ 1 ∂2
Dengan menggunakan L2 = −~2 sin θ ∂θ sin θ ∂θ + sin2 θ ∂φ2
, kita men-
dapatkan
~2 ∂ 2 (r) L2
− ~2 ∇2 = − + 2 (6.260)
r ∂r2 r
Oleh karena itu, Hamiltonian sistem ini dalam koordinat bola adalah
~2 ∂ 2 L2 mω 2 2
H = − 2
(r) + 2
+ r (6.261)
2mr ∂r 2mr 2
(b) Ketergantungan Hamiltonian terhadap sudut hanya berasal dari suku
operator L2 saja, oleh karena itu, dengan menuliskan fungsi eigen dalam
bentuk ψ(r, θ, φ) = R(r)Ylm (θ, φ), kita memiliki
Hψ = Eψ (6.262)
2 m 2
~ Yl (θ, φ) d R(r) 2 m
ER(r)Ylm (θ, φ) = − (rR(r)) + L Yl (θ, φ)
2mr dr2 2mr2
mω 2 2
+ r R(r)Ylm (θ, φ) (6.263)
2
atau
Dengan
Catatlah bahwa untuk r yang besar, bagian yang dominan pada Per-
2
d 2 2
samaan(6.270) adalah dr 2 − β r u(r) = 0.
Oleh karena itu, untuk r yang besar
2
u(r) ∼ g(r)e−βr /2
(6.271)
d2 u d 0 2 2
= (g (r)e−βr /2 − βrg(r)e−βr /2 )
dr2 dr
2 2 2
= (g”(r)e−βr /2 − βg(r)e−βr /2 − 2βrg 0 (r)e−βr /2
2
+β 2 r2 g(r)e−βr /2
)
2
= (g” − βg − 2βrg 0 + β 2 r2 g)e−βr /2
(6.272)
l(l + 1)g
g” − 2βrg 0 + ( − β)g − =0 (6.274)
r2
P∞
Kita melakukan substitusi g(r) = rs n=0 an rn (untuk a0 6= 0), sehingga
∞
X
g0 = an (n + s)rs+n−1 (6.275)
n=0
dan
∞
X
g” = an (n + s)(n + s − 1)rs+n−2
n=0
∞
X
= an+2 (n + s + 2)(n + s + 1)rs+n (6.276)
n=−2
Catatlah bahwa
∞
g X
= an rs+n−2
r2 n=0
∞
X
= an+2 rs+n (6.277)
n=−2
18 g 0 dg d2 g
= dr
, g” = dr 2
6.9 Soal-Soal dan Penyelesaian 259
− 3β − 2β(n0 + l)
an+2 = an (6.279)
(n0 + l + 3)(n0 + l + 2) − l(l + 1)
(c) Fungsi eigen haruslah terikat untuk r yang besar, sehingga kita harus
memaksa bahwa g(r) adalah sebuah polinomial berderajat berhingga,
dalam hal ini kita mensetting an0 = 0 untuk sebuah n0 tertentu:
− 3β − 2β(n0 + l)
=0 (6.280)
(n0 + l + 3)(n0 + l + 2) − l(l + 1)
2mEn0
atau = 3β + 2β(n0 + l) = ~2 . Jadi nilai-nilai eigen energi sistem
adalah
~2
Enl = [3β + 2β(n0 + l)]
2m
~2 mω
= [3 + 2(n0 + l)]
2m
~
3 0
= + n + l ~ω (6.281)
2
Solusi
Misalkan |ψi adalah sebuah vektor keadaan dalam sebuah sistem koordi-
nat O. Vektor keadaan dalam sistem koordinat O0 yang berotasi men-
gelilingi n̂ dengan suatu sudut θ (relatif terhadap O) adalah
Oleh karena itu, operator rotasi untuk suatu sudut berhingga θ adalah
θ
Dengan mendefinisikan dθ = N, kita mendapatkan
N
i θ
UR (θ, n̂) = lim 1 − L · n̂ (6.285)
N →∞ ~ N
α N
Mengingat bahwa limN →∞ 1 + N = eα , sehingga dengan menggu-
nakan identitas ini kita pada akhirnya memperoleh
N
1 iL · n̂
UR (θ, n̂) = lim 1 + − θ (6.286)
N →∞ N ~
i
= exp − θL · n̂ (6.287)
~
17. (a) Mengaculah pada Soal nomor 16 di atas dan hitunglah operator rotasi
disekeliling n̂ = ŷ untuk l = 1.
(b) Gunakan;ah operator rotasi yang dihasilkan pada Bagian (a), dan car-
ilah representasi vektor-vektor eigen dari operator Lx dalam basis standar
dari Lz .
kita memperoleh
i
UR = exp − θLy
~
∞ n
X 1 i
= − θLy (6.288)
n=0
n! ~
dan
3 0 2 0
Ly i
= −√ −2 0 2
~ 8 0 −2 0
0 1 0
i
= √ −1 0 1
2 0 −1 0
Ly
= (6.291)
~
jadi kita memperoleh
∞ ∞ 2
(−iθ)2n+1 Ly (−iθ)2n Ly
X X
UR = 1+ +
n=0
(2n + 1)! ~ n=1
(2n)! ~
∞ 2 ∞
(−1)n θ2n+1 X (−1)n θ2n
X
Ly Ly
= 1−i +
~ n=0 (2n + 1)! ~ n=1
(2n)!
(6.292)
Jadi,
π π
π
|1ix = UR , ŷ |1i |0ix = UR 2 , ŷ |0i | − 1ix = UR , ŷ | − 1i
2 2
(6.297)
dimana
1 0 0
|1ix = 0 |0ix = 1 |1ix = 0 (6.298)
0 0 1
ω0 2
Hamiltonian sistem adalah H = ~ (Lx − L2y ), dimana ω0 adalah sebuah
konstanta. Carilah:
(a) Representasi matriks H dalam basis | + 1i, |0i dan | − 1i;
(b) Nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigennya.
L y = ~
cos φ ∂
+ sin φ cot θ ∂ (6.305)
i ∂θ ∂φ
L =~ ∂
z i ∂φ
1 2 1
H= (p + p2y + p2z ) + mω 2 (x2 + y 2 + z 2 ) (6.306)
2m x 2
dhLi
= −hr × ∇V i (6.307)
dt
9. Gunakanlah data berikut untuk menghitung P4 (x): (a) P4 (x) adalah se-
buah polinomial berderajat empat;
(b) P4 (1) = 1;
(c) P4 (x) adalah orthogonal terhadap 1, x, x2 dan x3 , yang dalam hal ini
Z 1
xk P4 (x)dx = 0 (6.308)
−1
10. Misalkan |ψi adalah sebuah fungsi keadaan dari sebuah sistem tertentu
dan UR (θ, n) adalah sebuah operator rotasi dengan sudut θ disekitar n
(n adalah sebuah vektor satuan), sehingga |ψ 0 i = UR |ψi adalah fungsi
6.10 Soal-Soal Latihan 265
SELAMAT BELAJAR,
”He suspends the earth over nothing.”
(Ayub 26:7NIV Bible)
”Aku mendapati bahwa alam diciptakan dengan cara yang sangat indah dan
tugas kita adalah mengetahui struktur matematika alam itu sendiri.”
(Albert Einstein)
266 Momentum Sudut
Bab 7
Spin
7.1 Definisi-Definisi
Spin adalah sebuah sifat intrinsik yang dimiliki oleh partikel yang tidak ter-
1
gantung dari sifat-sifat lainnya. Sifat ini dideduksi dari Eksperimen Stern-
Gerlach. Definisi formal dari operstor spin S adalah hampir sama dengan op-
erator momentum sudut (lihat Bab 6),
|αi merupakan suatu fungsi eigen dari operator S 2 dan S(S+1) adalah nilai-nilai
eigen yang bersesuaian terhadapnya. KIta juga mendefinisikan
Hampir sama dengan momentum sudut, bilangan kuantum spin dalam arah
sumbu z adalah mS = −S, −S + 1, . . . , +S, dan
arga fermion, dan partikel perantara interaksi seperti foton yang memerantarai
interaksi elektromagnetik, boson-boson Z dan W yang memerantarai inter-
aksi nuklir lemah, gluon yang memerantarai interaksi nuklir kuat dan graviton
(masih berstatus hipotesis) yang memerantarai interaksi gravitasi. Partikel-
partikel perantara interaksi ini masuk dalam golongan keluarga Boson, yang
sering disebut sebagai boson gauge, yang memiliki sifat-sifat: tidak mematuhi
azas larangan Pauli2 , dan memiliki spin kelipatan bilangan bulat dari
~.
Partikel-partikel elemeter penyusun materi termasuk dalam keluarga Fermion,
yang bercirikan:mematuhi azas larangan Pauli dan berspin setengah ke-
lipatan bilangan bulat ganjil. Kombinasi dari partikel-partikel elementer
ini bisa juga membentuk partikel komposit3 yang bisa masuk dalam keluarga
fermion ataupun boson. Seperti inti atom dengan jumlah proton dan neutron
ganjil termasuk dalam golongan fermionik, sedangkan inti atom dengan jumlah
proton dan neutron genap masuk dalam golongan bosonik.
Untuk Partikel yang termasuk fermion (contohnya sebuah elektron, atau pro-
ton atau neutron atau neutrino ataupun quark) yang berspin 1/2, kita memiliki
mS = ±1/2 dan dua vektor-vektor eigen yang berbeda dari operator S 2 dan Sz
yang dinotasikan oleh | + 21 i dan | + 12 i. Vektor-vektor eigen ini disebut basis
standar, dimana
1 3 1
S 2 | ± i = ~2 | ± i (7.5a)
2 4 2
1 ~ 1
Sz | ± i = ± | ± i (7.5b)
2 2 2
Sama seperti yang ditunjukkan oleh namanya, basis inilah yang sering digu-
nakan, walaupun basis-basis altenatif lainnya juga tentu saja ada. Setiap
fungsi gelombang dalam ruang spin bisa dituliskan sebagai sebuah
kombinasi linear dari basis standar.
dimana
0 1
σx = (7.7a)
1 0
0 −i
σy = (7.7b)
i 0
1 0
σx = (7.7c)
0 −1
dan juga
dimana
1 1 1
S+ | + i = 0 S− | + i = ~| − i (7.12)
2 2 2
1 1 1
S+ | − i = ~| + i S− | − i = 0 (7.13)
2 2 2
4 atau disebut juga relasi-relasi komutasi
270 Spin
7-1.jpg
Gambar 7.1: Vektor keadaan dalam ruang yang dirotasikan sebesar θ disekitar
sebuah sumbu dalam arah vektor satuan û
H = H0 + Hint
eB
= H0 + ·S (7.18)
mc
272 Spin
Solusi
Kita mulai dengan meninjau matriks-matriks Pauli (Persamaan(7.7a), (7.7b)
dan (7.7c)):
0 1 0 −i 1 0
σx = σy = σz =
1 0 i 0 0 −1
[σx , σy ] = σx σy − σy σx
0 1 0 −i 0 −i 0 1
= −
1 0 i 0 i 0 1 0
1 0 −i 0
= −
0 −i 0 i
1 0
= 2i
0 −1
= 2iσz (7.19)
dan
[σy , σz ] = σy σz − σz σy
0 −i 1 0 1 0 0 −i
= −
i 0 0 −1 0 −1 i 0
0 i 0 −i
= −
i 0 −i 0
0 2i
=
2i 0
0 1
= 2i
1 0
= 2iσx (7.20)
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 273
[σz , σx ] = σz σx − σx σz
1 0 0 1 0 1 1 0
= −
0 −1 1 0 1 0 0 −1
0 1 0 −1
= −
−1 0 1 0
0 2
=
−2 0
0 1
= 2
−1 0
0 −i
= 2i ⇒ Ingat: i(−i) = 1
i 0
= 2iσy (7.21)
dimana
1 ijk memiliki permutasi siklik (genap)
ijk = −1 ijk memiliki permutasi antisiklik (ganjil) (7.23)
0 apabila ada indeks ijk yang sama
Solusi
Vektor-vektor basis dari vektor-vektor eigen operator Sz adalah (Lihat
ringkasan Teori Sessi 4.2 dan 4.3)5
~ 0 1
Sx = (7.24a)
2 1 0
~ 0 −i
Sy = (7.24b)
2 i 0
~ 1 0
Sz = (7.24c)
2 0 −1
~
dan S = σ (7.24d)
2
5S = ~
σ
2
274 Spin
dengan menotasikan
1 1
|+ i≡ (7.25a)
2 0
1 0
|− i≡ (7.25b)
2 1
kita menuliskan
1 ~ 0 1 1
Sx | + i =
2 2 1 0 0
~ 0
=
2 1
1 ~ 1
SX | + i = |− i (7.26)
2 2 2
1 ~ 0 1 0
Sx | − i =
2 2 1 0 1
~ 1
=
2 0
1 ~ 1
SX | − i = |+ i (7.27)
2 2 2
1 ~ 0 −i 1
Sy | + i =
2 2 i 0 0
~ 0
=
2 i
1 i~ 1
Sy | + i = |− i (7.28)
2 2 2
1 ~ 0 −i 0
Sy | − i =
2 2 i 0 1
~ −i
=
2 0
1 i~ 1
Sy | − i = − |+ i (7.29)
2 2 2
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 275
1 ~ 1 o 1
Sz | + i =
2 2 0 −1 0
~ 1
=
2 0
1 ~ 1
Sz | + i = |+ i (7.30)
2 2 2
1 ~ 1 0 0
Sz | − i =
2 2 0 −1 1
~ 0
= −
2 1
1 ~ 1
Sz | − i = − |+ i (7.31)
2 2 2
3. (a) Jika komponen z dari spin sebuah elektron adalah +~/2, berapakah
peluang bahwa komponen-komponennya sepanjang sebuah arah z 0 yang
membentuk suatu sudut θ terhadap sumbu z sama dengan ~/2 atau −~/2?
(lihat Gambar 7.2)
(b) Berapakah nilai rata-rata spin sepanjang sumbu z 0 tersebut?
7-2.jpg
Gambar 7.2: Arah spin sebuah elektron sepanjang sumbu z 0 yang membentuk
sebuah sudut θ terhadap sumbu z.
Solusi
(a) Keadaan elektron saat ini adalah | + 21 i. Komponen operator spin
276 Spin
Sz0 = S·n
~
= σ·n (7.32)
2
Nilai-nilai eigen dari operator Sz0 adalah +~/2 atau −~/2. dan vektor-
vektor eigen dari operator Sz0 dengan basis vektor-vektor eigen operator
Sz adalah
1 1 1
| + i0 = a| + i + b| − i (7.35)
2 2 2
1 ~ 1
Sz0 | + i0 = + | + i0 (7.36)
2 2 2
dan
1 1 1
| − i0 = c| + i + d| + i (7.37)
2 2 2
1 ~ 1
Sz0 | − i = − | − i0 (7.38)
2 2 2
Sx | + 12 i = ~2 | − 12 i Sx | − 12 i = ~2 | + 12 i
S | + 12 i = i~
2 | − 2i
1
S | − 12 i = − i~ 1
2 | − 2i
(7.40)
y 1 1 y 1 1
Sz | + 2 i = 2 | + 2 i
~
Sz | − 2 i = − 2 | − 2 i
~
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 277
atau
(1 + cos θ)b
a = (7.44)
sin θ(cos φ + i sin φ)
sehingga
sin2 θ
|b|2 =
2 + 2 cos θ
sin2 θ
=
4 cos2 θ2
4 sin2 θ2 cos( 2 )
θ
=
4 cos2 θ2
θ
= sin2 (7.47)
2
θ
Kita memilih b = eiφ sin 2 ; oleh karena itu
(1 + cos θ) iφ θ
a = e sin
eiφ sin θ 2
2 cos2 θ2 sin θ2
2 θ θ θ
= ⇒ 2 cos sin = cos sin θ
sin θ 2 2 2
θ
= cos (7.48)
2
278 Spin
1 1
hSz0 i = h+ |Sz0 | + i (7.59)
2 2
1 1
hSz0 i = h+ |Sz0 | + i
2 2
1 ~ θ 1 0 θ −iφ 1 0
= h+ | cos | + i − sin e |− i
2 2 2 2 2 2
~ θ 1 1 0 θ −iφ 1 1 0
= cos h+ | + i − sin e h+ | − i
2 2 2 2 2 2 2
~ θ θ θ iφ θ −iφ
= cos cos − sin e sin e
2 2 2 2 2
~ θ θ
= cos2 − sin2
2 2 2
~
= cos θ (7.61)
2
Solusi
(a) Kita memulai dengan menuliskan matriks-matriks
~ 0 1
Sx = (7.62a)
2 1 0
~ 0 −i
Sy = (7.62b)
2 i 0
~ 1 0
Sz = (7.62c)
2 0 −1
sehingga,
 = Sx + Sy
~ 0 i−1
= (7.63)
2 i+1 0
√
sehingga, λ2 − 2 = 0, yang menghasilkan λ = ± 2, dan nilai-nilai eigen
dari operator  adalah ± √~2 .
Fungsi eigen dari operator  bersesuaian terhadap nilai eigen + √~2 adalah
√ √
~ − 2 1−
√i − 2 1−
√i
ker = ker (7.65)
2 1+i − 2 1+i − 2
√ √
− 2 1−
√i a 0 − 2a + (1 −√i)b = 0
= ⇒ (7.66)
1+i − 2 b 0 (1 + i)a − 2b = 0
sehingga,
√
2
a = b (7.67)
1+i
jika penyebut pecahan bernilai kompleks, maka harus direalkan, yaitu misalkan kita mem-
a a b−ic
punyai b+ic maka b+ic × b−ic , yang akan menghasilkan sebuah pecahan dengan bagian
penyebutnya bernilai real (tidak mengandung faktor bilangan imajiner i).
8 Ingat dalam bilangan kompleks: z = x + iy atau z = re±iθ
282 Spin
atau
1 1
|ν2 i = c| + i + d| − i (7.73)
2 2
dimana
√ √
2 1√− i c 0 2c + (1 −√i)d = 0
= ⇒ (7.74)
1+i 2 d 0 (1 + i)c − 2d = 0
sehingga,
√
2
c=− d (7.75)
1+i
1
c = −
i+1
ei3π/4
c = √ ⇒ θ berada pada kuadran ke tiga (7.76)
2
ei3π/4 1 1 1
|ν2 i = √ | + i + √ | − i (7.77)
2 2 2 2
~ ~
(Sx + Sy )|ν1 i = − √ |ν1 i (Sx + Sy )|ν2 i = √ |ν2 i (7.78)
2 2
|αi = |ν1 i
e−iπ/4 1 1 1
= √ |+ i+ √ |− i (7.79)
2 2 2 2
9 Dalam bilangan kompleks, penyebut dari pecahan haruslah bernilai real, sehingga jika
a a
penyebut pecahan bernilai kompleks, maka harus direalkan, yaitu misalkan: b+ic ⇒ b+ic ×
b−ic
b−ic
,
yang akan menghasilkan sebuah pecahan dengan bagian penyebutnya bernilai real (tidak
mengandung faktor bilangan imajiner i).
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 283
|αi = |ν1 i
e−iπ/4 1 1 1
= √ |+ i+ √ |− i (7.82)
2 2 2 2
|ν1 i adalah juga sebuah keadaan dari Sx + Sy yang bernilai eigen ~/2,
yaitu
~ 1 ~
(Sx + Sy )|αi = √ |αi ⇒ (Sx + Sy )|αi = |αi (7.83)
2 2 2
√
Oleh karena itu, |αi adalah keadaan eigen dari (Sx +Sy )/ 2 dan penguku-
√
ran dari (Sx + Sy )/ 2 selalu menghasilkan hasil ~/2. Catat bahwa (Sx +
√
Sy )/ 2 adalah operator spin dalam arah vektor satuan spasial(ruang)
n = x̂ + ŷ, dimana x̂ dan ŷ adalah vektor-vektor satuan dalam arah x
dan y.
Solusi
(a) Tinjaulah matriks-matriks Sx , Sy dan Sz yang dituliskan dalam basis
vektor-vektor eigen dari Sz ,
~ 0 1
Sx = (7.84a)
2 1 0
~ 0 −i
Sy = (7.84b)
2 i 0
~ 1 0
Sz = (7.84c)
2 0 −1
Pertama-tama kita akan menentukan vektor-vektor eigen
dari Sz .
1
Untuk nilai eigen +~/2 kita memiliki | + 21 iz = dan untuk nilai
0
0
eigen −~/2 kita memiliki | − 12 iz = .
1
Nilai-nilai eigen dari Sx adalah ~λ2 dimana
~λ
det Sx − 1 = 0
2
~ 0 1 ~ λ 0
det − = 0
2 1 0 2 0 λ
2
~ −λ 1
=0
2 1 −λ
2
~
(λ2 − 1) = 0 (7.85)
2
Oleh karena itu kita memperoleh nilai-nilai eigen ± ~2 .
Vektor-vektor eigen yang bersesuaian terhadap nilai eigen + ~2 adalah
1 1 1 a
| + ix = a| + iz + b| − iz ≡
2 2 2 b
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 285
sehingga
1 ~ 1 ~ 0 1 a ~ a
Sx | + ix = | + ix ⇒ = (7.86)
2 2 2 2 1 0 b 2 b
dan
!
1 1 √1 c d
2 ⇒ √ +√ =0
x h− | − ix = c d √1
(7.90)
2 2 2 2 2
|c|2 + |d|2 = 1
dimana
1 ~ 1
Sy | + iy = | + iy
2 2 2
~ 0 −i a
=
2 i 0 b
~ a
=
2 b
~ 1
= | + iy (7.94)
2 2
1 1 1
| − iy = c| + iz + d| − iz (7.96)
2 2 2
dan
!
1 1 − √i2 ic d
y h− | − iy = c d √1
= − √ + √ = 0 (7.97)
2 2 2 2 2
sehingga c = √1 dan d = √i .
2 2
Maka dari itu
1 1 1 1
| − iy = √ | + iz − i| − iz (7.98)
2 2 2 2
(b) Seperti yang didapatkan pada Bagian (a), keadaan-keadaan eigen dari
operator Sx adalah
1 1 1 1
| + ix = √ |+ iz + | − iz (7.99a)
2 2 2 2
1 1 1 1
| − ix = √ |+ iz − | − iz (7.99b)
2 2 2 2
Jika kita mengukur komponen spin dalam arah z, keadaan partikel akan
menjadi | + 21 iz yang memberikan Sz = ~/2, ataupun | − 12 iz yang mem-
berikan Sz = −~/2.
Peluang Sz = ~/2 adalah
2
~ 1 1
P = z h+ | ± ix
2 2 2
1
= (7.100)
2
Peluang Sz = −~/2 adalah
2
~ 1 1
P − = z h+ | ± ix
2 2 2
1
= (7.101)
2
dan kita harus menerima bahwa φ1 (r, s) = Eφ1 (r, s). Dengan kata lain,
φ1 (r, s) haruslah merupakan sebuah fungsi eigen dari Hamiltonian H.
Catat bahwa
eB
H= Sz = (konstanta)Sz (7.108)
mc
Jadi, keadaan eigen dari H adalah serupa terhadap keadaan eigen dari
Sz , dimana nilai-nilai eigen dari H adalah nilai-nilai eigen dari Sz yang
eB
dikalikan dengan konstanta mc . Maka
1 eB~
|ψ1 (r, s)i = | + iz E= (7.109)
2 2mc
dan
eBt 1
|ψ1 (r, s, t)i = e−i 2mc | + iz (7.110)
2
juga
1 eB~
|ψ1 (r, s)i = | − iz E=− (7.111)
2 2mc
yang memberikan
eBt 1
|ψ1 (r, s, t)i = ei 2mc | − iz (7.112)
2
(e) Kita bisa menghitung nilai ekspektasi dari Si dalam dua cara; per-
tama dengan menghitung ψ(r, s, t1 )|Si |ψ(r, s, t1 )i dan kedua dengan men-
jumlahkan seluruh hasil-hasil dari nilai-nilai yang mungkin dengan pelu-
angnya masing-masing.
290 Spin
Harus dicatat bahwa hSx i tidaklah kekal terhadap waktu, hal ini karena
eB
[H, Sx ] = mc [Sz , Sx ] 6= 0, sementara hSz i adalah kekal karena
eB
[H, Sz ] = [Sz , Sz ] = 0 (7.123)
mc
Solusi
(a) Dalam Soal dan Penyelesaian nomor 1, kita menemukan bahwa
dimana i = x, y, z.
Kita melihat bahwa
[S 2 , Sz ] = Si2 Sz − Sz Si2 + Si Sz Si − Si Sz Si
karena komutator berfungsi seperti perkalian silang dua buah vektor, maka
[Sz2 , Sz ] = 0 (7.128)
Juga
= −i~(Sx Sy + Sy Sx ) (7.129)
dan
= i~(Sy Sx + Sx Sy ) (7.130)
= 0 (7.131)
3~2
1 1 0 1
S2| + i =
2 4 0 1 0
2
3~ 1
=
4 0
2
3~ 1
= |+ i (7.135)
4 2
3~2
Jadi, nilai eigen dari | + 21 i adalah 4 .
3~2
2 1 1 0 0
S |− i =
2 4 0 1 1
2
3~ 0
=
4 1
2
3~ 1
= |− i (7.136)
4 2
3~2
Jadi, nilai eigen dari | − 21 i adalah juga 4 .
Perlu dicatat bahwa jika kita mensetting S = 1/2 untuk menjadi bilangan
kuantum dari spin total, maka (seperti pada teori momentum sudut) nilai
3~2
eigen 4 bisa dituliskan sebagai ~2 S(S + 1).
Solusi
Kita memulainya dengan operator Sx + iSy dan menghitung
1 1 1
(Sx + iSy )| + i = Sx | + i + iSy | + i
2 2 2
~ 1 ~ 1
= |− i+ i i| − i ⇒ i · i = i2 = −1
2 2 2 2
~ 1 ~ 1
= |− i− |− i
2 2 2 2
= 0 (7.137)
dan
1 1 1
(Sx + iSy )| − i = Sx | − i + iSy | − i
2 2 2
~ 1 ~ 1
= | + i + −i i| − i ⇒ −i · i = −(i2 ) = 1
2 2 2 2
1
= ~| + i (7.138)
2
1 1 1
(Sx − iSy )| + i = Sx | + i − iSy | + i
2 2 2
~ 1 ~ 1
= |− i− i i| − i ⇒ i · i = i2 = −1
2 2 2 2
~ 1 ~ 1
= |− i+ |− i
2 2 2 2
1
= ~| − i (7.139)
2
dan
1 1 1
(Sx − iSy )| − i = Sx | − i − iSy | − i
2 2 2
~ 1 ~ 1
= | + i − −i i| − i ⇒ −i · i = −(i2 ) = 1
2 2 2 2
~ 1 ~ 1
= |− i+ |− i
2 2 2 2
= 0 (7.140)
294 Spin
1
S+ | + i = 0 (7.141a)
2
1 1
S− | + i = ~| − i (7.141b)
2 2
1 1
S+ | − i = ~| + i (7.141c)
2 2
1
S− | − i = 0 (7.141d)
2
Solusi
Operator spin naik dan operator spin turun, secara berurutan didefinisikan
sebagai
1 1
Sx = (S+ + S− ) Sy = (S+ − S− ) (7.143)
2 2i
7.7 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 295
9. Untuk sebuah Partikel berspin 1/2, hitunglah dalam dua cara, nilai ek-
spektasi (nilai harapan/nilai rata-rata) dari iSx Sy Sx , dimana fungsi gelom-
bang partikel adalah √12 | + 12 i + | − 12 i :
Solusi
(a) Tinjaulah matriks-matriks S+ dan S− :
1 1
Sx = (S+ + S− ) Sy = (S+ − S− ) (7.148)
2 2i
oleh karena itu, kita mendefinisikan:
 ≡ iSx Sy Sx
i
= (S+ + S− )(S+ − S− )(S+ + S− )
8i
1 2 2
= (S − S+ S− + S− S+ − S− )(S+ S− )
8 +
1 3 2 2 2 2
= (S − S+ S− S+ + S− S+ − S− S+ + S+ S− − S+ S−
8 +
3
+S− S+ S− − S− )
(7.149)
 = iSx Sy Sx
~3 i
0 1 0 −i 0 1
=
8 1 0 i 0 1 0
3
~ 0 1 0 1 0 1
=
8 1 0 −1 0 1 0
3
~ 0 1 0 1
=
8 1 0 −1 0
3
~ 0 1
= (7.156)
8 −1 0
fungsi gelombang partikel dalam basis standar adalah
1 1 1 1 1
√ |+ i+|− i ≡ √ (7.157)
2 2 2 2 1
dan oleh karena itu
i~3
0 −1 1
hÂi = 1 1
16 1 0 1
i~3
−1
= 1 1
16 1
= 0 (7.158)
Solusi
Catatlah bahwa Sx , Sy dan Sz masing-masing memiliki dua vektor eigen
dan merupakan operator-operator Hermitian, sehingga kita bisa menyim-
pulkan bahwa matriks repressentasinya adalah 2 × 2, jadi
a1 b1 a2 b2 a3 b3
Sx = Sy = Sz = (7.160)
c1 d 1 c2 d 2 c3 d3
atau
~ a1 b1 a1 −b1 a2 b2
− = i~ (7.163)
2 −c1 −d1 c1 −d1 c2 d2
Sy† = Sy (7.165)
−ic∗1
0 −ib1 0
= (7.166)
ic1 0 ib∗1 0
atau
1 0 iα 0 −iα a1 α
− =
2i iα∗ 0 −iα∗ 0 α∗ d1
0 α a1 α
= (7.169)
α∗ 0 α∗ d1
i~2
0 α 0 −iα 0 −iα 0 α 1 0
− =
α∗ 0 iα∗ 0 iα∗ 0 α∗ 0 2 0 −1
(7.171)
atau
~2
sehingga |α|2 = 4 .
X 1
e = (Â)n
n
n!
Solusi
a Kita memulai dengan meninjau matriks-matriks Pauli
0 1 0 −i 1 0
σx = σy = σz = (7.174)
1 0 i 0 0 −1
jadi,
σ·A = σx Ax + σy Ay + σz Az
0 Ax 0 −iAy Az 0
= + +
Ax 0 iAy 0 0 −Az
Az Ax − iAy
= (7.175)
Ax + iAy −Az
dengan cara yang sama kita memperoleh (sebagai latihan, silahkan buk-
tikan sendiri,)
Bz Bx − iBy
σ·B = (7.176)
Bx + iBy −Bz
Catatlah bahwa
x̂ ŷ ẑ
A × B = Ax Ay Az
Bx By Bz
= (Ay Bz − Az By )x̂ + (Az Bx − Ax Bz )ŷ + (Ax By − Ay Bx )ẑ
(7.179)
jadi,
= A · B + iσ · (A × B) (7.180)
7-3.jpg
Solusi
| + 21 i dan | − 12 i adalah basis-basis standar dari vektor-vektor eigen oper-
ator Sz , | + 12 i0 dan | − 12 i0 merupakan vektor-vektor eigen dari operator
Sn yang memiliki nilai-nilai eigen secara berturut-turut, + ~2 dan − ~2 .
Kembali mengingat bahwa
a b
UR = (7.189)
c d
x̂ ŷ ẑ
ẑ × n = 0 0 1
sin θ cos φ sin θ sin φ cos θ
= −x̂ sin θ sin φ + ŷ sin θ cos φ (7.193)
Dalam soal dan Penyelesaian nomor 11 Bagian (b), kita memperoleh hasil
iθ θ θ
exp − û · S = cos 1 − iû · S sin (7.195)
~ 2 2
dimana û adalah sebuah vektor satuan dari sumbu disekitar arah yang
mana kita menginginkan untuk merotasi sistem, û = x̂ sin φ + ŷ cos φ.
n adalah sebuah vektor satuan pada arah sumbu z yang baru, dan θ adalah
sudut antara sumbu z yang lama dan yang baru.
304 Spin
7. Buktikanlah Persamaan(7.193).
”Pekerjaan berpikir yang melelahkan dan melihat alam ciptaan Tuhan adalah
malaikat yang mendamaikan dan membangun, tetapi tegas, yang akan
membimbing saya melewati semua masalah dalam hidup.”
(Albert Einstein)
Kolose 3:23
”Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap
hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
SELAMAT BELAJAR
Gbu,
Bab 8
Atom-Atom Hidrogenik
8.1 Pendahuluan
Dalam Bab ini, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat terlebih dahulu
mengenai partikel di dalam sebuah potensial sentral yang diikuti dengan sedikit
penjelasan mengenai dua buah partikel yang saling berinteraksi. Dua Partikel
yang berinteraksi ini merupakan dasar dari penjelasan mengenai atom hidrogen,
yang nantinya akan kita pelajari tingkat-tingkat energinya. Dibagian akhir dari
Bagian ringkasan teori Bab ini akan diberikan uraian singkat mengenai Atom-
Atom Hidrogenik.
306 Atom-Atom Hidrogenik
[H, Lx ] = 0 (8.4a)
[H, Ly ] = 0 (8.4b)
[H, Lz ] = 0 (8.4c)
energi mekanik, Mematuhi hukum kekekalan momentum linear, dan Mematuhi hukum
kekekalan momentum sudut.
8.2 Sebuah Partikel dalam Sebuah Potensial Sentral 307
dimana Ylm adalah fungsi harmonik bola dan Rnl adalah fungsi radial (yang
mana tidak bergantung pada bilangan kuantum m). Karena Ylm (θ, φ) dinor-
malisasikan oleh definisi:
Z 2π Z ∞
(Ylm )∗ (Ylm ) sin θdθdφ = δll0 δmm0 (8.9)
0 0
Berdasarkan Soal dan Penyelesaian nomor 1, Persamaan radial untuk Rnl (r)
adalah3
~2 1 d2 l(l + 1)~2
− + + V (r) Rnl (r) = ERnl (r) (8.11)
2M r dr2 2M r2
Kita bisa menyederhanakan Persamaan ini dengan menuliskan
1
Rnl (r) = Unl (r) (8.12)
r
sehingga kita mempunyai
~2 d 2 l(l + 1)~2
− + + V (r) Unl (r) = EUnl (r) (8.13)
2M dr2 2M r2
Persamaan (8.13) analog terhadap masalah satu dimensi dari sebuah partikel
yang sedang bergerak dalam suatu potensial efektif Vef f , dimana
l(l + 1)~2
Vef f (r) = V (r) + (8.14)
2M r2
Bagi bagian angular (sudut), kita memiliki Persamaan-Persamaan
∂
− i Ylm (θ, φ) = mYlm (θ, φ) (8.15)
∂φ
1 ∂2
1 ∂ ∂
− sin θ + Ylm (θ, φ) = l(l + 1)Ylm (θ, φ) (8.16)
sin θ ∂θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
2 δ 0 dan δ 0
ll mm0 adalah fungsi delta kronecker yang bernilai sama dengan 1 jika l = l
maupun m = m0 , sedangkan sama dengan nol apabila l 6= l0 maupun m 6= m0
3 Karena telah menggunakan pemisahan variabel maka notasi diferensial parsial ∂ kita
m1 r1 + m2 r2
rcm = (8.17)
m1 + m2
r = r1 − r2 (8.18)
~2
− ∇2 φ(rcm ) = Ecm φ(rcm ) (8.19)
2(m1 + m2 )
dan
2
~ 2
− ∇ + V (r) χ(r) = Ecm χ(r) (8.20)
2µ
dimana µ adalah massa tereduksi kedua partikel yang diakibatkan oleh karena
gerak relatif dan interaksi antara kedua partikel tersebut yang secara matem-
atika dituliskan sebagai:
m1 m2
µ= (8.21)
m1 + m2
Dari Persamaan (8.19) kita menyimpulkan bahwa pusat massa kedua partikel
berkelakuan seperti sebuah partikel bebas bermassa m1 + m2 dan berenergi
Ecm . Gerak relatif kedua partikel ditentukan oleh Persamaan (8.20) dan ana-
log(menyerupai) terhadap sebuah partikel bermassa µ yang diletakkan dalam
sebuah potensial V (r).
e2
V (r) = − (8.22)
r
dimana r adalah jarak antara kedua partikel. Karena mp sangat lebih besar
dari pada me , maka massa tereduksi µ sistem adalah mendekati me :
me mp me
µ= ≡ me 1 − (8.23)
mp + me mp
Ini bermakna bahwa pusat massa sistem secara praktis berada pada tempat
yang sama dengan proton, melalui sebuah pendekatan yang baik, gerak relatif
bisa diidentifikasikan dengan elektron.
Berdasarkan Persamaan (8.8) dan (8.12), kita dapat menuliskan keadaan-
keadaan sistem dalam bentuk
1
ψnlm (r, θ, φ) = Unl (r)Ylm (θ, φ) (8.24)
r
Persamaan untuk sebuah atom hidrogen terdiri atas Persamaan bagian radial
dan persamaan bagian angular.
Kita memperkenalkan jari-jari/radius Bohr a0 , yang mana mengkarakterisas-
ikan dimensi-dimensi atomik:
~2
a0 = ≡ 0, 52Å (8.25)
µe2
µe4
E1 = ≡ 13, 6eV (8.26)
2~2
r
ρ≡ (8.27)
a0
r
Ekl
λkl ≡ − (8.28)
E1
4 Dalam sistem satuan SI mks, Persamaan energi potensial elektrostatik dua partikel terse-
1 e2
but adalah V (r) = − 4π
0 r
Konstanta 0 adalah tetapan permitivitas ruang hampa yang nilainya 8, 85 × 10−12 C 2 /N m2
310 Atom-Atom Hidrogenik
Koefisien-koefisien Cq bisa diperoleh dari relasi rekursi (lihat Soal dan Penyele-
saian nomor 1):
q
2 (k − 1)! (2l + 1)!
Cq = (−1)q C0 (8.32)
k+1 (k − q − 1)! q!(q + 2l + 1)
En
Ekl = − k = 1, 2, 3, . . . (8.37)
(k = l)2
8.5 Tingkat-Tingkat Energi Atom Hidrogen 311
1
En = − E1
n2
µe4
= − 2 2
2~ n
13, 6
= − 2 eV (8.38)
n
l = 0, 1, 2, 3, . . . , n − 1 (8.39)
m = −l, −l + 1, −l + 2, . . . , 0, 1, 2, . . . , l − 2, l − 1, l (8.40)
Jika kita memperhitungkan juga spin elektron (yang mana bisa berada dalam
salah satu dari dua kemungkinan oreintasi) maka jumlah gn haruslah dikalikan
dengan 2.
Karena alasan-alasan historis (dari periode pada yang mana kajian spektra
atomik yang dihasilkan dalam klasifikasi empiris dari garis-garis spektrum yang
diamati)berbagai nilai dari l diasosiasikan dengan huruf-huruf alphabet Latin,
5 Degenerasi adalah kumpulan keadaan-keadaan berbeda (l atau pun m atau pun s berbeda)
(l = 0) ↔ s
(l = 1) ↔ p
(l = 2) ↔ d
(l = 3) ↔ f (8.42)
(l = 4) ↔ g
.. ..
. .
dan seterusnya dalam urutan alphabet
1 Z3
h i = (8.48)
r3 a30 n3 l(l + 21 )(l + 1)
SOLUSI
(a) Tinjaulah Hamiltonian sistem:
~2 1 ∂ 2 L2
H = − (r) + + V (r) (8.49)
2µ r ∂r2 2µr2
Catatlah bahwa kita memiliki tiga Persamaan Diferensial untuk ψ(r, θ, φ),
yang mana merupakan sebuah fungsi yang memiliki tiga variabel.
Karena
∂2 1 ∂2
2 2 1 ∂
L = −~ + + (8.54)
∂θ2 tan θ ∂θ sin2 θ ∂φ2
∂
Lz = −i~ (8.55)
∂φ
dan
∂ψ(r, θ, φ)
−i = mψ(r, θ, φ) (8.57)
∂φ
Ylm (θ, φ) = Gm
l (θ)e
imφ
(8.62)
dimana Gm
l (θ) adalah merupakan sebuah fungsi yang bergantung pada θ
saja.
dengan memperkenalkan fungsi ukl (r) = rRkl (r), maka kita memiliki
2 2
l(l + 1)~2
~ d
− (r) + + V (r) ukl (r) = Ekl ukl (r) (8.64)
2µ dr2 2µr2
l(l + 1)~2
Vef f = V (r) + (8.65)
2µr2
8.8 Soal-Soal Dan Penyelesaian 315
Sebuah ekspansi ξkl (ρ) dalam suatu deret pangkat dari ρ menghasilkan
∞
X
ξkl (ρ) = ρs Cq ρq (8.70)
q=0
dimana C0 adalah koefisien bukan nol yang pertama. Oleh karena itu
∞
dξkl (ρ) X
= (q + s)Cq ρq+s−1 (8.71)
dρ q=0
dan
∞
d2 ξkl (ρ) X
= (q + s)(q + s − 1)Cq ρq+s−2 (8.72)
dρ2 q=0
∼ Crs
Rkl (r) |{z} (8.73)
r→0
316 Atom-Atom Hidrogenik
yang terpenuhi jika s = lataus = −(l + 1) . Oleh karena itu, untuk se-
buah nilai E[ kl] tertentu terdapat dua solusi Persamaan(8.63) yang bebas
linear. Solusi-solusi ini memiliki sifat-sifat pada titik asal seperti pada rl
dan 1/rl+1 .
Solusi Persamaan(8.63) menuju nol pada titik asal untuk semua nilai l,
karena
∼ Crl+1
ukl (r) |{z} (8.75)
r→0
Oleh karena itu, persyaratan ukl (0) = 0 haruslah ditambahkan pada Per-
samaan(8.63). Dalam deret pangkat yang kita peroleh, kita sekarang
mengambil suku terendah dan menyamakan koefisien-koefisiennya dengan
nol. Hal tersebut mengikuti
2. Sebuah atom hidrogen bisa dipandang sebagai dua partikel titik6 bermu-
atan, yaitu sebuah proton dan sebuah elektron yang saling berinteraksi se-
cara Coulomb (elektrostatik), sehingga menimbulkan potensial Coulomb
diantara keduanya. Tuliskanlah Persamaan Schrödinger sistem ini dan
pisahkanlah sistem ini menjadi dua bagian; yang satu mendeskripsikan
gerak pusat massa, dan yang lainnya mendeskripsikan gerak relatif proton
dan elektron.
SOLUSI
Persamaan Schrödinger bagi proton dan elektron tersebut adalah
2 2
∇22
~ ∇1
− + + V (r) ψ = Eψ (8.80)
2 mp me
V (r) = V (r1 − r2 )
−Ze2
= p
(x1 − x2 )2 + (y1 − y2 )2 + (z1 − z2 )2
Ze2
V (r) = − (8.81)
r
Kita mendefinisikan koordinat-koordinat relatif:
xr = x2 − x1 yr = y2 − y1 zr = z2 − z1 (8.82)
dan7
2
∂2 ∂2 ∂2 ∂2
me 2me
= + + (8.85)
∂x22 mp + me 2
∂xcm mp + me ∂xr ∂xcm ∂x2r
6 Dalam pengertian partikel titik ini, partikel tersebut dianggap tidak memiliki struktur
∂2 2 2
Relasi-relasi yang serupa berlaku untuk operator-operator , ∂ , ∂ ,
∂y12 ∂y22 ∂z12
∂2 8
dan ∂z22
.
mp me
dimana µ adalah massa tereduksi, µ = .
mp + me
Kita memisahkan fungsi gelombang ψ menjadi dua bagian. Bagian per-
tama hanya bergantung pada koordinat-koordinat pusat massa, sementara
bagian kedua hanya bergantung pada koordinat-koordinat relatif, sehingga
fungsi gelombangnya dapat dituliskan sebagai
~2
2
~2 1 2 Ze2
∇cm φ(rcm )
− = ∇r + + E χ(rr ) (8.88)
2φ(rcm ) mp + me 2χ(rr ) µ r
~2
2
∇ + Ecm φ(rcm ) = 0 (8.89)
2(mp + me ) cm
dan
~2 2 Ze2
∇ + + Er χ(rr ) = 0 (8.90)
2µ r r
SOLUSI
(a) Syarat normalisasinya adalah
Z Z Z
ψ ∗ ψd3 r = 1 (8.91)
Dalam kasus ini, kita akan menggunakan sistem koordinat bola agar per-
hitungannya menjadi agak lebih sederhana. Saat ketika batasan-batasan
integralnya tidak disebutkan, maka biasanya batasan yang dipakai adalah:
untuk elemen dr → 0 dan ∞, elemen dθ → 0 dan π, dan elemen dφ → 0
dan 2π.
9 radius = jari-jari.
10 nukleus = inti atom; nukleon = partikel penyusun inti atom (proton dan neutron).
11 A adalah nomor massa atom yang menunjukkan jumlah nukleon dalam nukleus, sedangkan
Z adalah nomor atom yang juga mengindikasikan jumlah proton dalam nukleus. Pada atom-
atom bermuatan netral, jumlah protonnya sama dengan jumlah elektron yang mengorbit
nukleus dari atom tersebut, sehingga Z juga mengindikasikan jumlah elektron yang terikat
dalam atom bermuatan netral tersebut.
12 1fermi = 10−15 m = 1f m.
320 Atom-Atom Hidrogenik
CATATAN
Notasi Γ merupakan simbol dari fungsi Gamma. Bentuk umum sebuah
Fungsi Gamma adalah
Z ∞
Γ(n) = xn−1 e−ax dx, n>0 (8.96)
0
Dari hasil ini, kita dapat menyimpulkan bahwa peluang sebuah elektron
untuk ditemukan di dalam nukleus adalah sangat-sangat kecil, namun
bukan berarti tidak ada13 , karena dalam mekanika kuantum, segala fenom-
ena memiliki peluang, entah itu besar ataupun sangat kecil sekalipun. Ini
menjelaskan mengapa sangat sulit bagi kita untuk menemukan elekton
dalam nukleus.
SOLUSI
Distribusi momentum ternormalisasi adalah |ψ(p)|2 , dimana ψ(p) adalah
fungsi gelombang dalam representasi momentum. Untuk menccari ψ(p),
kita melakukan sebuah transformasi Fourier terhadap fungsi gelombang
13 atau P 6= 0, yang berarti tetap ada peluang walau sangat kecil.
322 Atom-Atom Hidrogenik
ψ(r):14
Z
1
ψ(p) = p e−ipr/~ ψ(r)d3 r (8.100)
(2π~)3
Maka, bentuk eksplisit dari ψ1s (r), ψ2s (r) dan ψ2p (r)15 kita substitusikan
ke dalam Persamaan(8.100), untuk ψ1s (p) dan ψ2s (p) kita peroleh
( 3/2
ψ1s (p) = π1 2a~
1
[(p2 a2 /~2 +1)]2
3 (8.101)
|ψ1s (p)|2 = π12 2a 1
~ [(p2 a2 /~2 +1)]4
dan
p2 a 2
1 2a 3/2 1 1
ψ2s (p) = 2π ~ [(p2 a2 /~2 +1)]3 ~2 − 4
2 (8.102)
1 2a 3 1 p2 a 2 1
|ψ (p)|2 =
2s (2π)2 ~ [(p2 a2 /~2 +1)]6 ~2 − 4
dan
a 3/2 a(px ±ipy
(
1
ψ2p (p) = −i π√ 2 ~ ~[(p2 a2 /~2 +1)]3
m = ±1 : 1
2
a 3 (a (px ±ipy )
2 (8.104)
|ψ2p (p)|2 = 2π 2 ~ ~2 [(p2 a2 /~2 +1)]6
berbeda, yaitu m + 1.
(c) Hitunglah nilai r yang paling munngkin bagi sebuah elektron dalam
keadaan yang bersesuaian terhadap ψ dan Z = 1.
SOLUSI
(a) Fungsi gelombang(8.105) sebenarnya dapat dituliskan secara singkat
sebagai perkalian dari sebuah fungsi radial f (r) dan suku angular cos θ,
yaitu
Sekarang, marilah kita tinjau faktor eksponensial pada ψ(r, θ), yang memi-
√
liki bentuk exp(− −Er). Karena E = −Z 2 /n2 , kita menyimpulkan
bahwa n = 3. Bilangan kuantum angular l bisa ditentukan melalui pengek-
sploitasian faktor rl , yang mana memperkalikan polinomial Laguerre dalam
fungsi gelombang hidrogenik, atau dengan melakukan operasi berikut:
∂
Lz ψ(r, θ) = −i [f (r) cos θ]
∂φ
= 0 (8.108)
L+ = Lx + +iLy
∂ ∂
= i(sin φ − i cos φ) + i(cos φ + i sin φ) cot θ (8.110)
∂θ ∂φ
∂
L+ ψm=0 = eiφ f (r) cos θ
∂θ
= −e+iφ f (r) sin θ (8.111)
1
ψm+1 = − √ f (r) sin θeiφ
2
1
= − √ Z 3/2 (6 − Zr)Zre−Zr/3 sin θeiφ (8.112)
81 π
(c) Nilai r yang paling mungkin terjadi ketika (rψ)2 memiliki nilai mak-
simum. Untuk Z = 1, kita mempunyai
∂(rψ)
=0 (8.113)
∂r
maka
∂(rψ)
= 0
∂r
∂
= (6 − Zr)r2 e−r/3
∂r
r3
= e−r/3 − 5r2 + 12r (8.114)
3
SOLUSI
Kita memulainya dengan menuliskan Hamiltonian sistem:
~2 ∂ ~2 l(l + 1)
2 ∂
H = − r + + V (r) (8.115)
2mr2 ∂r ∂r 2m r2
Dengan menggunakan
~2 ∂
∂
H1 = − r2 + V (r) (8.116)
2mr2 ∂r ∂r
kita memiliki
~2 l(l + 1)
H = H1 + (8.117)
2m r2
Nilai minimum energi pada keadaan l adalah
~2 l(l + 1)
Z
l ∗
Emin = ψl H1 + ψl d3 r (8.118)
2m r2
~2 (l + 1)(l + 2)
Z
l+1 ∗
Emin = ψl+1 H1 + ψ( l + 1)d3 r (8.119)
2m r2
~2 l + 1
Karena |ψl+1 |2 dan positif, suku kedua pada Persamaan(8.120)
m r2
adalah selalu positif.
~2 l(l + 1) ~2 l(l + 1)
Z Z
ψl∗ H0 + ψ l d3
r < ψ ∗
l+1 H0 + ψl+1 d3 r
2m r2 2m r2
(8.121)
17 sebagai latihan, silahkan buktikan sendiri.
326 Atom-Atom Hidrogenik
l l+1
Ini membuktikan bahwa Emin < Emin , yaitu energi minimum sistem
meningkat ketika nilai bilangan kuantum orbital l sistem meningkat.
SOLUSI
Tinjaulah Persamaan Schrödinger dalam dua dimensi:
~2 1 ∂ 1 ∂2ψ e2
∂ψ
− r + 2 2
− ψ = Eψ (8.122)
2m r ∂r ∂r r ∂φ r
∂ 2 Φ(φ)
= −m2 Φ(φ) (8.123)
∂φ2
1
Φm (φ) = √ eimφ (8.124)
2π
Tinjaulah Persamaan radial:
~2 d2 R 1 dR ~2 m2 e2
− + + R(r) − R(r) = ER(r) (8.125)
2m dr2 r dr 2mr2 r
mµ = 207me (8.126)
8.8 Soal-Soal Dan Penyelesaian 327
Sistem fisika yang dibentuk oleh sebuah µ+ dan sebuah elektron disebuat
muonium. Muonium berkelakuan seperti sebuah isotop hidrogen ringan,
dan tarikkan elektrostatiknya sama seperti pada sebuah proton dan sebuah
elektron. Tentukanlah energi ionisasi18 dan radius Bohr-nya.
SOLUSI
Massa tereduksi sistem adalah
me mµ
µµ =
me + mµ
207
= me
208
1
= 1− me (8.127)
208
maka, radius Bohr sistem adalah
~2 ∼
1
a0 (muonium) = = a0 (H) 1 + (8.128)
µe2 200
µe4 ∼
1
EI (muonium) = = EI (H) 1 − (8.129)
2~2 200
dimana EI (H) = 13, 6eV adalah energi ionisasi atom hidrogen. Studi
mengenai muon merupakan sebuah studi yang menarik minat yang san-
gat besar. Kedua partikel yang membentuk sistem tidak tunduk terhadap
interaksi nuklir kuat, sehinngga memungkinkan tingkat-tingkat energi un-
tuk dihitung dengan presisi yang sangat tinggi.
m=+l
X (l − |m|)! |m| |m|
Pl (cos γ) = P (cos θ1 )Pl (cos θ2 )eim(φ1 −φ2 ) (8.131)
(l + |m|)! l
m=−l
18 Energi Ionisasi adalah energi yang dibutuhkan oleh sebuah atom/sistem netral untuk
melepaskan elektron.
328 Atom-Atom Hidrogenik
dimana γ adalah sudut antara dua arah yang diberikan oleh θ1 , φ1 dan
θ2 , φ2 .
Maka,
m=+l m=+l
X
∗ 2l + 1 X (l − |m|)! |m|
Ylm (θ, φ)Ylm (θ, φ) = kP (cos θ)k2 (8.133)
4π (l + |m|)! l
m=−l m=−l
m=+l
X (l − |m|)! |m|
Pl (cos γ) = kP (cos θ)k2 = Pl (0) = 1 (8.134)
(l + |m|)! l
m=−l
m=+l
X
∗ 2l + 1
Ylm (θ, φ)Ylm (θ, φ) = (8.135)
4π
m=−l
SOLUSI
Dalam sebuah atom hidrogen, kita bisa mengekspresikan fungsi gelom-
bang dengan menggunakan koordinat-koordinat bola (r, θ, φ). Kita akan
menentukan tentang bagaimana operator paritas mempengaruhi koordinat-
koordinat ini (lihat Gambar 8.1). Kita melihat bahwa menurut operator
paritas r → r, θ → π − θ dan φ → π + φ. Karena bagian radial fungsi
eigen atom hidrogen hanya bergantung pada r, kita menyimpulkan bahwa
operator paritas hanya hanya mempengaruhi bagian fungsi harmonik bola.
8.8 Soal-Soal Dan Penyelesaian 329
8-1.jpg
Untuk fungsi harmonik bola kita memiliki Yll (θ, φ) = al (sin θ)l eilφ , se-
hingga
∂ ∂ ∂ ∂
Selain itu, karena ∂θ → − ∂θ dan ∂φ → ∂φ , mengikuti fakta bahwa op-
erator L± tidaklah dipengaruhi oleh operasi paritas. Karena kita telah
memperoleh bentuk eksplisit dari Ylm (θ, φ) dengan memanfaatkan opera-
tor L− pada Yll (θ, φ), kita bisa membuat kesimpulan tanpa kalkulasi lebih
lanjut bahwa
1 re−r/2a0
ml = +1, ms = ± , ψ+1 = A sin θeiφ
2 a0
1 re−r/2a0
ml = 0, ms = ± , ψ0 = B cos θ (8.140)
2 a0
1 re−r/2a0
ml = −1, ms = ± , ψ−1 C sin θe−iφ
2 a0
5. Tinjaulah sebuah atom hidrogen yang berada dalam keadaan dengan bi-
langan kuantum n dan l. Hitunglah dispersi jarak elektron dari nukleus.
p
Catat bahwa dispersi didefinisikan oleh hr2 i − hri2 .
Penjumlahan Momentum
Sudut
9.1 Pengantar
Tinjaulah dua buah momentum sudut1 j1 dan j2 . Kedua momentum ini bisa
merupakan momentum sudut yang berhubungan terhadap dua partikel yang
berbeda atau momentum-momentum sudut yang berhubungan pada sebuah
partikel (momentum sudut dan spin). Kedua momentum ini bekerja dalam
ruang keadaan yang berbeda, sehingga seluruh komponen-komponennya saling
komutatif satu sama lain. Keadaan-keadaan individual j1 dan j2 seperti biasa
akan dituliskan sebagai |j1 m1 i dan |j2 m2 i, sehingga (Lihat Bab 6)
2
j1 |j1 m1 i = ~2 j1 (j1 + 1)|j1 m1 i
(9.1)
j1z |j1 m1 i = ~m1 |j1 m1 i
dan hal yang sama juga berlaku bagi j2 :
2
j2 |j2 m2 i = ~2 j2 (j2 + 1)|j2 m2 i
(9.2)
j2z |j2 m2 i = ~m2 |j2 m2 i
Ruang keadaan sistem campuran2 diperoleh dengan melakukan perkalian lang-
sung3 (perkalian tensor) dari ruang keadaan individual kedua momentum sudut:
mentum angular.
2 Dalam bahasa Inggris compound system.
3 Direct Product= Perkalian langsung.
334 Penjumlahan Momentum Sudut
dan memenuhi
M = −J, −J + 1, . . . , J (9.8)
kita memiliki
~2
j1 · j2 |JMi = [J(J + 1) − j1 (j1 + 1) − j2 (j2 + 1)]|JM i (9.11)
2
Sebagai sebuah hasil, |JM i adalah juga merupakan keadaan-keadaan eigen dari
operator-operator j1 · j2 . Dalam sebuah istilah yang umum, kita mengacu pada
|JM i sebagai sebuah keadaan eigen dalam representasi terkopel (coupled repre-
sentation) dan untuk |m1 m2 i sebagai sebuah keadaan eigen dalam representasi
tidak terkopel (uncoupled representation).
Himpunan dari dua keadaan orthonormal |m1 m2 i dan |JM i dihubungkan oleh
sebuah transformasi uniter, yaitu bahwa kita bisa menuliskan keadaan-keadaan
eigen |JM i dalam suku-suku |m1 m2 i dengan
X
|JM i = hm1 m2 |JM i|m1 m2 i (9.12)
m1 ,m2
p
J± |JM i = ~p J(J + 1) − M (M ± 1)|J, M ± 1i
(9.13)
J1± |m1 m2 i = ~ J1 (J1 + 1) − m1 (m1 + 1)|m1 ± 1, m2 i
(9.19)
SOLUSI
(a) Misalkan kita menuliskan vektor-vektor eigen yang umum bagi observa-
bel-observabel {J21 , j1z } dengan |j1 m1 i yang secara berurutan masing-
masing memiliki nilai-nilai eigen ~j1 (j1 + 1) dan ~m1 . Serupa dengan
hal tersebut, misalkan |j2 m2 i adalah vektor-vektor eigen yang umum bagi
{J22 , J2 }. Ruang keadaan sistem gabungan diperoleh dari pengambilan
produk (perkalian skalar) tensor dari masing-masing ruang keadaan indi-
vidual dari dua momentum sudut tersebut. Jadi,
J = j1 − j2 , j1 − j2 + 1, . . . , j1 + j2 (9.26)
M = −J, −J + 1, . . . , J (9.27)
SOLUSI
(a) Basis keadaan-keadaan |m1 m2 i memenuhi
2
j1 |m1 m2 i = ~2 j1 (j1 + 1)|m1 m2 i
(9.30)
j22 |m1 m2 i = ~2 j2 (j2 + 1)|m1 m2 i
dimana j1 dan j2 adalah bilangan kuantum yang tetap dan
J1z |m1 m2 i = ~m1 |m1 m2 i m1 = −j1 , −j1 + 1, . . . , j1
(9.31)
J2z |m1 m2 i = ~m2 |m1 m2 i m2 = −j2 , −j2 + 1, . . . , j2
dimana m1 dan m2 bisa berupa bilangan bulat ataupun setengah bilangan
bulat. Dengan menggunakan Persamaan(9.30), kita kita secara langsung
menemukan
= ~(m1 + m2 )|m1 m2 i
≡ ~M |m1 m2 i (9.32)
g(j1 + j2 ) = 1 (9.34)
≡ 0 (9.38)
dan
(J1z J2z )|m1 = j1 , m2 = j2 i = j1 j2 |m1 = j1 , m2 = j2 i
(9.39)
(J1z J2z )|m1 = −j1 , m2 = −j2 i = j1 j2 |m1 = −j1 , m2 = −j2 i
J2 |ψ± i = (J21 + J22 + 2J1z J2z + J1+ J2− + J1− J2+ )|ψ± i
Sehingga |ψ+ i dan |ψ− i bersesuaian terhadap nilai eigen yang sama dari
operator J2 yang diberikan oleh
SOLUSI
(a) Misalkan kita menuliskan sebuah vektor eigen dari P̂ yang bernilai
eigen λ, dengan |ψi. Namakanlah P̂ |ψi = λ|ψi. Oleh karena itu,
|m1 m2 i = |j1 m1 , j2 m2 i
(9.48)
(c) Hasil bagian (b) berimplikasi bahwa vektor basis |JM i bisa ambil
sebagai vektor-vektor eigen simultan dari himpunan {J21 , J22 , J2 , Jz ; P̂ }.
Secara ekuivalen8 , hal ini berarti bahwa keadaan-keadaan |JM i memiliki
paritas ±1 tertentu yang patuh pada operator pertukaran P̂ . Sesung-
guhnya, penggunaan Persamaan(9.43) bersama-sama dengan sifat simetri
dari koefisien-koefisien Clebsch-Gordan
kita menemukan
X
P̂ |JM i = hm1 m2 |JM i(P̂ |m1 m2 i)
m1 ,m2
X
= hm1 m2 |JM i|m2 m1 i
m1 ,m2
X
= hm2 m1 |JM i|m1 m2 i (9.51)
m1 ,m2
4. Sebuah sistem yang tersusun atas dua partikel berspin 1/2 yang inde-
penden9 yang gerak orbitalnya bisa diabaikan, dideskripsikan oleh ba-
1 1
sis |S1 = 2 , m1 i ⊗ |S2 = 2 , m2 i ≡ |m1 m2 i, dimana |m1 m2 i adalah
keadaan eigen bersama dari S21 , S22 , S1z , S2z . Tinjaulah operator spin total
S = S1 + S2 , dengan komponen-komponen S = (Sx , Sy , Sz ) dan magni-
tudo S2 = |S1 + S2 |2 .
(a) Aplikasikanlah operator S± = Sx + iSy dan Sz pada keadaan |m1 m2 i
dan hitunglah hasilnya.
(b) Sama seperti pada bagian (a), gunakanlah S2 = S21 + S22 + 2S1z S2z +
S1+ S2− + S1− S2+ pada |m1 m2 i dan hitunglah hasilnya.
(c) KOnstruksikanlah keadaan |Sms i, yang mana merupakan keadaan-
keadaan eigen dari S21 , S22 , S2 dan Sz sebagai kombinasi linear dari |m1 m2 i.
Carilah nilai-nilai eigen yang bersesuaiannya dan verifikasikanlah bahwa
S2 |Sms i = ~2 S(S + 1)|Sms i dan Sz |Sms i = ~ms |Sms i.
(d) Bahaslah sifat-sifat simetri dari |Sms i akibat pertukaran partikel-
partikel P̂ |m1 m2 i = |m2 m1 i.
SOLUSI
(a) Untuk menghitung aksi S = S1 + S2 pada keadaan |m1 m2 i, kita mem-
perkenalkan notasi-notasi berikut:
1 1
|m1 = ± , m2 = ± i = {| + +i, | + −i, | − +i| − −i} (9.54)
2 2
Jadi
S1 |m1 m2 i = ~2 (σ1 ⊗ 12 )|m1 m2 i = ~2 (σ|m1 i)|m2 i
(9.55)
S2 |m1 m2 i = ~2 (11 ⊗ σ2 )|m1 m2 i = ~2 σ|m1 i(|m2 i)
~
S= (σ1 ⊗ 12 + 11 ⊗ σ2 )
2
9 Yaitu saling bebas.
344 Penjumlahan Momentum Sudut
~2
S2 = (6 + 2σ1z ⊗ σ2z + σ1+ ⊗ σ2− + σ1−⊗σ2+ ) (9.60)
4
dimana identitas S1x S2x + S1y S2y = 12 (S1+ S2− + S1− S2+ ) dan σ 2 = (3)1
telah digunakan. Oleh karena itu, dari Persamaan(9.56) dan (9.60) kita
memperoleh
2 ~2 2
S | + +i = 4 (6 + 2)| + +i = 2~ | + +i
2 2
S | + −i = ~4 [(6 − 2)| + −i + 4| − +i] = ~2 (| + −i + | − +i)
(9.61)
S2 | − +i = S 2 | + −i
2 2
S | − −i = ~4 (6 − 2)| − −i = 2~2 | − −i
S2 | + +i = 2~2 | + +i Sz | + +i = ~| + +i
(9.62)
S2 | − −i = 2~2 | − −i Sz | − −i = −~| − −i
Selain itu
dan
Maka dari itu, sampai pada fase global yang tidak penting kita memper-
oleh
|S = 1, ms = 1i = | + +i
S = 1(triplet) |S = 1, ms = 0i = √12 (| + −i + | − +i) (9.65)
|S = 1, ms = −1i = | − −i
1
S = 0(singlet) |S = 0, ms = 0i = √ (| + −i − | − +i) (9.66)
2
dimana keadaan-keadaan {|Sms i} adalah orthonormal dan kesemuanya
memenuhi
S2 |Sms i = ~2 S(S + 1)|Sms i S = 1, 0
(9.67)
Sz |Sms i = ~ms |Sms i ms = 1, 0, −1
SOLUSI
Untuk mencari koefisien-koefisien Clebsch-Gordan untuk penjumlahan spin
1
S1 = S2 = 2, kita akan menggunakan relasi-relasi berikut (lihat Per-
samaan(9.13) pada ringkasan Teori):
p
I S± |Sms i = ~ S(S
p + 1) − ms (ms ± 1)|S, ms ± 1i
II S1± |m1 m2 i = ~pS1 (S1 + 1) − m1 (m1 ± 1)|m1 ± 1, m2 i (9.69)
III S2± |m1 m2 i = ~ S2 (S2 + 1) − m2 (m2 ± 1)|m1 , m2 ± 1i
(9.70)
(9.71)
I. Sub-ruang S = 1
Dari Persamaan(9.70)kita segera memperoleh
1 1
|1, 1i = | , i = | + +i (9.72)
2 2
Kemudian, dengan mengoperasikan S+ = S1+ + S2+ pada kedua sisi Per-
samaan(9.72) dan dengan menggunakan Persamaan(9.69) kita memper-
oleh
p √
S+ |1, 1i = ~ 1(1 + 1) − 1(1 −√1)|1, 0i = ~ 2|1, √ 0i1 1
1 1 1 1 (9.73)
S+ |1, 1i = (S1 + S2 )| 2 , 2 i = ~ 1| − 2 , 2 i + ~ 1| 2 , 2 i
Sehingga
1 1 1 1 1
|1, 0i = √ (| , i + | − , i)
2 2 2 2 2
1
= √ (| + −i + | − +i) (9.74)
2
Hal yang serupa, dengan mengoperasikan S− sekali lagi pada keadaan
|1, 0i, kita menemukan
p √
S− |1, 0i = ~ 1(1 + 1) − 0(0 − 1)|1,
−1i = ~ 2|1, −1i
S− |1, 0i = √12 S1 | 12 , 12 i + | − 21 , 12 i + √12 S2 | 12 , − 12 i + | − 21 , 12 i
= √12 | − 12 , − 12 i + | − 12 , − 12 i
(9.75)
II. Sub-ruang S = 0
Karena ms = m1 + m2 (dalam kasus ini ms = 0), kita memiliki
1 1 1 1
|0, 0i = α| , − i + β| − , i (9.77)
2 2 2 2
1
h1, 0|0, 0i = 0 → √ (α + β) = 0 → β = −α
2
1
h0, 0|0, 0i = 1 → |α| + |β| = 1 → 2|α|2 = 1 → α = √
2 2
2
oleh karena itu kita menemukan
1 1 1 1 1
|0, 0i = √ | ,− i − | − , i (9.78)
2 2 2 2 2
SOLUSI
(a) Untuk S = 2, ms = 2(ms = m1 + m2 ), kita segera memperoleh
sehingga
1
|2, 1i = √ (|0i|1i + |1i|0i) (9.81)
2
Dengan menerapkan S+ = S1+ + S2+ sekali lagi pada kedua sisi Per-
samaan(9.81) kita memperoleh
( p
S+ |2, 1i = ~ 2(2 + 1)|2, 0i √ (9.82)
√1 S+ (|0i|1i + |1i|0i) = √
~
2(| − 1i|1i + |0i|0i + |1i| − 1i)
2 2
348 Penjumlahan Momentum Sudut
1
|2, 0i = √ [| − 1i|1i + 2|0i|0i + |1i| − 1i] (9.83)
6
Hal yang sama, kita memperoleh13
1
|2, −1i = √ (|0i| − 1i + | − 1i|0i) (9.84)
2
dan pada akhirnya
1
|1, 1i = √ (|1i|0i − |0i|1i) (9.88)
2
Sekarang,
( p p
S− |1, 1i = ~ 1(1 + 1) − 1(1 √− 1)|1, 0i = ~ 1(1 + 1)|1, 0i
√1 S− (|1i|0i + |0i|1i) = √
(9.89)
2
~
2
2 (|0i|0i + |1i| − 1i − |0i|0i − | − 1i|1i)
maka
1
|1, 0i = √ (|1i| − 1i − | − 1i|1i) (9.90)
2
Dengan mengulang proses ini sekali lagi kita memperoleh14
1
|1, −1i = √ (| − 1i|0i − |0i| − 1i) (9.91)
2
13 Sebagai Latihan, silahkan jabarkan sendiri.
14 Sebagai latihan, silahkan jabarkan sendiri.
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 349
7. Sebuah sistem yang dibentuk dari dua momentum sudut yang masing-
masing memiliki magnitudo j1 = 1 dan j2 = 2, dideskripsikan oleh basis
|j1 = 1, m1 i ⊗ |j2 = 21 , m2 i. Sistem berada dalam sebuah keadaan |JMi,
dimana J adalah momentum sudut total dan M adalah komponen-z dari
J. Secara khusus, tinjaulah: keadaan-keadaan
(a) |J = 32 , M = 32 i dan
(b) |J = 12 , M = 12 i.
Untuk masing-masing keadaan, hitunglah Peluang pengukukuran tiap-
tiap pasangan dari nilai-nilai (m1 , m2 ) yang mungkin, dan carilah nilai
ekspektasi (nilai harapan/rata-rata) J1z dan J2z .
(c) Hitunglah nilai ekpektasi dari Jy dalam keadaan |J = 21 , M = 21 i.
SOLUSI
(a) Nilai-nilai yang mungkin bagi (m1 , m2 ) adalah
j1 = 1 → m1 = 1, 0, −1
(9.95)
j2 = 21 → m2 = 21 , − 12
NIlai-nilai |JM i yang mungkin adalah
J = 32 → M = 32 , 12 , − 12 , − 23
(9.96)
J = 12 → M = 12 , − 12
Khususnya untuk |J = 32 , M = 32 i kita memiliki
3 3 1 1
|J = , M = i = |j1 = 1, m1 = 1i|j2 = , m2 = i (9.97)
2 2 2 2
15 Mengapa? sebagai latihan, Silahkan cari tahu alasannya.
350 Penjumlahan Momentum Sudut
~
hJ1z i = ~, hJ2z i = (9.100)
2
Sehingga
r r
3 1 2 1 1 1
|J = , M = i = |m1 = 0, m2 = i + |m1 = 1, m2 = − i
2 2 3 2 3 2
(9.102)
1
Jy = (J+ − J− ) (9.106)
2i
~ p
hJM |Jy |JM i = hJM |( J(J + 1) − M (M + 1))|J, M + 1i
2i
√
+ JJ + 1 − M M − 1|J, M − 1i
= 0. (9.107)
1 1
Secara alternatif, untuk |J = 2, M = 2i kita bisa memilih representasi
1
spin yang diketahui dengan baik (Lihat Bab 7):
2
1 1 1 1 1 0 ~ 0 −i
|J = , M = i = |J = , M = − i = Jy =
2 2 0 2 2 1 2 i 0
(9.108)
8. Tinjaulah sebuah sistem yang dibentuk oleh dua buah partikel berspin
1
2 yang variabel-variabel orbitalnya diabaikan. Hamiltonian sistem ini
adalah
H = ε1 σ1z + ε2 σ2z
dimana ε1 dan ε2 adalah konstanta-konstanta real, dan σ1z dan σ2z adalah
proyeksi-proyeksi dari spin-spin S1 = ~2 σ1 dan S2 = ~2 σ2 dari kedua par-
tikel tersebut terhadap sumbu z.
(a) Keadaan awal sistem pada t = 0 adalah |ψ(0)i = √1 (| + −i + | − +i).
2
S2 = (S1 + S2 )2 diukur pada saat t. Berapakah nilai-nilai yang bisa di-
dapatkan dan berapakah peluang-peluangnya?
352 Penjumlahan Momentum Sudut
(b) Jika keadaan awal sistem bersifat acak, berapakah frekuensi Bohr yang
mungkin muncul pada evolusi (perubahan terhadap waktu) dari hS 2 i?
SOLUSI
(a) Keadaan-keadaan eigen S2 = (S1 + S2 )2 (dan Sz ) adalah keadaan-
keadaan |Sms i, dimana S = 1, 0 yang bersesuaian terhadap, secara beru-
rutan, keadaan-keadaan triplet dan singlet.
I S = 1 → 2~2
(9.110)
II S = 1 → 0
1 1
|m1 = ± , m2 = ± i = {| + +i, | + −i, | − +i, | − −i} (9.111)
2 2
dan tingkat-tingkat energinya diberikan oleh
1
|ψ(o)i = √ (| + −i + | − +i)
2
= |S = 1, ms = 0i (9.113)
kita mendapatkan
1 n 1 1
o
|ψ(t)i = √ e− ~ (iε1 +ε2 )t | + −i + e ~ (iε1 −ε2 )t | − +i (9.114)
2
Dengan menuliskan keadaan-keadaan(9.114) dalam bentuk
(
| + −i = √12 (|1, 0i + |0, 0i)
(9.115)
| − +i = √12 (|1, 0i − |0, 0i)
(ε1 − ε2 )t (ε1 − ε2 )t
|ψ(t)i = cos |1, 0i − i sin |0, 0i (9.116)
~ ~
16 Atau dengan kata lain peluang keadaan-keadaan tersebut menjadi bergantung waktu.
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 353
|ψ(0)i = α| + +i + β| + −i + γ| − +i + δ| − −i (9.121)
18
Secara jelas, hS2 i dicirikan oleh sebuah frekuensi Bohr tunggal yang
identik dengan yang ada pada Bagian (a) dan sama dengan
ε1 − ε2
ωB = 2
~
√
Catatan: Untuk α = δ = 0 dan β = γ = 2, Persamaan(9.124) direduksi
menjadi19
" #
2 2 2(ε1 − ε2 )t
hψ(t)|S |ψ(t)i = ~ 1 + cos
~
(
(ε1 −ε2 )t (ε1 −ε2 )t
~
Sx |ψ(t)i = αe−i ~ + δαei ~ (| + −i + | − +i)
2
)
(ε1 −ε2 )t (ε1 −ε2 )t
−i i
+βe ~ + γe ~ (| + +i + | − −i) (9.125)
n ε2 t ε1 t
o
= ~Re (α∗ β + γ ∗ δ)e2i ~ + (α∗ γ + β ∗ δ)e2i ~
(9.126)
20
Dalam kasus ini, frekuensi-frekuensi Bohr yang tampak dalam evolusi
hSx i adalah
ε1
ωB1 = 2
~
dan
ε2
ωB2 = 2
~
1
9. Momentum sudut total sebuah partikel berspin 2 adalah J = L + S, di-
mana L adalah momentum orbital dan S adalah spin (l adalah sebuah
bilangan bulat, S = 12 ). MIsalkan |l, ml i ⊗ |S = 12 , ms i ≡ |m1 , m2 i adalah
keadaan-keadaan eigen dari {L2 , S2 , Lz , Sz } dan |JM i adalah keadaan-
keadaan eigen dari {J2 , Jz }. Carilah koefisien-koefisien Clebsch-Gordan
hml , ms |JM i dengan penerapan secara beruntun J± = L± + S± pada
vektor-vektor |JM i. Kerjakanlah secara terpisah dalam dua sub-ruang
1
J =l+ 2 dan J = l − 12 .
SOLUSI
Pertama-tama kita memperhatikan bahwa jika l = 0 vektor-vektor |ml =
0, ms = ± 12 i adalah merupakan keadaan-keadaan eigen dari {J2 , Jz }.
1
Dalam kasus ini J = S = 2 dan M = ms = ± 21 . Oleh karena itu,
1 1 1
|J = , M = i = |ml = 0, ms = ± i ≡ |m = 0, ±i (9.127)
2 2 2
inan:
I J = l + 21 M = l + 21 , l − 12 , . . . , − l + 12
(9.128)
II J = l − 21 M = l − 21 , l − 32 , . . . , − l − 12
Dalam kasus ini (l 6= 0), kita akan meninjau sub-ruang-sub-ruang J = l+ 12
dan J = l − 21 secara terpisah dan menunjukkan bahwa
"
q
1 1
I |J = l + , M i = √ l + M + 21 |m = M − 12 , +i
2 2l+1
#
q
1 1
+ l − M + 2 |m = M + 2 , −i
"
q (9.129)
1 1 1 1
II |J = l − , M i = √
l + M + |m = M + , −i
2 2l+1 2 2
#
q
+ l − M + 12 |m = M − 12 , +i
(I) J = l + 12 : Sub-ruang J = l + 1
2 mengandung suatu kelipatan 2l + 1
fungsi-fungsi eigen yang independen. Sama seperti biasanya (lihat soal
1
nomor 2), nilai eigen maksimal Mmax = l + 2 adalah tidak terdegenerasi.
Oleh karena itu,
1 1
|J = l + , M = l + i = |m = l, +i (9.130)
2 2
Sekarang, dengan menerapkan operator J− = L− + S− pada relasi(9.130)
kita memperoleh
p
J− |l + 21 , l + 12 i = ~√ (J + M )(J − M + 1)|l + 21 , l − 12 i
= ~ 2l + 1|l + 12 , l + 12 i
J− |l, +i = (L− + S− )|l, +i (9.131)
√
= 2l|l − l, +i + |l, −i
~
1
10. Dua partikel berspin 2 (yang variabel-variabel orbitalnya diabaikan) dideskrip-
sikan oleh sebuah Hamiltonian tidak terganggu (unperturbed Hamiltonian)
H0 = −A(σ1z + σ2z ). Kita menambahkan gangguan H1 = ε(σ1x σ2x +
σ1y σ2y ), dimana σ = (σx , σy , σz ) adalah matriks-matriks Pauli dan ε A
merupakan konstanta positif.
(a) Carilah nilai-nilai eigen dan fungsi-fungsi eigen dari H0 .
(b) Hitunglah (secara eksak) tingkat-tingkat energi dan fungsi-fungsi eigen
yang bersesuaian dari Hamiltonian total H0 + H1 .
(c) Dengan menggunakan teori perturbasi (lihat Bab 10), hitunglah ko-
reksi orde pertama tingkat-tingkat energi H0 . Bandingkanlah hasilnya
dengan hasil eksak Bagian (b).
SOLUSI
1
(a) Dua partikel berspin 2 dideskripsikan oleh basis standar |m1 = ± 21 , m2 =
± 12 i = {| + +i, | + −i, | − +i, | − −i}. Karena H0 = − ~2 A(S1z + S2z )22 ,
kita mendapatkan
H0 | + +i = −2A| + +i
H0 | + −i = H0 | − +i = 0 (9.138)
H0 | − −i = 2A| − −i
(9.140)
1
II |0, 0i = √ (| + −i − | − +i) ⇒ Keadaan Singlet
2
22 Karena S1z = ~2 σ1z ⇒ σ1z = ~2 S1z . Demikian juga, Karena S2z = ~
σ
2 2z
⇒ σ2z = 2
S
~ 2z
23 Sebagai Latihan, silahkan buktikan sendiri.
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 359
dan
| + +i | + −i | − +i | − −i
| + +i 0 0 0 0
| + −i 0 0 2ε 0
(9.143)
| − +i
0 2ε 0 0
| − −i 0 0 0 0
−λ 2ε
det(H1 − λI) = = λ2 − 4ε2 (9.145)
2ε −λ
Jadi,
11. Gerak sebuah elektron dalam suatu medan gaya sentral dideskripsikan oleh
p2
sebuah Hamiltonian berbentuk H = H0 + Hso , dimana H0 = 2m + V (r)
360 Penjumlahan Momentum Sudut
SOLUSI
(a) Hamiltonian H komutatif dengan semua komponen L dan S, dan op-
erator L beroperasi/bekerja pada variabel-variaberl angular/sudut (θ, φ)
(lihat Bab 6). Oleh karena itu
= ζ(r)[L · S, L2 ] (9.148)
Hal yang serupa, dengan mengubah peran dari L dan S dalam Persamaan(9.149),
kita memperoleh
3
X
[H, S2 ] = ζ(r) ([Li , S2 ]Si + Li [Si , S2 ])
i=1
= 0 (9.150)
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 361
Lebih jauh lagi, dengan menggunakan relasi [Li , Lj ] = i~εijk Lk kita mem-
peroleh
= ζ(r)[Lx Sx + Ly Sy + Lz Sz , Lz ]
= i~ζ(r)(−Ly Sx + Lx Sy )
6= 0 (9.151)
= i~ζ(r)(−Lx Sy + Ly Sx )
6= 0 (9.152)
[H, Jz ] = [H, Lz + Sz ]
= 0 (9.153)
= [H, L2 + S2 + 2L · S] ⇒ L2 + S2 = 0
= 2[H, L · S]
= 2[H0 + ζ(r)L · S, L · S]
= [H0 , L · S] + 2ζ(r)[L · S, L · S]
= 0 (9.154)
(c) Hasil-hasil dari Bagian (a) dan Bagian (b) mengimplikasikan bahwa
kita dapat mencari basis keadaan-keadaan |nl, S, J, M i = Rnl (r)|JM i,
yang mana disusun dari fungsi-fungsi eigen simultan dari obsevabel-observabel
{H, L2 , S2 , J2 , Jz }. Bagian angular dari fungsi-fungsi eigen ini, |JM i,
telah selesai dikerjakan dalam Soal nomor 9, dimana kita menemukan
362 Penjumlahan Momentum Sudut
bentuk berikut
"
q
I |J = l + 12 , M i = √ 1 l + M + 12 |M − 12 , +i
2l+1
#
q
− l − M + 12 |M + 12 , −i
"
q (9.155)
II |J = l − 12 , M i = √ 1 l + M + 12 |M + 12 , −i
2l+1
#
q
1 1
+ l − M + 2 |M − 2 , +i
12. Interaksi spin-orbit bagi elektron pada sebuah atom serupa hidrogen (hydrogen-
like atom)26 diberikan oleh
Hso = ζ(r)L · S
25 Sebagai latihan, silahkan lengkapi sendiri langkah-langkah yang hilang.
26 Atau biasa juga disebut atom hidrogenik. Yang termasuk atom jenis ini adalah atom
berelektron valensi 1 maupun atom-atom lainnya yang terionisasi sehingga hanya mempunyai
sisa sebuah elektron dikulit terluarnya.
364 Penjumlahan Momentum Sudut
dimana
1 1 dV (r)
ζ(r) =
2m2e c2 r dr
dan
Ze2
V (r) = −
r
(a) Turunkanlah sebuah Persamaan untuk tingkat-tingkat energi atom-
atom tersebut dalam suku-suku bilangan-bilangan kuantum l dan j.
(b) Tunjukkanlah bahwa koreksi spin-orbit terhadap tingkat-tingkat en-
ergi tidak terganggu adalah sebanding terhadap Z 4 .
SOLUSI
(a) Hamiltonian lengkap bagi kasus kita ini adalah
H = H0 + Hso
dimana
p2
H0 = + V (r)
2me
~2 1 ∂ 2 1
= 2
r+ L2 (θ, φ) + V (r) (9.164)
2me r ∂r 2me r2
dan Hso diperlakukan sebagai sebuah gangguan kecil. Untuk memu-
dahkan, kita mengambil fungsi-fungsi gelombang tidak terganggu dari H0
menjadi fungsi-fungsi gelombang yang simultan dari {L2 , S2 , J2 , Jz }, di-
mana
J≡L+S
Sehingga
0 0 0
H0 Rnl (r)|JM i = Enl Rnl (r)|JM i (9.165)
0 0
dimana Rnl (r) adalah fungsi gelombang radial dari H0 , dan Enl adalah
tingkat-tingkat energi yang bersesuaian dengannya (lihat Bab 8). Ket-ket
|JM i pada Persamaan(9.165) merepresentasikan bagian angular fungsi
gelombang dari H0 , termasuk keadaan-keadaan spin. Dalam representasi
ini (lihat Persamaan(9.154),(9.155) dan(9.157)) dan untuk l 6= 0, kita
memiliki
~2 ζ(r) 0
0 3
H0 Rnl (r)|JM i = Rnl (r) J(J + 1) − l(l + 1) − |JM i
2 4
(9.166)
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 365
1
dimana J = l ± 2 dan |M | ≤ J.
Persamaan(9.166) menunjukkan bahwa gangguan Hso sudah terdiagonalkan
dalam sub-ruang {n, l = J ± 21 }, yang mana bersesuaian terhadap sebuah
0
tingkat energi terdegenerasi Enl . Dengan menggunakan Teori gangguan
orde pertama, maka kita menemukan
0
E(n, l, J) = Enl + hnl, JM |Hso |nl, JM i (9.167)
0
dimana hr|nli ≡ Rnl (r). Dalam Persamaan(9.167), suku pertama ruas
kanan adalah tingkat energi tidak terganggu, suku keduanya adalah meru-
pakan suku gangguan yang muncul oleh karena keberadaan kopling spin-
orbit.
Dengan mendefinisikan integral terhadap fungsi-fungsi radial menjadi
Z
0 ∗
ζnl ≡ hnl|ζ(r)|nli = r2 Rnl 0
(r)ζ(r)Rnl (r)dr (9.168)
(b) Koreksi energi orde pertama oleh karena interaksi spin-orbit adalah
sebanding dengan integral radial ζnl . Untuk l 6= 0, kita memiliki
Ze2 Ze2
1 1 dV dV
ξnl = hnl| 2 2 |nli ⇒ V (r) ≡ ⇒ = 2
2me c r dr r dr r
1 1
= hnl| |nli
2m2e c2 r3
Zα2 ~2
= hnl|r−3 |nli (9.171)
2m2e c2
Perhitungan yang rinci dari hr−3 inl menghasilkan (Lihat Bab 8)28
3
1 1
hnl|r−3 |nli = 1
(9.172)
aB n l l + 2 (l + 1)
27 Sebagai latihan, silahkan lengkapi langkah-langkahnya.
28 Sebagai latihan, silahkan buktikan sendiri.
366 Penjumlahan Momentum Sudut
dimana
~2
aB =
Ze2 me
adalah jari-jari Bohr. Oleh karena itu
(Ze)4 me α2 1
ξnl = (9.173)
2~4 n3 l l + 12 (l + 1)
13. Sebuah atom serupa hidrogen diletakkan dalam sebuah medan magnetik
lemah B = B Ẑ, dimana interaksinya dijelaskan oleh Hamiltonian Zeeman,
µB B(Lz + 2Sz )
H0 =
~
SOLUSI
(a) Hamiltonian Zeeman yang terganggu bisa dituliskan dalam bentuk
yang berikut
µB B
H0 = (Lz + 2Sz ) ⇒ Jz = Lz + Sz → Lz = Jz − SZ
~
µB B
= ((Jz − Sz ) + 2Sz )
~
µB B
= (Jz + 2Sz ) (9.174)
~
E = E(n, l, j) + ∆E
H = H0 + Hso + H0
9.4 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 367
diberikan oleh
1 1
∆E = µB BhJ = l ± , M |(Jz + Sz )|J = l ± , Mi
2 2
1 1
= µB B M + hJ = l ± , M |Sz |J = l ± , M i (9.175)
2 2
1 1 ~M
hJ = l ± , M |Sz |J = l ± , M i = ± (9.176)
2 2 2l + 1
×hm1 ∓ 1, m2 |JM i
p
= j2 (j2 + 1) − m2 (m2 ∓ 1)
×hm1 , , m2 − 1|JM i
(9.180)
2. Tinjaulah sebuah atom deutrium29 yang tersusun atas sebuah spin nukleus
I = 1 dan sebuah elektron. Momentum sudut elektronik30 adalah J =
L + S, dimana L adalah momentum sudut orbital elektron dan S adalah
momentum sudut spin dari elektron tersebut. MOmentum sudut total
atom adalah F = J + I, dimana I adalah spin nuklir. NIlai-nilai eigen J2
dan F2 secara berurutan adalah J(J + 1)~2 dan F (F + 1).
(a) Apa sajakah nilai-nilai yang mungkin dari bilangan-bilangan kuantum
J dan F untuk sebuah deutrium pada keadaan dasar 1s?
(b) Jawablah Pertanyaan yang sama untuk keadaan tereksitasi 2p.
(c) Apa sajakah nilai-nilai yang mungkin dari bilangan-bilangan kuantum
J dan F untuk sebuah hidrogen pada tingkat 2p? Inti atom hidrogen
hanya mengandung sebuah proton dengan spin I = 21 .
29 Atom deutrium adalah atom-atom yang pada nukleusnya mengandung satu buah proton
1 ∂A(r, t)
E(r, t) = −∇φ − (10.1)
c ∂t
B(r, t) = ∇ × A(r, t) (10.2)
1 ∂f (r, t)
φ0 = φ− (10.3)
c ∂t
A0 = A + ∇f (r, t) (10.4)
dimana f (r, t) adalah sebuah fungsi sembarang dari r dan t (Lihat Soal dan
Penyelesaian nomor 2). Persamaan-Persamaan ini menggambarkan sistem fisika
yang melibatkan potensial-potensial φ dan A, tetapi kita akan melihat bahwa
1 atau tidak saling bebas, melainkan saling terikat dan bergantung satu sama lain.
2 Atau dengan kata lain, φ dan A bukan hanya ditentukan dengan satu cara tertentu saja.
370 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
~x ~y ~z
1 1
A=− r×B=− x y z (10.5)
2 2
0 0 B0
atau
B0
A= (−y, x, 0)
2
gauge lainnya adalah gauge Landau:
A = (−B0 y, 0, 0) (10.6)
d2 r q
m = qE + v × B (10.7)
dt2 c
Hamiltonian yang menghasilkan Persamaan gerak(10.7) adalah berbentuk
1 q q
H= p − A · p − A + qφ (10.8)
2m c c
dimana φ dan A adalah potnsial-potensial yang berhubungan terhadap E dan
B berdasarkan pada Persamaan(10.1) dan (10.2) (lihat Soal dan Penyelesaian
nomor 1).
Dalam Bab ini kita mempergunakan sebuah teori semi-klasik bagi partikel
dalam sebuah medan elekteomagnetik. Dalam teori ini, medannya analog ter-
hadap sebuah medan klasik, sementara sistem diperlakukan berdasarkan postulat-
postulat mekanika kuantum. Jadi, partikel dideskripsikan oleh suatu fungsi
gelombang ψ(r, t), dan Hamiltoniannya dituliskan seperti pada Persamaan(10.8),
10.3 Kerapatan Peluang dan Arus Peluang 371
I = qs (10.14)
eg
µ = − S (10.16)
2mc
10.5 Satuan
Dalam pembahasan fenomena elektromagnetik, biasanya kita mengadopsi salah
satu dari sekian banyak sistem satuan yang ada. Sistem MKS populer dalam
penyelesaian masalah-masalah praktis atau soal-soal terapan. Dalam kajian in-
teraksi radiasi elektromagnetik dengan konstituen-konstituen fundamental ma-
teri, adalah lebih cocok bila kita mengadopsi sistem satuan Gaussian. Oleh
karena itu, seperti dalam Bab-Bab lain buku ini, kita kita menggunakan sistem
satuan Gaussian ini.
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 373
q
ma = qE + v × B (10.18)
c
1 ∂A
E = −∇φ − (10.19)
c ∂t
B = ∇×A (10.20)
1 q q
H = p − A · p − A + qφ (10.21)
2m c c
∂H
ṙ = (10.22)
∂p
∂H
ṗ = (10.23)
∂r
dA
untuk mencari dt .
Solusi
q
ṗ = ∇(v · A) − q∇φ (10.30)
c
dA ∂A
= − v × (∇ × A) + ∇(v · A) (10.31)
dt ∂t
dA ∂A
Ȧ = = − v × B + ∇(v · A) (10.32)
dt ∂t
q
mr̈ = (v × B) + qE (10.34)
c
Solusi
Anggaplah bahwa A1 dan A2 , φ1 dan φ2 memenuhi Persamaan(10.19)
dan (10.20) dengan E dan B yang sama, yakni:
1 ∂A1 1 ∂A2
E = −∇φ1 − = − ∇φ2 + (10.35)
c ∂t c ∂t
dan
B = ∇ × A1 = ∇ × A2 (10.36)
3 Sebagai Latihan, coba buktikan!
376 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
Sekarang, jika A dan φ ditentukan secara unik, maka kita haruslah memi-
liki A1 = A2 dan φ1 = φ2 . Kita mendefinisikan a ≡ A1 − A2 dan
φ = φ1 − φ2 dan menginvestigasi apakah a = 0 dan φ = 0. Dari Per-
samaan(10.36) kita memperoleh
∇×a = 0 (10.37)
1 ∂a
∇φ + =0 (10.38)
c ∂t
1 ∂f
φ = − + C(t) (10.39)
c ∂t
1 ∂f
a = ∇f φ=− (10.40)
c ∂t
dimana f (r, t) adalah setiap fungsi dari r dan t. Kita melihat bahwa a
dan φ tidaklah harus bernilai nol. Potensial A dan φ tidaklah ditentukan
secara unik karena f merupakan fungsi sembarang. Ketidak unikkan pada
Persamaan(10.40) disebut ”gauge bebas (gauge freedom)”. Hal ini berarti
bahwa jika A dan φ memenuhi Persamaan(10.19) dan (10.20), maka A0
dan φ0 yang diperoleh melalui Persamaan-Persamaan transformasi
1 ∂f
A0 = A + ∇f φ0 = φ − (10.41)
c ∂t
Solusi
(a) Dari Persamaan Hamiltonian klasik(10.21) kita memperoleh Hamilto-
nian kuantum oleh penggantian r dan p dengan dengan operator-operator
r̃ dan p̃. Bagaimanapun, ingatlah bahwa A(r, t) dan φ(r, t) adalah meru-
pakan fungsi-fungsi dari r, sehingga kija juga haruslah menggantikan r
dengan r̃ dalam fungsi-fungsi potensial tersebut. Jadi kita pada akhirnya
memperoleh
1 q 2
H = p̃ − A(r̃, t) + qφ(r̃, t) (10.42)
2m c
∂ρ
(c) Pertama-tama, marilah kita menghitung terlebih dulu ∂t :
∂ρ ∂ ∗
= (ψ ψ)
∂t ∂t
∂ψ ∗ ∂ψ
= ψ + ψ∗ (10.44)
∂t ∂t
Dengan menggunakan Persamaan Schrödinger dan konjugate kompleks-
nya:
∂ψ ∗
− i~ = (Hψ)∗ (10.45)
∂t
kita memperoleh
∂ρ 1
= − [(Hψ ∗ ) ψ − ψ ∗ (Hψ)] (10.46)
∂t i~
Kita menggunakan representasi koordinat
r̃ = r p̃ = −i~∇ (10.47)
1 q q
H = i~∇ + A · i~∇ + A + qφ (10.49)
2m c c
∂ρ
+∇·s = 0 (10.52)
∂t
yang merupakan kerapatan arus peluang bagi sebuah partikel yang sedang
bergerak dalam sebuah wilayah yang memiliki medan elektromagnetik.
Dalam sebuah ruang hampa (vacuum), yang mana tidak terdapat medan
elektromagnetik, A = 0, Persamaan(10.53) tereduksi menjadi kerapatan
arus peluang yang dikenal yang dideskripsikan pada Bab 3.
Solusi
(a) Berdasarkan pada Persamaan(10.21), Hamiltonian bagi medan-medan
A dan φ adalah
1 q q
H = p − A · p − A + qφ (10.55)
2m c c
1 q q
H̃ = p − A0 · p − A0 + qφ0 (10.56)
2m c c
1 q q q q q ∂f
H̃ = p − A − ∇f · p − A − ∇f + qφ − (10.57)
2m c c c c c ∂t
d|ψi
H|ψi = i~ (10.58)
dt
d|ψ̃i
H̃|ψ̃i = i~ (10.60)
dt
380 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
jadi,
∂ ψ̃ q ∂f 1 q 2 −iqf /c~
i~ = − + qφ ψ̃ + eiqf /c~ −i~∇ − A e ψ̃
∂t c ∂t 2m c
(10.64)
gan ψ, ψ̃, f saja, kecuali pada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan notasi-notasi teersebut
dituliskan dengan lengkap.
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 381
(d) Kita melihat bahwa ketika kita berlalu dari satu gauge kepada gauge
lainnya, vektor keadaan yang menjelaskan sistem ditransformasikan oleh
transformasi uniter e−iqf (r,t)/c~ , dimana f (r, t) adalah fungsi yang menghu-
bungkan dua gauge. Bagi fungsi gelombang, transformasi gauge bersesua-
ian terhadap suatu perubahan fase yang berubah-ubah dari satu titik ke
titik lainnya dan oleh karena itu bukanlah merupakan sebuah faktor fase
global. Namun, prediksi-prediksi fisika yang diperoleh dengan menggu-
nakan fungsi gelombang ψ dan ψ̃ adalah sama, karena operator-operator
yang menggambarkan kuantitas-kuantitas6 fisika juga mengalami trans-
formasi ketika kita melakukan pengubahan di antara gauge (Lihat Soal
dan Penyelesaian nomor 5).
A → A0 = A + ∇f
(10.67)
φ → φ0 = φ − 1c ∂f
∂t
Dalam kasus ini kita kembali akan menerapkan konvensi seperti yang ada
pada Soal dan Penyelesaian nomor 47 .
(a) Apakah kerapatan peluang dan arus peluang berubah ketika kita
berlalu dari satu gauge ke gauge lainnya?
(b) Anggaplah bahwa pada waktu t kita menginginkan untuk mengukur
sebuah besaran fisika Q. Apakah peluang menghasilkan sebuah nilai eigen
q dari Q bergantung pada gaugenya? (Untuk penyederhanaan, anggaplah
bahwa q tidak terdegenerasi.)
6 Kuantitas = Besaran
7 Yaitu: ψ(r, t), ψ̃(r, t), f (r, t) dalam math environment hanya akan ditulis dengan ψ, ψ̃, f
saja, kecuali pada kasus-kasus tertentu yang membutuhkan notasi-notasi teersebut dituliskan
dengan lengkap.
382 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
Solusi
(a) Kerapatan Peluang pada gauge yang pertama adalah
= ψψ ∗ (10.69)
= ψ 0 ψ 0∗ ⇒ ψ 0 = eiqf /c~ ψ.
= ψψ ∗ (10.70)
Qφ = qφ (10.73)
Pq = hφ|ψi
= φ∗ ψ (10.74)
Pq0 = φ0∗ ψ 0
= φ∗ ψ (10.76)
Pq0 = Pq (10.77)
6. Sebuah osilator harmonik satu dimensi yang terdiri dari sebuah partikel
bermassa m dan memiliki energi potensial
1
V (x) = mω 2 x2 (10.78)
2
9 Lengkapnya adalah φ(r, t).
10 Lengkapnya adalah ψ(r, t).
384 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
Selain itu, partikel ini memiliki suatu muatan q dan diletakkan dalam se-
buah medan listrik E seragam11 yang sejajar terhadap sumbu x, E = E~x.
(a) Carilah sebuah potensial φ(x) sepadan yang bersesuaian terhadap
medan listrik tersebut.
(b) Tuliskanlah Hamiltonian partikel tersebut.
(c) Lakukanlah suatu transformasi koordinat y = ax + b (a dan b meru-
pakan konstanta), serupa itu dalam koordinat y, Hamiltoniannya serupa
dengan osilator harmonik satu dimensi tanpa muatan. Apakah a dan b?
(d) Carilah nilai-nilai eigen energi dan keadaan-keadaan eigen sistem.
SOLUSI
(a) Kita memiliki E = E~x dan kita mencari φ(x, t) yang sedemikian rupa
sehingga
E = −∇φ (10.79)
p2 1
H = + mω 2 x2 − εx (10.81)
2m 2
Suku pertama pada sisi kanan Persamaan(10.81) adalah suku energi kinetik
standar, suku yang kedua adalah suku energi potensial osilator harmonik,
dan suku yang ketiga adalah suku energi potensial listrik.
p2y 1
Hy = + mωy2 y 2 + H0 (10.82)
2m 2
p2y 1
Hy = + mω 2 (x + b)2 + H0
2m 2
p2y 1 1
= + mω 2 x2 + mω 2 bx + mω 2 b2 + H0 (10.83)
2m 2 2
(d) nilai-nilai eigen energi dari sebuah osilator harmonik satu dimensi
adalah14
1 1
En = mω n + (10.84)
2 2
yang bersesuaian terhadap keadaan eigen |ψn i. Kita telah memiliki se-
buah pergeseran osilator harmonik, sehinngga nilai-nilai eigen energinya
sekarang adalah
1 ε2
1 1
En = mω n + − (10.85)
2 2 2 mω 2
SOLUSI
(a) Dalam gauge simetrik A = 12 r × B kita mempunyai
~x ~y ~z
1
A = − x y z
2
0 0 B0
1 1
= yB0 ~x + xB0 ~y (10.87)
2 2
B0
A= (−y, x, 0) (10.88)
2
(b) Kita bisa menggunakan gauge apa saja yang lain dan mencari sebuah
A yang berbeda. Sebagai sebuah contoh, kita bisa mencoba mencari A
hanya dalam komponen arah x, A = Āx ~x. Dalam kasus ini,
~x ~y ~z
∂ ∂ ∂
∇×A = ∂x ∂y ∂z
Āx 0 0
∂ Āx ∂ Āx
= ~y − ~z
∂z ∂y
= B0 ~y (10.89)
(c) Kita ingin mencari fungsi gauge f (r) agar A = Ā + ∇f (lihat Soal
dan Penyelesaian nomor 2).Dari Persamaan(10.88) dan (10.90) kita men-
emukan bahwa
A = B20 (−y, x, 0)
(10.91)
Ā = B0 (−y, 0, 0)
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 387
SOLUSI
(a) Hamiltonian klasiknya adalah
1 q q
H = p− A · p− A
2m c c
1 q q
= p + By e~x · p + By e~x (10.95)
2m c c
dengan e~x adalah sebuah vektor satuan dalam arah x. Oleh karena itu
maka operator Hamiltoniannya adalah
1 1 q 2
p2y + p2z +
H= px + By
2m 2m c
q 2
1 2q
H= p2 + p2y + p2z + Bypx + B y2 (10.96)
2m x c c
15 Kita ∂ ∂
mempersingkat penulisan simbol dari ∂x
dan ∂y
dengan menggunakan notasi ∂x
dan ∂y .
388 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
dan memperoleh
1 2 2qB
[H, px ] = [px , px ] + y[px , px ] (10.98)
2m c
1 2
[H, pz ] = [p , pz ] = 0 (10.99)
2m z
sehingga
Hψ = Eψ
i 2qBpx q 2
p2x + p2y + p2z + y+ B y 2 ψ = Eψ (10.102)
2m c c
1 2 2
Sekarang marilah kita memisalkan 2m (px +py ) = a, maka Persamaan(10.102)
bisa dituliskan sebagai
" 2 #
1 2 qBpx 1 qB
p + y+ y 2 ψ = (E − a)ψ (10.103)
2m y mc 2m c
atau
" 2 #
p2z
1 1 qB 2
pỹ2 + ỹ ψ= E− ψ (10.106)
2m 2m c 2m
p2z
Jika kita menuliskan Ẽ = E − 2m , Persamaan(10.106) menjadi
1 2 1 2 2
pỹ + mωB ỹ ψ(x, y, z) = Ẽψ(x, y, z) (10.107)
2m 2
2
2 qB
dengan ωB = cm . Kita malahan menemukan bahwa Persamaan(10.107)
adalah sebuah Persamaan Schrödinger bagi sebuah osilator harmonik satu
dimensi.
dan
mω 1/4 2
B
ψỹ (ỹ) = e−mωB y /2~
Hn (ỹ) (10.109)
π~
390 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
p2 p2z
qB 1
En = Ẽn + z = ~ n+ + (10.110)
2m mc 2 2m
cpx
dengan ζ = y+ .
qB
SOLUSI
(a) Kita menambahkan pada Hamiltonian(10.96) energi interaksi antara
spin dan medan magnetik
H = −µ · B (10.112)
1 q 2
H= p− A −µ·B (10.113)
2m c
µs B µs B
[px , Sz ] = [pz , Sz ] = 0 (10.115)
S S
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 391
1 1 1 1 1 0
χ ,+ = χ ,− = (10.119)
2 2 o 2 2 1
lihat Bab 7.
(d) Untuk mencari fungsi-fungsi eigen dan nilai-nilai eigen, kita mengikuti
Soal dan Penyelesaian nomor 8 bagian d, dan menuliskan Persamaan
Schrödingernya17 :
1 2 1 2 2 1 2 µs
p + mωB ỹ + p − BSz ψχspin = Eψχspin (10.120)
2m ỹ 2 2m z S
ỹ = y + cp
x
qB
qB (10.121)
ωB = cm
1
dan pz , S = 2, dan Sz = ± 21 adalah merupakan konstanta-konstanta.
Pendefinisian
qB µs
Ẽ = E − + BSz (10.122)
cm S
kita dapatkan dari Persamaan(10.120) sebuah Persamaan Schrödinger os-
ilator harmonik standar
1 2 1 2 2
p + mωB ỹ ψ = Ẽψ (10.123)
2m ỹ 2
17 Sekali lagi untuk mempersingkat penulisan, ψ(x, y, z) hanya kita tuliskan sebagai ψ.
392 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
1
dengan nilai-nilai eigen Ẽ = ~ωB n + dan fungsi eigen ψ(x, y, z)χspin ,
2
dimana ψ(x, y, z) adalah yang seperti diberikan dalam Persamaan(10.111).
Maka dari itu, nilai-nilai eigen dari Persamaan Schrödinger(10.120) kita
adalah
p2z
qB 1 µs
E=~ n+ + − BSz (10.124)
mc 2 2m S
10. Sebuah Partikel bermassa m, bermuatan q dan berspin 1/2 yang bermo-
men magnetik µ berada dalam suatu wilayah medan magnetik B yang
konstan dan arah medan magnetik ini menuju ke arah sumbu ~z.
(a) Asumsikan bahwa partikel berada dalam sebuah ruang berbentuk ko-
tak yang sangat besar tapi berhingga: 0 ≤ x ≤ Lx , −Ly ≤ L ≤ Ly dan
0 ≤ z ≤ Lz . Tuliskanlah fungsi-fungsi eigen untuk kasus ini.
(b) Carilah jumlah keadaan per satuan luasnya (dalam bidang xy).
SOLUSI
(a) Tinjaulah Persamaan Schrödinger
dengan
π
px = Lx ~nx nx = 0, 1, 2, . . .
π (10.128)
pz = Lz ~nz nz = 0, 1, 2, . . .
qB 2
Dengan mengasumsikan bahwa Ly sangat besar sehingga 2~c Ly = 1,
bagian y dari fungsi gelombang persamaan(10.109) akan hampir tidak
dipengaruhi oleh syarat batas(10.126)II, seperti kasus untuk fungsi gelom-
bang ψ(ỹ). Oleh karena itu, maka fungsi-fungsi eigennya adalah (Lihat
Persamaan(10.111))18
mω 1/4
B 1 −mωB 2
ψ= p sin(px x) sin(pz z) exp ζ Hn (ζ)
π~ 2 Lx Ly 2~
(10.129)
dengan
cpx
ζ = y+ (10.130)
qB
Nilai-nilai energi eigennnya adalah(lihat Persamaan(10.110))
2
qB 1 1 π~
E ny nz = ~ ny + + n2z (10.131)
mc 2 2m Lz
π~nz
dimana kita menggunakan pz = Lz (lihat Persamaan(10.128)).
Perlu dicatat bahwa Persamaan(10.131) tidaklah bergantung pada nx ,
sehingga kita mempunyai sebuah degenerasi.
qB
N =2 Lx Ly (10.135)
~c
Maka, Jumlah keadaan per satuan luasnya adalah
N 2 qB Lx Ly qB
n= = ~c = (10.136)
luaswilayah 2Lx Ly ~c
Solusi
20 ψ real karena tidak mengandung komponen fungsi kompleks, atau dengan kata lain ψ
hanya memiliki komponen fungsi real dan tidak mengandung komponen fungsi yang meimiliki
bagian imajiner (i).
21 Karena kalau ψ real, maka ψ ∗ = ψ, sehingga ψ ∗ ∇ψ = ψ∇ψ ∗ .
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 395
Ly Lx Lz
q2 B
Z Z Z
Ix = y|ψy (y)|2 dy |ψx (x)|2 dx |ψz (z)|2 dz (10.141)
2mc −Ly 0 0
Karena |ψ(y)|2 adalah sebuah fungsi genap (hanya dalam kasus dimana
Z Ly
px = 0)22 , kita akhirnya mendapatkan bahwa y|ψy (y)|2 dy = 0 dan
−Ly
dengan demikian maka Ix = 0. Gerak klasik partikel adalah berupa se-
buah lingkaran dan dengan demikian total arus dalam arah x atau pun y
adalah nol.
12. Untuk partikel dalam Soal nomor 10 dan medan listrik E = E~y :
(a) Carilah keadaan-keadaan eigen dan nilai-nilai eigen dari partikel terse-
but.
(b) Jika px = 0 tunjukkan bahwa Ix 6= 0 walaupun E hanya dalam arah
sumbu y. Berapakah kecepatan hanyutnya (drift velocity)?
SOLUSI
(a) Hamiltonian klasiknya adalah (Lihat Persamaan(10.96))
1 1 q 2
p2y + p2z +
H= px + By
2m 2m c
Hlistrik = qφ (10.142)
dimana E = −∇φ .
1 q 2
H = p − A + qφ
2m " c
2 #
1 2 2 2 2qBpx qB
= p + pz + py + y − 2mqEy + y2
2m x c c
(10.143)
Schrödinger24 :
" 2 #
1 2qBp x qB
~2 ∂x2 + ∂y2 + ∂z2 + y 2 ψ = Eψ
y − 2mqEy +
2m c c
(10.144)
dimana
p2x p2
=E− − z (10.146)
2m 2m
Dengan mendefinisikan
cBpx vD
ỹ = y + − (10.147)
qB ωB
cE qB
dimana vD = B dan ωB = cm , dari Persamaan(10.144) kita memperoleh
2
1 2 ∂ 1 2 2
−~ + mωB ỹ ψ(ỹ) = Ẽψ(ỹ) (10.148)
2m ∂ ỹ 2 2
dimana
p2z 1 2
Ẽ = E − + px vD − mvD (10.149)
2m 2
Keadaan-keadaan eigen dari Persamaan(10.148) adalah merupakan fungsi-
fugsi eigen osilator harmonik standar, dan spektrum energi partikel adalah
p2 1
Enx ny nz = Ẽ ny + z − px vD + mvD 2
2m 2
2 2
1 1 π ~ π~vD 1
= ~ωB ny + + 2
n2z − nx + mvD 2
2 2m Lz Lx 2
(10.150)
R
(b) Arus (Persamaan(10.140)) adalah I = Jdxdydz. Dengan menggu-
nakan Persamaan(10.139) kita memiliki Iy = Iz = 0, dan
Ly
q2 B
Z
Ix = |ψ(y)|2 ydy (10.151)
2mc −Ly
vD
ỹ = y − (10.152)
ωB
|ψ(ỹ)|2 genap dalam ỹ, tetapi tidak dalam y. Jika kita melakukan trans-
formasi koordinat y → ỹ pada Persamaan(10.151), kita mendapatkan
v
Ly − ωD
q2 B
Z
B vD
Ix = ỹ + |ψ(ỹ)|2 dỹ (10.153)
2mc −Ly + ωD
v ωB
B
vD
Sekarang, dengan menggunakan Ly ωB , kita memperoleh
∞
q2 B
Z
vD
Ix = ỹ + |ψ(ỹ)|2 dỹ (10.154)
2mc −∞ ωB
Suku pertama (linear terhadap ỹ) akan menghasilkan nol karena inte-
grandnya antisimetrik. Suku kedua akan memberikan hasil
q 2 B vD ∞
Z
Ix = |ψ(ỹ)|2 dỹ
2mc ωB −∞
q 2 B vD qB
= ⇒ karenaωB =
2mc ωB 2mc
maka
Ix = qvD (10.155)
cE
vD =
B
SOLUSI
Kita memiliki
1 q 2
H = p − A + V(r) (10.156)
2m c
1 2 qB0 q 2 B02 2
H= p + Lz + (x + y 2 ) + V(r) (10.158)
2m mc 8mc2
1 2
H0 = p + V(r) (10.159)
2m
dan
µB0 Lz q 2 B02 2
H1 = − + (x + y 2 ) (10.160)
~ 8mc2
q~
dimana µ menotasikan magneton Bohr, µ =
2mc
14. Elektron-elektron terpolarisasi, dengan sebuah polarisasi (+) dalam arah
z, memasuki suatu wilayah medan magnetik konstan B = B0 ~x. Elektron
bergerak dalam arah y. Setelah waktu T , elektron mencapai apparatus 26
Stern-Gerlach yang medan magnetiknya diatur dalam arah sumbu z.
(a) Tuliskanlah Hamiltonian interaksinya dalam wilayah medan magnetik
26 Apparatus = Peralatan atau piranti yang digunakan untuk keperluan eksperimen.
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 399
konstan.
(b) Pada sebuah detektor D, kita hanya dapat mendeteksi elektron-elektron
yang berpolarisasi spin (-) dalam arah z. Carilah nilai-nilai dari B0 agar
semua elektron akan mencapai detektor D.
(c) Untuk nilai terkecil B0 (yang ditemukan pada bagian (b)), bera-
pakah persentase dari elektron-elektron yang akan mencapai detektor D
jika waktu perjalanannya (traveling time) dalam wilayah medan magnetik
konstan adalah T /2 (bukan T )?
SOLUSI
(a)Interksi antara elektron dan medan magnetik terjadi oleh karena in-
2e
teraksi antara momen magnetik elektron µe = me c S dan medan magnetik
eksternal B = B0 ~x. Hamiltonian interaksinya adalah
2eB0 2eB0
Hint = µe · B = S · ~x = Sx (10.161)
me c me c
Kita bisa melihat bahwa representasi dua vektor dari keadaan-keadaan
spin ±z (lihat Bab 7),
1
| + zi →
0
(10.162)
0
| − zi →
1
Dalam representasi ini, operator spin elektron bisa diuraikan dengan memakai
matriks-matriks Pauli:
~
S= (10.163)
2
dimana
0 1 0 i 1 0
σx = σy = σz = (10.164)
1 0 −i 0 0 1
∂|ψi
i~ = H|ψi (10.166)
∂t
400 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
2 2
dimana α+ + α− = 1 , atau dalam representasi dua vektor,
1 0 α+ (t)
|ψ(t)i = α+ (t) + α− (t) = (10.168)
0 1 α− (t)
2 2
Sehingga a+ = 1 dan a− = 0. Dari α+ + α− = 1 kita memperoleh b+ = 0
dan b− = 1. Jadi solusi dari Persamaan(10.174) adalah
α+ (t) = cos(ω0 t)
(10.176)
α− (t) = sin(ω0 t)
dan keadaan kuantum Persamaan(10.168) adalah
cos(ω0 t)
|ψ(t)i = (10.177)
sin(ω0 t)
me c π
B0 = + nπ (10.181)
eT 2
PD = |h−z|ψ(T /2)i|2
2
1 0
= √ 0 1
2 1
1
= (10.186)
2
15. Dalam soal ini, kita menguji bagaimana tingkat-tingkat energi atom hidro-
gen termodifikasi dalam kehadiran sebuah medan magnetik statik, efek ini
disebut efek Zeeman. Disini kita akan mengabaikan efek-efek spin (efek
Zeeman normal ). Anggap bahwa massa elektron m dan muatannya q.
(a) Kita menotasikan Hamiltonian elektron atom hidrogen yang tanpa
medan magnetik dengan H0 . Tuliskanlah keadaan-keadaan eigen dari H0
yang juga merupakan keadaan-keadaan eigen dari L2 dan Lz . Berapakah
nilai-nilai eigen yang bersesuaian dengannya?
(b) Anggap bahwa atom tersebut diletakkan dalam sebuah medan mag-
netik seragam B0 sepanjang sumbu ~z. Tuliskanlah Hamiltonian yang
baru. Apakah keadaan-keadaan dari bagian (a) juga merupakan keadaan-
keadaan eigen dari Hamiltonian yang baru? Bagiamanakah tingkat-tingkat
energinya termodifikasi?
q2 B 2 2
Anggaplah bahwa suku 8m (x + y 2 ) bisa diabaikan jika dibandingkan
µB
terhadap ~ B0 Lz (Hal ini bisa ditunjukkan melalui suatu perhitungan
yang rinci).
SOLUSI
(a) Keadaan eigen Hamiltonian atom hidrogen bisa dituliskan dalam ben-
tuk
µ q2 B 2 2
H1 = − B0 Lz + (x + y 2 ) (10.189)
~ 8m
µ
(H0 + H1 )φnlm (r) = H0 φnlm (r) − B0 Lz φnlm (r)
~
= (En − mµB0 )φnlm (r) (10.190)
Kita melihat bahwa φnlm (r) juga merupakan keadaan-keadaan eigen dari
Hamiltonian yang baru, tetapi enrginya digeser oleh mµB0 . Degenerasinya
juga dihilangkan oleh karena keberadaan medan magnetik.
9-1.jpg
Gambar 10.1: Sebuah elektron yang terkendala untuk bergerak pada sebuah
cincin satu dimensi berjari-jari R, dimana pada pusat cincin tersebut hadir
sebuah fluks magnetik konstan Φ dalam arah z.
SOLUSI
(a) Medan magnetiknya adalah B = B~z. Fluks magnetik melewati per-
mukaan yang dibatasi oleh cincin adalah
Z Z
Φ = dx B · ~ndy
ZDidalamcincin Z
= dx B · ~zdy (10.191)
Didalamcincin
30 Teorema
RR H
Stokes: S (∇ × A) · ndS = C A · dl, n adalah arah vektor satuan dari per-
mukaan yang ditinjau, dl adalah elemen panjang (garis), yang merupakan turunan dari elemen
luas permukaan.
10.6 Soal Dan Penyelesaiannya 405
dl = ~
(Rdφ)φ (10.194)
(b) Dengan meninjau simetri dari kasus ini, akan lebih memudahkan bagi
kita untuk menggunakan koordinat silinder. Untuk menuliskan Persamaan
Schrödinger, kita harus mengekspresikan gradien ∇ dalam koordinat silin-
der seperti berikut:
∂ ~ 1 ∂ + ~z ∂
∇=ρ
~ +φ (10.197)
∂ρ ρ ∂φ ∂z
1 e 2
H = −i~∇ − A
2m c
2
1 1 ∂ e Φ
= −i~ −
2m R ∂φ c 2πR
2
1 ∂ e Φ
= −i~ − (10.198)
2mR2 ∂φ c 2π
31 Vektor Tangensial = Sebuah garis lurus atau bidang yang menyentuh sebuah kurva atau
permukaan pada suatu titik atau lengkungan namun tidak berpotongan dengan kurva atau
permukaan tersebut
32 atau tidak sama dengan nol.
406 Partikel dalam Medan Elektromagnetik
(c) Karena φ didefinisikan mencakup 2π, maka syarat batas umum bagi
tiap fungsi φ apa pun menentukan bahwa fungsi tersebut akan berupa
fungsi periodik dalam 2π, sehingga kita memiliki |ψ(φ + 2π)| = |ψ(φ)|
∂ψ
dan hal yang sama berlaku juga untuk ∂φ . Kita hanya meninjau harga
mutlaknya saja, karena dalam Mekanika Kuantum hanya |ψ|2 sajalah yang
memiliki makna fisika yang sesungguhnya.
1 ikφ
(d) Periksalah apakah fungsi gelombang ψ(φ) = Ne (k = konstanta)
merupakan solusi-solusi dari persamaan(10.199). Pertama-tama, kita men-
cari konstanta normalisasi N yang adalah33 :
1
N=√ (10.200)
2πR
1 ikφ
Berikutnya, kita menerapkan ψ(φ) = Ne pada Persamaan(10.199) dan
34
memperoleh
" 2 #
1 2 2 eΦ eΦ
~ k − k~ + =E (10.201)
2mR2 cπ 2cπ
1
ψn (φ) = √ eikφ (10.206)
2πR
17. Mengaculah Pada Soal nomor 16, tepatnya Pada Persamaan(10.205) dan
(10.206). Medan magnetik sama dengan nol pada cincin (ingatlah bahwa
fluks ada di dalam cincin dan bukan pada permukaan cincin).
(a) Dalam Mekanika Klasik, sebuah partikel (elektron), yang dikendalakan
untuk bergerak pada cincin, tidak akan dipengaruhi oleh fluks magnetik.
Apakah hal ini juga berlaku dalam Mekanika Kuantum? Apakah energi
elektronnya merupakan sebuah fungsi dari fluks Φ?
(b) Plotlah sebuah grafik yang menjelaskan keadaan dasar elektron (the
Φ
ground state of electron) sebagai suatu fungsiΦ (atau Φ0 ).
dH
I = c (10.207)
dΦ
SOLUSI
(a) Dengan menggunakan Persamaan(10.205), kita bisa dengan mudah
menemukan bahwa nilai-nilai eigen energi untuk elektron bergantung pada
Φ, sehingga berlawanan terhadap Mekanika Klasik, dalam Mekanika Kuan-
tum sebuah partikel bisa dipengaruhi oleh sebuah medan magnetik, bahkan
ketika medan magnetik dalam wilayah, yang mana partikel bergerak, adalah
nol. Fenomena mengejutkan ini dikenal sebagai efek Aharamov-Bohm.
9-2.jpg
Gambar 10.2: Plot Grafik dari keadaan-keadaan dasar elektron sebagai fungsi
dari Φ (atau ΦΦ0 ).
Φ 1
9.2). Untuk Φ0 > 2, nilai n = 0 bukan lagi energi minimumnya (bukan
lagi energi keadaan dasarnya).
1 Φ
Untuk 2 < Φ0 < 32 , energi minimum dalam Persamaan(10.208) bersesua-
3 Φ
ian terhadap n = 1. Untuk 2 < Φ0 < 52 , ψn=2 merupakan keadaan dasar,
n−1 Φ n+1
dan demikianlah seterusnya. Untuk 2 < Φ0 < 2 , keadaan dasarnya
Φ
adalah ψn . Jadi keadaan dasarnya adalah periodik dalam Φ0 dengan pe-
riode 1, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9.2.
Metode-Metode Aproksimasi I
Kajian Mekanika Kuantum dari suatu sistem fisika konservatif (yang Hamiltoni-
annya tidak bergantung secara eksplisit terhadap waktu) didasarkan persamaan
nilai eigen dari operator Hamiltonian. Mencari penyelesaian yang berupa solusi
dari sistem-sistem ini adalah merupakan bagian utama dalam kajian Mekanika
Kuantum. Beberapa sistem, sebagai contohnya osilator harmonik, adalah cukup
sederhana untuk diselesaikan dengan pasti atau tepat. Pada umumnya, per-
samaannya tidaklah cocok terhadap solusi-solusi analitik dan sebuah solusi pen-
dekatan (aproksimasi) menjadi alternatif utama untuk dicari, yang biasanya
didasarkan pada metode-metode numerik berbasis komputasi.
Dalam Bab ini kita akan mempelajari beberapa metode pendekatan (aproksi-
masi) yang telah sering digunakan secara luas dalam menyelesaikan masalah-
masalah untuk sistem-sistem Mekanika Kuantum yang tidak bisa diselesaikan
secara pasti/tepat dengan metode analitik. Ada beberapa metode yang sering
digunakan secara luas untuk mencari solusi pendekatan terhadap sistem-sistem
kuantum tersebut, seperti Metode Perturbasi (Gangguan), Metode Variasional
Rayleigh-Ritz, Metode WKB, dan lainnya. Dalam Bab ini kita akan mem-
bahas tentang Teori Gangguan (Perturbasi), baik perturbasi stasioner (tidak
bergantung waktu) maupun perturbasi bergantung waktu, baik dalam kasus
keadaan tidak berdegenerasi maupun untuk sistem keadaan berdegenerasi. Un-
tuk Metode Variasional Rayleigh-Ritz dan WKB akan dibahas dalam Bab berikut-
nya.
412 Metode-Metode Aproksimasi I
H = H0 + λW (11.1)
eigen E(λ) dari H(λ) secara umum bergantung pada λ. Gambar 10.1 merepre-
sentasikan bentuk-bentuk yang mungkin dari dari variasi tingkat-tingkat energi
terhadap λ.
10-1.jpg
Kita akan mengasumsikan bahwa E(λ) dan |ψ(λ)i bisa diekspansikan dalam
414 Metode-Metode Aproksimasi I
Dimana saat parameternya sama dengan nol, kita memiliki tingkat energi dan
keadaan eigen dari Hamiltonian tidak terganggu. Ketika λ 1, tiap elemen
dalam ekspansi deret(11.5) dan(11.6) pada umumnya jauh lebih kecil, maka
dalam prakteknya, yang sebelumnya, biasanya cukup dengan hanya meninjau
beberapa elemen yang mula-mula. Elemen yang berisikan λ disebut koreksi orde
pertama (first order correction), elemen yang mengandung λ2 disebut koreksi
orde kedua (second order correction), dan seterusnya.
Tinjaulah sebuah nilai eigen tidak berdegenerasi tertentu En0 dari Hamiltonian
yang tidak terganggu, dengan vektor eigennya |φn i (vektor eigen ini unik untuk
berada di dalam sebuah faktor yang konstan). Kita sekarang memberikan ko-
reksi tingkat energi dan vektor eigen yang bersesuaian dengannya orde pertama
dan orde yang kedua (penurunannya diberikan dalam Soal dan Penyelesaian
nomor 1),
2
X X hφip |W |φn i
En (λ) = En0 + λhφn |W |φn i + λ2 + O(λ) (11.7)
i
En0 − Ep0
p6=n
dan
X X hφip |W |φp i
|ψn (λ)i = |φn i + λ |φip i
i
En0 − Ep0
p6=n
" #
XX hφip |W |φp ihφip |W |φp i X X hφip |W |φjq ihφjq |W |φn i
+λ2 − 2 +
p6=n i En0 − Ep0 q6=n i
En0 − Ep0 En0 − Eq0
×|φip i + O(λ2 ) (11.8)
Perlu dicatat bahwa koreksi orde pertama terhadap energi adalah merupakan
nilai rata-rata dari suku terganggu λW dalam keadaan tidak terganggu |φn i.
11.3 Teori Perturbasi Keadaan Berdegenerasi 415
(1)
ketika fn = gn kita mengatakan bahwa untuk orde pertama gangguan W
(1)
secara semupur menghilangkan degenerasi dari tingkat energi En0 . Ketika fn <
gn , hanyalah sebagian degenerasi saja yang dihilangkan, atau bukan semuanya
(1)
jika fn = 1.
Anggaplah bahwa sebuah sub tingkat En,j (λ) = En0 +λεj1 terdegenerasi lipat
q, dalam pengertian bahwa terdapat q vektor-vektor eigen yang bebas linear dari
W (n) yang bersesuaian terhadapnya. Kita membedakan antara dua situasi yang
sepenuhnya berbeda:
1. Anggaplah bahwa terdapat hanya satu tingkat energi yang pasti (exact)
E(λ) yang sama dengan energi orde pertama sampai En,j . Energi ini ter-
degenerasi lipat q. (sebagai contoh, Pada Gambar 10.1 energi E(λ) yang
mendekati E40 ketika λ → 0 terdegenerasi lipat dua.) Dalam kasus ini,
vektor eigen orde nol |0i dari H(λ) tidak bisa sepenuhnya dispesifikasi,
1 Yang merupakan komponen-komponen matriksnya.
416 Metode-Metode Aproksimasi I
t 2
λ2
Z
0
Pif (t) = eiωif t ωif (t0 )dt0 (11.12)
~2 0
2 Indeks-indeks subscript i dan f menandai keadaan awal (initial) dan akhir (final).
11.4 Teori Perturbasi Yang Bergantung Waktu 417
Ei − Ef
ωif = (11.13)
~
Sekarang, tinjaulah kasus transisi di antara sebuah keadaan |φi i dan se-
buah keadaan |φf i dari energi Ef milik sebuah bagian kontinu dari spektrum
H0 . Dalam kasus ini peluang transisi pada waktu t, |hφf |ψ(t)i|2 sebenarnya
merupakan sebuah kerapatan peluang. Kita harus mengintegralkan kerapatan
peluang tersebut terhadap suatu range keadaan-keadaan akhir agar bisa mem-
peroleh sebuah prediksi fisika.
Teori Perturbasi (gangguan) bergantung waktu bisa diterapkan terhadap
situasi ini. Salah satu hasil yang sangat penting adalah Aturan emas Fermi
(Fermi’s golden rule). Rumusan ini berhubungan dengan kasus sebuah gang-
guan yang konstan. Dapat ditunjukkan bahwa dalam kasus ini, transisi-transisi
hanya bisa terjadi diantara keadaan-keadaan yang berenergi sama. Kerapatan
peluang Pf i transisi dari |φi i menuju |φf i meningkat secara linear terhadap
waktu, dan
dPf i (t) 2π 2
Wf i = = |hψf |W (t)|ψi i| ρ(Ef ) (11.15)
dt ~
SOLUSI
KIta menuliskan Hamiltonian dalam bentuk:
H = H0 + λW
dan
∞
X
E(λ) = ε0 + λε1 + λ2 ε2 + · · · + λq εq = λ q εq (11.17)
q=0
dan
Perlu dicatat bahwa kita bebas untuk memilih panjang (norm) dan fase
dari |ψ(λ)i, sehingga kita mempersyaratkan bahwa |ψ(λ)i ternormalisasi
dan bahwa fasenya sedemikian rupa agar inner product h0|ψ(λ)i adalah
sebuah bilangan real. Hal ini mengimplikasikan bahwa
1
h0|0i = 1 h0|1i = h1|0i = 0 h2|0i = h0|2i = − h1|1i (11.23)
2
untuk orde ke-n kita memperoleh
1
h0|ni = hn|0i = − (hn − 1|1i + hn − 2|2i + · · · + h2|n − 2i + h1|n − 1i)
2
(11.24)
(0)
Catatlah bahwa ketika λ → 0, kita memiliki ε0 = En .
Dengan menggunakan Persamaan(11.19), kita menyimpulkan bahwa |φn i
adalah sebanding terhadap |0i, oleh karena itu kita memilih |φn i = |0i.
Mengalikan sisi kiri Persamaan(11.20) dengan hφn |,
Kita menemukan bahwa koreksi energi orde pertama adalah secara seder-
hana sama dengan nilai rata-rata dari suku perturbasi (gangguan) W
dalam keadaan tidak terganggu |φn i. Perkalian Persamaan(11.20) dengan
vektor-vektor basis hφp | kita memperoleh
(0)
dengan 0 = En Hal ini menuntun pada
1
hφp |1i = (0) (0)
hφp |W |φn i (p 6= n) (11.30)
Ep − En
Oleh karena itu, untuk koreksi orde pertama, vektor-vektor eigen |φn (λ)i
dari H yang bersesuaian terhadap keadaan tidak terganggu |φn i bisa di-
tuliskan sebagai
X hφp |W |φn i
|ψn (λ)i = |φn i + λ (0) (0)
|φp i + O(λ2 ) (11.32)
p6=n En − Ep
hφn |(H0 − En(0) )|2i + hφn |(W − ε1 )|1i − ε2 hφn |φn i = 0 (11.33)
SOLUSI
(a) Untuk sistem tidak terganggu, fungsi-fungsi gelombang dan energi-
energi eigennya adalah (Lihat Bab 3)
2 πn x
1
πn y
2
ψn(0)
1 ,n2
= sin sin (11.36)
L L L
π 2 ~2 2
En(0)
1 ,n2
= (n + n22 ) (11.37)
2mL2 1
∆En(0)
1 ,n2
= hψn(0)
1 ,n2
|W |ψn(0)
1 ,n2
i (11.38)
sehingga
4C L πn x 2 Z L
Z πn y 2
1 2
∆En(0)
1 ,n2
= x sin dx y sin dy
L2 0 L 0 L
L2 C
= (11.39)
4
(c) Untuk mencari fungsi gelombang tingkat energi orde pertama kita
menghitung elemen-elemen matriks berikut:6
dan
1 256 √1 , u2 √1
dimana λ1,2 = 4 ± 81π 4 L2 C 2 dan maka u1 = 2
= 2
atau u1 =
√1 , u2 = − √12 .
2
Catatan: karena tingkat energi orde pertama memiliki degenerasi lipat
dua, maka terdapat dua solusi bagi fungsi gelombangnya:
1 1
ψ (1) = √ ψ1,2
0 0 0
ψ (1) = √ ψ1,2 0
+ ψ2,1 − ψ2,1 (11.43)
2 2
6 Silahkan coba jabarkan sendiri untuk latihan.
422 Metode-Metode Aproksimasi I
SOLUSI
Hamiltonian sistem diberikan oleh
~2 d2 1
H = H0 + W ⇒ H0 = − + kx2
2m dx2 2
~2 d2 1
= − + kx2 + ax3 (11.44)
2m dx2 2
Perlu dicatat bahwa hasil ini bisa diperoleh dengan penggunaan relasi
2 X
hn|ax3 |mi =a hn|x2 |kihk|x|mi
k
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 423
~2 k
ka ka
sin = 0 atau tan =− (11.55)
2 2 maω0
Bagaimanakah hasil-hasil ini bergantung pada harga mutlak dan tanda
dari ω0 ? Tunjukkanlah bahwa untuk ω0 → 0 kita akan memperoleh hasil
seperti pada bagian (a).
SOLUSI
(a) Untuk sistem tidak terganggu nilai-nilai eigen energi dan fungsi-fungsi
eigennya secara berurutan diberikan oleh
r
(0) n 2 π 2 ~2 0 2 nπx
En = ψ n (x) = sin (11.56)
2ma2 a a
koreksi orde pertama untuk nilai-nilai eigen energinya adalah
(b) Sekarang giliran solusi exact, kita membagi sumur potensial tersebut
ke dalam dua wilayah: I dan II, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
10.2.
ψ1 (x) = A sin(kx)
10-2.jpg
Gambar 11.2: Pembagian dua wilayah sumur potensial tidak berhingga satu
dimensi dengan lebar a.
a
Dari syarat batas ψI x = = ψII (x = a/2), kita mendapatkan A = B.
2
R∞
Dengan menggunakan persyaratan normaslisasi 0 |ψ(x)|2 dx = 1 kita
q
mendapatkan A = B = 2nπ a2 .
8
memperoleh
Z a/2+ε r
a a 2m 2
ψI x= = ψII x = − 2
lim W (x) sin(kx)dx
2 2 ~ ε→0 a/2−ε a
2m √
a ka
= ψII x = − 2aω0 sin (11.58)
2 ~2 2
sehingga
~2 k
ka 2maω0 ka ka
2k cos =− sin ⇒ tan =− (11.59)
2 ~2 2 2 maω0
8 Sebagai Latihan, silahkan turunkan sendiri untuk memperoleh hasil-hasil ini.
426 Metode-Metode Aproksimasi I
ka
Untuk sin 2 = 0 kita memperoleh solusi tidak terganggu yang bers-
nπ
esuaian terhadap k = 2 , dimana n merupakan sebuah bilangan genap.
2
Ketika ω0 → 0 kita memperoleh − maω
~
0
→ ±∞, yang mana dari Per-
ka π nπ
samaan(11.59) terjadi ketika 2 = 2 + nπ, atau k = a untuk n ganjil.
Kita memperkenalkan z ≡ + − ka nπ
2 ,
dimana n adalah sebuah bilangan
2
dan ekspansi
√ ε
1+ε=1+ + · · · (ε 1)
2
kita memperoleh
r !
1 nπ nπ a 2 8mω
0
k = + 1+
2 a a nπ ~2
nπ 2mω0
≈ + (11.63)
a nπ~2
Oleh karena itu, nilai-nilai energi eigennya adalah
~2 k 2 n 2 ~2 k 2
En = ≈ + 2ω0 (11.64)
2m 2ma2
√
9 Yaitu:x B B 2 −4AC
1,2 = − 2A ± 2A
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 427
SOLUSI
(a) Fungsi-fungsi eigen dan energi-energi eigen dari keadaan tidak ter-
ganggu adalah (Lihat Bab 3)
2 nπ nπ
(0) π 2 ~2 2
ψ (0) (x, y) = sin x sin y Enk = (n + k 2 )(11.66)
L L L 2mL2
(0) (0)
Keadaan dasarnya tidak terdegenerasi,tetapi karena E12 = E21 , keadaan
tereksitasi pertama terdegenerasi. Koreksi energi orde pertama untuk
keadaan dasarnya adalah
(b) Untuk koreksi energi keadaan dasar orde kedua kita memiliki
(0) (0)
(2)
X |hψnk |V |ψ11 ik2
E11 = (0) (0)
n,k E11 − En,k
n,k6=(1,1)
2
4 nπx kπy πx πy
V0 L2 δ(x − x0 )δ(y − y0 ) sin
RR
X L2 sin L sin L L sin L dxdy
= π 2 ~2
n,k 2mL2 (2 − n2 − k 2 )
n,k6=(1,1)
h
nπx0
kπy0
πx0
πy0
i 2
X 4V0 sin L sin L sin L sin L
= π 2 ~2
(11.68)
n,k 2mL2 (2 − n2 − k 2 )
n,k6=(1,1)
L L
Ketika (x0 , y0 ) = 2, 2 kita memperoleh
16V02 sin2 nπ
sin2 kπ
(2)
X
2 2
E11 = π 2 ~2
n,k 2mL2 (2 − n2 − k 2 )
n,k6=(1,1)
32V0 2mL2 X 1
= (11.69)
π 2 ~2 2 2
2−n −k
n,kganjil
n,k6=(1,1)
(0) (0)
(1)
X hψnk |V |ψ11 i (0)
|ψ11 i = (0) (0)
|ψnk i
n,k E11 − En,k
n,k6=(1,1)
"Z Z
X 1 4 πx πy
= π 2 ~2 2
sin sin V0 L2
2mL2 (2 − n2 − k 2 ) L L L
n,k
n,k6=(1,1)
#
nπx kπy 2 nπx
×δ(x − x0 )δ(y − y0 ) sin sin dxdy sin
L L L L
kπy
× sin
L
πx0 πy0 nπx0 kπy0
X 4V0 sin L sin L sin L sin L
= π 2 ~2 (2−n2 −k2 )
n,k 2mL2
n,k6=(1,1)
2 nπx kπy
× sin sin (11.70)
L L L
L L
Kita kembali pada kasus dimana (x0 , y0 ) = 2, 2 . Kita mensubstitusikan
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 429
(0) (0)
(c) Keadaan tereksitasi pertama terdegenerasi, E12 = E21 , berdasarkan
Sessi 10.3, persamaan sekularnya akan menjadi
(1)
V12,12 − E12 V12,12
(1) (11.72)
V21,12 V21,12 − E12
(1) 1h p i
E12 = 2V0 + 2V0 ± (2V0 − 2V0 )2 + 4(2V0 )2
2
0
= (11.75)
4V0
sehingga
2 πx0 2πy0 2πx0 2 πy0
2 2
sin sin − sin sin
L L L L
πx
2 0 2 2πx 0 2
πy
0 2 2πy0
+4 sin sin sin sin = 0
L L L L
jadi
πx
2 0 2 2πy0 2πx0
2
πy
0
sin sin + sin sin2 =0 (11.77)
L L L L
2πx0 2πy0
⇒ sin = sin =0
L L
430 Metode-Metode Aproksimasi I
SOLUSI
Kita bisa menuliskan Hamiltoniannya dalam bentuk berikut
p2 1
H = + mω 2 r2 + V (r)
2m 2
= H0 + V (r) (11.79)
atau
mωa2 mωa2
~ω
E0 = ~ω − 1+ exp − 2
2 ~2 ~
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 431
∞ 2
mωa2
Z
1
− φ10 (r) − 2 φ00 (r)rdr =I
2~ω a ~
maka selanjutnya
" ( 2 ∞ )#2
1 ~ω r r2 r4
I = − − exp − 2 1+ 2 + 4
2~ω 2 λ λ λ
a
2
2 2 2
2
~ω mωa mωa mω a
= − exp − 1+ + (11.82)
8 ~ ~ ~2
mωa2 mωa2
∼ ~ω ~ω
E0 = ~ω − 1+ exp − −
2 ~ ~ 8
!2
mωa2 m2 ω 2 a2 2mωa2
× 1+ + exp − (11.83)
~ ~2 ~
Perlu dicatat bahwa analisis ini tidak benar hanya jika E > mω 2 a2 /2.
SOLUSI
(a) Nilai-nilai eigen dari H̃ adalah akar-akar dari Persamaan
det(H̃ − λI) = 0
432 Metode-Metode Aproksimasi I
maka
1−λ C 0
0 = C 3−λ 0
0 0 C −2−λ
1−λ C
= (C − 2 − λ)
C 3−λ
= (C − 2 − λ)[λ2 − 4λ + 3 − C 2 ] (11.85)
√
sehingga λ = C − 2, 2 ± 1 + C 2.
atau pun
l l
X Hlk Hlk
(Ẽ)l = (H̃ 0 )ll + (H̃ 1 )ll + (0) (0)
(11.86)
k6=l El − Ek
Bisa dilihat bahwa (H 0 )ll = 1, 3, dan −2. Koreksi energi orde pertama
1 1 1
diberikan oleh H11 = 0, H22 = 0 dan H33 = C.
Untuk koreksi orde kedua kita memiliki
1 1
(2) H12 H21 H1 H1 C2 0 C2
E1 = (0) (0)
+ (0)13 31(0) = + =− (11.87)
E1 − E2 E1 − E3 −2 3 2
1 1 1 1
(2) H21 H12 H23 H32 C2 0·0 C2
E2 = (0) (0)
+ (0) (0)
= + = (11.88)
E2 − E1 E2 − E3 3−1 3 2
dan
1 1 1 1
(2) H31 H13 H32 H23
E3 = (0) (0)
+ (0) (0)
(11.89)
E3 − E1 E3 − E2
Sehingga
C2
E1 = 1− (11.90)
2
C2
E2 = 3+ (11.91)
2
E3 = −2 + C (11.92)
√
(c) Kita mengekspansikan 2 ± 1 + C 2 dalam sebuah deret binomial:
p 1 2 1 1
2 ± 1 + C = 2 ± 1 + C + · · · = 3 + C 2 , 1 − C 2 (C 2 1)
2
2 2 2
(11.93)
Ini memberikan hasil yang sama terhadap koreksi orde kedua Persamaan(11.90)
dan(11.91).
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 433
SOLUSI
Kita mengasumsikan bahwa tingkat energi Ep terdegenarasi lipat g, se-
hingga kita memiliki sejumlah g vektor-vektor orthonormal |φkp i sehingga
Kita mempunyai
Karena |0i merupakan sebuah vektor eigen dari H0 dengan nilai eigen Ep ,
maka |0i orthogonal terhadap setiap |φkp i untuk p0 6= p, sehingga
g
X
hφkp |W |φkp ihφkp |0i = εhφkp |0i (11.98)
k=1
SOLUSI
Sebuah elektron bebas dalam kotak tiga dimensi memiliki energi sebesar
π 2 ~2 n 2
E∞ =
2ma2
sehingga kita akan memperoleh
(11.102)
Hal yang serupa bisa dibuktikan bahwa h2, 1, 1|z|1, 2, 1i = h2, 1, 1|z|1, 1, 2i =
h1, 2, 1|z|1, 1, 2i = 011 . Sehingga semua elemen matriks yang bukan elemen
diagonalnya lenyap dan energinya diberikan oleh
3π 2 ~2 eεa
E = 2
+ (11.107)
ma 2
10 Sebagai Latihan, silahkan dibuktikan.
11 Sebagai Latihan, silahkan dibuktikan.
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 435
10. Tinjaulah sebuah atom hidrogen yang ditempatkan dalam sebuah medan
listrik statik seragam ε yang membentang sepanjang arah ~z. Suku yang
bersesuaian terhadap interaksi ini dalam Hamiltoniannya adalah
W = −eεz (11.108)
SOLUSI
Sebelum kita menghitung elemen-elemen matriks perturbasi (gangguan)
secara eksplisit, kita mencatat bahwa perturbasi memiliki elemen-elemen
matriks bukan nol hanya di antara keadaan-keadaan yang paritasnya berla-
wanan; seperti kita meninjau tingkat n = 2, keadaan-keadaan yang relevan
(berhubungan) dengannya adalah l = 0 dan l = 1. Dengan menggunakan
simetri, nilai-nilai m dari kedua keadaan haruslah sama. oleh karena itu
2s 2p, m = 0 2p, m = 1 2p, m = −1
0 h2s|W |2p, m = 0i 0 0
Ws = h2p, m = 0|W |2si
0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
(11.109)
10-3.jpg
Gambar 11.3: Gambaran Skematik efek Stark linear yang menghilangkan de-
generasi pada tingkat energi n = 2.
11. Tinjaulah sebuah molekul planar (molekul bidang13 ) yang berisikan em-
pat buah atom: salah satu atom berjenis A dan tiga atom yang lainnya
berjenis B, lihat Gambar 1.4.
10-4.jpg
Gambar 11.4: Molekul planar yang terdiri atas empat buah atom.
Sebuah elektron dalam molekul bisa ditemukan pada suatu wilayah disek-
itar masing-masing atom. Jika elektron mendekat pada atom A, elektron
(0)
tersebut memiliki energi E1 , jika elektron mendekat pada atom B apa
(0) (0) (0)
pun, elektron tersebut memiliki energi E2 , dimana E1 < E2 . Kita
menuliskan keadaan-keadaan ini dengan
(a) Untuk pendekatan yang pertama, elektron tidak bisa berpindah dari
13 Disebut molekul planar atau molekul bidang karena molekul ini merupakan obyek dua
dimensi.
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 437
satu atom ke atom lainnya. Dengan menggunakan basis {|1i, |2i, |3i, |4i},
tuliskanlah Hamiltonian H0 untuk pendekatan ini.
(b) Untuk kasus dimana elektron dari sebuah atom B bisa berpindah ke
atom A dan sebaliknya, tetapi tidak bisa berpindah dari salah satu atom
B ke atom B lainnya, kita menandai dengan a energi yang terasosiasikan
dengan transisi dari atom A menuju sebuah atom B, dimana a E1 .
Tuliskanlah perturbasi dalam kasus ini.
(c) Dengan menggunakan teori perturbasi, hitunglah koreksi energi orde
kedua dari keadaan |1i dan koreksi orde pertama terhadap keadaan-keadaan
|2i, |3i dan |4i.
(d) Hitunglah secara exact koreksi-koreksi terhadap energi-energi dari
keadaan-keadaan. Tunjukkanlah bahwa ketika a E1 , kita memperoleh
hasil yang serupa dengan bagian (c).
SOLUSI
(a) Dalam basis {|1i, |2i, |3i, |4i} Hamiltonian H0 direpresentasikan oleh
matriks berikut:
(0)
E1 0 0 0
(0)
0 E2 0 0
H0 = (11.112)
(0)
0 0 E2 0
(0)
0 0 0 E2
det(W − εI) =0
0−ε 0 0
det 0 0−ε 0 = 0 (11.115)
0 0 0−ε
(0)
dan oleh karena itu −ε = 0, dan koreksi orde pertama tingkat energi E2
adalah nol:
(0)
Kita melihat bahwa tingkat degenerasi E2 tidak sepenuhnya disingkirkan
(0)
oleh perturbasi, tetapi hanya sebagiannya dihilangkan. Untuk a E1
kita meiliki
" s #
1 (0) (0) (0) (0) 12a2
λ1,2 = (E1 + E2 ) ± (E1 + E2 ) 1 + (0) (0)
2 (E1 − E2 )2
" !#
1 (0) (0) (0) (0) 6a2
≡ (E1 + E2 ) ± (E1 + E2 ) 1 + (0) (0)
2 (E1 − E2 )2
(11.122)
Jadi
SOLUSI
MIsalkan cn (t) adalah komponen-komponen vektor |ψ(t)i dalam basis
{|φn i}:
X
|ψ(t)i = cn (t)|φn i cn (t) = hφn |ψ(t)i (11.124)
n
d
i~ |ψ(t)i = [H0 + λW (t)]|ψ(t)i (11.125)
dt
dcn (t) X
i~ = En cn (t) + λWnk (t)ck (t) (11.126)
dt
k
440 Metode-Metode Aproksimasi I
(En −Ek )
Dengan menggunakan frekuensi angular Bohr ωnk = ~ dan substi-
tusi cn (t) = an (t)e−En t/~ , Persamaan(11.126) menjadi
dan (t) X
i~ =λ eiωnk t Wnk (t)ak (t) (11.127)
dt
k
Kita menuliskan bn (t) dalam bentuk sebuah ekspansi deret pangkat dalam
λ:
Kita mencari solusi untuk orde pertama dalam λ. Untuk t < 0 kita
menganggap sistem ada dalam keadaan |φi i, sehingga berdasarkan pada
Persamaan(11.124) dan hubungan antara an (t) dan cn (t) kita memiliki
an (t = 0) = δni (11.129)
(0) (1)
af (t) ≡ af (t) + λaf (t) (11.132)
(1)
Pif (t) = λ2 |af (t)|2
Z t 2
λ2 0
= 2
eiωf i t Wf i (t0 )dt0 (11.133)
~ 0
13. Tinjaulah sebuah osilator harmonik satu dimensi dengan frekuensi sudut
(angular) ω0 dan bermuatan listrik q. Pada saat t = 0 osilator berada
dalam ground state. Sebuah medan listrik diaplikasikan pada waktu τ ,
sehingga perturbasinya adalah
−qεx 0≤t≤τ
W (t) = (11.134)
0 di tempat lainnya
dimana ε adalah kekuatan sebuah medan listrik dan x adalah sebuah op-
erator posisi.
(a) Dengan menggunakan teori gangguan (perturbasi) orde pertama, hi-
tunglah peluang transisi menuju ke keadaan n = 1.
(b) Dengan menggunakan teori gangguan (perturbasi) orde pertama, tun-
jukkanlah bahwa sebuah transisi menuju n = 2 adalah mustahil.
SOLUSI
(a) Kita menuliskan probabilitas transisi dari ground state (keadaan dasar)
menuju keadaan n = 1 dengan P01 . Maka, berdasarkan teori perturbasi
bergantung waktu orde pertama,
Z τ 2
(1) 1 iω10 t
P01 (τ ) = e h1|W |0idt
~2 0
Z τ Z ∞ 2
1 iωi0 t
= e dt φ 1 (x)(−qεx)φ 0 (x)dx (11.135)
~2 0 −∞
dimana φ0 (x) dan φ1 (x) fungsi-fungsi eigen energi dalam representasi ko-
ordinat untuk masing-masing n = 0 dan n = 1. Dengan menggunakan
hasil-hasil untuk osilator harmonik kita mengetahui bahwa (lihat Bab 5)
" 2 # " 2 #
1 1 x 1 1 x
φ0 (x) = 1/2
exp − φ1 (x) = 3/2
exp −
π 1/4 x 2 x0 π 1/4 x 2 x0
0 0
(11.136)
q
dimana x0 ≡ ~
mω . Dengan mensubstitusikan ini ke dalam Persamaan(11.135)
kita memperoleh
2
τ
Z r
(1) 1 iω10 t ~
P01 = e −qε dt
~2 0 2mω0
τ 2
(qε)2
Z
= eiω10 t dt
2m~ω0 0
"
ω0 τ
#2
2 sin
(qε) 2
= ω0 (11.137)
2m~ω0 2
442 Metode-Metode Aproksimasi I
Kita memiliki14
14. Tinjaulah sebuah osilator harmonik satu dimensi yang tertanam di dalam
sebuah medan listrik seragam (serba sama). Medan listrik tersebut bisa
ditinjau sebagai suatu gangguan (perturbasi) yang kecil dan bergantung
pada waktu berdasarkan pada
" #
2
A t
ε(τ ) = √ exp − (11.140)
πτ τ
SOLUSI
Tinjaulah momentum total p yang diberikan oleh medan listrik pada osi-
lator salama durasi gangguan:
Z ∞ Z ∞
eA
p= eε(t)dt = √ e−(t/τ ) dt = eA = konstan (11.141)
−∞ π −∞
10-5.jpg
Gambar 11.5: Kurva-kurva gangguan medan listrik ε(τ ) pada setiap saat t.
p2
1
P01 = exp (ωτ )2 (11.146)
2m~ω 2
p
lim ε(t) = Aδ(t) = δ(t) (11.147)
τ →0 e
p2
lim ε(t) = (11.148)
τ →0 2m~ω
yang mana adalah sama dengan rasio energi yang diberikan secara klasik
p2 /2m terhadap beda energi di antara tingkat-tingkat energi osilator, ~ω.
Kriteria bagi keteraplikasian teori gangguan adalah bahwa probabilitas ek-
sitasi haruslah kecil dibandingkan dengan probabilitas osilator akan tetap
dalam ground state:
p2 (eA)2
= = ~ω (11.150)
2m 2m
SOLUSI
Hamiltonian osilator pada t ≥ 0 memiliki bentuk
1 2 1
H(t) = p + mω 2 [x − a(t)]2 (11.151)
2m 2
dimana a(t), posisi kesetimbangan, adalah v0 t berdasarkan persyaratan
yang diberikan, dengan v0 = konstanta adalah kecepatan pada titik kese-
timbangan. Fungsi-fungsi eigen sesaat (instantaneous) Hamiltonian(11.151)
memiliki bentuk
mω 1/4 1 h mω r
2
i mω
ψn = √ exp − (x − a(t)) Hn − [x − a(t)]
π~ 2n n! 2~ ~
(11.152)
Perlu dicatat bahwa probabilitas ini berosilasi terhadap waktu. Jadi, prob-
abilitas eksitasi untuk t ≥ T adalah
mv02
P1 (T ) = (1 − cos(ωT )) (11.157)
~ω
SOLUSI
(a) Persamaan probabilitas transisi per satuan waktu dari suatu keadaan
dalam sebuah spektrum diskrit kepada suatu keadaan dalam sebuah spek-
trum kontinu, dibawah pengaruh aksi dari sebuah gangguan periodik
memiliki bentuk15
2π
dPnν = |Vνn |2 δ(Eν − En(0) − ~ω)dν (11.159)
~
sitasi memiliki spektrum diskrit, sedangkan elektron yang telah terionisasi telah menjadi elek-
tron bebas dan karena itu spektrum energinya kontinu.
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 447
bentuk
W̃ = e(E(t) · r)
= e(E0 · r) sin(ωt)
~ exp(−iωt) + V
= −V ~ ∗ exp(iωt) (11.160)
~ ie
V = E0 · r (11.161)
2
Eν − En(0) − ~ω = 0 (11.162)
1
ωmin = (Eν − En(0) )min (11.163)
~
karena atom hidrogen berada dalam keadaan ground-nya, maka kita memi-
liki
me4
(Eν − En(0) )min = (11.164)
2~3
yang memberikan kepada kita frekuensi minimum medan listrik yang dibu-
tuhkan untuk mengionisasi atom.
(0)
Untuk ψn kita mengambil fungsi gelombang keadaan dasar atom hidro-
gen:
~2
1 −r
ψn(0) =√ exp a= 2 (11.166)
πa3 a µe
448 Metode-Metode Aproksimasi I
dν = d3 k
= k 2 dkdΩk
dk
= k2 dΩk dEν
dEν
mk
= dΩk dEν (11.171)
~
~2 k 2
dimana kita telah menggunakan relasi Eν = 2m (dΩk adalah elemen
sudut ruang (solid angle) dengan sumbu sepanjang k). Dengan mensu-
bstitusikan Persamaan(11.161) dan(11.163) ke dalam Persamaan(11.159),
kita memperoleh
|E0 |2 k 3 cos2 χ
dPnν = × δ(Eν − En(0) − ~ω)dΩk dEν (11.172)
(1 + k 2 a2 )6
16 Silahkan buktikan sendiri sebagai latihan agar makin mahir dalam operasi aljabar fungsi-
fungsi trigonometri.
11.5 Soal-Soal Dan Penyelesaian 449
17. Tinjaulah sebuah sistem kuantum dengan dua keadaan eigen stasioner |1i
dan |1i. Beda diantara nilai eigen keduanya diberikan oleh
E2 − E1 = ~ω21
Pada waktu t = 0, ketika sistem berada dalam keadaan |1i, sebuah gang-
guan kecil yang tidak berubah terhadap waktu dan sama dengan H 0 dit-
erapkan pada sistem. Elemen-elemen matriks berikut diberikan:
SOLUSI
(a) Dari teori gangguan bergantung waktu orde pertama kita memiliki
P|1i→|2i , dan karena ada hanya dua keadaan eigen untuk sistem, kita
peroleh
2
2
ω21 t
sin
= ω02 2
ω21 (11.178)
2
= C2 (t)e−iE2 t/~
i ˙
C2 (t) = C1 (t)eiω21 t (11.189)
ω0
i h i
Ċ2 (t) = C̈1 (t)eiω21 t + iω21 Ċ1 (t)eiω21 t (11.190)
ω0
P|1i→|2i = |h2|ψ(t)i|2
6. Sebuah rotator bidang dengan momen dipol listrik d dan momen inersia
I berada dibawah pengaruh sebuah medan listrik seragam E yang berada
pada bidang rotasi. Hitunglah koreksi tingkat-tingkat energi yang tidak
lenyap orde pertama dari rotator tersebut. Tinjaulah medan E sebagai se-
buah perturbasi yang kecil. Petunjuk: Perturbasinya adalah W = −d · E.
7. Tinjaulah Hamiltonian
p21 p2 1
H = + 2 + mω02 (x21 + x22 ) + Vrel (x1 − x2 ) (11.194)
2m 2m 2
11.6 Soal-Soal Latihan 455
10. Tinjaulah sebuah molekul yang berisikan tiga buah atom yang tersusun
pada sebuah garis, lihat Gambar 10.6.
10-6.jpg
Gambar 11.6: Sebuah molekul yang berisikan tiga buah atom yang tersusun
pada sebuah garis.
(b) Sebuah ganggan yang kecil diterapkan, dan elektron bisa bergerak
dari satu atom ke atom lainnya. Energi yang berhubungan dengan se-
buah transisi adalah a, dimana a E1 . Untuk orde pertama, hitunglah
koreksi terhadap energi dan keadaan eigennya (untuk E1 gunakanlah sam-
pai orde ke dua.)
(c) Anggaplah bahwa pada t = 0 elektron berada dekat atom B. Den-
gan menggunakan pendekatan Bagian (b), hitunglah peluang bahwa pada
t > 0 elektron akan berada disekitar atom A.
(d) Carilah energi eigen eksak elektron.
(e) Sebuah elektron sekarang dapat bergerak dari sebuah atom B menuju
atom B lainnya, dan energi yang berkaitan dengan transisi tersebut adalah
b, dimana b a. Dengan menggunakan teori gangguan (perturbasi), car-
ilah energi-energi dan keadaan-keadaan eigen dari H ketika Hamiltonian
tidak terganggunya adalah H0 + W , dimana W adalah gangguan yang
diperkenalkan pada Bagian (b).
11. Dalam pendekatan yang pertama, hitunglah pergeseran tingkat enegi keadaan
dasar sebuah atom hidrogenik yang berasal dari kenyataan bahwa intinya
bukanlah muatan titik. Anggaplah inti sebagai sebuah bola berjari-jari R
merata volumenya, yang mana muatan Ze terdistribusi seragam. Petun-
juk: Energi potensial elektron adalah merupakan medan dari sebuah inti
atom yang memiliki distribusi muatan yang seragam,
Ze2 3 1 r2
− R 2 − 2R 2 untuk
V (r) = 0≤r≤R (11.196)
2
− Zer untuk
R≥R
1 2 1
H = p + mω 2 (t)x2 (11.197)
2m x 2
Metode-Metode
Aproksimasi II
Pada Bab sebelumnya kita telah telah mempelajari salah satu metode pen-
dekatan (aproksimasi) yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah dalam mekanika kuantum yang sulit dipecahkan secara eksak. Metode
tersebut adalah metode teori gangguan. Metode pendekatan untuk memecahkan
permasalahan dalam mekanika kuantum bukan hanya teori gangguan (teori per-
turbasi), ada beberapa metode juga yang sering digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu, seperti metode WKB, teori kerapatan fungsional, metode self consis-
tent field, dan lain-lain. Dalam bahasan ini kami mempersembahkan sebuah
metode lain yang bisa diterapkan pada sistem konservatif. Dalam Bab ini kita
akan mempelajari dua metode lainnya, yaitu metode Variasional dan metode
semiklasik atau yang dikenal juga sebagai metode WKB (Wentzel, Kramers,
Brillouin).
tuk
X
|ψi = cn |φn i (12.2)
n
maka
X X
hψ|H|ψi) = |cn |2 En ≥ E0 |cn |2 (12.3)
n n
Disisi lainnya,
X
hψ|ψi = |cn |2 (12.4)
n
hψ|H|ψi
hHi = ≥ E0 (12.5)
hψ|ψi
Karena hHi adalah sebuah nilai skalar, kita boleh menulis ulang Persamaan(12.6)
sebagai
Dengan mendefinisikan
|φi = (H − hHi)|ψi
ini bisa digunakan bahkan pada wilayah yang mana interpretasi klasik tidak
memiliki arti (wilayah-wilayah yang tidak bisa diakses untuk partikel-partikel
klasik).
Tinjaulah Persamaan Schrödinger satu dimensi berikut:
d2 ψ 2m
+ 2 [E − V (x)]ψ(x) = 0 (12.10)
dx2 ~
Kita hanya meninjau keadaan-keadaan stasionernya saja, dan menuliskan fungsi
gelombangnya dalam bentuk
ψ(x) = eiu(x)
Suatu wilayah yang mana E > V (x) disebut sebuah wilayah gerak yang diijinkan
secara klasik (classically allowed reegion of motion), sedangkan wilayah yang
mana E < V (x) disebuat tidak terakses secara klasik (inaccessible classically).
Titik-titik pada perbatasan di antara dua jenis wilayah ini disebut titik-titik
balik (turning points)[dimana E=V(x)].
Syarat Keterterapan (Applicability Condition): Pendekatan WKB
didasarkan pada persyaratan
1 0
[k (x)] [k 2 (x)] (12.15)
2
12.3 Metode Pendekatan Semi-klasik (Pendekat-an WKB) 463
Persyaratan ini bisa diekspresikan dalam sejumlah bentuk yang setara. Dengan
2π
menggunakan panjang gelombang de Broglie λ = k kita dapat menuliskan
Persamaan(12.15) sebagai
λ dk
k (12.16)
4π dx
wilayah yang berdekatan dengan titik-titik balik, yang mana k(x0 ) = 0, kita
memiliki
dk
k ≈ |λ (x − x0 ) (12.17)
dx 0
Sehingga pendekatan semi-klasik bisa diterapkan pada suatu jarak dari titik
balik yang memenuhi persyaratan
λ
|x − x0 | (12.18)
4π
Rumusan-rumusan Penghubung (connection formulas): Tinjaulah
sebuah titik balik. Anggaplah bahwa kecuali pada titik-titik tetangga terdekat-
nya, pendekatan WKB dapat digunakan. Kesesuaian antara pendekatan WKB
pada masing-masing sisi titik balik bergantung dari apakah wilayah klasik be-
rada pada sisi kiri (lihat Gambar 11.1) ataukah sisi kanan (lihat Gambar 11.2)
titik balik tersebut.
11-1.jpg
11-2.jpg
mω
α0 =
2~
~2 1 1
hHimin = α0 + mω 2
2m 8 α0
1
= ~ω (12.28)
2
(b) Kita mengerjakannya dengan metode yang sama seperti pada bagian
(a):
R∞ h 2 2 i
∗ ~ d 1 2 2
ψ
−∞ β
(x) − 2m dx 2 + 2 mω x ψβ (x)dx
hHi = R∞ ∗
−∞ β
ψ (x)ψβ (x)dx
3~2 3 1
= β + mω 2 (12.29)
2m 8 β
dan
dhHi
|β=β0 = 0
dβ
mωx2
kita memperoleh β0 = mω
2~ dan ψβ0 (x) = xe− 2~ , sehingga hHimin =
3
2 ~ω. Jadi hHimin sama dengan energi osilator harmonik satu dimensi
pada tingkat n = 1 (eksitasi pertama).4
3 Ingat bahwa energi tingkat energi osilator hamonik satu dimensi diberikan oleh:
1
En = n + ~ω
2
4 Sebagai latihan, cobalah untuk menjelaskan hasil ini.
12.4 Soal-Soal dan Penyelesaian 467
(c) Dengan menerapkan prosedur dari bagian (a) dan (b) kita memper-
oleh
R∞ h 2 2 i
−∞
ψγ∗ (x) − 2m
~ d 1
dx2 + 2 mω x
2 2
ψγ (x)dx
hHi = R∞
−∞ γ
ψ ∗ (x)ψγ (x)dx
~2 1
= + mω 2 γ (12.31)
2m γ 2
dan
1 1 ~
ψγ0 (x) = 2 γ0 = √ (12.32)
x2 + √~
2mω
2 mω
√
oleh karena itu, maka hHimin = 2 12 ~ω.
√
Kita menemukan bahwa hHimin sama dengan 2 kali energi keadaan
ground.
SOLUSI
(a) Pertama-tama, kita terlebih dahulu mencari bentuk dari konstanta
normalisasi C lewat persyaratan normalisasi (Sebagai Latihan, silahkan
15
dibuktikan.). Berdasarkan syarat normalisasi, kita memperoleh C = πα3 .
Tetapi karena (rφα (r)) |r=0 = (rφα (r)) |r=α = 0 , maka suku pertama Per-
samaan(12.35) lenyap dan kita memiliki
2
π~2 α d
Z
hEk i = (rφα (r)) dr
m 0 dr
2
15~2 −3 α
Z
2r
= α 1− dr
2m 0 α
15~2 −3
4
= α α − 2α + α
m 3
2
15~ 1
= (12.36)
m α
Penjabaran dari langkah-langkah dalam Persamaan(12.36) ditinggalkan
sebegai latihan.
Langkah ketiga adalah dengan menentukan energi potensialnya, yang berben-
tuk
Z ∞
hV i = 2π r2 φα (r)V (r)φα (r)dr
0
Z α
= 2πke2 r|φα (r)|2 dr
0
Z α
2r2 r3
= −30ke2 r− + 2 dr
0 α α
15ke2
= − (12.37)
6α
Langkah terakhir adalah dengan menjumlahkan energi kinetik (Persamaan(12.36))
dan energi potensial (Persamaan(12.37)). Jadi, energi totalnya sebagai
fungsi dari α adalah
hE(α)i = hEk i + hV i
2
ke2 1
~ 1
= 5 −
m α2 2 α
2
ke2
1 ~ 1
= 5 − (12.38)
α mα 2
2~2 −3 1 4~2
α0 = ke2 α0−2 ⇒ α0 = (12.39)
m 2 kme2
~2
Perlu diingat bahwa Jari-jari Bohr adalah a0 = kme2 , sehingga α0 = 4a0 .
SOLUSI
(a) Kita mulai dengan meninjau Hamiltonian atom helium:
p21 p2 e2
1 1
H = + 2 − Ze2 + + (12.40)
2m 2m r1 r2 r12
e2
Jika kita mengabaikan suku r12 (suku interaksi antar elektron), solusi-
solusi yang diperoleh melalui pemisahan variabel adalah diperoleh melalui
(tentunya dengan terlebih dahulu memisahkan komponen yang masing-
masing berlabel 1 dan 2, yang kemudian diintegralkan sendiri-sendiri)
karena
Z 3/2 −Zr1
u1 (r1 ) = e
π 1/2
dan
Z 3/2 −Zr2
u2 (r2 ) = e
π 1/2
6 Sistem Satuan ini disebut sebagai sistem satuan Rydberg dan sering digunakan baik dalam
Z 3 −Z(r1 +r2 )
ψ0 (r1 , r2 ) = e (12.42)
π
Z 3/2 −Zr1 Z 3/2 −Zr2
Perlu dicatat bahwa faktor-faktor π 1/2
e dan π 1/2
e adalah meru-
pakan fungsi-fungsi keadaan dasar dari sebuah atom hidrogenik (atom
serupa hidrogen).
(Z − σ)3
ψσ (r1 , r2 ) = exp [−(Z − σ)(r1 + r2 )] (12.43)
π
karena
σ σ 1
Hψσ = −(Z − σ)2 − − + ψσ (12.44)
r1 r2 r12
maka
RR ∗
ψ Hψσ d3 r1 d3 r2
Z Z
hHi = RR σ karena ψσ∗ ψσ d3 r1 d3 r2 = 1
ψσ∗ ψσ d3 r1 d3 r2
Z Z
σ σ 1
= −(Z − σ)2 − − + ψσ2 d3 r1 d3 r2
r1 r2 r12
(Z − σ)2 ∞ σ (Z − σ)6
Z
= −(Z − σ)2 − 2 4πr2 e−(Z−σ)r dr +
π 0 r π2
Z Z −2(Z−σ)(r1 +r2 )
e
× d3 r1 d3 r2 (12.45)
r12
atau
5π 2
= (12.48)
8(Z − σ)5
5
hHi = −(Z − σ)2 − 2(Z − σ)σ + (Z − σ) (12.49)
8
dhHi
=0
dσ
5 27
kita mendapatkan σ0 = 16 dan maka Zef f = 16 e.
SOLUSI
Bagi sebuah Partikel yang bergerak dalam potensial ini kita boleh memilih
fungsi gelombang coba berikut
r
2a
exp(−ax2 )
4
ψ = (12.50)
π
∞
~2 d2
Z
∗
E0 ≤ ψ − + V (x) ψdx (12.51)
∞ 2m dx2
Karena V (x) < 0 untuk semua x, masih tetap bisa dibuktikan bahwa E0 <
472 Metode-Metode Aproksimasi II
Kita mendefinisikan
∞
r
a~2
Z
2a 2
E00 = + V (x)e−2ax dx (12.53)
2m π −∞
q R∞ 2
Jadi, karena integral 2a
π −∞
2ax2 e−2ax dx memiliki sebuah nilai positif,
maka E0 < E00 .
Sekarang, tinjaulah nilai minimum dari E00 :
r Z ∞ r Z ∞
∂E00 ~2 1 −2ax2 2a 2
= + V (x)e dx − 2x2 V (x)e−2ax dx = 0
∂a 2m 2aπ −∞ π −∞
(12.54)
SOLUSI
q
4 2α −αx2
Pertama-tama, perlu dicatat bahwa fungsi gelombang coba ψ(x) = π e
12.4 Soal-Soal dan Penyelesaian 473
R∞
telah ternormalisasikan, yaitu7 −∞
|ψ|2 dx = 1. Hamiltoniannya adalah,
~2 d2
H=− + λx4
2m dx2
sehingga
R∞
ψ ∗ (x)Hψ(x)dx
hHi = R−∞
∞
ψ ∗ (x)ψ(x)dx
−∞
R∞ ∗ 2 2
~ d 4
−∞
ψ (x) − 2m dx 2 + λx ψ(x)dx
= R∞
∗
(12.56)
−∞
ψ (x)ψ(x)dx
Penyebutnya sama dengan 1 (karena ψ(x) ternormalisasi), maka
Z ∞
~2 d2
hHi = ψ ∗ (x) − + λx 4
ψ(x)dx
−∞ 2m dx2
Z ∞ r 2 r !
~2
4 2α −αx2 d 4 2α −αx2
= e − e dx
−∞ π 2m dx2 π
Z ∞ r r
4 2α −αx2
4 2α −αx2
+ e λx4 e dx
−∞ π π
~2 2α ∞ −2αx2 2α ∞ −2αx2 4
r Z r Z
2
= − e 2α[2αx − 1]dx + λ e x dx
2m π −∞ π −∞
~2 2α 2 ∞ −2αx2 2
r r Z ∞
~2 2α
Z
2
= − 4α e x dx + 2α e−2αx dx
2m π −∞ 2m π −∞
r Z ∞
2α 2
+λ e−2αx x4 dx (12.57)
π −∞
Untuk menyelesaikan Persamaan(12.57), kita membagi masing-masing suku
menjadi 3 suku integral. Dengan bantuan Hasil-hasil dari Integral fungsi
gamma berikut:
∞
Z r
−2αx2 2 1 π
e x dx =
−∞ 4α 2α
Z ∞ r
−2αx2 π
e dx =
−∞ 2α
dan
∞
Z r
3
−2αx2 4 π
e x dx = 2
−∞ 4(2α) 2α
Integral suku pertamanya adalah
~2 2α 2 ∞ −2αx2 2
r Z
I1 ≡ − 4α e x dx
2m π −∞
r
~2 2α 2 1
r
π
= − 4α
2m π 4α 2α
~2 α
= − (12.58)
2m
7 bisa dibuktikan sendiri sebagai latihan.
474 Metode-Metode Aproksimasi II
2α ∞ −2αx2 4
r Z
I3 ≡ λ e x dx
π −∞
r r
2α 3 π
= λ 2
π 4(2α) 2α
3λ
= (12.60)
16α2
Dengan melakukan substitusi ketiga hasil integral tersebut ke dalam Per-
samaan(12.57) kita memperoleh
~2 α ~2 α 3λ
hHi = − + +
2m m 16α2
~2 3 λ
= α+ (12.61)
2m 16 α2
Oleh karena itu maka
dhHi ~2 3 λ
= − (12.62)
dα 2m 8 α03
Karena
dhHi
=0
dα
α=α0
SOLUSI
JUmlah keadaan yang menempati sebuah volume V dalam ruang fase
dan yang bersesuaian terhadap sebuah momentum dalam range0 ≤ p ≤
pmax dan terhadap koordinat-koordinat partikel dalam volume dV setara
4 3 dV
dengan 3 πpmax (2π~)3 . Untuk r tetap, partikel boleh memiliki sebuah
momentum yang memenuhi persyaratan
p2
E=+ V (r) ≤ 0
2m
p
Jadi momentum maksimalnya adalah pmax = −2mV (r).
Dengan melakukan substitusi pmax , kita memperoleh jumlah keadaan-
keadaan dalam volume dV :
4 dV
dN = π[−2mV (r)]3/2 (12.64)
3 (2π~)3
Integral dilakukan terhadap wilayah ruang yang dimana V (r) < 0. Perlu
diperhatikan bahwa integral tersebut divergen jika V (r) menyusut sebesar
r−n , dimana n < 2.
SOLUSI
(a) Kita boleh menuliskan syarat keterterapan (aplikasibilitas) nya dalam
bentuk
~dp
|dx| (12.66)
p2
476 Metode-Metode Aproksimasi II
SOLUSI
Anggaplah bahwa batas-batas sumur potensial adalah pada x = ±a.
Pada batas-batas tersebut fungsi gelombang memiliki nilai nol. Dari Per-
samaan(12.19) dan(12.20) kita memiliki
0 = cos(−B1 π)
(12.72)
0 = cos(−B2 π)
kita mendapatkan
1 ~2 kn2
En =
2 m
π 2 ~2 (n + 1)2
= (12.74)
8ma2
Ingatlah kembali bahwa hasil eksaknya adalah
π 2 ~2 n 2
En =
8ma2
SOLUSI
Tinjaulah aturan kuantisasi Bohr-Sommerfeld:
Z b
1
p(x)dx = ~π n + (n = 0, 1, 2, . . .) (12.75)
a 2
p
dimana p(x) = 2m(E − V (x)) adalah momentum osilator, E adalah
energinya, dan V (x) adalah energi potensialnya.
Karena I Z b
p(x)dx = 2 pdx
a
berlaku bagi semua osilator harmonik linear, kita boleh menuliskan aturan
kuantisasi Bohr-Sommerfeld dalam bentuk Persamaan(12.75).
Untuk osilator harmonik kita memiliki V = 12 mω 2 x2 . Titik-titik a dan b
adalah titik-titik balik yang ditentukan oleh persyaratan p(a) = p(b) = 0
atau E − V = 0, sehingga
1
E − mω 2 x2 = 0
2
478 Metode-Metode Aproksimasi II
Z b Z 1
2E p
p(x)dx = 1 − z 2 dz
a ω −1
πE
= (12.77)
ω
Gambar 12.3: Gambar skema Energi partikel dan energi potensial dari sebuah
potensial penghalang yang energi potensialnya dijelaskan oleh Persamaan(12.79)
8 Tentunya dengan mengganti x dengan a dan b.
12.4 Soal-Soal dan Penyelesaian 479
SOLUSI
Misalkan E adalah energi partikel dan m adalah massanya. Koefisien
transmisi dalam pendekatan semi-klasik diberikan oleh
2 x2 p
Z
T ≈ exp − 2m[V (x) − E]dx (12.80)
~ x1
Perlu diperhatikan bahwa ekspresi T dari valid jika eksponen dalam Per-
samaan(12.83) adalah besar, yaitu
r
2m a(V0 − E)
π 1 (12.84)
V0 ~
dan bahwa sistem berada dalam sebuah keadaan stasioner, yang dalam
hal ini kita bisa menuliskan
S(r, t) = σ(r) − Et
SOLUSI
(a) Kita memulai dengan melakukan substitusi fungsi gelombang ψ(r, t) =
eiS/~ ke dalam Persamaan Schrödinger:
~2 2 ∂ψ
− ∇ ψ + V (r)ψ = i~ (12.86)
2m ∂t
Oleh karena itu
1 i~ 2 ∂S
(∇ · S∇ · s) − ∇ S + V (r) = − (12.87)
2m 2m ∂t
Dengan menggunakan asumsi bahwa sistem berada dalam suatu keadaan
stasioner, kita mensubstitusikan S(r, t) = σ(r) − Et, dan tiba pada
1 i~ 2
(∇S)2 − ∇ σ + V (r) = E (12.88)
2m 2m
Untuk memperoleh transisi dari mekanika kuantum ke mekanika klasik,
i~
kita haruslah mengambil limit ~ → 0, kemudian suku-suku − 2m ∇2 σ
dalam Persamaan(12.88) bisa diabaikan, dan kita memperoleh
1
(∇S)2 + V (r) = E (12.89)
2m
Hal ini dapat dipehatikan sebagai sebuah Persamaan mekanika klasik,
asalkan ∇σ0 = p. Namun, esensi pendekatan semi-klasik adalah untuk
tiba pada suatu persamaan yang menuntun pada Persamaan mekanika
klasik, bahkan untuk sistem-sistem kuantum murni sekalipun dimana tran-
sisi ~ → 0 tidak semuanya dibenarkan. Dengan sekali lagi melihat pada
Persamaan(12.88) kita mencatat bahwa transisi dari Persamaan(12.88)
menjadi Persamaan(12.89) bisa dicapai tidak hanya dengan mengambil
limit ~ → 0, tapi juga dengan mengasumsikan bahwa
p2 ~|∇ · p| (12.91)
12.4 Soal-Soal dan Penyelesaian 481
dp
(b) Dalam kasus gerak satu dimensi, ∇ · p = dx , dengan menggunakan
Persamaan(12.91) kita memiliki
dp
~ dx
I (12.92)
p2
I adalah matriks identitas.
h
Dengan mendiferensialkan relasi De Broglie λ = p terhadap x, kita mem-
peroleh
dλ hdp
=
dx p2 dx
2π~dp
= (12.93)
p2 dx
dλ
Maka, berdasarkan pada Peramaan(12.92), kita memiliki 2πdx 1, dari
yang mana hal tersebut mengikuti
λdλ
λ (12.94)
2πdx
Persyaratan(12.94) bisa diinterpretasikan sebagai berikut: Sepanjang jarak
λ
2π perubahan pada panjang gelombang haruslah sangat kurang dari pada
panjang gelombang itu sendiri.9
p
(c) Dari mekanika klasik kita mengetahui bahwa p = 2m(E − V ). Jadi,
dp dp dV
=
dx dV dx
m dV
= −p
2m(E − V ) dx
m dV
= − (12.95)
p dx
dp m dV
sehingga dx = p dx . Dengan mensubstitusikannya dalam Persamaan(12.92)
kita memperoleh
dV
p3 m~ (12.96)
dx
SOLUSI
Tinjaulah sebuah kasus satu dimensi dimana E > [V (x)]min (lihat Gam-
bar 11.4)
9 Yaitu: ∆λ λ.
482 Metode-Metode Aproksimasi II
11-4.jpg
Untuk setiap nilai E hanay terdapat dua titik balik V (a) = V (b) = E.
Solusi yang berosilasi di antara dua titik balik adalah
Z x
C
ψosi = √ sin k(x0 )dx0 + β (12.97)
p a
dan
Ra
exp − x χ(x0 )dx0
√B pada x4
2 |p|
ψb (x) = R x (12.99)
√B sin a k(chi0 )dχ0 + π
4 pada x3
|p|
1
p p
dimana k(x) = ~ 2m[E − V (x)] dan χ(x) = ~1 2m[V (x) − E].
Kita mensyaratkan sebuah transisi yang licin (smooth) dari solusi yang
berosilasi kepada solusi dalam daerah disekitar a dan b dan sehingga
syarat-syarat berikut haruslah terpenuhi
Z a
π
I.B = (−1) n+1
C II. k(x0 )dx0 = nπ + dimana n = 0, 1, 2, . . .
b 2
(12.100)
SOLUSI
Dari teori sebuah partikel dalam sebuah potensial sentral, kita menge-
tahui bahwa bagian radial dari fungsi gelombang yang bersesuaian bisa
u(r)
dituliskan dalam bentuk R(r) = r , dimana u(r) memenuhi Persamaan
berikut
d2 u(r)
2m l(l + 1)
+ (E − V (r)) − u(r) = 0 (12.103)
dr2 ~2 r2
d2 C(r)
S(r) i dC(r) dS(r) iS(r) dC(r) iS(r)
exp i + exp + exp
dr2 ~ ~ dr dr ~ dr ~
2
i dS(r) iS i dS(r) iS
× + C(r) exp + C(r) exp
~ dr ~ ~ dr ~
2
i d S(r) 2m l(l + 1) iS(r)
× + (E − V (r)) − C(r) exp =0
~ dr2 ~2 r2 ~
(12.105)
Dengan mengatur bagian real dan imajiner pada sisi kiri Persamaan(12.105)
sama dengan nol, maka kita sampai pada
dan
2
~2 d2 C(r) ~2 l(l + 1)
dS(r)
− 2
= 2m[E − V (r)] − (12.107)
dr C(r) dr r2
~2 d2 C(r) ~2
≈ (12.108)
C(r) dr2 4r2
dan
konstanta
C(r) = r (12.110)
2
~2 (l+ 12 )
2m[E − V (r)] − r2
sebagai latihan.)
12.5 Soal-Soal Latihan 485
2
d
5. Tinjaulah Hamiltonian dari sebuah osilator non-harmonik H = − dx 2 +
sebuah proton dan neutron serta sebuah elektron yang mengelilingi inti atom tersebut.
486 Metode-Metode Aproksimasi II
11-5.jpg
Gambar 12.5: Gambar skema sebuah elektron yang menembus sebuah potensial
penghalang.
11-6.jpg
Partikel-Partikel Identik
13.1 Pendahuluan
Anggaplah anda memiliki sebuah bola basket dan teman anda memiliki sebuah
bola sepak dengan massa yang sama. Kalian menendang kedua bola tersebut
menuju arah satu sama lainnya secara simultan, dengan kecepatan yang sama.
Dua hal bisa terjadi: (a) Kedua bola tersebut bertumbukan dan masing-masing
bola bergerak kembali ke masing-masing pemiliknya. (b) Kedua bola bergerak
bergerak secara paralel dalam arah yang berlawanan tanpa saling bersentuhan
dan terjadi pertukaran, anda mendapat bola sepak dan teman anda mendapat
bola basket.
Karena kedua bola tersebut memiliki bentuk dan warna yang berbeda, anda
dapat mengetahui kemungkinan yang manakah yang terjadi, (a) atau (b). Tetapi
jika kedua bola tersebut identik, anda kemungkinan tidak dapat mengetahui
apakah yang telah terjadi! Ketika kita meninjau partikel-partikel kuantum yang
identik, situasinya bahkan menjadi lebih buruk lagi, karena kita bahkan tidak
bisa melacak lintasan eksak1 dari partikel-parikel yang saling bertumbukan.
Dalam Bab ini kita mempelajari sifat-sifat khusus sebuah sistem yang tersusun
oleh partikel-partikel yang identik.
Kita bisa melihat bahwa σ bekerja sebagai sebuah operator linear. Sebuah
permutasi σ boleh dituliskan sebagai sebuah produk transposisi 2 , dalam hal ini
permutasi-permutasi yang menukar dua huruf. Jika penguraian σ mengandung
suatu jumlah genap transposisi, maka σ disebut suatu permutasi genap, dan
kita menuliskan sgn(σ) = 1, dan jika jumlah transposisinya ganjil, maka σ
disebut suatu permutasi ganjil yang dituliskan dengan sgn(σ) = −1. Jika dalam
transposisi terdapat dua huruf yang sama maka sgn(σ) = 0. Vektor |ui =
|φ1 i, . . . , |φn i dikatakan simetrik jika σ|ui = |ui untuk suatu permutasi σ yang
sembarang. Vektor yang sama dikatakan anti-simetrik jika σ|ui = sgn(σ)|ui
untuk suatu permutasi σ yang sembarang.
kita mendefinisikan dua operator
1 X
Ŝ = σ (13.4)
n!
σ pemutasi
dan
1 X
 = (sgn σ)σ (13.5)
n!
σ pemutasi
H = HA ⊕ HS (13.7)
yaitu bahwa adalah sebuah penjumlahan unik dari sebuah vektor yang sepenuh-
nya simetrik dan sebuah vektor yang sepenuhnya anti-simetrik. Verifikasi ini
diberikan dalam Soal dan Penyelesaian nomor 2.
Sebuah fungsi gelombang anti-simetrik sembarang bisa dituliskan |uA i =
Â|ui untuk sebuah fungsi gelombang |ui = (|φ1 i, . . . , |φn i). Oleh karena itu,
jika {|φ(j) i} adalah sebuah basis dari keadaan-keadaan ruang partikel tunggal,
maka sebuah basis ruang anti-simetrik dari semua n partikel dihasilkan dengan
mengaplikasikan  pada sebuah basis dari keseluruhan ruang, yang dibentang
oleh |φj1 i, . . . , |φjn i:
boson. Jenis yang kedua terdiri dari partikel-partikel yang fungsi-fungsi gelom-
bangnya sepenuhnya anti-simetrik, yang disebut fermion. Tidak ada partikel-
partikel yang memiliki simetri bercampur. Azas larangan Pauli (Pauli’s exclu-
sion principle) merupakan sebuah azas dasar yang valid hanya bagi partikel-
partikel identik yang merupakan fermion. Azas ini menyatakan bahwa ”dua
fermion yang identik tidak bisa berada dalam keadaan kuantum yang
sama.” Sebuah formulasi alternatif dari azas ini menyatakan bahwa ”peluang
menemukan dua fermion identik dengan semua bilangan kuantumnya
sama adalah nol.”
13.4 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 493
SOLUSI
(a) Jumlah permutasi sama dengan jumlah susunan yang berbeda dari
n huruf-huruf yang terbedakan. Huruf yang pertama memiliki n tempat,
huruf yang kedua memuliki n − 1 tempat, huruf yang ketiga memiliki n − 2
tempat dan demikian seterusnya sampai pada huruf yang terakhir hanya
memiliki satu tempat. Oleh karena itu, terdapat
SOLUSI
Misalkan σ adalah suatu permutasi tertentu, dan lambangkanlah |ui =
(|φ1 i, . . . , |φn i) dan |vi = (|θ1 i, . . . , |θn i). Maka
1 X
Ŝ † = σ†
n!
σ permutasi
1 X
= σ −1
n!
σ permutasi
1 X
= σ
n!
σ permutasi
Ŝ † = Ŝ (13.11)
1 X
† = (sgn σ)σ †
n! σ
1 X
= (sgn σ)σ −1
n! σ
1 X
= (sgn σ −1 )σ −1
n! σ
1 X
= (sgn σ)σ
n! σ
† =  (13.12)
3. Tunjukkanlah bahwa Ŝ|ui adalah sebuah vektor simetrik dan Â|ui adalah
sebuah vektor anti-simetrik untuk sembarang |ui.
SOLUSI
Kita membuktikan bahwa Ŝ|ui adalah sebuah vektor simetrik dengan me-
nunjukkan bahwa untuk setiap τ permutasi sembarang, τ (Ŝ|ui) = Ŝ, se-
hingga
1 X
τ Ŝ|ui = τ σ|ui
n! σ
1 X
= τ σ|ui
n! σ
1 X †
= σ |ui
n! σ
τ Ŝ|ui = Ŝ|ui (13.13)
13.4 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 495
1 X
τ Â|ui = τ (sgn σ)σ|ui
n! σ
1 X
= (sgn σ)στ |ui
n! σ
1 X
= (sgn τ )−1 (sgn σ)(sgn τ )στ |ui
n! σ
1 X
= (sgn τ ) (sgn στ )στ |ui
n! σ
1 X
= (sgn τ ) (sgn σ † )σ † |ui
n! σ
τ Â|ui = (sgn τ )Â|ui (13.14)
Kita telah memakai fakta bahwa sgn(στ ) = (sgnσ)(sgnτ ), yang mana bisa
diverifikasi.
4. Tunjukkanlah bahwa:
(a) Ŝ 2 = Ŝ
(b) Â2 = Â
(c) ÂŜ = Ŝ Â = 0.
SOLUSI
(a) Dengan menggunakan hasil-hasil dari Soal dan Penyelesaian nomor 3,
kita bisa menuliskan
!
1 X 1 X
Ŝ 2 = σ Ŝ ⇒ σ = Ŝ
n! σ n! σ
1 X
= σ Ŝ
n! σ
1 X −1
= σ Ŝ
n! σ
1 X
= Ŝ
n! σ
n!
Ŝ 2 = Ŝ (13.16)
n!
496 Partikel-Partikel Identik
dan
1 X
Ŝ Â = σ Â
n! σ
1 X
= Â σ
n! σ
Ŝ Â = 0 (13.19)
SOLUSI
Postulat simetrisasi bagi fermion menyatakan bahwa ”fungsi gelom-
bang suatu sistem dari n identik fermion adalah sepenuhnya
anti-simetrik.” Sehingga fungsi gelombang fermion adalah merupakan
kombinasi linear dari vektor-vektor berbentuk |αj1 ...jn . Vektor-vektor ter-
normalisasi ini bisa dituliskan dengan
|φj11 i |φj12 i · · · |φj1n i
1 |φj21 i |φj22 i · · · |φj2n i
|αj1 ,...,jn i = √ .. .. (13.20)
n! . .
|φjn1 i |φjn2 i ··· |φjnn i
Oleh karena itu, jika dua partikel berada dalam keadaan kuantum yang
sama, dua kolomnya sama, yang memaksa determinannya lenyap3 , aki-
3 Yaitu sama dengan nol
13.4 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 497
batnya tidak terdapat fungsi gelombang yang nontrivial bagi kasus ini.
Hasil ini membuktikan azas larangan Pauli.
SOLUSI
Determinan Slater untuk dua fermion diberikan oleh
1 |φj11 i |φj12 i
|u(1, 2)i =
2! |φj21 i |φj22 i
1 j1 j2
= (|φ i|φ2 i − |φj12 i|φj21 i) (13.21)
2 1
dan
1 j1 j2
|u(2, 1)i = (|φ i|φ1 i − |φj22 i|φj11 i) (13.22)
2 2
SOLUSI
Tinjaulah Persamaan Schrödinger
seperti |φj11 i, . . . , |φjnn i, dan karena kedua partikel tidak saling berinteraksi,
fungsi
8. Tiga buah fermion imajiner ”tidak berspin” terkurung pada sebuah kotak
satu dimensi yang panjangnya L. Potensial pengurungnya adalah
0 0≤x≤L
V = (13.25)
∞ ditempat lainnya
Kita mengasumsikan bahwa tidak terdapat interaksi diantara fermion-
fermion tersebut.
(a) Apakah keadaan dasar sistem tersebut?
(b) Carilah keadaan sistemnya.
SOLUSI
(a) Seperti yang ditunjukkan pada Bab 3, keadaan eigen sistem ini adalah
r
2 πnx π 2 ~2 ∇2
ψn = sin En = (13.26)
L L 2mL2
karena dua fermion tidak bisa menempati keadaan yang sama4 , maka
ketiga fermion tersebut berada pada keadaan-keadaan yang berbeda, dan
karena sistem berada dalam keadaan dasar, maka keadaan-keadaan ketiga
fermion tersebut akan menjadi ψ1 , ψ2 dan ψ3 dengan energi total
π 2 ~2 2 14π 2 ~2
ET = 2
(1 + 22 + 32 ) = = 7E0
2mL 2mL2
Secara skematik, struktur sistem ini dilukiskan dalam Gambar 12.1
4 Dengan kata lain bahwa dua fermion atau lebih tidak bisa memiliki empat bilangan kuan-
12-1.jpg
Gambar 13.1: Tingkat-tingkat Energi tiga buah fermion ”tidak berspin” yang
tidak saling berinteraksi. Dalam sistem ini tidak terdapat degenerasi.
9. Kerjakan ulang soal nomor 8 untuk tiga buah elektron. Abaikan interaksi
Coulomb diantara elektron-elektron tersebut.
SOLUSI
(a) Elektron memiliki spin 12 , sehingga keadaan-keadaan eigen dan nilai-
nilai eigennya adalah
r πnx 1 r
2 2 πnx 0
+
ψn = sin ψn− = sin (13.28)
L L 0 L L 1
dimana
π 2 ~2 ∇2
En =
2mL2
Derajat kebebasan tambahan, yang dinamakan spin, mengijinkan kita
untuk menaruh dua elektron pada tingkat energi yang pertama, karena
tingkat energi ini sekarang bersesuaian dengan keadaan-keadaan eigen
yang berbeda, yaitu spin − up dan spin − down. Jadi, terdapat dua ke-
mungkinan konfigurasi bagi keadaan dasarnya, yang dideskripsikan dalam
Gambar 12.2
500 Partikel-Partikel Identik
12-2.jpg
Gambar 13.2: Tingkat-tingkat Energi tiga buah elektron yang tidak saling
berinteraksi. Dalam sistem ini terdapat degenerasi pada tingkat n = 1 yang
dikarenakan oleh penambahan bilangan kuantum spin elektron yang bernilai
+ 21 dan − 12 .
(b) Terdapat tiga fungsi dasar bagi tiap diagram dalam Gambar 12.2.
Untuk diagram kiri kita memiliki ψ1+ , ψ1− , ψ2+ dan untuk diagram kanan
kita memiliki ψ1+ , ψ1− , ψ2− . Dengan menggunakan determinan Slater kita
mendapatkan
dan
10. Sebuah sistem tersusun atas dua fermion berspin 12 . Carilah ”fungsi kerap-
atan dua partikel” dan ”fungsi kerapatan satu partikel” jika kedua elektron
berada dalam keadaan orthogonal ternormalisasi yang berbeda.
SOLUSI
Anggaplah bahwa masing-masing elektron secara berurutan memiliki spin
|φ1 (r); +i dan |φ2 (r); −i. Dalam kasus ini, fungsi gelombang umumnya
memiliki bentuk
|ψ(1, 2, r1 , r2 )i = |φ1 (r1 ); +i|φ2 (r2 ); −i − |φ1 (r2 ); +i|φ2 (r1 ); −i (13.31)
13.4 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 501
jadi,
= |φ1 (r1 )|2 |φ2 (r2 )|2 + |φ1 (r2 )|2 |φ2 (r1 )|2
(13.32)
dan
Z
ρsatu partikel (r1 ) = ρdua partikel (r1 , r2 )d3 r2
(13.34)
dan
ρdua partikel (r1 , r2 ) = |φ1 (r1 )|2 |φ2 (r2 )|2 + 2φ1 (r1 )φ2 (r1 )φ1 (r2 )φ2 (r2 )
11. Sebuah sistem mengandung dua partikel tidak berspin yang identik. Keadaan-
keadaan satu partikelnya dibentang5 oleh suatu sistem orhonormal {|φk i}.
Anggaplah bahwa keadaan-keadaan partikel adalah |φi i dan |φj i (i 6= j).
(a) Carilah probabilitas (peluang) mememukan partikel dalam keadaan
|ξi dan |ηi (tidak perlu harus keadaan eigennya).
(b) Berapakah peluang salah satu partikel berada dalam keadaan |ξi?
(c) Anggaplah sekarang partikel tidak identik dan kedua partikel ini diukur
dengan sebuah instrumen6 yang tidak bisa membedakan kedua partikel ini.
Berikanlah sebuah jawaban terhadap bagian (a) dan (b) dalam kasus ini.
SOLUSI
(a) Keadaan simetrik sistem diberikan oleh
1
Φ1 = √ |φ(1)
i i|φ
(2)
j i + |φ
(1)
j i|φ
(2)
i i (13.36)
2
5 Bentang = Rentang atau Deret.
6 Atau peralatan.
502 Partikel-Partikel Identik
(b) Tinjaulah keadaan simetrik yang bersesuaian terhadap |ξi dan ter-
hadap keadaan eigen |φk i:
1
Φξ,φk = √ |ξ (1) i|φ(2)
k i + |φ
(1)
k i|ξi (13.39)
2
Untuk mencari peluang salah satu partikel berada dalam keadaan |ξi kita
mengalikan |φξ,φk i pada sisi kiri dengan hΦi | (keadaan asli) dan melakukan
penjumlahan terhadap seluruh k:
X
P2 = |hΦi |Φξ,φk i|2
k
X
= |hφi |ξihφj |φk i + hφj |ξihφi |φk i|2
k
X
= |hφj |ξiδjk + hφi |ξiδik |2
k
= |hφi |ξi|2 + |hφj |ξi|2 (13.40)
(c) Sekarang keadaan sistemnya adalah |Φi. Oleh karena itu, dengan
mengalikannya terhadap keadaan akhir hξ (1) |hη (2) | + hξ (2) |hη (1) | kita mem-
peroleh
P3 = P1 (13.41)
dan
(2)
X
P3 = |hξ (1) |φk |Φ1 i|2
k
(1)
X
= |hφk |ξ (2) |Φ1 i|2
k
P3 = P2 (13.42)
13.4 Soal-Soal dan Penyelesaiannya 503
SOLUSI
Misalkan |χi dan |φi keadaan-keadaan anti-simetrik fisika partikel-partikel
D. Fungsi-fungsi ini lenyap diluar D. Dengan mengabaikan partikel-
partikel identik lainnya, peluang memperoleh sebuah nilai eigen |χi ketika
sistem berada dalam keadaan |φi adalah ω = |hχ|φi|2 . Sekarang kita me-
nunjukkan bahwa hasil yang sama didapatkan ketika kita tidak mengabaikan
fermion-fermion N − 2 yang lainya.
1 X
hχ0 θ0 |Â|χθi = sgn σhχ0 θ0 |Â|χθi
N σ
!
1 X X
= sgn F hχ0 θ0 |F |χθi + sgn Ghχ0 θ0 |G|χθi
N
F G
(13.44)
504 Partikel-Partikel Identik
1 X
hχ0 θ0 |Â|χθi = (sgn F )2 hχ0 θ0 |χθi
N
F
2!(N − 2)! 0 0
= hχ θ |χθi (13.45)
N!
Jadi s
N!
C=
2!(N − 2)!
Peluang menemukan suatu nilai eigen dari |χi untuk dua fermion ketika
keadaan (N − 2) adalah |ψi dan keadaan D adalah |φi, akan menjadi
X
P = f is hXi |Xif is
i
X
= |hχθi |A† CCA|φψi|2
i
X
= C4 |hχθi |A2 |φψi|2
i
X
4
= C |hχθi |A|φψi|2
i
X
= C 4
|C −2 hχθi |φψi|2
i
X
= |hχθi |φψi|2
i
X
= hχφi2 |hθi |ψi|2
i
2
= |hχφi| (13.46)
13.5 Soal-Soal Latihan 505
3. Tunjukkanlah bahwa fungsi apa pun pada garis real adalah merupakan
suatu penjumlahan dari sebuah fungsi simetrik dan sebuah fungsi anti-
simetrik.
4. Apakah yang terjadi pada determinan Slater jika terdapat sebuah keber-
gantungan linear |φj1 i · · · |φjn i?
6. Aculah pada Soal Latihan nomor 2 dan carilah keadaan dasar sistem ketika
partikel-partikel tersebut adalah fermion-fermion ”tidak berspin” (Yaitu,
gunakanlah azas larangan Pauli, tetapi abaikanlah derajat spin tamba-
han.)
8. Kerjakan ulang Soal dan Penyelesaian nomor 10, tetapi kali ini selesaikan-
lah soalnya untuk dua buah boson.
Teori Hamburan
14-1.jpg
3. Lebar berkas partikel yang datang adalah lebih besar dari pada suatu
wilayah tipikal dari potensial penghambur, sehingga partikel akan memi-
liki sebuah momentum yang terdefinisikan dengan baik3 .
Ketika hamburan berasal dari suatu potensial V (r), diferensial tampang melin-
tangnya adalah sama di dalam kerangka acuan Lab dan Pusat Massa (CM):
Lab CM
dσ dσ
= (14.3)
dΩ dΩ
Namun, jika kita meninjau hamburan elektrik partikel 1 dari partikel 2, maka
diferensial tampang melintangnya dalam kedua kerangka acuan akan menjadi
berbeda, dan diberikan oleh
Lab CM
(1 + γ 2 + 2γ cos θ)3/2
dσ dσ
= (14.4)
dΩ |1 + γ cos θ| dΩ
H = H0 + V (r) (14.5)
~2 k 2
dimana H0 adalah Hamiltonian bebas4 , H0 = 2µ . Fungsi gelombang bagi
sebuah partikel terhambur dengan energi E > 0 diperoleh dengan menyelesaikan
Persamaan Schrödinger stasioner:
dimana r
2µE 2µ
k= U (r) = V (r) (14.7)
~2 ~2
Untuk sebuah tumbukkan antara dua partikel, V (r) adalah potensial interaksi
diantara kedua partikel tersebut dengan r = r1 − r2 , dan E adalah energi
kinetik yang berhubungan dengan massa tereduksi µ partikel dalam kerangka
acuan pusat massa (CM (centralmass) frame).5
Untuk sebuah potensial V (r) yang jangkauannya lebih pendek dari pada
potensialCoulomb[rV (r) → 0ketikar → ∞] solusi Persamaan Schrödingernya
dapat dituliskan sebagai suatu komposisi dari sebuah gelombang bidang datang6
dan suatu gelombang bola7 beramplitudo f (θ, φ):
eikr
φ(r)r→∞ → eikz + f (θ, φ) (14.8)
r
Amplitudo hamburan diberikan oleh
k·r
Z
1 0
fk (θ, φ) = − e−ikj ·r U (r0 )φ(r0 )d3 r0 kf = (14.9)
4π r
4 Yaitu Hamiltonian partikel bebas atau partikel yang tidak terikat.
5 Kerangka acuan pusat massa adalah sebuah pangandaian dimana seorang pengamat
diandaikan ditempatkan dipusat massa yang juga berarti bahwa menurut pengamat tersebut
pusat massa dari partikel-partikel yang saling bertinteraksi tersebut dianggap diam relatif
terhadap lingkungan sekitarnya.
6 Gelombang Bidang datang adalah suatu fluks gelombang yang datang pada suatu bidang
permukaan.
7 Gelombang bola adalah sebuah perambatan gelombang yang permukaan rambatan gelom-
bang tersebut berbentuk bola atau dengan kata lain menyebar secara merata kesegala arah.
510 Teori Hamburan
dσ(θ, φ)
= |fk (θ, φ)|2 (14.10)
dΩ
θ
dimana q = 2k sin 2 adalah momentum transfer dan k = |kf | = |ki |; lihat
Gambar 14.2
14-2.jpg
Aproksimasi Born valid ketika salah satu dari dua kondisi berikut terpenuhi:
~2
I V ka ≤ 1
µa2
2
~
II V ka ka 1 (14.13)
µa2
dimana a adalah range (jangkauan) potensial dan V adalah potensial ”yang
dirata-ratakan” yang didefinisikan oleh
Z ∞
1 V (r) 3
V = 2
d r (14.14)
4πa r
Persyaratan (kondisi) kedua menunjukkan bahwa Aproksimasi Born selalu bisa
diterapkan untuk partikel-partikel yang cukup cepat (berenergi tinggi). Per-
syaratan ini lebih lemah dari pada persyaratan yang pertama, oleh karena
itu, jika potensial bisa dianggap sebagai sebuah gangguan pada energi rendah,
potensial tersebut juga bisa selalu dianggap demikian pada energi tinggi, se-
mentara itu hal sebaliknya tidaklah berlaku.
dan
∞
X
fk (θ) = (2l + 1)fl Pl (cos θ) (14.16)
l=0
dimana koefisien-koefisien Al , fl dan fungsi χl (r) adalah untuk ditentukan.
χl (r) memenuhi Persamaan radial Schrödinger
2
d 2 l(l + 1)
+ k − U (r) − χl (r) = 0 (14.17)
dr2 r2
dimana syarat-syarat batasnya adalah χl (0) = 0. Dalam wilayah asimptot8
r → ∞,
1 πl
χl (r)r→∞ − [Al jl (kr) + Bl nl (kr)]r = Cl sin kr − + δl (14.18)
k 2
8 Asimptot = suatu garis lurus yang secara kontinu mendekati suatu kurva tertentu namun
tidak pernah ”bertemu” (memotong atau pun menyinggung) dengan kurva tersebut pada
jarak berhingga.
512 Teori Hamburan
dimana jl dan nl secara berurutan adalah fugsi-fungsi bola Bessel dan Neu-
mann. Parameter δl disebut pergeseran fase (phase shift), karena parameter ini
menentukan perbedaan fase antara solusi ini dan solusi Persamaan Schrödinger
radial bebas:
1 πl
χ0l (r)r→∞ ∼ Cl sin kr − (14.19)
k 2
Dengan cara yang serupa, kita bisa menjabarkan gelombang-gelombang bidan-
gnya dalam suku-suku polinomial-polinomial Legendre:
dan
∞
1 X
(2l + 1) e2iδl − 1 Pl (cos θ)
fk (θ) = (14.21)
2ik
l=0
untuk potensial berjangkauan pendek yang lenyap diluar wilayah r < a. Dalam
kasus ini, gelombang-gelombang parsial memenuhi persyaratan
l(l + 1) > ka
Solusi
4π ∞
Z Z
2 −iq·r
r e V (r)drdΩ = sin(qr)V (r)rdr (14.32)
q 0
2µV0 a ∞
Z
f (θ) = − 2 r sin(kr)e−r/a dr
~ k 0
2µV0 a3 1
= − 2
~ 1 + q 2 a2
3
2µV0 a 1
= − (14.33)
~ 2
1 + [2ka sin2 (θ/2)]2
Akhirnya, diferensial tampang lintang
dσ
= |f (θ)|2 (14.34)
dΩ
adalah
dσ(θ) 4µ2 V02 a6 1
= (14.35)
dΩ ~4 [1 + 4k 2 a2 sin2 (θ/2)]2
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 515
dimana
~2 k 2
E=
2µ
V0 r2
V (r) = √ e− 4a2
4π
V0 a − r
V (r) = e a. (14.38)
r
Solusi
516 Teori Hamburan
14-3.jpg
diberikan oleh
dσ 4µ2 V02 a6
= [1 − 2q 2 a2 ] (14.42)
dΩ ~4
Jadi untuk suatu transfer momentum yang kecil (dalam hal ini, pada jarak
yang besar) bentuk dari potensial penghambur (berjarak pendek) tidaklah
penting. Pada sisi lainnya, untuk transfer momentum yang besar tampang
lintang Gaussian menurun secara lebih cepat ketika dibandingkan den-
gan tampang lintang Yukawa. Ini adalah yang diharapkan karena untuk
jarak pendek, potensial Gaussian adalah lebih lemah dari pada potensial
Yukawa.
Solusi
Translasi simetri dari potensial V (r) = V (r + R), mengimplikasikan
Z Z
−iqṙ
e 3
V (r)d r = e−iqṙ V (r + R)d3 r (14.43)
Solusi
Di dalam pendekatan Born, tampang lintang diferensialnya diberikan oleh
µ2
Z 2
dσ(θ)
= 2 4
e−ik·r V (r)d3 r (14.48)
dΩ 4π ~
dimana µ menotasikan massa elektron nonrelativistik dan k adalah trans-
fer momentumnya. Oleh definisinya, potensial elektron yang diakibatkan
oleh karena suatu distribusi muatan simetrik V (r) = V (r) bisa dituliskan
sebagai integral konvolusi:
eρ(r0 ) 3 0
V (r) = − d r
r − r0
eq ρ(r)
= − ∗ (14.49)
r q
Suku pertama sisi kanan Persamaan(14.49) bersesuaian dengan interaksi
Coulomb, dan memimpin setelah regularisasi (lihat soal 1) pada tampang
lintang Rutherford. Oleh karena itu,
Z 2
dσ(θ) dσ 1
= e−ik·R ρ(r)d3 r (14.50)
dΩ dΩ Rutherford q
| {z }
F (k)
4π 3 1 R
Z 2
F (k) = 3
r sin(kr)dr
k 4π R 0
h 3 sin(kr) i2
= − cos(kr) (14.52)
R3 k 2 k
q r2
ρ(r) = e− R 2
π 3/2 R 3
4π 1 r2 2
F (k) = 3/2 3
r sin(kr)e− R2 dr
k π R
r 2 k2 2
h 1 i
= e− 4 (14.53)
4π
1
φ(r, θ)r→∞ ∼ eikz + f (θ)eikr (14.54)
r
Solusi
520 Teori Hamburan
eix − e−ix
sin x =
2i
dan memperoleh
i kr− π
2 l+δl i kr− πl
2
I Al e − (2l + 1)il e = 2ikfl eikr (14.60)
−ikr− π l
II Al e 2 l+δl
− (2l + 1)il e−ikr−π 2 =0
∞
X
−1
f (θ) = (2ik) (2l + 1)(e2iδl − 1)Pl (cos θ) (14.61)
l=0
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 521
Sekarang,
Z l0
2
d(cos θ)Pl0 (cos θ)Pl (cos θ) = δll0
l 2l + 1
6. Tinjaulah sebuah potensial bola keras (hard sphere potential) yang berben-
tuk
0 r > r0
V (r) =
∞ < r0
dimana k0 r0 1.
dσ
a Anggaplah hanya hamburan gelombang s dan hitunglah δ0 (k), f (k), dΩ ,
dan σT .
Solusi
7. Sebuah partikel titik dihamburkan oleh sebuah partikel kedua yang memi-
liki inti yang keras (rigid core); yaitu potensial penghambur V (r) = 0
untuk r > a dan V (r) = ∞ untuk r < a. Energi dari partikel yang
dihamburkan memenuhi syarat ka = 1.
Tabel 1
tan δl δl sin δl
l=0
l=1
l=2
dσ
b. Hitunglah tampang lintang diferensial dΩ bagi sudut-sudut 0 dan π,
dengan hanya mengambil ke dalam perhitungan gelombang-gelombang
l = 0 dan l = 1.
Solusi
(a) Pergeseran fase bagi sebuah bola keras (atau disebut juga bola pejal)
diberikan oleh Persamaan
jl (ka)
tan δl = (14.76)
nl (ka)
Tabel 2
tan δl δl sin δl
l=0 -1,56 -1,00 -0,84
l=1 -0,22 -0,22 -0,22
l=2 -0,02 -0,02 -0,02
dσ 2
= a2 sin δ0 eiδ0 + 3 sin δ1 eiδ1 cos θ
dΩ
= a2 [sin2 δ0 + 6 sin δ0 sin δ1 cos(δ0 − δ1 ) + 9 sin2 δ1 cos2 θ]
(14.79)
dσ
= a2 | sin2 δ0 ± 6 sin δ0 sin δ1 cos(δ0 − δ1 ) + 9 sin2 δ1 | (14.80)
dΩ 0,π
(d) Estimasi kasar pada akurasi perhitungan pada bagian (c) diberikan
dengan melakukan perhitungan suku tambahan l = 2:
Solusi
(1) (2)
dimana χl dan χl melambangkan, secara berurutan, solusi-solusi
(1) (2)
pada r < a dan r > a. Bentuk umum dari χl dan χl diberikan
oleh
(1)
χl = Al rjl (Kr) + Bl rnl (Kr)
(2) (14.86)
χl = Cl rjl (kr) + Dl rnl (kr)
526 Teori Hamburan
χl (r)
Sebenarnya, karena fungsi gelombang radial R(r) = r haruslah
menjadi teratur pada titik asal (r = 0), kita bisa menset di dalam
Persamaan(14.85) Bl = 0. Oleh karena itu, pada wilayah dalam
(r < a), kita memiliki
sehingga untuk l = 0,
k ka cos(ka)−sin(ka)
(ka)2 − γ0 sin(ka)
ka
tan δ0 = (14.91)
ka sin(ka)+cos(ka) cos(ka)
k (ka)2 + γ0 ka
π
Ka = (2n + 1) (n = 1, 2, . . . ) (14.94)
2
Ka = nπ (n = 1, 2, . . . ) (14.95)
4π
σT = sin2 δ0
k2
4πγ02 a4
=
(1 + γ0 a)
tan(Ka) 2
= 4πa2 1 − (14.97)
Ka
p π
dimana K = k02 + k 2 6= (2n + 1) 2a .
dσ
(a) Carilah Tampang melintang diferensial dΩ bagi resonansi hamburan
gelombang s (ka 1, l = 0).
dσ
(b) Carilah dΩ bagi resonansi hamburan gelombang p (ka 1, l = 1).
528 Teori Hamburan
Solusi
dimana
q
K = k02 + k 2
k 2 1/2
= k0 1 + 2
k0
k2
≈ k0 1 + 2 .
2k0
1
sin δ0 =
1 + cot2 δ0
kita temukan
∂γ
γ0 (K) = γ0 + (K − k0 ) + · · · (14.100)
K=k0 ∂K K=k0
1 k
dimana K − k0 = 2 k0 .
1 + γ0 a ≈ 1 + α0 a + β0 ak 2
(ka)2
= k0 a cot(k0 a) − (14.102)
2
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 529
dσ a2
= i2 (l = 0) (14.103)
dΩ
h
(ka2 )
k 2 a2 + ξ0 − 2
14-4.jpg
dσ
Gambar 14.4: Plot dΩ untuk ξ0 = 1 dan l = 0
(ka)3 1−γ1 a
(
tan δ1 = 3 2+γ1 a
K 2 a2
(14.104)
γ1 a = 1−Ka cot(Ka) −2
1
sin2 δ1 = h i2 (14.105)
2+γ1 a 9
1+ 1−γ1 a (ka)6
dimana 1 − γ1 a = 3.
530 Teori Hamburan
2 + γ1 a = 2 + α1 a + β1 ak 2
(ka)2
= −ka tan(k0 a) −
2
(ka)2
≡ ξ1 − (14.108)
2
dimana ka 1 dan |ξ1 | ≤ 1.
Kontribusi resonansi hamburan gelombang p adalah
dσ 9
= cos2 θ sin2 δ1 (14.109)
dΩ k2
Oleh karena itu, dengan mensubstitusikan Persamaan(14.105) ke dalam
Persamaan(14.109) dengan bantuan Persamaan(14.108), kita mene-
mukan
dσ 9k 4 a6 cos2 θ
= (l = 1) (14.110)
dΩ 2 2
h i
(ka)6 + ξ1 − (ka) 2
Solusi
Amplitudo hamburan bagi sebuah medan sentral dalam aproksimasi10
Born diberikan oleh
Z ∞
B 1
f (θ) = − r sin(kr)U (r)dr (14.111)
k 0
Pendekatan ini valid11 bagi suatu potensial yang cukup lemah ketika selu-
ruh pergeseran-pergeseran fasenya δl 1. Ekspresi f (θ) di dalam suku-
suku δl adalah
∞
1X
f B (θ) = (2l + 1)eiδl sin δl Pl (cos θ) (14.112)
k
l=0
9 Sebagai Latihan Pribadi silahkan coba sendiri.
10 Ingat! Aproksimasi = Pendekatan, hampiran.
11 Valid = Sah
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 531
dσ
(a) Hitunglah, dalam pendekatan Born, kuantitas-kuantitas f (θ) dan dΩ .
Solusi
dσ
= |f B (θ)|2
dΩ
4µ2 V02 R4
= − sin2 (qr) (14.120)
q 2 ~4
Aproksimasi Born bisa diterapkan di dalam kasus-kasus dimana poten-
sial penghamburnya bisa dianggap sebagai suatu gangguan, yakni,
menurut syarat
∞
~2 k
Z
(e2ikr − 1)V (r)dr . (14.121)
0 µ
Di dalam soal yang kita kerjakan, persyaratan validasi ini bisa dit-
uliskan sebagai
Z ∞
~2 k
eikr sin(kr)V (r)dr = V0 R sin(kR) (14.122)
0 2µ
Kita sekarang bisa membedakan di antara dua pembatasan kasus
yang bergantung pada nilai dari kR:
2µV0 R
I ~2 k = 2V~v0 R 1 (Energi-Energi Tinggi)
2µV0 R (14.123)
II ~2 1 (Energi-Energi Rendah, kR 1)
12 Massa tereduksi dirumuskan dengan µ = mm 1 +m2 +···
.
1 ·m2 ···
13 Sebagai Latihan Mandiri silahkan coba sendiri.
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 533
12. Sebuah partikel bermassa µ dihamburkan dari sebuah potensial bola yang
tolak-menolak berjari-jari R:
V0 r≤R
V (r) =
0 r≥R
(a) Dengan menggunakan pendekatan Born, hitunglah tampang lintang
totalnya dalam limit energi yang rendah.
Solusi
dimana
2µE 1/2
k=
~2
dan
V0 E
χ10 (R) = χ20 (R) χ00 (1) (R) = χ00 (2) (R) (14.134)
Yakni
A sinh(kR + δ0 ) = B sinh(KR)
(14.135)
A cos(kR + δ0 ) = B cosh(KR)
dimana
hV i1/2 V 1/2
0 0
K=k −1 ≈k
E E
dan sehingga
E 1/2
tan(KR + δ0 ) ≈ tanh(KR) (14.136)
V0
dan oleh karena kR 1,
( 1/2
E
δ0 = V0 tanh(KR) − kR (14.137)
1 iδ0
f0 (θ) = k e sin δ0
536 Teori Hamburan
4π
σT0 ≈ sin2 δ0
k2
4π 2
≈ δ
k2 0
h tanh(KR) i2
= 4πR2 1 − (14.138)
KR
q
13. Partikel-partikel dihamburkan dari potensial V (r) = r2 , dimana g adalah
sebuah konstanta positif.
πh 1 1 2 2µg i
δl = l + − sqrt l + + 2 (14.139)
2 2 2 ~
dσ π3 g2 µ θ
= 2 cot (14.140)
dΩ 2~ E 2
Solusi
π 1 1 h µg i1/2
≈ l+ − l+ 1+ 2
2 2 2
1
~2 l + 2
π µg
= − 1 (14.150)
2 ~2 l + 1
2
14. Hitunglah tampang lintang total untuk hamburan dari sebuah bola pengab-
sobrsi sempurna berjari-jari a(ka 1).
Solusi
Masalah hamburan di dalam kehadiran pengabsorbsi20 bisa diperlakukan
secara fenomenalogi dengan memperkenalkan potensial penghambur kom-
pleks (complex scattering potential)
δl = ξl + iη
20 Absorbsi adalah penyerapan seluruh komponen dari substrat yang diserap. Ini harus
dibedakan dari adsorbsi yang adalah peristiwa penyerapan yang hanya melibatkan permukaan
tertentu dari substrat yang diserap.
540 Teori Hamburan
sehingga
|sl | ≡ |ei2δl | ≤ 1
σT = σel + σabs
dan
∞
π X
σabs = (2l + 1)(1 − |sl |2 )2 (14.158)
k2
l=0
Dengan mengatur
L(L + 1) = (ka)2
σT = 2πa2 (14.162)
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 541
Catatlah bahwa hasil ini adalah dua kali lebih besar dari pada hasil klasik.
Namun, hasil ini adalah setengah dari hasil hamburan dari sebuah bola
padat (hard sphere).
15. Dua buah ion He+ dihamburkan dari satu sama lainnya. Spin nuklir dari
ion-ion tersebut adalah nol. Interaksi di antara ion-ion tersebut adalah
interaksi Coulomb.
(d) Berapakah tsmpang lintang diferensial bagi sebuah sistem dari ion-
ion tidak terpolarisasi?
Solusi
(a) Amplitudo hamburan bagi Interaksi Coulomb (lihat Soal 19) adalah
θ
n in ln sin 2 +lπ+2lη0
f (θ) = e (14.163)
2k sin2 θ
2
dimana
η0 ≡ arg Γ(1 + in)
dan
e2
n ≡ µZ 0 Z .
~2 k
q
mHe 2µE
Di sini µ = 2 adalah merupakan massa tereduksi, k = ~2 dan
0
Z = Z = 1.
(b) Spin nuklir adalah nol. Jadi, ion-ion adalah merupakan fermion-
fermion yang identik (masing-masing memiliki spin 1/2 yang dikon-
tribusikan oleh elektron-elektronnya). Jika total spinnya adalah nol,
542 Teori Hamburan
(c) Ini sama seperti di dalam bagian (b), tetapi sekarang sistem berada
di dalam sebuah keadaan spin simetrik (triplet). Oleh karena hal
tersebut, fungsi gelombang orbitalnya haruslah menjadi antisimetrik:
dσ s=1
= |f (θ) − f (π − θ)|2
dΩ
n2 e−2in ln(sin(θ/2)) e−2in ln(cos(θ/2)) 2
= +
4k 2 sin2 θ cos2 θ
2 2
2
n h 1 1 2 cos[n ln tan2 (θ/2)] i
= 4 + −
4k 2 sin (θ/2) cos4 (θ/2) sin2 (θ/2) cos2 (θ/2)
(14.165)
(d) Bagi suatu berkas ion tidak terpolarisasi, peluang memiliki spin total
s = 0 adalah 1/4, dan peluang spin total s = 1 adalah 3/4. Oleh
karena itu,
dσ 1 dσ s=0 3 dσ s=1
= + (14.166)
dΩ 4 dΩ 4 dΩ
Dengan mensubstitusikan hasil dari perhitungan-perhitungan Per-
samaan(14.164) dan (14.165) sebelumnya membawa kita pada
dσ n2 h 1 1 cos[n ln tan2 (θ/2)] i
= 2 + − (14.167)
dΩ 4k sin (θ/2) cos (θ/2) sin2 (θ/2) cos2 (θ/2)
4 4
1
16. Potensial interaksi dari dua buah partikel identik ber-spin 2 adalah
V = V (r)[(3)1 + σ1 · σ2 ]
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 543
(b) Kedua partikel tersebut saling dihamburkan satu sama lain pada
q
energi-energi rendah, kR 1(k = 2µE~2 ). Pergeseran fase apakah
(c) Bagi syarat-syarat di dalam bagian (b), apakah Pergeseran fase dom-
inannya jika s = 1?
Solusi
~σ
(a) Total spin sistem adalah S = 2 , dimana σ = σ1 + σ2 . Oleh karena
itu
σ12 = σ1 · σ1
2 2 2
= σ1x + σ1y + σ1z
= (3)1 (14.169)
σ22 = σ2 · σ2
2 2 2
= σ2x + σ2y + σ2z
= (3)1
544 Teori Hamburan
σ 2 |singleti = 0;
σ 2 |tripleti = 8|tripleti;
(b) Untuk spin total s = 0, sistem berada dalam keadaan singlet an-
tisimetrik. Karena fungsi gelombang totalnya haruslah antisimetrik
(fermion-fermion), fungsi gelombang orbitalnya adalah simetrik. Pada
umumnya, hanya gelombang-gelombang partial genapnya yang berkon-
tribusi bagi sebuah fungsi gelombang orbital simetrik. Di dalam ka-
sus yang kita punya, V = 0 sehingga seluruh pergeseran fasenya
hilang.
(c) Untuk spin total s = 1, sistem berada di dalam salah satu dari
tiga keadaan triplet. Fungsi gelombang spin nya adalah simetrik
dan fungsi gelombang orbitalnya haruslah antisimetrik. Jadi hanya
gelombang-gelombang parsial ganjilnya yang berkontribusi, dan un-
tuk kR 1, pergeseran fasenya yang dominan adalah δ1 .
Rk0 = j0 (kr)
sin(kr)
= (14.174)
kr
Maka turunan logaritmik γ0 adalah
1 dR0
γ0 =
R dr r=R
1
= k cot(kR) −
R
kj1 (kR)
= − (14.175)
j0 (kR)
dimana
j01 (x) = −j1 (x)
dan (σ)s=0 = 0.
17. Tinjaulah hamburan dari dua buah partikel identik yang tidak berspin
bermassa m. Potensial interaksinya bergantung pada jarak r di antara
kedua partikel ini dan diberikan oleh
1 2
h 1
− 16m + r<R
V (r) = R a (14.184)
0 r>R
dimana R a adalah konstanta.
(c) Lakukanlah perhitungan ulang bagi hamburan dari dua buah fermion
identik berspin 1/2 yang terpolarisasi di dalam keadaan singlet.
(d) Hitunglah [di dalam pendekatan dari bagian (b) dan (c)] tampang
lintang total bagi fermion berspin 1/2 yang tidak terpolarisasi.
Solusi
(a) Massa tereduksi dari dua buah partikel identik bermassa m adalah21
m
µ= 2. Dengan menset
( 2 2
1 2
− π8µ~ 1
R + a = −V0 r<a
V (r) = (14.186)
0 r>R
γ0 kR2
tan δ0 = − (kR 1) (14.188)
1 + γ0 R
1
γ0 = K cot(KR) − .
R
k
tan δ0 (k) = −KR + tan(KR) (14.189)
K
KR → k0 R ≈ π2 1 + R
a
k
≈ 2kR R
K π 1+ a
(14.190)
≈ tan π2 1 + R a
tan(KR) a ≈ −R
21 Silahkan dibuktikan sebagai latihan mandiri.
548 Teori Hamburan
2ka
tan δ0 = − 1.
π
1 iδ0
f0 (θ) = e sin δ0 (14.192)
k
dσ0
= |f0 (θ) + f0 (π − θ)|2
dΩ
4
= sin2 δ0 (14.193)
k2
64 2
σ0 = a (14.194)
π
64 2
σ0s=0 = a (14.195)
π
(d) Bagi partikel berspin 1/2 tidak terpolarisasi, peluang dari spin total
0 adalah 1/4 dan peluang dari spin 1 adalah 3/4. Oleh karena itu,
1 s=0 3
σ0 = (σ ) + (σ0s=1 ) (14.196)
4 0 4
14-5.jpg
Gambar 14.5: Hamburan inelastik dua buah partikel di dalam kerangka acuan
pusat massa (CM) dan Laboratorium.
Solusi
a Dari kekekalan momentum dan definisi pusat massa (CM) kita mem-
peroleh
m1 v1 = m2 v2
(14.198)
m3 v10 = m4 v20
Hal yang serupa, dari kekekalan energi dalam kerangka acuan CM,
E = 21 m1 v12 + 12 m2 v22
(14.199)
E + Q = 12 m3 v102 + 12 m4 v202
550 Teori Hamburan
m1 m2
V = v v1 = v (14.200)
m1 + m2 m1 + m2
sin θ sin θ
tan θ0 = V
≡ (14.201)
cos θ + v0 cos θ + γ
1
V
dimana γ = v10 .
m1 m3 0
v2 = v1 v20 = v (14.202)
m2 m4 1
m1 m4 m1 + m2 v12
E
=
E+Q m3 m2 m3 + m4 v102
m1 m4 v2
= (14.203)
(m1 + m2 ) m3 v12
2
Sehingga,
Lab CM
(1 + 2γ cos θ + γ 2 )3/2
dσ dσ
= (14.207)
dΩ |1 + γ cos θ| dΩ
14.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 551
SOLUSI
~ 2 ZZ 0 e2
2
− ∇ + u(r) = Eu(r) (14.209)
2µ r
~2 k 2
dimana E = 2µ dan µ adalah massa tereduksinya.
Di dalam koordinat-koordinat parabolik,
√
ξ = r(1 − cos θ) = r − z x = √ ξη cos φ
η = r(1 + cos θ) = r + z y = ξη sin φ (14.210)
φ=φ z = 21 (η − ξ)
µZZ 0 e2
4 ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ 2
ξ + η − + 2 2 + k u(r) = 0
ξ + η ∂ξ ∂ξ ∂η ∂η ~2 ∂ φ
(14.212)
552 Teori Hamburan
Sehingga,
1
ur→∞ → ei[kz+n ln k(r−z)] + fc (θ) ei[kr−n ln 2kr] (14.221)
r
d Perlu dicatat bahwa u tidaklah berbentuk
eikr
ur→∞ → eikz + f (θ) (14.222)
r
Alasannya ialah bahwa Potensial Coulomb tidaklah cukup menurun
secara drastis. Namun, kita bisa menggeneralisasi hasilnya dan men-
cari tampang lintang dengan menggunakan
dσ
= |f (θ)|2
dΩ
n
= (14.223)
4k 2 sin2 θ
2
(b) Carilah tampang lintang diferensial dari |+iN → |+iN dan |+iN →
|−iN ketika spin dari proton yang muncul tidak diukur oleh detektor.
SOLUSI
(a) Operator σ P ·σ N = σ1P σ1N +σ2P σ2N +σ3P σ3N beroperasi secara terpisah
pada keadaan-keadaan proton dan neutron. Sebagai contoh:
h+|P h+|N (A + Bσ P · σ N )|+iP |−iN = B[h+|σx |+ih+|σx |+i + h+|σy |+ih+|σy |+i +
= 0 (14.227)
(b) Kita meninjau kasus dimana proton yang datang berada di dalam
keadaan spin yang umum α|+iP + β|−iP (|α|2 + |β|2 = 1). Karena
keadaan dari proton yang muncul tidak diukur (dan komponen-komponen
yang berbeda tidak saling mencampuri),
dσ
= |f+ |2 + |f− |2 (14.228)
dΩ α|+iN →α|+iN
Tabel 3
h+|P h+|N h−|P h+|N h+|P h−|N h−|P h−|N
h+|P h+|N A+B 0 0 0
h−|P h+|N 0 A-B 2B 0
h+|P h−|N 0 2B A-B 0
h−|P h−|N 0 0 0 A+B
Sekarang kita mengasumsikan bahwa proton yang datang tidaklah
terpolarisasi. Hal ini berarti bahwa kita memiliki peluang yang sama,
1
2, untuk menemukan sebuah proton dalam keadaan-keadaan awal
|+iP atau |−iP . Oleh karena itu, dengan mensubstitusikan α =
1, β = 0 dan α = 0, β = 1 ke dalam Persamaan(14.230) kita mem-
peroleh
dσ 1
= (|A+B|2 +|A−B|2 ) = |A|2 +|B|2 (14.231)
dΩ α|+iN →α|+iN 2
Perlu dicatat bahwa hasi ini bisa dituliskan sebagai
dσ 1
= T r(M † M ) (14.232)
dΩ α|+iN →α|+iN 2
yang mana adalah valid (sah) bagi kasus patikel tidak terpolarisasi
berspin 1/2. Agar bisa menggunakan Persamaan(14.232) untuk proses
|+iN → |−iN kita menggantikan matriks M dari Persamaan(14.229)
dengan
f+ 0 2B α
=
f− 0 0 β
α
≡ M (14.233)
β
Hal ini secara langsung memberikan kepada kita
dσ 1
= (0 + 4|B|2 ) = 2|B|2 (14.234)
dΩ α|+iN →α|+iN 2
(c) Tinjaulah sistem dalam sebuah keadaan singlet dimana spin totalnya
adalah 0:
1
|singleti = √ (|+iP |−iN − |−iP |+iN ) (14.235)
2
Oleh karena itu, amplitudo hamburannya adalah
1
f|singleti→|singleti = (f|+−i→|+−i − f|−+i→|+−i − f|−+i→|+−i + f|−+i→|−+i )
2
1
= [A − B − 2B − 2B + (A − B)]
2
= A − 3B (14.236)
556 Teori Hamburan
(14.237)
S:
B A
=S
C D
Tunjukkanlah bahwa S adalah merupakan sebuah matriks uniter.
SOLUSI
Sehingga,
~2
−i ∇ · [φ∗ ∇φ − (∇φ∗ )φ] = −i~∇ · J = 0 (14.243)
2m
yakni,
dφ∗
dJ(x) ~ ∗ dφ
= 0 dimana J(x) = φ −φ (14.244)
dx 2im dx dx
(b) Di dalam Sessi sebelumnya kita telah melihat bahwa arus peluang
J(x) adalah kekal dan tidaklah bergantung pada x untuk sembarang
(atau apapun) solusi φ(x) dari Persamaan Schrödinger. Untuk nilai
negatif x yang besar kita memiliki26
2im
JL = (A∗ e−ikx + B ∗ eikx )(ikAeikx − ikB ∗ e−ikx )
~
−((Aeikx + Be−ikx )(−ikA∗ e−ikx + ikB ∗ eikx ))
~k
JL = (|A|2 − |B|2 ) (14.246)
m
~k
JR = (|C|2 − |D|2 ) (14.247)
m
JL = JR
(c) Berapakah range dari sudut-sudut hamburan yang mungkin bagi par-
tikel m1 di dalam kerangka acuan Laboratorium bagi syarat-syarat
berikut
m1
[i] m2 < 1,
m1
[ii] m2 = 1,
m1
[iii] m2 >1
(c) Hitunglah tampang lintang total bagi bagian (b). Tunjukkanlah se-
cara eksplisit bahwa tampang lintang total tersebut tidaklah bergan-
tung pada pada kerangka acuan yang dihubungkan tersebut.
dσ 1
= 2 .
dΩ k + k0 cot2 (k0 a)
2
8. Diketahui sumur potensial V (r) = −V0 untuk r < R dan V (r) = 0 untuk
r > R.
4πImfk (0)
10. Turunkanlah Teorema Optik σtotal = k .
Petunjuk: Gunakanlah ekspansi gelombang parsial dari f (θ) dan
∞ 2 ∞
π X π X
σel = (2l + 1) e2iδl − 1 σabs = (2l + 1)(1 − e2iδl )2
k2 k2
l=0 l=0
11. Tinjaulah hamburan dari dua partikel identik tidak berspin bermassa m.
~2 k 2
Energi dari partikel terhamburnya adalah E0 = 2m , sedangkan partikel
targetnya berada dalam keadaan diam. Potensial interaksi antara partikel-
V0
partikel tersebut adalah V (r) = r2 , dimana r adalah koordinat relatifnya.
12. (a) Hitunglah dalam Aproksimasi Born amplitudo hamburan dari se-
buah partikel bermassa µ dari sebuah sumur potensial bersimetri
bola berjari-jari a dan berkedalaman V0 ; hitunglah batasan dari se-
buah ”titik” sumur bola ketika a → 0 dan V0 → ∞ dengan V0 a3 = C
bagi sebuah konstanta C yang diketahui.
13. Tinjaulah hamburan elastik dari dua buah atom helium di dalam keadaan
dasar mereka masing-masing. Asumsikan bahwa kita bisa mendeskrip-
sikan kedua atom helium tersebut sebagai bola yang tidak bisa ditem-
busi, yang masing-masingnya memiliki jari-jari a. Lambangkanlah dengan
σ43 , σ33 , dan σ44 tampang lintang total dari (He4 , He3 ), (He3 , He3 ), dan
(He4 , He4 ), secara berurutan.
562 Teori Hamburan
Perlakuan Semiklasik
Radiasi
1 e 2 e
H= p − A + V (r) + eφ − S·B (15.1)
2m c mc
dimana A adalah vektor potensial, φ adalah skalar potensial, dan B = ∇ × A
adalah merupakan medan magnetik. Adalah mungkin untuk memilih sebuah
gauge agar H akan menjadi lebih sederhana. Secara umum, gauge yang diper-
gunakan dalam Soal-soal yang berkaitan dengan radiasi adalah gauge Coulomb
(Coulomb gauge). Gauge ini juga disebut gauge radiasi atau gauge transversal.
Di dalam gauge ini, kita memilih
H = H0 + H 0 (t)
menganggap bahwa suku A2 adalah sangat kecil dan bisa diabaikan (lihat soal
dan pembahasan nomor 2). Di dalam kasus ini,
e e i
H = − A·p− S·B (15.4)
mc mc
Di dalam limit intensitas rendah, H 0 (t) bisa diperlakukan sebagai sebuah gang-
guan (perturbasi) bergantung waktu. Jika sistemnya mula-mula berada pada
keadaan |ii dan gangguan diaktifkan pada t = 0, amplitudo orde pertama untuk
menemukan sistem di dalam keadaan |ii pada waktu t diberikan oleh
Z t
(1) 1
af i = eiωf i t hf |H 0 (t)|iidt0 (15.5)
i~ 0
(15.6)
+ +
(1) ei(ωf i −ω)t − 1 Tf i ei(ωf i −ω)t − 1 Tf i
af i =− − (15.7)
ωf i − ω ~ ωf i − ω ~
dimana
+ e
Tf i = − mc hf |eik·r 1A0 [ε̂ · p + iS · (k × ε̂)]|ii
(15.8)
TfGi e
= − mc hf |e−ik·r A∗0 [ε̂ · p − iS · (k × ε̂)]|ii
dP ± (t) 2π
Wf±i = = |hf |T ± |ii|2 ρ(Ef = Ei ± ~ω) (15.11)
dt ~
dimana ρ(Ef ) adalah kerapatan keadaan-keadaan akhir. Hal yang serupa, ketika
medan radiasinya tidak monokromatik, tetapi malahan mengandung spektrum
dari frekuensi-frekuensi u(ω), rate transisinya adalah
4π 2 e u(ωf i )
Wf i = hf |e±ik·r [ε · p ± iS · (k × ε)]|ii2 (15.12)
m2 ~2 ωf2 i
dimana |ii dan |f i adalah merupakan keadaan-keadaan (diskrit) awal dan akhir,
dan tanda plus dan minus bersesuaian dengan, secara berurutan, absorbsi dan
emisi terinduksinya.
1 Istilah medan monokromatik mengacu pada medan elektromagnetik yang terdiri dari
1 mωf i
Γ±
fi ≈ imωf i hf |ε̂ · r|ii + hf |(L + 2S) · (k × ε̂)|ii − hf |(k · r)(ε̂) · r|ii
2 2
(15.13)
4π 2 e
Wf i = u(ωf i )|hf |ε · r|ii|2 (15.14)
~2
4π 2 e
Wf i = u(ωf i )|hf |r|ii|2
3~2
≡ Bf i u(uf i ) (15.15)
4π 2 e ωf i
Wfspon
i = |hf |r|ii|2
3~2 c3
≡ Af i (15.16)
SOLUTION
0
Dibawah pengaruh transformasi gauge(15.2), Persamaan Schrödinger i~ ∂ψ
∂t =
Hψ 0 , mengambil bentuk
∂ 1 e 0 2
i~ (T ψ) = p− A + V (r) + eφ0 (r, t) T ψ
∂t 2m c
2
1 e e e ∂χ
= p− A − ∇χ + V (r) + eφ − Tψ
2m c c c ∂t
(15.19)
Namun,
∂ψ 0 ∂
= (T ψ)
∂t ∂t
∂ψ ie ∂χ
= T + ψ (15.20)
∂t ~c ∂t
dan
p(T ψ) = −i~∇(T ψ)
e
= T pψ + ψ∇χ (15.21)
c
Oleh karena itu, sisi kanan Persamaan(15.19) sama dengan
1 e e e e ∂χ
p − A − ∇χ · T p − A ψ + T V (r) + eφ − ψ
2m c c c c ∂t
1 e 2 e ∂ψχ
=T p − A + V (r) + eφ − ψ
2m c c ∂t
(15.22)
568 Perlakuan Semiklasik Radiasi
H = H0 + H 0 (t) (15.24)
dimana
p2
H0 = + V (r)
2m
adalah Hamiltonian ”atomik”, dan H 0 (t) adalah interaksi bergantung waktu
sisanya.
SOLUSI
p2 e e2 e
H = − (p · A + AṖ) + 2
A2 + V (r)eφ − S·B
2m 2mc 2mc mc
e e2 e
= H0 + eφ − (p · A + A · P) + A2 − S·B
2mc 2mc2 mc
(15.27)
= A · pψ(r) (15.28)
H = H0 + H 0 (t)
e e2 e
= H0 − A·p+ 2
A2 − S·B (15.29)
mc 2mc mc
(b) Sebagai contoh, tinjaulah sebuah atom yang serupa hidrogen yang
berinteraksi dengan sebuah medan radiasi monokromatik bermomen-
tum sudut ω = ck. Di dalam kasus ini, magnitudo setiap suku
di dalam Persamaan(15.29) bisa diapprosimasikan dengan nilai akar
rata-rata kuadratnya di dalam sebuah keadaan stasioner tidak ter-
ganggunya, H0 . Misalkan kita mendefinisikan nilai-nilai akar rata-
3 Inti dari sebuah atom disebut nukleus, partikel-partikel penyusunnya disebut sebagai
nukleon.
570 Perlakuan Semiklasik Radiasi
dimana |ψi adalah sebuah keadaan eigen dari H0 untuk yang mana
H20
A 6= 0 dan p 6= 0. Tinjaulah rasio yang pertama H10 :
eAp
H20 e 2 A2 mc H10
≈ ≈ ≈ (15.32)
H10 eAcp p2 H0
m
H10
Dalam limit intensitas rendah H0 adalah merupakan sebuah gang-
H20
guan (perturbasi) yang kecil. Akibatnya, rasio H10 adalah juga kecil.
Perlu dicatat bahwa di dalam limit intensitas tinggi, dimana radiasi
berada dalam orde dari medan atomik, H20 bisa menjadi sebesar H10 .
H30
Sekarang tinjaulah rasio H10 . Karena B = ∇ × A = kA, kita mem-
peroleh
H30 ~B ~kA
0 ≈ ≈ (15.33)
H1 Ap pλ
~
Oleh karena relasi ketidak pastian, p berada di dalam orde radius
Bohr (untuk atom hidrogen, a0 = 0, 5Å) dan untuk sumber-sumber
H30
optik λ ≡ 5000Å. Oleh karena itu H10 ≈ 10−4 1.
Catatan: Hasil-hasil dari Persamaan(15.32) dan Persaman(15.33)
mengusulkan bahwa H20 dan H30 bisa diabaikan di dalam limit in-
tensitas rendah. Kesimpulan ini tidak berlaku di dalam situasi yang
berikut:
(a) Hitunglah medan listrik E(r, t) dan medan magnetik B(r, t) yang
terasosiasikan dengan potensial A(r, t).
c
(b) Carilah vektor poynting S = 4π E × B, dan verivikasikanlah relasi
I ω2
u= = |A0 |2 (15.35)
c 2πc2
dimana I adalah intensitas radiasi dan u adalah kerapatan (densitas) en-
erginya.
SOLUSI
iω iω
E(r, t) = A0 exp[i(k · r − ωt)] − A∗0 exp[−i(k · r − ωt)]
c c
= ikA0 exp[i(k · r − ωt)] − ikA∗0 exp[−i(k · r − ωt)]
c
S = k|A0 | × (K × |A0 |) sin2 (k · r − ωt + θ)
π
= sin2 (k · r − ωt + θ)|A0 |2 k
ω2 k̂
= |A0 |2 sin(k · r − ωt + θ) (15.38)
πc k
k̂
dimana k adalah sebuah vektor satuan dalam arah dari penjalaran-
nya. Jadi, setelah merata-ratakan S(r, t) terhadap satu periode osi-
lasinya,
I = |S̄|
ω2
= |A0 |2 sin(k · r ¯− ωt + θ)
πc
ω2
= |A0 |2 (15.39)
2πc
dimana sin(k · r ¯− ωt + θ) = 1
2. Hal yang serupa, kerapatan energi
rata-rata yang dirata-ratakan terhadap waktu adalah
1 2 ¯ 2
u = E +B
4π
1 2
= [k |A0 | + (k × A0 ) · (k × A∗0 )]
2π
ω2
= |A0 |2 (15.40)
2πc2
I
u =
c
ω2
= |A0 |2 (15.41)
2πc2
dimana |A0 |2 = A0 A0 ∗ .
Catatan:Dengan mengikuti definisi Poynting vektor sebagai fluks ker-
apapatan energi radiasi, intensitas I adalah energi per satuan luas per
satuan waktu, yang menjalar sepanjang arah k. Kuantitas ini bisa
juga dikaitkan dengan jumlah foton (dalam hal ini jumlah kuanta
energi yang bermagnitudo ε = ~ω), yang merambat sepanjang arah
15.6 Soal-Soal Dan Penyelesaiannya 573
H7 = H0 + H 0 (t)
e e
= H0 − A·p− (∇A) · S (15.43)
mc mc
dimana H 0 (t) adalah sebuah gangguan kecil (limit intensitas rendah).
Potensial vektor A(r, t) diberikan oleh fungsi gelombang bidang yang
berikut
SOLUSI
Kita meninjau Hamiltonian(15.43), dan memperlakukan H 0 (t) sebagai se-
buah gangguan bergangtung waktu yang kecil. Jika sistem pada awalnya
berada dalam keadaan |ii dan gangguan diaktifkan pada t = 0, amplitudo
orde yang pertama untuk menemukan sistem dalam keadaan |f i pada
t > 0 diberikan oleh
1 t iωf i t0
Z
(1)
af i = e hf |H 0 (t)|iidt0
i~ 0
Z t
ie 0
0
= eiωf i t hf |A(r, t) · p + S · [∇ × A(r, t)]|iidt(15.45)
mc~ 0
574 Perlakuan Semiklasik Radiasi
15-1.jpg
Gambar 15.1: .
+
ei(ωf i ±ω)t − 1 sin[(ωf i ± ω)t/2] Tf i
= iei(ωf i ±ω)/2 (15.49)
ωf i ± ω (ωf i ± ω)/2 ~
(1)
Sebagai akibatnya, peluang transisi Pf i (t) = |af i (t)|2 adalah memiliki
4π
arti hanya jika |ω − ωf i | < t ≡ ∆ (atau jika |ω + ωf i | < Delta). Dalam
kasus ini, dan untuk ∆ = 2|ωf i |, kita bisa mengabaikan suku interferensi
dari Pf i (t) dan membedakan di antara kedua transisi resonan:
4π 2 e2 u(ωf i ) 2
Wfabs
i = hf |e+ik·r ε̂ · p|ii untuk Ef > Ei (15.52)
m2 ~2 ωf2 i
4π 2 e2 u(ωif ) 2
Wfind
i = hf |e−ik·r ε̂ · p|ii untuk Ef > Ei (15.53)
m2 ~2 ωf2 i
ωf i
dimana ~ωf i ≡ Ef − Ei , dan |k| = c .
SOLUSI
2πc2 I
|A0 |2 =
ω2
2πc2 u(ω)δω
= (15.56)
ω2
2πe2 ∞ u(ω)
Z
Pf±i (t) = |hf |e±ik·r ε̂ · p|ii|2
m2 ~2 −∞ ω 2
n sin[(ω ± ω)t/2] o2
fi
× dω (15.58)
(ωf i ± ω)/2
dPf±i 4π 2 e2 u(ωf i ) 2
Wfabs
i = = hf |e+ik·r ε̂ · p|ii untuk ωf i > 0
dt m2 ~2 ωf2 i
(15.60)
dPf±i 2 2
4π e u(ωif ) 2
ind
Wif = = hf |e−ik·r ε̂ · p|ii untuk ωf i < 0
dt m2 ~2 ωf2 i
(15.61)
ω
dimana ~ω ≡ Ef − Ei dan |k| = c.
Sehingga
[ε̂ · r, H0 ] = [z, H0 ]
1
= [z, p2 ]
2m
i~
= pz (15.73)
m
dan
[k · r, H0 ] = [yz, H0 ]
i~
= (ypz + py z) (15.74)
m
Karena itu,
hf |pz |ii = imωf i hf |z|ii
(15.77)
hf |ypz + py z|ii = imωf i hf |yz|ii
SOLUSI
hf |(Lx + iLy )|ii = hnf , lf , mf |L+ |ni , li , mi i − δlf li δmf ,mi +1(15.83)
hf |(Lx − iLy )|ii = hnf , lf , mf |L− |ni , li , mi i − δlf li δmf ,mi −1(15.84)
hf |Lz |ii = hnf , lf , mf |Lz |ni , li , mi i − ~mi δlf li δmf ,mi (15.85)
SOLUSI
Misalkan kita memilih sebuah sistem koordinat tertentu supaya vektor ε̂
berada pada sumbu z dan vektor K berada pada sumbu y. Rate tran-
sisinya, untuk absorbsi (dan untuk emisi terinduksi), diberikan oleh
4π 2 e2 u(ωf i ) f f f iky 2
Wf i = 2 2 2 hnx , ny , nz |e pz |nix , niy , niz i (15.89)
m ~ ωf i
dimana |nx , ny , nz i dan Enx ny nz = ~ω0 nx + ny + nz + 23 adalah keadaan-
keadaan eigen dan nilai-nilai eigen dari osilator harmonik tidak terganggu.
Dengan menggunakan hasil dari Bab 5 Osilator Harmonik, kita mene-
mukan
q √
pz |nx , ny , nz i = i m~ω
2
0
nz + 1|nx , ny , nz + 1i
√
−q nz |nx , ny , nz − 1i
p (15.90)
ky|nx , ny , nz i = k 2mω~
0
ny + 1|nx , ny + 1, nz i
√
− ny |nx , ny − 1, nz i
hnfx , nfy , nfz |eiky pz |nix , niy , niz i = hnfx |nix ihnfy |(1 + ky + · · · )|niy ihnfz |pz |niy i
(15.91)
~ω0
dimana Suku-suku yang lebih tinggi berorde mc2 1 telah diabaikan.
Catatlah bahwa suku-suku ini hanya penting untuk transisi-transisi orde
tinggi pada yang mana ωf i = 3ω0 , 4ω0 , . . . . Ekspresi(15.91) berbeda dari
nol hanya jika
W (2ω0 )
Catatlah bahwa untuk intensitas dari radiasi datang yang sama, W (ω0 ) ∼
~ω0
mc2 .
(i) absorbsi 1 → 2,
SOLUSI
10. HItunglah koefisien-koefisien Einstein A1s2p , B1s2p dan B2p1s , untuk se-
buah elektron yang bergerak di dalam sebuah potensial sentral. Ingatlah
bahwa 1s = (n = 1, l = 0) dan 2p = (n = 2, l = 1).
SOLUSI
Marilah kita meninjau peluang per satuan waktu untuk transisi 1s → 2p
(absorbsi). Karena keadaan-keadaan 2p berdegenerasi dengan mengacu
pada bilangan kuantum magnetiknya, kita mempunyai
1
4π 2 e2 X
W2p1s = u(ω21 ) |h21m0 |r|100i|2
3~2 m=−1
≡ B2p1s u(ω21 ) (15.106)
Namun,
X
|hn0 , l + 1, m0 |r|nlmi|2 = (l + 1)|hn0 , l + 1|r|nli|2 (15.107)
m0
dan
X
|h(n0 , l − 1, m0 )|r|nlmi|2 = l|hn0 , l − 1|r|nli|2 (15.108)
m0
4π 2 e2
B2p1s = |h21|r|10i|2 (15.109)
3~2
dimana Z ∞
∗
h21|r|10i = R21 (r)r3 R10 (r)dr
0
11. Carilah peluang per satuan waktu dari transisi spontan untuk sebuah
atom hidrogen dalam keadaan tereksitasi pertama.
SOLUSI
Peluang per satuan waktu untuk transisi 2p → 1s (emisi) diberikan oleh
e2 1
dimana α = ~c = 137 adalah Konstanta struktur halus (fine structure
constant). Namun
3 e2
~ω21 =
4 2a0
3 α2 mc2
= (15.115)
4 2
Oleh karena itu maka,
20 5 mc2
A1s2p = α
8 ~
5 3
= α ω21 ≈ 6, 26 × 10−8 sec−1 (15.116)
48
Ekspresi(15.116) menghasilkan suatu waktu radiatif (radiative lifetime)
berorde 1, 5 × 10−9 detik.
SOLUSI
E0 t X E0 t
|ψ(t)i = e−i ~ |0i + an (t)e−i ~ |ni (15.118)
n6=0
1 t iωn0 t0
Z
a(1)
n = e hn|H 0 (t0 )|0idt0
~ 0
Z t
ie 0
= eiωn0 t 2A0 cos(ky − ωt)hn|pz |0idt0 (15.119)
mc~ 0
dimana
+ e
Tn0 ≡ − mc hn|A0 eiky pz |0i = − ieωen0 A0 eiky hn|ez|0i
− (15.121)
Tn0 ≡ − mc hn|A0 e−iky pz |0i = − ieωen0 A0 e−iky hn|ez|0i
e
E0 t
|ψ̃(t)i = |ψ(t)iei ~
X
= |0i + bn (t)|ni (15.122)
n6=0
hD(t)i = hψ̃(t)|ez|ψ̃(t)i
(15.125)
yaitu
−i(ky−ωt)
e−i(ky−ωt)
2A0 X 2 e
hD(t)i = h0|ez|0i − |h0|ez|ni| ωn0 = +
~c ωn0 − ω ωn0 + ω
n6=0
(15.126)
1 ∂B
E= = −2A0 kẑ sin(ky − ωt)
c ∂t
kita memperoleh
Ez X |h0|ez|ni|2
hD(t)i = h0|ez|0i + 2 − ω 2 ωn0 (15.127)
~ ωn0
n6=0
e2
hD(t)i = 2 Ez (15.128)
m(ωn0 − ω2 )
15.7 Soal-Soal Latihan 589
2. Carilah rate transisi untuk absorbsi dan emisi terinduksi dari radiasi dipol-
listrik oleh sebuah sistem satu elektron di dalam suatu medan radiasi
isotropik. Petunjuk: Rate transisi dicari dengan merata-ratakan elemen
matriks dipol-listrik terhadap seluruh kemungkinan arah p0larisasi.
x y z
fnk = fnk + fnk + fnk ≡ (2mωnk /~)|hn|r|ki|2 (15.129)
p2
dimana |ni dan |ki adalah keadaan-keadaan eigen dari H0 = 2m + V(r).
Tunjukkanlah bahwa fnk memenuhi aturan penjumlahan
X
fnk = 3.
n