Buku ajar ini disiapkan untuk keperluan perkuliahan Aljabar Linier. Materi dan soal-soal
dalam buku ajar ini diadopsi secara bebas dari berbagai sumber seperti dalam daftar pustaka
dengan rujukan utama adalah Elementary Linear Algebra: Aplication Version Edisi ke−11 oleh
Howard Anton dan Chris Rorres.
Buku ajar ini terdiri dari beberapa bab dimana setiap bab terbagi atas beberapa subbab.
Setiap subbab diawali dengan teori dan contoh serta diakhiri dengan latihan. Latihan dilengkapi
dengan jawaban untuk beberapa soal terpilih. Latihan telah diupayakan untuk memuat beberapa
soal terapan baik dalam matematika maupun dalam ilmu lain. Hal ini sangat penting karena
dalam Aljabar Linier, komputasi dan proses analitik deduktif mendapat porsi yang berimbang.
Setiap bab diakhiri dengan rangkuman. Bukti untuk suatu teorema, sifat atau rumus tidak
semuanya disajikan karena sebagian besar bukti dapat dibaca pada berbagai buku teks Aljabar
Linier standar. Selain itu, beberapa latihan menuntut pembaca (baca mahasiswa) untuk
melakukan pembuktian. Setiap contoh telah diusahakan untuk mendemonstrasikan langkah-
langkah penyelesaian secara lengkap dan akurat.
Mahasiswa dan pengajar yang menggunakan buku ajar ini diharapkan dapat
mengembangkan materi dalam buku ini. Mahasiswa diharapkan dapat menggunakan buku ini
sebagai titik awal untuk secara mandiri menggali lebih dalam lagi melalui bahan bacaan dalam
daftar pustaka atau sumber-sumber lain.
Penulis telah mengusahakan yang terbaik dalam penyajian materi dalam buku ajar ini,
namun jika terdapat kesalahan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Respon dari
mahasiswa dan pengajar serta siapa saja yang menggunakan buku ini sangat diharapkan untuk
penyempurnaan buku ini di waktu mendatang.
Akhirnya, kepada mahasiswa agar selalu ingat bahwa “to learn mathematics is to do
mathematics”
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA ………….…………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
GLOSARI ……………………………………………………………………….
BAB 1 SISTEM PERSAMAAN LINIER 1
1.1 Persamaan Linier dan Sistem Persamaan Linier ………………… 1
Latihan 1.1 ……………………………………………………….. 5
Jawaban Latihan 1.1 ……………………………………………... 7
1.2 Menyelesaikan Sistem Persamaan Linier: Eliminasi Gauss ……... 7
Latihan 1.2 ……………………………………………………….. 16
Jawaban Latihan 1.2 …………………………………………….. 20
1.3 Sistem Persamaan Linier Homogen ……………………………... 21
Latihan 1.3 ……………………………………………………….. 23
Jawaban Latihan 1.3 …………………………………………….. 24
1.4 Penerapan Sistem Persamaan Linier …………………………….. 25
Latihan 1.4 ……………………………………………………….. 26
Jawaban Latihan 1.4 …………………………………………….. 28
Rangkuman …………………………………………………………... 29
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 31
BAB 2 MATRIKS DAN DETERMINAN 33
2.1 Notasi dan Terminologi ………………………………………….. 33
2.2 Operasi pada Matriks …………………………………………….. 35
Latihan 2.1 dan 2.2 ……………………………………………… 42
Jawaban Latihan 2.1 dan 2.2 …………………………………….. 44
2.3 Invers Suatu Matriks……………………………………………… 44
Latihan 2.3 ……………………………………………………….. 50
Jawaban Latihan 2.3 …………………………………………….. 51
2.4 Determinan ………………………………………………………. 52
Latihan 2.4 ……………………………………………………….. 66
Jawaban Latihan 2.4 …………………………………………….. 68
Rangkuman …………………………………………………………... 68
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 72
BAB 3 VEKTOR 73
3.1 Vektor di R2, R3, dan Rn………………………………………… 73
Latihan 3.1………………………………………………………... 80
Jawaban Latihan 3.1……………………………………………… 82
3.2 Hasil Kali Titik…………………………………………………… 83
Latihan 3.2 ……………………………………………………….. 91
Jawaban Latihan 3.2……………………………………………… 92
3.3 Hasil Kali Silang………………………………………………….. 92
Latihan 3.3 ……………………………………………………….. 98
Jawaban Latihan 3.3……………………………………………… 99
3.4 Penerapan Vektor: Garis dan Bidang…………….......................... 99
Latihan 3.4 ……………………………………………………….. 106
Jawaban Latihan 3.4……………………………………………… 108
Rangkuman ………………………………………………………….. 109
Daftar Pustaka ………………………………………………………. 113
BAB 4 RUANG VEKTOR 115
4.1 Ruang Vektor …………………………………………………….. 115
Latihan 4.1………………………………………………………... 119
Jawaban Latihan 4.1……………………………………………… 122
4.2 Kebebasan Linier…………………………………………………. 122
Latihan 4.2 ……………………………………………………….. 128
Jawaban Latihan 4.2……………………………………………… 129
4.3 Basis dan Dimensi………………………………………………... 130
Latihan 4.3 ……………………………………………………….. 138
Jawaban Latihan 4.3……………………………………………… 140
4.4 Koordinat Vektor dan Perubahan Basis……….............................. 141
Latihan 4.4 ……………………………………………………….. 148
Jawaban Latihan 4.4……………………………………………… 150
4.5 Rank dan Nulitas………................................................................. 150
Latihan 4.5 ……………………………………………………….. 161
Jawaban Latihan 4.5……………………………………………… 164
Rangkuman ……………………………………………………….. 165
Daftar Pustaka …………………………………………………….. 173
INDEKS
BAB 1
Persamaan Linier
x + 3y = 7, y = 12 x + 3z + 1, x1 + x2 + 4x3 − 6x4 − 1 = x1 − x2 + 2
1
Aljabar Linier 2
Solusi dari persamaan linier adalah n bilangan terurut (s1 , s2 , . . . , sn ) yang bila dis-
11
ubstitusikan ke persamaan menghasilkan pernyataan benar. Misalnya, x = 3 dan y = 2
x1 + x2 − 4x3 = −2.
Solusi. Untuk mendapatkan solusi kita berikan sembarang nilai kepada dua variabel dan
lalu selesaikan untuk variabel ketiga. Kita berikan sembarang nilai kepada variabel x2
dan x3 , misal x2 = s dan x3 = t, s, t ∈ R dan selesaikan untuk x1 sehingga didapat
x1 = −s + 4t − 2, x2 = s, x3 = t, s, t ∈ R
Suatu sistem persamaan linier (disingkat SPL) dengan m persamaan dalam n variabel
x1 , x2 , . . . , xn adalah himpunan m persamaan linier dalam bentuk
(1.1.2) disebut sistem homogen yang berkaitan dengan (1.1.2). Misalnya untuk SPL
berikut
x1 + 2x2 = −3
2x1 + 3x2 − 2x3 = −10 (1.1.3)
−x1 + 6x3 = 9,
SPL homogen yang berkaitan dengan SPL (1.1.3) adalah
x1 + 2x2 =0
2x1 + 3x2 − 2x3 = 0
−x1 + 6x3 = 0
Contoh 1.1.3. Tunjukkan bahwa x1 = −15, x2 = 6 dan x3 = −1 adalah solusi dari SPL
(1.1.3).
−15 + 2 · 6 = −3
2 · (−15) + 3 · 6 − 2 · (−1) = −10
−(−15) + 6 · (−1) = 9.
y−x=0 2y + 2x = 4 y+x=1
Gambar 1.1.1 Dua garis (a). berpotongan, (b). berimpit, (c). sejajar
Suatu SPL dapat dituliskan dengan lebih singkat dengan menyatakan koefisien dan
suku-suku konstan dalam bentuk matriks asalkan nama dan urutan variabel telah diten-
tukan. Misalkan SPL (1.1.3) dapat disajikan sebagai matriks
1 2 0 −3
2 3 −2 −10 .
−1 0 6 9
Matriks ini disebut matriks diperbesar (augmented matrix). Dalam matriks diperbesar,
terdapat matriks koefisien, yaitu matriks yang unsur-unsurnya merupakan koefisien dari
SPL dan matriks yang menyatakan suku-suku konstan yang disebut vektor konstan.
Untuk SPL (1.1.3), matriks koefisien dan vektor konstan diberikan oleh
1 2 0 −3
2 3 −2 dan −10 .
−1 0 6 9
Solusi. Matriks diperbesar mempunyai 4 kolom dengan kolom terakhir merupakan suku-
suku konstan. Ini berarti sistem mempunyai 3 variabel. Jika kita pilih x1 , x2 , dan x3
Aljabar Linier 5
x1 + 2x2 = −4
x2 − 2x3 = −1
♣♣♣
Latihan 1.1
(a) 3x − 5 − x = 2x + 2y + 5
(b) 1 + x + y + z = 1
√
(c) x1 + 5x2 − 2x3 = 1
(d) x1 + 3x2 + x1 x3 = 2
(e) x + y + z = 1 + y
(f ) x−2
1 + x2 + 8x3 = 5
√
(g) πx1 − 2x2 + 13 x3 = 71/3
1. Identifikasikan setiap persamaan sebagai linier atau taklinier. Jika linier, klasi-
fikasikan sebagai homogen atau nonhomogen.
2. Untuk setiap persamaan, tentukan solusi umum dan dua solusi khusus.
2x + 4z + 1= 0
2z + 2w − 2= x
−2x − z + 3w = −3
y+ z+ t = w+4
Tentukan
(a). matriks koefisien
(b). vektor konstan
(c). matriks diperbesar
Aljabar Linier 6
4. Misalkan
1 0 0 0 7
0 1 0 0 −2
M =
0 0 1 0 3
0 0 0 1 4
5. (a). Tentukan persamaan linier dalam x dan y yang mempunyai solusi umum x =
5 + 2t, y = t.
(b). Tunjukkan bahwa x = t dan y = 12 t − 5
2
juga merupakan solusi umum dari
persamaan pada (a).
6. Tentukan nilai α sehingga persamaan linier berikut mempunyai tepat satu solusi,
tak terhingga banyaknya solusi atau tak mempunyai solusi.
(a). α2 x − 2 = 4x + α (b). αx − α2 y = 3α
a1 x + b1 y = 0
a2 x + b2 y = 0
9. Jika (α1 , α2 , . . . , αn ) dan (β1 , β2 , . . . , βn ) adalah solusi dari sistem persamaan linier,
buktikan bahwa ((1 − t)α1 + tβ1 , (1 − t)α2 + β2 , . . . , (1 − t)αn + βn ) juga merupakan
solusi.
Aljabar Linier 7
10. Seorang guru matematika memberikan tiga macam latihan dan menugaskan 14 siswanya
3 5
untuk mengerjakan latihan pertama, 8
siswa mengerjakan latihan kedua dan 16
siswa
mengerjakan latihan ketiga. Jika 2 orang siswa tidak hadir, berapa banyak siswa
dalam kelas yang diajar guru tersebut?
3
11. Suatu rak buku berisi buku yang banyaknya 5
dari banyak buku pada rak buku
yang lain. Jika 10 buah buku dipindahkan dari rak buku pertama ke rak buku
kedua, maka rak buku kedua akan berisi buku yang banyaknya dua kali banyaknya
buku pada rak pertama. Berapa banyak buku pada masing-masing rak buku?
1. (d) dan (f) taklinier, lainnya linier; dari yang linier, (b) dan (h) homogen, lainnya
nonhomogen.
2. x − 2y = 5.
Definisi 1.2.1. Dua SPL dalam n variabel dikatakan ekivalen jika mereka mempunyai
himpunan solusi yang sama.
Aljabar Linier 8
−2x = −2 −2x − 2y = −2
x − y = −1 y=2
adalah ekivalen. Satu-satunya solusi dari kedua sistem ini adalah x = 1 dan y = 2.♣ ♣ ♣
Pada bagian ini dipaparkan eliminasi Gauss untuk menyelesaikan SPL. Ide dasarnya
adalah menggantikan problem yang sulit dengan problem yang ekivalen tapi lebih mudah
diselesaikan. Elimiansi Gauss adalah prosedur sistematis untuk mengubah SPL menjadi
SPL yang ekivalen yang lebih mudah diselesaikan. Pada prinsipnya hal ini dilakukan
sebagai berikut: Misalkan diberikan SPL dengan 3 variabel dan 3 persamaan. Kita
menggunakan suku x1 dalam persamaan pertama untuk mengeliminir suku-suku x1 dalam
persamaan 2 dan 3. Berikutnya kita menggunakan suku x2 dalam persamaan kedua untuk
mengeliminir suku x2 dalam persamaan 3. Akibat dari proses ini diperoleh SPL ekivalen
yang sederhana, yakni persamaan 3 hanya memuat variabel x3 saja, persamaan 2 memuat
variabel x2 dan x3 , dan persamaan 1 memuat variabel x1 , x2 , dan x3 . Dari persamaan
3 diperoleh nilai x3 yang selanjutnya disubstitusikan ke persamaan 2 untuk memperoleh
x2 . Akhirnya nilai x2 dan x3 disubstitusikan ke persamaan 1 untuk mendapatkan nilai
x1 . Proses substitusi dalam mencari nilai x1 , x2 , x3 disebut substitusi mundur.
Eliminasi Gauss diimplementasikan dengan melakukan tiga operasi persamaan
elementer terhadap SPL, yakni (1). gantikan satu persamaan dengan persamaan itu
sendiri yang telah ditambahkan dengan kelipatan dari persamaan yang lain atau (2). per-
tukarkan dua persamaan atau (3). kalikan satu persamaan dengan skalar tak nol. Setiap
kali salah satu operasi ini dilakukan, diperoleh SPL berbeda tapi ekivalen.
3x1 − 4x2 − x3 = 9
−x1 + x2 + 2x3 = 4
x1 − 3x2 − x3 = 2
x1 − 3x2 − x3 = 2
−x1 + x2 + 2x3 = 4
3x1 − 4x2 − x3 = 9
Sampai tahap ini kita telah mengeliminir x1 dari persamaan 2 dan 3. Sekarang kita
eliminir x2 dari persamaan 3.
4. Kalikan persamaan 2 dengan 5/2 dan tambahkan hasil ini ke persamaan 3 sehingga
didapat
x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
9
x
2 3
= 18
x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
x3 = 4
Pada langkah 5 kita telah memiliki SPL baru yang ekivalen dengan SPL semula. Dengan
substitusi mundur kita memperoleh nilai x3 = 4, x2 = −1 dan x1 = 3. ♣♣♣
Aljabar Linier 10
Eliminasi Gauss lebih efisien diterapkan pada matriks. Karena setiap baris dari ma-
triks diperbesar berkorespondensi dengan persamaan, tiga operasi yang dikenakan pada
persamaan dapat dikenakan pada baris-baris matriks. Operasi ini dikenal dengan nama
operasi baris elementer (disingkat OBE).
Definisi 1.2.3. Dua matriks A dan B dikatakan ekivalen baris jika salah satu matriks
dapat diperoleh dari yang lain dengan melakukan sejumlah berhingga OBE. Hal ini dino-
tasikan dengan A ∼ B dan dibaca matriks A ekivalen dengan matriks B.
♣♣♣
Catatan:
(1). Operasi baris elementer dapat dikenakan pada sembarang matriks (tidak hanya pada
matriks yang terkait dengan SPL).
(2). Ekivalen baris tidak sama maknanya dengan dua matriks yang sama. Matriks yang
ekivalen baris umumnya tidak sama.
Aljabar Linier 11
(3). Jika eliminasi Gauss dikenakan pada matrisk diperbesar dengan menerapkan OBE,
maka proses ini disebut reduksi baris.
x + 2y − z = 4
2x + 5y + 2z = 9
x + 4y + 7z = 6
x1 − 9x3 = 2
x2 + 4x3 = 1
Disini kita mempunyai dua persamaan dengan tiga variabel sehingga diperlukan adanya
parameter. Misalkan x3 = t untuk suatu skalar t ∈ R, maka x2 = −4t + 1 dan x1 = 9t + 2.
Dengan demikian kita memperoleh solusi umum dalam bentuk (x1 , x2 , x3 ) = (9t+2, −4t+
1, t), t ∈ R adalah parameter. ♣♣♣
Bentuk Eselon
Matriks akan dibahas tersendiri dalam Bab 2. Pada bagian ini kita perkenalkan
beberapa terminologi matriks yang diperlukan untuk menyelesaikan SPL.
Baris nol dari suatu matriks adalah baris yang seluruh unsurnya nol. Baris taknol
adalah baris yang memuat paling sedikit satu unsur taknol. Definisi ini juga berlaku
untuk kolom dari suatu matriks. Unsur taknol pertama dari baris taknol disebut unsur
Aljabar Linier 12
utama. Jika unsur utama ini adalah 1, maka 1 ini disebut 1 utama. Misalnya untuk
matriks
−1 0 1 2
0 0 −3 4 ,
0 0 0 0
dua baris pertama merupakan baris taknol sedangkan baris ketiga adalah baris nol. Unsur
utama adalah −1 dan −3. Kolom kedua merupakan kolom nol sedangkan tiga kolom
lainnya adalah kolom taknol.
Definisi 1.2.4. Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris (atau singkatnya
bentuk eselon) jika mempunyai sifat-sifat berikut:
2. Unsur utama dari suatu baris berada pada kolom yang posisinya di sebelah kanan
dari unsur utama pada baris diatasnya.
3. Semua unsur di bawah unsur utama pada suatu kolom adalah nol.
Jika proses reduksi dilanjutkan terhadap matriks bentuk eselon, maka akan diperoleh
matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi (atau singkatnya eselon tereduksi)
yang didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 1.2.5. Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris tereduksi jika memenuhi
3. semua unsur di atas dan di bawah 1 utama pada suatu kolom adalah nol.
Suatu matriks dikatakan teredusir ke bentuk eselon (atau eselon tereduksi) jika ma-
triks tersebut ekivalen dengan matriks dalam bentuk eselon (atau eselon tereduksi).
Aljabar Linier 13
Contoh 1.2.5.
1 0 0 0 1 0 0 −6 2 0 0
A= 0 0 1 0 , B= 0 1 0 0 , C= 0 0 0
0 0 0 0 0 0 1 −1 0 0 3
1 1 0 0 2 1 7 0 9 0
0 0
D= 0 0 1 0 3 , E= , F = 0 0 1 −8 0
1 0
0 0 0 1 4 0 0 0 0 1
2 1 1 1 1
1 0 −1 0
0 0 3 0 9
G= 0 1 0 0 , H=
0 0 0 0 1
0 0 1 0
0 0 0 0 0
Prosedur meredusir suatu matriks menjadi bentuk eselon disebut eliminasi Gauss
sedangkan prosedur meredusir suatu matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi dise-
but eliminasi Gauss–Jordan.
Dengan eliminasi Gauss (atau Gauss-Jordan) setiap matriks selalu dapat diredusir
ke bentuk eselon atau bentuk eselon tereduksi. Hal ini dinyatakan oleh teorema berikut.
Teorema 1.2.1. Setiap matriks ekivalen baris dengan suatu matriks dalam bentuk eselon
baris.
Suatu matriks bisa ekivalen dengan beberapa matriks bentuk eselon tetapi ekivalen
hanya dengan satu matriks eselon tereduksi seperti diformulasikan dalam teorema berikut.
Teorema 1.2.2. (Ketunggalan bentuk eselon baris tereduksi). Setiap matriks ekivalen
dengan satu dan hanya satu matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi.
Aljabar Linier 14
Bila matriks diperbesar dari suatu SPL sudah diredusir menjadi bentuk eselon, maka
solusinya dapat dengan mudah dideskripsikan. Untuk keperluan ini, diperkenalkan konsep
kolom pivot.
Definisi 1.2.6. Kolom pivot dari suatu matriks bentuk eselon adalah kolom yang memuat
unsur utama dan unsur utama ini disebut pivot.
Sistem persamaan linier adalah takkonsisten jika bentuk eselon dari matriks diperbe-
sarnya mempunyai unsur utama pada kolom paling kanan. Dengan kata lain, jika kolom
terakhir pada bentuk eselon dari matriks diperbesar suatu SPL merupakan kolom pivot,
maka SPL tersebut takkonsisten; jika tidak, SPL konsisten.
Jika SPL konsisten, maka kolom pivot dapat digunakan untuk menentukan vari-
abel utama dan variabel bebas. Variabel yang berkorespondensi dengan kolom pivot
menjadi variabel utama sedangkan variabel lainnnya menjadi variabel bebas. Biasanya
variabel bebas ini diberi nama baru, yaitu parameter.
Contoh 1.2.6. Tentukan kolom pivot dan pivot dari matriks berikut:
0 −3 −6 4 9
−1 −2 −1 3 1
−2 −3 0 3 1
1 4 5 −9 −7
Dari sini kita dapatkan bahwa kolom-kolom 1, 2, dan 4 adalah kolom-kolom pivot dan
pivotnya adalah 1, 2, dan −5. ♣♣♣
Aljabar Linier 15
Dari sini kita turunkan sistem yang ekivalen dengan sistem semula, yakni
x1 + 4x3 = −3
x2 − 2x3 = 1
x4 = 2
x5 = 0
Contoh 1.2.8. Periksa apakah bidang-bidang berikut melalui titik yang sama.
−x − z = −2
2x − y + z = 1
−3x + 2y − 2z = −1
x − 2y + 3z = −2
5x + 2y + 6z = −1
Solusi. Dalam hal ini kita akan mencari solusi dari sistem yang diberikan. Reduksi baris
Aljabar Linier 16
Dari matriks ini kita peroleh x = 1, y = 0, dan z = −1. Jadi kelima bidang tersebut
melalui titik dengan koordinat (1, 0, −1). ♣♣♣
x1 + 2x3 − 2x4 = 1
−x1 + x2 + x4 = −2
x2 + 2x3 − x4 = 1
Baris terakhir dari matriks ini menyatakan bahwa 0 = 2 yang bernilai salah. Jadi sistem
tersebut takkonsisten. ♣♣♣
Latihan 1.2
y + 2z = 6
(a). 3x − 3y − 3z = −15
x + 3y + 3z = 11
3x + y + 3z = 15
(b). −x + 3y − z = −5
2x + 4y + 2z = 9
Aljabar Linier 17
x+ y=1
y+ z=1
(c).
z+w=1
x+w=1
2. Tunjukkan bahwa sistem berikut konsisten jika dan hanya jika c = 2a − 3b dan
selesaikan sistem dalam kondisi ini.
2x − y + 3z = a
3x + y − 5z = b
−5x − 5y + 21z = c
3. Tentukan nilai t yang menyebabkan sistem berikut konsisten dan selesaikan sistem
untuk nilai t tersebut.
x+ y=1
tx + y = t
(1 + t)x + 2y = 3
sin θ − 4 cos θ = 4
4 sin θ − 4 cos θ = 4
Untuk soal 5 dan 6, klasifikasikan setiap matriks ke dalam salah satu kategori
berikut:
7. Misalkan matriks diperbesar dari suatu sistem linier telah diredusir menjadi bentuk
eselon atau eselon tereduksi seperti berikut. Selesaikan sistem tersebut.
1 0 8 −5 6 1 0 0 −7 8
a. 0 1 4 −9 3 b. 0 1 0 3 2
0 0 1 1 2 0 0 1 1 −5
1 −3 4 7
1 −3 0 0
c. 0 1 2 2 d.
0 0 0 1
0 0 1 5
1 −6 0 0 3 −2 1 7 −2 0 −8 −3
0 0 1 0 4 7 0 0 1 1 6 5
e.
f.
0 0 0 1 5 8 0 0 0 1 3 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
x + z + w = −5
x − z + w = −1
(a).
x + y + z + w = −3
2x + 2z = −2
Aljabar Linier 19
− 2b + 3c = 1
(b). 3a + 6b − 3c = −2
6a + 6b + 3c = 5
x − y + 2z − w = −1
2x + y − 2z − 2w = −2
(c).
−x + 2y − 4z + w = 1
3x − 3w = −3
10. Tentukan nilai k sehingga sistem berikut mempunyai persis satu solusi, tak terhingga
banyaknya solusi atau tidak mempunyai solusi.
x + 2y − 3z = 4
3x − y + 5z = 2
4x + y + (k 2 − 14)z = k + 2
1 2 3 1 0 7
b). dan
4 −1 2 0 1 10
Aljabar Linier 20
14. Matriks diperbesar dari suatu sistem linier telah diredusir menjadi bentuk eselon
seperti berikut. Apa yang dapat dikatakan tentang sistem tersebut ?
2 a b d
2 a b d f
0 2 c e
a). 0 2 c e g b).
0 0 2 f
0 0 0 2 h
0 0 0 2
3. t = 2; x = 1, y = 0.]
6. (a). Keduanya; (b). Bukan keduanya; (c). Bukan keduanya; (d). Keduanya; (e).
Bentuk eselon baris; (f). Keduanya.
10. k = −4 tak ada solusi; k = 4 takhingga banyaknya solusi; k ̸= ±4 tepat satu solusi.
1 3 1 0
12. Salah satu kemungkinan adalah dan .
0 1 0 1
13. (a). Ya
14. (a). Kolom terakhir bukan pivot sehingga sistem mempunyai solusi. Karena kolom
ketiga bukan pivot, terdapat takhingga banyaknya solusi.
(b). Kolom terakhir adalah pivot sehingga sistem tidak mempunyai solusi.
Aljabar Linier 21
x−y =0
−2x + 2y = 0
Karena SPL homogen selalu konsisten, maka salah satu dari pernyataan berikut pasti
benar untuk sistem homogen:
2. Disamping solusi trivial, sistem homogen mempunyai tak terhingga banyaknya solusi
taktrivial.
Teorema berikut menjamin bahwa sistem homogen pasti mempunyai soluti taktrivial.
Teorema 1.3.1. Sistem homogen yang mempunyai lebih banyak variabel daripada per-
samaan selalu mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.
Teorema ini hanya berlaku untuk sistem homogen. Sistem nonhomogen yang mem-
punyai lebih banyak variabel daripada persamaan tidak mesti konsisten. Akan tetapi jika
konsisten, maka sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.
Aljabar Linier 22
2x1 + 2x2 − x3 + x5 = 0
−x1 − x2 + 2x3 − 3x4 + x5 = 0
x1 + x2 − 2x3 − x5 = 0
x3 + x4 + x5 = 0
Solusi. Sistem homogen ini mempunyai 4 persamaan dan 5 variabel sehingga menu-
rut Teorema 1.3.1, sistem ini mempunyai solusi takhingga banyaknya. Kita akan cari
solusinya. Setelah melakukan serangkaian OBE kita peroleh matriks eselon tereduksi
berikut:
1 1 0 0 1 0
0 0 1 0 1 0
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0
x1 + x2 + x5 = 0
x3 + x5 = 0
x4 =0
x1 + 2x2 + 3x3 = a
4x1 + 5x2 + 6x3 =
7x1 + 8x2 + 9x3 = c
Latihan 1.3
2x + 2y + 4z = 0
2x1 + x2 + 3x3 = 0
w − y − 3z = 0
(a). x1 + 2x2 =0 (b).
2w + 3x + y + z = 0
x2 + x3 = 0
−2w + x + 3y − 2z = 0
x + 2y + 3z + 4w = 0
2x + 2y + 3z + 4w = 0
(c).
3x + 3y + 3z + 4w = 0
4x + 4y + 4z + 4w = 0
−3x1 + x2 + x3 + x4 = 0
x1 − 3x2 + x3 + x4 = 0
x1 + x2 − 3x3 + x4 = 0
x1 + x2 + x3 − 3x4 = 0
x1 = x2 = x3 = x4 dengan x4 sembarang
x + (λ − 3)y = 0
(λ − 3)x + y=0
3x1 + x2 + x3 + x4 = 0
5x1 − x2 + x3 − x4 = 0
x1 + x3 + x5 = 0
x2 + x4 + x5 = 0
x1 + x2 + x3 + x4 = 0
x3 + x4 = 0
7. Bentuk sistem persamaan linier homogen dengan dua persamaan yang tidak saling
berkelipatan serta mempunyai solusi x1 = 1, x2 = −1, x3 = 1, x4 = 2 dan x1 = 2,
x2 = 0, x3 = 3, x4 = −1.
Contoh 1.4.1. Temperatur rata-rata (dalam Fahrenheit) dari 3 kota A, B, dan C adalah
88◦ pada saat musim panas. Temperatur kota B 9◦ lebih tinggi dari rata-rata temperature
kota A dan C. Kota C mempunyai temperatur 9◦ lebih rendah dari rata-rata temperatur
dua kota lainnya. Tentukan temperatur (dalam Fahrenheit) dari masing-masing kota.
x+y+z
= 88
3
x+z
y= +9
2
x+y
z= −9
2
Setelah menuliskan sistem ini dalam bentuk standar dan mengaplikasikan eliminasi Gauss
kita peroleh x = 88◦ , y = 94◦ , dan z = 82◦ . ♣♣♣
a CH4 + b O2 → c CO2 + d H2 O.
Solusi. Agar reaksi setimbang, banyak atom di sebelah kiri tanda panah harus sama
dengan banyak atom di sebelah kanan tanda panah. Berdasarkan prinsip ini, diperoleh
a = c sebab banyaknya atom karbon pada kedua ruas haruslah sama. Dengan argumentasi
yang sama, diturunkan sistem persamaan linier berikut:
a=c
4a = 2d
2b = 2c + d
Gambar 1.4.1
Solusi. Untuk menyelesaikan soal ini, kita memerlukan hukum Archimedes yang meny-
atakan bahwa dua massa pada suatu pengangkat seimbang bila berat massa tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya dari titik tumpu. Untuk menyeimbangkan dua pen-
gangkat yang kecil, berdasarkan hukum Archimedes, kita menginginkan 2w1 = 6w2 un-
tuk pengangkat sebelah kiri dan 2w3 = 8w4 untuk pengangkat sebelah kanan. Untuk
menyeimbangkan pengangkat utama, kita inginkan 5(w1 + w2 ) = 10(w3 + w4 ). Jadi kita
memperoleh sistem homogen dengan 3 persamaan dalam 4 variabel:
Solusi dari sistem ini diberikan oleh w1 = 7, 5s, w2 = 2, 5s, w3 = 4s, dan w4 = s,
s ∈ R. Jadi banyak sekali benda yang bisa menyeimbangkan sistem pengangkat ini
asalkan beratnya merupakan kelipatan bilangan-bilangan 7, 5; 2, 5; 4; dan 1. ♣♣♣
Latihan 1.4
1. Buktikan aturan kosinus, yakni untuk setiap segitiga ABC (lihat Gambar 1.4.2)
berlaku
b2 + c2 − a2 a2 + c2 − b2 a2 + b2 − c2
cos α = , cos β = , cos γ = .
2bc 2ac 2ab
Aljabar Linier 27
2. Tentukan arus I1 , I2 , dan I3 pada jaringan yang diberikan oleh Gambar 1.4.3.
4. Seorang ibu akan membagi warisan senilai $400.000 untuk keempat putranya seba-
3
gai berikut: 4
dari warisan itu dibagi rata untuk putra-putranya. Untuk sisanya,
setiap anak akan menerima $3.000 setiap tahun sampai anak berusia 25 tahun. Jika
masing-masing anak berselisih usia 4 tahun, tentukan warisan yang diterima oleh
masing-masing anak.
(a). C3 H8 + O2 → CO2 + H2 O.
(b). CH3 COF + H2 O → CH3 COOH + HF.
6. (a). Tentukan polinomial kuadratik yang grafiknya melalui titik-titik (1, 1), (2, 2),
dan (3, 5).
(b). Tentukan polinomial kubik yang grafiknya melalui titik-titik (1, 3), (2, −2),
(3, −5), dan (4, 0).
7. Gambar 1.4.4 menunjukkan diagram rencana arus lalu lintas pada suatu kompleks
pertamanan. Rencana ini juga memuat pemasangan lampu lalu lintas yang dikontrol
dengan komputer. Angka-angka pada diagram menunjukkan rata-rata banyaknya
kendaraan per jam yang melintas. Semua jalan satu arah.
Aljabar Linier 28
Gambar 1.4.4
(a). Berapa kendaraan per jam yang seharusnya melintasi lampu lalu lintas agar
rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang masuk ke kompleks sama dengan
rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang keluar dari kompleks?
(b). Asumsikan bahwa lampu lalu lintas telah diatur sedemikian sehingga total
arus kendaraan masuk dan keluar kompleks berimbang. Apakah yang dapat
dikatakan tentang rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang akan melintas
sepanjang jalan yang membatasi kompleks?
2. a = 9, b = 2, c = 3, d = 7. e = 8, f = 1.
3. Anak tertua mendapat $82.000, anak kedua mendapat $94.000, anak ketiga men-
dapat $106.000, dan anak termuda mendapat $118.000.
4. (a). 600 (b). 0 ≤ x1 ≤ 700, 300 ≤ x2 ≤ 1000, 0 ≤ x3 ≤ 700, 0 ≤ x4 ≤ 700
5. I1 = 6A, I2 = −5A, I3 = 1A
6. (a). C3 H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2 O (b). CH3 COF + H2 O → CH3 COOH + HF
7. (a). p(x) = x2 − 2x + 2 (b). p(x) = 4 + 3x − 5x2 + x3
Aljabar Linier 29
Rangkuman
Sistem persamaan linier dengan m persamaan dalam n variabel x1 , x2 , . . . , xn tersusun
atas m persamaan linier dalam bentuk
(b). Penskalaan baris: Mengalikan suatu baris dengan suatu skalar tak nol.
Eliminasi Gauss meredusir matriks menjadi bentuk eselon sedangkan eliminasi Gauss-
Jordan meredusir matriks menjadi bentuk eselon tereduksi.
Aljabar Linier 30
Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris jika mempunyai sifat-sifat berikut.
2. Unsur utama dari suatu baris berada pada kolom yang posisinya di sebelah kanan
dari unsur utama pada baris diatasnya.
3. Semua unsur di bawah unsur utama pada suatu kolom adalah nol.
2. semua unsur di atas dan di bawah 1 utama pada suatu kolom adalah nol,
Daftar Pustaka
Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.
Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
Aljabar Linier 32
BAB 2
Pada Bab 1 kita telah memperkenalkan matriks dalam kaitannya dengan sistem per-
samaan linier, yakni matriks koefisien dan matriks diperbesar. Dalam bab ini akan kita
bahas lebih rinci beberapa aspek matriks antara lain operasi matriks dan sifat-sifatnya,
jenis matriks, invers matriks dan sifat-sifatnya, keterkaitan invers matriks dengan sistem
persamaan linier dan determinan.
Unsur dari matriks A adalah 1, 2, −3, 1, 4, dan 0. Ukuran (atau orde) matriks diten-
tukan oleh banyaknya baris dan kolom yang dimiliki oleh matriks bersangkutan. Misalnya
matriks A di atas mempunyai 3 baris dan 2 kolom sehingga A mempunyai ukuran 3 × 2
(yang juga dituliskan sebagai A3×2 ) sedangkan matriks M mempunyai ukuran 1 × 4.
33
Aljabar Linier 34
A = [a 1 a 2 · · · a n ].
berikut.
1 0 0 1 3 −1 1 0 0 1 0 0
A = 0 −3 0 , B= 0 2 4 , C = −2 3 4 , I= 0 1 0 .
0 0 2 0 0 5 0 4 1 0 0 1
Matriks A adalah matriks diagonal, B matriks segitiga atas, C matriks segitiga bawah,
dan I matriks identitas.
Dua matriks dikatakan sama jika kedua matriks mempunyai ukuran yang sama dan
unsur-unsur yang bersesuaian letak sama. Misalnya
a 5 1 5
=
−2 0 −1 b
Jika k suatu skalar dan A suatu matriks, maka perkalian skalar kA adalah matriks
yang unsur-unsurnya diperoleh dengan mengalikan setiap unsur A dengan k. Matriks kA
disebut kelipatan skalar dari A.
Contoh 2.2.1.
1 1 −1 2 2 −2
2 =
0 5 7 0 10 14
4 0 5 1 1 1 5 1 6
+ =
−1 3 2 3 5 7 2 8 9
4 0 5 2 2 2 2 −2 3
− = .
−1 3 2 6 10 14 −7 −7 −12
♣♣♣
Perkalian Matriks
dari matriks AB kita kalikan unsur-unsur yang bersesuaian dari baris i pada matriks A
dan kolom j pada matriks B kemudian hasil kali ini dijumlahkan.
Solusi. Banyaknya kolom matriks A adalah 2 dan banyaknya baris matriks B adalah 2
sehingga matriks AB terdefinisi. Tulis B = [b1 b2 b3 ] dan hitung
2 3 4 2 3 3 2 3 6
Ab1 = Ab2 = Ab3 =
1 −5 1 1 −5 −2 1 −5 3
2·4+3·1 2 · 3 + 3 · −2 2·6+3·3
= = =
1 · 4 + (−5) · 1 1 · 3 + (−5) · −2 1 · 6 + (−5) · 3
11 0 21
= = =
−1 13 −9
Maka
11 0 21
AB = [Ab1 Ab2 Ab3 ] = .
−1 13 −9
♣♣♣
Solusi. Unsur-unsur pada baris kedua dari AB berasal dari baris kedua dari A dan
kolom-kolom dari B. Dalam hal ini kita tidak memerlukan matriks A secara utuh. Kita
Aljabar Linier 38
hanya perlu baris kedua dari A dan kita kalikan dengan matriks B. Jadi kita hitung
4 −6
[ ]
−1 3 −4 7 1
3 2
[ ]
= (−1) · (4) + (3) · (7) + (−4) · (3)(−1) · (−6) + (3) · (1) + (−4) · (2)
[ ]
= 5 1 .
♣♣♣
Dari Contoh 2.2.3 terlihat bahwa baris ke–i dari AB adalah hasil kali baris ke–i dari A
dengan B. Demikian pula, kolom ke–j dari AB adalah hasil kali matriks A dengan kolom
ke–j dari B.
1. (AB)C = A(BC)
2. A(B ± C) = AB ± AC
3. (B ± C)A = BA ± CA
4. k(BC) = (kB)C = B(kC)
5. IA = AI = A
6. OA = O dan AO = O.
Urutan dari kiri ke kanan dalam perkalian matriks sangat penting sebab pada umum-
nya AB dan BA tidaklah sama. Misalnya
4 3 7 −2 7 −2 4 3
̸= .
2 1 1 5 1 5 2 1
Jika AB = BA, maka kita katakan A dan B commute satu sama lain.
Teorema 2.2.3. Jika A matriks bujur sangkar, maka untuk semua bilangan bulat positif
k dan m berlaku
maka
1 −3
14
3 4
2 3 0 1 5
AT = −2 26 71 , BT = , C =
T
.
6 8 4 1 −2
0 −5 19
1 2
Perhatikan bahwa untuk matriks bujur sangkar, transpose dapat diperoleh dengan
mencerminkan unsur-unsur matriks terhadap diagonal utama. Cermati matriks A pada
Contoh 2.2.5.
1. (AT )T = A
2. (A ± B)T = AT ± B T
4. (AB)T = B T AT .
Suatu matriks bujur sangkar yang sama dengan transposenya disebut matriks simetrik.
Dengan kata lain jika A matriks bujur sangkar maka A simetrik bila AT = A. Sedangkan
matriks A adalah matriks simetrik pencong (skew-symmmetric matrix) jika A = −AT .
Dapat diperiksa dengan mudah bahwa matriks
1 4 5 0 4 5
A = 4 −3 0 dan B = −4 0 1
5 0 7 −5 −1 0
1. AT simetrik.
2. A + B dan A − B simetrik.
3. kA simetrik.
Pada umumnya hasil kali matriks simetrik tidak selalu merupakan matriks simetrik.
Hasil kali dua matriks simetrik merupakan matriks simetrik jika dan hanya jika kedua
matriks tersebut commute.
Jika A matriks bujur sangkar, maka trace dari A, dinotasikan tr(A) didefinisikan
sebagai jumlah dari unsur-unsur pada diagonal utama. Trace hanya terdefinisi untuk
matriks bujur sangkar.
Aljabar Linier 42
1. Tentukan apakah matriks berikut simetrik, simetrik pencong atau bukan keduanya.
0 −3 −3
2 −1
3 4
(a). (b). (c). −3 0 3
4 0 1 2
−3 3 1
1 −3 −3 0 −3 −3
1 2 0
(d). −3 4 −3 (e). 3 0 1 (f ). .
2 1 0
3 3 0 3 −1 0
Hitung ekspresi-ekspresi berikut jika terdefinisi dan berikan alasan untuk ekspresi
yang tak terdefinisi.
3. Buktikan
(a). Jika A matriks simetrik pencong yang dapat dibalik, maka A−1 juga matriks
simetrik pencong.
(b). Jika A dan B matriks simetrik pencong dan k suatu skalar, maka AT , A ± B,
dan kA juga matriks simetrik pencong.
1. (a). simetrik, (b). bukan keduanya, (c). simetrik, (d). bukan keduanya, (e).
simetrik pencong, (f). bukan keduanya.
2. (a). orde beda, (b) dan (c) terdefinisi, (d). trace hanya terdefinisi untuk matriks
bujursangkar, (e) dan (f) terdefinisi, (g). orde beda, (h)–(l) terdefinisi.
1 0 0 ± 13 0 0
4. (a). 0 −1 0 , (b). 0 ± 2 1
0 .
0 0 −1 0 0 ±1
5. (b). x = 21 , y = −6, z = 0.
6. k = 9.
b = −9,
8. a = 11, c = −13.
1 n
10. An = .
0 1
Invers suatu matriks adalah tunggal. Jika B dan C keduanya merupakan invers dari
A, maka kita mempunyai
B = BI = B(AC) = (BA)C = IC = C.
Jadi B = C. Ini berarti A mempunyai hanya satu invers. Invers dari suatu matriks A
yang nonsingular dinotasikan dengan A−1 . Jadi
Matriks bujur sangkar yang tidak mempunyai invers dikatakan tak dapat dibalik atau
singular.
Aljabar Linier 45
2 5 −7 −5
Contoh 2.3.1. Jika A = dan C = , maka A dan C adalah
−3 −7 3 2
invers satu sama lain sebab AC = I dan CA = I. ♣♣♣
(AB)−1 = B −1 A−1 .
1. Karena A dapat dibalik, maka AA−1 = I = A−1 A. Ini menunjukkan bahwa A−1
dapat dibalik dan (A−1 )−1 = A.
2. Kita akan menunjukkan bahwa (AB)(B −1 A−1 ) = I = (B −1 A−1 )(AB).
Jika A dapat dibalik, kita dapat mendefinisikan matriks A dengan pangkat negatif
sebagai berikut. Untuk k bilangan bulat positif, kita definisikan:
Teorema 2.3.2. Misalkan A matriks yang dapat dibalik; k dan m dua bilangan bulat dan
c skalar taknol. Maka
Aljabar Linier 46
1. CA = CB =⇒ A = B
2. AC = BC =⇒ A = B.
Bukti.
=⇒ IA = IB =⇒ A = B.
=⇒ AI = BI =⇒ A = B.
Dalam teorema berikut kita formulasikan hubungan antara matriks simetrik dan inver-
snya.
Teorema 2.3.4.
1. Jika A matriks simetrik yang dapat dibalik, maka A−1 juga simetrik.
2. Jika A matriks yang dapat dibalik, maka AAT dan AT A juga dapat dibalik dan
simetrik.
Aljabar Linier 47
Bukti.
1. Karena A simetrik dan dapat dibalik, berarti A−1 ada dan A = AT . Jadi
Penghitungan A−1
Untuk matriks berukuran 2×2 terdapat formula untuk menentukan inversnya seperti
dinyatakan dalam teorema berikut.
a b
Teorema 2.3.5. Misalkan A = . Jika ad − bc ̸= 0, maka A dapat dibalik dan
c d
invers A diberikan oleh
1 d −b
A−1 = .
ad − bc −c a
Jika ad − bc = 0, maka A tak dapat dibalik.
♣♣♣
Untuk matriks dengan ukuran di atas 3 × 3 tidak ada formula untuk menentukan
inversnya. Tetapi kita akan menggunakan reduksi baris untuk menentukan invers suatu
matriks. Contoh berikut mengilustrasikan dan menjustifikasi metode yang digunakan.
Misalkan matriks A dan inversnya A−1 diberikan oleh
2 3 x y
A= dan A−1 = .
1 2 z w
2x + 3z = 1 2y + 3w = 0
dan (2.3.1)
x + 2z = 0 y + 2w = 1
Jika dilakukan reduksi baris terhadap kedua matriks ini diperoleh bentuk eselon baris
tereduksi berikut:
1 0 2 1 0 −3
dan .
0 1 −1 0 1 2
Kedua matriks tereduksi ini memberikan dua persamaan, yakni persamaan pertama mem-
berikan x = 2 dan z = −1 dan dari persamaan kedua kita peroleh y = −3 dan w = 2.
Jadi
2 −3
A−1 = . (2.3.3)
−1 2
Perhatikan kembali sistem (2.3.1). Karena kedua sistem pada (2.3.1) mempunyai matriks
koefisien yang sama, maka (2.3.2) dapat dituliskan dalam satu matriks sebagai berikut:
2 3 : 1 0
1 2 : 0 1
Aljabar Linier 49
Bila kita bandingkan dengan invers pada (2.3.3), maka dari (2.3.4) dapat kita lihat bahwa
invers dari A diberikan oleh matriks di sebelah kanan tanda titik dua. Perhatikan bahwa
kita mulai dengan [A : I] dan setelah reduksi baris kita mendapatkan [I : A−1 ]. Dari
sini kita dapat baca A−1 .
0 1 2
Contoh 2.3.3. Dapatkan invers (jika ada) dari matriks A = 1 0 3 .
4 −3 8
Dan setelah reduksi baris kita peroleh bentuk eselon tereduksi berikut:
−9 −3
1 0 0 : 2 7 2
−1
[A : I] = 0 1 0 : −2 4 −1 = [I : A ].
0 0 1 : 3
2
−2 1
2
Karena terdapat baris nol di sebelah kiri, berarti A tidak dapat dibalik. ♣♣♣
Latihan 2.3
1. Dapatkan A dari matriks berikut.
2 −1 −3 7
(a). A−1 = , (b). (7A)−1 =
3 5 1 −2
−3 −1 −1 2
(c). (5AT )−1 = , (d). (I + 2A)−1 = .
5 2 4 5
2. Tunjukkan bahwa jika matriks bujur sangkar A memenuhi A2 − 3A + I = O, maka
A−1 = 3I − A.
4. Dengan reduksi baris tentukan invers (jika ada) dari matriks-matriks berikut.
−1 3 −4
6 −4
1 4
(a). (b). (c). 2 4 1
2 7 −3 2
−4 2 −9
0 0 2 0 1 0 0 0
2 6 6
1 0 0 1 1 3 0 0
(d). 2 7 6
(e).
(f ). .
0 −1 3 0 1 3 5 0
2 7 7
2 1 5 −3 1 3 5 7
Aljabar Linier 51
7. Misalkan (B −C)A = 0 dengan B dan C matriks ukuran m×n dan A dapat dibalik.
Tunjukkan bahwa B = C.
8. Misalkan A dan B matriks-matriks ukuran n × n, B dapat dibalik, dan AB juga
dapat dibalik. Tunjukkan bahwa A dapat dibalik.
1 1 −1
−1
9. Tentukan semua nilai k sehingga A ada dengan A = 0 −1 1 .
−1 −2 k
1 0 0
10. Hitung A−1 , A−2 , A−3 , A−24 , A−25 dengan A = 0 −1 1 .
0 0 1
− 13
9 1
13 .
2
13
− 13
6
0 −3
7
2
4. (c). tak dapat dibalik, (d). −1 1 0
0 −1 1
Aljabar Linier 52
− 45 3 1 1
1 0 0 0
5 5 5
1
3
0 −1 0 −3 1
0 0
(e).
2 ,
(f).
3
1
0 0 0 0 − 15 1
0
2 5
4
5
2
5
− 51 − 15 0 0 −7 7
1 1
1
0 0 0
k
1
− k2 1
0 0
5. (c).
1
k .
k3 − k12 1
0
k
− k4
1 1
k3
− k2 k
1 1
9. k = 1.
2.4 Determinan
Determinan merupakan salah satu topik aljabar linier yang sangat berguna dengan
banyak aplikasi pada berbagai bidang ilmu seperti teknik, fisika, ekonomi, dan matem-
atika sendiri. Dalam bagian ini, kita akan membahas cara menghitung determinan suatu
matriks.
Telah diperkenalkan pada Bagian 3 dari bab ini bahwa determinan dari matriks
a11 a12
A=
a21 a22
adalah bilangan det(A) = a11 a22 − a12 a21 . Kita gunakan determinan matriks 2 × 2 untuk
mendapatkan determinan matriks 3 × 3 sebagai berikut. Misalkan
a a a13
11 12
B = a21 a22 a23 ,
a31 a32 a33
maka
a22 a23 a21 a23 a21 a22
det(B) = a11 det − a12 det + a13 det (2.4.1)
a32 a33 a31 a33 a31 a32
Aljabar Linier 53
atau
det(B) = a11 (a22 a33 − a23 a32 ) − a12 (a21 a33 − a23 a31 ) + a13 (a21 a32 − a22 a31 ). (2.4.2)
Ada suatu skema yang mudah digunakan untuk mengingat formula ini yang disebut
skema Sarrus. Kita tambahkan dua kolom pertama dari B di sebelah kanan matriks B
dan bentuk hasil kali dari unsur-unsur yang tertutup oleh panah. Lihat Gambar 2.5.1.
Ekspansi Kofaktor
Misalkan
a11 a12 · · · a1n
a21 a22 · · · a2n
A=
.. .. .. ..
.
. . . .
an1 an2 · · · ann
Kofaktor (i, j), dinotasikan Cij , dari A adalah minor (i, j) bertanda, yaitu:
Determinan dari A dapat dihitung dengan ekspansi menurut baris ke–i dalam suku-suku
kofaktor sebagai berikut:
atau ekspansikan menurut kolom ke–j dalam suku-suku kofaktor sebagai berikut:
Rumus (2.5.1) merupakan hasil ekspansi kofaktor menurut baris pertama. Perhatikan
persamaan (2.5.1). Setiap unsur dari baris pertama dikalikan dengan minor yang sesuai.
Setiap hasil kali ini dikalikan dengan +1 atau −1, tergantung dari posisi unsur pada ma-
triks. Lalu hasil kali bertanda ini dijumlahkan untuk memperoleh determinan. Dalam
proses ini kita dapat memilih sembarang baris atau kolom dan hasilnya pasti sama. Per-
hatikan bahwa tanda dari posisi (i, j) diberikan oleh (−1)i+j .
4 −1 2 −1
det(A) = a11 · (−1)1+1 · det + a12 · (−1)1+2 · det +
−2 0 0 0
2 4
a13 · (−1)1+3 · det
0 −2
4 −1 2 −1 2 4
= 1 · det − 5 · det + 0 · det = −2.
−2 0 0 0 0 −2
5 0 1 0
det(A) = a31 · (−1)3+1 · det + a32 · (−1)3+2 · det +
4 −1 2 −1
1 5
a33 · (−1)3+3 · det
2 4
5 0 1 0 1 5
= 0 · det − (−2) · det + 0 · det = −2.
4 −1 2 −1 2 4
2 −1 1 0
det(A) = a12 · (−1)1+2 · det + a22 · (−1)2+2 · det +
0 0 0 0
1 0
a32 · (−1)3+2 · det
2 −1
2 −1 1 0 1 0
= −5 · det + 4 · det − (−2) · det = −2.
0 0 0 0 2 −1
♣♣♣
Secara formal, ekspansi kofaktor dilakukan dengan menghitung minor dan kofaktor. Se-
bagai contoh, lihat kembali perhitungan det(A) dengan ekspansi baris ketiga. Kita hitung
Aljabar Linier 56
Jadi,
♣♣♣
Selain notasi det(·), notasi yang juga umum dipakai untuk determinan adalah meng-
gunakan dua garis vertikal, yakni det(·) = | · | sehingga perhitungan yang terakhir pada
Contoh 2.5.1 dapat dituliskan sebagai
2 −1 1 0 1 0
det(A) = −5 + 4
− (−2)
= −2.
0 0 0 0 2 −1
Untuk matriks tertentu, determinan sangat mudah dihitung seperti dinyatakan dalam
teorema berikut.
Teorema 2.4.1. Jika A matriks segitiga (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal),
maka det(A) adalah hasil kali unsur-unsur pada diagonal utama dari A.
Dalam teorema berikut kita formulasikan efek dari OBE terhadap determinan.
1. Jika kelipatan suatu baris (kolom) dari A ditambahkan ke baris (kolom) yang lain
untuk menghasilkan matriks B, maka det(B) = det(A).
2. Jika dua baris (kolom) dari A dipertukarkan untuk memperoleh B, maka det(B) =
− det(A).
Aljabar Linier 57
3. Jika satu baris (kolom) dari A dikalikan dengan skalar k untuk mendapatkan B,
maka det(B) = k det(A).
Solusi. Kita redusir matriks A ke bentuk eselon dan aplikasikan Teorema 2.5.1 dan 2.5.2.
1 −4 2 1 −4 2
det(A) = −2 8 −9 R2 + 2R1 → R2 = 0 0 −5 R3 + R1 → R3
−−−−−−−−−−−→ −−−−−−−−−−→
−1 7 0 −1 7 0
1 −4 2 1 −4 2
= −2 8 −9 2 R ↔ R = − 0 3 2 = −(1)(3)(−5) = 15.
−−−−−−→
3
0 3 2 0 0 −5
♣♣♣
Aljabar Linier 58
Contoh 2.4.3.
2 4 6 −2 16 1 2 3 −1 8
0 0 4 2 −1 0 0 4 2 −1
0 −5 5 3 7 = 2 0 −5 5 3 7 dengan 1
R
2 1
→ R1
0 0 0 1 6 0 0 0 1 6
1 2 3 −2 −9 1 2 3 −2 −9
1 2 3 −1 8
0 0 4 2 −1
= 2 0 −5 5 3 7 dengan − R1 + R5 → R5
0 0 0 1 6
0 0 0 −1 −17
1 2 3 −1 8
0 −5 5 3 7
= −2 0 0 4 2 −1 dengan R2 ↔ R3
0 0 0 1 6
0 0 0 −1 −17
1 2 3 −1 8
0 −5 5 3 7
= −2 0 0 4 2 −1 dengan R4 + R5 → R5
0 0 0 1 6
0 0 0 0 −11
= (−2)(−5)(4)(1)(−11) = −440.
♣♣♣
Teorema 2.4.3. Matriks A berukuran n × n dapat dibalik jika dan hanya jika det(A) ̸= 0.
Dari Teorema 2.5.2 dan ekspansi kofaktor kita dapat merumuskan teorema berikut.
♣♣♣
Sekarang kita bahas determinan untuk matriks A+B, kA, AB, transpose, dan invers.
Sayang sekali tidak ada formula untuk menghitung determinan dari jumlah dua matriks,
det(A + B). Pada umumnya
det(kA) = k n det(A).
Bukti. Dengan mengaplikasikan bagian 3 dari Teorema 2.5.2 berkali-kali kita faktorkan
satu skalar k dari tiap-tiap baris. Jika A = [a 1 a 2 · · · a n ], maka
= k 2 det[a 1 a 2 · · · ka n ] = · · · = k n det[a 1 a 2 · · · a n ]
= k n det(A).
Teorema 2.4.7. Determinan dari hasil kali matriks sama dengan hasil kali determinan
dari masing-masing matriks.
Teorema 2.5.7 mempunyai implikasi penting yang dinyatakan dalam teorema berikut.
Solusi.
1. Kita hitung det(A) = −3, det(B) = 10, det(A) det(B) = −30. Dan kita mempunyai
−5 0 0
AB = −5 2 0 .
0 2 3
Dan det(B −1 ) = 1
10
= 1
det(B)
. ♣♣♣
Sekarang akan dipaparkan hasil-hasil lebih lanjut tentang sistem persamaan linier
dan keterbalikan matriks.
Teorema 2.4.9. Setiap sistem persamaan linier mempunyai tepat satu solusi, tidak mem-
punyai solusi, atau mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.
Bukti. Jika A⃗x = ⃗b suatu sistem persamaan linier, maka berlaku salah satu pernyataan
berikut: (a). sistem mempunyai tepat satu solusi, (b). sistem tidak mempunyai solusi,
atau (c). sistem mempunyai takhingga banyaknya solusi. Kita hanya perlu membuktikan
bahwa sistem mempunyai takhingga banyaknya solusi.
Misalkan A⃗x = ⃗b mempunyai lebih dari satu solusi, ⃗x1 dan ⃗x2 yang berbeda. Misalkan
⃗x0 = ⃗x1 − ⃗x2 . Karena ⃗x1 dan ⃗x2 berbeda, ⃗x0 taknol. Kita mempunyai
= ⃗b + k⃗0 = ⃗b + ⃗0 = ⃗b.
Ini berarti ⃗x1 + k⃗x0 solusi dari A⃗x = ⃗b. Karena ⃗x0 taknol dan terdapat banyak sekali
pilihan untuk nilai-nilai k, berarti A⃗x = ⃗b mempunyai takhingga banyaknya solusi.
Sejauh ini, kita telah mempelajari dua metode untuk menyelesaikan sistem per-
samaan linier, yaitu eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss–Jordan. Sekarang kita perke-
nalkan metode alternatif untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dengan menggu-
nakan invers matriks koefisien seperti dirumuskan dalam teorema berikut.
Teorema 2.4.10. Jika A matriks berukuran n × n yang dapat dibalik, maka untuk setiap
matriks ⃗b berukuran n × 1, sistem persamaan linier A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi,
yaitu ⃗x = A−1⃗b.
Bukti. Karena A(A−1⃗b) = ⃗b, berarti ⃗x = A−1⃗b merupakan solusi dari A⃗x = ⃗b. Untuk
menunjukkan ketunggalan solusi, misalkan terdapat solusi lain, yakni ⃗x0 dan kita tun-
jukkan bahwa ⃗x0 sama dengan solusi A−1⃗b. Jika ⃗x0 sembarang solusi, maka A⃗x0 = ⃗b.
Kalikan kedua ruas dengan A−1 didapat ⃗x0 = A−1⃗b.
x+y+ z= 5
x + y − 4z = 10
−4x + y + z = 0
1. A dapat dibalik.
2. A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
Kita juga mempunyai hasil yang menyatakan hubungan antara sistem persamaan
linier homogen dan determinan.
Teorema 2.4.12. Sistem persamaan linier homogen bujur sangkar A⃗x = ⃗0 mempunyai
solusi nontrivial jika dan hanya jika det(A) = 0.
2x + 3y + z = 0
x − y + 2z = 0
x + 4y − z = 0
Solusi. Kita hitung determinan matriks koefisien, diperoleh
2 3 1
1 −1 2 = 0.
1 4 −1
Berdasarkan Teorema 2.5.12 sistem tersebut mempunyai solusi nontrivial. ♣♣♣
Sekarang kita tambahkan dua pernyataan ke Teorema 2.5.11 menyangkut sistem
A⃗x = ⃗b.
Aljabar Linier 64
1. A dapat dibalik.
2. A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.
6. A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.
Sering dalam teori dan praktik kita mencari jawab atas pertanyaan berikut: Misalkan
A matriks berukuran m × n. Apakah sistem persamaan linier A⃗x = ⃗b konsisten untuk
semua matriks ⃗b berukuran n × 1 ?
Jika A dapat dibalik, maka berdasarkan Teorema 2.5.10 jawabannya adalah ”ya”.
Jika A bukan matriks bujur sangkar atau A tak dapat dibalik, maka Teorema 2.5.10
tidak dapat digunakan. Dalam hal ini kita gunakan reduksi baris dan menurunkan kondisi
untuk ⃗b sehingga A⃗x = ⃗b konsisten.
Solusi. Kita hitung det(A) = 0 sehingga Teorema 2.5.10 tidak dapat digunakan. Redusir
matriks diperbesar dari A⃗x = ⃗b:
1 −2 −1 b1 1 −2 −1 b1
−3 1 −6 b2 −→ 0 −5 6 b2 + 3b1
−1 5 −2 b3 0 0 0 b3 + 4b1 + b2
Jadi persamaan A⃗x = ⃗b takkonsisten untuk setiap ⃗b sebab beberapa pilihan ⃗b dapat
membuat b3 + 4b1 + b2 tidak nol. Persamaan A⃗x = ⃗b akan konsisten jika b3 + 4b1 + b2 = 0.
♣♣♣
Aljabar Linier 65
Aturan Cramer
Aturan Cramer menyediakan formula eksplisit untuk mendapatkan solusi dari sis-
tem persamaan linier bujur sangkar yang konsisten. Aturan ini disajikan dalam teorema
berikut.
Teorema 2.4.14. Misalkan A matriks berukuran n × n yang dapat dibalik. Untuk setiap
⃗b ∈ Rn , solusi tunggal ⃗x dari sistem A⃗x = ⃗b diberikan oleh
det(Ai )
xi = , i = 1, 2, . . . , n
det(A)
dimana Ai adalah matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan kolom i dengan ⃗b.
Contoh 2.4.10. Gunakan aturan Cramer untuk menentukan solusi dari sistem
x+y−z=2
x−y+z=3
−x + y + z = 4
dan matriks-matriks
2 1 −1 1 2 −1 1 1 2
A1 = 3 −1 1 , A2 = 1 3 1 , A3 = 1 −1 3 .
4 1 1 −1 4 1 −1 1 4
Kita peroleh
sehingga
det(A1 ) 5 det(A2 ) det(A3 ) 7
x= = , y= = 3, z= = .
det(A) 2 det(A) det(A) 2
♣♣♣
Aljabar Linier 66
Latihan 2.5
1. Hitung determinan matriks-matriks berikut dengan reduksi baris dan dengan ekspansi
kofaktor.
1 3 0 2
5 −6 0 −7 2
1
−2 −5 7 4
(a). −1 −4 4 (b).
(c). 1 3 8
3 5 2 1
−2 −7 9 0 1 1
1 −1 2 −3
1 0 a b
5. Misalkan A = dan B = . Tunjukkan bahwa det(A + B) =
0 1 c d
det(A) + det(B) jika dan hanya jika a + d = 0.
6. Manakah matriks-matriks berikut yang dapat dibalik.
1 0 −1 1 2 3 1 2 3 −3 0 1
(a). 9 −1 4 (b). 2 2 3 (c). 4 5 6 (d). 5 0 6 .
8 9 −1 3 3 3 7 8 9 8 0 3
x+y+z=1
5x + 7y = 3
(a). , (b). x − y + z = 1
2x + 4y = 1
x+y−z=1
2x + y = 7
(c). −3x + z = −8
y + 2z = −3
1. (a). Ekspansi kofaktor menurut baris kedua: det(A) = a21 C21 + a22 C22 + a23 C23 .
(b). Ekspansi kofaktor menurut kolom pertama : det(A) = a11 C11 +a12 C12 +a13 C13 .
2. (a). −50; (b). −2; (c). 0; (d). −5; (e). 1; (f).
3. (a). 6; (b). 72; (c). 18; (d). 6.
6. (a) dan (b).
7. (a). 56; (b). − 17 ; (c). − 78 ; (d). 1
56
; (e). −343; (f). − 343
1
.
9. (a). k = −1, 2; (b). k = −1.
Rangkuman
Matriks adalah pengaturan bilangan dalam bentuk persegi panjang yang ditentukan
oleh baris dan kolom serta dituliskan di antara tanda kurung siku atau kurung biasa.
Ukuran (atau orde) matriks ditentukan oleh banyaknya baris dan kolom yang dimiliki
oleh matriks bersangkutan.
Matriks A berukuran m × n mempunyai m · n elemen yang diatur dalam m baris dan
n kolom:
a a12 · · · a1n
11
a21 a22 · · · a2n
A=
.. .. .. ..
.
. . . .
am1 am2 · · · amn
Aljabar Linier 69
Dua matriks dikatakan sama jika kedua matriks mempunyai ukuran yang sama dan
unsur-unsur yang bersesuaian letak sama.
Jika A matriks ukuran m×n dan B matriks ukuran n×p, maka perkalian matriks AB
menghasilkan matriks berukuran n × p. Perkalian matriks AB terdefinisi bila banyaknya
kolom matriks di kiri (yaitu matriks A) sama dengan banyaknya baris matriks di kanan
(yaitu matriks B). Jadi, urutan dari kiri ke kanan dalam perkalian matriks sangat penting
sebab pada umumnya AB dan BA tidaklah sama. Jika AB = BA, maka kita katakan A
dan B commute satu sama lain.
A0 = I; Ak = AAA
| · · · AA},
{z k > 0.
k faktor
didapat matriks [B : C]. Jika B adalah matriks identitas, maka C = A−1 . Jika B tidak
bisa menjadi matriks identitas, maka A tidak mempunyai invers.
Matriks berukuran n×n disebut matriks elementer jika matriks tersebut diperoleh
dari matriks identitas In dengan melakukan satu dan hanya satu operasi baris elementer
terhadap In . Karena OBE dapat dibalik, kita bisa mendapatkan kembali In dari matriks
elementer dengan melakukan operasi balikan. Setiap matriks elementer E mempunyai
invers yang juga merupakan matriks elementer. Matriks E −1 diperoleh dari I dengan
melakukan operasi balikan dari OBE yang menghasilkan E dari I.
Determinan dari matriks
a11 a12
A=
a21 a22
adalah bilangan det(A) = a11 a22 − a12 a21 .
Determinan matriks 3 × 3 dihitung sebagai berikut. Misalkan
a a a13
11 12
B = a21 a22 a23 ,
a31 a32 a33
maka
a22 a23 a21 a23 a21 a22
det(B) = a11 det − a12 det + a13 det .
a32 a33 a31 a33 a31 a32
Jika A matriks segitiga (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal), maka det(A) adalah
hasil kali unsur-unsur pada diagonal utama dari A.
Determinan dari hasil kali matriks sama dengan hasil kali determinan dari masing-
masing matriks.
det(A1 A2 · · · An ) = det(A1 ) det(A2 ) · · · det(An ).
1. A dapat dibalik.
Aljabar Linier 72
Aturan Cramer menyediakan formula eksplisit untuk mendapatkan solusi dari sistem
persamaan linier bujur sangkar yang konsisten. Misalkan A matriks berukuran n×n yang
dapat dibalik. Untuk setiap ⃗b ∈ Rn , solusi tunggal ⃗x dari sistem A⃗x = ⃗b diberikan oleh
det(Ai )
xi = , i = 1, 2, . . . , n
det(A)
dimana Ai adalah matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan kolom i dengan ⃗b.
Daftar Pustaka
Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.
Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
BAB 3
VEKTOR
Kuantitas seperti panjang, luas daerah, volume dan temperatur ditentukan oleh besarnya
saja sedangkan perpindahan, kecepatan dan gaya ditentukan oleh besar dan arahnya. Per-
pindahan, kecepatan dan gaya adalah contoh-contoh vektor. Vektor memainkan peranan
penting dalam matematika, fisika, teknik, pengolahan citra, komputer grafik dan banyak
lagi bidang-bidang sains lainnya.
Suatu vektor dapat dipandang sebagai matriks dengan satu kolom. Vektor di R2
adalah matriks berukuran 2 × 1 dengan 2 unsur. Misalnya
1
1
⃗u = , ⃗v = 5 .
−1 1
3
x1
⃗x = ,
x2
dapat disajikan sebagai titik dengan koordinat (x1 , x2 ) pada bidang koordinat Cartesius.
Vektor ⃗x juga dapat digambarkan sebagai anak panah dengan titik pangkal (0, 0) dan
titik ujung (x1 , x2 ).
73
Aljabar Linier 74
Gambar 3.1.1 Vektor sebagai titik Gambar 3.1.2 Vektor sebagai anal panah
Gambar 3.1.1 dan Gambar 3.1.2 menunjukkan vektor-vektor
1 2 −2
⃗u = , ⃗v = , ⃗ =
w
−1 2 1
juga dapat direpresentasikan sebagai titik di ruang atau sebagai anak panah yang berpangkal
di (0, 0, 0) dan berujung di (u1 , u2 , u3 ). Perhatikan Gambar 3.1.3.
Aljabar Linier 75
Operasi ini disebut penjumlahan vektor. Jumlah dua vektor ⃗u +⃗v (⃗u, ⃗v di R2 atau R3 )
dapat disajikan secara geometris sebagai diagonal dari jajaran genjang dengan sisi-sisi ⃗u
dan ⃗v . Lihat Gambar 3.1.4. Aturan ini dikenal sebagai hukum penjumlahan jajaran
genjang.
Aljabar Linier 76
Vektor (−1)⃗v disebut lawan atau negatif dari vektor ⃗v dan dinotasikan −⃗v :
(−1)⃗v = −⃗v .
Kita biasanya menuliskan ⃗u + (−1)⃗v sebagai ⃗u − ⃗v dan ini disebut selisih antara ⃗u dan ⃗v :
⃗u − ⃗v = ⃗u + (−1)⃗v .
Vektor yang semua komponennya nol disebut vektor nol dan dinotasikan ⃗0.
0
⃗0 =
0
⃗0 = , 0 .
0
0
Vektor dengan n komponen dimana komponen ke–i adalah 1 dan lainnya 0 dino-
tasikan dengan ⃗ei . Vektor-vektor ⃗e1 , ⃗e2 , . . ., ⃗en disebut vektor basis baku dari Rn .
Misalkan vektor basis baku untuk R2 adalah
1 0
⃗e1 = , ⃗e2 =
0 1
1. (⃗u + ⃗v ) + w
⃗ = ⃗u + (⃗v + w)
⃗
2. ⃗u + ⃗v = ⃗v + ⃗u
3. ⃗u + ⃗0 = ⃗0 + ⃗u = ⃗u
4. ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0
5. a(⃗u + ⃗v ) = a⃗u + a⃗v
6. (a + b)⃗u = a⃗u + b⃗u
7. (ab)⃗u = a(b⃗u) = b(a⃗u)
8. 1⃗u = ⃗u
9. 0⃗u = ⃗0
Contoh 3.1.2. Gunakan Teorema 2.1.1 untuk menentukan vektor ⃗x jika 2⃗x − 4⃗v = 3⃗u.
♣♣♣
Jika P (x1 , y1 , z1 ) dan Q(x2 , y2 , z2 ) masing-masing merupakan titik pangkal dan titik
−→ −→
ujung dari vektor P Q, maka komponen P Q dapat diperoleh dengan mengurangkan ko-
−→
ordinat titik ujung dari koordinat titik pangkal. Lihat Gambar 3.1.5. Vektor P Q adalah
−→ −→
selisih vektor-vektor OP dan OQ. Jadi
−→ −→ −→
P Q = OQ − OQ = (x2 , y2 , z2 ) − (x1 , y1 , z1 )
= (x2 − x1 , y2 − y1 , z2 − z1 ).
Aljabar Linier 78
−→
Gambar 3.1.5 Vektor P Q sebagai selisih koordinat
−→
Contoh 3.1.3. Komponen dari vektor ⃗v =P1 P2 dengan titik pangkal P1 (2, −1, 4) dan
titik ujung P2 (7, 5, −8) adalah
♣♣♣
Panjang dari suatu vektor ⃗u disebut magnitude atau norm dari vektor ⃗u dan dino-
tasikan ∥⃗u∥. Perhatikan Gambar 3.1.6. Dengan menggunakan teorema Phytagoras, ∥⃗u∥
didefinisikan oleh
√
∥⃗u∥ = u21 + u22 .
Untuk vektor di R3 , setelah mengaplikasikan teorema Phytagoras dua kali pada Gam-
bar 3.1.7 kita peroleh
√
∥⃗u∥ = u21 + u22 + u23 .
Aljabar Linier 79
d = ∥⃗u − ⃗v ∥.
♣♣♣
Perhatikan bahwa norm dari hasil kali skalar c⃗u diberikan oleh
∥c⃗u∥ = |c|∥⃗u∥
√
sebab c2 = |c|.
−→
Jika P Q menyatakan vektor yang berpangkal di titik P (p1 , p2 , p3 ) dan berujung di
−→
titik Q(q1 , q2 , q3 ), maka panjang vektor P Q diberikan oleh
−→ √
∥ PQ ∥ = (q1 − p1 )2 + (q2 − p2 )2 + (q3 − p3 )2
yang tidak lain adalah formula untuk jarak antara titik P dan Q di ruang. Jika p3 = q3 =
0, kita peroleh formula untuk jarak antara dua titik di bidang:
√
d= (q1 − p1 )2 + (q2 − p2 )2 .
Aljabar Linier 80
Vektor-vektor ⃗e1 = (1, 0) dan ⃗e2 = (0, 1) yang merupakan vektor basis baku untuk
R2 disebut juga vektor satuan baku dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0), ⃗ȷ = (0, 1). Demikian
juga untuk vektor basis baku bagi R3 , ⃗e1 = (1, 0, 0), ⃗e2 = (0, 1, 0), dan ⃗e3 = (0, 0, 1) juga
disebut vektor satuan baku dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0, 0), ⃗ȷ = (0, 1, 0), ⃗k = (0, 0, 1).
Teorema 3.1.2. Misalkan ⃗v = (v1 , . . . , vn ) vektor taknol dan ⃗u adalah vektor satuan
dalam arah ⃗v . Maka vektor ⃗u diberikan oleh
( )
1 v1 vn
⃗u = ⃗v = ,..., .
∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥
Bukti. Karena ⃗u mempunyai arah yang sama dengan ⃗v , berarti ⃗u merupakan kelipatan
skalar yang positif dari ⃗v . Jadi, ⃗u = k⃗v , k > 0. Karena ⃗u adalah vektor satuan, berarti
∥k⃗v ∥ = 1. Ini memberikan k = 1/∥⃗v ∥. Dengan demikian,
( )
1 v1 vn
⃗u = ⃗v = ,..., .
∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥
Contoh 3.1.5. Dapatkan vektor satuan ⃗u dalam arah vektor ⃗v = (1, −2, 1).
♣♣♣
Latihan 3.1
1. Tentukan komponen-komponen dari vektor dengan titik pangkal P1 dan titik ujung
P2 .
2. Dapatkan vektor ⃗u taknol dengan titik pangkal P (−1, 3, −5) sedemikian sehingga
(a). ⃗v − w
⃗ (b). 6⃗u + 2⃗v (c). −3(⃗v − 8w)
⃗ (d). (2⃗u − 7w)
⃗ − (8⃗v + ⃗u).
5. Misalkan P titik (2, 3, −2) dan Q titik (7, −4, 1). Dengan menggunakan vektor
(a). dapatkan titik tengah dari ruas garis yang menghubungkan P dan Q.
3
(b). dapatkan titik pada ruas garis yang menghubungkan P dan Q yang jauhnya 4
unit dari P .
(a). P (−3, 6), Q(−1, −4) (b). P (7, −5, 1), Q(−7, −2, −1).
10. Misal A, B, dan C titik-titik yang tidak segaris. Jika E titik tengah dari segmen
AF
BC dan F adalah titik pada segmen EA yang memenuhi EF
= 2, buktikan bahwa
F⃗ = 13 (A
⃗+B
⃗ + C).
⃗
⃗u · ⃗v = u1 v1 + · · · + un vn .
Hasil kali titik dapat dipandang sebagai hasil kali matriks dengan memandang ⃗u dan
⃗v sebagai matriks ukuran n × 1, yakni ⃗u · ⃗v = ⃗uT ⃗v .
Solusi.
⃗u · ⃗v = (−1) · (−2) + 2 · 0 + 3 · 2 + 0 · 0 = 8
⃗u · w
⃗ = (−1) · (−2) + 2 · 0 + 3 · (−2) + 0 · 1 = −4
⃗v · w
⃗ = (−2) · (−2) + 0 · 0 + 2 · (−2) + 0 · 1 = 0
♣♣♣
1. ⃗u · ⃗v = ⃗v · ⃗u.
2. ⃗u · (⃗v + w)
⃗ = ⃗u · ⃗v + ⃗u · w.
⃗
3. c(⃗u · ⃗v ) = (c⃗u) · ⃗v = ⃗u · (c⃗v ).
4. ⃗u · ⃗u ≥ 0 dan ⃗u · ⃗u = 0 jika dan hanya jika ⃗u = ⃗0.
= (⃗u + ⃗v ) · ⃗u + (⃗u + ⃗v ) · ⃗v
= ⃗u · ⃗u + ⃗v · ⃗u + ⃗u · ⃗v + ⃗v · ⃗v
= ⃗u · ⃗u + 2⃗u · ⃗v + ⃗v · ⃗v
Untuk membuktikan identitas kedua, gantikan ⃗v dengan −⃗v dalam pembuktian diatas.
Salah satu akibat yang sangat berguna dari Teorema 3.2.2 adalah ketaksamaan
Cauchy–Schwarz.
|⃗u · ⃗v | ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥.
Kesamaan berlaku jika dan hanya jika ⃗u dan ⃗v merupakan kelipatan skalar satu sama
lain.
untuk semua skalar x. Persamaan (3.2.3) merupakan polinomial kuadratik p(x) = ax2 +
bx + c dengan a = ⃗u · ⃗u, b = 2⃗u · ⃗v , dan c = ⃗v · ⃗v . Karena a ≥ 0 dan p(x) ≥ 0 untuk
semua x, berarti grafik dari p(x) terbuka ke atas dan terletak di atas sumbu X atau
menyinggung sumbu X. Jadi p(x) mempunyai dua akar kompleks atau dua akar real
yang sama. Dengan demikian b2 − 4ac ≤ 0. Ini berarti
yang memberikan ketaksamaan Cauchy–Schwarz. Kesamaan berlaku jika dan hanya jika
b2 − 4ac = 0 atau jika dan hanya jika p(x) mempunyai akar real kembar, misalnya r. Jadi,
dengan menggunakan persamaan (3.2.3) dengan x = r kita dapatkan
⇔ r⃗u + ⃗v = 0
⇔ ⃗v = −r⃗u
Karena sembarang bilangan antara −1 dan 1 dapat dituliskan sebagai cos θ untuk 0 ≤ θ ≤
π yang tunggal, maka ketidaksamaan di atas memungkinkan kita untuk mendefinisikan
sudut antara dua vektor. Sudut antara dua vektor ⃗u dan ⃗v adalah bilangan θ yang tunggal
sedemikian sehingga
⃗u · ⃗v
cos θ = , 0 ≤ θ ≤ π.
∥⃗u∥∥⃗v ∥
Dengan menggunakan hasil ini, hasil kali titik dapat dituliskan sebagai
Solusi.
(1, 1) · (3, 0) 1 π
a). θ = arccos = arccos √ =
∥(1, 1)∥∥(3, 0)∥ 2 4
b). Perhatikan Gambar 3.2.1. Misalkan panjang rusuk kubus adalah k.
Gambar 3.2.1
Jika ⃗u1 = (k, 0, 0), ⃗u2 = (0, k, 0), dan ⃗u3 = (0, 0, k), maka diagonal kubus diberikan
oleh vektor
d⃗ = ⃗u1 + ⃗u2 + ⃗u3 = (k, k, k).
Kita akan mencari sudut antara diagonal d⃗ dan diagonal salah satu sisi kubus, dalam
hal ini kita ambil diagonal alas. Vektor
merupakan diagonal dari alas kubus. Misalkan sudut antara d⃗ dan d⃗a adalah θ,
maka
d⃗ · d⃗a 2k 2 2
cos θ = =√ √ =√
⃗ d⃗a ∥
∥d∥∥ 3k 2 2k 2 6
Jadi,
( )
θ = cos−1 √2
6
= 35.260 .
Jadi besar sudut antara diagonal kubus dan salah satu sisinya adalah 35.260 . ♣♣♣
Persamaan (3.3.2) menunjukkan bahwa ⃗u · ⃗v dan cos θ mempunyai tanda yang sama
dan salah satunya bernilai nol jika yang lain juga bernilai nol. Karena cos θ > 0 untuk
0 ≤ θ < π/2, cos θ < 0 untuk π/2 ≤ θ < π dan cos θ = 0 untuk θ = π/2, maka
Proyeksi Ortogonal
Hasil kali titik dapat digunakan untuk menuliskan suatu vektor sebagai jumlah dari
vektor-vektor ortogonal. Misalkan ⃗u dan ⃗v vektor-vektor taknol. Kita akan menyatakan
⃗u sebagai
⃗u = ⃗upr + ⃗uc
dimana ⃗upr adalah kelipatan skalar dari ⃗v dan ⃗uc ortogonal terhadap ⃗upr . Perhatikan
Gambar 3.2.2.
Aljabar Linier 88
proj⃗v ⃗u.
Vektor ⃗uc disebut komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v . Karena ⃗upr dan
⃗v mempunyai arah yang sama, maka ⃗upr = c⃗v untuk suatu skalar c. Dan juga karena ⃗uc
dan ⃗v ortogonal berarti ⃗uc · ⃗v = 0. Dengan demikian kita memperoleh
⃗u · ⃗v = (⃗upr + ⃗uc ) · ⃗v
= ⃗upr · ⃗v + ⃗uc · ⃗v
= (c⃗v ) · ⃗v + 0
= c(⃗v · ⃗v )
⃗u · ⃗v
⃗upr = ⃗v
⃗v · ⃗v
⃗u · ⃗v
⃗uc = ⃗u − ⃗v .
⃗v · ⃗v
Teorema 3.2.6. Misalkan ⃗u dan ⃗v adalah vektor-vektor dengan ⃗v ̸= ⃗0. Proyeksi ortogonal
dari ⃗u pada ⃗v diberikan oleh
⃗u · ⃗v
proj⃗v ⃗u = ⃗v
∥⃗v ∥2
dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v diberikan oleh
⃗u · ⃗v
⃗u − proj⃗v ⃗u = ⃗u − ⃗v .
∥⃗v ∥2
Contoh 3.2.3. Misalkan ⃗u = (1, 1, 2) dan ⃗v = (−1, 2, 1). Tentukan proyeksi ortogonal
dari ⃗u pada ⃗v dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v .
Solusi.
(1, 1, 2) · (−1, 2, 1) 1
⃗upr = (−1, 2, 1) = (−1, 2, 1) = (− 21 , 1, 12 )
(−1, 2, 1) · (−1, 2, 1) 2
dan
⃗uc = ⃗u − ⃗upr = (1, 1, 2) − (− 21 , 1, 21 ) = ( 32 , 0, 25 ).
♣♣♣
Sekarang kita hitung panjang dari proyeksi ortogonal dari vektor ⃗u pada ⃗v sebagai
berikut:
⃗u · ⃗v
∥proj⃗v ⃗u∥ =
∥⃗v ∥2 ⃗v
⃗u · ⃗v
= ∥⃗v ∥
∥⃗v ∥2
|⃗u · ⃗v |
= ∥⃗v ∥.
∥⃗v ∥2
Dengan menggunakan (3.2.5) akan kita turunkan formula untuk jarak antara titik P (x0 , y0 )
dan garis ax + by + c = 0. Misalkan Q(x1 , y1 ) sembarang titik pada garis dan ⃗n = (a, b)
adalah vektor yang berpangkal di Q dan tegak lurus terhadap garis. Perhatikan Gambar
3.2.3.
Aljabar Linier 90
Tetapi
−→
QP0 · ⃗n = a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 )
√
∥⃗n∥ = a2 + b2
sehingga
|a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 )|
D= √ . (3.2.7)
a 2 + b2
Karena titik Q(x1 , y1 ) terletak pada garis, kita mempunyai ax1 + by1 + c = 0 atau c =
−ax1 − by1 . Substitusikan ini ke (3.2.7) didapat formula untuk D:
|ax0 + by0 + c|
D= √ .
a 2 + b2
Contoh 3.2.4. Dengan menggunakan formula (3.2.7), jarak dari titik (−3, 1) ke garis
4x + 3y + 4 = 0 adalah
|(4)(−3) + (3)(1) + 4| | − 5|
√ = √ = 1.
42 + 3 2 25
♣♣♣
Aljabar Linier 91
Latihan 3.2
√
⃗ = (−4, −2, 0), dan d⃗ = (−1, −2, 1,
1. Misalkan ⃗u = (−1, 1, −2), ⃗v = (4, −3, 5), w 3).
Hitung ekspresi-ekspresi berikut:
(a). ⃗u · ⃗v ⃗ · ⃗u
(b). w (c). ⃗u · (⃗v + w)
⃗
(d). ⃗v · ⃗u + w
⃗ · ⃗u (e). d⃗ · d⃗ (f). (d⃗ · d)
⃗ d⃗
(a). (⃗u · ⃗v ) · w
⃗ (b). |⃗u|(⃗v · w)
⃗ (c). (⃗u · ⃗v )w
⃗ (d). (⃗u · ⃗v )(⃗v · w)
⃗
5. Dapatkan vektor satuan yang ortogonal dengan ⃗u = (1, 0, 1) dan ⃗v = (0, 1, 1).
6. Hitung jarak antara titik dan garis berikut.
10. Periksa apakah vektor-vektor yang diberikan ortogonal, sejajar, atau tidak kedu-
anya.
11. Gunakan vektor untuk memeriksa apakah segitiga dengan titik sudut P (1, −3, −2),
Q(2, 0, −4), dan R(6, −2, −5) merupakan segitiga siku-siku.
12. Gaya konstan F⃗ = 10⃗i + 18⃗j − 6⃗k menggerakkan suatu objek sepanjang garis lurus
dari titik (2, 3, 0) ke titik (4, 9, 15). Tentukan besarnya usaha yang dilakukan jika
jarak diukur dalam meter dan magnitude gaya diukur dalam newton.
√
1. (c). −15, (e). 9, (f). (−9, −18, 9, 9 3).
2. (a), (f), dan (g).
√
2+ 3
3. θ = arccos 4
.
4. (a). proj⃗v ⃗u = (0, 0) dan ⃗u − proj⃗v ⃗u = (6, 2)
(b). proj⃗v ⃗u = (− 1316
, 0, − 80
13
) dan ⃗u − proj⃗v ⃗u = ( 13
55
, 1, − 13
11
).
( )
5. − √13 , − √13 , √13 .
6. (b). √1 .
17
arah positif dari sumbu Z akan bergerak maju bila sumbu X positif diputar 90◦ menuju
sumbu Y positif. Untuk sistem tangan kiri sekrup itu akan bergerak mundur bila sumbu
X positif diputar 90◦ menuju sumbu Y positif. Kita gunakan sistem tangan kanan.
atau
u2 u3 u1 u3 u1 u2
⃗u × ⃗v = ,−
,
.
v2 v3 v1 v3 v1 v2
♣♣♣
1. ⃗u × ⃗v = −(⃗v × ⃗u).
2. ⃗u × (⃗v + w)
⃗ = ⃗u × ⃗v + ⃗u × w
⃗
3. (⃗u + ⃗v ) × w
⃗ = ⃗u × w
⃗ + ⃗v × w
⃗
4. c(⃗u × ⃗v ) = (c⃗u) × ⃗v = ⃗u × (c⃗v )
5. ⃗0 × ⃗u = ⃗u × ⃗0 = ⃗0
6. ⃗u × ⃗u = ⃗0
Aljabar Linier 94
7. ⃗u × (⃗v × w)
⃗ = (⃗u · w)⃗
⃗ v − (⃗u · ⃗v )w
⃗
8. (⃗u × ⃗v ) × w
⃗ = (⃗u · ⃗v )w
⃗ − (⃗v · w)⃗
⃗ u
9. ⃗u · (⃗u × ⃗v ) = 0
10. ⃗v · (⃗u × ⃗v ) = 0
u1 u2 u3
11. ⃗u · (⃗v × w)
⃗ = v1 v2 v3
w1 w2 w3
Bukti. Akan dibuktikan bagian 1 dan bagian 11.
⃗u × ⃗v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 )
Dengan menggunakan bagian 11 dari Teorema 3.3.1, kita dapat menurunkan bahwa
⃗u · (⃗v × w)
⃗ = ⃗v · (w
⃗ × ⃗u) = w
⃗ · (⃗u × ⃗v ). (3.3.1)
Jika ⃗u dan ⃗v vektor-vektor taknol, maka arah dari ⃗u ×⃗v tegak lurus terhadap bidang yang
didefinisikan oleh ⃗u dan ⃗v . Juga untuk sistem koordinat tangan kanan dapat ditunjukkan
bahwa vektor-vektor ⃗u, ⃗v dan ⃗u × ⃗v membentuk sistem tangan kanan.
= ⃗u · (⃗v × (⃗u × ⃗v ))
Korolari 3.3.1.
∥⃗u × ⃗v ∥ ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥.
Korolari 3.3.2. Dua vektor taknol ⃗u dan ⃗v paralel jika dan hanya jika ⃗u × ⃗v = ⃗0
Bukti. Misalkan θ adalah sudut antara ⃗u dan ⃗v . Dengan (3.3.2), kita peroleh
⇔ sin θ = 0 ⇔ θ = 0, π
Contoh 3.3.2. Tentukan luas daerah jajaran genjang dengan sisi-sisi P Q dan P R dimana
P (2, 1, 0), Q(1, −2, 1), dan R(−2, 2, 4).
−→ −→
Solusi. Luas daerah diberikan oleh ∥ P Q × P R ∥ dengan
−→ −→ −→
P Q = OQ − OP = (1, −2, 1) − (2, 1, 0) = (−1, −3, 1)
−→ −→ −→
P R = OR − OP = (−2, 2, 4) − (2, 1, 0) = (−4, 1, 4)
dan
−→ −→ √
∥ P Q × P R ∥ = ∥(−1, −3, 1) × (−4, 1, 4)∥ = ∥(−13, 0, −13)∥ = 13 2.
√
Jadi luas daerah jajaran genjang adalah 13 2 satuan luas. ♣♣♣
Contoh 3.3.3. Hitunglah luas daerah segitiga yang dibentuk oleh titik-titik yang meru-
pakan ujung-ujung dari vektor-vektor ⃗ı, ⃗ȷ dan ⃗k.
Solusi. Vektor (⃗ȷ −⃗ı) dan (⃗k −⃗ı) merupakan sisi-sisi dari segitiga. Jadi ∥(⃗ȷ −⃗ı) × (⃗k −⃗ı)∥
1
adalah luas daerah jajaran genjang sehingga luas daerah segitiga adalah 2
dari luas daerah
jajaran genjang, yaitu
1 √
∥(⃗ȷ −⃗ı) × (⃗k −⃗ı)∥ = 21 ∥(−1, 1, 0) × (−1, 0, 1)∥ = 21 ∥(1, 1, 1)∥ = 21 3.
2
♣♣♣
⃗ vektor-vektor di R3 , maka
Definisi 3.3.2. Jika ⃗u, ⃗v , dan w
⃗u · (⃗v × w)
⃗
Bukti.
Solusi.
1 −1 2
⃗u · (⃗v × w)
⃗ = 0 2 1 = −15
3 −2 −1
Latihan 3.3
(a). ⃗v × w
⃗ (b). ⃗u × (⃗v × w)
⃗ (c). (⃗u × ⃗v ) × w
⃗
2. Dapatkan vektor satuan yang tegak lurus dengan bidang yang didefinisikan oleh
⃗u = (3, −4, 0) dan ⃗v = (7, 5, −4)
3. Tentukan vektor yang ortogonal terhadap bidang yang melalui titik-titik P , Q, dan
R dan hitung luas daerah segitiga P QR.
4. Hitung luas daerah jajaran genjang dengan titik-titik sudut P (1, 2, 3), Q(1, 3, 6),
R(3, 8, 6), dan S(3, 7, 3).
∥⃗
u×⃗v ∥
7. Jika θ sudut antara ⃗u dan ⃗v dan ⃗u · ⃗v ̸= 0, maka tan θ = u·⃗v )
(⃗
. Buktikan.
8. Dengan hasil kali silang hitung sinus dari sudut antara vektor ⃗u = (6, 1, −2) dan
vektor ⃗v = (7, 5, −1).
9. Tunjukkan bahwa jika ⃗u vektor dari sembarang titik pada garis ke titik P tidak
pada garis dan ⃗v vektor yang sejajar dengan garis, maka jarak antara P dan garis
∥⃗
u×⃗v ∥
adalah ∥⃗v ∥
Aljabar Linier 99
10. Gunakan hasil Soal 9 untuk menghitung jarak antara titik P (−3, 1, 2) dan garis
yang melalui titik-titik A(1, 1, 0) dan B(−2, 3, −4).
11. Manakah ekspresi berikut yang terdefinisi dan yang tak terdefinisi. Jika tak ter-
definisi, berikan alasan.
(a). ⃗u · (⃗v × w)
⃗ (b). (⃗u · ⃗v ) × (⃗x · w)
⃗ (c). (⃗u × ⃗u) × ⃗u
(d). ⃗u × (⃗u · w)
⃗ (e). (⃗u × w)
⃗ · (⃗v × w)
⃗
1. (a). (32, −6, −4), (c). (27, 40, −42), (e). (−44, 55, −22).
√
3. (a). (6, 3, 2), luas = 7/2, (b). (13, 14, 5), luas = 21 390.
5. 10 satuan luas.
6. Tidak koplanar.
√
2√141
10. 29
.
11. (a), (c), dan (e) terdefinisi, (b) dan (d) tak terdefinisi.
Persamaan Garis
Pada bagian ini kita akan menurunkan persamaan garis lurus ℓ yang melalui titik
P (x0 , y0 , z0 ) dan sejajar dengan vektor taknol ⃗n = (a, b, c). Misalkan A = (x, y, z) suatu
titik pada ℓ; p⃗ = (x0 , y0 , z0 ) dan ⃗x = (x, y, z). Kelipatan skalar t ⃗n (−∞ < t < ∞)
merepresentasikan semua vektor yang sejajar dengan ⃗n. Karena ⃗x − p⃗ sejajar dengan ⃗n,
kita mempunyai ⃗x − p⃗ = t ⃗n untuk suatu skalar t. Lihat Gambar 3.4.1.
Aljabar Linier 100
Gambar 3.4.1
Jadi
⃗x = p⃗ + t ⃗n, t ∈ R. (3.4.1)
Persamaan (3.4) disebut bentuk vektor dari persamaan garis. Persamaan (3.4) dapat
dituliskan sebagai
(x, y, z) = (x0 , y0 , z0 ) + t(a, b, c).
y = y0 + t b (3.4.2)
z = z0 + t c.
Persamaan (3.4) disebut persamaan parametrik dari garis dimana t adalah parameter
dari persamaan. Persamaan (3.4) juga valid untuk garis di bidang. Jika ⃗x = (x, y),
p⃗ = (x0 , y0 ) dan ⃗n = (a, b) ̸= ⃗0, maka (x, y) = (x0 , y0 ) + t(a, b) atau
x = x0 + t a
(3.4.3)
y = y0 + t b.
Perhatikan kembali persamaan garis pada (3.4.3). Karena ⃗n ̸= ⃗0, kita dapat mengeliminir
t dari (3.4.3) sehingga diperoleh persamaan garis dalam bentuk
x − x0 y − y0
= ⇔ Ax + By = C
a b
Contoh 3.4.1. Misalkan garis ℓ melalui titik (2, 4, −1) dalam arah (5, 0, 7). Tentukan
Aljabar Linier 101
a). bentuk vektor dari persamaan garis ℓ dan persamaan parametrik dari ℓ;
b). dua titik pada ℓ;
c). titik potong ℓ dengan bidang-bidang koordinat.
Solusi.
a). Kita ambil ⃗n = (5, 1, 7) dan p⃗ = (2, 4, −1). Maka bentuk vektor dari persamaan
garis ℓ diberikan oleh
⃗x = (2, 4, −1) + t(5, 1, 7).
x = 2 + 5t, y = 4 + t, z = −1 + 7t, t ∈ R.
b). Untuk menentukan suatu titik pada ℓ, kita harus memberikan nilai untuk t. Misal-
nya, t = 1 dan t = −1 menghasilkan titik-titik (7, 5, 6) dan (−3, 3, −8).
c). Untuk menentukan titik potong dengan bidang XY , kita ambil z = 0. Jadi z =
−1 + 7t = 0 =⇒ t = 71 . Substitusikan nilai t ini ke x = 2 + 5t dan y = 4 + t didapat
19 29
x= 7
dan y = 7
. Jadi ( 19 , 29 , 0) adalah titik potong garis dengan bidang XY .
7 7
Dengan cara yang sama, kita peroleh titik-titik potong dengan bidang XZ dan Y Z
masing-masing (−18, 0, −29) dan (0, 18
5
, − 19
5
). ♣♣♣
Contoh 3.4.2. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang melalui titik-titik P (3, −1)
dan Q(−1, 2).
−→
Solusi. Karena P Q = (−1, 2) − (3, −1) = (−4, 3) paralel dengan garis, maka vektor
arahnya adalah ⃗n = (−4, 3). Jadi persamaan parametrik dari garis diberikan oleh
x = 3 − 4t, y = −1 + 3t, t ∈ R.
♣♣♣
x = 1 − 2t, y = −1 + 4t, z = 2 − 8t
dan
x = t, y = 2 + 2t, z = 7 − 34t
sejajar.
Aljabar Linier 102
Solusi. Vektor arah dari garis yang pertama adalah (−2, 4, 8) yang merupakan kelipatan
skalar dari vektor arah (−1, 2, 4) dari garis yang kedua. Jadi kedua garis sejajar. ♣ ♣ ♣
x = 1 − 2t, y = −1 + 4t, z = 2 − 2t
dan
x = −t, y = 2 − 2t, z = 7 − 3t
tegak lurus.
Solusi. Vektor arah dari garis yang pertama adalah (−2, 4, −2) dan vektor arah dari
garis yang kedua adalah (−1, −2, −3). Kedua vektor ini ortogonal. Jadi kedua garis
saling tegak lurus. ♣♣♣
Dalam kasus garis di ruang mengeliminir t tidak akan memberikan kita satu per-
samaan seperti halnya garis di bidang. Jika ⃗n ̸= ⃗0, kita dengan mudah dapat mengeliminir
t dari (3.4) untuk menurunkan dua persamaan
x − x0 y − y0 z − z0
= = .
a b c
Persamaan ini disebut persamaan simetrik dari suatu garis.
Contoh 3.4.5. Tentukan persamaan simetrik dari garis yang melalui titik (−2, 3, 1)
dalam arah (−1, −2, 1).
Solusi. Karena (x0 , y0 , z0 ) = (−2, 3, 1) dan (a, b, c) = (−1, −2, 1), kita mempunyai
x − (−2) y−3 z−1
= =
−1 −2 1
atau
3−y
−x − 2 = = z − 1.
2
♣♣♣
Persamaan Bidang
Vektor taknol ⃗n = (a, b, c) disebut normal terhadap bidang P jika vektor ⃗n tegak
lurus terhadap P. Perhatikan Gambar 3.4.2.
Aljabar Linier 103
Gambar 3.4.2
Misalkan P (x0 , y0 , z0 ) dan X(x, y, z) adalah dua titik pada P. Jika p⃗ = (x0 , y0 , z0 ) dan
⃗x = (x, y, z), maka ⃗x − p⃗ sejajar dengan P dan karenanya ortogonal dengan normal ⃗n.
Dengan demikian, hasil kali titik dari ⃗x − p⃗ dan ⃗n adalah nol:
⃗n · (⃗x − p⃗) = 0.
Persamaan ini disebut bentuk vektor dari persamaan bidang. Dalam komponen-komponennya
persamaan ini dapat dituliskan sebagai
Contoh 3.4.6. Tentukan persamaan bidang yang melalui titik (−1, 2, 3) dan tegak lurus
terhadap (−2, 1, 4). Dapatkan satu titik yang lain pada bidang.
−2(x + 1) + (y − 2) + 4(z − 3) = 0
Untuk mendapatkan titik yang terletak pada bidang, kita tentukan solusi untuk per-
samaan ini. Misalnya x = 1 dan y = 2 menghasilkan 4z − 16 = 0 atau z = 4. Jadi titik
yang diminta adalah (1, 2, 4). ♣♣♣
Persamaan (3.4) dapat pula dituliskan dalam bentuk
ax + by + cz + d = 0
dengan d = −ax0 − by0 − cz0 . Ini merupakan persamaan umum dari bidang. Dalam
bentuk ini koefisien-koefisien dari x, y dan z menyatakan normal terhadap bidang.
Aljabar Linier 104
Solusi.
a). Karena kedua bidang sejajar, mereka mempunyai normal yang sama. Bidang yang
diberikan mempunyai normal (2, −5, 2). Jadi persamaan bidang yang diminta adalah
Solusi. Kedua bidang saling tegak lurus sebab vektor-vektor normal (1, 1, 1) dan (−1, −1, 2)
dari kedua bidang tersebut ortogonal. ♣♣♣
Contoh 3.4.9. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang merupakan perpotongan
bidang x − y + z − 2 = 0 dengan bidang 2x + y + z + 1 = 0
x−y+t−2=0
2x + y + t + 1 = 0
Definisi 3.4.1. Sudut antara dua bidang didefinisikan sebagai sudut antara kedua vektor
normal dari kedua bidang itu.
Solusi. Vektor-vektor normal dari kedua bidang itu diberikan oleh (2, −1, 1) dan (1, 2, −1).
Jadi kosinus dari sudut antara kedua bidang adalah
♣♣♣
−→
QP0 · ⃗n = a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 ) + c(z0 − z1 )
√
∥⃗n∥ = a2 + b2 + c2
sehingga
|a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 ) + c(z0 − z1 )|
D= √ . (3.4.5)
a2 + b2 + c2
Karena titik Q(x1 , y1 , z1 ) terletak pada bidang, kita mempunyai ax1 + by1 + cz1 + d = 0
atau c = −ax1 − by1 − cz1 . Substitusikan ini ke (3.4.5) didapat formula untuk D:
Teorema 3.4.1. (Jarak antara titik dan bidang) Jarak D antara titik P (x0 , y0 , z0 ) dan
bidang ax + by + cz + d = 0 adalah
Contoh 3.4.11. Dengan menggunakan formula ini, jarak dari titik (3, 1, −2) ke bidang
x + 2y − 2z = 4 adalah
♣♣♣
Latihan 3.4
1. Tentukan bentuk titik–normal dari persamaan bidang yang melalui P dengan nor-
mal ⃗n.
2. Bidang yang melalui titik-titik (0, 1, 1), (1, 0, 1), (1, 1, 0).
3. Bidang melalui titik (6, 0, −2) dan memuat garis x = 4 − 2t, y = 3 + 5t, z = 7 + 4t
5. Bidang melalui titik (−2, 8, 10) dan tegak lurus terhadap garis x = 1 + t, y = 2t,
z = 4 − 3t
Untuk soal 7–10, tentukan apakah bidang-bidang berikut paralel atau tegak lurus
atau tidak keduanya. Jika tidak keduanya, hitung sudut antara kedua bidang.
7. x + 4y − 3z = 1, −3x + 6y + 7z = 0
8. 2y = 8x − 4z + 5, x = 21 z + 14 y
9. 3x − y + z − 4 = 0, x + 2z = −1
10. x + y + z = 1 dan x − y + z = 1
Aljabar Linier 107
11. Tentukan apakah garis dan bidang berikut paralel atau tegak lurus.
(d). x = 2 + t, y = 1 − t, z = 5 + 3t dan 6x + 6y − 7 = 0
Untuk soal 12–15, tentukan persamaan parametrik dan bentuk vektor dari garis.
13. Garis melalui titik (1, 0, −3) dan sejajar terhadap vektor 2⃗i − 4⃗j + 5⃗k.
14. Garis melalui titik asal dan sejajar terhadap garis x = 2t, y = 1 − t, z = 4 + 3t.
15. Garis melalui titik (1, 0, 6) dan tegak lurus terhadap bidang x + 3y + z = 5.
Untuk soal 16–18, tentukan persamaan parametrik dan persamaan simetrik dari
garis.
17. Garis melalui titik (2, 1, 0) dan tegak lurus terhadap kedua vektor ⃗i + ⃗j dan ⃗j + ⃗k.
18. Garis melalui titik (1, −1, 1) dan sejajar terhadap garis x + 2 = 21 y = z − 3.
19. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang merupakan perpotongan dua bidang
berikut.
(a). x − y + z − 3 = 0, −x + 5y + 3z + 4 = 0.
(b). x + y − z = 2, 3x − 4y + 5z = 6.
Untul soal 20–23, periksa apakah garis L1 dan L2 sejajar, bersilangan atau berpo-
tongan. Jika berpotongan, tentukan titik potongnya.
27. Tunjukkan bahwa garis dengan persamaan simetrik x = y = z dan x+1 = y/2 = z/3
bersilangan serta hitung jarak antara kedua garis ini.
2. x + y + z = 2.
4. 2x − y + 3z = 0.
7. Tegaklurus
21. Paralel
23. Bersilangan
27. √1 .
6
Rangkuman
Vektor dapat dipandang sebagai matriks dengan satu kolom. Vektor di R2 adalah
matriks berukuran 2 × 1 dengan 2 unsur. Unsur-unsur dari suatu vektor disebut kom-
ponen. Vektor di R2 dapat diinterpretasikan secara geometri sebagai titik pada bidang.
Setiap vektor di R2 , misalnya
x1
⃗x = ,
x2
dapat disajikan sebagai titik dengan koordinat (x1 , x2 ) pada bidang koordinat Cartesius.
Vektor ⃗x juga dapat digambarkan sebagai anak panah dengan titik pangkal (0, 0) dan
titik ujung (x1 , x2 ).
Vektor di R3 adalah matriks berukuran 3 × 1 dengan 3 unsur. Vektor di R3
u1
⃗u = u2
u3
juga dapat direpresentasikan sebagai titik di ruang atau sebagai anak panah yang berpangkal
di (0, 0, 0) dan berujung di (u1 , u2 , u3 ). Vektor di Rn merupakan matriks berukuran n × 1
dengan n komponen. Misalnya
u1
u2
⃗u =
..
,
ui ∈ R, i = 1, 2, . . . , n
.
un
.
Dua vektor ⃗u dan ⃗v dengan ukuran sama dikatakan sama bila komponen-komponen
yang bersesuaian sama. Vektor-vektor dengan ukuran berbeda tidak pernah sama.
Suatu vektor dapat dikalikan dengan suatu skalar komponen demi komponen. Op-
erasi ini disebut perkalian skalar. Vektor (−1)⃗v disebut lawan atau negatif dari vektor
⃗v dan dinotasikan −⃗v . Jadi, (−1)⃗v = −⃗v .
Aljabar Linier 110
Vektor dengan n komponen dimana komponen ke–i adalah 1 dan lainnya 0 dinotasikan
dengan ⃗ei . Vektor-vektor ⃗e1 , ⃗e2 , . . ., ⃗en disebut vektor basis baku dari Rn . Misalnya
vektor basis baku untuk R2 adalah
1 0
⃗e1 = , ⃗e2 = .
0 1
Jika P (x1 , y1 , z1 ) dan Q(x2 , y2 , z2 ) masing-masing merupakan titik pangkal dan titik
−→ −→
ujung dari vektor P Q, maka komponen P Q dapat diperoleh dengan mengurangkan ko-
−→
ordinat titik ujung dari koordinat titik pangkal. Vektor P Q adalah selisih vektor-vektor
−→ −→
OP dan OQ. Jadi
−→ −→ −→
P Q = OQ − OQ = (x2 , y2 , z2 ) − (x1 , y1 , z1 )
= (x2 − x1 , y2 − y1 , z2 − z1 ).
Panjang dari suatu vektor ⃗u disebut magnitude atau norm dari vektor ⃗u dan dino-
√
tasikan ∥⃗u∥. Jika ⃗u = (u1 , u2 , . . . , un ), maka ∥⃗u∥ didefinisikan oleh ∥⃗u∥ = u21 + u22 + · · · + u2n .
Jarak (Euclid) d antara dua vektor ⃗u dan ⃗v didefinisikan sebagai d = ∥⃗u − ⃗v ∥.
Vektor dengan norm 1 disebut vektor satuan. Vektor-vektor ⃗e1 = (1, 0) dan ⃗e2 =
(0, 1) yang merupakan vektor basis baku untuk R2 disebut juga vektor satuan baku
dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0), ⃗ȷ = (0, 1). Demikian juga untuk vektor basis baku bagi R3 ,
⃗e1 = (1, 0, 0), ⃗e2 = (0, 1, 0), dan ⃗e3 = (0, 0, 1) juga disebut vektor satuan baku dan
dinotasikan ⃗ı = (1, 0, 0), ⃗ȷ = (0, 1, 0), ⃗k = (0, 0, 1).
Aljabar Linier 111
dengan
⃗u · ⃗v
⃗upr = proj⃗v ⃗u = ⃗v
⃗v · ⃗v
dan
⃗u · ⃗v
⃗uc = ⃗u − proj⃗v ⃗u = ⃗u − ⃗v .
∥⃗v ∥2
Aljabar Linier 112
⃗u × ⃗v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 ).
atau
u2 u3 u1 u3 u1 u2
⃗u × ⃗v = ,−
,
.
v2 v3 v1 v3 v1 v2
Misalkan ⃗u dan ⃗v menyatakan sisi-sisi jajaran genjang. Luas daerah A dari jajaran
genjang adalah
A = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ = ∥⃗u × ⃗v ∥.
⃗x = p⃗ + t ⃗n, t ∈ R.
x = x0 + t a
y = y0 + t b
z = z0 + t c.
Aljabar Linier 113
Persamaan ini disebut bentuk titik–normal dari persamaan bidang. Persamaan ini
dapat pula dituliskan dalam bentuk
ax + by + cz + d = 0
Ini adalah persamaan umum dari bidang. Koefisien-koefisien dari x, y dan z meny-
atakan normal terhadap bidang.
Sudut antara dua bidang didefinisikan sebagai sudut antara kedua vektor normal dari
kedua bidang itu.
Jarak D antara titik P (x0 , y0 , z0 ) dan bidang dihitung dengan rumus berikut:
|ax0 + by0 + cz0 + d|
D= √ .
a2 + b2 + c2
Daftar Pustaka
Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Aljabar Linier 114
Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.
Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
BAB 4
RUANG VEKTOR
(A4) Terdapat dengan tunggal elemen ⃗0 ∈ V , disebut nol dari V , sedemikian sehingga
untuk semua ⃗u ∈ V , ⃗u + ⃗0 = ⃗0 = ⃗0 + ⃗u.
(A5) Untuk setiap ⃗u ∈ V terdapat dengan tunggal elemen −⃗u ∈ V , disebut negatif atau
lawan dari ⃗u, sedemikian sehingga ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0.
115
Aljabar Linier 116
Skalar dalam ruang vektor bisa berupa bilangan riil atau bilangan kompleks. Ruang
vektor dengan skalar kompleks disebut ruang vektor kompleks sedangkan ruang vektor
dengan skalar bilangan riil disebut ruang vektor riil. Dalam bab ini kita membahas ruang
vektor riil. Sifat-sifat tersebut disebut aksioma untuk ruang vektor. Elemen-elemen dari
suatu ruang vektor disebut vektor.
Catatan.
• Perhatikan bahwa suatu ruang vektor merupakan himpunan yang tak kosong sebab
memuat ⃗0 berdasarkan (A4).
• Dalam definisi ruang vektor kita tidak menyatakan secara khusus vektor maupun
operasinya. Operasi yang dapat diterima adalah sembarang operasi yang memenuhi
aksioma.
Contoh 4.1.1. Berikut ini beberapa contoh ruang vektor. Pembaca dipersilakan untuk
memeriksa bahwa himpunan yang diberikan memenuhi A1–A5 dan M1–M5 pada Definisi
4.1.1.
(a). Rn adalah ruang vektor dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar baku.
Kasus khusus R, R2 , dan R3 ).
(b). Himpunan semua matriks berukuran m × n dengan unsur-unsur riil (Mmn ) adalah
ruang vektor dengan penjumlahan matriks dan perkalian skalar baku.
(c). Himpunan semua polinomial derajat n dengan koefisien riil (Pn ) dengan penjumla-
han dan perkalian skalar baku merupakan ruang vektor.
(d). Himpunan semua fungsi bernilai riil yang didefinisikan pada R merupakan ruang
vektor. Operasi penjumlahan dua fungsi f dan g didefinisikan oleh
♣♣♣
Contoh 4.1.2. Himpunan semua pasangan bilangan riil (x, y) dengan operasi
bukan merupakan ruang vektor sebab aksioma (M2) dan (M3) tidak terpenuhi. Jika
⃗u = (x1 , y1 ) dan ⃗v = (x2 , y2 ) serta k suatu skalar, maka
sedangkan
k⃗u + k⃗v = (kx1 , ky1 ) + (kx2 , ky2 ) = (kx1 + kx2 + 1, ky1 + ky2 + 1)
sehingga k(⃗u +⃗v ) ̸= k⃗u +k⃗v . Jadi, (M2) tidak terpenuhi. Pembaca dipersilakan memeriksa
(M3). ♣♣♣
1. 0⃗u = ⃗0.
2. c⃗0 = ⃗0.
3. jika c⃗u = ⃗0, maka c = 0 atau ⃗u = ⃗0.
4. (−c)⃗u = −(c⃗u).
⇔ c⃗u + (−c)⃗u = ⃗0
Ruang Bagian
Definisi 4.1.2. Suatu himpunan bagian W dari ruang vektor V disebut ruang bagian
jika W sendiri merupakan ruang vektor dibawah penjumlahan dan perkalian skalar yang
didefinisikan pada V .
Untuk memverifikasi W merupakan ruang bagian dari V , kita tidak perlu memeriksa
semua aksioma karena W mewarisi operasi dan sifat-sifatnya dari V . Jadi sebagian besar
aksioma telah terpenuhi. Untuk lebih tegasnya, kita formulasikan teorema berikut.
Teorema 4.1.2. Himpunan bagian tak kosong W dari ruang vektor V merupakan ruang
bagian jika dan hanya jika
Bukti. Jika W ruang bagian dari V , maka semua aksioma terpenuhi khususnya (A1)
dan (M1). Dan ini persis sama dengan kondisi (1) dan (2) pada Teorema 4.1.2. Sebaliknya
misalkan W himpunan bagian yang memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Teorema 4.1.2.
Maka (A1) dan (M1) terpenuhi. Juga (A2), (A3), (M2), (M3), (M4), dan (M5) terpenuhi
sebab mereka valid di V . Tinggal menunjukkan terpenuhinya (A4) dan (A5). Kondisi (2)
mengakibatkan bahwa 0⃗u = ⃗0 di dalam W untuk ⃗u di dalam W dengan mengambil c = 0.
Demikian pula (−1)⃗u = −⃗u di dalam W untuk setiap ⃗u di dalam W dengan mengambil
c = −1. Jadi (A4) dan (A5) terpenuhi.
Aljabar Linier 119
Contoh 4.1.3. Tunjukkan bahwa {⃗0} dan V adalah ruang bagian dari V . Himpunan
{⃗0} disebut ruang bagian nol dari V sedangkan V disebut ruang bagian trivial dari
V.
Solusi. Jelas bahwa V adalah ruang bagian dari dirinya sendiri. Himpunan {⃗0} juga
ruang bagian sebab kondisi (1) dan (2) dari Teorema 4.1.2 terpenuhi yaitu ⃗0 + ⃗0 = ⃗0 dan
c⃗0 = ⃗0 untuk semua c ∈ R. ♣♣♣
Contoh 4.1.4. Untuk setiap himpunan bagian dari R2 berikut ini, tunjukkan bahwa
himpunan tersebut bukan ruang bagian.
(c). Himpunan semua titik (x, y) pada kuadran pertama dan ketiga termasuk semua
titik pada sumbu X dan Y .
Solusi.
(a). Vektor nol (0, 0) tidak di dalam himpunan sebab 0 + 0 ̸= 1 (tidak tertutup terhadap
penjumlahan).
(b). Vektor ⃗u = (1, 1) terletak di dalam himpunan tetapi kelipatan skalar −2⃗u = −2(1, 1)
tidak di dalam himpunan. Jadi, tidak tertutup terhadap perkalian skalar.
(c). Vektor ⃗u = (1, 2) dan ⃗v = (−2, −1) di dalam himpunan tetapi jumlah ⃗u+⃗v = (−1, 1)
tidak di dalam himpunan. Jadi, tidak tertutup terhadap penjumlahan. ♣♣♣
Latihan 4.1
1. Periksa manakah himpunan berikut yang merupakan ruang vektor dan yang bukan
ruang vektor. Untuk yang bukan ruang vektor, nyatakan aksioma mana yang tidak
terpenuhi.
2. Apakah mungkin vektor ⃗u dalam suatu ruang vektor mempunyai dua negatif berbeda?
Dengan kata lain, apakah mungkin ada dua vektor (−⃗u)1 dan (−⃗u)2 yang berbeda
dan keduanya memenuhi Aksioma M5? Jelaskan!
3. Pandang suatu himpunan yang hanya mempunyai satu anggota, yakni telur. Apakah
himpunan ini merupakan ruang vektor di bawah operasi telur + telur = telur dan
k(telur) = telur untuk setiap bilangan riil k? Jelaskan!
(a). Himpunan bagian dari R3 yang terdiri dari semua solusi persamaan 2x − 2y +
4z = 5.
(b). Himpunan bagian dari R2 yang terdiri dari semua vektor dalam bentuk (a2 , 2a).
(c). Himpunan bagian dari R2 yang terdiri dari semua titik pada salah satu atau
pada kedua garis y = x dan y = −x.
7. Misalkan W adalah ruang bagian yang direntang oleh vektor ⃗u = (2, −1, 0) dan
⃗v = (0, −2, 1). Tentukan manakah vektor w
⃗ 1 = (2, −3, 1), w
⃗ 2 = (1, −3, 1), dan
⃗ 3 = (8, 0, −2) yang berada dalam W .
w
8. Periksa apakah himpunan yang diberikan merupakan ruang bagian dari ruang vektor
yang diberikan.
(e). Misalkan Pn adalah himpunan semua polinomial derajat n atau kurang dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b], himpunan semua
fungsi bernilai riil pada interval [a, b]?
(f). Misalkan W adalah himpunan semua polinomial berderajat tepat n dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b]?
(g). Misalkan W adalah himpunan semua fungsi yang memenuhi f (6) = 10 dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b] dengan a ≤ 6 ≤ b?
1. (d), (e), dan (g) bukan ruang vektor; (f) dan (h) ruang vektor.
2. Tidak
3. Ya
8. (a), (f), dan (g) bukan ruang bagian; (b)–(e) ruang bagian.
Contoh 4.2.1. Misalkan ⃗u = (1, 2, −1) dan ⃗v = (6, 4, 2) adalah vektor di R2 . Tunjukkan
bahwa vektor w
⃗ = (9, 2, 7) merupakan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v sedangkan w
⃗1 =
(4, −1, 8) bukan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v .
Aljabar Linier 123
Definisi 4.2.2. Misalkan V ruang vektor dan ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk vektor-vektor di V . Himpunan
semua kombinasi linier dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk disebut rentangan/span dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk dan
dinotasikan dengan Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }. Jika V = Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }, maka dikatakan
bahwa ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk merentang V dan {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } adalah himpunan yang merentang
V.
−1 + x2 = a(1 + x + x3 ) + b(−x − x2 − x3 ).
Aljabar Linier 124
Maka
−1 + x2 = a + (a − b)x + bx2 + (a − b)x3 .
a − b = 0, −b = 1, a − b = 0, a = −1
−1 + x2 = −p − q.
Contoh 4.2.3. Tunjukkan bahwa {(1, 2, −1), (−1, 1, −2), (1, 1, 1)} merentang R3 .
Ini akan menghasilkan SPL dengan variabel a, b, dan c. Jadi, kita cukup menunjukkan
bahwa SPL ini konsisten. Kita bentuk matriks A dengan vektor-vektor yang diberikan
sebagai kolom-kolomnya, lalu lakukan reduksi baris. Kita peroleh
1 −1 1 1 −1 1
A= 2 1 1 ∼ 0 3 −1 .
−1 −2 1 0 0 1
Ini berarti A mempunyai tiga pivot. Jadi vektor-vektor yang diberikan merentang R3 .
♣♣♣
Sebaliknya, setiap matriks diagonal dapat dituliskan sebagai kombinasi linier dari A dan
B sebab
a 0 1 0 1 0
= (a + b) − b .
0 b 0 0 0 −1
Jadi Span({A, B}) = D2 , yaitu himpunan semua matriks diagonal berukuran 2×2. ♣ ♣ ♣
Bukti.
1. Misalkan ⃗u1 , . . . , ⃗un dan ⃗v1 , . . . , ⃗vm vektor-vektor di S dan misalkan c1 , . . . , cn dan
d1 , . . . , dm skalar. Pandang dua kombinasi linier dari vektor-vektor di S:
Jumlah
c1⃗u1 + . . . + cn⃗un + d1⃗v1 + . . . + dm⃗vm
2. Misalkan W ruang bagian yang memuat S. Sebagai ruang bagian W memuat semua
kombinasi linier dari elemen-elemennya. Khususnya, W memuat semua kombinasi
linier dari elemen-elemen dari S. Tetapi ini adalah elemen-elemen dari Span(S).
Jadi Span(S) ⊆ W . Dengan demikian Span(S) adalah ruang bagian yang termuat
di dalam setiap ruang bagian W yang memuat S. Ini membuktikan pernyataan
kedua.
Aljabar Linier 126
Teorema 4.2.2. Jika salah satu dari vektor-vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vk dari ruang vektor V meru-
pakan kombinasi linier dari vektor-vektor lainnya, maka rentangan/span tetap sama meskipun
vektor ini dihilangkan.
Kebebasan Linier
Definisi 4.2.3. Suatu himpunan vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vn dari ruang vektor V disebut bergan-
tung linier jika terdapat skalar c1 , . . . , cn yang tidak semuanya nol sedemikian sehingga
⃗v1 , . . . , ⃗vn disebut bebas linier jika tidak bergantung linier. Dengan kata lain, himpunan
bebas linier jika (4.5.1) mengimplikasikan c1 = · · · = cn = 0.
Contoh 4.2.5. Jika ⃗v1 = (2, −1, 0, 3), ⃗v2 = (1, 2, 5, −1), dan ⃗v3 = (7, −1, 5, 8), maka
himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } bergantung linier sebab 3⃗v1 + ⃗v2 − ⃗v3 = 0. ♣♣♣
Contoh 4.2.7. Tunjukkan bahwa {E11 , E12 , E21 , E22 } bebas linier di M22 .
Solusi. Misalkan
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
c1 + c2 + c3 + c4 =
0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
atau
c1 c2 0 0
= .
c3 c4 0 0
Jadi c1 = c2 = c3 = c4 = 0 dan himpunan tersebut bebas linier. ♣♣♣
Solusi. Jika kombinasi linier p(x) = ax2 + b(1 + x) + c(−1 + x) adalah polinomial nol,
maka p(x) = (b − c) + (b + c)x + ax2 = 0 untuk setiap x ∈ R. Jadi b − c = 0, b + c = 0,
dan a = 0. Dengan demikian kita peroleh a = b = c = 0 dan himpunan tersebut bebas
linier. ♣♣♣
1. Jika S memuat satu vektor ⃗v , maka S bergantung linier jika dan hanya jika ⃗v = ⃗0.
2. Jika S memuat dua atau lebih vektor, maka S bergantung linier jika dan hanya jika
paling sedikit satu vektor merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor yang lain.
3. Himpunan S bebas linier jika dan hanya jika tidak ada vektor dalam S dapat diny-
atakan sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor yang lain.
Teorema 4.2.4.
1. Setiap himpunan vektor yang memuat vektor nol adalah bergantung linier.
2. Himpunan beranggotakan dua vektor bergantung linier jika dan hanya jika salah satu
vektor merupakan kelipatan skalar dari vektor yang lain.
3. Setiap himpunan vektor yang memuat himpunan yang bergantung linier dengan
sendirinya bergantung linier.
4. Setiap himpunan bagian dari himpunan yang bebas linier dengan sendirinya bebas
linier.
5. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor di Rn dengan k > n, maka {⃗v1 , . . . , ⃗vk } bergan-
tung linier.
6. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor bergantung linier di Rn , maka beberapa vektor
dapat dihilangkan dari {⃗v1 , . . . , ⃗vk } tanpa mengubah rentangan dari vektor.
7. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor bebas linier di Rn dan w
⃗ adalah vektor di Rn yang
tidak di dalam Span{⃗v1 , . . . , ⃗vk }, maka {⃗v1 , . . . , ⃗vk , w}
⃗ bebas linier.
Teorema 4.2.5. Misalkan S = {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , . . . , ⃗vk } adalah himpunan vektor di Rn . Jika
k > n, maka S bergantung linier.
Aljabar Linier 128
Latihan 4.2
1. Tentukan apakah ⃗v1 = (1, 0, 1, 2), ⃗v2 = (0, 1, 1, 2), dan ⃗v3 = (1, 1, 1, 3) bebas linier
dalam R4 .
2. Dapatkan bilangan riil λ sehingga vektor-vektor berikut bebas linier dalam R3 .
λ −1 −1
⃗v1 = −1 , ⃗v2 = λ , ⃗v3 = −1 .
−1 −1 λ
3. Manakah himpunan bagian dari P3 berikut yang bebas linier atau bergantung linier?
4. Berikut ini adalah himpunan bagian dari ruang fungsi bernilai riil dengan satu
variabel. Tentukan mana yang bebas linier atau bergantung linier.
(b). Nyatakan setiap vektor sebagai kombinasi linier dari dua vektor yang lain.
9. Misalkan ⃗v1 , ⃗v2 , dan ⃗v3 vektor-vektor di R3 dengan titik awal di titik asal. Tentukan
apakah ketiga vektor berikut terletak dalam satu bidang.
(a). ⃗v1 = (2, −2, 0), ⃗v2 = (6, 1, 4), ⃗v3 = (2, 0, −4).
(b). ⃗v1 = (−6, 7, 2), ⃗v2 = (3, 2, 4), ⃗v3 = (4, −1, 2).
10. ⃗v1 = (1, 0, 1), ⃗v2 = (−2, 1, −2), ⃗v3 = (−6, 3, −5), ⃗b = (11, −5, 9).
11. ⃗v1 = (1, 0, −2), ⃗v2 = (−4, 3, 8), ⃗v3 = (2, 5, −4), ⃗b = (3, −7, −3).
12. Misalkan ⃗v1 = (1, 3, −1), ⃗v2 = (−5, −8, 2), dan ⃗b = (3, −5, h). Untuk nilai h berapa
b akan terletak pada bidang yang direntang oleh ⃗v1 dan ⃗v2 ?
Untuk soal 13–15, misalkan ⃗v1 = (1, 3, 4), ⃗v2 = (2, 7, 2), dan ⃗v3 = (−1, 2, 1).
1. Bebas linier
2. λ ̸= −1 dan λ ̸= 2.
Aljabar Linier 130
Disini kita bahas konsep fundamental dari basis suatu ruang vektor. Mengetahui
basis dari suatu ruang vektor berguna untuk membantu memahami ruang tersebut dan
sifat-sifatnya.
Definisi 4.3.1. Himpunan bagian tak kosong B dari suatu ruang vektor takkosong V
merupakan basis dari V jika
Contoh 4.3.1. Himpunan {⃗e1 , ⃗e2 , . . . , ⃗en } merupakan basis dari Rn yang disebut basis
baku dari Rn . ♣♣♣
Contoh 4.3.2. Himpunan {1, x, x2 , . . . , xn } merupakan basis dari Pn yang disebut basis
baku dari Pn . ♣♣♣
Contoh 4.3.3. Himpunan {E11 , E12 , E13 , . . . , Emn } merupakan basis dari Mmn yang dise-
but basis baku dari Mmn . ♣♣♣
Solusi. Kita harus tunjukkan bahwa B bebas linier dan merentang P2 . Dengan kata
lain, kita harus tunjukkan bahwa
a−b=0 a−b=A
a+b=0 a+b=B
c=0 c=C
Kedua sistem ini mempunyai matriks koefisien yang dapat dibalik. Jadi sistem pertama
hanya mempunyai solusi trivial dan sistem kedua konsisten untuk semua A, B, dan C.
Dengan demikian B basis. ♣♣♣
Dimensi
Teorema berikut berperan penting dalam pembuktian bahwa dimensi suatu ruang
vektor merupakan bilangan yang terdefinisi dengan jelas.
Teorema 4.3.2. Jika ruang vektor V direntang oleh n vektor, maka setiap himpunan
bagian dari V yang memuat lebih dari n vektor adalah bergantung linier. Dengan kata
lain, setiap himpunan bagian dari V yang bebas linier mempunyai paling banyak n vektor.
Teorema 4.3.3. Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka setiap
basis untuk V mempunyai n unsur.
Bukti. Misalkan B merupakan basis dengan n vektor dan B′ basis yang lain. Jika
B′ mempunyai lebih dari n unsur, maka B′ bergantung linier berdasarkan Teorema 4.3.1
sebab B adalah himpunan yang merentang. Jadi B′ adalah himpunan hingga dan jika m
menyatakan banyaknya unsur dari B′ , maka m ≤ n. Dengan argumen yang sama, dengan
mempertukarkan B dan B′ , kita turunkan bahwa n ≤ m. Dengan demikian n = m.
Teorema 4.4.2 menyatakan bahwa suatu ruang vektor bisa mempunyai banyak basis
yang berbeda tetapi semua basis ini harus mempunyai jumlah vektor yang sama.
Definisi 4.3.2. Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka V dikatakan
mempunyai dimensi hingga dan n adalah dimensi dari V . Kita tuliskan dim(V ) = n.
Dengan Teorema 4.3.3, dimensi merupakan bilangan yang terdefinisi dengan jelas dan
tidak bergantung pada pemilihan basis. Dimensi dari ruang nol {⃗0} didefinisikan sebagai
nol. Jadi {⃗0} berdimensi hingga. Suatu ruang vektor yang tidak mempunyai dimensi
hingga dikatakan berdimensi takhingga.
Dengan menghitung banyaknya unsur dari basis baku, kita simpulkan bahwa Rn , Pn ,
dan Mmn berdimensi hingga sebab
1. dim(Rn ) = n.
2. dim(Pn ) = n + 1.
3. dim(Mmn ) = m · n.
Teorema 4.3.4. Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dan {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vn } sem-
barang basis.
1. Jika suatu himpunan mempunyai lebih dari n vektor, maka himpunan tersebut
bergantung linier.
2. Jika suatu himpunan mempunyai kurang dari n vektor, maka himpunan tersebut
tidak merentang V .
Mengingat bahwa ruang bagian dari ruang vektor juga merupakan ruang vektor, maka
ruang bagian juga mempunyai dimensi.
Aljabar Linier 133
Solusi. Karena
maka himpunan B = {(2, 1, −1, 1), (1, 0, −2, 1), (0, 0, 0, 1)} merupakan basis untuk V .
Karena V memuat 3 unsur, maka dim(V ) = 3. ♣♣♣
Solusi. Misalkan ⃗v1 = (1, 3, 2, −5), ⃗v2 = (0, 1, 5, −3), ⃗v3 = (4, 1, 1, −1), ⃗v4 = (−2, 5, 3, −9).
Kita selesaikan SPL c1⃗v1 + c2⃗v2 + c3⃗v3 + c4⃗v4 = ⃗0. Dapat ditunjukkan bahwa SPL ini
mempunyai solusi nontrivial sehingga himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , ⃗v4 } bergantung linier. Den-
gan mengambil c4 = 1 didapat c1 = −2, c2 = 0, dan c3 = 1 sehingga diperoleh relasi
kebergantungan linier −2⃗v1 + ⃗v3 + ⃗v4 = ⃗0. Kita selesaikan untuk salah satu ⃗vi ; kita
pilih ⃗v3 , yakni ⃗v3 = 2⃗v1 − ⃗v4 . Karena ⃗v3 merupakan kombinasi linier dari ⃗v1 dan ⃗v4 ,
⃗v3 dapat dihilangkan sehingga Span{⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , ⃗v4 } = Span{⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 }. Dapat ditunjukkan
bahwa himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 } bebas linier. Jadi, himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 } ini bebas linier dan
merentang V sehingga merupakan basis bagi V . Banyaknya vektor dalam himpunan basis
adalah tiga sehingga dimensi V adalah 3. ♣♣♣
Contoh 4.3.8. Tentukan basis dan dimensi dari himpunan solusi dari SPL A⃗x = ⃗0
dengan
−1 −1 −2 3 1
A = −9 5 −4 −1 −5 .
7 −5 2 3 5
Solusi. Solusi dari SPL A⃗x = ⃗0 adalah
−x3 + x4
−x3 + 2x4 + x5
x3
x4
x5
Aljabar Linier 134
Teorema 4.3.5. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
m unsur.
Contoh 4.3.9. Misalkan S himpunan di Rk dengan 10 vektor. Apa yang dapat dikatakan
mengenai k jika S (a) bebas linier ? (b) merentang Rk ? (c) basis dari Rk ?
Aljabar Linier 135
Solusi. Dengan Teorema 4.3.5 kita mempunyai (a) k ≥ 10, (b) k ≤ 10, (c) k = 10.
♣♣♣
Teorema berikut menyatakan bahwa suatu himpunan yang merentang ruang vektor
atau bebas linier dengan banyak unsur sama dengan dimensi ruang vektor merupakan
basis.
Teorema 4.3.6. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
n unsur.
Bukti.
1. Misalkan S = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } himpunan bagian dari V yang bebas linier. Jika S tidak
merentang V , terdapat vektor ⃗v di V yang tidak didalam Span(S). Akibatnya,
himpunan S ′ = {⃗v1 , . . . , ⃗vn , ⃗v } akan bebas linier berdasarkan bagian 2 Teorema
4.2.5. Ini kontradiksi dengan bagian 1 Teorema 4.3.3 sebab S ′ mempunyai n + 1 > n
unsur. Jadi S merentang V dan karena S bebas linier, maka S adalah basis.
Contoh 4.3.10. Tunjukkan bahwa S = {(1, −1), (0, 1)} merupakan basis untuk R2 .
Solusi. Dapat ditunjukkan bahwa S bebas linier dan mempunyai tepat 2 unsur. Karena
dimensi R2 adalah 2, maka S adalah basis untuk R2 dengan Teorema 4.3.4. ♣♣♣
Teorema berikut memungkinkan kita untuk memperoleh basis dengan menambahkan
unsur ke himpunan yang bebas linier atau menghilangkan unsur dari himpunan merentang
dengan cara yang sesuai.
Aljabar Linier 136
Teorema 4.3.7. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
m unsur.
1. Jika S bebas linier dan m < n, maka S dapat diperluas untuk menjadi basis.
2. Jika S merentang V , maka S dapat diredusir menjadi basis untuk V dengan mem-
buang vektor dari S.
Bukti.
1. Misalkan S = {⃗v1 , . . . , ⃗vm } himpunan bagian dari V yang bebas linier dengan
m < n. Dengan Teorema 4.3.2 S tidak bisa merentang V . Jadi terdapat un-
sur ⃗vm+1 yang tidak didalam rentangan dari S. Dengan demikian himpunan S ′ =
{⃗v1 , . . . , ⃗vm , ⃗vm+1 } bebas linier berdasarkan bagian 2 Teorema 4.2.5. Kita lakukan
lagi proses ini terhadap S ′ dan begitu seterusnya sampai diperoleh himpunan yang
bebas linier dengan n unsur. Himpunan ini akan merupakan basis berdasarkan
Teorema 4.3.4 dan memuat S. Jadi S dapat diperluas untuk membentuk basis.
2. Dengan bagian 2 Teorema 4.3.3, m ≥ n sebab S merentang. Jika m = n, maka
S basis menurut Teorema 4.3.4. Jika m > n, maka S bergantung linier menurut
Teorema 4.3.3. Misalkan S ′ himpunan yang diturunkan dari S dengan ”membuang”
satu unsur dari S. Unsur yang dibuang ini merupakan kombinasi linier dari unsur-
unsur lainnya. Maka S ′ mempunyai m − 1 unsur dan tetap merentang V menurut
Teorema 4.2.2. Kita lakukan lagi proses ini terhadap S ′ . Kita hilangkan unsur-
unsur dari S sedemikian rupa sehingga unsur-unsur yang tersisa tetap merentang
V . Proses ini dihentikan bila telah diperoleh himpunan bagian yang merentang
dengan banyaknya unsur sesedikit mungkin, yakni tepat n unsur menurut Teorema
4.3.3. Himpunan ini adalah basis menurut Teorema 4.3.4.
Contoh 4.3.11. Perluas himpunan bebas linier S = {−1 + x2 , 3 − 2x} sehingga mem-
bentuk basis untuk P3 .
Solusi. Ingat bahwa basis dari P3 mempunyai 4 vektor. Kita perbesar S ke S ′ yang
merentang P3 dengan menambahkan basis baku dari P3 .
S ′ = {−1 + x2 , 3 − 2x, 1, x, x2 , x3 }.
Aljabar Linier 137
S ′ bergantung linier menurut Teorema 4.2.3 sebab basis baku merentang P3 . Jadi, dengan
teorema yang sama, satu unsur merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur sesudahnya.
Mengingat S bebas linier, kita mulai dengan 1 yang bukan kombinasi linier di S. Tetapi
x dan x2 adalah kombinasi linier dari −1 + x2 , 3 − 2x, dan 1 sehingga kita buang mereka
dari S ′ . Kita pertahankan x3 sebab x3 bukan kombinasi linier dari −1 + x2 , 3 − 2x, dan
1. Jadi {−1 + x2 , 3 − 2x, 1, x3 } bebas linier dan tetap merentang P3 . Dengan demikian
himpunan ini adalah basis yang memuat S. ♣♣♣
Teorema berikut menyatakan bahwa dimensi ruang bagian tidak akan melebihi di-
mensi ruang vektor.
Teorema 4.3.8. Misalkan W ruang bagian dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka
1. dim(W ) ≤ n;
2. dim(W ) = n jika dan hanya jika W = V .
Bukti.
1. Karena setiap basis dari W berada didalam V dan bebas linier, maka basis ini
mempunyai paling banyak n unsur menurut Teorema 4.3.1. Jadi dim(W ) ≤ n.
2. Misalkan dim(W ) = n. Maka setiap basis B dari W mempunyai n unsur yang
bebas linier. Jadi menurut Teorema 4.3.4 B basis untuk V . Dengan demikian
V = Span(B) = W . Konversnya trivial.
Solusi. Dengan Teorema 4.3.8 ruang bagian bisa berdimensi 0, 1, atau 2. Ruang bagian
nol adalah satu-satunya ruang bagian berdimensi 0. Sedangkan R2 adalah satu-satunya
ruang bagian berdimensi 2 menurut Teorema 4.3.8. Kita sekarang menentukan ruang
bagian berdimensi 1. Misalkan V ruang bagian berdimensi 1 dan misalkan {w}
⃗ basis untuk
⃗ = {rw
V . Maka V = Span({w}) ⃗ : r ∈ R}. Jadi V adalah himpunan semua kelipatan
skalar dari w
⃗ yang merupakan garis melalui titik asal dalam arah w.
⃗ Sebaliknya, setiap
garis yang melalui titik asal adalah ruang bagian sebab garis ini merupakan rentangan dari
setiap vektor taknol pada garis. Kita telah menunjukkan bahwa ruang bagian berdimensi
1 merupakan garis yang melalui titik asal. Dengan demikian ruang bagian dari R2 adalah
Aljabar Linier 138
Berikut ini disajikan beberapa teorema tambahan yang penting tentang basis dan dimensi.
Teorema 4.3.9. Jika W = Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } adalah ruang bagian taknol dari Rn , maka
suatu himpunan bagian dari {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } merupakan basis untuk W .
Teorema 4.3.10. Misalkan W mempunyai dimensi d dan merupakan ruang bagian dari
Rn . Maka
(a). Setiap himpunan dengan lebih dari d vektor di W adalah bergantung linier.
(b). Setiap himpunan dengan kurang dari d vektor di W tidak akan merentang W .
(c). Setiap himpunan dengan tepat d vektor di W adalah bebas linier jika dan hanya jika
himpunan tersebut merentang W .
Teorema 4.3.11. Jika W adalah ruang bagian taknol dari Rn , maka W mempunyai
basis.
Latihan 4.3
1. Tentukan basis untuk ruang bagian S dari R3 yang didefinisikan oleh persamaan
x + 2y + 3z = 0. Periksa bahwa ⃗v = (−1, −1, 1) ∈ S dan tentukan basis untuk S
yang memuat ⃗v
2. Jika {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vm } merupakan basis untuk ruang bagian S, buktikan bahwa {⃗v1 , ⃗v1 +
⃗v2 , . . . , ⃗v1 + · · · + ⃗vm } juga merupakan basis untuk S.
Aljabar Linier 139
4. Tentukan apakah himpunan vektor yang diberikan merupakan basis atau tidak bagi
ruang vektor yang ditunjukkan.
5. Misalkan V adalah ruang vektor dengan basis {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 }. Tunjukkan bahwa {⃗v1 , ⃗v1 +
⃗v2 , ⃗v1 + ⃗v2 + ⃗v3 } juga merupakan basis untuk V .
6. Misalkan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } merupakan basis untuk ruang vektor V . Tunjukkan bahwa bila
⃗ tidak di dalam Span{⃗v1 , ⃗v2 }, maka {⃗v1 , ⃗v2 , w}
w ⃗ juga merupakan basis untuk V .
9. Tentukan dimensi ruang bagian dari P3 yang terdiri dari semua polinomial a0 +
a1 x + a2 x2 + a3 x3 dengan a0 = 0.
10. Tentukan dimensi dan basis dari ruang solusi dari sistem berikut.
x1 + x2 − x3 = 0
(a). −2x1 − x2 + 2x3 = 0
−x1 + + x3 = 0
x1 − 4x2 + 3x3 − x4 = 0
(b).
2x1 − 8x2 + 6x3 − 2x4 = 0
x+ y+ z=0
3x + 2y − 2z = 0
(c).
4x + 3y − z = 0
6x + 5y + z = 0
11. Perluas himpunan vektor berikut sehingga menjadi basis untuk ruang vektor yang
diberikan.
(a). ⃗v1 =
(1, 0, 0, 0),
⃗v2 = (1, ⃗v3 = (1, 1, 1, 0) untuk R4 .
1, 0, 0),
1 0 2 0
(b). A = , B = untuk M22 .
0 0 −1 0
Koordinat Vektor
Definisi 4.4.1. Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dengan basis B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }.
Dengan Teorema 4.2.7 untuk setiap ⃗v ∈ V , terdapat dengan tunggal skalar-skalar c1 , . . . , cn
sedemikian sehingga
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .
Vektor yang komponennya koefisien dari ⃗v disebut koordinat vektor dari ⃗v relatif
terhadap basis B, ditulis [⃗v ]B , . Jadi
c
1
..
[⃗v ]B = . .
cn
Perhatikan bahwa [⃗v ]B berubah jika basis B berubah. Juga [⃗v ]B bergantung pada
urutan dari unsur-unsur dalam B.
Contoh 4.4.1. Pandang basis B = {(1, 0, −1), (−1, 1, 0), (1, 1, 1)} dari R3 dan vektor
⃗v = (2, −3, 4).
Solusi.
♣♣♣
Solusi.
♣♣♣
Aljabar Linier 143
Teorema 4.4.1. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } basis dari ruang vektor V yang berdimensi
hingga. Misalkan ⃗u, ⃗u1 , . . . , ⃗um vektor-vektor di V . Maka ⃗u adalah kombinasi linier dari
⃗u1 , . . . , ⃗um di V jika dan hanya jika [⃗u]B merupakan kombinasi linier dari [⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B
di Rn . Dengan kata lain, untuk skalar-skalar c1 , . . . , cm berlaku
Bukti. Misalkan
u u
1 i1
.. ..
[⃗u]B = . dan [⃗ui ]B = . , i = 1, 2, . . . , m.
un uin
Jadi
c1 u11 + · · · + cm um1 u11 u
m1
.. .. .
[⃗u]B = . = c1 . + · · · + cm ..
c1 u1n + · · · + cm umn u1n umn
= c1 [⃗u1 ]B + · · · + cm [⃗um ]B
yang sama dengan (4.5.3). Langkah-langkah diatas dapat dibalik untuk membuktikan
konversnya.
Jika pada Teorema 4.4.1 kita ambil ⃗u = ⃗0, maka kita peroleh teorema berikut.
Teorema 4.4.2. Misalkan B basis dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka {⃗u1 , . . . , ⃗um }
bebas linier di V jika dan hanya jika {[⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B } bebas linier di Rn .
Contoh 4.4.3. Tunjukkan bahwa p⃗1 (x) = 1 − x2 , p⃗2 (x) = −1 + x, dan p⃗3 (x) = 1 + x + x2
bebas linier di P2 .
Aljabar Linier 144
Solusi. Menurut Teorema 4.4.2 kita cukup menunjukkan kebebasan linier dari koordinat
vektor terhadap basis baku B,
1 −1 1
[⃗p1 ]B = 0 , [⃗p2 ]B = 1 , [⃗p3 ]B = 1 .
−1 0 1
Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa ketiga vektor ini bebas linier. ♣♣♣
Perubahan Basis
Misalkan ⃗v vektor di ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }
dan B′ = {⃗u1 , . . . , ⃗un } adalah dua basis berbeda dari V . Kita akan mencari hubungan
antara [⃗v ]B dan [⃗v ]B′ .
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .
Jadi
c1
.
[⃗v ]B = ..
cn
Dengan demikian
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .
Jadi [⃗v ]B′ merupakan hasil kali [⃗v ]B dan matriks P yang kolom-kolomnya adalah koordinat
vektor dari basis ”lama” B terhadap basis ”baru” B′ .
Dapat dibuktikan bahwa matriks P dapat dibalik. Untuk membuktikan ini kita
tunjukkan bahwa sistem P ⃗x = ⃗b mempunyai solusi untuk setiap vektor ⃗b di Rn . Misalkan
b
1
⃗b = ...
.
bn
Kita bisa mengambil ⃗x = [⃗v ]B sebagai solusi dari P ⃗x = ⃗b untuk suatu ⃗b. Ini melengkapi
bukti bahwa P dapat dibalik.
Sekarang kita tunjukkan bahwa P adalah satu-satunya matriks yang memenuhi [⃗v ]B′ =
P [⃗v ]B . Jika terdapat matriks lain, mislanya P ′ , maka [⃗v ]B′ = P ′ [⃗v ]B . Dengan mengambil
⃗v = ⃗vi , kita peroleh
Jadi P⃗ei = P ′⃗ei . Ini berarti kolom-kolom ke–i dari P dan P ′ sama untuk setiap i =
1, 2, . . . , n. Dengan demikian, P = P ′ .
Hasil-hasil diatas dirangkum dalam teorema berikut.
Teorema 4.4.3. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } dan B′ = {⃗u1 , . . . , ⃗un } dua basis berbeda
dari ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan P matriks ukuran n × n dengan
kolom-kolom [⃗v1 ]B′ , . . . , [⃗vn ]B′ , yakni
Maka P dapat dibalik dan P satu-satunya matriks sedemikian sehingga untuk semua ⃗v ∈
V,
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .
Definisi 4.4.2. Matriks P dalam Teorema 4.4.3 disebut matriks transisi (atau matriks
perubahan basis) dari B ke B′ , dinotasikan PB→B′ .
Korolari 4.4.1. Jika P matriks transisi dari B ke B′ , maka P −1 adalah matriks transisi
dari B′ ke B.
Bukti. Berdasarkan Teorema 4.4.3, P −1 ada dan [⃗v ]B′ = P [⃗v ]B untuk semua ⃗v ∈ V .
Jadi
[⃗v ]B = P −1 [⃗v ]B′ untuk semua ⃗v ∈ V .
Dan Teorema 4.4.3 menjamin bahwa P −1 adalah satu-satunya matriks transisi dari B′ ke
B.
Contoh 4.4.4. Misalkan B basis baku dari R2 dan B′ = {(1, 1), (−1, 1)} juga basis.
Solusi.
Aljabar Linier 147
(a) Matriks transisi P mempunyai kolom-kolom [⃗e1 ]B′ dan [⃗e2 ]B′ . Untuk [⃗e1 ]B′ kita perlu
menentukan skalar c1 dan c2 sedemikian sehingga
1 1 −1
⃗e1 = = c1 + c2 .
0 1 1
Juga untuk [⃗e2 ]B′ kita perlu menentukan skalar c1 dan c2 sedemikian sehingga
0 1 −1
⃗e2 = = c1 + c2 .
1 1 1
1
Dari sini diperoleh c1 = 2
dan c2 = 12 . Jadi
1
[⃗e2 ]B′ = 2 .
1
2
(c) Koordinat vektor [⃗v ]B′ dapat dihitung dengan dua cara, yaitu
♣♣♣
Latihan 4.4
4. Misalkan B = {x2 , x, 1} dan B′ = {x2 −x, 2x2 −2x+1, x2 −2x} adalah basis terurut
dari P2 . Dapatkan matriks perubahan koordinat dari B ke B′ dan gunakan untuk
menentukan koordinat vektor dari 2x2 + 3x − 1 relatif terhadap B′ .
5. Tentukan koordinat vektor dari p⃗ relatif terhadap basis B = {⃗p1 , p⃗2 , p⃗3 }.
8. Misalkan B adalah basis baku untuk R3 dan B′ = {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } adalah basis lain
dengan ⃗v1 = (1, 2, 1), ⃗v2 = (2, 5, 0), ⃗v3 = (3, 3, 8).
9. Misal S = {e1 , e2 } basis baku untuk R2 dan B = {⃗v1 , ⃗v2 } adalah basis yang vektor-
vektornya merupakan hasil refleksi vektor-vektor di S terhadap garis y = x.
10. Pandang basis-basis B = {⃗p1 , p⃗2 } dan B′ = {⃗q1 , ⃗q2 } untuk P1 dengan p⃗1 = 6 + 3x,
p⃗2 = 10 + 2x, ⃗q1 = 2, ⃗q2 = 3 + 2x.
Ruang nol dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Null(A), adalah him-
punan solusi dari A⃗x = ⃗0. Jadi,
Ruang nol dari A merupakan ruang bagian dari Rn . Dimensi dari Null(A) disebut nulitas
dari A. Karena Null(A) ruang bagian, kita bisa mendapatkan basis untuk ruang ini
sebagai berikut:
2. Tuliskan vektor solusi ini sebagai kombinasi linier dengan parameter (variabel bebas)
sebagai koefisien.
Solusi dari sistem A⃗x = ⃗0 dapat diperoleh dengan operasi baris elementer. Kita telah
mempelajari bahwa melakukan operasi baris elementer terhadap A tidak mengubah him-
punan solusi dari sistem A⃗x = ⃗0, dengan kata lain tidak mengubah ruang nol dari A. Hal
ini dirumuskan dalam teorema berikut.
Teorema 4.5.1. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang nol dari suatu matriks.
Tentukan basis untuk ruang nol dari A. Tentukan pula nulitas dari A.
Solusi. Kita cari solusi dari SPL A⃗x = ⃗0. Redusir matrisk A menjadi bentuk eselon
baris berikut:
1 0 4 0 1
0 1 2 0 1
.
0 0 0 1 0
0 0 0 0 0
Dari sini diperoleh solusi dari A⃗x = ⃗0 dalam bentuk x1 = −4s − t, x2 = −2s − t, x3 = t,
x4 = 0, dan x5 = t dengan s dan t parameter. Karena
−4s − t −1 −4
−2s − t −1 −2
s = t 0 + s 1 ,
0 0 0
t 1 0
Aljabar Linier 152
yang merupakan himpunan bebas linier. Jadi B adalah basis untuk Null(A). Karena B
mempunyai 2 unsur, maka nulitas dari A adalah 2. ♣♣♣
Dari Contoh 4.5.1 terlihat bahwa banyaknya parameter menentukan banyaknya vek-
tor dalam basis dari Null(A). Hal ini dijamin oleh teorema berikut.
Teorema 4.5.2. Nulitas dari suatu matriks A sama dengan banyaknya variabel bebas
(parameter) dari A⃗x = ⃗0.
Ruang kolom dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Col(A), adalah ruang
bagian dari Rm yang direntang oleh kolom-kolomnya.
Karena sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam span dari kolom-
kolom A, maka kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 4.5.3. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam Col(A).
Solusi. Karena
1 −2 : −2 1 −2 : −2 1 −2 : 3 1 −2 : 3
∼ dan ∼ ,
2 −4 : 2 0 0 : 6 2 −4 : 6 0 0 : 0
berarti sistem A⃗x = ⃗u tak konsisten sedangkan A⃗x = ⃗v konsisten. Jadi, ⃗v berada didalam
Col(A) dan ⃗u tidak. ♣♣♣
Ruang baris dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Row(A), adalah ruang
bagian dari Rn yang direntang oleh vektor-vektor barisnya.
Seperti halnya ruang nol, untuk ruang baris kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 4.5.4. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang baris dari suatu matriks.
Teorema berikut menyediakan alat komputasi yang penting untuk menentukan basis
dari ruang baris dan ruang kolom.
(a). Vektor-vektor kolom dari A bebas linier jika dan hanya jika vektor-vektor kolom dari
B yang bersesuaian bebas linier.
(b). Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk ruang kolom dari A jika dan
hanya jika vektor-vektor kolom dari B yang bersesuaian membentuk basis untuk
ruang kolom dari B.
Teorema 4.5.6. Jika matriks R dalam bentuk eselon baris, maka vektor-vektor baris
dengan unsur utama (yakni vektor baris taknol) membentuk basis untuk ruang baris dari
R dan vektor-vektor kolom yang memuat unsur utama membentuk basis untuk ruang kolom
dari R.
Baris-baris taknol dari B membentuk basis untuk ruang baris dari A, yakni himpunan
{(−1, −2, −3, 2), (0, −13, −13, 13)} adalah basis untuk Row(A). Perhatikan bahwa unsur-
unsur basis ini tidak semuanya berasal dari baris-baris A. ♣♣♣
Solusi. Matriks B dalam bentuk eselon. Dengan Teorema 4.5.6, vektor-vektor pada
kolom 1, 3, dan 5, yakni
1 0 0
0 1 0
, ,
0 0 1
0 0 0
membentuk basis untuk Col(B). ♣♣♣
Solusi. Untuk menjawab ini kita harus mengubah ruang baris menjadi ruang kolom.
Hal ini dilakukan dengan mentranspos A sehingga ruang baris A menjadi ruang kolom
Aljabar Linier 155
AT . Lalu gunakan Teorema 4.5.5 untuk menentukan basis dari ruang kolom dari AT dan
akhirnya mentranspos vektor basis ini sehingga didapat vektor baris. Transpos dari A
diberikan oleh
1 2 0 2
−2 −5 5 6
AT = 0 −3 15 18
0 −2 10 8
3 6 0 6
dan bentuk eselonnya adalah
1 2 0 2
0 1 −5 −10
0 0 0 1 .
0 0 0 0
0 0 0 0
Kolom 1, 2, dan 4 memuat 1 utama sehingga vektor kolom dari AT dengan kolom yang
bersesuaian membentuk basis untuk ruang kolom dari AT , yaitu
1 2 2
−2 −5 6
0 , −3 , 18 .
0 −2 8
3 6 6
Sekarang vektor-vektor ini ditranspos sehingga diperoleh basis untuk ruang baris dari A,
yaitu {(1, −2, 0, 0, 3), (2, −5, −3, −2, 6), (2, 6, 18, 8, 6)} ♣♣♣
S = {(1, −1, 2, 3), (−2, 2, −4, −6), (2, −1, 6, 8), (1, 0, 4, 5), (0, 0, 0, 1)}.
Solusi. Kita cukup mencari basis untuk ruang kolom dari matriks yang kolom-kolomnya
adalah vektor-vektor di S. Matriks ini adalah matriks pada Contoh 4.5.3. Berdasarkan
Teorema ...., himpunan
Contoh 4.5.7. Tentukan basis untuk ruang kolom dan ruang baris dari
1 −3 4 −2 5 4
2 −6 9 −1 8 2
A=
.
2 −6 9 −1 9 7
−1 3 −4 2 −5 −4
Dengan Teorema 4.5.6, vektor-vektor baris taknol dari R membentuk basis untuk ruang
baris dari R dan karenanya juga merupakan basis untuk ruang baris dari A. Jadi basis
untuk ruang baris dari A adalah
merupakan vektor-vektor yang membentuk basis untuk ruang kolom dari R; jadi, vektor-
vektor kolom dari A yang bersesuaian, yakni
1 4 5 5
2 9 −2 8
, , ,
2 9 1 9
−1 −4 0 −5
Rank
Karena dimensi Col(A) adalah banyaknya pivot dari A yang sama dengan banyaknya
baris-baris taknol dari bentuk eselon dari A, maka kita mempunyai teorema berikut.
dim(Col(A)) = dim(Row(A)).
Definisi 4.5.1. Dimensi ruang kolom dan ruang baris dari matriks A yang sama disebut
rank dari A dan dinotasikan Rank(A).
Rank adalah banyaknya pivot dari A. Untuk menghitung rank, kita redusir matriks
A ke bentuk eselon dan hitung banyaknya baris taknol atau banyaknya kolom pivot.
Contoh 4.5.8. Rank matriks A pada Contoh 4.5.7 adalah 3 sebab bentuk eselon B
mempunyai 3 baris taknol. ♣♣♣
Akibat yang penting dari Teorema 4.5.7 dirumuskan dalam teorema berikut.
Teorema berikut merupakan salah satu teorema terpenting dalam aljabar linier.
Bukti. Rank dari A adalah banyaknya kolom pivot dari A. Dilain pihak, nulitas dari
A adalah banyaknya variabel bebas dari sistem A⃗x = ⃗0 menurut Teorema 4.5.1. Karena
banyaknya variabel bebas sama dengan banyaknya kolom nonpivot, maka nulitas sama
dengan banyaknya kolom nonpivot.
(a). Rank (A) = banyaknya variabel utama dalam solusi dari A⃗x = ⃗0.
(a). Nulitas (A) = banyaknya parameter dalam solusi umum dari A⃗x = ⃗0.
Aljabar Linier 158
Solusi. Pada Contoh 4.5.1 telah ditunjukkan bahwa nulitas A adalah 2. Bentuk eselon
tereduksi dari A adalah
1 0 4 0 1
0 1 2 0 1
.
0 0 0 1 0
0 0 0 0 0
Jadi rank dari A adalah 3. Jumlahkan 2 + 3 = 5 yang menyatakan banyaknya kolom dari
A. Hal ini sesuai dengan Teorema Rank. ♣♣♣
Untuk suatu matriks A ukuran m × n, vektor-vektor baris terletak di Rn dan vektor-
vektor kolom terletak di Rm . Ini berarti ruang baris dari A paling tinggi berdimensi n
dan ruang kolom dari A paling tinggi berdimensi m. Karena ruang kolom dan ruang baris
mempunyai dimensi yang sama, dapat disimpulkan bahwa jika m ̸= n, maka nilai terkecil
di antara m dan n merupakan nilai tertinggi untuk Rank(A). Jadi,
Contoh 4.5.10. Misalkan sistem A⃗x = ⃗0 mempunyai 20 variabel dan ruang solusinya
direntang oleh 6 vektor yang bebas linier.
Solusi.
(a) Banyaknya kolom dari A adalah 20 dan nulitas adalah 6. Dengan Teorema Rank,
rank dari A adalah 20 − 6 = 14.
(b) Tidak. Rank tidak bisa melebihi banyaknya baris. Jadi A seharusnya mempunyai
paling sedikit 14 baris. ♣♣♣
Aljabar Linier 159
Teori dan metode yang dibahas dalam bagian ini berkaitan erat dengan sistem linier.
Menurut Teorema 4.5.3, sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam
Col(A). Karena itu kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 4.5.10. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika
Sebagai penutup bab ini, hasil-hasil utama dari Bab 2 sampai dengan Bab 4 ini
dirangkum dalam tiga teorema berikut.
1. A mempunyai rank m.
2. A mempunyai m pivot.
3. Setiap baris dari A mempunyai pivot.
4. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk semua vektor ⃗b dengan m komponen.
5. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rm .
6. Col(A) = Rm .
7. dim(Col(A)) = m.
8. dim(Row(A)) = m.
9. Nulitas(A) = n − m
10. AT mempunyai rank m.
1. A mempunyai rank n.
2. A mempunyai n pivot.
3. Setiap kolom dari A adalah kolom pivot.
4. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
5. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
Aljabar Linier 160
6. Null(A) = {⃗0}.
7. dim(Col(A)) = n.
8. dim(Row(A)) = n.
9. Nulitas(A) = 0
10. AT mempunyai rank n.
1. A dapat dibalik
2. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap vektor ⃗b dengan n komponen.
6. Sistem A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap vektor ⃗b dengan n kompo-
nen.
7. det(A) ̸= 0.
8. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
9. Vektor-vektor baris dari A bebas linier.
10. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rn .
11. Vektor-vektor baris dari A merentang Rn .
12. Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk Rn .
13. Vektor-vektor baris dari A membentuk basis untuk Rn .
14. A mempunyai rank n.
15. Nulitas(A) = 0
Aljabar Linier 161
Latihan 4.5
1. Tentukan basis untuk ruang baris, ruang kolom, dan ruang nol dari matriks berikut:
1 1 2 0 1
2 2 5 0 3
A=
.
0 0 0 1 3
8 11 19 0 11
a b c
2. Misalkan A = . Dapatkan kondisi yang harus dipenuhi a, b, dan c
1 1 1
sedemikian sehingga (a). rank (A) = 1, (b). rank (A) = 2.
3. Tentukan matriks yang mempunyai ruang nol terdiri atas semua kombinasi linier
dari vektor-vektor ⃗v1 = (1, −1, 3, 2)T dan ⃗v2 = (2, 0, −2, 4)T .
4. (a). Tunjukkan
bahwa dalam sistem koordinat XY Z, ruang nol dari matriks A =
0 1 0
1 0 0 terdiri dari semua titik pada sumbu Z dan ruang kolom terdiri
0 0 0
dari semua titik pada bidang XY .
(b). Dapatkan matriks 3 × 3 dengan ruang nol adalah sumbu X dan ruang kolom
adalah bidang Y Z.
9. Gunakan informasi yang diberikan untuk menentukan banyaknya variabel pivot dan
banyaknya parameter dalam solusi umum dari sistem A⃗x = ⃗0.
11. Berapakah rank dan nulitas yang mungkin dari matriks berukuran 3 × 5? Matriks
ukuran 5 × 3? Matriks ukuran 5 × 5?
12. Periksa apakah ⃗b terletak dalam ruang kolom dari A dan jika ya, tuliskan ⃗b sebagai
kombinasi linier dari vektor-vektor kolom A.
1 3 −2
(a). A = , ⃗b =
4 −6 10
Aljabar Linier 163
1 1 2 −1
⃗
(b). A = 1 0 1 , b = 0
2 1 3 2
1 2 0 1 4
0 1 2 1 3
(c). A =
, ⃗b =
1 2 1 3 5
0 1 2 2 7
13. Dapatkan basis untuk ruang nol dari A.
1 −1 3
(a). A = 5 −4 −4
7 −6 2
2 0 −1
(b). A = 4 0 −2
0 0 0
1 4 5 2
(c). A = 2 1 3 0
−1 3 2 2
14. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang baris dari A.
15. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang kolom dari A.
16. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang baris dari A yang seluruh-
nya terdiri dari vektor-vektor baris dari A.
17. Gunakan informasi pada tabel untuk menentukan dimensi dari ruang baris A, ruang
kolom A, ruang nol A dan ruang nol AT .
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
ukuran A 3×3 3×3 3×3 5×9 9×5 4×4 6×2
rank(A) 3 2 1 2 2 0 2
18. Tentukan rank A terbesar yang mungkin dan nulitas A terkecil yang mungkin bila
A mempunyai ukuran (a). 4 × 4, (b). 3 × 5, (c). 5 × 3
19. Gunakan informasi pada tabel untuk memeriksa apakah sistem linier A⃗x = ⃗b kon-
sisten. Jika ya, tentukan banyaknya parameter dalam solusi umumnya.
Aljabar Linier 164
1. – Baris-baris dari matriks eselon tereduksi dari A merupakan basis untuk ruang
baris.
– Empat kolom pertama dari A adalah basis untuk ruang kolom.
– (1, 0, −1, −3, 1) adalah basis untuk ruang nol.
2. (a). a = b = c, (b). paling sedikit dua di antara a, b, dan c berbeda.
13. (a). {(16, 19, 1)}, {(−1, −1, 1, 0), (2, −4, 0, 7)}.
14. (a). {(1, −1, 3), (0, 1, −19)}, {(1, 4, 5, 2), (0, 1, 1, 74 )}.
15. (a). {(1, 5, 7)T , (−1, −4, −6)T }, {(1, 2, −1)T , (4, 1, 3)T }.
16. (a). {(1, −1, 3), (5, −4, −4)}, {(1, 4, 5, 2), (2, 1, 3, 0)}.
17. (a). 3; 3; 0; 0, (b). 2;2;1;1, (c). 1;1;2;2, (d). 2;2;7;3
(e). 2; 2; 3; 7, (b). 0;0;4;4, (c). 2;2;0;4
18. (a). Rank = 4, nulitas = 0, (b). Rank = 3, nulitas = 2, (c). Rank = 3, nulitas = 0
19. (a). Ya, 0, (b). Tidak, (c). Ya, 2, (d). Ya, 7, (e). Tidak, (f). Ya, 4, (g).
Ya, 0.
20. (a). Nulitas = 0, banyak parameter = 0, (b). Nulitas = 1, banyak parameter = 1
(c). Nulitas = 2, banyak parameter = 2, (d). Nulitas = 7, banyak parameter = 7
(e). Nulitas = 7, banyak parameter = 7, (f). Nulitas = 4, banyak parameter = 4
(g). Nulitas = 0, banyak parameter = 0.
Aljabar Linier 165
Rangkuman
Ruang vektor V adalah himpunan yang dilengkapi dengan dua operasi, yaitu pen-
jumlahan dan perkalian skalar yang memenuhi sifat-sifat berikut.
(A4) Terdapat dengan tunggal elemen ⃗0 ∈ V , disebut nol dari V , sedemikian sehingga
untuk semua ⃗u ∈ V , ⃗u + ⃗0 = ⃗0 = ⃗0 + ⃗u.
(A5) Untuk setiap ⃗u ∈ V terdapat dengan tunggal elemen −⃗u ∈ V , disebut negatif atau
lawan dari ⃗u, sedemikian sehingga ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0.
Skalar dalam ruang vektor bisa berupa bilangan riil atau bilangan kompleks. Runang
vektor dengan skalar kompleks disebut ruang vektor kompleks sedangkan ruang vektor
dengan skalar bilangan riil disebut ruang vektor riil. Elemen-elemen dari suatu ruang
vektor disebut vektor.
Perhatikan bahwa suatu ruang vektor merupakan himpunan yang tak kosong sebab
memuat ⃗0 berdasarkan (A4). Dalam definisi ruang vektor kita tidak menyatakan se-
cara khusus vektor maupun operasinya. Operasi yang dapat diterima adalah sembarang
operasi yang memenuhi aksioma.
Suatu himpunan bagian W dari ruang vektor V disebut ruang bagian jika W sendiri
merupakan ruang vektor dibawah penjumlahan dan perkalian skalar yang didefinisikan
pada V .
Aljabar Linier 166
Himpunan bagian tak kosong W dari ruang vektor V merupakan ruang bagian jika
dan hanya jika
Vektor w
⃗ merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk jika w
⃗ dapat
dituliskan dalam bentuk
Vektor-vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vn disebut bebas linier jika tidak bergantung linier. Dengan kata
lain, himpunan bebas linier jika (4.5.1) mengimplikasikan c1 = · · · = cn = 0.
Himpunan bagian tak kosong B dari suatu ruang vektor takkosong V merupakan
basis dari V jika
Jika ruang vektor V direntang oleh n vektor, maka setiap himpunan bagian dari
V yang memuat lebih dari n vektor adalah bergantung linier. Dengan kata lain, setiap
himpunan bagian dari V yang bebas linier mempunyai paling banyak n vektor.
Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka setiap basis untuk V
mempunyai n unsur.
Aljabar Linier 167
Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka V dikatakan mempunyai
dimensi hingga dan n adalah dimensi dari V . Kita tuliskan
dim(V ) = n.
Dimensi dari ruang nol {⃗0} didefinisikan sebagai nol. Jadi {⃗0} berdimensi hingga. Suatu
ruang vektor yang tidak mempunyai dimensi hingga dikatakan berdimensi takhingga.
Teorema berikut menyatakan bahwa suatu himpunan yang merentang ruang vektor
atau bebas linier dengan banyak unsur sama dengan dimensi ruang vektor merupakan
basis.
Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dengan basis B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }. Den-
gan Teorema 4.2.7 untuk setiap ⃗v ∈ V , terdapat dengan tunggal skalar-skalar c1 , . . . , cn
sedemikian sehingga
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .
Vektor yang komponennya koefisien dari ⃗v disebut koordinat vektor dari ⃗v relatif
terhadap basis B, ditulis [⃗v ]B , . Jadi
c
1
..
[⃗v ]B = . .
cn
Perhatikan bahwa [⃗v ]B berubah jika basis B berubah. Juga [⃗v ]B bergantung pada urutan
dari unsur-unsur dalam B.
Teorema 4.5.14. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } basis dari ruang vektor V yang berdimensi
hingga. Misalkan ⃗u, ⃗u1 , . . . , ⃗um vektor-vektor di V . Maka ⃗u adalah kombinasi linier dari
⃗u1 , . . . , ⃗um di V jika dan hanya jika [⃗u]B merupakan kombinasi linier dari [⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B
di Rn . Dengan kata lain, untuk skalar-skalar c1 , . . . , cm berlaku
Teorema 4.5.15. Misalkan B basis dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka
{⃗u1 , . . . , ⃗um } bebas linier di V jika dan hanya jika {[⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B } bebas linier di Rn .
Misalkan ⃗v vektor di ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }
dan B′ = {⃗v1′ , . . . , ⃗vn′ } adalah dua basis berbeda dari V . Kita akan mencari hubungan
antara [⃗v ]B dan [⃗v ]B′ .
Karena B′ basis, unsur-unsur dari B merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur
dari B′ . Jadi, terdapat skalar a11 , a12 , . . . , ann sedemikian sehingga
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .
Jadi
c1
.
[⃗v ]B = ..
cn
dan dengan Teorema 4.4.1 kita peroleh
Dengan demikian
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .
Jadi [⃗v ]B′ merupakan hasil kali [⃗v ]B dan matriks P yang kolom-kolomnya adalah koordinat
vektor dari basis ”lama” B terhadap basis ”baru” B′ .
Teorema 4.5.16. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } dan B′ = {⃗v1′ , . . . , ⃗vn′ } dua basis dari ruang
vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan P matriks ukuran n × n dengan kolom-kolom
[⃗v1 ]B′ , . . . , [⃗vn ]B′ , yakni
P = [[⃗v1 ]B′ [⃗v2 ]B′ . . . [⃗vn ]B′ ].
Maka P dapat dibalik dan P satu-satunya matriks sedemikian sehingga untuk semua ⃗v ∈
V,
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .
Definisi 4.5.2. Matriks P dalam Teorema 4.4.3 disebut matriks transisi (atau matriks
perubahan basis) dari B ke B′ .
Korolari 4.5.2. Jika P matriks transisi dari B ke B′ , maka P −1 adalah matriks transisi
dari B′ ke B.
Ruang nol dari suatu matriks A ukuran m×n, dinotasikan Null(A), adalah himpunan
solusi dari A⃗x = ⃗0. Jadi,
Null(A) = {⃗x ∈ Rn : A⃗x = ⃗0}.
Ruang nol dari A merupakan ruang bagian dari Rn . Dimensi dari Null(A) disebut nulitas
dari A. Karena Null(A) ruang bagian, kita bisa mendapatkan basis untuk ruang ini
sebagai berikut:
2. Tuliskan vektor solusi ini sebagai kombinasi linier dengan parameter (variabel bebas)
sebagai koefisien.
Teorema 4.5.17. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang nol dari suatu matriks.
Aljabar Linier 170
Teorema 4.5.18. Nulitas dari suatu matriks A sama dengan banyaknya variabel bebas
(parameter) dari A⃗x = ⃗0.
Ruang kolom dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Col(A), adalah ruang
bagian dari Rm yang direntang oleh kolom-kolomnya.
Karena sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam span dari kolom-
kolom A, maka kita mempunyai teorema berikut.
Teorema 4.5.19. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam Col(A).
Ruang baris dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Row(A), adalah ruang
bagian dari Rn yang direntang oleh vektor-vektor barisnya.
Teorema 4.5.20. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang baris dari suatu matriks.
(a). Vektor-vektor kolom dari A bebas linier jika dan hanya jika vektor-vektor kolom dari
B yang bersesuaian bebas linier.
(b). Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk ruang kolom dari A jika dan
hanya jika vektor-vektor kolom dari B yang bersesuaian membentuk basis untuk
ruang kolom dari B.
Teorema 4.5.22. Jika matriks R dalam bentuk eselon baris, maka vektor-vektor baris
dengan unsur utama (yakni vektor baris taknol) membentuk basis untuk ruang baris dari
R dan vektor-vektor kolom yang memuat unsur utama membentuk basis untuk ruang kolom
dari R.
Karena dimensi Col(A) adalah banyaknya pivot dari A yang sama dengan banyaknya
baris-baris taknol dari bentuk eselon dari A, maka kita mempunyai teorema berikut.
dim(Col(A)) = dim(Row(A)).
Definisi 4.5.3. Dimensi ruang kolom dan ruang baris dari matriks A yang sama disebut
rank dari A dan dinotasikan Rank(A).
Aljabar Linier 171
Rank adalah banyaknya pivot dari A. Untuk menghitung rank, kita redusir matriks
A ke bentuk eselon dan hitung banyaknya baris taknol atau banyaknya kolom pivot.
Teorema berikut merupakan salah satu teorema terpenting dalam aljabar linier.
1. A mempunyai rank m.
2. A mempunyai m pivot.
6. Col(A) = Rm .
7. dim(Col(A)) = m.
8. dim(Row(A)) = m.
9. Nulitas(A) = n − m
1. A mempunyai rank n.
2. A mempunyai n pivot.
6. Null(A) = {⃗0}.
7. Nulitas(A) = 0
8. dim(Col(A)) = n.
9. dim(Row(A)) = n.
10. AT mempunyai rank n.
1. A dapat dibalik
2. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap vektor ⃗b dengan n komponen.
6. Sistem A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap vektor ⃗b dengan n kompo-
nen.
7. det(A) ̸= 0.
8. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
9. Vektor-vektor baris dari A bebas linier.
10. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rn .
11. Vektor-vektor baris dari A merentang Rn .
12. Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk Rn .
13. Vektor-vektor baris dari A membentuk basis untuk Rn .
14. A mempunyai rank n.
15. Nulitas(A) = 0
Aljabar Linier 173
Daftar Pustaka
Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.
Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.