Anda di halaman 1dari 178

PRAKATA

Buku ajar ini disiapkan untuk keperluan perkuliahan Aljabar Linier. Materi dan soal-soal
dalam buku ajar ini diadopsi secara bebas dari berbagai sumber seperti dalam daftar pustaka
dengan rujukan utama adalah Elementary Linear Algebra: Aplication Version Edisi ke−11 oleh
Howard Anton dan Chris Rorres.
Buku ajar ini terdiri dari beberapa bab dimana setiap bab terbagi atas beberapa subbab.
Setiap subbab diawali dengan teori dan contoh serta diakhiri dengan latihan. Latihan dilengkapi
dengan jawaban untuk beberapa soal terpilih. Latihan telah diupayakan untuk memuat beberapa
soal terapan baik dalam matematika maupun dalam ilmu lain. Hal ini sangat penting karena
dalam Aljabar Linier, komputasi dan proses analitik deduktif mendapat porsi yang berimbang.
Setiap bab diakhiri dengan rangkuman. Bukti untuk suatu teorema, sifat atau rumus tidak
semuanya disajikan karena sebagian besar bukti dapat dibaca pada berbagai buku teks Aljabar
Linier standar. Selain itu, beberapa latihan menuntut pembaca (baca mahasiswa) untuk
melakukan pembuktian. Setiap contoh telah diusahakan untuk mendemonstrasikan langkah-
langkah penyelesaian secara lengkap dan akurat.
Mahasiswa dan pengajar yang menggunakan buku ajar ini diharapkan dapat
mengembangkan materi dalam buku ini. Mahasiswa diharapkan dapat menggunakan buku ini
sebagai titik awal untuk secara mandiri menggali lebih dalam lagi melalui bahan bacaan dalam
daftar pustaka atau sumber-sumber lain.
Penulis telah mengusahakan yang terbaik dalam penyajian materi dalam buku ajar ini,
namun jika terdapat kesalahan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Respon dari
mahasiswa dan pengajar serta siapa saja yang menggunakan buku ini sangat diharapkan untuk
penyempurnaan buku ini di waktu mendatang.
Akhirnya, kepada mahasiswa agar selalu ingat bahwa “to learn mathematics is to do
mathematics”

Singaraja, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

PRAKATA ………….…………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii
GLOSARI ……………………………………………………………………….
BAB 1 SISTEM PERSAMAAN LINIER 1
1.1 Persamaan Linier dan Sistem Persamaan Linier ………………… 1
Latihan 1.1 ……………………………………………………….. 5
Jawaban Latihan 1.1 ……………………………………………... 7
1.2 Menyelesaikan Sistem Persamaan Linier: Eliminasi Gauss ……... 7
Latihan 1.2 ……………………………………………………….. 16
Jawaban Latihan 1.2 …………………………………………….. 20
1.3 Sistem Persamaan Linier Homogen ……………………………... 21
Latihan 1.3 ……………………………………………………….. 23
Jawaban Latihan 1.3 …………………………………………….. 24
1.4 Penerapan Sistem Persamaan Linier …………………………….. 25
Latihan 1.4 ……………………………………………………….. 26
Jawaban Latihan 1.4 …………………………………………….. 28
Rangkuman …………………………………………………………... 29
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 31
BAB 2 MATRIKS DAN DETERMINAN 33
2.1 Notasi dan Terminologi ………………………………………….. 33
2.2 Operasi pada Matriks …………………………………………….. 35
Latihan 2.1 dan 2.2 ……………………………………………… 42
Jawaban Latihan 2.1 dan 2.2 …………………………………….. 44
2.3 Invers Suatu Matriks……………………………………………… 44
Latihan 2.3 ……………………………………………………….. 50
Jawaban Latihan 2.3 …………………………………………….. 51
2.4 Determinan ………………………………………………………. 52
Latihan 2.4 ……………………………………………………….. 66
Jawaban Latihan 2.4 …………………………………………….. 68
Rangkuman …………………………………………………………... 68
Daftar Pustaka ……………………………………………………….. 72
BAB 3 VEKTOR 73
3.1 Vektor di R2, R3, dan Rn………………………………………… 73
Latihan 3.1………………………………………………………... 80
Jawaban Latihan 3.1……………………………………………… 82
3.2 Hasil Kali Titik…………………………………………………… 83
Latihan 3.2 ……………………………………………………….. 91
Jawaban Latihan 3.2……………………………………………… 92
3.3 Hasil Kali Silang………………………………………………….. 92
Latihan 3.3 ……………………………………………………….. 98
Jawaban Latihan 3.3……………………………………………… 99
3.4 Penerapan Vektor: Garis dan Bidang…………….......................... 99
Latihan 3.4 ……………………………………………………….. 106
Jawaban Latihan 3.4……………………………………………… 108
Rangkuman ………………………………………………………….. 109
Daftar Pustaka ………………………………………………………. 113
BAB 4 RUANG VEKTOR 115
4.1 Ruang Vektor …………………………………………………….. 115
Latihan 4.1………………………………………………………... 119
Jawaban Latihan 4.1……………………………………………… 122
4.2 Kebebasan Linier…………………………………………………. 122
Latihan 4.2 ……………………………………………………….. 128
Jawaban Latihan 4.2……………………………………………… 129
4.3 Basis dan Dimensi………………………………………………... 130
Latihan 4.3 ……………………………………………………….. 138
Jawaban Latihan 4.3……………………………………………… 140
4.4 Koordinat Vektor dan Perubahan Basis……….............................. 141
Latihan 4.4 ……………………………………………………….. 148
Jawaban Latihan 4.4……………………………………………… 150
4.5 Rank dan Nulitas………................................................................. 150
Latihan 4.5 ……………………………………………………….. 161
Jawaban Latihan 4.5……………………………………………… 164
Rangkuman ……………………………………………………….. 165
Daftar Pustaka …………………………………………………….. 173
INDEKS
BAB 1

SISTEM PERSAMAAN LINIER

1.1 Persamaan Linier dan Sistem Persamaan Linier


Banyak masalah dalam sains, teknik, ilmu-ilmu sosial, bisnis dan ekonomi melibatkan
sistem persamaan linier (selanjutnya disingkat SPL). Dalam bab ini kita akan mempelajari
beberapa aspek yang berkaitan dengan SPL, seperti algoritma untuk menyelesaikan SPL,
matriks dalam bentuk eselon dan aplikasi SPL.

Persamaan Linier

Definisi 1.1.1. Suatu persamaan linier dalam n variable x1 , x2 , . . . , xn adalah persamaan


yang berbentuk
a1 x1 + a2 x2 + · · · + an xn = b (1.1.1)

dimana ai , i = 1, 2, . . . , disebut koefisien dan b adalah suku konstan dari persamaan.


Jika b = 0, maka persamaan (1.1.1) disebut persamaan homogen. Persamaan yang
diperoleh dari (1.1.1) dengan menggantikan b dengan nol disebut persamaan homogen
yang berkaitan dengan (1.1.1).

Contoh 1.1.1. Persamaan

x + 3y = 7, y = 12 x + 3z + 1, x1 + x2 + 4x3 − 6x4 − 1 = x1 − x2 + 2

merupakan persamaan linier sedangkan persamaan



4x1 − 5x2 = x1 x2 , x2 = 2 x1 − 6

adalah persamaan taklinier. Persamaan



x1 + 2x2 − 5x3 − x4 = 0, x − y + z = (sin 4)w

merupakan persamaan linier homogen. ♣♣♣

1
Aljabar Linier 2

Solusi dari persamaan linier adalah n bilangan terurut (s1 , s2 , . . . , sn ) yang bila dis-
11
ubstitusikan ke persamaan menghasilkan pernyataan benar. Misalnya, x = 3 dan y = 2

adalah solusi dari persamaan 4x − 2y = 1 sebab 4(3) − 2( 11


2
) = 1. Sedangkan x = 1
dan y = −2 bukan solusi sebab 4(1) − 2(−2) ̸= 1. Himpunan dari semua solusi disebut
himpunan solusi.

Contoh 1.1.2. Dapatkan solusi umum dari persamaan

x1 + x2 − 4x3 = −2.

Solusi. Untuk mendapatkan solusi kita berikan sembarang nilai kepada dua variabel dan
lalu selesaikan untuk variabel ketiga. Kita berikan sembarang nilai kepada variabel x2
dan x3 , misal x2 = s dan x3 = t, s, t ∈ R dan selesaikan untuk x1 sehingga didapat

x1 = −s + 4t − 2, x2 = s, x3 = t, s, t ∈ R

dan ini adalah solusi umum yang diinginkan. ♣♣♣


Huruf-huruf s dan t yang digunakan untuk menyatakan variabel-variabel bebas dise-
but parameter. Semua solusi khusus dapat diperoleh dari solusi umum dengan memilih
nilai-nilai tertentu untuk parameter. Misalnya pada Contoh 1.1.2, bila s = 2 dan t = −1,
maka didapat solusi khusus x1 = −8, x2 = 2 dan x3 = −1.

Sistem Persamaan Linier

Suatu sistem persamaan linier (disingkat SPL) dengan m persamaan dalam n variabel
x1 , x2 , . . . , xn adalah himpunan m persamaan linier dalam bentuk

a11 x1 + a12 x2 + · · · + a1n xn = b1

a21 x1 + a22 x2 + · · · + a2n xn = b2


.. (1.1.2)
.

am1 x1 + am2 x2 + · · · + amn xn = bn

Bilangan-bilangan aij , i = 1, 2, . . . , m, j = 1, 2, . . . , n merupakan koefisien dari sistem


dan bi , i = 1, 2, . . . , n adalah suku-suku konstan. Jika semua suku konstan nol, maka
diperoleh sistem homogen. Sistem homogen dengan koefisien yang sama dengan sistem
Aljabar Linier 3

(1.1.2) disebut sistem homogen yang berkaitan dengan (1.1.2). Misalnya untuk SPL
berikut
x1 + 2x2 = −3
2x1 + 3x2 − 2x3 = −10 (1.1.3)
−x1 + 6x3 = 9,
SPL homogen yang berkaitan dengan SPL (1.1.3) adalah

x1 + 2x2 =0
2x1 + 3x2 − 2x3 = 0
−x1 + 6x3 = 0

Solusi dari SPL adalah n bilangan terurut (s1 , s2 , . . . , sn ) dengan si = xi , i =


1, 2, . . . , n yang memenuhi semua persamaan linier pembentuk sistem tersebut. Him-
punan solusi dari SPL adalah himpunan yang memuat semua solusi dari SPL.

Contoh 1.1.3. Tunjukkan bahwa x1 = −15, x2 = 6 dan x3 = −1 adalah solusi dari SPL
(1.1.3).

Solusi. Substitusikan x1 = −15, x2 = 6 dan x3 = −1 ke persamaan-persamaan dalam


SPL (1.1.3) sehingga didapat pernyataan benar.

−15 + 2 · 6 = −3
2 · (−15) + 3 · 6 − 2 · (−1) = −10
−(−15) + 6 · (−1) = 9.

Himpunan solusi adalah {(−15, 6, −1)} ♣♣♣


Jika SPL mempunyai solusi, maka sistem dikatakan konsisten (consistent); jika
tidak disebut takkonsisten (inconsistent). SPL (1.1.3) merupakan sistem yang konsisten
sedangkan sistem x + y = 1, x + y = −1 takkonsisten.
Suatu SPL dapat mempunyai tepat satu solusi atau tak terhingga banyaknya solusi
atau tidak mempunyai solusi. Hal ini diilustrasikan secara geometri dalam Gambar 1.1.1
untuk sistem-sistem:

y+x=2 y+x=2 y+x=2

y−x=0 2y + 2x = 4 y+x=1

dimana garis-garis berpotongan, berimpit atau sejajar.


Aljabar Linier 4

(a) (b) (c)

Gambar 1.1.1 Dua garis (a). berpotongan, (b). berimpit, (c). sejajar

Notasi Matriks untuk SPL

Suatu SPL dapat dituliskan dengan lebih singkat dengan menyatakan koefisien dan
suku-suku konstan dalam bentuk matriks asalkan nama dan urutan variabel telah diten-
tukan. Misalkan SPL (1.1.3) dapat disajikan sebagai matriks
 
1 2 0 −3
 
 
 2 3 −2 −10  .
 
−1 0 6 9

Matriks ini disebut matriks diperbesar (augmented matrix). Dalam matriks diperbesar,
terdapat matriks koefisien, yaitu matriks yang unsur-unsurnya merupakan koefisien dari
SPL dan matriks yang menyatakan suku-suku konstan yang disebut vektor konstan.
Untuk SPL (1.1.3), matriks koefisien dan vektor konstan diberikan oleh
   
1 2 0 −3
   
   
 2 3 −2  dan  −10  .
   
−1 0 6 9

Contoh 1.1.4. Tuliskan SPL jika diberikan matriks diperbesar:


 
1 2 0 −4
 .
0 3 −2 −1

Solusi. Matriks diperbesar mempunyai 4 kolom dengan kolom terakhir merupakan suku-
suku konstan. Ini berarti sistem mempunyai 3 variabel. Jika kita pilih x1 , x2 , dan x3
Aljabar Linier 5

sebagai variabel, maka didapat SPL

x1 + 2x2 = −4
x2 − 2x3 = −1

♣♣♣

Latihan 1.1

Untuk soal 1 dan 2 perhatikan persamaan-persamaan berikut.

(a) 3x − 5 − x = 2x + 2y + 5

(b) 1 + x + y + z = 1

(c) x1 + 5x2 − 2x3 = 1

(d) x1 + 3x2 + x1 x3 = 2

(e) x + y + z = 1 + y

(f ) x−2
1 + x2 + 8x3 = 5

(g) πx1 − 2x2 + 13 x3 = 71/3

(h) 2k x1 + 7x2 − x3 = 0, k konstan

1. Identifikasikan setiap persamaan sebagai linier atau taklinier. Jika linier, klasi-
fikasikan sebagai homogen atau nonhomogen.

2. Untuk setiap persamaan, tentukan solusi umum dan dua solusi khusus.

3. Pandang sistem linier berikut:

2x + 4z + 1= 0
2z + 2w − 2= x
−2x − z + 3w = −3
y+ z+ t = w+4

Tentukan
(a). matriks koefisien
(b). vektor konstan
(c). matriks diperbesar
Aljabar Linier 6

(d). sistem homogen yang bersesuaian

4. Misalkan  
1 0 0 0 7
 
 
 0 1 0 0 −2 

M = 

 0 0 1 0 3 
 
0 0 0 1 4

(a). Tuliskan sistem yang matriks diperbesarnya diberikan oleh M .


(b). Tuliskan sistem homogen yang berkaitan dengan sistem pada (a).

5. (a). Tentukan persamaan linier dalam x dan y yang mempunyai solusi umum x =
5 + 2t, y = t.
(b). Tunjukkan bahwa x = t dan y = 12 t − 5
2
juga merupakan solusi umum dari
persamaan pada (a).

6. Tentukan nilai α sehingga persamaan linier berikut mempunyai tepat satu solusi,
tak terhingga banyaknya solusi atau tak mempunyai solusi.

(a). α2 x − 2 = 4x + α (b). αx − α2 y = 3α

7. Tunjukkan bahwa jika persamaan linier x1 + kx2 = c dan x1 + ℓx2 = d mempunyai


himpunan solusi yang sama, maka kedua persamaan itu identik.

8. Pandang sistem homogen berikut:

a1 x + b1 y = 0
a2 x + b2 y = 0

(a). Jika x = x0 , y = y0 solusi dari sistem tersebut, tunjukkan bahwa x = kx0 ,


y = ky0 , k konstan juga merupakan solusi.
(b). Jika x = x1 , y = y1 dan x = x2 , y = y2 dua solusi dari sistem tersebut,
tunjukkan bahwa x = x1 + x2 , y = y1 + y2 juga merupakan solusi.

9. Jika (α1 , α2 , . . . , αn ) dan (β1 , β2 , . . . , βn ) adalah solusi dari sistem persamaan linier,
buktikan bahwa ((1 − t)α1 + tβ1 , (1 − t)α2 + β2 , . . . , (1 − t)αn + βn ) juga merupakan
solusi.
Aljabar Linier 7

10. Seorang guru matematika memberikan tiga macam latihan dan menugaskan 14 siswanya
3 5
untuk mengerjakan latihan pertama, 8
siswa mengerjakan latihan kedua dan 16
siswa
mengerjakan latihan ketiga. Jika 2 orang siswa tidak hadir, berapa banyak siswa
dalam kelas yang diajar guru tersebut?
3
11. Suatu rak buku berisi buku yang banyaknya 5
dari banyak buku pada rak buku
yang lain. Jika 10 buah buku dipindahkan dari rak buku pertama ke rak buku
kedua, maka rak buku kedua akan berisi buku yang banyaknya dua kali banyaknya
buku pada rak pertama. Berapa banyak buku pada masing-masing rak buku?

Jawaban Latihan 1.1

1. (d) dan (f) taklinier, lainnya linier; dari yang linier, (b) dan (h) homogen, lainnya
nonhomogen.

2. x − 2y = 5.

6. (a). α = −2 takhingga banyaknya solusi; α = 2 tidak ada solusi; α ̸= ±2 tepat satu


solusi, yakni x = 1/(α − 2).

10. 32 orang siswa

11. 150 dan 90.

1.2 Menyelesaikan Sistem Persamaan Linier: Eliminasi Gauss


Penyelesaian suatu SPL pada dasarnya diperoleh dengan terlebih dahulu menyeder-
hanakan SPL tersebut. Hasil penyederhanaan merupakan SPL lain yang mudah didapat
solusinya dan solusi ini sama dengan solusi SPL semula. Kedua SPL (SPL semula dan
SPL hasil penyederhanaan) dikatakan ekivalen.

Definisi 1.2.1. Dua SPL dalam n variabel dikatakan ekivalen jika mereka mempunyai
himpunan solusi yang sama.
Aljabar Linier 8

Contoh 1.2.1. Sistem-sistem

−2x = −2 −2x − 2y = −2

x − y = −1 y=2

adalah ekivalen. Satu-satunya solusi dari kedua sistem ini adalah x = 1 dan y = 2.♣ ♣ ♣

Pada bagian ini dipaparkan eliminasi Gauss untuk menyelesaikan SPL. Ide dasarnya
adalah menggantikan problem yang sulit dengan problem yang ekivalen tapi lebih mudah
diselesaikan. Elimiansi Gauss adalah prosedur sistematis untuk mengubah SPL menjadi
SPL yang ekivalen yang lebih mudah diselesaikan. Pada prinsipnya hal ini dilakukan
sebagai berikut: Misalkan diberikan SPL dengan 3 variabel dan 3 persamaan. Kita
menggunakan suku x1 dalam persamaan pertama untuk mengeliminir suku-suku x1 dalam
persamaan 2 dan 3. Berikutnya kita menggunakan suku x2 dalam persamaan kedua untuk
mengeliminir suku x2 dalam persamaan 3. Akibat dari proses ini diperoleh SPL ekivalen
yang sederhana, yakni persamaan 3 hanya memuat variabel x3 saja, persamaan 2 memuat
variabel x2 dan x3 , dan persamaan 1 memuat variabel x1 , x2 , dan x3 . Dari persamaan
3 diperoleh nilai x3 yang selanjutnya disubstitusikan ke persamaan 2 untuk memperoleh
x2 . Akhirnya nilai x2 dan x3 disubstitusikan ke persamaan 1 untuk mendapatkan nilai
x1 . Proses substitusi dalam mencari nilai x1 , x2 , x3 disebut substitusi mundur.
Eliminasi Gauss diimplementasikan dengan melakukan tiga operasi persamaan
elementer terhadap SPL, yakni (1). gantikan satu persamaan dengan persamaan itu
sendiri yang telah ditambahkan dengan kelipatan dari persamaan yang lain atau (2). per-
tukarkan dua persamaan atau (3). kalikan satu persamaan dengan skalar tak nol. Setiap
kali salah satu operasi ini dilakukan, diperoleh SPL berbeda tapi ekivalen.

Contoh 1.2.2. Selesaikan SPL:

3x1 − 4x2 − x3 = 9
−x1 + x2 + 2x3 = 4
x1 − 3x2 − x3 = 2

Solusi. Kita lakukan operasi persamaan elementer menurut langkah-langkah berikut.


Aljabar Linier 9

1. Pertukarkan persamaan pertama dan ketiga untuk memperoleh

x1 − 3x2 − x3 = 2
−x1 + x2 + 2x3 = 4
3x1 − 4x2 − x3 = 9

2. Kalikan persamaan pertama dengan 1 dan tambahkan hasil ini ke persamaan 2


sehingga didapat
x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
3x1 − 4x2 − x3 = 9

3. Kalikan persamaan pertama dengan −3 dan tambahkan hasil ini ke persamaan 3


sehingga didapat
x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
5x2 + 2x3 = 3

Sampai tahap ini kita telah mengeliminir x1 dari persamaan 2 dan 3. Sekarang kita
eliminir x2 dari persamaan 3.

4. Kalikan persamaan 2 dengan 5/2 dan tambahkan hasil ini ke persamaan 3 sehingga
didapat
x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
9
x
2 3
= 18

5. Kalikan persamaan 3 dengan 2/9 untuk memperoleh

x1 − 3x2 − x3 = 2
− 2x2 + x3 = 6
x3 = 4

Pada langkah 5 kita telah memiliki SPL baru yang ekivalen dengan SPL semula. Dengan
substitusi mundur kita memperoleh nilai x3 = 4, x2 = −1 dan x1 = 3. ♣♣♣
Aljabar Linier 10

Operasi Baris Elementer

Eliminasi Gauss lebih efisien diterapkan pada matriks. Karena setiap baris dari ma-
triks diperbesar berkorespondensi dengan persamaan, tiga operasi yang dikenakan pada
persamaan dapat dikenakan pada baris-baris matriks. Operasi ini dikenal dengan nama
operasi baris elementer (disingkat OBE).

Definisi 1.2.2. Operasi baris elementer pada matriks meliputi operasi:

(a). Pertukaran baris: Mempertukarkan dua baris.


(b). Penskalaan baris: Mengalikan suatu baris dengan suatu skalar tak nol.
(c). Penjumlahan baris: Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lain.

Definisi 1.2.3. Dua matriks A dan B dikatakan ekivalen baris jika salah satu matriks
dapat diperoleh dari yang lain dengan melakukan sejumlah berhingga OBE. Hal ini dino-
tasikan dengan A ∼ B dan dibaca matriks A ekivalen dengan matriks B.

Contoh 1.2.3. Matriks-matriks


   
0 3 1 2
   
   
A= 1 2  dan B =  0 3 
   
−1 1 0 0

adalah ekivalen sebab


       
0 3 1 2 1 2 1 2
       
       
A =  1 2  R1 ↔ R2  0 3  R3 + R1 → R3  0 3  R3 − R2 → R3  0 3  = B
  −−−−−−→   −−−−−−−−−−→   −−−−−−−−−−→  
−1 1 −1 1 0 3 0 0

♣♣♣

Catatan:

(1). Operasi baris elementer dapat dikenakan pada sembarang matriks (tidak hanya pada
matriks yang terkait dengan SPL).
(2). Ekivalen baris tidak sama maknanya dengan dua matriks yang sama. Matriks yang
ekivalen baris umumnya tidak sama.
Aljabar Linier 11

(3). Jika eliminasi Gauss dikenakan pada matrisk diperbesar dengan menerapkan OBE,
maka proses ini disebut reduksi baris.

Contoh 1.2.4. Selesaikan sistem linier

x + 2y − z = 4
2x + 5y + 2z = 9
x + 4y + 7z = 6

Solusi. Kita lakukan OBE pada matriks diperbesar.


   
1 2 −1 4 1 2 −1 4
   
   
 2 5 2 9  2
R − 2R → R2 0 1 4 1  R3 − R1 → R3
 −−−−−−−−−−−→ 
1
  −−−−−−−−−−→
1 4 7 6 1 4 7 6
     
1 2 −1 4 1 2 −1 4 1 0 −9 2
     
     
 0 1 4 1  R3 − 2R2 → R3  0 1 4 1  R1 − 2R2 → R1  0 1 4 1 
  −−−−−−−−−−−→   −−−−−−−−−−−→  
0 2 8 2 0 0 0 0 0 0 0 0

Matriks yang terakhir merupakan matriks diperbesar dari SPL

x1 − 9x3 = 2
x2 + 4x3 = 1

Disini kita mempunyai dua persamaan dengan tiga variabel sehingga diperlukan adanya
parameter. Misalkan x3 = t untuk suatu skalar t ∈ R, maka x2 = −4t + 1 dan x1 = 9t + 2.
Dengan demikian kita memperoleh solusi umum dalam bentuk (x1 , x2 , x3 ) = (9t+2, −4t+
1, t), t ∈ R adalah parameter. ♣♣♣

Bentuk Eselon

Matriks akan dibahas tersendiri dalam Bab 2. Pada bagian ini kita perkenalkan
beberapa terminologi matriks yang diperlukan untuk menyelesaikan SPL.
Baris nol dari suatu matriks adalah baris yang seluruh unsurnya nol. Baris taknol
adalah baris yang memuat paling sedikit satu unsur taknol. Definisi ini juga berlaku
untuk kolom dari suatu matriks. Unsur taknol pertama dari baris taknol disebut unsur
Aljabar Linier 12

utama. Jika unsur utama ini adalah 1, maka 1 ini disebut 1 utama. Misalnya untuk
matriks
 
−1 0 1 2
 
 
 0 0 −3 4  ,
 
0 0 0 0

dua baris pertama merupakan baris taknol sedangkan baris ketiga adalah baris nol. Unsur
utama adalah −1 dan −3. Kolom kedua merupakan kolom nol sedangkan tiga kolom
lainnya adalah kolom taknol.

Definisi 1.2.4. Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris (atau singkatnya
bentuk eselon) jika mempunyai sifat-sifat berikut:

1. Semua baris-baris nol ada di bagian bawah matriks.

2. Unsur utama dari suatu baris berada pada kolom yang posisinya di sebelah kanan
dari unsur utama pada baris diatasnya.

3. Semua unsur di bawah unsur utama pada suatu kolom adalah nol.

Jika proses reduksi dilanjutkan terhadap matriks bentuk eselon, maka akan diperoleh
matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi (atau singkatnya eselon tereduksi)
yang didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 1.2.5. Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris tereduksi jika memenuhi

1. matriks tersebut dalam bentuk eselon;

2. unsur utama dalam setiap baris taknol adalah 1 (1 utama);

3. semua unsur di atas dan di bawah 1 utama pada suatu kolom adalah nol.

Suatu matriks dikatakan teredusir ke bentuk eselon (atau eselon tereduksi) jika ma-
triks tersebut ekivalen dengan matriks dalam bentuk eselon (atau eselon tereduksi).
Aljabar Linier 13

Contoh 1.2.5.
     
1 0 0 0 1 0 0 −6 2 0 0
     
     
A= 0 0 1 0 , B= 0 1 0 0 , C= 0 0 0 
     
0 0 0 0 0 0 1 −1 0 0 3
   
1 1 0 0 2   1 7 0 9 0
   
  0 0  
D= 0 0 1 0 3 , E= , F =  0 0 1 −8 0 
  1 0  
0 0 0 1 4 0 0 0 0 1
 
  2 1 1 1 1
1 0 −1 0  
   
   0 0 3 0 9 
G= 0 1 0 0 , H=



   0 0 0 0 1 
0 0 1 0  
0 0 0 0 0

Matriks-matriks A, B, D, F , G, dan H dalam bentuk eselon sebab kondisi 1, 2, 3 ter-


penuhi. Matriks-matriks A, B, D, F dalam bentuk eselon tereduksi sebab kondisi 1–5
terpenuhi. Matriks-matriks G dan H tidak dalam bentuk eselon tereduksi. Untuk matriks
G, kondisi 5 tidak terpenuhi sedangkan matriks H tidak memenuhi kondisi 4. Matriks-
matriks C dan E tidak dalam bentuk eselon. Untuk matriks C kondisi 2 tidak terpenuhi
sedangkan matriks E tidak memenuhi kondisi 1. ♣♣♣

Prosedur meredusir suatu matriks menjadi bentuk eselon disebut eliminasi Gauss
sedangkan prosedur meredusir suatu matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi dise-
but eliminasi Gauss–Jordan.
Dengan eliminasi Gauss (atau Gauss-Jordan) setiap matriks selalu dapat diredusir
ke bentuk eselon atau bentuk eselon tereduksi. Hal ini dinyatakan oleh teorema berikut.

Teorema 1.2.1. Setiap matriks ekivalen baris dengan suatu matriks dalam bentuk eselon
baris.

Suatu matriks bisa ekivalen dengan beberapa matriks bentuk eselon tetapi ekivalen
hanya dengan satu matriks eselon tereduksi seperti diformulasikan dalam teorema berikut.

Teorema 1.2.2. (Ketunggalan bentuk eselon baris tereduksi). Setiap matriks ekivalen
dengan satu dan hanya satu matriks dalam bentuk eselon baris tereduksi.
Aljabar Linier 14

Bila matriks diperbesar dari suatu SPL sudah diredusir menjadi bentuk eselon, maka
solusinya dapat dengan mudah dideskripsikan. Untuk keperluan ini, diperkenalkan konsep
kolom pivot.

Definisi 1.2.6. Kolom pivot dari suatu matriks bentuk eselon adalah kolom yang memuat
unsur utama dan unsur utama ini disebut pivot.

Sistem persamaan linier adalah takkonsisten jika bentuk eselon dari matriks diperbe-
sarnya mempunyai unsur utama pada kolom paling kanan. Dengan kata lain, jika kolom
terakhir pada bentuk eselon dari matriks diperbesar suatu SPL merupakan kolom pivot,
maka SPL tersebut takkonsisten; jika tidak, SPL konsisten.
Jika SPL konsisten, maka kolom pivot dapat digunakan untuk menentukan vari-
abel utama dan variabel bebas. Variabel yang berkorespondensi dengan kolom pivot
menjadi variabel utama sedangkan variabel lainnnya menjadi variabel bebas. Biasanya
variabel bebas ini diberi nama baru, yaitu parameter.

Contoh 1.2.6. Tentukan kolom pivot dan pivot dari matriks berikut:
 
0 −3 −6 4 9
 
 
 −1 −2 −1 3 1 
 
 
 −2 −3 0 3 1 
 
1 4 5 −9 −7

Solusi. Matriks yang diberikan dapat diredusir menjadi


 
1 4 5 −9 −7
 
 
 0 2 4 −6 −6 
 
 
 0 0 0 −5 0 
 
0 0 0 0 0

Dari sini kita dapatkan bahwa kolom-kolom 1, 2, dan 4 adalah kolom-kolom pivot dan
pivotnya adalah 1, 2, dan −5. ♣♣♣
Aljabar Linier 15

Contoh 1.2.7. Selesaikan sistem

3x2 − 6x3 − 4x4 − 3x5 = −5


−x1 + 3x2 − 10x3 − 4x4 − 4x5 = −2
4x1 − 9x2 + 34x3 + x5 = −21
2x1 − 6x2 + 20x3 + 2x4 + 8x5 = −8

Solusi. Matriks eselon tereduksi dari matriks diperbesarnya adalah


 
1 0 4 0 0 −3
 
 
 0 1 −2 0 0 1 
 
 
 0 0 0 1 0 2 
 
0 0 0 0 1 0

Dari sini kita turunkan sistem yang ekivalen dengan sistem semula, yakni

x1 + 4x3 = −3
x2 − 2x3 = 1
x4 = 2
x5 = 0

Variabel-variabel x1 , x2 , x4 , dan x5 adalah variabel-variabel utama sedangkan x3 adalah


variabel bebas. Misalkan x3 = s, s ∈ R, s parameter. Kita peroleh solusi umum yang
diberikan oleh (x1 , x2 , x3 , x4 , x5 ) = (−4s − 3, 2s + 1, s, 2, 0), s ∈ R, s parameter. ♣♣♣

Contoh 1.2.8. Periksa apakah bidang-bidang berikut melalui titik yang sama.

−x − z = −2
2x − y + z = 1
−3x + 2y − 2z = −1
x − 2y + 3z = −2
5x + 2y + 6z = −1

Solusi. Dalam hal ini kita akan mencari solusi dari sistem yang diberikan. Reduksi baris
Aljabar Linier 16

terhadap matriks diperbesar menghasilkan


 
1 0 0 1
 
 
 0 1 0 0 
 
 
 0 0 1 −1 
 
 
 0 0 0 0 
 
0 0 0 0

Dari matriks ini kita peroleh x = 1, y = 0, dan z = −1. Jadi kelima bidang tersebut
melalui titik dengan koordinat (1, 0, −1). ♣♣♣

Contoh 1.2.9. Periksa apakah sistem berikut konsisten atau takkonsisten

x1 + 2x3 − 2x4 = 1
−x1 + x2 + x4 = −2
x2 + 2x3 − x4 = 1

Solusi. Reduksi baris terhadap matriks diperbesar memberikan


 
1 0 2 −2 1
 
 
 0 1 2 −1 −1 
 
0 0 0 0 2

Baris terakhir dari matriks ini menyatakan bahwa 0 = 2 yang bernilai salah. Jadi sistem
tersebut takkonsisten. ♣♣♣

Latihan 1.2

1. Tentukan sistem yang konsisten dan dapatkan solusinya.

y + 2z = 6
(a). 3x − 3y − 3z = −15
x + 3y + 3z = 11

3x + y + 3z = 15
(b). −x + 3y − z = −5
2x + 4y + 2z = 9
Aljabar Linier 17

x+ y=1
y+ z=1
(c).
z+w=1
x+w=1

2. Tunjukkan bahwa sistem berikut konsisten jika dan hanya jika c = 2a − 3b dan
selesaikan sistem dalam kondisi ini.

2x − y + 3z = a
3x + y − 5z = b
−5x − 5y + 21z = c

3. Tentukan nilai t yang menyebabkan sistem berikut konsisten dan selesaikan sistem
untuk nilai t tersebut.
x+ y=1
tx + y = t
(1 + t)x + 2y = 3

4. Selesaikan sistem berikut untuk θ:

sin θ − 4 cos θ = 4
4 sin θ − 4 cos θ = 4

Untuk soal 5 dan 6, klasifikasikan setiap matriks ke dalam salah satu kategori
berikut:

i. Bentuk eselon baris


ii. Bentuk eselon baris tereduksi
iii. Keduanya
iv. Bukan keduanya
   
0 0 1 0
5. a.   b.  
0 1 0 0
   
0 1 2 −1
c.   d.  
1 0 0 1
Aljabar Linier 18
   
1 2 0 3 0 1 3 0 2 0
   
   
 0 0 1 1 0   1 0 2 2 0 
6. a. 


 b. 



 0 0 0 0 1   0 0 0 0 1 
   
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
 
1 0 0 4  
 
  1 0 3 1
c.  0 0 1 8  d.  
  0 1 2 4
0 1 0 4
 
0 0
   
 
1 −7 5 5  0 0 
e.   
f.  

0 1 3 2  0 0 
 
0 0

7. Misalkan matriks diperbesar dari suatu sistem linier telah diredusir menjadi bentuk
eselon atau eselon tereduksi seperti berikut. Selesaikan sistem tersebut.
   
1 0 8 −5 6 1 0 0 −7 8
   
   
a.  0 1 4 −9 3  b.  0 1 0 3 2 
   
0 0 1 1 2 0 0 1 1 −5
 
1 −3 4 7  
  1 −3 0 0
 
c.  0 1 2 2  d.  
  0 0 0 1
0 0 1 5
   
1 −6 0 0 3 −2 1 7 −2 0 −8 −3
   
   
 0 0 1 0 4 7   0 0 1 1 6 5 
e. 


 f. 



 0 0 0 1 5 8   0 0 0 1 3 9 
   
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8. Selesaikan sistem-sistem berikut dengan eliminasi Gauss.

x + z + w = −5
x − z + w = −1
(a).
x + y + z + w = −3
2x + 2z = −2
Aljabar Linier 19

− 2b + 3c = 1
(b). 3a + 6b − 3c = −2
6a + 6b + 3c = 5

x − y + 2z − w = −1
2x + y − 2z − 2w = −2
(c).
−x + 2y − 4z + w = 1
3x − 3w = −3

9. Selesaikan sistem-sistem pada Soal 6 dengan eliminasi Gauss-Jordan.

10. Tentukan nilai k sehingga sistem berikut mempunyai persis satu solusi, tak terhingga
banyaknya solusi atau tidak mempunyai solusi.

x + 2y − 3z = 4
3x − y + 5z = 2
4x + y + (k 2 − 14)z = k + 2

11. Redusir matriks  


2 1 3
 
 
 0 −2 −29 
 
3 4 5
menjadi bentuk eselon tereduksi tanpa melibatkan pecahan.

12. Dapatkan dua bentuk eselon yang berbeda dari matriks


 
1 3
 
2 7

13. Apakah matriks-matriks berikut ekivalen ?


   
7
1 2 3 1 0 9
a).   dan  
4 −1 2 0 1 10 9

   
1 2 3 1 0 7
b).   dan  
4 −1 2 0 1 10
Aljabar Linier 20

14. Matriks diperbesar dari suatu sistem linier telah diredusir menjadi bentuk eselon
seperti berikut. Apa yang dapat dikatakan tentang sistem tersebut ?
 
  2 a b d
 

2 a b d f
  
   0 2 c e 
a).  0 2 c e g  b). 



   0 0 2 f 
0 0 0 2 h  
0 0 0 2

Jawaban Latihan 1.2

1. (a). x = −1, y = 2, z = 2; (b). tidak punya solusi; (c). (1 − t, t, 1 − t, t), t ∈ R.

2. x = (a + b)/5 + (2/5)z, y = (−3a + 2b)/5 + (19/5)z dengan z sembarang.

3. t = 2; x = 1, y = 0.]

6. (a). Keduanya; (b). Bukan keduanya; (c). Bukan keduanya; (d). Keduanya; (e).
Bentuk eselon baris; (f). Keduanya.

7. (a). x1 = 13t − 10, x2 = 13t − 5, x3 = −t + 2, x4 = t.


(b). x1 = 7t + 8, x2 = −3t + 2, x3 = −t − 5, x4 = t.
(e). x1 = 6s − 3t − 2, x2 = s, x3 = −4t + 7, x4 = −5t + 8, x5 = t.
(f). x1 = −7s + 2t − 11, x2 = s, x3 = −3t − 4, x4 = −3t + 9, x5 = t.

8. (b). takkonsisten; (c). x = t − 1, y = 2s, z = s, w = t

10. k = −4 tak ada solusi; k = 4 takhingga banyaknya solusi; k ̸= ±4 tepat satu solusi.
   
1 3 1 0
12. Salah satu kemungkinan adalah   dan  .
0 1 0 1
13. (a). Ya

14. (a). Kolom terakhir bukan pivot sehingga sistem mempunyai solusi. Karena kolom
ketiga bukan pivot, terdapat takhingga banyaknya solusi.
(b). Kolom terakhir adalah pivot sehingga sistem tidak mempunyai solusi.
Aljabar Linier 21

1.3 Sistem Persamaan Linier Homogen


Suatu SPL dikatakan homogen jika semua suku-suku konstan sama dengan nol. Den-
gan kata lain kita mempunyai SPL dalam bentuk

a11 x1 + a12 x2 + · · · + a1n xn = 0

a21 x1 + a22 x2 + · · · + a2n xn = 0


..
.

am1 x1 + am2 x2 + · · · + amn xn = 0

SPL homogen merupakan sistem yang konsisten karena x1 = x2 = · · · = xn = 0 selalu


merupakan solusinya yang disebut solusi trivial atau solusi nol. Jika ada solusi yang
lain, maka solusi itu disebut solusi taktrivial atau nontrivial. Misalkan x = 1 dan
y = 1 adalah solusi nontrivial dari sistem homogen

x−y =0

−2x + 2y = 0

Karena SPL homogen selalu konsisten, maka salah satu dari pernyataan berikut pasti
benar untuk sistem homogen:

1. Sistem homogen hanya mempunyai solusi trivial.

2. Disamping solusi trivial, sistem homogen mempunyai tak terhingga banyaknya solusi
taktrivial.

Teorema berikut menjamin bahwa sistem homogen pasti mempunyai soluti taktrivial.

Teorema 1.3.1. Sistem homogen yang mempunyai lebih banyak variabel daripada per-
samaan selalu mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.

Teorema ini hanya berlaku untuk sistem homogen. Sistem nonhomogen yang mem-
punyai lebih banyak variabel daripada persamaan tidak mesti konsisten. Akan tetapi jika
konsisten, maka sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.
Aljabar Linier 22

Contoh 1.3.1. Selesaikan sistem homogen berikut

2x1 + 2x2 − x3 + x5 = 0
−x1 − x2 + 2x3 − 3x4 + x5 = 0
x1 + x2 − 2x3 − x5 = 0
x3 + x4 + x5 = 0

Solusi. Sistem homogen ini mempunyai 4 persamaan dan 5 variabel sehingga menu-
rut Teorema 1.3.1, sistem ini mempunyai solusi takhingga banyaknya. Kita akan cari
solusinya. Setelah melakukan serangkaian OBE kita peroleh matriks eselon tereduksi
berikut:  
1 1 0 0 1 0
 
 
 0 0 1 0 1 0 
 
 
 0 0 0 1 0 0 
 
0 0 0 0 0 0

Matriks ini merupakan matriks diperbesar dari sistem

x1 + x2 + x5 = 0
x3 + x5 = 0
x4 =0

Dengan menyelesaikan untuk variabel-variabel utama diperoleh x1 = −x2 − x5 , x3 = −x5 ,


dan x4 = 0. Variabel x2 dan x5 adalah variabel-variabel bebas. Misalkan x2 = s dan
x5 = t, s, t ∈ R, maka diperoleh solusi yang diberikan oleh x1 = −s − t, x2 = s, x3 = −t,
x4 = 0, dan x5 = t, s, t ∈ R, s, t parameter. Perhatikan bahwa solusi trivial diperoleh bila
s = t = 0. ♣♣♣

Contoh 1.3.2. Tentukan kondisi pada a, b, dan c sehingga SPL berikut

x1 + 2x2 + 3x3 = a
4x1 + 5x2 + 6x3 =
7x1 + 8x2 + 9x3 = c

tidak mempunyai solusi atau mempunyai takhingga banyaknya solusi.


Aljabar Linier 23

Solusi. Setelah melakukan serangkaian OBE kita peroleh matriks berikut:


 
1 2 3 a
 
 
 0 −3 −6 b − 4a  .
 
0 0 0 c − 2b + a

Jika c − 2b + a ̸= 0, maka tidak ada solusi. Jika c − 2b + a = 0, maka terdapat dua


persamaan dengan 3 variabel dan ini berarti terdapat takhingga banyaknya solusi. ♣ ♣ ♣

Latihan 1.3

1. Selesaikan sistem-sistem homogen berikut.

2x + 2y + 4z = 0
2x1 + x2 + 3x3 = 0
w − y − 3z = 0
(a). x1 + 2x2 =0 (b).
2w + 3x + y + z = 0
x2 + x3 = 0
−2w + x + 3y − 2z = 0
x + 2y + 3z + 4w = 0
2x + 2y + 3z + 4w = 0
(c).
3x + 3y + 3z + 4w = 0
4x + 4y + 4z + 4w = 0

2. Selesaikan sistem homogen

−3x1 + x2 + x3 + x4 = 0
x1 − 3x2 + x3 + x4 = 0
x1 + x2 − 3x3 + x4 = 0
x1 + x2 + x3 − 3x4 = 0

x1 = x2 = x3 = x4 dengan x4 sembarang

3. Tentukan nilai λ sehingga sistem

x + (λ − 3)y = 0
(λ − 3)x + y=0

mempunyai solusi nontrivial.


Aljabar Linier 24

4. Selesaikan sistem homogen

3x1 + x2 + x3 + x4 = 0
5x1 − x2 + x3 − x4 = 0

5. Misalkan A matriks koefisien dari sistem homogen dengan n persamaan dalam n


variabel:
(1 − n)x1 + x2 + · · · + xn = 0
x1 + (1 − n)x2 + · · · + xn = 0
..
.
x1 + x2 + · · · + (1 − n)xn = 0
Tentukan bentuk eselon baris tereduksi dari A dan buktikan bahwa solusi dari sistem
tersebut adalah x1 = x2 = · · · = xn dengan xn sembarang.

6. Selesaikan sistem persamaan homogen atas Z2 berikut ini:

x1 + x3 + x5 = 0
x2 + x4 + x5 = 0
x1 + x2 + x3 + x4 = 0
x3 + x4 = 0

7. Bentuk sistem persamaan linier homogen dengan dua persamaan yang tidak saling
berkelipatan serta mempunyai solusi x1 = 1, x2 = −1, x3 = 1, x4 = 2 dan x1 = 2,
x2 = 0, x3 = 3, x4 = −1.

Jawaban Latihan 1.3

1. (a). x1 = 0, x2 = 0, x3 = 0, (b). w = t, x = −t, y = t, z = 0.


2. x1 = x2 = x3 = x4 dengan x4 sembarang
3. 2, 4.
4. x1 = − 41 x3 , x2 = − 41 x3 − x4 , dengan x3 dan x4 sembarang.
6. x1 = x2 = x4 + x5 , x3 = x4 dengan x4 dan x5 sembarang elemen dari Z2 .
7. Salah satu kemungkinan adalah x1 − 2x2 − x3 − x4 = 0 dan x1 + 5x2 + 2x4 = 0
Aljabar Linier 25

1.4 Penerapan Sistem Persamaan Linier


Pada bagian ini disajikan beberapa penerapan SPL melalui beberapa contoh.

Contoh 1.4.1. Temperatur rata-rata (dalam Fahrenheit) dari 3 kota A, B, dan C adalah
88◦ pada saat musim panas. Temperatur kota B 9◦ lebih tinggi dari rata-rata temperature
kota A dan C. Kota C mempunyai temperatur 9◦ lebih rendah dari rata-rata temperatur
dua kota lainnya. Tentukan temperatur (dalam Fahrenheit) dari masing-masing kota.

Solusi. Misalkan x, y, dan z masing-masing menyatakan temperatur kota A, B, dan C.


Dari informasi dalam soal, kita dapat menurunkan sistem linier berikut:

x+y+z
= 88
3
x+z
y= +9
2
x+y
z= −9
2

Setelah menuliskan sistem ini dalam bentuk standar dan mengaplikasikan eliminasi Gauss
kita peroleh x = 88◦ , y = 94◦ , dan z = 82◦ . ♣♣♣

Contoh 1.4.2. Pandang reaksi pembakaran metana berikut.

a CH4 + b O2 → c CO2 + d H2 O.

Setimbangkan reaksi ini.

Solusi. Agar reaksi setimbang, banyak atom di sebelah kiri tanda panah harus sama
dengan banyak atom di sebelah kanan tanda panah. Berdasarkan prinsip ini, diperoleh
a = c sebab banyaknya atom karbon pada kedua ruas haruslah sama. Dengan argumentasi
yang sama, diturunkan sistem persamaan linier berikut:

a=c

4a = 2d

2b = 2c + d

Solusi dari sistem ini adalah a = 12 d, b = d, dan c = 12 d. Bila d = 2, maka a = 1, b = 2,


dan c = 1 sehingga reaksi yang setimbang adalah CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2 O. ♣♣♣
Aljabar Linier 26

Contoh 1.4.3. Tentukan berat w1 , w2 , w3 , w4 untuk menyeimbangkan pengangkat seperti


pada Gambar 1.4.1.

Gambar 1.4.1

Solusi. Untuk menyelesaikan soal ini, kita memerlukan hukum Archimedes yang meny-
atakan bahwa dua massa pada suatu pengangkat seimbang bila berat massa tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya dari titik tumpu. Untuk menyeimbangkan dua pen-
gangkat yang kecil, berdasarkan hukum Archimedes, kita menginginkan 2w1 = 6w2 un-
tuk pengangkat sebelah kiri dan 2w3 = 8w4 untuk pengangkat sebelah kanan. Untuk
menyeimbangkan pengangkat utama, kita inginkan 5(w1 + w2 ) = 10(w3 + w4 ). Jadi kita
memperoleh sistem homogen dengan 3 persamaan dalam 4 variabel:

5w1 + 5w2 − 10w3 − 10w4 = 0


2w1 − 6w2 =0
2w3 − 8w4 = 0

Solusi dari sistem ini diberikan oleh w1 = 7, 5s, w2 = 2, 5s, w3 = 4s, dan w4 = s,
s ∈ R. Jadi banyak sekali benda yang bisa menyeimbangkan sistem pengangkat ini
asalkan beratnya merupakan kelipatan bilangan-bilangan 7, 5; 2, 5; 4; dan 1. ♣♣♣

Latihan 1.4

1. Buktikan aturan kosinus, yakni untuk setiap segitiga ABC (lihat Gambar 1.4.2)
berlaku

b2 + c2 − a2 a2 + c2 − b2 a2 + b2 − c2
cos α = , cos β = , cos γ = .
2bc 2ac 2ab
Aljabar Linier 27

Gambar 1.4.2 Gambar 1.4.3

2. Tentukan arus I1 , I2 , dan I3 pada jaringan yang diberikan oleh Gambar 1.4.3.

3. Dapatkan bujursangkar ajaib dengan ukuran 3 dalam bentuk


 
4 a b
 
 
 c 5 d 
 
e f 6

4. Seorang ibu akan membagi warisan senilai $400.000 untuk keempat putranya seba-
3
gai berikut: 4
dari warisan itu dibagi rata untuk putra-putranya. Untuk sisanya,
setiap anak akan menerima $3.000 setiap tahun sampai anak berusia 25 tahun. Jika
masing-masing anak berselisih usia 4 tahun, tentukan warisan yang diterima oleh
masing-masing anak.

5. Seimbangkan reaksi kimia berikut.

(a). C3 H8 + O2 → CO2 + H2 O.
(b). CH3 COF + H2 O → CH3 COOH + HF.

6. (a). Tentukan polinomial kuadratik yang grafiknya melalui titik-titik (1, 1), (2, 2),
dan (3, 5).
(b). Tentukan polinomial kubik yang grafiknya melalui titik-titik (1, 3), (2, −2),
(3, −5), dan (4, 0).

7. Gambar 1.4.4 menunjukkan diagram rencana arus lalu lintas pada suatu kompleks
pertamanan. Rencana ini juga memuat pemasangan lampu lalu lintas yang dikontrol
dengan komputer. Angka-angka pada diagram menunjukkan rata-rata banyaknya
kendaraan per jam yang melintas. Semua jalan satu arah.
Aljabar Linier 28

Gambar 1.4.4

(a). Berapa kendaraan per jam yang seharusnya melintasi lampu lalu lintas agar
rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang masuk ke kompleks sama dengan
rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang keluar dari kompleks?
(b). Asumsikan bahwa lampu lalu lintas telah diatur sedemikian sehingga total
arus kendaraan masuk dan keluar kompleks berimbang. Apakah yang dapat
dikatakan tentang rata-rata banyaknya kendaraan per jam yang akan melintas
sepanjang jalan yang membatasi kompleks?

Jawaban Latihan 1.4

2. a = 9, b = 2, c = 3, d = 7. e = 8, f = 1.
3. Anak tertua mendapat $82.000, anak kedua mendapat $94.000, anak ketiga men-
dapat $106.000, dan anak termuda mendapat $118.000.
4. (a). 600 (b). 0 ≤ x1 ≤ 700, 300 ≤ x2 ≤ 1000, 0 ≤ x3 ≤ 700, 0 ≤ x4 ≤ 700
5. I1 = 6A, I2 = −5A, I3 = 1A
6. (a). C3 H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2 O (b). CH3 COF + H2 O → CH3 COOH + HF
7. (a). p(x) = x2 − 2x + 2 (b). p(x) = 4 + 3x − 5x2 + x3
Aljabar Linier 29

Rangkuman
Sistem persamaan linier dengan m persamaan dalam n variabel x1 , x2 , . . . , xn tersusun
atas m persamaan linier dalam bentuk

a11 x1 + a12 x2 + · · · + a1n xn = b1

a21 x1 + a22 x2 + · · · + a2n xn = b2


..
.

am1 x1 + am2 x2 + · · · + amn xn = bn

Bilangan-bilangan aij , i = 1, 2, . . . , m, j = 1, 2, . . . , n merupakan koefisien dari sistem dan


bi , i = 1, 2, . . . , n adalah suku-suku konstan. Jika bi = 0 untuk semua i, maka diperoleh
sistem homogen.
Solusi dari SPL adalah n bilangan terurut (s1 , s2 , . . . , sn ) dengan si = xi , i =
1, 2, . . . , n yang memenuhi semua persamaan linier pembentuk sistem tersebut. Him-
punan solusi dari SPL adalah himpunan yang memuat semua solusi dari SPL.
Jika SPL mempunyai solusi, maka sistem dikatakan konsisten (consistent); jika tidak
disebut takkonsisten (inconsistent). Sistem yang konsisten mungkin mempunyai tepat
satu solusi atau tak terhingga banyaknya solusi.
Suatu SPL dapat dituliskan dalam bentuk matriks yang disebut matriks diperbe-
sar (augmented matrix). Matriks diperbesar ini tersusun dari matriks koefisien, yaitu
matriks yang unsur-unsurnya merupakan koefisien dari SPL dan matriks yang menyatakan
suku-suku konstan yang disebut vektor konstan.
Eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan adalah teknik untuk menyelesaikan SPL.
Kedua teknik ini diimplementasikan melalui Operasi Baris Elementer yang dikenakan
pada matriks diperbesar. Operasi baris elementer meliputi operasi:

(a). Pertukaran baris: Mempertukarkan dua baris.

(b). Penskalaan baris: Mengalikan suatu baris dengan suatu skalar tak nol.

(a). Penjumlahan baris: Menambahkan kelipatan suatu baris ke baris lain.

Eliminasi Gauss meredusir matriks menjadi bentuk eselon sedangkan eliminasi Gauss-
Jordan meredusir matriks menjadi bentuk eselon tereduksi.
Aljabar Linier 30

Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eselon baris jika mempunyai sifat-sifat berikut.

1. Semua baris-baris nol ada di bagian bawah matriks.

2. Unsur utama dari suatu baris berada pada kolom yang posisinya di sebelah kanan
dari unsur utama pada baris diatasnya.

3. Semua unsur di bawah unsur utama pada suatu kolom adalah nol.

Jika matriks eselon memenuhi kondisi berikut:

1. unsur utama dalam setiap baris taknol adalah 1 (1 utama);

2. semua unsur di atas dan di bawah 1 utama pada suatu kolom adalah nol,

maka matriks tersebut dinamakan matriks eselon tereduksi.


Suatu matriks bisa ekivalen dengan beberapa matriks eselon tetapi ekivalen hanya
dengan satu matriks eselon tereduksi.
Matriks bentuk eselon mempunyai kolom pivot yaitu kolom yang memuat unsur
utama dan unsur utama ini disebut pivot. Jika kolom terakhir pada bentuk eselon dari
matriks diperbesar suatu SPL merupakan kolom pivot, maka SPL tersebut takkonsisten;
jika tidak, SPL konsisten. Jika SPL konsisten, maka variabel yang berkorespondensi den-
gan kolom pivot merupakan variabel utama sedangkan variabel lainnnya menjadi variabel
bebas (dinamakan parameter).
Suatu SPL dikatakan homogen jika semua suku-suku konstan sama dengan nol, yakni

a11 x1 + a12 x2 + · · · + a1n xn = 0

a21 x1 + a22 x2 + · · · + a2n xn = 0


..
.

am1 x1 + am2 x2 + · · · + amn xn = 0

SPL homogen selalu konsisten sebab SPL selalu dipenuhi oleh x1 = x2 = · · · = xn = 0


yang disebut solusi trivial. Jika ada solusi lain, maka solusi itu disebut solusi taktriv-
ial. Sistem homogen yang mempunyai lebih banyak variabel daripada persamaan selalu
mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.
Aljabar Linier 31

Daftar Pustaka

Perry, W. L. 1988. Elementary Linear Algebra. New York: McGraw-Hill.

Fraleigh, J. B. dan Beauregard, R. A. 1990. Linear Algebra. Second Edition. Reading:


Addison-Wesley.

Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.

Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.

Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
Aljabar Linier 32
BAB 2

MATRIKS DAN DETERMINAN

Pada Bab 1 kita telah memperkenalkan matriks dalam kaitannya dengan sistem per-
samaan linier, yakni matriks koefisien dan matriks diperbesar. Dalam bab ini akan kita
bahas lebih rinci beberapa aspek matriks antara lain operasi matriks dan sifat-sifatnya,
jenis matriks, invers matriks dan sifat-sifatnya, keterkaitan invers matriks dengan sistem
persamaan linier dan determinan.

2.1 Notasi dan Terminologi


Matriks didefinisikan sebagai pengaturan bilangan dalam bentuk persegi panjang
yang dituliskan di antara tanda kurung siku atau kurung biasa. Dalam pengaturan ini
diperlukan baris dan kolom. Bilangan dalam pengaturan ini disebut unsur dari matriks.
Biasanya digunakan huruf besar untuk menyatakan matriks. Beberapa contoh matriks
adalah
   
1 2 −7 0 1  
   3 
    1
A =  −3 1  , B= 0 1 0 , K= , M = [0 − 4 1 − 3].
   √  3
4 0 −5 − 5 11

Unsur dari matriks A adalah 1, 2, −3, 1, 4, dan 0. Ukuran (atau orde) matriks diten-
tukan oleh banyaknya baris dan kolom yang dimiliki oleh matriks bersangkutan. Misalnya
matriks A di atas mempunyai 3 baris dan 2 kolom sehingga A mempunyai ukuran 3 × 2
(yang juga dituliskan sebagai A3×2 ) sedangkan matriks M mempunyai ukuran 1 × 4.

33
Aljabar Linier 34

Secara umum matriks A berukuran m × n memuat m · n bilangan yang diatur dalam


m baris dan n kolom:
 
a11 a12 ··· a1n
 
 
 a21 a22 · · · a2n 
A=
 .. .. .. ..
.

 . . . . 
 
am1 am2 · · · amn

Bilangan-bilangan aij , i = 1, 2, . . . , m, j = 1, 2, . . . , n disebut unsur ke–(i, j) dari A. Baris


ke–i dan kolom ke–j dari A masing-masing diberikan oleh:
 
a
 1j 
 
 a2j 
[ai1 ai2 · · · ain ] dan  .
 .. 
 . 
 
amj

Jika kolom-kolom matriks A masing-masing dinotasikan dengan a 1 , a 2 , . . . , a n , maka


matriks A dapat pula dipandang sebagai barisan dari kolom-kolomnya:

A = [a 1 a 2 · · · a n ].

Matriks yang berukuran 1 × n disebut matriks baris; yang berukuran m × 1 disebut


matriks kolom atau vektor. Matriks yang berukuran n × n disebut matriks bujur
sangkar orde n. Matriks yang semua unsurnya nol disebut matriks nol dan dinotasikan
dengan huruf O.
Misalkan A matriks bujur sangkar dengan unsur-unsur aij , i, j = 1, 2, . . . , n. Unsur-
unsur aii membentuk diagonal utama. Jika semua unsur di bawah diagonal utama nol
(yakni bila aij = 0 untuk i < j +1 dan i ̸= j), maka matriks itu disebut matriks segitiga
atas. Jika semua unsur di atas diagonal utama nol (yakni bila aij = 0 untuk i > j + 1
dan i ̸= j), maka matriks itu disebut matriks segitiga bawah. Matriks A dikatakan
matriks diagonal jika semua unsur di atas dan di bawah diagonal utama nol. Matriks
diagonal berukuran n × n yang semua unsurnya bilangan 1 disebut matriks identitas
dan dinotasikan In atau I saja bila konteksnya sudah jelas. Perhatikan matriks-matriks
Aljabar Linier 35

berikut.
       
1 0 0 1 3 −1 1 0 0 1 0 0
       
       
A =  0 −3 0 , B= 0 2 4 , C =  −2 3 4 , I= 0 1 0 .
       
0 0 2 0 0 5 0 4 1 0 0 1

Matriks A adalah matriks diagonal, B matriks segitiga atas, C matriks segitiga bawah,
dan I matriks identitas.

2.2 Operasi Pada Matriks

Kesamaan Dua Matriks

Dua matriks dikatakan sama jika kedua matriks mempunyai ukuran yang sama dan
unsur-unsur yang bersesuaian letak sama. Misalnya

   
a 5 1 5
 = 
−2 0 −1 b

hanya jika a = 1 dan b = 0.


Penjumlahan Matriks dan Perkalian Skalar

Misalkan A dan B matriks-matriks berukuran m × n. Jumlah A + B adalah matriks


berukuran m×n yang unsur-unsurnya merupakan jumlah dari unsur-unsur A dan B yang
bersesuaian letak. Penjumlahan A + B hanya terdefinisi jika A dan B mempunyai ukuran
yang sama.

Jika k suatu skalar dan A suatu matriks, maka perkalian skalar kA adalah matriks
yang unsur-unsurnya diperoleh dengan mengalikan setiap unsur A dengan k. Matriks kA
disebut kelipatan skalar dari A.

Kita definisikan (−1)A sebagai −A sehingga A − B dapat dituliskan sebagai A +


(−1)B. Untuk selisih A − B, unsur-unsurnya didapat dengan mengurangkan unsur-
unsur B dari unsur-unsur A yang bersesuaian letak.
Aljabar Linier 36

Contoh 2.2.1.
   
1 1 −1 2 2 −2
2 = 
0 5 7 0 10 14
     
4 0 5 1 1 1 5 1 6
 + = 
−1 3 2 3 5 7 2 8 9
     
4 0 5 2 2 2 2 −2 3
 − = .
−1 3 2 6 10 14 −7 −7 −12

♣♣♣

Teorema 2.2.1. (Sifat-sifat penjumlahan matriks dan perkalian skalar). Misalkan A, B,


C, dan O matriks-matriks berukuran m × n; a dan b skalar.

1. (A + B) + A = A + (B + C) 7. (ab)C = a(bC) = b(aC)


2. A + B = B + A 8. 1A = A
3. A + O = O + A = A 9. 0A = O
4. A + (−A) = (−A) + A = O
5. a(A ± B) = aA ± aB
6. (a ± b)C = aC ± bC

Perkalian Matriks

Misalkan A matriks berukuran m × n dan B matriks berukuran n × p dengan kolom-


kolom b1 , b2 , . . . , bp . Perkalian matriks AB menghasilkan matriks berukuran n×p dengan
kolom-kolom Ab1 , Ab2 , . . . , Abp . Dengan kata lain

AB = A[b1 b2 · · · bp ] = [Ab1 Ab2 · · · Abp ].

Perhatikan bahwa perkalian matriks AB hanya mungkin dilakukan bila banyaknya


kolom matriks di kiri (yaitu matriks A) sama dengan banyaknya baris matriks di kanan
(yaitu matriks B). Dalam perkalian matriks urutan diperhatikan. Proses perkalian di-
lakukan sebagai berikut. Untuk mendapatkan unsur dalam baris ke–i dan kolom ke–j
Aljabar Linier 37

dari matriks AB kita kalikan unsur-unsur yang bersesuaian dari baris i pada matriks A
dan kolom j pada matriks B kemudian hasil kali ini dijumlahkan.

Contoh 2.2.2. Tentukan AB bila diberikan


   
2 3 4 3 6
A=  dan B =  .
1 −5 1 −2 3

Solusi. Banyaknya kolom matriks A adalah 2 dan banyaknya baris matriks B adalah 2
sehingga matriks AB terdefinisi. Tulis B = [b1 b2 b3 ] dan hitung
        
2 3 4 2 3 3 2 3 6
Ab1 =    Ab2 =    Ab3 =   
1 −5 1 1 −5 −2 1 −5 3
     
2·4+3·1 2 · 3 + 3 · −2 2·6+3·3
=  =  = 
1 · 4 + (−5) · 1 1 · 3 + (−5) · −2 1 · 6 + (−5) · 3
     
11 0 21
=  =  = 
−1 13 −9

Maka
 
11 0 21
AB = [Ab1 Ab2 Ab3 ] =  .
−1 13 −9

♣♣♣

Contoh 2.2.3. Tentukan unsur-unsur pada baris kedua dari AB bila


 
2 −5 0  
  4 −6
   
 −1 3 −4   

A= , B= 7 1 .
  
 6 −8 −7 
  3 2
−3 0 9

Solusi. Unsur-unsur pada baris kedua dari AB berasal dari baris kedua dari A dan
kolom-kolom dari B. Dalam hal ini kita tidak memerlukan matriks A secara utuh. Kita
Aljabar Linier 38

hanya perlu baris kedua dari A dan kita kalikan dengan matriks B. Jadi kita hitung
 
4 −6
[ ] 
 
−1 3 −4  7 1 
 
3 2
[ ]
= (−1) · (4) + (3) · (7) + (−4) · (3)(−1) · (−6) + (3) · (1) + (−4) · (2)
[ ]
= 5 1 .

♣♣♣
Dari Contoh 2.2.3 terlihat bahwa baris ke–i dari AB adalah hasil kali baris ke–i dari A
dengan B. Demikian pula, kolom ke–j dari AB adalah hasil kali matriks A dengan kolom
ke–j dari B.

Teorema 2.2.2. (Sifat-sifat Perkalian Matriks). Misalkan A, B, C, I, dan O adalah


matriks-matriks yang mempunyai orde sedemikian sehingga operasi-operasi berikut ter-
definisi. Misalkan k skalar. Maka

1. (AB)C = A(BC)
2. A(B ± C) = AB ± AC
3. (B ± C)A = BA ± CA
4. k(BC) = (kB)C = B(kC)
5. IA = AI = A
6. OA = O dan AO = O.

Urutan dari kiri ke kanan dalam perkalian matriks sangat penting sebab pada umum-
nya AB dan BA tidaklah sama. Misalnya
     
4 3 7 −2 7 −2 4 3
   ̸=   .
2 1 1 5 1 5 2 1

Jika AB = BA, maka kita katakan A dan B commute satu sama lain.

Contoh 2.2.4. Tentuan semua matriks yang commute dengan matriks


 
0 1
B= .
1 0
Aljabar Linier 39

Solusi. Misalkan matriks yang dicari adalah


 
a b
A= .
c d

Kita harus mencari nilai a, b, c, dan d sehingga AB = BA. Perhatikan bahwa


         
a b 0 1 b a 0 1 a b c d
AB =   =  dan BA =   = .
c d 1 0 d c 1 0 c d a b

Jadi, agar AB = BA haruslah a = d dan b = 


c. Dengan
 demikian, semua matriks yang
a b
commute dengan B mempunyai bentuk A =  . ♣♣♣
b a
Dalam perkalian matriks perlu diperhatikan hal-hal berikut.

1. Jika AB terdefinisi, maka BA tidak mesti terdefinisi.


2. Jika AB dan BA terdefinisi, maka kedua matriks tidak harus berukuran sama.
3. Jika AB dan BA terdefinisi dan mempunyai ukuran yang sama, maka kedua matriks
tidak harus sama. Misalnya
         
1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1
  = ,   = .
1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0

4. Jika AB = O, maka tidak selalu berarti A = O atau B = O. Misalnya


    
0 1 0 1 0 0
  = .
0 0 0 0 0 0

5. Jika CA = CB (atau AC = BC), maka tidak mesti mengimplikasikan A = B.


Misalnya        
1 0 1 1 1 1 1 0 1 1
  = =  .
0 0 1 1 0 0 0 0 0 0

6. Jika A2 = I, maka tidak mesti berarti A = ±I.


7. Pada umumnya (AB)n ̸= An B n .
Aljabar Linier 40

Pangkat dari Matriks Bujur Sangkar

Jika A matriks berukuran n × n dan k bilangan bulat nonnegatif, kita definisikan Ak


sebagai berikut:
A0 = I; Ak = AAA
| · · · AA},
{z k > 0.
k faktor

Teorema 2.2.3. Jika A matriks bujur sangkar, maka untuk semua bilangan bulat positif
k dan m berlaku

Ak Am = Ak+m , (Ak )m = Akm , (cA)k = ck Ak , c skalar.

Transpose dari suatu Matriks

Diberikan matriks A berukuran m × n. Transpose dari matriks A, dinotasikan AT ,


adalah matriks berukuran n × m yang kolom-kolomnya adalah baris-baris dari A. Jadi,
unsur ke–(i, j) dari AT adalah unsur ke–(j, i) dari A.

Contoh 2.2.5. Misalkan


   
14 −2 0 2 6  
   
    1 1 1 1
A =  3 26 −5 , B =  3 8 , C= ,
    −3 5 −2 7
4 71 19 0 4

maka
 
  1 −3
   

14

3 4  
  2 3 0  1 5 
AT =  −2 26 71  , BT =  , C =
T

.

  6 8 4  1 −2 
0 −5 19  
1 2

Perhatikan bahwa untuk matriks bujur sangkar, transpose dapat diperoleh dengan
mencerminkan unsur-unsur matriks terhadap diagonal utama. Cermati matriks A pada
Contoh 2.2.5.

Teorema 2.2.4. Misalkan A dan B matriks-matriks yang mempunyai ukuran sedemikian


sehingga operasi-operasi berikut terdefinisi. Maka
Aljabar Linier 41

1. (AT )T = A

2. (A ± B)T = AT ± B T

3. (kA)T = kAT untuk suatu skalar k.

4. (AB)T = B T AT .

Matriks Simetrik dan Matriks Simetrik Pencong (Skew-Symmmetric Matrix)

Suatu matriks bujur sangkar yang sama dengan transposenya disebut matriks simetrik.
Dengan kata lain jika A matriks bujur sangkar maka A simetrik bila AT = A. Sedangkan
matriks A adalah matriks simetrik pencong (skew-symmmetric matrix) jika A = −AT .
Dapat diperiksa dengan mudah bahwa matriks
   
1 4 5 0 4 5
   
   
A =  4 −3 0  dan B =  −4 0 1 
   
5 0 7 −5 −1 0

masing-masing adalah matriks simetrik dan matriks simetrik pencong.

Teorema 2.2.5. (Sifat-sifat matriks simetrik). Misalkan A dan B matriks-matriks simetrik


dengan ukuran sama dan k suatu skalar. Maka

1. AT simetrik.

2. A + B dan A − B simetrik.

3. kA simetrik.

Pada umumnya hasil kali matriks simetrik tidak selalu merupakan matriks simetrik.
Hasil kali dua matriks simetrik merupakan matriks simetrik jika dan hanya jika kedua
matriks tersebut commute.

Trace dari suatu Matriks

Jika A matriks bujur sangkar, maka trace dari A, dinotasikan tr(A) didefinisikan
sebagai jumlah dari unsur-unsur pada diagonal utama. Trace hanya terdefinisi untuk
matriks bujur sangkar.
Aljabar Linier 42

Contoh 2.2.6. Trace dari matriks


 
1 4 5
 
 
A =  4 −3 0 
 
5 0 7

adalah tr(A) = 1 + (−3) + 7 = 5. ♣♣♣

Latihan 2.1 dan 2.2

1. Tentukan apakah matriks berikut simetrik, simetrik pencong atau bukan keduanya.
 
    0 −3 −3
2 −1  

3 4
    
(a). (b). (c).  −3 0 3 
4 0 1 2  
−3 3 1
   
1 −3 −3 0 −3 −3  
   
    1 2 0
(d).  −3 4 −3  (e).  3 0 1  (f ).  .
    2 1 0
3 3 0 3 −1 0

2. Diberikan matriks-matriks berikut:


 
3 0    
  −1
  4 1 4 2
A =  −1 2  , B =  , C =  
  0 2 3 1 5
1 1
   
1 5 2 6 1 3
   
   
D =  −1 0 1  , E =  −1 1 2  .
   
3 2 4 4 1 3

Hitung ekspresi-ekspresi berikut jika terdefinisi dan berikan alasan untuk ekspresi
yang tak terdefinisi.

(a). 2B − C (b). −3(D + 2E) (c). D − E (d). tr(A)

(e). 2AT + C (f). 2E T − 3DT (g). B T + 5C T (h). 21 C T − 14 A

(i). (C T B)AT (j). (3E)D (k). (AB)C (l). tr(C T AT +


2E T )
Aljabar Linier 43

3. Buktikan

(a). Jika A matriks simetrik pencong yang dapat dibalik, maka A−1 juga matriks
simetrik pencong.

(b). Jika A dan B matriks simetrik pencong dan k suatu skalar, maka AT , A ± B,
dan kA juga matriks simetrik pencong.

4. Dapatkan matriks diagonal A yang memenuhi


   
1 0 0 9 0 0
   
  −2  
(a). A =  0 −1
5
0  (b). A =  0 4 0  .
   
0 0 −1 0 0 1

5. Tentutan entitas yang tak diketahui dalam persamaan berikut.


     T
0 3 x+2 y+3 3 6
(a). 3X =   (b). 2  = 
6 9 3 0 y z
   
3 −4 7 4
6. Misalkan A =  , B =  . Tentukan nilai k (jika ada) sehingga
−5 1 5 k
AB = BA.    
1 1 1 2 0 0
   
   
7. Misalkan A =  1 2 3  dan D =  0 3 0 . Hitung AD dan DA. Jelaskan
   
1 4 5 0 0 4
bagaimana perubahan baris atau kolom dari A ketika dikalikan dengan D dari kanan
dan dari kiri. Dapatkan matriks diagonal B ukuran 3 × 3 (B ̸= I) sehingga AB =
BA.  
2 a − 2b + 2c 2a + b + c
 
 
8. Misalkan A =  3 5 a+c . Tentukan nilai a, b, dan c sehingga
 
0 −2 7
matriks A simetrik.

9. Misalkan A matriks n × n dengan aij = 1 bila j = i + 1 dan aij = 0 bila j ̸= i + 1.


Apa yang dapat dikatakan tentang An ?
 
1 1
10. Hitung A8 jika A =  . Cobalah tebak bentuk dari An .
0 1
Aljabar Linier 44

Jawaban Latihan 2.1 dan 2.2

1. (a). simetrik, (b). bukan keduanya, (c). simetrik, (d). bukan keduanya, (e).
simetrik pencong, (f). bukan keduanya.
2. (a). orde beda, (b) dan (c) terdefinisi, (d). trace hanya terdefinisi untuk matriks
bujursangkar, (e) dan (f) terdefinisi, (g). orde beda, (h)–(l) terdefinisi.
   
1 0 0 ± 13 0 0
   
   
4. (a).  0 −1 0 , (b).  0 ± 2 1
0 .
   
0 0 −1 0 0 ±1
5. (b). x = 21 , y = −6, z = 0.
6. k = 9.

 b = −9,
8. a = 11,  c = −13.
1 n
10. An =  .
0 1

2.3 Invers Suatu Matriks


Definisi 2.3.1. Invers dari matriks A berukuran n × n adalah matriks B berukuran n × n
disebut invers dari A, sedemikian sehingga AB = I dan BA = I dimana I adalah matriks
identitas berukuran n × n. Matriks A yang mempunyai invers dikatakan dapat dibalik
atau nonsingular.

Invers suatu matriks adalah tunggal. Jika B dan C keduanya merupakan invers dari
A, maka kita mempunyai

B = BI = B(AC) = (BA)C = IC = C.

Jadi B = C. Ini berarti A mempunyai hanya satu invers. Invers dari suatu matriks A
yang nonsingular dinotasikan dengan A−1 . Jadi

AA−1 = I dan A−1 A = I.

Matriks bujur sangkar yang tidak mempunyai invers dikatakan tak dapat dibalik atau
singular.
Aljabar Linier 45
   
2 5 −7 −5
Contoh 2.3.1. Jika A =   dan C =  , maka A dan C adalah
−3 −7 3 2
invers satu sama lain sebab AC = I dan CA = I. ♣♣♣

Teorema 2.3.1. (Sifat-sifat Invers). Misalkan A dan B adalah matriks-matriks yang


dapat dibalik dan k suatu skalar taknol. Maka

1. A−1 juga dapat dibalik dan (A−1 )−1 = A;


2. AB juga dapat dibalik dan invers dari AB adalah hasil kali invers-invers dari A dan
B dengan urutan terbalik, yaitu

(AB)−1 = B −1 A−1 .

3. kA juga dapat dibalik dan


1 −1
(kA)−1 = A .
k
4. AT juga dapat dibalik dan invers dari AT adalah transpose dari A−1 , yaitu (AT )−1 =
(A−1 )T .

Bukti. Kita akan buktikan bagian 1 dan 2.

1. Karena A dapat dibalik, maka AA−1 = I = A−1 A. Ini menunjukkan bahwa A−1
dapat dibalik dan (A−1 )−1 = A.
2. Kita akan menunjukkan bahwa (AB)(B −1 A−1 ) = I = (B −1 A−1 )(AB).

(AB)(B −1 A−1 ) = A(BB −1 )A−1 = AIA−1 = AA−1 = I

(B −1 A−1 )(AB) = B −1 (A−1 A)B = B −1 IB = B −1 B = I.

Jika A dapat dibalik, kita dapat mendefinisikan matriks A dengan pangkat negatif
sebagai berikut. Untuk k bilangan bulat positif, kita definisikan:

A−k = (A−1 )k = |A−1 A−1 A−1{z· · · A−1 A−1} .


k faktor

Teorema 2.3.2. Misalkan A matriks yang dapat dibalik; k dan m dua bilangan bulat dan
c skalar taknol. Maka
Aljabar Linier 46

1. Ak dapat dibalik dan (Ak )−1 = (A−1 )k untuk k = 0, 1, 2, . . .


2. Ak Am = Ak+m
3. (Ak )m = Akm
4. (cA)k = ck Ak .

Teorema 2.3.3. (Hukum Kanselasi). Misalkan matriks-matriks A, B,dan C mempunyai


ukuran sedemikian sehingga perkalian matriks terdefinisi. Jika C dapat dibalik, maka

1. CA = CB =⇒ A = B
2. AC = BC =⇒ A = B.

Bukti.

1. Karena C dapat dibalik, berarti C −1 ada. Jadi

CA = CB =⇒ C −1 (CA) = C −1 (CB) =⇒ (C −1 C)A = (C −1 C)B

=⇒ IA = IB =⇒ A = B.

2. Dengan cara yang sama diperoleh

AC = BC =⇒ (AC)C −1 = (BC)C −1 =⇒ A(CC −1 ) = B(CC −1 )

=⇒ AI = BI =⇒ A = B.

Dalam teorema berikut kita formulasikan hubungan antara matriks simetrik dan inver-
snya.

Teorema 2.3.4.

1. Jika A matriks simetrik yang dapat dibalik, maka A−1 juga simetrik.
2. Jika A matriks yang dapat dibalik, maka AAT dan AT A juga dapat dibalik dan
simetrik.
Aljabar Linier 47

Bukti.

1. Karena A simetrik dan dapat dibalik, berarti A−1 ada dan A = AT . Jadi

(A−1 )T = (AT )−1 = A−1

yang menunjukkan bahwa A−1 simetrik.


2. Karena A dapat dibalik berarti AT dapat dibalik. Jadi AAT dan AT A dapat dibalik
karena merupakan hasil kali matriks-matriks yang dapat dibalik. Juga

(AAT )T = (AT )T AT = AAT dan (AT A)T = AT (AT )T = AT A

yang menunjukkan bahwa AAT dan AT A simetrik.

Penghitungan A−1

Untuk matriks berukuran 2×2 terdapat formula untuk menentukan inversnya seperti
dinyatakan dalam teorema berikut.
 
a b
Teorema 2.3.5. Misalkan A =   . Jika ad − bc ̸= 0, maka A dapat dibalik dan
c d
invers A diberikan oleh  
1 d −b
A−1 =  .
ad − bc −c a
Jika ad − bc = 0, maka A tak dapat dibalik.

Kuantitas ad − bc disebut determinan dari A dan kita tuliskan det(A) = ad − bc.


Determinan akan dibahas lebih rinci dalam bagian 2.5.
Teorema 2.3.5 menyatakan bahwa matriks A berukuran 2 × 2 dapat dibalik jika dan
hanya jika det(A) ̸= 0.
 
3 4
Contoh 2.3.2. Dapatkan invers dari A =  .
5 6
Solusi. Kita hitung det(A) = 3(6) − 4(5) = −2 ̸= 0. Jadi A dapat dibalik dan inversnya
adalah    
1  6 −4   −3 2
.
A−1 = =
−2 −5 3 5 −3
2 2
Aljabar Linier 48

♣♣♣
Untuk matriks dengan ukuran di atas 3 × 3 tidak ada formula untuk menentukan
inversnya. Tetapi kita akan menggunakan reduksi baris untuk menentukan invers suatu
matriks. Contoh berikut mengilustrasikan dan menjustifikasi metode yang digunakan.
Misalkan matriks A dan inversnya A−1 diberikan oleh
   
2 3 x y
A=  dan A−1 =  .
1 2 z w

Karena AA−1 = I, maka kita mempunyai


        
2 3 x y 1 0 2x + 3z 2y + 3w 1 0
  =  atau  = .
1 2 z w 0 1 x + 2z y + 2w 0 1

Dari sini kita peroleh dua sistem linier, yaitu

2x + 3z = 1 2y + 3w = 0
dan (2.3.1)
x + 2z = 0 y + 2w = 1

dengan matriks diperbesar masing-masing


   
2 3 1 2 3 0
  dan  . (2.3.2)
1 2 0 1 2 1

Jika dilakukan reduksi baris terhadap kedua matriks ini diperoleh bentuk eselon baris
tereduksi berikut:    
1 0 2 1 0 −3
  dan  .
0 1 −1 0 1 2
Kedua matriks tereduksi ini memberikan dua persamaan, yakni persamaan pertama mem-
berikan x = 2 dan z = −1 dan dari persamaan kedua kita peroleh y = −3 dan w = 2.
Jadi  
2 −3
A−1 =  . (2.3.3)
−1 2
Perhatikan kembali sistem (2.3.1). Karena kedua sistem pada (2.3.1) mempunyai matriks
koefisien yang sama, maka (2.3.2) dapat dituliskan dalam satu matriks sebagai berikut:
 
2 3 : 1 0
 
1 2 : 0 1
Aljabar Linier 49

dan setelah reduksi baris kita memperoleh matriks berikut:


 
1 0 : 2 −3
 . (2.3.4)
0 1 : −1 2

Bila kita bandingkan dengan invers pada (2.3.3), maka dari (2.3.4) dapat kita lihat bahwa
invers dari A diberikan oleh matriks di sebelah kanan tanda titik dua. Perhatikan bahwa
kita mulai dengan [A : I] dan setelah reduksi baris kita mendapatkan [I : A−1 ]. Dari
sini kita dapat baca A−1 .
 
0 1 2
 
 
Contoh 2.3.3. Dapatkan invers (jika ada) dari matriks A =  1 0 3 .
 
4 −3 8

Solusi. Kita tuliskan


 
0 1 2 : 1 0 0
 
 
[A : I] =  1 0 3 : 0 1 0 .
 
4 −3 8 : 0 0 1

Dan setelah reduksi baris kita peroleh bentuk eselon tereduksi berikut:
 
−9 −3
1 0 0 : 2 7 2
 
  −1
[A : I] =  0 1 0 : −2 4 −1  = [I : A ].
 
0 0 1 : 3
2
−2 1
2

Jadi A−1 ada dan diberikan oleh


 
−9 −3
7
 2 2
−1  
A =  −2 4 −1  .
 
3
2
−2 1
2

Dapat diperiksa bahwa AA−1 = I. ♣♣♣


 
1 6 4
 
 
Contoh 2.3.4. Dapatkan invers (jika ada) dari matriks B =  2 4 −1 .
 
−1 2 5
Aljabar Linier 50

Solusi. Kita tuliskan


 
1 6 4 : 1 0 0
 
 
[A : I] =  2 4 −1 : 0 1 0  .
 
−1 2 5 : 0 0 1

Dan setelah reduksi baris kita memperoleh bentuk berikut:


 
1 6 04 : 1 0 0
 
 
 0 −8 −9 : −2 1 0  .
 
0 0 0 : −1 1 1

Karena terdapat baris nol di sebelah kiri, berarti A tidak dapat dibalik. ♣♣♣

Latihan 2.3
1. Dapatkan A dari matriks berikut.
   
2 −1 −3 7
(a). A−1 =  , (b). (7A)−1 =  
3 5 1 −2
   
−3 −1 −1 2
(c). (5AT )−1 =  , (d). (I + 2A)−1 =  .
5 2 4 5
2. Tunjukkan bahwa jika matriks bujur sangkar A memenuhi A2 − 3A + I = O, maka
A−1 = 3I − A.

3. Misalkan A dan B matriks-matriks bujur sangkar sedemikian sehingga AB = O.


Jika A dapat dibalik, tunjukkan bahwa B = O.

4. Dengan reduksi baris tentukan invers (jika ada) dari matriks-matriks berikut.
 
    −1 3 −4
6 −4  
1 4  
(a).   (b).   (c).  2 4 1 
2 7 −3 2  
−4 2 −9
   
  0 0 2 0 1 0 0 0
   

2 6 6
    
   1 0 0 1   1 3 0 0 
(d).  2 7 6  
(e).   
(f ).  .
   
 0 −1 3 0   1 3 5 0 
2 7 7    
2 1 5 −3 1 3 5 7
Aljabar Linier 51

5. Tentukan invers dari matriks-matriks berikut dimana k1 , k2 , k3 , k4 , dan k adalah


bilangan-bilangan taknol.
     
k 0 0 0 0 0 0 k1 k 0 0 0
 1     
     
 0 k2 0 0   0 0 k2 0   1 k 0 0 
(a). 


 (b). 


 (c). 



 0 0 k3 0   0 k3 0 0   0 1 k 0 
     
0 0 0 k4 k4 0 0 0 0 0 1 k

6. Misalkan A matriks bujur sangkar.

(a). Jika A4 = O, tunjukkan bahwa (I − A)−1 = I + A + A2 + A3 .

(b). Jika An+1 = O, tunjukkan bahwa (I − A)−1 = I + A + A2 + · · · An .

7. Misalkan (B −C)A = 0 dengan B dan C matriks ukuran m×n dan A dapat dibalik.
Tunjukkan bahwa B = C.
8. Misalkan A dan B matriks-matriks ukuran n × n, B dapat dibalik, dan AB juga
dapat dibalik. Tunjukkan bahwa A dapat dibalik.  
1 1 −1
 
−1  
9. Tentukan semua nilai k sehingga A ada dengan A =  0 −1 1 .
 
−1 −2 k

1 0 0
 
 
10. Hitung A−1 , A−2 , A−3 , A−24 , A−25 dengan A =  0 −1 1 .
 
0 0 1

Jawaban Latihan 2.3


   
2
1 − 25 1
1. (a). A = (A−1 )−1 , (b). A =  7 , (c). A =  , (d). A =
1 3
− 15 3
  7 7 5

− 13
9 1
 13 .
2
13
− 13
6
 
0 −3
7
 2 
 
4. (c). tak dapat dibalik, (d).  −1 1 0 
 
0 −1 1
Aljabar Linier 52
   
− 45 3 1 1
1 0 0 0
 5 5 5   
   1 
 3
0 −1 0   −3 1
0 0 
(e). 

2 ,
 (f). 

3 

 1
0 0 0   0 − 15 1
0 
 2   5 
4
5
2
5
− 51 − 15 0 0 −7 7
1 1

 
1
0 0 0
 k 
 1 
 − k2 1
0 0 
5. (c). 
 1
k .

 k3 − k12 1
0 
 k 
− k4
1 1
k3
− k2 k
1 1

9. k = 1.

2.4 Determinan
Determinan merupakan salah satu topik aljabar linier yang sangat berguna dengan
banyak aplikasi pada berbagai bidang ilmu seperti teknik, fisika, ekonomi, dan matem-
atika sendiri. Dalam bagian ini, kita akan membahas cara menghitung determinan suatu
matriks.
Telah diperkenalkan pada Bagian 3 dari bab ini bahwa determinan dari matriks
 
a11 a12
A= 
a21 a22

adalah bilangan det(A) = a11 a22 − a12 a21 . Kita gunakan determinan matriks 2 × 2 untuk
mendapatkan determinan matriks 3 × 3 sebagai berikut. Misalkan
 
a a a13
 11 12 
 
B =  a21 a22 a23  ,
 
a31 a32 a33

maka
     
a22 a23 a21 a23 a21 a22
det(B) = a11 det   − a12 det   + a13 det   (2.4.1)
a32 a33 a31 a33 a31 a32
Aljabar Linier 53

atau

det(B) = a11 (a22 a33 − a23 a32 ) − a12 (a21 a33 − a23 a31 ) + a13 (a21 a32 − a22 a31 ). (2.4.2)

Ada suatu skema yang mudah digunakan untuk mengingat formula ini yang disebut
skema Sarrus. Kita tambahkan dua kolom pertama dari B di sebelah kanan matriks B
dan bentuk hasil kali dari unsur-unsur yang tertutup oleh panah. Lihat Gambar 2.5.1.

Gambar 2.5.1 Skema Sarrus


Hasil kali unsur-unsur menurut anak panah dari kiri atas ke kanan bawah bertanda positif
sedangkan yang lainnya bertanda negatif. Selanjutnya semua hasil kali ini dijumlahkan.
Peringatan : Skema Sarrus hanya untuk matriks berukuran 3 × 3.

Ekspansi Kofaktor

Determinan dapat dihitung secara rekursif. Untuk matriks 3 × 3 determinannya di-


tentukan menggunakan determinan matriks 2 × 2; untuk matriks 4 × 4 determinannya
ditentukan menggunakan determinan matriks 3 × 3 dan seterusnya. Secara umum, deter-
minan matriks n × n didefinisikan oleh determinan matriks (n − 1) × (n − 1). Dalam hal
ini determinan dari matriks 2 × 2, 3 × 3 dan (n − 1) × (n − 1) disebut minor.
Minor (i, j), dinotasikan Mij dari matriks A adalah determinan yang diperoleh dengan
menghilangkan baris ke–i dan kolom ke–j dari A. Pada (2.5.1),
     
a22 a23 a21 a23 a21 a22
det  , det  , det  
a32 a33 a31 a33 a31 a32

masing-masing merupakan minor M11 , M12 , dan M13 .


Aljabar Linier 54

Misalkan
 
a11 a12 · · · a1n
 
 
 a21 a22 · · · a2n 
A=
 .. .. .. ..
.

 . . . . 
 
an1 an2 · · · ann

Kofaktor (i, j), dinotasikan Cij , dari A adalah minor (i, j) bertanda, yaitu:

Cij = (−1)i+j Mij .

Determinan dari A dapat dihitung dengan ekspansi menurut baris ke–i dalam suku-suku
kofaktor sebagai berikut:

det(A) = ai1 Ci1 + ai2 Ci2 + · · · + ain Cin

atau ekspansikan menurut kolom ke–j dalam suku-suku kofaktor sebagai berikut:

det(A) = a1j C1j + a2j C2j + · · · + anj Cnj .

Metode penghitungan determinan dengan kofaktor disebut ekspansi kofaktor.

Rumus (2.5.1) merupakan hasil ekspansi kofaktor menurut baris pertama. Perhatikan
persamaan (2.5.1). Setiap unsur dari baris pertama dikalikan dengan minor yang sesuai.
Setiap hasil kali ini dikalikan dengan +1 atau −1, tergantung dari posisi unsur pada ma-
triks. Lalu hasil kali bertanda ini dijumlahkan untuk memperoleh determinan. Dalam
proses ini kita dapat memilih sembarang baris atau kolom dan hasilnya pasti sama. Per-
hatikan bahwa tanda dari posisi (i, j) diberikan oleh (−1)i+j .

Contoh 2.4.1. Diberikan matriks


 
1 5 0
 
 
A= 2 4 −1  .
 
0 −2 0
Aljabar Linier 55

Nilai det(A) dihitung dengan ekspansi menurut baris pertama adalah

   
4 −1 2 −1
det(A) = a11 · (−1)1+1 · det   + a12 · (−1)1+2 · det  +
−2 0 0 0
 
2 4
a13 · (−1)1+3 · det  
0 −2
     
4 −1 2 −1 2 4
= 1 · det   − 5 · det   + 0 · det   = −2.
−2 0 0 0 0 −2

Nilai det(A) dihitung dengan ekspansi menurut baris ketiga adalah

   
5 0 1 0
det(A) = a31 · (−1)3+1 · det   + a32 · (−1)3+2 · det  +
4 −1 2 −1
 
1 5
a33 · (−1)3+3 · det  
2 4
     
5 0 1 0 1 5
= 0 · det   − (−2) · det   + 0 · det   = −2.
4 −1 2 −1 2 4

Nilai det(A) dihitung dengan ekspansi menurut kolom kedua adalah

   
2 −1 1 0
det(A) = a12 · (−1)1+2 · det   + a22 · (−1)2+2 · det  +
0 0 0 0
 
1 0
a32 · (−1)3+2 · det  
2 −1
     
2 −1 1 0 1 0
= −5 · det   + 4 · det   − (−2) · det   = −2.
0 0 0 0 2 −1

♣♣♣

Secara formal, ekspansi kofaktor dilakukan dengan menghitung minor dan kofaktor. Se-
bagai contoh, lihat kembali perhitungan det(A) dengan ekspansi baris ketiga. Kita hitung
Aljabar Linier 56

minor dan kofaktor sebagai berikut.


 
5 0
M31 = det   = −5 C31 = (−1)3+1 M31 = −5
4 −1
 
1 0
M32 = det   = −1 C32 = (−1)3+2 M22 = 1
2 −1
 
1 5
M33 = det   = −6 C33 = (−1)3+3 M23 = −6
2 4

Jadi,

det(A) = a31 C31 + a32 C32 + a33 C33

= 0(−5) + (−2)(1) + (0)(2) = −2

♣♣♣
Selain notasi det(·), notasi yang juga umum dipakai untuk determinan adalah meng-
gunakan dua garis vertikal, yakni det(·) = | · | sehingga perhitungan yang terakhir pada
Contoh 2.5.1 dapat dituliskan sebagai


2 −1 1 0 1 0
det(A) = −5 + 4

− (−2)

= −2.

0 0 0 0 2 −1

Untuk matriks tertentu, determinan sangat mudah dihitung seperti dinyatakan dalam
teorema berikut.

Teorema 2.4.1. Jika A matriks segitiga (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal),
maka det(A) adalah hasil kali unsur-unsur pada diagonal utama dari A.

Dalam teorema berikut kita formulasikan efek dari OBE terhadap determinan.

Teorema 2.4.2. Misalkan A matriks bujur sangkar.

1. Jika kelipatan suatu baris (kolom) dari A ditambahkan ke baris (kolom) yang lain
untuk menghasilkan matriks B, maka det(B) = det(A).
2. Jika dua baris (kolom) dari A dipertukarkan untuk memperoleh B, maka det(B) =
− det(A).
Aljabar Linier 57

3. Jika satu baris (kolom) dari A dikalikan dengan skalar k untuk mendapatkan B,
maka det(B) = k det(A).

Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan Teorema 2.5.2 untuk menghitung determi-


nan dengan efisien.
 
1 −4 2
 
 
Contoh 2.4.2. Hitung det(A) dimana A =  −2 8 −9 .
 
−1 7 0

Solusi. Kita redusir matriks A ke bentuk eselon dan aplikasikan Teorema 2.5.1 dan 2.5.2.


1 −4 2 1 −4 2


det(A) = −2 8 −9 R2 + 2R1 → R2 = 0 0 −5 R3 + R1 → R3
−−−−−−−−−−−→ −−−−−−−−−−→

−1 7 0 −1 7 0


1 −4 2 1 −4 2


= −2 8 −9 2 R ↔ R = − 0 3 2 = −(1)(3)(−5) = 15.
−−−−−−→
3


0 3 2 0 0 −5

♣♣♣
Aljabar Linier 58

Contoh 2.4.3.


2 4 6 −2 16 1 2 3 −1 8


0 0 4 2 −1 0 0 4 2 −1


0 −5 5 3 7 = 2 0 −5 5 3 7 dengan 1
R
2 1
→ R1


0 0 0 1 6 0 0 0 1 6


1 2 3 −2 −9 1 2 3 −2 −9


1 2 3 −1 8


0 0 4 2 −1


= 2 0 −5 5 3 7 dengan − R1 + R5 → R5


0 0 0 1 6


0 0 0 −1 −17


1 2 3 −1 8


0 −5 5 3 7


= −2 0 0 4 2 −1 dengan R2 ↔ R3


0 0 0 1 6


0 0 0 −1 −17


1 2 3 −1 8


0 −5 5 3 7


= −2 0 0 4 2 −1 dengan R4 + R5 → R5


0 0 0 1 6


0 0 0 0 −11

= (−2)(−5)(4)(1)(−11) = −440.

♣♣♣

Teorema 2.4.3. Matriks A berukuran n × n dapat dibalik jika dan hanya jika det(A) ̸= 0.

Dari Teorema 2.5.2 dan ekspansi kofaktor kita dapat merumuskan teorema berikut.

Teorema 2.4.4. Misalkan A matriks bujur sangkar.

1. Jika A mempunyai baris (kolom) nol, maka det(A) = 0.


Aljabar Linier 59

2. Jika A mempunyai dua baris (kolom) yang sama, maka det(A) = 0.


3. Jika A mempunyai baris (kolom) yang merupakan kelipatan dari baris (kolom) yang
lain, maka det(A) = 0.
4. Jika suatu baris (kolom) dari A merupakan jumlah dari kelipatan suatu baris (kolom)
dengan baris (kolom) lainnya, maka det(A) = 0.

Contoh 2.4.4. Jelaskan mengapa determinan matriks berikut nol.




1 2 4 4
10 −11 3

2 2 2 2
20 50 40 = 0 =0

3 3 4 4
0 0 0

1 −1 −4 −4


10 15 −5 1 2 3


12 21 −6 = 0 3 3 3 =0


−120 26 60 1 −1 −3

♣♣♣
Sekarang kita bahas determinan untuk matriks A+B, kA, AB, transpose, dan invers.
Sayang sekali tidak ada formula untuk menghitung determinan dari jumlah dua matriks,
det(A + B). Pada umumnya

det(A + B) ̸= det(A) + det(B).

Teorema 2.4.5. Misalkan A, B, dan C matriks-matriks berukuran n × n yang berbeda


hanya pada satu baris, misalnya baris ke–r. Misalkan pula unsur-unsur dalam baris r
dari C diperoleh dengan menjumlahkan unsur-unsur yang bersesuaian dalam baris r dari
A dan B. Maka
det(C) = det(A) + det(B).

Hasil ini juga berlaku untuk kolom.

Contoh 2.4.5. Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa


     
1 7 5 1 7 5 1 7 5
     
     
det  2 0 3  = det  2 0 3  + det  2 0 3 
     
1 + 0 4 + 1 7 + (−1) 1 4 7 0 1 −1
Aljabar Linier 60

sesuai dengan Teorema 2.5.5. ♣♣♣

Teorema 2.4.6. Misalkan A matriks berukuran n × n dan k suatu skalar. Maka

det(kA) = k n det(A).

Bukti. Dengan mengaplikasikan bagian 3 dari Teorema 2.5.2 berkali-kali kita faktorkan
satu skalar k dari tiap-tiap baris. Jika A = [a 1 a 2 · · · a n ], maka

det(kA) = det[ka 1 ka 2 · · · ka n ] = k det[a 1 ka 2 · · · ka n ]

= k 2 det[a 1 a 2 · · · ka n ] = · · · = k n det[a 1 a 2 · · · a n ]

= k n det(A).

Teorema 2.4.7. Determinan dari hasil kali matriks sama dengan hasil kali determinan
dari masing-masing matriks.

det(A1 A2 · · · An ) = det(A1 ) det(A2 ) · · · det(An ).

Teorema 2.5.7 mempunyai implikasi penting yang dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 2.4.8. Jika A dapat dibalik, maka


1
det(A−1 ) = .
det(A)
Bukti. A dapat dibalik berarti AA−1 = I. Jadi berdasarkan Teorema 2.5.7 diperoleh

det(AA−1 ) = det(A) det(A−1 ) = det(I) = 1.

Karena det(A) ̸= 0, maka


1
det(A−1 ) = .
det(A)

Contoh 2.4.6. Diberikan matriks-matriks


   
0 1 0 0 2 0
   
   
A =  1 1 0 , B =  −5 0 0  .
   
1 0 3 0 0 1
Aljabar Linier 61

1. Tunjukkan bahwa det(AB) = det(A) det(B).


2. Tunjukkan bahwa A dan B dapat dibalik dan det(B −1 ) = 1
det(B)
.

Solusi.

1. Kita hitung det(A) = −3, det(B) = 10, det(A) det(B) = −30. Dan kita mempunyai
 
−5 0 0
 
 
AB =  −5 2 0  .
 
0 2 3

Dapat diverifikasi bahwa det(AB) = −30 sehingga det(AB) = det(A) det(B).


2. Determinan A dan B tidak sama dengan nol, jadi dengan Teorema 2.5.3 A dan B
dapat dibalik. Dapat diverifikasi bahwa
 
0 − 51 0
 
 
B −1 = 1
0 0 .
 2 
0 0 1

Dan det(B −1 ) = 1
10
= 1
det(B)
. ♣♣♣

Sistem Persamaan Linier dan Keterbalikan Matriks

Sekarang akan dipaparkan hasil-hasil lebih lanjut tentang sistem persamaan linier
dan keterbalikan matriks.

Teorema 2.4.9. Setiap sistem persamaan linier mempunyai tepat satu solusi, tidak mem-
punyai solusi, atau mempunyai tak terhingga banyaknya solusi.

Bukti. Jika A⃗x = ⃗b suatu sistem persamaan linier, maka berlaku salah satu pernyataan
berikut: (a). sistem mempunyai tepat satu solusi, (b). sistem tidak mempunyai solusi,
atau (c). sistem mempunyai takhingga banyaknya solusi. Kita hanya perlu membuktikan
bahwa sistem mempunyai takhingga banyaknya solusi.
Misalkan A⃗x = ⃗b mempunyai lebih dari satu solusi, ⃗x1 dan ⃗x2 yang berbeda. Misalkan
⃗x0 = ⃗x1 − ⃗x2 . Karena ⃗x1 dan ⃗x2 berbeda, ⃗x0 taknol. Kita mempunyai

A⃗x0 = A(⃗x1 − ⃗x2 ) = A⃗x1 − A⃗x2 = ⃗b − ⃗b = ⃗0.


Aljabar Linier 62

Jika k sembarang skalar, maka

A(⃗x1 + k⃗x0 ) = A⃗x1 + A(k⃗x0 ) = A⃗x1 + k(A⃗x0 )

= ⃗b + k⃗0 = ⃗b + ⃗0 = ⃗b.

Ini berarti ⃗x1 + k⃗x0 solusi dari A⃗x = ⃗b. Karena ⃗x0 taknol dan terdapat banyak sekali
pilihan untuk nilai-nilai k, berarti A⃗x = ⃗b mempunyai takhingga banyaknya solusi.
Sejauh ini, kita telah mempelajari dua metode untuk menyelesaikan sistem per-
samaan linier, yaitu eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss–Jordan. Sekarang kita perke-
nalkan metode alternatif untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dengan menggu-
nakan invers matriks koefisien seperti dirumuskan dalam teorema berikut.

Teorema 2.4.10. Jika A matriks berukuran n × n yang dapat dibalik, maka untuk setiap
matriks ⃗b berukuran n × 1, sistem persamaan linier A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi,
yaitu ⃗x = A−1⃗b.

Bukti. Karena A(A−1⃗b) = ⃗b, berarti ⃗x = A−1⃗b merupakan solusi dari A⃗x = ⃗b. Untuk
menunjukkan ketunggalan solusi, misalkan terdapat solusi lain, yakni ⃗x0 dan kita tun-
jukkan bahwa ⃗x0 sama dengan solusi A−1⃗b. Jika ⃗x0 sembarang solusi, maka A⃗x0 = ⃗b.
Kalikan kedua ruas dengan A−1 didapat ⃗x0 = A−1⃗b.

Contoh 2.4.7. Selesaikan sistem berikut dengan Teorema 2.5.10

x+y+ z= 5
x + y − 4z = 10
−4x + y + z = 0

Solusi. Sistem ini dapat dituliskan sebagai A⃗x = ⃗b dimana


     
1 1 1 x 5
     
    ⃗b =  10 

A =  1 1 −1  , ⃗x =  y , .
     
−4 1 1 z 0
Dapat diperiksa bahwa A dapat dibalik dan invers A diberikan oleh
 
1
0 − 15
 5 
 
A−1 =  35 1 1 .
 5 5 
1
5
−51
0
Aljabar Linier 63

Dengan menggunakan Teorema 2.5.10 didapat


    
1
0 −51
5 1
 5    
−1⃗  3     
⃗x = A b =  5 1 1 
10  =  5 
 5 5    
1
5
− 1
5
0 0 −1
atau x = 1, y = 5, dan z = −1 adalah solusi dari sistem tersebut. ♣♣♣
Teorema berikut menyatakan hubungan antara sistem persamaan linier homogen,
keterbalikan matriks, bentuk eselon tereduksi, dan matriks elementer.

Teorema 2.4.11. Jika A matriks berukuran n × n, maka pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen, yaitu semua benar atau semua salah.

1. A dapat dibalik.
2. A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.

Kita juga mempunyai hasil yang menyatakan hubungan antara sistem persamaan
linier homogen dan determinan.

Teorema 2.4.12. Sistem persamaan linier homogen bujur sangkar A⃗x = ⃗0 mempunyai
solusi nontrivial jika dan hanya jika det(A) = 0.

Contoh 2.4.8. Apakah sistem berikut mempunyai solusi nontrivial ?

2x + 3y + z = 0
x − y + 2z = 0
x + 4y − z = 0
Solusi. Kita hitung determinan matriks koefisien, diperoleh


2 3 1


1 −1 2 = 0.


1 4 −1
Berdasarkan Teorema 2.5.12 sistem tersebut mempunyai solusi nontrivial. ♣♣♣
Sekarang kita tambahkan dua pernyataan ke Teorema 2.5.11 menyangkut sistem
A⃗x = ⃗b.
Aljabar Linier 64

Teorema 2.4.13. Jika A matriks berukuran n × n, maka pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A dapat dibalik.
2. A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.
6. A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.

Sering dalam teori dan praktik kita mencari jawab atas pertanyaan berikut: Misalkan
A matriks berukuran m × n. Apakah sistem persamaan linier A⃗x = ⃗b konsisten untuk
semua matriks ⃗b berukuran n × 1 ?
Jika A dapat dibalik, maka berdasarkan Teorema 2.5.10 jawabannya adalah ”ya”.
Jika A bukan matriks bujur sangkar atau A tak dapat dibalik, maka Teorema 2.5.10
tidak dapat digunakan. Dalam hal ini kita gunakan reduksi baris dan menurunkan kondisi
untuk ⃗b sehingga A⃗x = ⃗b konsisten.

Contoh 2.4.9. Misalkan


   
1 −2 −1 b
   1 
   
A =  −3 1 −6  dan ⃗b =  b2  .
   
−1 5 −2 b3

Apakah persamaan A⃗x = ⃗b konsisten untuk semua nilai b1 , b2 , b3 ?

Solusi. Kita hitung det(A) = 0 sehingga Teorema 2.5.10 tidak dapat digunakan. Redusir
matriks diperbesar dari A⃗x = ⃗b:
   
1 −2 −1 b1 1 −2 −1 b1
   
   
 −3 1 −6 b2  −→  0 −5 6 b2 + 3b1 
   
−1 5 −2 b3 0 0 0 b3 + 4b1 + b2

Jadi persamaan A⃗x = ⃗b takkonsisten untuk setiap ⃗b sebab beberapa pilihan ⃗b dapat
membuat b3 + 4b1 + b2 tidak nol. Persamaan A⃗x = ⃗b akan konsisten jika b3 + 4b1 + b2 = 0.
♣♣♣
Aljabar Linier 65

Aturan Cramer

Aturan Cramer menyediakan formula eksplisit untuk mendapatkan solusi dari sis-
tem persamaan linier bujur sangkar yang konsisten. Aturan ini disajikan dalam teorema
berikut.

Teorema 2.4.14. Misalkan A matriks berukuran n × n yang dapat dibalik. Untuk setiap
⃗b ∈ Rn , solusi tunggal ⃗x dari sistem A⃗x = ⃗b diberikan oleh

det(Ai )
xi = , i = 1, 2, . . . , n
det(A)

dimana Ai adalah matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan kolom i dengan ⃗b.

Contoh 2.4.10. Gunakan aturan Cramer untuk menentukan solusi dari sistem

x+y−z=2
x−y+z=3
−x + y + z = 4

Solusi. Kita hitung determinan matriks koefisien


 
1 1 −1
 
 
A =  1 −1 1 
 
−1 1 1

dan matriks-matriks
     
2 1 −1 1 2 −1 1 1 2
     
     
A1 =  3 −1 1 , A2 =  1 3 1 , A3 =  1 −1 3  .
     
4 1 1 −1 4 1 −1 1 4

Kita peroleh

det(A) = −4, det(A1 ) = −10, det(A2 ) = −12, det(A3 ) = −14

sehingga
det(A1 ) 5 det(A2 ) det(A3 ) 7
x= = , y= = 3, z= = .
det(A) 2 det(A) det(A) 2
♣♣♣
Aljabar Linier 66

Latihan 2.5

1. Hitung determinan matriks-matriks berikut dengan reduksi baris dan dengan ekspansi
kofaktor.
 
  1 3 0 2  
5 −6   0 −7 2

1
    
   −2 −5 7 4   
(a).  −1 −4 4  (b). 


 (c).  1 3 8 
   3 5 2 1   
−2 −7 9   0 1 1
1 −1 2 −3

2. Tentukan determinan matriks berikut dengan pemeriksaan (hanya dengan melihat


bentuk matriks).
 √ 
  2 0 0 0  
 √  1 −2 3

5 1 14
    
   −8 2 0 0   
(a).  0 10 2  (b). 


 (c).  2 −4 6 
   7 0 −1 0   
0 0 −1   5 −8 1
9 5 6 1
     
1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
     
     
 0 1 0 0   0 0 1 0   0 0 0 1 
(d). 


 (e). 


 (f ). 

.

 0 0 −5 0   0 0 0 1   0 0 1 0 
     
0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1


a b c


3. Diberikan d e f = −6. Hitung


g h i


g h i 3a 3b 3c


(a). d e f (b). −d −e −f


a b c 4g 4h 4i


−1 a e i
a

b c

0 a b c
(c). d − a e − b f − c (d).



0 d e f

3g 3h 3i
0 h h i
Aljabar Linier 67

4. Gunakan reduksi baris untuk menunjukkan bahwa




1 a a
2


1 b b2 = (b − a)(c − a)(c − b).


1 c c
2

   
1 0 a b
5. Misalkan A =   dan B =  . Tunjukkan bahwa det(A + B) =
0 1 c d
det(A) + det(B) jika dan hanya jika a + d = 0.
6. Manakah matriks-matriks berikut yang dapat dibalik.
       
1 0 −1 1 2 3 1 2 3 −3 0 1
       
       
(a).  9 −1 4  (b).  2 2 3  (c).  4 5 6  (d).  5 0 6 .
       
8 9 −1 3 3 3 7 8 9 8 0 3

7. Misalkan A matriks berukuran 3 × 3 dengan det(A) = −7. Hitung

(a). det(−2A) (b). det(A−1 ) (c). det(2A−1 )

(d). det((−2A)−1 ) (e). det(A3 ) (f). det(A−3 ).


8. Tanpa melakukan perhitungan, tunjukkan bahwa
  

b+c c+a b+a x x 2
  
  
(a).  a b c  = 0, (b).  0 x 0 = 0 dipenuhi oleh x = 0 dan x = 2.
2
  
3
1 1 1 8 8 x

9. Tentukan nilai k sehingga matriks-matriks berikut tak dapat dibalik.


   
  1 2 4 k k−1 1
k−1 2    
     
(a). (b).  3 1 6  . (c).  0 k + 1 4  .
1 k    
k 3 2 k 0 k
10. Misalkan A dan B matriks-matriks ukuran n × n. Jika AB dan BA keduanya dapat
dibalik, apakah A dan B keduanya dapat dibalik?
11. Jika A2 = A, maka A disebut idempotent. Tunjukkan bahwa jika A idempotent,
maka determinan dari A adalah 0 atau 1.
12. Jika An = O untuk suatu bilangan bulat positif n, maka A disebut nilpotent orde
n. Untuk matriks yang nilpotent, tentukan determinannya.
Aljabar Linier 68

13. Dapatkan solusi sistem berikut dengan aturan Cramer.

x+y+z=1
5x + 7y = 3
(a). , (b). x − y + z = 1
2x + 4y = 1
x+y−z=1
2x + y = 7
(c). −3x + z = −8
y + 2z = −3

Jawaban Latihan 2.5

1. (a). Ekspansi kofaktor menurut baris kedua: det(A) = a21 C21 + a22 C22 + a23 C23 .
(b). Ekspansi kofaktor menurut kolom pertama : det(A) = a11 C11 +a12 C12 +a13 C13 .
2. (a). −50; (b). −2; (c). 0; (d). −5; (e). 1; (f).
3. (a). 6; (b). 72; (c). 18; (d). 6.
6. (a) dan (b).
7. (a). 56; (b). − 17 ; (c). − 78 ; (d). 1
56
; (e). −343; (f). − 343
1
.
9. (a). k = −1, 2; (b). k = −1.

Rangkuman
Matriks adalah pengaturan bilangan dalam bentuk persegi panjang yang ditentukan
oleh baris dan kolom serta dituliskan di antara tanda kurung siku atau kurung biasa.
Ukuran (atau orde) matriks ditentukan oleh banyaknya baris dan kolom yang dimiliki
oleh matriks bersangkutan.
Matriks A berukuran m × n mempunyai m · n elemen yang diatur dalam m baris dan
n kolom:  
a a12 · · · a1n
 11 
 
 a21 a22 · · · a2n 
A=
 .. .. .. ..
.

 . . . . 
 
am1 am2 · · · amn
Aljabar Linier 69

Bilangan-bilangan aij , i = 1, 2, . . . , m, j = 1, 2, . . . , n disebut unsur (elemen) ke–(i, j) dari


A.

Matriks yang berukuran 1 × n disebut matriks baris; yang berukuran m × 1 disebut


matriks kolom atau vektor. Matriks yang berukuran n × n disebut matriks bujur
sangkar orde n. Matriks yang semua unsurnya nol disebut matriks nol dan dinotasikan
O.

Perhatikan matriks bujur sangkar A dengan unsur aij , i, j = 1, 2, . . . , n. Unsur aii


membentuk diagonal utama. Jika semua unsur di bawah diagonal utama nol (yakni
bila aij = 0 untuk i < j + 1 dan i ̸= j), maka matriks itu disebut matriks segitiga
atas. Jika semua unsur di atas diagonal utama nol (yakni bila aij = 0 untuk i > j + 1
dan i ̸= j), maka matriks itu disebut matriks segitiga bawah. Matriks A dikatakan
matriks diagonal jika semua unsur di atas dan di bawah diagonal utama nol. Matriks
diagonal berukuran n × n yang semua unsurnya bilangan 1 disebut matriks identitas
dan dinotasikan In atau I saja.

Dua matriks dikatakan sama jika kedua matriks mempunyai ukuran yang sama dan
unsur-unsur yang bersesuaian letak sama.

Misalkan A dan B matriks-matriks berukuran m×n. Jumlah (selisih) A+B (A−B)


adalah matriks berukuran m × n yang unsur-unsurnya merupakan jumlah (selisih) dari
unsur-unsur A dan B yang bersesuaian letak. Penjumlahan (selisih) A + B (A − B) hanya
terdefinisi jika A dan B mempunyai ukuran yang sama.

Perkalian skalar kA adalah matriks yang unsur-unsurnya diperoleh dengan men-


galikan setiap unsur A dengan skalar k.

Jika A matriks ukuran m×n dan B matriks ukuran n×p, maka perkalian matriks AB
menghasilkan matriks berukuran n × p. Perkalian matriks AB terdefinisi bila banyaknya
kolom matriks di kiri (yaitu matriks A) sama dengan banyaknya baris matriks di kanan
(yaitu matriks B). Jadi, urutan dari kiri ke kanan dalam perkalian matriks sangat penting
sebab pada umumnya AB dan BA tidaklah sama. Jika AB = BA, maka kita katakan A
dan B commute satu sama lain.

Jika A matriks berukuran n × n dan k bilangan bulat nonnegatif, maka Ak didefin-


Aljabar Linier 70

isikan sebagai berikut:

A0 = I; Ak = AAA
| · · · AA},
{z k > 0.
k faktor

Transpose dari matriks A dengan ukuran m × n, dinotasikan AT , adalah matriks


berukuran n × m yang kolom-kolomnya adalah baris-baris dari A. Jadi, unsur ke–(i, j)
dari AT adalah unsur ke–(j, i) dari A. Suatu matriks bujur sangkar yang sama dengan
transposenya disebut matriks simetrik. Jadi, jika A simetrik, maka AT = A. Matriks
A adalah matriks simetrik pencong (skew-symmmetric matrix) jika A = −AT . Pada
umumnya hasil kali matriks simetrik tidak selalu merupakan matriks simetrik. Hasil
kali dua matriks simetrik merupakan matriks simetrik jika dan hanya jika kedua matriks
tersebut commute.
Trace dari matriks bujur sangkar A, dinotasikan tr(A), didefinisikan sebagai jumlah
dari unsur-unsur pada diagonal utama. Trace hanya terdefinisi untuk matriks bujur
sangkar.
Invers dari matriks A berukuran n × n adalah matriks B berukuran n × n, disebut
invers dari A, sedemikian sehingga AB = I dan BA = I dimana I adalah matriks
identitas berukuran n × n. Matriks A yang mempunyai invers dikatakan dapat dibalik
atau nonsingular. Invers suatu matriks adalah tunggal. Matriks bujur sangkar yang
tidak mempunyai invers dikatakan tak dapat dibalik atau singular.
Jika A dapat dibalik dan k bilangan bulat positif, maka A−k didefinisikan sebagai

A−k = (A−1 )k = |A−1 A−1 A−1{z· · · A−1 A−1} .


k faktor
Untuk matriks
 berukuran
 2 × 2, inversnya dapat ditentukan dengan rumus berikut.
a b
Misalkan A =   . Jika ad − bc ̸= 0, maka A dapat dibalik dan
c d
 
1 d −b
A−1 =  .
ad − bc −c a
Jika ad − bc = 0, maka A tak dapat dibalik.
Untuk matriks dengan ukuran di atas 3 × 3 tidak ada formula untuk menentukan
inversnya. Tetapi invers dapat ditentukan dengan reduksi baris. Matriks A dan I dile-
takkan berdampingan [A : I] lalu lakukan reduksi baris terhadap matriks ini sehingga
Aljabar Linier 71

didapat matriks [B : C]. Jika B adalah matriks identitas, maka C = A−1 . Jika B tidak
bisa menjadi matriks identitas, maka A tidak mempunyai invers.
Matriks berukuran n×n disebut matriks elementer jika matriks tersebut diperoleh
dari matriks identitas In dengan melakukan satu dan hanya satu operasi baris elementer
terhadap In . Karena OBE dapat dibalik, kita bisa mendapatkan kembali In dari matriks
elementer dengan melakukan operasi balikan. Setiap matriks elementer E mempunyai
invers yang juga merupakan matriks elementer. Matriks E −1 diperoleh dari I dengan
melakukan operasi balikan dari OBE yang menghasilkan E dari I.
Determinan dari matriks  
a11 a12
A= 
a21 a22
adalah bilangan det(A) = a11 a22 − a12 a21 .
Determinan matriks 3 × 3 dihitung sebagai berikut. Misalkan
 
a a a13
 11 12 
 
B =  a21 a22 a23  ,
 
a31 a32 a33

maka
     
a22 a23 a21 a23 a21 a22
det(B) = a11 det   − a12 det   + a13 det  .
a32 a33 a31 a33 a31 a32

Jika A matriks segitiga (segitiga atas, segitiga bawah, atau diagonal), maka det(A) adalah
hasil kali unsur-unsur pada diagonal utama dari A.
Determinan dari hasil kali matriks sama dengan hasil kali determinan dari masing-
masing matriks.
det(A1 A2 · · · An ) = det(A1 ) det(A2 ) · · · det(An ).

Jika A dapat dibalik, maka


1
det(A−1 ) = .
det(A)
Jika A matriks berukuran n × n, maka pernyataan-pernyataan berikut ekivalen.

1. A dapat dibalik.
Aljabar Linier 72

2. A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.


3. Bentuk eselon baris tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.
6. A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap matriks ⃗b berukuran n × 1.

Aturan Cramer menyediakan formula eksplisit untuk mendapatkan solusi dari sistem
persamaan linier bujur sangkar yang konsisten. Misalkan A matriks berukuran n×n yang
dapat dibalik. Untuk setiap ⃗b ∈ Rn , solusi tunggal ⃗x dari sistem A⃗x = ⃗b diberikan oleh

det(Ai )
xi = , i = 1, 2, . . . , n
det(A)

dimana Ai adalah matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan kolom i dengan ⃗b.

Daftar Pustaka

Perry, W. L. 1988. Elementary Linear Algebra. New York: McGraw-Hill.

Fraleigh, J. B. dan Beauregard, R. A. 1990. Linear Algebra. Second Edition. Reading:


Addison-Wesley.

Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.

Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.

Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
BAB 3

VEKTOR

Kuantitas seperti panjang, luas daerah, volume dan temperatur ditentukan oleh besarnya
saja sedangkan perpindahan, kecepatan dan gaya ditentukan oleh besar dan arahnya. Per-
pindahan, kecepatan dan gaya adalah contoh-contoh vektor. Vektor memainkan peranan
penting dalam matematika, fisika, teknik, pengolahan citra, komputer grafik dan banyak
lagi bidang-bidang sains lainnya.

3.1 Vektor di R2 , R3 , dan Rn

Suatu vektor dapat dipandang sebagai matriks dengan satu kolom. Vektor di R2
adalah matriks berukuran 2 × 1 dengan 2 unsur. Misalnya

   
1
1
⃗u =  , ⃗v =  5 .
−1 1
3

Unsur-unsur dari suatu vektor disebut komponen. Vektor di R2 dapat diinterpretasikan


secara geometri sebagai titik pada bidang. Setiap vektor di R2 , misalnya

 
x1
⃗x =  ,
x2

dapat disajikan sebagai titik dengan koordinat (x1 , x2 ) pada bidang koordinat Cartesius.
Vektor ⃗x juga dapat digambarkan sebagai anak panah dengan titik pangkal (0, 0) dan
titik ujung (x1 , x2 ).

73
Aljabar Linier 74

Gambar 3.1.1 Vektor sebagai titik Gambar 3.1.2 Vektor sebagai anal panah
Gambar 3.1.1 dan Gambar 3.1.2 menunjukkan vektor-vektor
     
1 2 −2
⃗u =  , ⃗v =   , ⃗ =
w 
−1 2 1

sebagai titik dan sebagai anak panah berpangkal di (0, 0).


Vektor di R3 adalah matriks berukuran 3 × 1 dengan 3 unsur. Misalnya
 
2
 
 
⃗a =  3  .
 
4

Seperti halnya vektor di R2 , vektor di R3


 
u
 1 
 
⃗u =  u2 
 
u3

juga dapat direpresentasikan sebagai titik di ruang atau sebagai anak panah yang berpangkal
di (0, 0, 0) dan berujung di (u1 , u2 , u3 ). Perhatikan Gambar 3.1.3.
Aljabar Linier 75

Gambar 3.1.3 Representasi vektor di R3


Vektor di Rn merupakan matriks berukuran n × 1 dengan n unsur. Misalnya
 
u1
 
 
 u2 
⃗u =  . 

 , ui ∈ R, i = 1, 2, . . . , n
 .. 
 
un
.
Dua vektor ⃗u dan ⃗v dengan ukuran sama dikatakan sama, ditulis ⃗u = ⃗v , bila
komponen-komponen yang bersesuaian sama. Vektor-vektor dengan ukuran berbeda
tidak pernah sama.

Contoh 3.1.1. Vektor    


1 a
 = 
a+b −1
hanya jika a = 1 dan b = −2. ♣♣♣

Vektor-vektor dengan ukuran sama dapat dijumlahkan komponen demi komponen.


Misalnya
     
      1 4 5
−4 −3      

1
+ = ,      
 2  +  −2  =  0 .
−1 2 1      
3 −7 −4

Operasi ini disebut penjumlahan vektor. Jumlah dua vektor ⃗u +⃗v (⃗u, ⃗v di R2 atau R3 )
dapat disajikan secara geometris sebagai diagonal dari jajaran genjang dengan sisi-sisi ⃗u
dan ⃗v . Lihat Gambar 3.1.4. Aturan ini dikenal sebagai hukum penjumlahan jajaran
genjang.
Aljabar Linier 76

Gambar 3.1.4 Penjumlahan vektor


Suatu vektor dapat dikalikan dengan suatu skalar komponen demi komponen. Operasi
ini disebut perkalian skalar. Misalnya
   
    1 −2
   
2 14    
7 = , −2  2  =  −4  .
−1 −7    
−3 6

Vektor (−1)⃗v disebut lawan atau negatif dari vektor ⃗v dan dinotasikan −⃗v :

(−1)⃗v = −⃗v .

Kita biasanya menuliskan ⃗u + (−1)⃗v sebagai ⃗u − ⃗v dan ini disebut selisih antara ⃗u dan ⃗v :

⃗u − ⃗v = ⃗u + (−1)⃗v .

Vektor yang semua komponennya nol disebut vektor nol dan dinotasikan ⃗0.
 
  0
 
⃗0 =  
0
⃗0 =   ,  0 .
0  
0

Vektor dengan n komponen dimana komponen ke–i adalah 1 dan lainnya 0 dino-
tasikan dengan ⃗ei . Vektor-vektor ⃗e1 , ⃗e2 , . . ., ⃗en disebut vektor basis baku dari Rn .
Misalkan vektor basis baku untuk R2 adalah
   
1 0
⃗e1 =   , ⃗e2 =  
0 1

sedangkan untuk R3 adalah


     
1 0 0
     
     
⃗e1 =  0  , ⃗e2 =  1  , ⃗e3 =  0  .
     
0 0 1

Untuk pembahasan selanjutnya,


  vektor-vektor akan dituliskan dalam bentuk koordi-
1
nat, misalnya vektor ⃗a =   dituliskan sebagai ⃗a = (1, 2).
2
Penjumlahan vektor dan perkalian skalar memenuhi sifat-sifat yang dinyatakan dalam
teorema berikut.
Aljabar Linier 77

Teorema 3.1.1. Misalkan ⃗u, ⃗v , dan w


⃗ vektor-vektor dengan n komponen dan a, b skalar.
Maka berlaku:

1. (⃗u + ⃗v ) + w
⃗ = ⃗u + (⃗v + w)

2. ⃗u + ⃗v = ⃗v + ⃗u
3. ⃗u + ⃗0 = ⃗0 + ⃗u = ⃗u
4. ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0
5. a(⃗u + ⃗v ) = a⃗u + a⃗v
6. (a + b)⃗u = a⃗u + b⃗u
7. (ab)⃗u = a(b⃗u) = b(a⃗u)
8. 1⃗u = ⃗u
9. 0⃗u = ⃗0

Contoh 3.1.2. Gunakan Teorema 2.1.1 untuk menentukan vektor ⃗x jika 2⃗x − 4⃗v = 3⃗u.

Solusi. Tambahkan 4⃗v pada kedua ruas didapat

(2⃗x − 4⃗v ) + 4⃗v = 3⃗u + 4⃗v

⇔ 2⃗x + (−4⃗v + 4⃗v ) = 3⃗u + 4⃗v dengan (1)

⇔ 2⃗x + ⃗0 = 3⃗u + 4⃗v dengan (4)

⇔ 2⃗x = 3⃗u + 4⃗v dengan (3)

⇔ 21 (2⃗x) = 12 (3⃗u + 4⃗v )

⇔ ( 21 · 2)⃗x = 12 (3⃗u) + 12 (4⃗v ) dengan (5 dan 7)

⇔ 1⃗x = ( 12 · 3)⃗u + ( 12 · 4)⃗v dengan (7)

⇔ ⃗x = 32 ⃗u + 2⃗v dengan (8)

♣♣♣
Jika P (x1 , y1 , z1 ) dan Q(x2 , y2 , z2 ) masing-masing merupakan titik pangkal dan titik
−→ −→
ujung dari vektor P Q, maka komponen P Q dapat diperoleh dengan mengurangkan ko-
−→
ordinat titik ujung dari koordinat titik pangkal. Lihat Gambar 3.1.5. Vektor P Q adalah
−→ −→
selisih vektor-vektor OP dan OQ. Jadi
−→ −→ −→
P Q = OQ − OQ = (x2 , y2 , z2 ) − (x1 , y1 , z1 )

= (x2 − x1 , y2 − y1 , z2 − z1 ).
Aljabar Linier 78

−→
Gambar 3.1.5 Vektor P Q sebagai selisih koordinat
−→
Contoh 3.1.3. Komponen dari vektor ⃗v =P1 P2 dengan titik pangkal P1 (2, −1, 4) dan
titik ujung P2 (7, 5, −8) adalah

⃗v = (7 − 2, 5 − (−1), −8 − 4) = (5, 6, −12).

♣♣♣

Norm dari suatu vektor

Panjang dari suatu vektor ⃗u disebut magnitude atau norm dari vektor ⃗u dan dino-
tasikan ∥⃗u∥. Perhatikan Gambar 3.1.6. Dengan menggunakan teorema Phytagoras, ∥⃗u∥
didefinisikan oleh

∥⃗u∥ = u21 + u22 .

Untuk vektor di R3 , setelah mengaplikasikan teorema Phytagoras dua kali pada Gam-
bar 3.1.7 kita peroleh

∥⃗u∥ = u21 + u22 + u23 .
Aljabar Linier 79

Gambar 3.1.6 Norm vektor di R2 Gambar 3.1.7 Norm vektor di R3


Secara umum jika ⃗u adalah vektor dengan n komponen, maka norm dari ⃗u didefinisikan
sebagai
∥u∥ = (u21 + · · · + u2n )1/2 .

Norm selalu terdefinisi sebab


∥u∥2 ≥ 0.

Jarak (Euclid) d antara dua vektor ⃗u dan ⃗v didefinisikan sebagai

d = ∥⃗u − ⃗v ∥.

⃗ = (−2, 0, −2, 1).


Contoh 3.1.4. Misalkan ⃗u = (−1, 2, 3, 0), ⃗v = (−2, 0, 2, 0), dan w
Tentukan norm dari w dan jarak d antara ⃗u dan ⃗v .

Solusi. Norm dari w


⃗ adalah
( )1/2 √
∥w∥ = (−2)2 + 02 + (−2)2 + 12 = 9 = 3.

Jarak antara ⃗u dan ⃗v :



d = ∥⃗u − ⃗v ∥ = ∥(−1, 2, 3, 0) − (−2, 0, 2, 0)∥ = ∥(1, 2, 1, 0)∥ = (12 + 22 + 12 + 02 )1/2 = 6.

♣♣♣
Perhatikan bahwa norm dari hasil kali skalar c⃗u diberikan oleh

∥c⃗u∥ = |c|∥⃗u∥

sebab c2 = |c|.
−→
Jika P Q menyatakan vektor yang berpangkal di titik P (p1 , p2 , p3 ) dan berujung di
−→
titik Q(q1 , q2 , q3 ), maka panjang vektor P Q diberikan oleh
−→ √
∥ PQ ∥ = (q1 − p1 )2 + (q2 − p2 )2 + (q3 − p3 )2

yang tidak lain adalah formula untuk jarak antara titik P dan Q di ruang. Jika p3 = q3 =
0, kita peroleh formula untuk jarak antara dua titik di bidang:

d= (q1 − p1 )2 + (q2 − p2 )2 .
Aljabar Linier 80

Vektor dengan norm 1 disebut vektor satuan. Misalnya ⃗u = ( 12 , − 21 , 12 , − 21 ) adalah


vektor satuan sebab
√(
( 1 )2 ( )2 ( )2 ( )2 )
∥u∥ = 2
+ − 12 + 12 + − 12 = 1.

Vektor-vektor ⃗e1 = (1, 0) dan ⃗e2 = (0, 1) yang merupakan vektor basis baku untuk
R2 disebut juga vektor satuan baku dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0), ⃗ȷ = (0, 1). Demikian
juga untuk vektor basis baku bagi R3 , ⃗e1 = (1, 0, 0), ⃗e2 = (0, 1, 0), dan ⃗e3 = (0, 0, 1) juga
disebut vektor satuan baku dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0, 0), ⃗ȷ = (0, 1, 0), ⃗k = (0, 0, 1).

Teorema 3.1.2. Misalkan ⃗v = (v1 , . . . , vn ) vektor taknol dan ⃗u adalah vektor satuan
dalam arah ⃗v . Maka vektor ⃗u diberikan oleh
( )
1 v1 vn
⃗u = ⃗v = ,..., .
∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥

Bukti. Karena ⃗u mempunyai arah yang sama dengan ⃗v , berarti ⃗u merupakan kelipatan
skalar yang positif dari ⃗v . Jadi, ⃗u = k⃗v , k > 0. Karena ⃗u adalah vektor satuan, berarti
∥k⃗v ∥ = 1. Ini memberikan k = 1/∥⃗v ∥. Dengan demikian,
( )
1 v1 vn
⃗u = ⃗v = ,..., .
∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥ ∥⃗v ∥

Contoh 3.1.5. Dapatkan vektor satuan ⃗u dalam arah vektor ⃗v = (1, −2, 1).

Solusi. Dengan Teorema 3.1.2, kita peroleh


( )
1 1 1 −2 1
⃗u = ⃗v = √ (1, −2, 1) = √ ,√ ,√ .
∥⃗v ∥ 6 6 6 6

♣♣♣

Latihan 3.1

1. Tentukan komponen-komponen dari vektor dengan titik pangkal P1 dan titik ujung
P2 .

(a). P1 (3, −5), P2 (−4, −7).


Aljabar Linier 81

(b). P1 (3, −7, 2), P2 (−2, 5, −4).

2. Dapatkan vektor ⃗u taknol dengan titik pangkal P (−1, 3, −5) sedemikian sehingga

(a). ⃗u mempunyai arah yang sama dengan ⃗v = (6, 7, −3).


(b). ⃗u mempunyai arah yang berlawanan dengan ⃗v = (6, 7, −3).

3. Misalkan ⃗u = (−3, 1, 2), ⃗v = (4, 0, −8), dan w


⃗ = (6, −1, −4). Tentukan komponen-
komponen dari

(a). ⃗v − w
⃗ (b). 6⃗u + 2⃗v (c). −3(⃗v − 8w)
⃗ (d). (2⃗u − 7w)
⃗ − (8⃗v + ⃗u).

4. Dengan menggunakan vektor-vektor ⃗u, ⃗v , dan w


⃗ seperti pada Soal 3, tentukan kom-
ponen vektor ⃗x yang memenuhi 2⃗u − ⃗v + ⃗x = 7⃗x + w.

5. Misalkan P titik (2, 3, −2) dan Q titik (7, −4, 1). Dengan menggunakan vektor

(a). dapatkan titik tengah dari ruas garis yang menghubungkan P dan Q.
3
(b). dapatkan titik pada ruas garis yang menghubungkan P dan Q yang jauhnya 4

unit dari P .

6. Tentukan jarak antara P dan Q jika

(a). P (−3, 6), Q(−1, −4) (b). P (7, −5, 1), Q(−7, −2, −1).

7. Misalkan ⃗u = (2, −2, 3), ⃗v = (1, −3, 4), dan w


⃗ = (3, 6, −4). Hitung ekspresi-ekspresi
berikut:

(a). ∥⃗u + ⃗v ∥ (b). ∥⃗u∥ + ∥⃗v ∥ (c). ∥ − 2⃗u∥ + 2∥⃗u∥



1
(d). ∥3⃗u − ⃗v + w∥
⃗ (e). 1
∥w∥

w
⃗ (f). ∥w∥

w

8. Misalkan ⃗v = (−1, 2, 5). Tentukan semua nilai skalar k sedemikian sehingga ∥k⃗v ∥ =
4.
1
9. (a). Tunjukkan bahwa jika ⃗v sembarang vektor taknol, maka ∥⃗v ∥
⃗v adalah vektor
satuan.
(b). Gunakan hasil (a) untuk menentukan vektor satuan yang mempunyai arah
yang sama dengan vektor ⃗v = (3, 4).
(c). Gunakan hasil (a) untuk menentukan vektor satuan yang mempunyai arah
berlawanan dengan vektor ⃗v = (−2, 3, −6).
Aljabar Linier 82

10. Misal A, B, dan C titik-titik yang tidak segaris. Jika E titik tengah dari segmen
AF
BC dan F adalah titik pada segmen EA yang memenuhi EF
= 2, buktikan bahwa

F⃗ = 13 (A
⃗+B
⃗ + C).

(F disebut sentroid dari segitiga ABC.)


11. Jika A = (2, 3, −1) dan B = (3, 7, 4), tentukan titik P pada garis AB yang memenuhi
PA
PB
= 52 .
12. Seorang anak berjalan di atas dek kapal ke barat dengan kecepatan 3 km/jam.
Kapal sedang bergerak ke utara dengan kecepatan 22 km/jam. Tentukan kecepatan
dan arah gerakan anak tersebut relatif terhadap permukaan air.
13. Seutas tali untuk menggantungkan pakaian diikatkan ujung-ujungnya pada dua
tiang yang terpisah sejauh 8 m. Tali cukup taut dan mempunyai sag yang dapat
diabaikan. Ketika pakaian basah dengan massa 0,8 kg digantungkan di tengah-
tengah tali, titik tengah tali tertarik ke bawah sejauh 8 cm. Tentukan tegangan
pada masing-masing tengahan dari tali tersebut.

Jawaban Latihan 3.1


1. (a). (−7, −2), (b). (−5, 12, −6)
−→
2. (a). Vektor ⃗u berbentuk k P Q dengan Q(5k, 10k, −8k), k > 0.
3. (a). (−2, 1, −4), (c). (132, −24, −72).
4. ⃗x = (− 38 , 12 , 83 ).
5. (a). ( 29 , − 12 , − 12 ), (b). ( 23
4
, − 94 , 14 ).
√ √
6. (a). 104, (b). 209.
√ √
7. (a). 83, (c). 4 17.

8. k = ±4/ 30.
9. (b). ( 35 , 45 ).
11. (16/7, 20/7, 3/7) dan (4/3, 1/3, −13/3).

12. 493 km/jam, N 80 W .
13. T⃗1 ≈ −196⃗i + 3, 92⃗j, T⃗2 ≈ 196⃗i + 3, 92⃗j.
Aljabar Linier 83

3.2 Hasil Kali Titik


Definisi 3.2.1. Misalkan ⃗u = (u1 , . . . , un ) dan ⃗v = (v1 , . . . , vn ) adalah dua vektor di
Rn . Hasil kali titik (atau hasil kali dalam Euclid) dari ⃗u dan ⃗v , dinotasikan ⃗u · ⃗v adalah
bilangan u1 v1 + · · · + un vn atau

⃗u · ⃗v = u1 v1 + · · · + un vn .

Hasil kali titik dapat dipandang sebagai hasil kali matriks dengan memandang ⃗u dan
⃗v sebagai matriks ukuran n × 1, yakni ⃗u · ⃗v = ⃗uT ⃗v .

⃗ = (−2, 0, −2, 1).


Contoh 3.2.1. Misalkan ⃗u = (−1, 2, 3, 0), ⃗v = (−2, 0, 2, 0), dan w
Tentukan ⃗u · ⃗v , ⃗u · w,
⃗ dan ⃗v · w.

Solusi.

⃗u · ⃗v = (−1) · (−2) + 2 · 0 + 3 · 2 + 0 · 0 = 8

⃗u · w
⃗ = (−1) · (−2) + 2 · 0 + 3 · (−2) + 0 · 1 = −4

⃗v · w
⃗ = (−2) · (−2) + 0 · 0 + 2 · (−2) + 0 · 1 = 0

♣♣♣

Definisi 3.2.2. Vektor-vektor ⃗u dan ⃗v di Rn ortogonal jika ⃗u · ⃗v = 0.

Berdasarkan definisi ini, pada Contoh 3.2.1, ⃗v dan w


⃗ ortogonal sedangkan ⃗u dan ⃗v
serta ⃗u dan w
⃗ tidak ortogonal.
Jika ⃗u = (u1 , . . . , un ), maka hasil kali titik ⃗u · ⃗u diberikan oleh

⃗u · ⃗u = u1 u1 + · · · + un un = u21 + · · · + u2n . (3.2.1)

Dan norm dari ⃗u diberikan oleh



∥⃗u∥ = u21 + · · · + u2n ⇐⇒ ∥⃗u∥2 = u21 + · · · + u2n . (3.2.2)

Dari persamaan (3.2.1) dan (3.2.2) diturunkan bahwa

⃗u · ⃗u = ∥⃗u∥2 ⇐⇒ ∥⃗u∥ = (⃗u · ⃗u)1/2 .


Aljabar Linier 84

Teorema 3.2.1. (Sifat-sifat Hasil Kali Titik) Misalkan ⃗u, ⃗v , dan w


⃗ adalah vektor-vektor
di Rn dan c skalar. Maka berlaku

1. ⃗u · ⃗v = ⃗v · ⃗u.
2. ⃗u · (⃗v + w)
⃗ = ⃗u · ⃗v + ⃗u · w.

3. c(⃗u · ⃗v ) = (c⃗u) · ⃗v = ⃗u · (c⃗v ).
4. ⃗u · ⃗u ≥ 0 dan ⃗u · ⃗u = 0 jika dan hanya jika ⃗u = ⃗0.

Teorema 3.2.2. Untuk setiap vektor ⃗u dan ⃗v berlaku

∥⃗u + ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 + 2⃗u · ⃗v

∥⃗u − ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 − 2⃗u · ⃗v

Bukti. Kita buktikan identitas pertama sebagai berikut.

∥⃗u + ⃗v ∥2 = (⃗u + ⃗v ) · (⃗u + ⃗v )

= (⃗u + ⃗v ) · ⃗u + (⃗u + ⃗v ) · ⃗v

= ⃗u · ⃗u + ⃗v · ⃗u + ⃗u · ⃗v + ⃗v · ⃗v

= ⃗u · ⃗u + 2⃗u · ⃗v + ⃗v · ⃗v

= ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 + 2⃗u · ⃗v

Untuk membuktikan identitas kedua, gantikan ⃗v dengan −⃗v dalam pembuktian diatas.
Salah satu akibat yang sangat berguna dari Teorema 3.2.2 adalah ketaksamaan
Cauchy–Schwarz.

Teorema 3.2.3. (Ketaksamaan Cauchy–Schwarz) Untuk setiap vektor ⃗u dan ⃗v berlaku

|⃗u · ⃗v | ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥.

Kesamaan berlaku jika dan hanya jika ⃗u dan ⃗v merupakan kelipatan skalar satu sama
lain.

Bukti. Dengan menggunakan Teorema 3.2.1, kita turunkan

0 ≤ (x⃗u + ⃗v ) · (x⃗u + ⃗v ) = x2 (⃗u · ⃗u) + x(2⃗u · ⃗v ) + ⃗v · ⃗v (3.2.3)


Aljabar Linier 85

untuk semua skalar x. Persamaan (3.2.3) merupakan polinomial kuadratik p(x) = ax2 +
bx + c dengan a = ⃗u · ⃗u, b = 2⃗u · ⃗v , dan c = ⃗v · ⃗v . Karena a ≥ 0 dan p(x) ≥ 0 untuk
semua x, berarti grafik dari p(x) terbuka ke atas dan terletak di atas sumbu X atau
menyinggung sumbu X. Jadi p(x) mempunyai dua akar kompleks atau dua akar real
yang sama. Dengan demikian b2 − 4ac ≤ 0. Ini berarti

(2⃗u · ⃗v )2 − 4(⃗u · ⃗u)(⃗v · ⃗v ) ≤ 0 atau 4(⃗u · ⃗v )2 − 4∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 ≤ 0

yang memberikan ketaksamaan Cauchy–Schwarz. Kesamaan berlaku jika dan hanya jika
b2 − 4ac = 0 atau jika dan hanya jika p(x) mempunyai akar real kembar, misalnya r. Jadi,
dengan menggunakan persamaan (3.2.3) dengan x = r kita dapatkan

(r⃗u + ⃗v ) · (r⃗u + ⃗v ) = 0 ⇔ ∥r⃗u + ⃗v ∥ = 0

⇔ r⃗u + ⃗v = 0

⇔ ⃗v = −r⃗u

Jadi ⃗v merupakan kelipatan skalar dari ⃗u.


Sebagai aplikasi dari Teorema 3.2.2 dan ketaksamaan Cauchy–Schwarz, kita buktikan
teorema berikut.

Teorema 3.2.4. (Ketaksamaan Segitiga) Untuk setiap vektor ⃗u dan ⃗v berlaku

∥⃗u + ⃗v ∥ ≤ ∥⃗u∥ + ∥⃗v ∥.

Bukti. Dengan Teorema 3.2.2 dan ketaksamaan Cauchy–Schwarz didapat

∥⃗u + ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 + 2⃗u · ⃗v

≤ ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 + 2∥⃗u∥∥⃗v ∥

= (∥⃗u∥ + ∥⃗v ∥)2 .

Jadi ∥⃗u + ⃗v ∥ ≤ ∥⃗u∥ + ∥⃗v ∥.

Sudut Antara Dua Vektor

Ketaksamaan Cauchy–Schwarz mengimplikasikan


|⃗u · ⃗v | ⃗u · ⃗v
≤ 1 atau −1≤ ≤ 1.
∥⃗u∥∥⃗v ∥ ∥⃗u∥∥⃗v ∥
Aljabar Linier 86

Karena sembarang bilangan antara −1 dan 1 dapat dituliskan sebagai cos θ untuk 0 ≤ θ ≤
π yang tunggal, maka ketidaksamaan di atas memungkinkan kita untuk mendefinisikan
sudut antara dua vektor. Sudut antara dua vektor ⃗u dan ⃗v adalah bilangan θ yang tunggal
sedemikian sehingga
⃗u · ⃗v
cos θ = , 0 ≤ θ ≤ π.
∥⃗u∥∥⃗v ∥
Dengan menggunakan hasil ini, hasil kali titik dapat dituliskan sebagai

⃗u · ⃗v = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ cos θ. (3.2.4)

Contoh 3.2.2. Tentukan

a). sudut θ antara vektor-vektor (1, 1) dan (3, 0);


b). sudut antara diagonal kubus dan salah satu sisinya.

Solusi.
(1, 1) · (3, 0) 1 π
a). θ = arccos = arccos √ =
∥(1, 1)∥∥(3, 0)∥ 2 4
b). Perhatikan Gambar 3.2.1. Misalkan panjang rusuk kubus adalah k.

Gambar 3.2.1

Jika ⃗u1 = (k, 0, 0), ⃗u2 = (0, k, 0), dan ⃗u3 = (0, 0, k), maka diagonal kubus diberikan
oleh vektor
d⃗ = ⃗u1 + ⃗u2 + ⃗u3 = (k, k, k).

Kita akan mencari sudut antara diagonal d⃗ dan diagonal salah satu sisi kubus, dalam
hal ini kita ambil diagonal alas. Vektor

d⃗a = ⃗u1 + ⃗u2 = (k, k, 0)


Aljabar Linier 87

merupakan diagonal dari alas kubus. Misalkan sudut antara d⃗ dan d⃗a adalah θ,
maka
d⃗ · d⃗a 2k 2 2
cos θ = =√ √ =√
⃗ d⃗a ∥
∥d∥∥ 3k 2 2k 2 6
Jadi,
( )
θ = cos−1 √2
6
= 35.260 .

Jadi besar sudut antara diagonal kubus dan salah satu sisinya adalah 35.260 . ♣♣♣
Persamaan (3.3.2) menunjukkan bahwa ⃗u · ⃗v dan cos θ mempunyai tanda yang sama
dan salah satunya bernilai nol jika yang lain juga bernilai nol. Karena cos θ > 0 untuk
0 ≤ θ < π/2, cos θ < 0 untuk π/2 ≤ θ < π dan cos θ = 0 untuk θ = π/2, maka

1. θ lancip jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v > 0.

2. θ tumpul jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v < 0.

3. θ siku-siku jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v = 0.

Jika θ = π/2, maka ⃗u dan ⃗v dikatakan tegak lurus dan dituliskan ⃗u ⊥ ⃗v .

Teorema 3.2.5. (Teorema Phytagoras yang diperluas) Vektor-vektor ⃗u dan ⃗v ortogonal


jika dan hanya jika

∥⃗u + ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 + ∥⃗v ∥2 .

Proyeksi Ortogonal

Hasil kali titik dapat digunakan untuk menuliskan suatu vektor sebagai jumlah dari
vektor-vektor ortogonal. Misalkan ⃗u dan ⃗v vektor-vektor taknol. Kita akan menyatakan
⃗u sebagai

⃗u = ⃗upr + ⃗uc

dimana ⃗upr adalah kelipatan skalar dari ⃗v dan ⃗uc ortogonal terhadap ⃗upr . Perhatikan
Gambar 3.2.2.
Aljabar Linier 88

Gambar 3.2.2 Proyeksi vektor


Penguraian vektor semacam ini selalu mungkin dan tunggal. Vektor ⃗upr disebut
proyeksi ortogonal dari ⃗u pada ⃗v atau komponen vektor dari ⃗u sepanjang ⃗v dan
dinotasikan dengan

proj⃗v ⃗u.

Vektor ⃗uc disebut komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v . Karena ⃗upr dan
⃗v mempunyai arah yang sama, maka ⃗upr = c⃗v untuk suatu skalar c. Dan juga karena ⃗uc
dan ⃗v ortogonal berarti ⃗uc · ⃗v = 0. Dengan demikian kita memperoleh

⃗u · ⃗v = (⃗upr + ⃗uc ) · ⃗v

= ⃗upr · ⃗v + ⃗uc · ⃗v

= (c⃗v ) · ⃗v + 0

= c(⃗v · ⃗v )

Dari sini kita turunkan


⃗u · ⃗v ⃗u · ⃗v
c= = .
⃗v · ⃗v ∥⃗v ∥2
Jadi proyeksi ortogonal dari ⃗u pada ⃗v diberikan oleh

⃗u · ⃗v
⃗upr = ⃗v
⃗v · ⃗v

dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v diberikan oleh

⃗u · ⃗v
⃗uc = ⃗u − ⃗v .
⃗v · ⃗v

Hasil-hasil ini dirangkum dalam teorema berikut:


Aljabar Linier 89

Teorema 3.2.6. Misalkan ⃗u dan ⃗v adalah vektor-vektor dengan ⃗v ̸= ⃗0. Proyeksi ortogonal
dari ⃗u pada ⃗v diberikan oleh
⃗u · ⃗v
proj⃗v ⃗u = ⃗v
∥⃗v ∥2
dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v diberikan oleh

⃗u · ⃗v
⃗u − proj⃗v ⃗u = ⃗u − ⃗v .
∥⃗v ∥2

Contoh 3.2.3. Misalkan ⃗u = (1, 1, 2) dan ⃗v = (−1, 2, 1). Tentukan proyeksi ortogonal
dari ⃗u pada ⃗v dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v .

Solusi.
(1, 1, 2) · (−1, 2, 1) 1
⃗upr = (−1, 2, 1) = (−1, 2, 1) = (− 21 , 1, 12 )
(−1, 2, 1) · (−1, 2, 1) 2
dan
⃗uc = ⃗u − ⃗upr = (1, 1, 2) − (− 21 , 1, 21 ) = ( 32 , 0, 25 ).

♣♣♣
Sekarang kita hitung panjang dari proyeksi ortogonal dari vektor ⃗u pada ⃗v sebagai
berikut:

⃗u · ⃗v
∥proj⃗v ⃗u∥ =
∥⃗v ∥2 ⃗v


⃗u · ⃗v
= ∥⃗v ∥
∥⃗v ∥2
|⃗u · ⃗v |
= ∥⃗v ∥.
∥⃗v ∥2

Dari sini kita turunkan


|⃗u · ⃗v |
∥proj⃗v ⃗u∥ = . (3.2.5)
∥⃗v ∥
Dengan menggunakan (3.4), persamaan (3.2.5) dapat dinyatakan sebagai

∥proj⃗v ⃗u∥ = ∥⃗u∥| cos θ|. (3.2.6)

Dengan menggunakan (3.2.5) akan kita turunkan formula untuk jarak antara titik P (x0 , y0 )
dan garis ax + by + c = 0. Misalkan Q(x1 , y1 ) sembarang titik pada garis dan ⃗n = (a, b)
adalah vektor yang berpangkal di Q dan tegak lurus terhadap garis. Perhatikan Gambar
3.2.3.
Aljabar Linier 90

Gambar 3.2.3 Jarak titik ke garis


Dari gambar terlihat bahwa jarak D antara titik P dan garis sama dengan panjang dari
−→
proyeksi ortogonal dari QP0 pada ⃗n. Jadi dengan (3.2.5) kita peroleh
−→
−→ | QP0 · ⃗n|
∥proj⃗n QP0 ∥ = .
∥⃗n∥

Tetapi
−→
QP0 · ⃗n = a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 )

∥⃗n∥ = a2 + b2

sehingga
|a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 )|
D= √ . (3.2.7)
a 2 + b2
Karena titik Q(x1 , y1 ) terletak pada garis, kita mempunyai ax1 + by1 + c = 0 atau c =
−ax1 − by1 . Substitusikan ini ke (3.2.7) didapat formula untuk D:

|ax0 + by0 + c|
D= √ .
a 2 + b2

Contoh 3.2.4. Dengan menggunakan formula (3.2.7), jarak dari titik (−3, 1) ke garis
4x + 3y + 4 = 0 adalah

|(4)(−3) + (3)(1) + 4| | − 5|
√ = √ = 1.
42 + 3 2 25

♣♣♣
Aljabar Linier 91

Latihan 3.2

⃗ = (−4, −2, 0), dan d⃗ = (−1, −2, 1,
1. Misalkan ⃗u = (−1, 1, −2), ⃗v = (4, −3, 5), w 3).
Hitung ekspresi-ekspresi berikut:

(a). ⃗u · ⃗v ⃗ · ⃗u
(b). w (c). ⃗u · (⃗v + w)

(d). ⃗v · ⃗u + w
⃗ · ⃗u (e). d⃗ · d⃗ (f). (d⃗ · d)
⃗ d⃗

2. Manakah ekspresi berikut yang tak terdefinisi dan mengapa ?

(a). (⃗u · ⃗v ) · w
⃗ (b). |⃗u|(⃗v · w)
⃗ (c). (⃗u · ⃗v )w
⃗ (d). (⃗u · ⃗v )(⃗v · w)

(e). ⃗u · (3⃗v ) (f). ⃗u · (3 + ⃗v ) (g). ⃗v · ⃗u + d⃗ (h). (d⃗ · d)


⃗3

3. Tentukan sudut antara ⃗u dan ⃗v bila

(a). ⃗u = (3, 4), ⃗v = (5, 12)


√ √
(b). ⃗u = ( 3, 1, −2), ⃗v = (1, 3, −2)
(c). ⃗u = 2i − j + k, ⃗v = 3i + 2j − k.

4. Dapatkan proyeksi ortogonal dari ⃗u pada ⃗v ; komponen vektor ⃗u yang ortogonal


terhadap ⃗v ; dan ∥proj⃗v ⃗u∥.

(a). ⃗u = (6, 2), ⃗v = (3, −9)


(b). ⃗u = (3, 1, −7), ⃗v = (1, 0, 5)
(c). ⃗u = (−2, −1, 0, 1), ⃗v = (0, 0, −1, 3).

5. Dapatkan vektor satuan yang ortogonal dengan ⃗u = (1, 0, 1) dan ⃗v = (0, 1, 1).
6. Hitung jarak antara titik dan garis berikut.

(a). 4x + 3y + 4 = 0, (−3, 1) (b). y = −4x + 2; (2, −5)


7. Tunjukkan bahwa jika ⃗v ortogonal dengan w
⃗ 1 dan w
⃗ 2 , maka untuk semua skalar a
dan b, ⃗v orotogonal dengan aw
⃗ 1 + bw
⃗ 2.
⃗ vektor-vektor taknol di R3 yang saling ortogonal. Misalkan
8. Misalkan ⃗u, ⃗v , dan w
pula hasil kali skalar vektor-vektor ini dengan suatu vektor ⃗r di R3 diketahui.
Tuliskan ⃗r dalam suku-suku ⃗u, ⃗v , w,
⃗ dan hasil kali skalar.
9. Buktikan bahwa segitiga yang dibentuk oleh titik-titik (−3, 5, 6), (−2, 7, 9), dan
(2, 1, 7) adalah segitiga dengan sudut-sudut 300 , 600 , dan 900 .
Aljabar Linier 92

10. Periksa apakah vektor-vektor yang diberikan ortogonal, sejajar, atau tidak kedu-
anya.

(a). ⃗u = (4, 6), ⃗v = (−3, 2)


(b). ⃗u = (−5, 3, 7), ⃗v = (6, −8, 2)
(c). ⃗u = 2⃗i + 6⃗j − 4⃗k, ⃗v = −3⃗i − 9⃗j + 6⃗k
(d). ⃗u = ⃗i − ⃗j + 2⃗k ⃗v = 2⃗i − ⃗j + ⃗k

11. Gunakan vektor untuk memeriksa apakah segitiga dengan titik sudut P (1, −3, −2),
Q(2, 0, −4), dan R(6, −2, −5) merupakan segitiga siku-siku.
12. Gaya konstan F⃗ = 10⃗i + 18⃗j − 6⃗k menggerakkan suatu objek sepanjang garis lurus
dari titik (2, 3, 0) ke titik (4, 9, 15). Tentukan besarnya usaha yang dilakukan jika
jarak diukur dalam meter dan magnitude gaya diukur dalam newton.

Jawaban Latihan 3.2


1. (c). −15, (e). 9, (f). (−9, −18, 9, 9 3).
2. (a), (f), dan (g).

2+ 3
3. θ = arccos 4
.
4. (a). proj⃗v ⃗u = (0, 0) dan ⃗u − proj⃗v ⃗u = (6, 2)
(b). proj⃗v ⃗u = (− 1316
, 0, − 80
13
) dan ⃗u − proj⃗v ⃗u = ( 13
55
, 1, − 13
11
).
( )
5. − √13 , − √13 , √13 .
6. (b). √1 .
17

10. (a). ortogonal, (b). tidak keduanya, (c). paralel


11. Ya
12. 38 joule

3.3 Hasil Kali Silang


Ada dua jenis sistem koordinat di R3 , yaitu sistem tangan kanan dan tangan kiri.
Sistem tangan kanan mempunyai sifat bahwa sekrup biasa yang ujungnya mengarah ke
Aljabar Linier 93

arah positif dari sumbu Z akan bergerak maju bila sumbu X positif diputar 90◦ menuju
sumbu Y positif. Untuk sistem tangan kiri sekrup itu akan bergerak mundur bila sumbu
X positif diputar 90◦ menuju sumbu Y positif. Kita gunakan sistem tangan kanan.

Definisi 3.3.1. Misalkan ⃗u = (u1 , u2 , u2 ) dan ⃗v = (v1 , v2 , v3 ). Hasil kali silang ⃗u × ⃗v


diberikan oleh
⃗u × ⃗v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 ).

Hal ini dapat dinyatakan dengan notasi determinan




⃗ı ⃗ȷ k

u u






2 3 u u u u 2
⃗ı − ⃗ȷ + ⃗k
1 3 1
⃗u × ⃗v = u1 u2 u3 =
v v
v1 v3

v1 v2

2 3
v1 v2 v3

atau  

u2 u3 u1 u3 u1 u2
⃗u × ⃗v =  ,−

,

 .

v2 v3 v1 v3 v1 v2

Contoh 3.3.1. Jika ⃗u = (1, 2, −2) dan ⃗v = (3, 0, 1), maka



⃗k
⃗ı ⃗ȷ
2 −2
1 −2



1 2


⃗ı − ⃗ȷ + ⃗k
⃗u × ⃗v = 1 2 −2 =
0 1 3 3 0
1
3 0 1

= 2⃗ı + 7⃗ȷ − 6⃗k = (2, 7, −6).

♣♣♣

Teorema 3.3.1. (Sifat-sifat Hasil Kali Silang) Misalkan ⃗u = (u1 , u2 , u3 ), ⃗v = (v1 , v2 , v3 ),


dan w
⃗ = (w1 , w2 , w3 ) serta c suatu skalar. Maka

1. ⃗u × ⃗v = −(⃗v × ⃗u).
2. ⃗u × (⃗v + w)
⃗ = ⃗u × ⃗v + ⃗u × w

3. (⃗u + ⃗v ) × w
⃗ = ⃗u × w
⃗ + ⃗v × w

4. c(⃗u × ⃗v ) = (c⃗u) × ⃗v = ⃗u × (c⃗v )
5. ⃗0 × ⃗u = ⃗u × ⃗0 = ⃗0
6. ⃗u × ⃗u = ⃗0
Aljabar Linier 94

7. ⃗u × (⃗v × w)
⃗ = (⃗u · w)⃗
⃗ v − (⃗u · ⃗v )w

8. (⃗u × ⃗v ) × w
⃗ = (⃗u · ⃗v )w
⃗ − (⃗v · w)⃗
⃗ u
9. ⃗u · (⃗u × ⃗v ) = 0
10. ⃗v · (⃗u × ⃗v ) = 0

u1 u2 u3


11. ⃗u · (⃗v × w)
⃗ = v1 v2 v3


w1 w2 w3
Bukti. Akan dibuktikan bagian 1 dan bagian 11.

1. Misal ⃗u = (u1 , u2 , u3 ) dan ⃗v = (v1 , v2 , v3 ). Dengan Definisi 3.3.1 didapat

⃗u × ⃗v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 )

= −(v2 u3 − v3 u2 , v3 u1 − v1 u3 , v1 u2 − v2 u1 ) = −(⃗v × ⃗u).

11. Dengan definisi hasil kali titik didapat


 

v2 v3 v1 v3 v1 v2
⃗ = (u1 , u2 , u3 ) · 
⃗u · (⃗v × w) ,−

,



w2 w3 w1 w3 w1 w2

u u u

v1 v2
1 2 3
v2 v3 v1 v3
= u1 − u2 + u3 = v v v .

w1 w2
1 2 3
w2 w3 w1 w3
w1 w2 w3

Dengan menggunakan bagian 11 dari Teorema 3.3.1, kita dapat menurunkan bahwa

⃗u · (⃗v × w)
⃗ = ⃗v · (w
⃗ × ⃗u) = w
⃗ · (⃗u × ⃗v ). (3.3.1)

Jika ⃗u dan ⃗v vektor-vektor taknol, maka arah dari ⃗u ×⃗v tegak lurus terhadap bidang yang
didefinisikan oleh ⃗u dan ⃗v . Juga untuk sistem koordinat tangan kanan dapat ditunjukkan
bahwa vektor-vektor ⃗u, ⃗v dan ⃗u × ⃗v membentuk sistem tangan kanan.

Teorema 3.3.2. (Norm Hasil Kali Silang)


1. Identitas Lagrange
∥⃗u × ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 − (⃗u · ⃗v )2 .

2. Jika θ sudut antara ⃗u dan ⃗v , maka

∥⃗u × ⃗v ∥ = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ. (3.3.2)


Aljabar Linier 95

Bukti. 1. Identitas Lagrange

∥⃗u × ⃗v ∥2 = (⃗u × ⃗v ) · (⃗u × ⃗v )

= ⃗u · (⃗v × (⃗u × ⃗v ))

= ⃗u · ((⃗v · ⃗v )⃗u − (⃗v · ⃗u)v)

= (⃗v · ⃗v )(⃗u · ⃗u) − (⃗v · ⃗u)(⃗u · ⃗v )

= ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 − (⃗u · ⃗v )2 .

2. Dengan menggunakan bagian 1,

∥⃗u × ⃗v ∥2 = ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 − (⃗u · ⃗v )2

= ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 − ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 cos2 θ

= ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 (1 − cos2 θ) = ∥⃗u∥2 ∥⃗v ∥2 sin2 θ.

Jadi ∥⃗u × ⃗v ∥ = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ.


Bagian 2 dari Teorema 3.3.2 menentukan panjang dari ⃗u × ⃗v . Secara geometris
panjang ini merupakan luas daerah jajaran genjang yang didefinisikan oleh ⃗u dan ⃗v . Jadi
luas daerah A dari jajaran genjang dengan sisi-sisi ⃗u dan ⃗v adalah

A = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ = ∥⃗u × ⃗v ∥.

Gambar 3.3.1 Luas daerah jajaran genjang

Korolari 3.3.1.
∥⃗u × ⃗v ∥ ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥.

Bukti. Karena 0 ≤ θ ≤ π berarti 0 ≤ sin θ ≤ 1. Jadi dari persamaan (3.3.2) didapat

∥⃗u × ⃗v ∥ = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥ · 1 = ∥⃗u∥∥⃗v ∥.


Aljabar Linier 96

Korolari 3.3.2. Dua vektor taknol ⃗u dan ⃗v paralel jika dan hanya jika ⃗u × ⃗v = ⃗0

Bukti. Misalkan θ adalah sudut antara ⃗u dan ⃗v . Dengan (3.3.2), kita peroleh

⃗u × ⃗v = ⃗0 ⇔ ∥⃗u × ⃗v ∥ = 0 ⇔ ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ = 0

⇔ sin θ = 0 ⇔ θ = 0, π

Sudut θ yang besarnya 0 atau π menunjukkan bahwa ⃗u paralel dengan ⃗v .

Contoh 3.3.2. Tentukan luas daerah jajaran genjang dengan sisi-sisi P Q dan P R dimana
P (2, 1, 0), Q(1, −2, 1), dan R(−2, 2, 4).
−→ −→
Solusi. Luas daerah diberikan oleh ∥ P Q × P R ∥ dengan
−→ −→ −→
P Q = OQ − OP = (1, −2, 1) − (2, 1, 0) = (−1, −3, 1)
−→ −→ −→
P R = OR − OP = (−2, 2, 4) − (2, 1, 0) = (−4, 1, 4)

dan
−→ −→ √
∥ P Q × P R ∥ = ∥(−1, −3, 1) × (−4, 1, 4)∥ = ∥(−13, 0, −13)∥ = 13 2.

Jadi luas daerah jajaran genjang adalah 13 2 satuan luas. ♣♣♣

Contoh 3.3.3. Hitunglah luas daerah segitiga yang dibentuk oleh titik-titik yang meru-
pakan ujung-ujung dari vektor-vektor ⃗ı, ⃗ȷ dan ⃗k.

Solusi. Vektor (⃗ȷ −⃗ı) dan (⃗k −⃗ı) merupakan sisi-sisi dari segitiga. Jadi ∥(⃗ȷ −⃗ı) × (⃗k −⃗ı)∥
1
adalah luas daerah jajaran genjang sehingga luas daerah segitiga adalah 2
dari luas daerah
jajaran genjang, yaitu

1 √
∥(⃗ȷ −⃗ı) × (⃗k −⃗ı)∥ = 21 ∥(−1, 1, 0) × (−1, 0, 1)∥ = 21 ∥(1, 1, 1)∥ = 21 3.
2

♣♣♣

⃗ vektor-vektor di R3 , maka
Definisi 3.3.2. Jika ⃗u, ⃗v , dan w

⃗u · (⃗v × w)

disebut hasil kali tripel skalar dari ⃗u, ⃗v , dan w.



Aljabar Linier 97

Teorema 3.3.3. Volume paralelepipedum dengan sisi-sisi yang berdampingan diberikan


oleh ⃗u, ⃗v , dan w
⃗ adalah
V = |⃗u · (⃗v × w)|
⃗ (3.3.3)

Bukti.

Gambar 3.3.2 Paralelepipedum


Misalkan A luas daerah alas yang didefinisikan oleh ⃗v dan w.
⃗ Misalkan h tinggi dari
paralelepipedum dan θ sudut antara ⃗u dan ⃗v × w.
⃗ Maka h = ∥⃗u∥| cos θ| dan A = ∥⃗v × w∥.

Jadi
V = Ah = ∥⃗v × w∥∥⃗
⃗ u∥| cos θ| = |⃗u · (⃗v × w)|.

Contoh 3.3.4. Hitung volume paralelepipedum dengan sisi-sisi berdampingan diberikan


oleh ⃗u = (1, −1, 2), ⃗v = (0, 2, 1), dan w
⃗ = (3, −2, −1).

Solusi.

1 −1 2


⃗u · (⃗v × w)
⃗ = 0 2 1 = −15


3 −2 −1

Jadi volume paralelepidum adalah |⃗u · (⃗v × w)|


⃗ = | − 15| = 15 satuan volume. ♣♣♣
Dari persamaan (3.3.3) dapat diturunkan kriteria yang mudah untuk menentukan
apakah 3 titik sebidang atau tidak. Jika ⃗u, ⃗v , dan w
⃗ sebidang, maka volume par-
alelepipedum dengan sisi-sisi berdampingan ⃗u, ⃗v , dan w
⃗ adalah nol (sebab tingginya nol).
Sebaliknya satu-satunya kondisi yang menyebabkan volume paralelepidum nol adalah bila
⃗u, ⃗v , dan w
⃗ sebidang. Dengan demikian kita mempunyai teorema berikut.

⃗ sebidang jika dan hanya jika ⃗u · (⃗v × w)


Teorema 3.3.4. Vektor-vektor ⃗u, ⃗v , dan w ⃗ = 0.
Aljabar Linier 98

Latihan 3.3

1. Misalkan ⃗u = (3, 2, −1), ⃗v = (0, 2, −3), dan w


⃗ = (2, 6, 7). Hitung

(a). ⃗v × w
⃗ (b). ⃗u × (⃗v × w)
⃗ (c). (⃗u × ⃗v ) × w

(d). (⃗u × ⃗v ) × (⃗v × w)


⃗ (e). ⃗u × (⃗v − 2w)
⃗ (f). (⃗u × ⃗v ) − 2w

2. Dapatkan vektor satuan yang tegak lurus dengan bidang yang didefinisikan oleh
⃗u = (3, −4, 0) dan ⃗v = (7, 5, −4)

3. Tentukan vektor yang ortogonal terhadap bidang yang melalui titik-titik P , Q, dan
R dan hitung luas daerah segitiga P QR.

(a). P (1, 0, 0), Q(0, 2, 0), R(0, 0, 3)


(b). P (0, −2, 0), Q(4, 1, −2), R(5, 3, 1)

4. Hitung luas daerah jajaran genjang dengan titik-titik sudut P (1, 2, 3), Q(1, 3, 6),
R(3, 8, 6), dan S(3, 7, 3).

5. Hitung volume paralelepipedum dengan sisi ⃗u, ⃗v , dan w.


(a). ⃗u = (−1, 2, 4), ⃗v = (3, 4, −2), w


⃗ = (−1, 2, 5)

(b). ⃗u = ⃗i + ⃗j − ⃗k, ⃗v = ⃗i − ⃗j + ⃗k, w


⃗ = −⃗i + ⃗j + ⃗k

6. Tentukan apakah ⃗u, ⃗v , dan w


⃗ merupakan vektor-vektor yang koplanar.

(a). ⃗u = 2⃗i + 3⃗j + ⃗k, ⃗v = ⃗i − ⃗j, w


⃗ = 7⃗i + 3⃗j + 2⃗k

(b). ⃗u = (5, −2, 1), ⃗v = (4, −1, 1), w


⃗ = (1, −1, 0)

∥⃗
u×⃗v ∥
7. Jika θ sudut antara ⃗u dan ⃗v dan ⃗u · ⃗v ̸= 0, maka tan θ = u·⃗v )
(⃗
. Buktikan.

8. Dengan hasil kali silang hitung sinus dari sudut antara vektor ⃗u = (6, 1, −2) dan
vektor ⃗v = (7, 5, −1).

9. Tunjukkan bahwa jika ⃗u vektor dari sembarang titik pada garis ke titik P tidak
pada garis dan ⃗v vektor yang sejajar dengan garis, maka jarak antara P dan garis
∥⃗
u×⃗v ∥
adalah ∥⃗v ∥
Aljabar Linier 99

10. Gunakan hasil Soal 9 untuk menghitung jarak antara titik P (−3, 1, 2) dan garis
yang melalui titik-titik A(1, 1, 0) dan B(−2, 3, −4).

11. Manakah ekspresi berikut yang terdefinisi dan yang tak terdefinisi. Jika tak ter-
definisi, berikan alasan.

(a). ⃗u · (⃗v × w)
⃗ (b). (⃗u · ⃗v ) × (⃗x · w)
⃗ (c). (⃗u × ⃗u) × ⃗u

(d). ⃗u × (⃗u · w)
⃗ (e). (⃗u × w)
⃗ · (⃗v × w)

12. Buktikan bahwa (⃗a − ⃗b) × (⃗a + ⃗b) = 2(⃗a × ⃗b).

13. Buktikan bahwa



⃗a · ⃗c ⃗b · ⃗c
(⃗a × b) · (⃗c × d) =
⃗ ⃗ .

⃗a · d⃗ ⃗b · d⃗

Jawaban Latihan 3.3

1. (a). (32, −6, −4), (c). (27, 40, −42), (e). (−44, 55, −22).

3. (a). (6, 3, 2), luas = 7/2, (b). (13, 14, 5), luas = 21 390.
5. 10 satuan luas.
6. Tidak koplanar.

2√141
10. 29
.
11. (a), (c), dan (e) terdefinisi, (b) dan (d) tak terdefinisi.

3.4 Penerapan Vektor: Garis dan Bidang

Persamaan Garis

Pada bagian ini kita akan menurunkan persamaan garis lurus ℓ yang melalui titik
P (x0 , y0 , z0 ) dan sejajar dengan vektor taknol ⃗n = (a, b, c). Misalkan A = (x, y, z) suatu
titik pada ℓ; p⃗ = (x0 , y0 , z0 ) dan ⃗x = (x, y, z). Kelipatan skalar t ⃗n (−∞ < t < ∞)
merepresentasikan semua vektor yang sejajar dengan ⃗n. Karena ⃗x − p⃗ sejajar dengan ⃗n,
kita mempunyai ⃗x − p⃗ = t ⃗n untuk suatu skalar t. Lihat Gambar 3.4.1.
Aljabar Linier 100

Gambar 3.4.1
Jadi
⃗x = p⃗ + t ⃗n, t ∈ R. (3.4.1)

Persamaan (3.4) disebut bentuk vektor dari persamaan garis. Persamaan (3.4) dapat
dituliskan sebagai
(x, y, z) = (x0 , y0 , z0 ) + t(a, b, c).

Dari sini diturunkan


x = x0 + t a

y = y0 + t b (3.4.2)

z = z0 + t c.
Persamaan (3.4) disebut persamaan parametrik dari garis dimana t adalah parameter
dari persamaan. Persamaan (3.4) juga valid untuk garis di bidang. Jika ⃗x = (x, y),
p⃗ = (x0 , y0 ) dan ⃗n = (a, b) ̸= ⃗0, maka (x, y) = (x0 , y0 ) + t(a, b) atau

x = x0 + t a
(3.4.3)
y = y0 + t b.

Perhatikan kembali persamaan garis pada (3.4.3). Karena ⃗n ̸= ⃗0, kita dapat mengeliminir
t dari (3.4.3) sehingga diperoleh persamaan garis dalam bentuk

x − x0 y − y0
= ⇔ Ax + By = C
a b

dengan A = b, B = −a, dan C = bx0 − ay0 .

Contoh 3.4.1. Misalkan garis ℓ melalui titik (2, 4, −1) dalam arah (5, 0, 7). Tentukan
Aljabar Linier 101

a). bentuk vektor dari persamaan garis ℓ dan persamaan parametrik dari ℓ;
b). dua titik pada ℓ;
c). titik potong ℓ dengan bidang-bidang koordinat.

Solusi.

a). Kita ambil ⃗n = (5, 1, 7) dan p⃗ = (2, 4, −1). Maka bentuk vektor dari persamaan
garis ℓ diberikan oleh
⃗x = (2, 4, −1) + t(5, 1, 7).

Dan persamaan parametriknya adalah

x = 2 + 5t, y = 4 + t, z = −1 + 7t, t ∈ R.

b). Untuk menentukan suatu titik pada ℓ, kita harus memberikan nilai untuk t. Misal-
nya, t = 1 dan t = −1 menghasilkan titik-titik (7, 5, 6) dan (−3, 3, −8).
c). Untuk menentukan titik potong dengan bidang XY , kita ambil z = 0. Jadi z =
−1 + 7t = 0 =⇒ t = 71 . Substitusikan nilai t ini ke x = 2 + 5t dan y = 4 + t didapat
19 29
x= 7
dan y = 7
. Jadi ( 19 , 29 , 0) adalah titik potong garis dengan bidang XY .
7 7

Dengan cara yang sama, kita peroleh titik-titik potong dengan bidang XZ dan Y Z
masing-masing (−18, 0, −29) dan (0, 18
5
, − 19
5
). ♣♣♣

Contoh 3.4.2. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang melalui titik-titik P (3, −1)
dan Q(−1, 2).
−→
Solusi. Karena P Q = (−1, 2) − (3, −1) = (−4, 3) paralel dengan garis, maka vektor
arahnya adalah ⃗n = (−4, 3). Jadi persamaan parametrik dari garis diberikan oleh

x = 3 − 4t, y = −1 + 3t, t ∈ R.

♣♣♣

Contoh 3.4.3. Tunjukkan bahwa garis-garis dengan persamaan parametrik

x = 1 − 2t, y = −1 + 4t, z = 2 − 8t

dan
x = t, y = 2 + 2t, z = 7 − 34t

sejajar.
Aljabar Linier 102

Solusi. Vektor arah dari garis yang pertama adalah (−2, 4, 8) yang merupakan kelipatan
skalar dari vektor arah (−1, 2, 4) dari garis yang kedua. Jadi kedua garis sejajar. ♣ ♣ ♣

Contoh 3.4.4. Tunjukkan bahwa garis-garis dengan persamaan parametrik

x = 1 − 2t, y = −1 + 4t, z = 2 − 2t

dan
x = −t, y = 2 − 2t, z = 7 − 3t

tegak lurus.

Solusi. Vektor arah dari garis yang pertama adalah (−2, 4, −2) dan vektor arah dari
garis yang kedua adalah (−1, −2, −3). Kedua vektor ini ortogonal. Jadi kedua garis
saling tegak lurus. ♣♣♣
Dalam kasus garis di ruang mengeliminir t tidak akan memberikan kita satu per-
samaan seperti halnya garis di bidang. Jika ⃗n ̸= ⃗0, kita dengan mudah dapat mengeliminir
t dari (3.4) untuk menurunkan dua persamaan
x − x0 y − y0 z − z0
= = .
a b c
Persamaan ini disebut persamaan simetrik dari suatu garis.

Contoh 3.4.5. Tentukan persamaan simetrik dari garis yang melalui titik (−2, 3, 1)
dalam arah (−1, −2, 1).

Solusi. Karena (x0 , y0 , z0 ) = (−2, 3, 1) dan (a, b, c) = (−1, −2, 1), kita mempunyai
x − (−2) y−3 z−1
= =
−1 −2 1
atau
3−y
−x − 2 = = z − 1.
2
♣♣♣

Persamaan Bidang

Vektor taknol ⃗n = (a, b, c) disebut normal terhadap bidang P jika vektor ⃗n tegak
lurus terhadap P. Perhatikan Gambar 3.4.2.
Aljabar Linier 103

Gambar 3.4.2
Misalkan P (x0 , y0 , z0 ) dan X(x, y, z) adalah dua titik pada P. Jika p⃗ = (x0 , y0 , z0 ) dan
⃗x = (x, y, z), maka ⃗x − p⃗ sejajar dengan P dan karenanya ortogonal dengan normal ⃗n.
Dengan demikian, hasil kali titik dari ⃗x − p⃗ dan ⃗n adalah nol:

⃗n · (⃗x − p⃗) = 0.

Persamaan ini disebut bentuk vektor dari persamaan bidang. Dalam komponen-komponennya
persamaan ini dapat dituliskan sebagai

a(x − x0 ) + b(y − y0 ) + c(z − z0 ) = 0 (3.4.4)

Persamaan (3.4) disebut bentuk titik–normal dari persamaan bidang.

Contoh 3.4.6. Tentukan persamaan bidang yang melalui titik (−1, 2, 3) dan tegak lurus
terhadap (−2, 1, 4). Dapatkan satu titik yang lain pada bidang.

Solusi. Karena p⃗ = (−1, 2, 3) dan ⃗n = (−2, 1, 4), persamaan (3.4) memberikan

−2(x + 1) + (y − 2) + 4(z − 3) = 0

Untuk mendapatkan titik yang terletak pada bidang, kita tentukan solusi untuk per-
samaan ini. Misalnya x = 1 dan y = 2 menghasilkan 4z − 16 = 0 atau z = 4. Jadi titik
yang diminta adalah (1, 2, 4). ♣♣♣
Persamaan (3.4) dapat pula dituliskan dalam bentuk

ax + by + cz + d = 0

dengan d = −ax0 − by0 − cz0 . Ini merupakan persamaan umum dari bidang. Dalam
bentuk ini koefisien-koefisien dari x, y dan z menyatakan normal terhadap bidang.
Aljabar Linier 104

Contoh 3.4.7. Dapatkan persamaan bidang yang


a). melalui titik (1, −2, 4) dan sejajar dengan bidang 2x − 5y + 2z − 1 = 0
b). melalui titik-titik P (2, 0, 1), Q(1, 2, 0), dan R(−3, 2, 1).

Solusi.

a). Karena kedua bidang sejajar, mereka mempunyai normal yang sama. Bidang yang
diberikan mempunyai normal (2, −5, 2). Jadi persamaan bidang yang diminta adalah

2(x − 1) − 5(y + 2) + 2(z − 4) = 0 atau 2x − 5y + 2z − 20 = 0.


−→ −→
b). Hasil kali silang P Q × P R = (−1, 2, −1)×(5, 2, 0) = (2, 5, 8) merupakan normal dari
bidang yang diminta. Dengan menggunakan salah satu titik yang diberikan (dalam
hal ini dipilih P ), kita peroleh persamaan bidang 2(x − 2) + 5(y − 0) + 8(z − 1) = 0
atau 2x + 5y + 8z − 12 = 0. ♣♣♣

Contoh 3.4.8. Tunjukkan bahwa bidang-bidang dengan persamaan x + y + z = 0 dan


−x − y + 2z = 0 saling tegak lurus

Solusi. Kedua bidang saling tegak lurus sebab vektor-vektor normal (1, 1, 1) dan (−1, −1, 2)
dari kedua bidang tersebut ortogonal. ♣♣♣

Contoh 3.4.9. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang merupakan perpotongan
bidang x − y + z − 2 = 0 dengan bidang 2x + y + z + 1 = 0

Solusi. Misalkan z = t. Kita selesaikan sistem

x−y+t−2=0
2x + y + t + 1 = 0

untuk x dan y diperoleh x = − 32 t + 1


3
dan y = 31 t − 53 . Jadi persamaan parametrik dari
garis diberikan oleh x = − 32 t + 13 , y = 13 t − 53 , dan z = t. ♣♣♣

Definisi 3.4.1. Sudut antara dua bidang didefinisikan sebagai sudut antara kedua vektor
normal dari kedua bidang itu.

Contoh 3.4.10. Tentukan kosinus dari sudut antara bidang-bidang 2x − y + z − 2 = 0


dan x + 2y − z + 1 = 0
Aljabar Linier 105

Solusi. Vektor-vektor normal dari kedua bidang itu diberikan oleh (2, −1, 1) dan (1, 2, −1).
Jadi kosinus dari sudut antara kedua bidang adalah

(2, −1, 1) · (1, 2, −1) 1


=− .
∥(2, −1, 1)∥∥(1, 2, −1)∥ 6

♣♣♣

Jarak antara titik dan bidang

Perhatikan Gambar 3.4.3.

Gambar 3.4.3 Jarak titik ke bidang


Misalkan Q(x1 , y1 , z1 ) sembarang titik pada bidang ax + by + cz + d = 0 dan vektor
normal ⃗n = (a, b, c) berpangkal di Q. Dari gambar terlihat bahwa jarak D antara titik P
−→
dan bidang sama dengan panjang dari proyeksi ortogonal dari QP0 pada ⃗n. Jadi dengan
(3.2.5) kita peroleh
−→
−→ | QP0 · ⃗n|
D = ∥proj⃗n QP0 ∥ = .
∥⃗n∥
Tetapi

−→
QP0 · ⃗n = a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 ) + c(z0 − z1 )

∥⃗n∥ = a2 + b2 + c2

sehingga
|a(x0 − x1 ) + b(y0 − y1 ) + c(z0 − z1 )|
D= √ . (3.4.5)
a2 + b2 + c2
Karena titik Q(x1 , y1 , z1 ) terletak pada bidang, kita mempunyai ax1 + by1 + cz1 + d = 0
atau c = −ax1 − by1 − cz1 . Substitusikan ini ke (3.4.5) didapat formula untuk D:

|ax0 + by0 + cz0 + d|


D= √ .
a2 + b2 + c2

Hasil ini dinyatakan dalam teorema berikut.


Aljabar Linier 106

Teorema 3.4.1. (Jarak antara titik dan bidang) Jarak D antara titik P (x0 , y0 , z0 ) dan
bidang ax + by + cz + d = 0 adalah

|ax0 + by0 + cz0 + d|


D= √ .
a2 + b2 + c2

Contoh 3.4.11. Dengan menggunakan formula ini, jarak dari titik (3, 1, −2) ke bidang
x + 2y − 2z = 4 adalah

|(3)(1) + (2)(1) − (2)(−2) − 4| |5| 5


√ =√ = .
12 + 22 + (−2)2 9 3

♣♣♣

Latihan 3.4

1. Tentukan bentuk titik–normal dari persamaan bidang yang melalui P dengan nor-
mal ⃗n.

(a). P (−4, 2, 7); ⃗n = (−3, 2, 1) (b). P (5, −4, 2); ⃗n = (−6, 4, 5)

Untuk soal 2–6 tentukan persamaan bidang

2. Bidang yang melalui titik-titik (0, 1, 1), (1, 0, 1), (1, 1, 0).

3. Bidang melalui titik (6, 0, −2) dan memuat garis x = 4 − 2t, y = 3 + 5t, z = 7 + 4t

4. Bidang melalui titik asal dan sejajar terhadap bidang 2x − y + 3z = 1.

5. Bidang melalui titik (−2, 8, 10) dan tegak lurus terhadap garis x = 1 + t, y = 2t,
z = 4 − 3t

6. Bidang yang memuat garis x = 3 + 2t, y = t, z = 8 − t dan sejajar terhadap bidang


2x + 4y + 8z = 17.

Untuk soal 7–10, tentukan apakah bidang-bidang berikut paralel atau tegak lurus
atau tidak keduanya. Jika tidak keduanya, hitung sudut antara kedua bidang.

7. x + 4y − 3z = 1, −3x + 6y + 7z = 0

8. 2y = 8x − 4z + 5, x = 21 z + 14 y

9. 3x − y + z − 4 = 0, x + 2z = −1

10. x + y + z = 1 dan x − y + z = 1
Aljabar Linier 107

11. Tentukan apakah garis dan bidang berikut paralel atau tegak lurus.

(a). x = −5 − 4t, y = 1 − t, z = 3 + 2t dan x + 2y + 3z − 9 = 0

(b). x = 3t, y = 1 + 2t, z = 2 − t dan 4x − y + 2z = 1

(c). x = −2 − 4t, y = 3 − 2t, z = 1 + 2t dan 2x + y − z = 5

(d). x = 2 + t, y = 1 − t, z = 5 + 3t dan 6x + 6y − 7 = 0

Untuk soal 12–15, tentukan persamaan parametrik dan bentuk vektor dari garis.

12. Garis melalui titik (2, 2, 6) dan sejajar ⃗n = (0, 1, 0)

13. Garis melalui titik (1, 0, −3) dan sejajar terhadap vektor 2⃗i − 4⃗j + 5⃗k.

14. Garis melalui titik asal dan sejajar terhadap garis x = 2t, y = 1 − t, z = 4 + 3t.

15. Garis melalui titik (1, 0, 6) dan tegak lurus terhadap bidang x + 3y + z = 5.

Untuk soal 16–18, tentukan persamaan parametrik dan persamaan simetrik dari
garis.

16. Garis melalui titik-titik (1, 3, 2) dan (−4, 3, 0).

17. Garis melalui titik (2, 1, 0) dan tegak lurus terhadap kedua vektor ⃗i + ⃗j dan ⃗j + ⃗k.

18. Garis melalui titik (1, −1, 1) dan sejajar terhadap garis x + 2 = 21 y = z − 3.

19. Tentukan persamaan parametrik dari garis yang merupakan perpotongan dua bidang
berikut.

(a). x − y + z − 3 = 0, −x + 5y + 3z + 4 = 0.
(b). x + y − z = 2, 3x − 4y + 5z = 6.

Untul soal 20–23, periksa apakah garis L1 dan L2 sejajar, bersilangan atau berpo-
tongan. Jika berpotongan, tentukan titik potongnya.

20. L1 : x − 3 = 4t, y − 4 = t, z − 1 = 0, L2 : x + 1 = 12s, y − 7 = 6s, z − 5 = 3s.

21. L1 : x = −6t, y = 1 + 9t, z = −3t, L2 : x = 1 + 2s, y = 4 − 3s, z = st.

22. L1 : x = 1 + 2t, y = 3t, z = 2 − t, L2 : x = −1 + s, y = 4 + s, z = 1 + 3s.


x y−1 z−2 x−3 y−2 z−1
23. L1 : 1
= 2
= 3
, L2 : −4
= −3
= 2
.

24. Tentukan jarak antara titik dan bidang berikut.


Aljabar Linier 108

(a). (−1, 2, 1), 2x + 3y − 4z = 1


(b). (2, 8, 5), x − 2y − 2z = 1

25. Tentukan jarak antara titik dan garis berikut.

(a). (1, 2, 3), x = 2 + t, y = 2 − 3t, z = 5t


(b). (1, 0, −1), x = 5 − t, y = 3t, z = 1 + 2t

26. Hitung jarak antara bidang-bidang paralel berikut.

(a). 3x − 4y + z = 1 dan 6x − 8y + 2z = 3 (b). z = x + 2y + 1 dan


3x + 6y − 3z = 4.

27. Tunjukkan bahwa garis dengan persamaan simetrik x = y = z dan x+1 = y/2 = z/3
bersilangan serta hitung jarak antara kedua garis ini.

Jawaban Latihan 4.4

1. (a). −3(x + 4) + 2(y − 2) + (z − 7) = 0.

2. x + y + z = 2.

3. 33x + 10y + 4z = 190.

4. 2x − y + 3z = 0.

7. Tegaklurus

10. Tidak keduanya, ≈ 70, 50 .

15. ⃗r = (1, 0, 6) + t(1, 3, 1), x = 1 + t, y = 3t, z = 6 + t.

16. x = 1 − 5t, y = 3, z = 2 − 2t, x−1


−5
= z−2
−2
, y = 3.

18. x = 1 + t, y = −1 + 2t, z = 1 + t, x − 1 = y+1


2
= z − 1.

19. (b). x − 2 = y+1


2
= z − 1.

21. Paralel

23. Bersilangan

24. (b). 25/3.



22
25. (a). 5
.

26. (b). 7 6/18.
Aljabar Linier 109

27. √1 .
6

Rangkuman
Vektor dapat dipandang sebagai matriks dengan satu kolom. Vektor di R2 adalah
matriks berukuran 2 × 1 dengan 2 unsur. Unsur-unsur dari suatu vektor disebut kom-
ponen. Vektor di R2 dapat diinterpretasikan secara geometri sebagai titik pada bidang.
Setiap vektor di R2 , misalnya  
x1
⃗x =  ,
x2
dapat disajikan sebagai titik dengan koordinat (x1 , x2 ) pada bidang koordinat Cartesius.
Vektor ⃗x juga dapat digambarkan sebagai anak panah dengan titik pangkal (0, 0) dan
titik ujung (x1 , x2 ).
Vektor di R3 adalah matriks berukuran 3 × 1 dengan 3 unsur. Vektor di R3
 
u1
 
 
⃗u =  u2 
 
u3

juga dapat direpresentasikan sebagai titik di ruang atau sebagai anak panah yang berpangkal
di (0, 0, 0) dan berujung di (u1 , u2 , u3 ). Vektor di Rn merupakan matriks berukuran n × 1
dengan n komponen. Misalnya
 
u1
 
 
 u2 
⃗u = 
 ..
,
 ui ∈ R, i = 1, 2, . . . , n
 . 
 
un
.
Dua vektor ⃗u dan ⃗v dengan ukuran sama dikatakan sama bila komponen-komponen
yang bersesuaian sama. Vektor-vektor dengan ukuran berbeda tidak pernah sama.
Suatu vektor dapat dikalikan dengan suatu skalar komponen demi komponen. Op-
erasi ini disebut perkalian skalar. Vektor (−1)⃗v disebut lawan atau negatif dari vektor
⃗v dan dinotasikan −⃗v . Jadi, (−1)⃗v = −⃗v .
Aljabar Linier 110

Vektor-vektor dengan ukuran sama dapat dijumlahkan (dikurangkan) komponen demi


komponen. Operasi ini disebut penjumlahan vektor (pengurangan vektor). Jumlah
dua vektor ⃗u + ⃗v dapat disajikan secara geometris sebagai diagonal dari jajaran genjang
dengan sisi-sisi ⃗u dan ⃗v . Aturan ini dikenal sebagai hukum penjumlahan jajaran
genjang.
Vektor yang semua komponennya nol disebut vektor nol dan dinotasikan ⃗0.
 
  0
 
⃗0 =  0 

0
⃗0 =   , .
0  
0

Vektor dengan n komponen dimana komponen ke–i adalah 1 dan lainnya 0 dinotasikan
dengan ⃗ei . Vektor-vektor ⃗e1 , ⃗e2 , . . ., ⃗en disebut vektor basis baku dari Rn . Misalnya
vektor basis baku untuk R2 adalah
   
1 0
⃗e1 =  , ⃗e2 =  .
0 1

Jika P (x1 , y1 , z1 ) dan Q(x2 , y2 , z2 ) masing-masing merupakan titik pangkal dan titik
−→ −→
ujung dari vektor P Q, maka komponen P Q dapat diperoleh dengan mengurangkan ko-
−→
ordinat titik ujung dari koordinat titik pangkal. Vektor P Q adalah selisih vektor-vektor
−→ −→
OP dan OQ. Jadi
−→ −→ −→
P Q = OQ − OQ = (x2 , y2 , z2 ) − (x1 , y1 , z1 )

= (x2 − x1 , y2 − y1 , z2 − z1 ).

Panjang dari suatu vektor ⃗u disebut magnitude atau norm dari vektor ⃗u dan dino-

tasikan ∥⃗u∥. Jika ⃗u = (u1 , u2 , . . . , un ), maka ∥⃗u∥ didefinisikan oleh ∥⃗u∥ = u21 + u22 + · · · + u2n .
Jarak (Euclid) d antara dua vektor ⃗u dan ⃗v didefinisikan sebagai d = ∥⃗u − ⃗v ∥.
Vektor dengan norm 1 disebut vektor satuan. Vektor-vektor ⃗e1 = (1, 0) dan ⃗e2 =
(0, 1) yang merupakan vektor basis baku untuk R2 disebut juga vektor satuan baku
dan dinotasikan ⃗ı = (1, 0), ⃗ȷ = (0, 1). Demikian juga untuk vektor basis baku bagi R3 ,
⃗e1 = (1, 0, 0), ⃗e2 = (0, 1, 0), dan ⃗e3 = (0, 0, 1) juga disebut vektor satuan baku dan
dinotasikan ⃗ı = (1, 0, 0), ⃗ȷ = (0, 1, 0), ⃗k = (0, 0, 1).
Aljabar Linier 111

Misalkan ⃗u = (u1 , . . . , un ) dan ⃗v = (v1 , . . . , vn ) adalah dua vektor di Rn . Hasil


kali titik (atau hasil kali dalam Euclid) dari ⃗u dan ⃗v , dinotasikan ⃗u · ⃗v adalah bilangan
u1 v1 + · · · + un vn atau ⃗u · ⃗v = u1 v1 + · · · + un vn .
Hasil kali titik dapat dipandang sebagai hasil kali matriks dengan memandang ⃗u dan
⃗v sebagai matriks ukuran n × 1, yakni ⃗u · ⃗v = ⃗uT ⃗v .
Jika ⃗u · ⃗v = 0, maka vektor ⃗u dan ⃗v di Rn dikatakan ortogonal.
Hubungan norm dan hasil kali titik dinyatakan oleh ∥⃗u∥ = (⃗u · ⃗u)1/2 .
Ketaksamaan Cauchy–Schwarz. Untuk setiap vektor ⃗u dan ⃗v berlaku |⃗u ·⃗v | ≤ ∥⃗u∥∥⃗v ∥.
Kesamaan berlaku jika dan hanya jika ⃗u dan ⃗v merupakan kelipatan skalar satu sama lain.
Ketaksamaan Segitiga. Untuk setiap vektor ⃗u dan ⃗v berlaku ∥⃗u + ⃗v ∥ ≤ ∥⃗u∥ + ∥⃗v ∥.
Misalkan θ adalah sudut antara dua vektor ⃗u dan ⃗v . Maka besar θ dapat dihitung
dengan rumus
⃗u · ⃗v
cos θ = , 0 ≤ θ ≤ π.
∥⃗u∥∥⃗v ∥
Dengan menggunakan hasil ini, hasil kali titik dapat dituliskan sebagai ⃗u·⃗v = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ cos θ.
dan dari sini dapat diturunkan bahwa

1. θ lancip jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v > 0.

2. θ tumpul jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v < 0.

3. θ siku-siku jika dan hanya jika ⃗u · ⃗v = 0.

Jika θ = π/2, maka ⃗u dan ⃗v dikatakan tegak lurus dan dituliskan ⃗u ⊥ ⃗v .


Suatu vektor dapat dinyatakan sebagai jumlah dari vektor-vektor ortogonal. Misalkan
⃗u dan ⃗v vektor-vektor taknol. Vektor ⃗u dapat dinyatakan sebagai jumlah dari proyeksi
ortogonal dari ⃗u pada ⃗v (⃗upr ) dan komponen vektor dari ⃗u yang ortogonal terhadap ⃗v
(⃗uc ). Jadi,
⃗u = ⃗upr + ⃗uc

dengan
⃗u · ⃗v
⃗upr = proj⃗v ⃗u = ⃗v
⃗v · ⃗v
dan
⃗u · ⃗v
⃗uc = ⃗u − proj⃗v ⃗u = ⃗u − ⃗v .
∥⃗v ∥2
Aljabar Linier 112

Jarak D antara titik P (x0 , y0 ) dan garis ax + by + c = 0 dapat dihitung dengan


formula berikut:
|ax0 + by0 + c|
D= √ .
a 2 + b2
Misalkan ⃗u = (u1 , u2 , u2 ) dan ⃗v = (v1 , v2 , v3 ). Hasil kali silang ⃗u × ⃗v diberikan oleh

⃗u × ⃗v = (u2 v3 − u3 v2 , u3 v1 − u1 v3 , u1 v2 − u2 v1 ).

Dengan notasi determinan, persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk




⃗ı ⃗ȷ k

u u
u1 u3

u u


2 3
⃗u × ⃗v = u1 u2 u3 = ⃗ı − ⃗ȷ + 1 2

⃗k

v v v1 v3 v1 v2
2 3
v1 v2 v3

atau  

u2 u3 u1 u3 u1 u2
⃗u × ⃗v =  ,−

,

 .

v2 v3 v1 v3 v1 v2
Misalkan ⃗u dan ⃗v menyatakan sisi-sisi jajaran genjang. Luas daerah A dari jajaran
genjang adalah
A = ∥⃗u∥∥⃗v ∥ sin θ = ∥⃗u × ⃗v ∥.

Dua vektor taknol ⃗u dan ⃗v paralel jika dan hanya jika ⃗u × ⃗v = ⃗0


⃗ vektor-vektor di R3 , maka ⃗u · (⃗v × w)
Jika ⃗u, ⃗v , dan w ⃗ disebut hasil kali tripel skalar
dari ⃗u, ⃗v , dan w.

Volume paralelepipedum dengan sisi-sisi yang berdampingan diberikan oleh ⃗u, ⃗v , dan
⃗ adalah V = |⃗u · (⃗v × w)|
w ⃗ Vektor-vektor ⃗u, ⃗v , dan w
⃗ sebidang jika dan hanya jika
⃗u · (⃗v × w)
⃗ = 0.
Persamaan garis lurus yang melalui titik P (x0 , y0 , z0 ) dan sejajar dengan vektor
taknol ⃗n = (a, b, c) dalam bentuk vektor diberikan oleh

⃗x = p⃗ + t ⃗n, t ∈ R.

Persamaan garis dalam bentuk parametrik adalah

x = x0 + t a

y = y0 + t b

z = z0 + t c.
Aljabar Linier 113

Persamaan simetrik dari garis diberikan oleh


x − x0 y − y0 z − z0
= = .
a b c
Bidang yang melalui titik P (x0 , y0 , z0 ) dan X(x, y, z) mempunyai persamaan dalam
bentuk vektor berikut ini:
⃗n · (⃗x − p⃗) = 0.

Dalam komponen-komponennya persamaan ini dapat dituliskan sebagai

a(x − x0 ) + b(y − y0 ) + c(z − z0 ) = 0

Persamaan ini disebut bentuk titik–normal dari persamaan bidang. Persamaan ini
dapat pula dituliskan dalam bentuk

ax + by + cz + d = 0

Ini adalah persamaan umum dari bidang. Koefisien-koefisien dari x, y dan z meny-
atakan normal terhadap bidang.
Sudut antara dua bidang didefinisikan sebagai sudut antara kedua vektor normal dari
kedua bidang itu.
Jarak D antara titik P (x0 , y0 , z0 ) dan bidang dihitung dengan rumus berikut:
|ax0 + by0 + cz0 + d|
D= √ .
a2 + b2 + c2

Daftar Pustaka

Perry, W. L. 1988. Elementary Linear Algebra. New York: McGraw-Hill.

Fraleigh, J. B. dan Beauregard, R. A. 1990. Linear Algebra. Second Edition. Reading:


Addison-Wesley.

Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Aljabar Linier 114

Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.

Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
BAB 4

RUANG VEKTOR

4.1 Ruang Vektor


Definisi 4.1.1. Misalkan V adalah himpunan yang dilengkapi dengan dua operasi, yaitu
penjumlahan dan perkalian skalar. Penjumlahan adalah suatu aturan yang mengaitkan
dua elemen ⃗u dan ⃗v dari V dengan elemen ketiga, yaitu jumlah dari ⃗u dan ⃗v , dinotasikan
⃗u + ⃗v . Perkalian skalar adalah aturan yang mengaitkan suatu skalar c dan suatu elemen
⃗u dari V dengan elemen yang lain dari V , yakni kelipatan skalar dari ⃗u, dinotasikan
c⃗u. Himpunan V disebut ruang vektor jika dua operasi tersebut memenuhi sifat-sifat
berikut.
Untuk operasi penjumlahan berlaku sifat-sifat berikut.

(A1) ⃗u + ⃗v terletak di V untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .

(A2) ⃗u + ⃗v = ⃗v + ⃗u untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .

(A3) (⃗u + ⃗v ) + w ⃗ untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .


⃗ = ⃗u + (⃗v + w)

(A4) Terdapat dengan tunggal elemen ⃗0 ∈ V , disebut nol dari V , sedemikian sehingga
untuk semua ⃗u ∈ V , ⃗u + ⃗0 = ⃗0 = ⃗0 + ⃗u.

(A5) Untuk setiap ⃗u ∈ V terdapat dengan tunggal elemen −⃗u ∈ V , disebut negatif atau
lawan dari ⃗u, sedemikian sehingga ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0.

Untuk operasi perkalian skalar berlaku sifat-sifat berikut.

(M1) a⃗u terletak di V untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a ∈ R.

(M2) a(⃗u + ⃗v ) = a⃗u + a⃗v untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V dan semua a ∈ R.

115
Aljabar Linier 116

(M3) (a + b)⃗u = a⃗u + b⃗u untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a, b ∈ R.

(M4) a(b⃗u) = (ab)⃗u untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a, b ∈ R.

(M5) 1⃗u = ⃗u untuk semua ⃗u ∈ V .

Skalar dalam ruang vektor bisa berupa bilangan riil atau bilangan kompleks. Ruang
vektor dengan skalar kompleks disebut ruang vektor kompleks sedangkan ruang vektor
dengan skalar bilangan riil disebut ruang vektor riil. Dalam bab ini kita membahas ruang
vektor riil. Sifat-sifat tersebut disebut aksioma untuk ruang vektor. Elemen-elemen dari
suatu ruang vektor disebut vektor.
Catatan.

• Perhatikan bahwa suatu ruang vektor merupakan himpunan yang tak kosong sebab
memuat ⃗0 berdasarkan (A4).

• Dalam definisi ruang vektor kita tidak menyatakan secara khusus vektor maupun
operasinya. Operasi yang dapat diterima adalah sembarang operasi yang memenuhi
aksioma.

Contoh 4.1.1. Berikut ini beberapa contoh ruang vektor. Pembaca dipersilakan untuk
memeriksa bahwa himpunan yang diberikan memenuhi A1–A5 dan M1–M5 pada Definisi
4.1.1.

(a). Rn adalah ruang vektor dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar baku.
Kasus khusus R, R2 , dan R3 ).

(b). Himpunan semua matriks berukuran m × n dengan unsur-unsur riil (Mmn ) adalah
ruang vektor dengan penjumlahan matriks dan perkalian skalar baku.

(c). Himpunan semua polinomial derajat n dengan koefisien riil (Pn ) dengan penjumla-
han dan perkalian skalar baku merupakan ruang vektor.

(d). Himpunan semua fungsi bernilai riil yang didefinisikan pada R merupakan ruang
vektor. Operasi penjumlahan dua fungsi f dan g didefinisikan oleh

(f + g)(x) = f (x) + g(x) untuk semua x ∈ R


Aljabar Linier 117

dan operasi perkalian skalar cf didefinisikan oleh

(cf )(x) = cf (x) untuk semua x ∈ R.

♣♣♣

Contoh 4.1.2. Himpunan semua pasangan bilangan riil (x, y) dengan operasi

(x1 , y1 ) + (x2 , y2 ) = (x1 + x2 + 1, y1 + y2 + 1) dan k(x1 , y1 ) = (kx1 , ky1 )

bukan merupakan ruang vektor sebab aksioma (M2) dan (M3) tidak terpenuhi. Jika
⃗u = (x1 , y1 ) dan ⃗v = (x2 , y2 ) serta k suatu skalar, maka

k(⃗u + ⃗v ) = k(x1 + x2 + 1, y1 + y2 + 1) = (kx1 + kx2 + k, ky1 + ky2 + k)

sedangkan

k⃗u + k⃗v = (kx1 , ky1 ) + (kx2 , ky2 ) = (kx1 + kx2 + 1, ky1 + ky2 + 1)

sehingga k(⃗u +⃗v ) ̸= k⃗u +k⃗v . Jadi, (M2) tidak terpenuhi. Pembaca dipersilakan memeriksa
(M3). ♣♣♣

Teorema 4.1.1. Misalkan V adalah ruang vektor. Misalkan pula ⃗u ∈ V dan c ∈ R.


Maka

1. 0⃗u = ⃗0.
2. c⃗0 = ⃗0.
3. jika c⃗u = ⃗0, maka c = 0 atau ⃗u = ⃗0.
4. (−c)⃗u = −(c⃗u).

Bukti. Kita buktikan bagian 1 dan 4.

1. Kita gunakan beberapa aksioma ruang vektor untuk membuktikan.

0⃗u + 0⃗u = (0 + 0)⃗u = 0⃗u dengan (M3)

⇔ (0⃗u + 0⃗u) + (−0⃗u) = 0⃗u + (−0⃗u) tambahkan −0⃗u

⇔ 0⃗u + (0⃗u + (−0⃗u)) = ⃗0 dengan (A3) dan (A5)

⇔ 0⃗u + ⃗0 = ⃗0 dengan (A5)

⇔ 0⃗u = ⃗0 dengan (A4)


Aljabar Linier 118

2. Dengan (M3) dan bagian 1 didapat

c⃗u + (−c)⃗u = (c + (−c))⃗u = 0⃗u

⇔ c⃗u + (−c)⃗u = ⃗0

⇔ (−c)⃗u + c⃗u = ⃗0 dengan (A2)

⇔ (−c)⃗u = −c⃗u dengan (A5)

Ruang Bagian

Definisi 4.1.2. Suatu himpunan bagian W dari ruang vektor V disebut ruang bagian
jika W sendiri merupakan ruang vektor dibawah penjumlahan dan perkalian skalar yang
didefinisikan pada V .

Untuk memverifikasi W merupakan ruang bagian dari V , kita tidak perlu memeriksa
semua aksioma karena W mewarisi operasi dan sifat-sifatnya dari V . Jadi sebagian besar
aksioma telah terpenuhi. Untuk lebih tegasnya, kita formulasikan teorema berikut.

Teorema 4.1.2. Himpunan bagian tak kosong W dari ruang vektor V merupakan ruang
bagian jika dan hanya jika

1. Jika ⃗u dan ⃗v di dalam W , maka ⃗u + ⃗v juga didalam W .

2. Jika c suatu skalar dan ⃗u di dalam W , maka c⃗u juga di dalam W .

Bukti. Jika W ruang bagian dari V , maka semua aksioma terpenuhi khususnya (A1)
dan (M1). Dan ini persis sama dengan kondisi (1) dan (2) pada Teorema 4.1.2. Sebaliknya
misalkan W himpunan bagian yang memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Teorema 4.1.2.
Maka (A1) dan (M1) terpenuhi. Juga (A2), (A3), (M2), (M3), (M4), dan (M5) terpenuhi
sebab mereka valid di V . Tinggal menunjukkan terpenuhinya (A4) dan (A5). Kondisi (2)
mengakibatkan bahwa 0⃗u = ⃗0 di dalam W untuk ⃗u di dalam W dengan mengambil c = 0.
Demikian pula (−1)⃗u = −⃗u di dalam W untuk setiap ⃗u di dalam W dengan mengambil
c = −1. Jadi (A4) dan (A5) terpenuhi.
Aljabar Linier 119

Contoh 4.1.3. Tunjukkan bahwa {⃗0} dan V adalah ruang bagian dari V . Himpunan
{⃗0} disebut ruang bagian nol dari V sedangkan V disebut ruang bagian trivial dari
V.

Solusi. Jelas bahwa V adalah ruang bagian dari dirinya sendiri. Himpunan {⃗0} juga
ruang bagian sebab kondisi (1) dan (2) dari Teorema 4.1.2 terpenuhi yaitu ⃗0 + ⃗0 = ⃗0 dan
c⃗0 = ⃗0 untuk semua c ∈ R. ♣♣♣

Contoh 4.1.4. Untuk setiap himpunan bagian dari R2 berikut ini, tunjukkan bahwa
himpunan tersebut bukan ruang bagian.

(a). Himpunan semua titik pada garis x + y = 1.

(b). Himpunan semua titik pada setengah garis y = x, x ≥ 0.

(c). Himpunan semua titik (x, y) pada kuadran pertama dan ketiga termasuk semua
titik pada sumbu X dan Y .

Solusi.

(a). Vektor nol (0, 0) tidak di dalam himpunan sebab 0 + 0 ̸= 1 (tidak tertutup terhadap
penjumlahan).

(b). Vektor ⃗u = (1, 1) terletak di dalam himpunan tetapi kelipatan skalar −2⃗u = −2(1, 1)
tidak di dalam himpunan. Jadi, tidak tertutup terhadap perkalian skalar.

(c). Vektor ⃗u = (1, 2) dan ⃗v = (−2, −1) di dalam himpunan tetapi jumlah ⃗u+⃗v = (−1, 1)
tidak di dalam himpunan. Jadi, tidak tertutup terhadap penjumlahan. ♣♣♣

Latihan 4.1

1. Periksa manakah himpunan berikut yang merupakan ruang vektor dan yang bukan
ruang vektor. Untuk yang bukan ruang vektor, nyatakan aksioma mana yang tidak
terpenuhi.

(a). Himpunan V = R2 dengan operasi penjumlahan baku dan perkalan skalar


didefinisikan oleh k(⃗v1 , ⃗v2 ) = (⃗v1 , k⃗v2 ).
Aljabar Linier 120

(b). Himpunan V = R3 dengan operasi penjumlahan baku dan perkalan skalar


didefinisikan oleh k(⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 ) = (0, 0, k⃗v3 ).
(c). Himpunan V = R2 dengan operasi perkalian skalar baku dan penjumlahan
didefinisikan oleh (⃗u1 , ⃗u2 ) + (⃗v1 , ⃗v2 ) = (⃗u1 + 2⃗v1 , ⃗u2 + ⃗v2 ).
(d). Himpunan semua pasangan bilangan riil dalam bentuk (x, y) dimana x ≥ 0
dengan operasi baku pada R2 .
(e). Himpunan semua tripel bilangan riil (x, y, z) dengan operasi berikut:

(x1 , y1 , z1 ) + (x2 , y2 , z2 ) = (x1 + x2 , y1 + y2 , z1 + z2 ), k(x, y, z) = (0, 0, 0).

(f). Himpunan semua bilangan riil positif dengan operasi x + y = xy dan kx = xk .


(g). Himpunan semua matriks 2 × 2 dalam bentuk
 
a 1
 
1 b

dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar matriks baku.


(h). Himpunan semua fungsi bernilai riil f yang terdefinisi pada garis bilangan
riil dan memenuhi f (1) = 0 dengan operasi (f + g)(x) = f (x) + g(x) dan
(kf )(x) = kf (x), k bilangan riil.

2. Apakah mungkin vektor ⃗u dalam suatu ruang vektor mempunyai dua negatif berbeda?
Dengan kata lain, apakah mungkin ada dua vektor (−⃗u)1 dan (−⃗u)2 yang berbeda
dan keduanya memenuhi Aksioma M5? Jelaskan!

3. Pandang suatu himpunan yang hanya mempunyai satu anggota, yakni telur. Apakah
himpunan ini merupakan ruang vektor di bawah operasi telur + telur = telur dan
k(telur) = telur untuk setiap bilangan riil k? Jelaskan!

4. Manakah himpunan bagian dari R2 berikut yang merupakan ruang bagian?

(a). (x, y) memenuhi x = 2y.


(b). (x, y) memenuhi x = 2y dan 2x = y.
(c). (x, y) memenuhi x = 2y + 1.
(d). (x, y) memenuhi xy = 0.
Aljabar Linier 121

5. Misalkan W adalah himpunan semua vektor di R3 dalam bentuk


     
a a + 2b a + 2b + c
     
     
(a).  2a  (b).  2a = b  (c).  2a − 2c .
     
−3a −3a −3a + b + 4c

Tunjukkan bahwa W adalah ruang bagian dari R3 dengan menyatakan W sebagai


rentangan dari suatu himpunan vektor.
6. Tunjukkan bahwa himpunan berikut bukan ruang bagian dengan memberikan con-
toh penyangkal terhadap salah satu sifat dalam definisi ruang bagian.

(a). Himpunan bagian dari R3 yang terdiri dari semua solusi persamaan 2x − 2y +
4z = 5.
(b). Himpunan bagian dari R2 yang terdiri dari semua vektor dalam bentuk (a2 , 2a).
(c). Himpunan bagian dari R2 yang terdiri dari semua titik pada salah satu atau
pada kedua garis y = x dan y = −x.

7. Misalkan W adalah ruang bagian yang direntang oleh vektor ⃗u = (2, −1, 0) dan
⃗v = (0, −2, 1). Tentukan manakah vektor w
⃗ 1 = (2, −3, 1), w
⃗ 2 = (1, −3, 1), dan
⃗ 3 = (8, 0, −2) yang berada dalam W .
w
8. Periksa apakah himpunan yang diberikan merupakan ruang bagian dari ruang vektor
yang diberikan.

(a). Misalkan W himpunan semua titik (x, y) dari R2 dengan x ≥ 0 di bawah


operasi penjumlahan baku dan perkalian skalar baku.
(b). Misalkan W himpunan semua titik dari R3 dalam bentuk (0, y, z) dengan op-
erasi penjumlahan baku dan perkalian skalar baku.
(c). Misalkan W himpunan semua matriks diagonal ukuran n × n dengan operasi
baku. Apakah W merupakan ruang bagian dari Mnn ?
(d). Misalkan W himpunan semua matriks dalam bentuk
 
0 a
 
 
 b c 
 
d e
dengan operasi baku. Apakah W merupakan ruang bagian dari M32 ?
Aljabar Linier 122

(e). Misalkan Pn adalah himpunan semua polinomial derajat n atau kurang dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b], himpunan semua
fungsi bernilai riil pada interval [a, b]?
(f). Misalkan W adalah himpunan semua polinomial berderajat tepat n dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b]?
(g). Misalkan W adalah himpunan semua fungsi yang memenuhi f (6) = 10 dengan
operasi baku. Apakah merupakan ruang bagian dari F [a, b] dengan a ≤ 6 ≤ b?

Jawaban Latihan 4.1

1. (d), (e), dan (g) bukan ruang vektor; (f) dan (h) ruang vektor.

2. Tidak

3. Ya

4. (a) dan (b)

8. (a), (f), dan (g) bukan ruang bagian; (b)–(e) ruang bagian.

4.2 Kebebasan Linier


Kombinasi Linier dan Span

Definisi 4.2.1. Vektor w


⃗ merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk jika
w
⃗ dapat dituliskan dalam bentuk

⃗ = c1⃗v1 + c2⃗v2 + c3⃗v3 + · · · + ck⃗vk


w

dengan c1 , c2 , c3 . . . , ck adalah skalar.

Contoh 4.2.1. Misalkan ⃗u = (1, 2, −1) dan ⃗v = (6, 4, 2) adalah vektor di R2 . Tunjukkan
bahwa vektor w
⃗ = (9, 2, 7) merupakan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v sedangkan w
⃗1 =
(4, −1, 8) bukan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v .
Aljabar Linier 123

Solusi. Untuk menunjukkan bahwa w


⃗ merupakan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v , haruslah
ada skalar c1 dan c2 sehingga w
⃗ = c1⃗u + c2⃗v , yakni

(9, 2, 7) = c1 (1, 2, −1) + c2 (6, 4, 2)

yang memberikan SPL


c1 + 6c2 = 9
2c1 + 4c2 = 2
−c1 + 2c2 = 7
dengan solusi c1 = −3 dan c2 = 2. Jadi, w
⃗ = −3⃗u + 2⃗v .
Agar w
⃗ 1 merupakan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v , haruslah ada skalar c1 dan c2
sehingga w
⃗ 1 = c1⃗u + c2⃗v , yakni

(4, −1, 8) = c1 (1, 2, −1) + c2 (6, 4, 2)

yang memberikan SPL


c1 + 6c2 = 4
2c1 + 4c2 = −1
−c1 + 2c2 = 8
Dapat ditunjukkan bahwa SPL ini takkonsisten. Jadi, tidak ada skalar c1 dan c2 sehingga
w
⃗ = c1⃗u + c2⃗v . Dengan demikian w
⃗ 1 bukan kombinasi linier dari ⃗u dan ⃗v . ♣♣♣

Definisi 4.2.2. Misalkan V ruang vektor dan ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk vektor-vektor di V . Himpunan
semua kombinasi linier dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk disebut rentangan/span dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk dan
dinotasikan dengan Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }. Jika V = Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }, maka dikatakan
bahwa ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk merentang V dan {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } adalah himpunan yang merentang
V.

Contoh 4.2.2. Apakah −1 + x2 di dalam span dari p = 1 + x + x3 dan q = −x − x2 − x3


di P3 ?

Solusi. Misalkan a dan b skalar-skalar sedemikian sehingga

−1 + x2 = a(1 + x + x3 ) + b(−x − x2 − x3 ).
Aljabar Linier 124

Maka
−1 + x2 = a + (a − b)x + bx2 + (a − b)x3 .

Dari sini kita peroleh sistem linier

a − b = 0, −b = 1, a − b = 0, a = −1

dengan solusi a = b = −1. Jadi

−1 + x2 = −p − q.

Jadi −1 + x2 merupakan kombinasi linier dari p dan q. Dengan demikian −1 + x2 berada


di dalam Span{p, q}. ♣♣♣

Contoh 4.2.3. Tunjukkan bahwa {(1, 2, −1), (−1, 1, −2), (1, 1, 1)} merentang R3 .

Solusi. Misalkan (x, y, z) ∈ R3 . Harus ditentukan skalar a, b, dan c sehingga

a(1, 2, −1) + b(−1, 1, −2) + c(1, 1, 1) = (x, y, z).

Ini akan menghasilkan SPL dengan variabel a, b, dan c. Jadi, kita cukup menunjukkan
bahwa SPL ini konsisten. Kita bentuk matriks A dengan vektor-vektor yang diberikan
sebagai kolom-kolomnya, lalu lakukan reduksi baris. Kita peroleh
   
1 −1 1 1 −1 1
   
   
A= 2 1 1 ∼ 0 3 −1  .
   
−1 −2 1 0 0 1

Ini berarti A mempunyai tiga pivot. Jadi vektor-vektor yang diberikan merentang R3 .
♣♣♣

Contoh 4.2.4. Tentukan span dari {A, B} di M22 dimana


   
1 0 1 0
A= , B= .
0 0 0 −1

Solusi. Setiap kombinasi linier dari A dan B adalah matriks diagonal:


     
1 0 1 0 a+b 0
aA + bB = a   + b = .
0 0 0 −1 0 −b
Aljabar Linier 125

Sebaliknya, setiap matriks diagonal dapat dituliskan sebagai kombinasi linier dari A dan
B sebab      
a 0 1 0 1 0
  = (a + b)   − b .
0 b 0 0 0 −1
Jadi Span({A, B}) = D2 , yaitu himpunan semua matriks diagonal berukuran 2×2. ♣ ♣ ♣

Teorema 4.2.1. Misalkan S himpunan bagian dari ruang vektor V . Maka

1. Span(S) adalah ruang bagian dari V .

2. Span(S) merupakan ruang bagian terkecil dari V yang memuat S.

Bukti.

1. Misalkan ⃗u1 , . . . , ⃗un dan ⃗v1 , . . . , ⃗vm vektor-vektor di S dan misalkan c1 , . . . , cn dan
d1 , . . . , dm skalar. Pandang dua kombinasi linier dari vektor-vektor di S:

c1⃗u1 + . . . + cn⃗un dan d1⃗v1 + . . . + dm⃗vm .

Jumlah
c1⃗u1 + . . . + cn⃗un + d1⃗v1 + . . . + dm⃗vm

terdefinisi dengan jelas di V dan merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor di


S. Jika c suatu skalar, maka

c(c1⃗u1 + . . . + cn⃗un ) = c(c1⃗u1 ) + . . . + c(cn⃗un ) = (cc1 )⃗u1 + . . . + (ccn )⃗un

juga merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor di S. Jadi Span(S) tertutup


dibawah penjumlahan dan perkalian skalar dari V . Dengan demikian Span(S)
adalah ruang bagian dari V .

2. Misalkan W ruang bagian yang memuat S. Sebagai ruang bagian W memuat semua
kombinasi linier dari elemen-elemennya. Khususnya, W memuat semua kombinasi
linier dari elemen-elemen dari S. Tetapi ini adalah elemen-elemen dari Span(S).
Jadi Span(S) ⊆ W . Dengan demikian Span(S) adalah ruang bagian yang termuat
di dalam setiap ruang bagian W yang memuat S. Ini membuktikan pernyataan
kedua.
Aljabar Linier 126

Teorema 4.2.2. Jika salah satu dari vektor-vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vk dari ruang vektor V meru-
pakan kombinasi linier dari vektor-vektor lainnya, maka rentangan/span tetap sama meskipun
vektor ini dihilangkan.

Kebebasan Linier

Definisi 4.2.3. Suatu himpunan vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vn dari ruang vektor V disebut bergan-
tung linier jika terdapat skalar c1 , . . . , cn yang tidak semuanya nol sedemikian sehingga

c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn = ⃗0; (4.2.1)

⃗v1 , . . . , ⃗vn disebut bebas linier jika tidak bergantung linier. Dengan kata lain, himpunan
bebas linier jika (4.5.1) mengimplikasikan c1 = · · · = cn = 0.

Contoh 4.2.5. Jika ⃗v1 = (2, −1, 0, 3), ⃗v2 = (1, 2, 5, −1), dan ⃗v3 = (7, −1, 5, 8), maka
himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } bergantung linier sebab 3⃗v1 + ⃗v2 − ⃗v3 = 0. ♣♣♣

Contoh 4.2.6. Jika diberikan


     
1 −1 1 0 0 −2
A= , B= , C= ,
2 0 0 −2 2 2

maka himpunan {A, B, C} bergantung linier di M22 sebab A = B + C. ♣♣♣

Contoh 4.2.7. Tunjukkan bahwa {E11 , E12 , E21 , E22 } bebas linier di M22 .

Solusi. Misalkan
         
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
c1   + c2   + c3   + c4  = 
0 0 0 0 1 0 0 1 0 0

atau    
c1 c2 0 0
 = .
c3 c4 0 0
Jadi c1 = c2 = c3 = c4 = 0 dan himpunan tersebut bebas linier. ♣♣♣

Contoh 4.2.8. Tunjukkan bahwa himpunan {x2 , 1 + x, −1 + x} bebas linier di P3 .


Aljabar Linier 127

Solusi. Jika kombinasi linier p(x) = ax2 + b(1 + x) + c(−1 + x) adalah polinomial nol,
maka p(x) = (b − c) + (b + c)x + ax2 = 0 untuk setiap x ∈ R. Jadi b − c = 0, b + c = 0,
dan a = 0. Dengan demikian kita peroleh a = b = c = 0 dan himpunan tersebut bebas
linier. ♣♣♣

Teorema 4.2.3. Misalkan S himpunan bagian dari ruang vektor V .

1. Jika S memuat satu vektor ⃗v , maka S bergantung linier jika dan hanya jika ⃗v = ⃗0.
2. Jika S memuat dua atau lebih vektor, maka S bergantung linier jika dan hanya jika
paling sedikit satu vektor merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor yang lain.
3. Himpunan S bebas linier jika dan hanya jika tidak ada vektor dalam S dapat diny-
atakan sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor yang lain.

Teorema 4.2.4.

1. Setiap himpunan vektor yang memuat vektor nol adalah bergantung linier.
2. Himpunan beranggotakan dua vektor bergantung linier jika dan hanya jika salah satu
vektor merupakan kelipatan skalar dari vektor yang lain.
3. Setiap himpunan vektor yang memuat himpunan yang bergantung linier dengan
sendirinya bergantung linier.
4. Setiap himpunan bagian dari himpunan yang bebas linier dengan sendirinya bebas
linier.
5. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor di Rn dengan k > n, maka {⃗v1 , . . . , ⃗vk } bergan-
tung linier.
6. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor bergantung linier di Rn , maka beberapa vektor
dapat dihilangkan dari {⃗v1 , . . . , ⃗vk } tanpa mengubah rentangan dari vektor.
7. Jika {⃗v1 , . . . , ⃗vk } himpunan vektor bebas linier di Rn dan w
⃗ adalah vektor di Rn yang
tidak di dalam Span{⃗v1 , . . . , ⃗vk }, maka {⃗v1 , . . . , ⃗vk , w}
⃗ bebas linier.

Teorema 4.2.5. Misalkan S = {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , . . . , ⃗vk } adalah himpunan vektor di Rn . Jika
k > n, maka S bergantung linier.
Aljabar Linier 128

Latihan 4.2

1. Tentukan apakah ⃗v1 = (1, 0, 1, 2), ⃗v2 = (0, 1, 1, 2), dan ⃗v3 = (1, 1, 1, 3) bebas linier
dalam R4 .
2. Dapatkan bilangan riil λ sehingga vektor-vektor berikut bebas linier dalam R3 .
     
λ −1 −1
     
     
⃗v1 =  −1  , ⃗v2 =  λ  , ⃗v3 =  −1  .
     
−1 −1 λ

3. Manakah himpunan bagian dari P3 berikut yang bebas linier atau bergantung linier?

(a). {3 − x + 9x2 , 5 − 6x + 3x2 , 1 + x − 5x2 }


(b). {−x2 , 1 + 4x2 }
(c). {2 + x + 7x2 , 3 − x + 2x2 , 4 − 3x2 }
(d). {8 + 3x + 3x2 , x + 2x2 , 2 + 2x + 2x2 , 8 − 2x + 5x2 }

4. Berikut ini adalah himpunan bagian dari ruang fungsi bernilai riil dengan satu
variabel. Tentukan mana yang bebas linier atau bergantung linier.

(a). {2, 4 sin2 x, cos2 x}


(b). {1, sin x, sin 2x}
(c). {x, cos x}
(d). {(1 + x)2 , x2 + 2x, 3}
(e). {cos 2x, sin2 x, cos2 , x}
(f). {0, x, x2 }

5. (a). Tunjukkan bahwa jika himpunan {⃗u, ⃗v , w}


⃗ bebas linier, maka himpunan {⃗u, ⃗u +
⃗v , ⃗u + ⃗v + w}
⃗ juga bebas linier.
(b). Apakah hubungan antara kebebasan (ketergantungan) linier dari himpunan
{⃗u, ⃗v , w}
⃗ dan kebebasan (ketergantungan) linier dari himpunan {⃗u − ⃗v , ⃗v −
w,
⃗ w⃗ − ⃗u}?
6. (a). Tunjukkan bahwa vektor-vektor ⃗v1 = (0, 3, 1, −1), ⃗v2 = (6, 0, 5, 1), dan ⃗v3 =
(4, −7, 1, 3) membentuk himpunan bergantung linier di R4 .
Aljabar Linier 129

(b). Nyatakan setiap vektor sebagai kombinasi linier dari dua vektor yang lain.

7. Jelaskan mengapa himpunan vektor yang diberikan bergantung linier.

(a). ⃗v1 = (−1, 2, 4), ⃗v2 = (5, −10, −20) di R3 .


(b). ⃗v1 = (3, −1), ⃗v2 = (4, 5), ⃗v3 = (−4, 7) di R2 .
(c). ⃗v1 = (−1, 2, 4), ⃗v2 = (0, 0, 0) di R3 .
3 − 2x + x2 , p⃗2 = 6− 4x + 2x2di P2 .
(d). p⃗1 = 
−3 4 3 −4
(e). A =  , B =   di M22 .
2 0 −2 0
8. Tunjukkan bahwa jika {⃗v1 , ⃗v2 } bebas linier dan ⃗v3 tidak terletak dalam Span{⃗v1 , ⃗v2 },
maka {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } bebas linier.

9. Misalkan ⃗v1 , ⃗v2 , dan ⃗v3 vektor-vektor di R3 dengan titik awal di titik asal. Tentukan
apakah ketiga vektor berikut terletak dalam satu bidang.

(a). ⃗v1 = (2, −2, 0), ⃗v2 = (6, 1, 4), ⃗v3 = (2, 0, −4).
(b). ⃗v1 = (−6, 7, 2), ⃗v2 = (3, 2, 4), ⃗v3 = (4, −1, 2).

Untuk soal 10 dan 11 tentukan apakah ⃗b di dalam Span{⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 }.

10. ⃗v1 = (1, 0, 1), ⃗v2 = (−2, 1, −2), ⃗v3 = (−6, 3, −5), ⃗b = (11, −5, 9).

11. ⃗v1 = (1, 0, −2), ⃗v2 = (−4, 3, 8), ⃗v3 = (2, 5, −4), ⃗b = (3, −7, −3).

12. Misalkan ⃗v1 = (1, 3, −1), ⃗v2 = (−5, −8, 2), dan ⃗b = (3, −5, h). Untuk nilai h berapa
b akan terletak pada bidang yang direntang oleh ⃗v1 dan ⃗v2 ?

Untuk soal 13–15, misalkan ⃗v1 = (1, 3, 4), ⃗v2 = (2, 7, 2), dan ⃗v3 = (−1, 2, 1).

13. Periksa apakah (−3, 1, −2) dalam Span(⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 ).

14. Periksa apakah (2, 1, 1) dalam Span(⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 ).

15. Periksa apakah Span(⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 ) = R3 .

Jawaban Latihan 4.2

1. Bebas linier

2. λ ̸= −1 dan λ ̸= 2.
Aljabar Linier 130

4. (a), (d)–(f) bergantung linier.


6. (b). Salah satunya ⃗v1 = 27 ⃗v2 − 37 ⃗v3 .
7. (a). ⃗v2 kelipatan skalar dari ⃗v1 , (b). Vektor bergantung linier
9. (a). Tidak terletak pada satu bidang, (b). Terletak pada satu bidang.

4.3 Basis dan Dimensi

Basis dari Ruang Vektor

Disini kita bahas konsep fundamental dari basis suatu ruang vektor. Mengetahui
basis dari suatu ruang vektor berguna untuk membantu memahami ruang tersebut dan
sifat-sifatnya.

Definisi 4.3.1. Himpunan bagian tak kosong B dari suatu ruang vektor takkosong V
merupakan basis dari V jika

1. B bebas linier dan


2. B merentang V .

Contoh 4.3.1. Himpunan {⃗e1 , ⃗e2 , . . . , ⃗en } merupakan basis dari Rn yang disebut basis
baku dari Rn . ♣♣♣

Contoh 4.3.2. Himpunan {1, x, x2 , . . . , xn } merupakan basis dari Pn yang disebut basis
baku dari Pn . ♣♣♣

Contoh 4.3.3. Himpunan {E11 , E12 , E13 , . . . , Emn } merupakan basis dari Mmn yang dise-
but basis baku dari Mmn . ♣♣♣

Contoh 4.3.4. Tunjukkan bahwa B = {1 + x, −1 + x, x2 } basis dari P2 .

Solusi. Kita harus tunjukkan bahwa B bebas linier dan merentang P2 . Dengan kata
lain, kita harus tunjukkan bahwa

a(1 + x) + b(−1 + x) + cx2 = 0


Aljabar Linier 131

mengimplikasikan a = b = c = 0 dan jika A + Bx + Cx2 suatu polinomial di P2 , maka


terdapat skalar-skalar a, b, dan c sedemikian sehingga

a(1 + x) + b(−1 + x) + cx2 = A + Bx + Cx2 .

Kedua persamaan ini menghasilkan sistem linier

a−b=0 a−b=A

a+b=0 a+b=B

c=0 c=C

Kedua sistem ini mempunyai matriks koefisien yang dapat dibalik. Jadi sistem pertama
hanya mempunyai solusi trivial dan sistem kedua konsisten untuk semua A, B, dan C.
Dengan demikian B basis. ♣♣♣

Contoh 4.3.5. Tunjukkan bahwa X = {1, 1 + x, −1 + x} dan Y = {1 + x, −1 + x} bukan


basis untuk P2 .

Solusi. X tidak bebas linier sebab −2 · 1 + (1 + x) − (−1 + x) = 0 untuk semua x ∈ R.


Sedangkan Y bebas linier tetapi tidak merentang P2 (Mengapa ?). ♣♣♣

Teorema 4.3.1. (Ketunggalan Representasi). Jika B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } merupakan basis


dari ruang vektor V , maka setiap vektor ⃗v di V dapat dinyatakan secara tunggal dalam
bentuk
⃗v = c1⃗v1 + c2⃗v2 + · · · + cn⃗vn

Dimensi

Teorema berikut berperan penting dalam pembuktian bahwa dimensi suatu ruang
vektor merupakan bilangan yang terdefinisi dengan jelas.

Teorema 4.3.2. Jika ruang vektor V direntang oleh n vektor, maka setiap himpunan
bagian dari V yang memuat lebih dari n vektor adalah bergantung linier. Dengan kata
lain, setiap himpunan bagian dari V yang bebas linier mempunyai paling banyak n vektor.

Sebagai konsekuensi dari teorema ini kita mempunyai teorema berikut.


Aljabar Linier 132

Teorema 4.3.3. Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka setiap
basis untuk V mempunyai n unsur.

Bukti. Misalkan B merupakan basis dengan n vektor dan B′ basis yang lain. Jika
B′ mempunyai lebih dari n unsur, maka B′ bergantung linier berdasarkan Teorema 4.3.1
sebab B adalah himpunan yang merentang. Jadi B′ adalah himpunan hingga dan jika m
menyatakan banyaknya unsur dari B′ , maka m ≤ n. Dengan argumen yang sama, dengan
mempertukarkan B dan B′ , kita turunkan bahwa n ≤ m. Dengan demikian n = m.
Teorema 4.4.2 menyatakan bahwa suatu ruang vektor bisa mempunyai banyak basis
yang berbeda tetapi semua basis ini harus mempunyai jumlah vektor yang sama.

Definisi 4.3.2. Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka V dikatakan
mempunyai dimensi hingga dan n adalah dimensi dari V . Kita tuliskan dim(V ) = n.

Dengan Teorema 4.3.3, dimensi merupakan bilangan yang terdefinisi dengan jelas dan
tidak bergantung pada pemilihan basis. Dimensi dari ruang nol {⃗0} didefinisikan sebagai
nol. Jadi {⃗0} berdimensi hingga. Suatu ruang vektor yang tidak mempunyai dimensi
hingga dikatakan berdimensi takhingga.
Dengan menghitung banyaknya unsur dari basis baku, kita simpulkan bahwa Rn , Pn ,
dan Mmn berdimensi hingga sebab

1. dim(Rn ) = n.
2. dim(Pn ) = n + 1.
3. dim(Mmn ) = m · n.

Teorema 4.3.4. Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dan {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vn } sem-
barang basis.

1. Jika suatu himpunan mempunyai lebih dari n vektor, maka himpunan tersebut
bergantung linier.
2. Jika suatu himpunan mempunyai kurang dari n vektor, maka himpunan tersebut
tidak merentang V .

Mengingat bahwa ruang bagian dari ruang vektor juga merupakan ruang vektor, maka
ruang bagian juga mempunyai dimensi.
Aljabar Linier 133

Contoh 4.3.6. Tentukan dimensi dari ruang bagian V = {(2x + y, x, −x − 2y, x + y +


z), x, y, z ∈ R} dari R4 .

Solusi. Karena

(2x + y, x, −x − 2y, x + y + z) = x(2, 1, −1, 1) + y(1, 0, −2, 1) + z(0, 0, 0, 1),

maka himpunan B = {(2, 1, −1, 1), (1, 0, −2, 1), (0, 0, 0, 1)} merupakan basis untuk V .
Karena V memuat 3 unsur, maka dim(V ) = 3. ♣♣♣

Contoh 4.3.7. Tentukan basis dan dimensi dari ruang bagian

V = Span{(1, 3, 2, −5), (0, 1, 5, −3), (4, 1, 1, −1), (−2, 5, 3, −9)}.

Solusi. Misalkan ⃗v1 = (1, 3, 2, −5), ⃗v2 = (0, 1, 5, −3), ⃗v3 = (4, 1, 1, −1), ⃗v4 = (−2, 5, 3, −9).
Kita selesaikan SPL c1⃗v1 + c2⃗v2 + c3⃗v3 + c4⃗v4 = ⃗0. Dapat ditunjukkan bahwa SPL ini
mempunyai solusi nontrivial sehingga himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , ⃗v4 } bergantung linier. Den-
gan mengambil c4 = 1 didapat c1 = −2, c2 = 0, dan c3 = 1 sehingga diperoleh relasi
kebergantungan linier −2⃗v1 + ⃗v3 + ⃗v4 = ⃗0. Kita selesaikan untuk salah satu ⃗vi ; kita
pilih ⃗v3 , yakni ⃗v3 = 2⃗v1 − ⃗v4 . Karena ⃗v3 merupakan kombinasi linier dari ⃗v1 dan ⃗v4 ,
⃗v3 dapat dihilangkan sehingga Span{⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 , ⃗v4 } = Span{⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 }. Dapat ditunjukkan
bahwa himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 } bebas linier. Jadi, himpunan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v4 } ini bebas linier dan
merentang V sehingga merupakan basis bagi V . Banyaknya vektor dalam himpunan basis
adalah tiga sehingga dimensi V adalah 3. ♣♣♣

Contoh 4.3.8. Tentukan basis dan dimensi dari himpunan solusi dari SPL A⃗x = ⃗0
dengan  
−1 −1 −2 3 1
 
 
A =  −9 5 −4 −1 −5  .
 
7 −5 2 3 5
Solusi. Solusi dari SPL A⃗x = ⃗0 adalah
 
−x3 + x4
 
 
 −x3 + 2x4 + x5 
 
 
 x3 
 
 
 x4 
 
x5
Aljabar Linier 134

yang dapat dituliskan dalam bentuk


       
−x3 + x4 −1 1 0
       
       
 −x3 + 2x4 + x5   −1   2   1 
       
       
 x3  = x3  1  + x4  0  + x5  0  = x3⃗u + x4⃗v + x5 w.

       
       
 x4   0   1   0 
       
x5 0 0 1

Jadi, himpunan solusi adalah Span{⃗u, ⃗v , w}.


⃗ Sekarang harus diperiksa apakah himpunan
{⃗u, ⃗v , w}
⃗ bebas linier atau tidak. Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa himpunan
ini bebas linier. Dengan demikian himpunan {⃗u, ⃗v , w}
⃗ adalah basis dari himpunan solusi
dari A⃗x = ⃗0 dan himpunan solusi mempunyai dimensi 3. ♣♣♣
Catatan. Sesungguhnya menunjukkan bebas linier seperti pada Contoh 4.3.8 tidak
perlu sebab bila himpunan solusi SPL homogen didekomposisi, maka vektor-vektor yang
merentang sebagai hasil dekomposisi selalu bebas linier.
Teorema berikut menyatakan bahwa setiap himpunan bebas linier tidak akan mem-
punyai anggota yang banyaknya melebihi dimensi. Juga himpunan yang merentang tidak
akan mempunyai anggota yang banyaknya kurang dari dimensi.

Teorema 4.3.5. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
m unsur.

1. Jika S bebas linier, maka m ≤ n.


2. Jika S merentang V , maka m ≥ n.

Bukti. Misalkan B basis dari V . Karena dim(V ) = n, B merupakan himpunan


merentang yang bebas linier dengan n unsur. Jadi, dengan Teorema 4.3.1 setiap himpunan
bebas linier seharusnya mempunyai unsur tidak lebih dari n unsur. Ini membuktikan
bagian 1. Jika himpunan merentang mempunyai kurang dari n unsur, maka B akan
bergantung linier dan ini kontradiksi. Jadi himpunan merentang mempunyai n atau lebih
unsur. Ini membuktikan bagian 2.

Contoh 4.3.9. Misalkan S himpunan di Rk dengan 10 vektor. Apa yang dapat dikatakan
mengenai k jika S (a) bebas linier ? (b) merentang Rk ? (c) basis dari Rk ?
Aljabar Linier 135

Solusi. Dengan Teorema 4.3.5 kita mempunyai (a) k ≥ 10, (b) k ≤ 10, (c) k = 10.
♣♣♣
Teorema berikut menyatakan bahwa suatu himpunan yang merentang ruang vektor
atau bebas linier dengan banyak unsur sama dengan dimensi ruang vektor merupakan
basis.

Teorema 4.3.6. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
n unsur.

1. Jika S bebas linier, maka S adalah basis.

2. Jika S merentang V , maka S adalah basis.

Bukti.

1. Misalkan S = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } himpunan bagian dari V yang bebas linier. Jika S tidak
merentang V , terdapat vektor ⃗v di V yang tidak didalam Span(S). Akibatnya,
himpunan S ′ = {⃗v1 , . . . , ⃗vn , ⃗v } akan bebas linier berdasarkan bagian 2 Teorema
4.2.5. Ini kontradiksi dengan bagian 1 Teorema 4.3.3 sebab S ′ mempunyai n + 1 > n
unsur. Jadi S merentang V dan karena S bebas linier, maka S adalah basis.

2. Misalkan S himpunan merentang dengan n unsur. Jika S bergantung linier, maka


satu unsur merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur yang lain berdasarkan Teo-
rema 4.2.3. Jika unsur ini dihilangkan maka himpunan yang dihasilkan dan S akan
mempunyai rentangan yang sama berdasarkan Teorema 4.2.2. Ini berarti V akan
direntang oleh kurang dari n unsur. Ini kontradiksi dengan bagian 2 Teorema 4.3.3.
Jadi S bebas linier. Dan karena S merentang V berarti S basis.

Contoh 4.3.10. Tunjukkan bahwa S = {(1, −1), (0, 1)} merupakan basis untuk R2 .

Solusi. Dapat ditunjukkan bahwa S bebas linier dan mempunyai tepat 2 unsur. Karena
dimensi R2 adalah 2, maka S adalah basis untuk R2 dengan Teorema 4.3.4. ♣♣♣
Teorema berikut memungkinkan kita untuk memperoleh basis dengan menambahkan
unsur ke himpunan yang bebas linier atau menghilangkan unsur dari himpunan merentang
dengan cara yang sesuai.
Aljabar Linier 136

Teorema 4.3.7. Misalkan V ruang vektor berdimensi n dan misalkan S himpunan dengan
m unsur.

1. Jika S bebas linier dan m < n, maka S dapat diperluas untuk menjadi basis.
2. Jika S merentang V , maka S dapat diredusir menjadi basis untuk V dengan mem-
buang vektor dari S.

Bukti.

1. Misalkan S = {⃗v1 , . . . , ⃗vm } himpunan bagian dari V yang bebas linier dengan
m < n. Dengan Teorema 4.3.2 S tidak bisa merentang V . Jadi terdapat un-
sur ⃗vm+1 yang tidak didalam rentangan dari S. Dengan demikian himpunan S ′ =
{⃗v1 , . . . , ⃗vm , ⃗vm+1 } bebas linier berdasarkan bagian 2 Teorema 4.2.5. Kita lakukan
lagi proses ini terhadap S ′ dan begitu seterusnya sampai diperoleh himpunan yang
bebas linier dengan n unsur. Himpunan ini akan merupakan basis berdasarkan
Teorema 4.3.4 dan memuat S. Jadi S dapat diperluas untuk membentuk basis.
2. Dengan bagian 2 Teorema 4.3.3, m ≥ n sebab S merentang. Jika m = n, maka
S basis menurut Teorema 4.3.4. Jika m > n, maka S bergantung linier menurut
Teorema 4.3.3. Misalkan S ′ himpunan yang diturunkan dari S dengan ”membuang”
satu unsur dari S. Unsur yang dibuang ini merupakan kombinasi linier dari unsur-
unsur lainnya. Maka S ′ mempunyai m − 1 unsur dan tetap merentang V menurut
Teorema 4.2.2. Kita lakukan lagi proses ini terhadap S ′ . Kita hilangkan unsur-
unsur dari S sedemikian rupa sehingga unsur-unsur yang tersisa tetap merentang
V . Proses ini dihentikan bila telah diperoleh himpunan bagian yang merentang
dengan banyaknya unsur sesedikit mungkin, yakni tepat n unsur menurut Teorema
4.3.3. Himpunan ini adalah basis menurut Teorema 4.3.4.

Contoh 4.3.11. Perluas himpunan bebas linier S = {−1 + x2 , 3 − 2x} sehingga mem-
bentuk basis untuk P3 .

Solusi. Ingat bahwa basis dari P3 mempunyai 4 vektor. Kita perbesar S ke S ′ yang
merentang P3 dengan menambahkan basis baku dari P3 .

S ′ = {−1 + x2 , 3 − 2x, 1, x, x2 , x3 }.
Aljabar Linier 137

S ′ bergantung linier menurut Teorema 4.2.3 sebab basis baku merentang P3 . Jadi, dengan
teorema yang sama, satu unsur merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur sesudahnya.
Mengingat S bebas linier, kita mulai dengan 1 yang bukan kombinasi linier di S. Tetapi
x dan x2 adalah kombinasi linier dari −1 + x2 , 3 − 2x, dan 1 sehingga kita buang mereka
dari S ′ . Kita pertahankan x3 sebab x3 bukan kombinasi linier dari −1 + x2 , 3 − 2x, dan
1. Jadi {−1 + x2 , 3 − 2x, 1, x3 } bebas linier dan tetap merentang P3 . Dengan demikian
himpunan ini adalah basis yang memuat S. ♣♣♣
Teorema berikut menyatakan bahwa dimensi ruang bagian tidak akan melebihi di-
mensi ruang vektor.

Teorema 4.3.8. Misalkan W ruang bagian dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka

1. dim(W ) ≤ n;
2. dim(W ) = n jika dan hanya jika W = V .

Bukti.

1. Karena setiap basis dari W berada didalam V dan bebas linier, maka basis ini
mempunyai paling banyak n unsur menurut Teorema 4.3.1. Jadi dim(W ) ≤ n.
2. Misalkan dim(W ) = n. Maka setiap basis B dari W mempunyai n unsur yang
bebas linier. Jadi menurut Teorema 4.3.4 B basis untuk V . Dengan demikian
V = Span(B) = W . Konversnya trivial.

Contoh 4.3.12. Dapatkan semua ruang bagian dari R2 .

Solusi. Dengan Teorema 4.3.8 ruang bagian bisa berdimensi 0, 1, atau 2. Ruang bagian
nol adalah satu-satunya ruang bagian berdimensi 0. Sedangkan R2 adalah satu-satunya
ruang bagian berdimensi 2 menurut Teorema 4.3.8. Kita sekarang menentukan ruang
bagian berdimensi 1. Misalkan V ruang bagian berdimensi 1 dan misalkan {w}
⃗ basis untuk
⃗ = {rw
V . Maka V = Span({w}) ⃗ : r ∈ R}. Jadi V adalah himpunan semua kelipatan
skalar dari w
⃗ yang merupakan garis melalui titik asal dalam arah w.
⃗ Sebaliknya, setiap
garis yang melalui titik asal adalah ruang bagian sebab garis ini merupakan rentangan dari
setiap vektor taknol pada garis. Kita telah menunjukkan bahwa ruang bagian berdimensi
1 merupakan garis yang melalui titik asal. Dengan demikian ruang bagian dari R2 adalah
Aljabar Linier 138

1. ruang bagian berdimensi 0 : {⃗0};


2. ruang bagian berdimensi 1 : semua garis yang melalui titik asal;
3. ruang bagian berdimensi 2 : R2 . ♣♣♣

Contoh 4.3.13. Ruang bagian dari R3 adalah

1. ruang bagian berdimensi 0 : {⃗0};


2. ruang bagian berdimensi 1 : semua garis yang melalui titik asal;
3. ruang bagian berdimensi 2 : semua bidang yang melalui titik asal;
4. ruang bagian berdimensi 3 : R3 . ♣♣♣

Berikut ini disajikan beberapa teorema tambahan yang penting tentang basis dan dimensi.

Teorema 4.3.9. Jika W = Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } adalah ruang bagian taknol dari Rn , maka
suatu himpunan bagian dari {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } merupakan basis untuk W .

Teorema 4.3.10. Misalkan W mempunyai dimensi d dan merupakan ruang bagian dari
Rn . Maka

(a). Setiap himpunan dengan lebih dari d vektor di W adalah bergantung linier.
(b). Setiap himpunan dengan kurang dari d vektor di W tidak akan merentang W .
(c). Setiap himpunan dengan tepat d vektor di W adalah bebas linier jika dan hanya jika
himpunan tersebut merentang W .

Teorema 4.3.11. Jika W adalah ruang bagian taknol dari Rn , maka W mempunyai
basis.

Latihan 4.3

1. Tentukan basis untuk ruang bagian S dari R3 yang didefinisikan oleh persamaan
x + 2y + 3z = 0. Periksa bahwa ⃗v = (−1, −1, 1) ∈ S dan tentukan basis untuk S
yang memuat ⃗v
2. Jika {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vm } merupakan basis untuk ruang bagian S, buktikan bahwa {⃗v1 , ⃗v1 +
⃗v2 , . . . , ⃗v1 + · · · + ⃗vm } juga merupakan basis untuk S.
Aljabar Linier 139

3. Tentukan dimensi dari setiap ruang bagian berikut.

(a). {(x, y) : y = x}.


(b). {(x, y) : y = 3x}.
(a). {(x, y, z) : z = x + y}.

4. Tentukan apakah himpunan vektor yang diberikan merupakan basis atau tidak bagi
ruang vektor yang ditunjukkan.

(a). {(−1, 1), (1, 2)} untuk R2 .


(b). {(−1, 3, 1), (2, 1, 4)} untuk R3 .
(c). {(−1, 3, 4), (1, 5, −1), (1, 13, 2)} untuk R3 .
(d). {(2, 1, −3), (4, 0, 2), (2, −1, 3)} untuk R3 .
(e). {(2, 1, 0, 2), (2, −3, 1, 0), (3, 2, 0, 0), (5, 0, 0, 0)} untuk R4 .
(f). {x, x2 + 1, (x − 1)2 } untuk P2 .
(g). {x, (x + 1)2 , (x − 1)2 } untuk P2 .

5. Misalkan V adalah ruang vektor dengan basis {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 }. Tunjukkan bahwa {⃗v1 , ⃗v1 +
⃗v2 , ⃗v1 + ⃗v2 + ⃗v3 } juga merupakan basis untuk V .

6. Misalkan {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } merupakan basis untuk ruang vektor V . Tunjukkan bahwa bila
⃗ tidak di dalam Span{⃗v1 , ⃗v2 }, maka {⃗v1 , ⃗v2 , w}
w ⃗ juga merupakan basis untuk V .

7. Tentukan basis untuk ruang bagian dari R3 berikut ini.

(a). garis x = 2t, y = −t, z = 4t


(b). bidang x + 2y + z = 0.
(c). semua vektor dalam bentuk (a, b, c) dengan b = a + c.
(d). bidang x − y = 0.

8. Tentukan dimensi ruang bagian dari R4 berikut ini.

(a). semua vektor dalam bentuk (a, b, c, 0)

(b). semua vektor dalam bentuk (a, b, c, d) dengan d = a + b dan c = a − b.

(c). semua vektor dalam bentuk (a, b, c, d) dengan a = b = c = d.


Aljabar Linier 140

9. Tentukan dimensi ruang bagian dari P3 yang terdiri dari semua polinomial a0 +
a1 x + a2 x2 + a3 x3 dengan a0 = 0.
10. Tentukan dimensi dan basis dari ruang solusi dari sistem berikut.

x1 + x2 − x3 = 0
(a). −2x1 − x2 + 2x3 = 0
−x1 + + x3 = 0
x1 − 4x2 + 3x3 − x4 = 0
(b).
2x1 − 8x2 + 6x3 − 2x4 = 0
x+ y+ z=0
3x + 2y − 2z = 0
(c).
4x + 3y − z = 0
6x + 5y + z = 0
11. Perluas himpunan vektor berikut sehingga menjadi basis untuk ruang vektor yang
diberikan.

(a). ⃗v1 = 
(1, 0, 0, 0),
 ⃗v2 = (1, ⃗v3 = (1, 1, 1, 0) untuk R4 .
 1, 0, 0), 
1 0 2 0
(b). A =  , B =   untuk M22 .
0 0 −1 0

Jawaban Latihan 4.3

1. Basisnya {(−2, 1, 0), (−3, 0, 1)}.


3. (b). Dimensi 1, (c). Dimensi 2.
7. (a). {(2, −1, 4)}, (c). {(1, 1, 0), (0, 1, 1)}, (d). {(1, 1, 0), (0, 0, 1)}
8. (a). 3, (b). 2, (c). 1.
9. 3.
10. (a). Basis: {(1, 0, 1)}, dimensi 1.
(b). Basis: {(4, 1, 0, 0), (−3, 0, 1, 0), (1, 0, 0, 1)}, dimensi 3.
(c). Basis: {(4, −5, 1)}, dimensi 1.
Aljabar Linier 141

4.4 Koordinat Vektor dan Perubahan Basis


Banyak masalah dalam teknik dan fisika dapat disederhanakan dengan memilih sis-
tem koordinat yang benar. Demikian pula, masalah-masalah ruang vektor dapat diseder-
hanakan dengan memilih basis yang tepat.
Pada bagian ini kita pelajari koordinat dari suatu vektor terhadap suatu basis. Ke-
mudian kita paparkan bagaimana mengubah koordinat dari satu basis ke basis lain.

Koordinat Vektor

Definisi 4.4.1. Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dengan basis B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }.
Dengan Teorema 4.2.7 untuk setiap ⃗v ∈ V , terdapat dengan tunggal skalar-skalar c1 , . . . , cn
sedemikian sehingga
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .

Vektor yang komponennya koefisien dari ⃗v disebut koordinat vektor dari ⃗v relatif
terhadap basis B, ditulis [⃗v ]B , . Jadi
 
c
 1 
 .. 
[⃗v ]B =  .  .
 
cn

Perhatikan bahwa [⃗v ]B berubah jika basis B berubah. Juga [⃗v ]B bergantung pada
urutan dari unsur-unsur dalam B.

Contoh 4.4.1. Pandang basis B = {(1, 0, −1), (−1, 1, 0), (1, 1, 1)} dari R3 dan vektor
⃗v = (2, −3, 4).

a). Tentukan [⃗v ]B .

b). Tentukan vektor w ⃗ B = (6, −3, 2)T .


⃗ jika [w]

Solusi.

a). [⃗v ]B mempunyai komponen c1 , c2 , c3 sedemikian sehingga

(2, −3, 4) = c1 (1, 0, −1) + c2 (−1, 1, 0) + c3 (1, 1, 1).


Aljabar Linier 142

Dari sini kita peroleh c1 = −3, c2 = −4, c3 = 1. Jadi


 
−3
 
 
[⃗v ]B =  −4  .
 
1

⃗ B adalah 6, −3, 2, maka w


b). Karena komponen [w] ⃗ diberikan oleh

⃗ = 6(1, 0, −1) − 3(−1, 1, 0) + 2(1, 1, 1) = (11, −1, −4).


w

♣♣♣

Contoh 4.4.2. Tentukan koordinat vektor dari p⃗ = 1+2x+3x2 di P2 terhadap basis-basis


berikut:

a). basis baku B = {1, x, x2 };


b). basis B′ = {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } dimana ⃗v1 = 1 + x, ⃗v2 = 1 − x2 , ⃗v3 = 1 + x + x2 .

Solusi.

a). Karena p⃗ = 1 · 1 + 2 · x + 3 · x2 , kita peroleh


 
1
 
 
[⃗p]B =  2 .
 
3

b). Komponen dari [⃗p]B′ adalah c1 , c2 , c3 sedemikian sehingga

p = c1⃗v1 + c2⃗v2 + c3⃗v3 = c1 (1 + x) + c2 (1 − x2 ) + c3 (1 + x + x2 )

⇔ 1 + 2x + 3x2 = (c1 + c2 + c3 ) + (c1 + c3 )x + (−c2 + c3 )x2

Dari sini kita turunkan c1 = 0, c2 = −1, dan c3 = 2. Jadi


 
0
 
 
[⃗p]B′ =  −1  .
 
2

♣♣♣
Aljabar Linier 143

Teorema 4.4.1. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } basis dari ruang vektor V yang berdimensi
hingga. Misalkan ⃗u, ⃗u1 , . . . , ⃗um vektor-vektor di V . Maka ⃗u adalah kombinasi linier dari
⃗u1 , . . . , ⃗um di V jika dan hanya jika [⃗u]B merupakan kombinasi linier dari [⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B
di Rn . Dengan kata lain, untuk skalar-skalar c1 , . . . , cm berlaku

⃗u = c1⃗u1 + · · · + cm⃗um (4.4.1)

jika dan hanya jika


[⃗u]B = c1 [⃗u1 ]B + · · · + cm [⃗um ]B . (4.4.2)

Bukti. Misalkan
   
u u
 1   i1 
 ..   .. 
[⃗u]B =  .  dan [⃗ui ]B =  .  , i = 1, 2, . . . , m.
   
un uin

Dengan menggunakan (4.5.2) kita mempunyai

⃗u = c1 (u11⃗v1 + · · · + u1n⃗vn ) + · · · + cm (um1⃗v1 + · · · + umn⃗vn )

= (c1 u11 + · · · + cm um1 )⃗v1 + · · · + (c1 u1n + · · · + cm umn )⃗vn .

Jadi
     
c1 u11 + · · · + cm um1 u11 u
     m1 
 ..   ..   . 
[⃗u]B =  .  = c1  .  + · · · + cm  .. 
     
c1 u1n + · · · + cm umn u1n umn

= c1 [⃗u1 ]B + · · · + cm [⃗um ]B

yang sama dengan (4.5.3). Langkah-langkah diatas dapat dibalik untuk membuktikan
konversnya.
Jika pada Teorema 4.4.1 kita ambil ⃗u = ⃗0, maka kita peroleh teorema berikut.

Teorema 4.4.2. Misalkan B basis dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka {⃗u1 , . . . , ⃗um }
bebas linier di V jika dan hanya jika {[⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B } bebas linier di Rn .

Contoh 4.4.3. Tunjukkan bahwa p⃗1 (x) = 1 − x2 , p⃗2 (x) = −1 + x, dan p⃗3 (x) = 1 + x + x2
bebas linier di P2 .
Aljabar Linier 144

Solusi. Menurut Teorema 4.4.2 kita cukup menunjukkan kebebasan linier dari koordinat
vektor terhadap basis baku B,

     
1 −1 1
     
     
[⃗p1 ]B =  0 , [⃗p2 ]B =  1 , [⃗p3 ]B =  1  .
     
−1 0 1

Dengan mudah dapat ditunjukkan bahwa ketiga vektor ini bebas linier. ♣♣♣

Perubahan Basis

Misalkan ⃗v vektor di ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }
dan B′ = {⃗u1 , . . . , ⃗un } adalah dua basis berbeda dari V . Kita akan mencari hubungan
antara [⃗v ]B dan [⃗v ]B′ .

Karena B′ basis, unsur-unsur dari B merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur


dari B′ . Jadi, terdapat skalar a11 , a12 , . . . , ann sedemikian sehingga

⃗vi = a1i⃗u1 + · · · + ani⃗un , i = 1, 2, . . . , n. (4.4.3)

Karena B merentang V , terdapat skalar c1 , c2 , . . . , cn sedemikian sehingga

⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .

Jadi
 
c1
 
 . 
[⃗v ]B =  .. 
 
cn

dan dengan Teorema 4.4.1 kita peroleh

[⃗v ]B′ = c1 [⃗v1 ]B′ + · · · + cn [⃗vn ]B′ .


Aljabar Linier 145

Dengan menggunakan (4.5.4) persamaan ini dapat dituliskan sebagai


     
a a a
 11   12   1n 
 ..   ..   .. 
[⃗v ]B′ = c1  .  + c2  .  + · · · + cn  . 
     
an1 an2 ann
 
a a · · · a1n  
 11 12  c1
 
 a21 a22 · · · a2n   

= . 
.. 

.. .. ..   .

 .. . . . 
  cn
an1 an2 · · · ann
 
c
 1 
 .. 
= P  .  = P [⃗v ]B .
 
cn

Dengan demikian
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .

Jadi [⃗v ]B′ merupakan hasil kali [⃗v ]B dan matriks P yang kolom-kolomnya adalah koordinat
vektor dari basis ”lama” B terhadap basis ”baru” B′ .
Dapat dibuktikan bahwa matriks P dapat dibalik. Untuk membuktikan ini kita
tunjukkan bahwa sistem P ⃗x = ⃗b mempunyai solusi untuk setiap vektor ⃗b di Rn . Misalkan
 
b
 1 

⃗b =  ... 
.
 
bn

Pandang vektor ⃗v = b1⃗u1 + · · · + bn⃗un . Maka

⃗b = [⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .

Kita bisa mengambil ⃗x = [⃗v ]B sebagai solusi dari P ⃗x = ⃗b untuk suatu ⃗b. Ini melengkapi
bukti bahwa P dapat dibalik.
Sekarang kita tunjukkan bahwa P adalah satu-satunya matriks yang memenuhi [⃗v ]B′ =
P [⃗v ]B . Jika terdapat matriks lain, mislanya P ′ , maka [⃗v ]B′ = P ′ [⃗v ]B . Dengan mengambil
⃗v = ⃗vi , kita peroleh

[⃗vi ]B′ = P [⃗vi ]B = P⃗ei dan [⃗vi ]B′ = P ′ [⃗vi ]B = P ′⃗ei .


Aljabar Linier 146

Jadi P⃗ei = P ′⃗ei . Ini berarti kolom-kolom ke–i dari P dan P ′ sama untuk setiap i =
1, 2, . . . , n. Dengan demikian, P = P ′ .
Hasil-hasil diatas dirangkum dalam teorema berikut.

Teorema 4.4.3. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } dan B′ = {⃗u1 , . . . , ⃗un } dua basis berbeda
dari ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan P matriks ukuran n × n dengan
kolom-kolom [⃗v1 ]B′ , . . . , [⃗vn ]B′ , yakni

P = [[⃗v1 ]B′ [⃗v2 ]B′ . . . [⃗vn ]B′ ].

Maka P dapat dibalik dan P satu-satunya matriks sedemikian sehingga untuk semua ⃗v ∈
V,
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .

Definisi 4.4.2. Matriks P dalam Teorema 4.4.3 disebut matriks transisi (atau matriks
perubahan basis) dari B ke B′ , dinotasikan PB→B′ .

Korolari 4.4.1. Jika P matriks transisi dari B ke B′ , maka P −1 adalah matriks transisi
dari B′ ke B.

Bukti. Berdasarkan Teorema 4.4.3, P −1 ada dan [⃗v ]B′ = P [⃗v ]B untuk semua ⃗v ∈ V .
Jadi
[⃗v ]B = P −1 [⃗v ]B′ untuk semua ⃗v ∈ V .

Dan Teorema 4.4.3 menjamin bahwa P −1 adalah satu-satunya matriks transisi dari B′ ke
B.

Contoh 4.4.4. Misalkan B basis baku dari R2 dan B′ = {(1, 1), (−1, 1)} juga basis.

(a) Tentukan matriks transisi P dari B ke B′ .

(b) Tentukan matriks transisi dari B′ ke B.

(c) Verifikasi relasi [⃗v ]B′ = P [⃗v ]B untuk ⃗v = (4, −2).

Solusi.
Aljabar Linier 147

(a) Matriks transisi P mempunyai kolom-kolom [⃗e1 ]B′ dan [⃗e2 ]B′ . Untuk [⃗e1 ]B′ kita perlu
menentukan skalar c1 dan c2 sedemikian sehingga
     
1 1 −1
⃗e1 =   = c1   + c2  .
0 1 1

Dari sini diperoleh c1 = 1


2
dan c2 = − 12 . Jadi
 
1
[⃗e1 ]B′ =  2 .
− 12

Juga untuk [⃗e2 ]B′ kita perlu menentukan skalar c1 dan c2 sedemikian sehingga
     
0 1 −1
⃗e2 =   = c1   + c2  .
1 1 1
1
Dari sini diperoleh c1 = 2
dan c2 = 12 . Jadi
 
1
[⃗e2 ]B′ =  2 .
1
2

Dengan demikian matriks transisi P dari B ke B′ diberikan oleh


 
1 1
P = 2 2 .
− 12 1
2

(b) Matriks transisi dari B′ ke B adalah P −1 menurut Korolari 4.4.1. Jadi


 −1  
1 1
1 −1
P −1 =  2 2  =  .
−2 2
1 1
1 1

(c) Koordinat vektor [⃗v ]B′ dapat dihitung dengan dua cara, yaitu

(i). dengan menggunakan P , yakni


    
1 1
4 1
P [⃗v ]B =  2 2  = ,
− 21 1
2
−2 −3
(ii). langsung dari B′ dengan menentukan skalar-skalar c1 dan c2 sedemikian se-
hingga      
4 1 −1
  = c1   + c2  .
−2 1 1
Aljabar Linier 148

Dengan menyelesaikan persamaan ini didapat c1 = 1 dan c2 = −3. Jadi kita


memperoleh hasil yang sama, yaitu
 
1
[⃗v ]B′ =  .
−3

♣♣♣

Latihan 4.4

1. Tentukan koordinat vektor [⃗x]B relatif terhadap basis B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }.

(a). ⃗v1 = (1, −3), ⃗v2 = (2, −5), ⃗x = (−2, 1).


(b). ⃗v1 = (1, −2), ⃗v2 = (5, −6), ⃗x = (4, 0).
(a). ⃗v1 = (1, −1, −3), ⃗v2 = (−3, 4, 9), ⃗v3 = (2, −2, 4), ⃗x = (8, −9, 6).
(d). ⃗v1 = (1, 0, 3), ⃗v2 = (2, 1, 8), ⃗v3 = (1, −1, 2), ⃗x = (3, −5, 4).

2. Tentukan vektor ⃗x jika diberikan koordinat vektor [⃗x]B dan basis B.

(a). B = {(3, −5), (−4, 6)} dan [⃗x]B = (5, 3).


(b). B = {(4, 5), (6, 7)} dan [⃗x]B = (8, −5).
(c). B = {(1, −4, 3), (5, 2, −2), (4, −7, 0)} dan [⃗x]B = (3, 0, −1).
(d). B = {(−1, 2, 0), (3, −5, 2), (4, −7, 3)} dan [⃗x]B = (−4, 8, −7).

3. Tentukan matriks perubahan koordinat dari B ke basis baku di Rn .

(a). B = {(2, −9), (1, 8)}.


(b). B = {(3, −1, 4), (2, 0, −5), (8, −2, 07}.

4. Misalkan B = {x2 , x, 1} dan B′ = {x2 −x, 2x2 −2x+1, x2 −2x} adalah basis terurut
dari P2 . Dapatkan matriks perubahan koordinat dari B ke B′ dan gunakan untuk
menentukan koordinat vektor dari 2x2 + 3x − 1 relatif terhadap B′ .

5. Tentukan koordinat vektor dari p⃗ relatif terhadap basis B = {⃗p1 , p⃗2 , p⃗3 }.

(a). p⃗ = 4 − 3x + x2 , p⃗1 = 1, p⃗2 = x, p⃗3 = x2 .


(b). p⃗ = 2 − x + x2 , p⃗1 = 1 + x, p⃗2 = 1 + x2 , p⃗3 = x + x2 .
Aljabar Linier 149

6. Tentukan koordinat vektor dari A relatif terhadap basis B = {A1 , A2 , A3 , A4 }.


     
2 0 −1 1 1 1
A= , A1 =  , A2 =  
−1 3 0 0 0 0
   
0 0 0 0
A3 =  , A4 =  .
1 0 0 1

7. Pandang koordinat vektor


 
    −8
 

6

3
   
     7 
⃗ B =  −1  ,
[w] [⃗q]B =  0  , [A]B = 



     6 
4 4  
3

⃗ jika basis B = {(1, 0, 0), (2, 2, 0), (3, 3, 3)} p⃗ = 4 − 3x + x2 , p⃗1 = 1,


(a). Tentukan w
p⃗2 = x, p⃗3 = x2 .
(b). Tentukan ⃗q jika basis B seperti pada Soal 5(a).
(c). Tentukan ⃗r jika basis B seperti pada Soal 6(a).

8. Misalkan B adalah basis baku untuk R3 dan B′ = {⃗v1 , ⃗v2 , ⃗v3 } adalah basis lain
dengan ⃗v1 = (1, 2, 1), ⃗v2 = (2, 5, 0), ⃗v3 = (3, 3, 8).

(a). Tentukan matriks transisi P dari B′ ke B (PB′ →B ).


(b). Tentukan matriks transisi P dari B ke B′ (PB→B′ ).
(c). Periksa bahwa PB′ →B dan PB→B′ merupakan invers satu sama lain.
⃗ = (5, −3, 1) terhadap B′ dan gunakan ma-
(d). Dapatkan koordinat vektor dari w
triks PB′ →B untuk menghitung [w]
⃗ B dari [w]
⃗ B′ .

9. Misal S = {e1 , e2 } basis baku untuk R2 dan B = {⃗v1 , ⃗v2 } adalah basis yang vektor-
vektornya merupakan hasil refleksi vektor-vektor di S terhadap garis y = x.

(a). Tentukan matriks transisi PB→S .


(b). Misalkan P = PB→S , tunjukkan bahwa P T = PS→B . Berikan penjelasan ge-
ometri terhadap hal ini.
Aljabar Linier 150

10. Pandang basis-basis B = {⃗p1 , p⃗2 } dan B′ = {⃗q1 , ⃗q2 } untuk P1 dengan p⃗1 = 6 + 3x,
p⃗2 = 10 + 2x, ⃗q1 = 2, ⃗q2 = 3 + 2x.

(a). Tentukan matriks transisi dari B′ ke B.


(b). Tentukan matriks transisi dari B ke B′ .
(c). Hitung koordinat vektor [⃗p]B dimana p⃗ = −4 + x dan gunakan hubungan
[⃗v ]′B = P 1 [⃗v ]B untuk menghitung [⃗p]′B .
(d). Periksa hasil perhitungan dengan menghitung [⃗p]′B secara langsung.

Jawaban Latihan 4.4

5. (b). [⃗p]B = (0, 2, −1).


6. [A]B = (−1, 1, −1, 3).
 
15 −1
7. (b). ⃗q = 3 + 4x2 , (c). A =  .
6 3
   
− 29 7 3 7
10. (a).  9 , (b).  4 2 , (c). [⃗p]B = (1, −1), (d). [⃗p]′B = (− 11 , 1 ).
4 2
1
3
− 61 3
2
1

4.5 Rank dan Nulitas

Ruang Nol dan Nulitas

Ruang nol dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Null(A), adalah him-
punan solusi dari A⃗x = ⃗0. Jadi,

Null(A) = {⃗x ∈ Rn : A⃗x = ⃗0}.

Ruang nol dari A merupakan ruang bagian dari Rn . Dimensi dari Null(A) disebut nulitas
dari A. Karena Null(A) ruang bagian, kita bisa mendapatkan basis untuk ruang ini
sebagai berikut:

1. Dapatkan vektor solusi umum dari sistem A⃗x = ⃗0.


Aljabar Linier 151

2. Tuliskan vektor solusi ini sebagai kombinasi linier dengan parameter (variabel bebas)
sebagai koefisien.

3. Vektor-vektor dari kombinasi linier ini membentuk basis untuk Null(A).

Solusi dari sistem A⃗x = ⃗0 dapat diperoleh dengan operasi baris elementer. Kita telah
mempelajari bahwa melakukan operasi baris elementer terhadap A tidak mengubah him-
punan solusi dari sistem A⃗x = ⃗0, dengan kata lain tidak mengubah ruang nol dari A. Hal
ini dirumuskan dalam teorema berikut.

Teorema 4.5.1. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang nol dari suatu matriks.

Contoh 4.5.1. Diberikan matriks A:


 
1 −1 2 3 0
 
 
 −1 0 −4 3 −1 
A=  .

 2 −1 6 0 1 
 
−1 2 0 −1 1

Tentukan basis untuk ruang nol dari A. Tentukan pula nulitas dari A.

Solusi. Kita cari solusi dari SPL A⃗x = ⃗0. Redusir matrisk A menjadi bentuk eselon
baris berikut:  
1 0 4 0 1
 
 
 0 1 2 0 1 
 .
 
 0 0 0 1 0 
 
0 0 0 0 0

Dari sini diperoleh solusi dari A⃗x = ⃗0 dalam bentuk x1 = −4s − t, x2 = −2s − t, x3 = t,
x4 = 0, dan x5 = t dengan s dan t parameter. Karena
     
−4s − t −1 −4
     
     
 −2s − t   −1   −2 
     
     
 s  = t 0  + s 1 ,
     
     
 0   0   0 
     
t 1 0
Aljabar Linier 152

maka ruang nol dari A direntang oleh himpunan


   

 −1 −4 


    


    


 −1   −2 

   

   
B =  0 , 1 

    

    


  0   0 



    


 
1 0 

yang merupakan himpunan bebas linier. Jadi B adalah basis untuk Null(A). Karena B
mempunyai 2 unsur, maka nulitas dari A adalah 2. ♣♣♣
Dari Contoh 4.5.1 terlihat bahwa banyaknya parameter menentukan banyaknya vek-
tor dalam basis dari Null(A). Hal ini dijamin oleh teorema berikut.

Teorema 4.5.2. Nulitas dari suatu matriks A sama dengan banyaknya variabel bebas
(parameter) dari A⃗x = ⃗0.

Ruang Kolom dan Ruang Baris

Ruang kolom dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Col(A), adalah ruang
bagian dari Rm yang direntang oleh kolom-kolomnya.
Karena sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam span dari kolom-
kolom A, maka kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.3. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam Col(A).

Contoh 4.5.2. Mana diantara vektor-vektor berikut:


   
−2 3
⃗u =   dan ⃗v =  
2 6

berada didalam ruang kolom dari


 
1 −2
A= ?
2 −4
Aljabar Linier 153

Solusi. Karena
       
1 −2 : −2 1 −2 : −2 1 −2 : 3 1 −2 : 3
 ∼  dan  ∼ ,
2 −4 : 2 0 0 : 6 2 −4 : 6 0 0 : 0

berarti sistem A⃗x = ⃗u tak konsisten sedangkan A⃗x = ⃗v konsisten. Jadi, ⃗v berada didalam
Col(A) dan ⃗u tidak. ♣♣♣
Ruang baris dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Row(A), adalah ruang
bagian dari Rn yang direntang oleh vektor-vektor barisnya.
Seperti halnya ruang nol, untuk ruang baris kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.4. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang baris dari suatu matriks.

Teorema berikut menyediakan alat komputasi yang penting untuk menentukan basis
dari ruang baris dan ruang kolom.

Teorema 4.5.5. Jika A dan B matriks yang ekivalen baris, maka

(a). Vektor-vektor kolom dari A bebas linier jika dan hanya jika vektor-vektor kolom dari
B yang bersesuaian bebas linier.

(b). Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk ruang kolom dari A jika dan
hanya jika vektor-vektor kolom dari B yang bersesuaian membentuk basis untuk
ruang kolom dari B.

Teorema 4.5.6. Jika matriks R dalam bentuk eselon baris, maka vektor-vektor baris
dengan unsur utama (yakni vektor baris taknol) membentuk basis untuk ruang baris dari
R dan vektor-vektor kolom yang memuat unsur utama membentuk basis untuk ruang kolom
dari R.

Contoh 4.5.3. Tentukan basis untuk Row(A) jika


 
−1 −2 −3 2
 
 
A= 4 −5 −1 5 .
 
−2 2 0 −2
Aljabar Linier 154

Solusi. Kita redusir A ke bentuk eselon berikut:


 
−1 −2 −3 2
 
 
B =  0 −13 −13 13  .
 
0 0 0 0

Baris-baris taknol dari B membentuk basis untuk ruang baris dari A, yakni himpunan
{(−1, −2, −3, 2), (0, −13, −13, 13)} adalah basis untuk Row(A). Perhatikan bahwa unsur-
unsur basis ini tidak semuanya berasal dari baris-baris A. ♣♣♣

Contoh 4.5.4. Tentukan basis dari Col(B) dengan


 
1 −2 0 −1 0
 
 
 0 0 1 1 0 
B= 
.

 0 0 0 0 1 
 
0 0 0 0 0

Solusi. Matriks B dalam bentuk eselon. Dengan Teorema 4.5.6, vektor-vektor pada
kolom 1, 3, dan 5, yakni      
1 0 0
     
     
 0   1   0 
 ,  ,  
     
 0   0   1 
     
0 0 0
membentuk basis untuk Col(B). ♣♣♣

Contoh 4.5.5. Tentukan basis untuk ruang baris dari


 
1 −2 0 0 3
 
 
 2 −5 −3 −2 6 
A= 


 0 5 15 10 0 
 
2 6 18 8 6

dimana vektor-vektor basis semuanya merupakan vektor-vektor baris dari A.

Solusi. Untuk menjawab ini kita harus mengubah ruang baris menjadi ruang kolom.
Hal ini dilakukan dengan mentranspos A sehingga ruang baris A menjadi ruang kolom
Aljabar Linier 155

AT . Lalu gunakan Teorema 4.5.5 untuk menentukan basis dari ruang kolom dari AT dan
akhirnya mentranspos vektor basis ini sehingga didapat vektor baris. Transpos dari A
diberikan oleh  
1 2 0 2
 
 
 −2 −5 5 6 
 
 
AT =  0 −3 15 18 
 
 
 0 −2 10 8 
 
3 6 0 6
dan bentuk eselonnya adalah  
1 2 0 2
 
 
 0 1 −5 −10 
 
 
 0 0 0 1 .
 
 
 0 0 0 0 
 
0 0 0 0
Kolom 1, 2, dan 4 memuat 1 utama sehingga vektor kolom dari AT dengan kolom yang
bersesuaian membentuk basis untuk ruang kolom dari AT , yaitu
     
1 2 2
     
     
 −2   −5   6 
     
     
 0  ,  −3  ,  18  .
     
     
 0   −2   8 
     
3 6 6

Sekarang vektor-vektor ini ditranspos sehingga diperoleh basis untuk ruang baris dari A,
yaitu {(1, −2, 0, 0, 3), (2, −5, −3, −2, 6), (2, 6, 18, 8, 6)} ♣♣♣

Contoh 4.5.6. Tentukan basis untuk Span(S) dari himpunan S dimana

S = {(1, −1, 2, 3), (−2, 2, −4, −6), (2, −1, 6, 8), (1, 0, 4, 5), (0, 0, 0, 1)}.

Solusi. Kita cukup mencari basis untuk ruang kolom dari matriks yang kolom-kolomnya
adalah vektor-vektor di S. Matriks ini adalah matriks pada Contoh 4.5.3. Berdasarkan
Teorema ...., himpunan

{(1, −1, 2, 3), (2, −1, 6, 8), (0, 0, 0, 1)}


Aljabar Linier 156

adalah basis untuk Span(S). ♣♣♣

Contoh 4.5.7. Tentukan basis untuk ruang kolom dan ruang baris dari
 
1 −3 4 −2 5 4
 
 
 2 −6 9 −1 8 2 
A= 
.

 2 −6 9 −1 9 7 
 
−1 3 −4 2 −5 −4

Solusi. Redusir A ke bentuk eselon baris didapat


 
1 −3 4 −2 5 4
 
 
 0 0 1 3 −2 −6 
R= 


 0 0 0 0 1 5 
 
0 0 0 0 0 0

Dengan Teorema 4.5.6, vektor-vektor baris taknol dari R membentuk basis untuk ruang
baris dari R dan karenanya juga merupakan basis untuk ruang baris dari A. Jadi basis
untuk ruang baris dari A adalah

{(1, −3, 4, −2, 5, 4), (0, 0, 1, 3, −2, −6), (0, 0, 0, 0, 1, 5)}

Kolom 1, 3, dan 5 dari R memuat 1 utama sehingga


     
1 4 5
     
     
 0   1   −2 
 ,  ,  
     
 0   0   1 
     
0 0 0

merupakan vektor-vektor yang membentuk basis untuk ruang kolom dari R; jadi, vektor-
vektor kolom dari A yang bersesuaian, yakni
       
1 4 5 5
       
       
 2   9   −2   8 
 ,  ,  ,  
       
 2   9   1   9 
       
−1 −4 0 −5

merupakan basis untuk ruang kolom dari A. ♣♣♣


Aljabar Linier 157

Rank

Karena dimensi Col(A) adalah banyaknya pivot dari A yang sama dengan banyaknya
baris-baris taknol dari bentuk eselon dari A, maka kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.7. Untuk setiap matriks A,

dim(Col(A)) = dim(Row(A)).

Definisi 4.5.1. Dimensi ruang kolom dan ruang baris dari matriks A yang sama disebut
rank dari A dan dinotasikan Rank(A).

Rank adalah banyaknya pivot dari A. Untuk menghitung rank, kita redusir matriks
A ke bentuk eselon dan hitung banyaknya baris taknol atau banyaknya kolom pivot.

Contoh 4.5.8. Rank matriks A pada Contoh 4.5.7 adalah 3 sebab bentuk eselon B
mempunyai 3 baris taknol. ♣♣♣

Akibat yang penting dari Teorema 4.5.7 dirumuskan dalam teorema berikut.

Korolari 4.5.1. A dan AT mempunyai rank yang sama.

Teorema berikut merupakan salah satu teorema terpenting dalam aljabar linier.

Teorema 4.5.8. (Teorema Rank). Untuk setiap matriks A,

Rank(A) + Nulitas(A) = banyaknya kolom dari(A).

Bukti. Rank dari A adalah banyaknya kolom pivot dari A. Dilain pihak, nulitas dari
A adalah banyaknya variabel bebas dari sistem A⃗x = ⃗0 menurut Teorema 4.5.1. Karena
banyaknya variabel bebas sama dengan banyaknya kolom nonpivot, maka nulitas sama
dengan banyaknya kolom nonpivot.

Teorema 4.5.9. Untuk setiap matriks A dengan ukuran n × n, berlaku

(a). Rank (A) = banyaknya variabel utama dalam solusi dari A⃗x = ⃗0.

(a). Nulitas (A) = banyaknya parameter dalam solusi umum dari A⃗x = ⃗0.
Aljabar Linier 158

Contoh 4.5.9. Periksa kebenaran Teorema Rank untuk matriks


 
1 −1 2 3 0
 
 
 −1 0 −4 3 −1 
A= 
.

 2 −1 6 0 1 
 
−1 2 0 −1 1

Solusi. Pada Contoh 4.5.1 telah ditunjukkan bahwa nulitas A adalah 2. Bentuk eselon
tereduksi dari A adalah  
1 0 4 0 1
 
 
 0 1 2 0 1 
 .
 
 0 0 0 1 0 
 
0 0 0 0 0
Jadi rank dari A adalah 3. Jumlahkan 2 + 3 = 5 yang menyatakan banyaknya kolom dari
A. Hal ini sesuai dengan Teorema Rank. ♣♣♣
Untuk suatu matriks A ukuran m × n, vektor-vektor baris terletak di Rn dan vektor-
vektor kolom terletak di Rm . Ini berarti ruang baris dari A paling tinggi berdimensi n
dan ruang kolom dari A paling tinggi berdimensi m. Karena ruang kolom dan ruang baris
mempunyai dimensi yang sama, dapat disimpulkan bahwa jika m ̸= n, maka nilai terkecil
di antara m dan n merupakan nilai tertinggi untuk Rank(A). Jadi,

Rank(A) ≤ min(m, n).

Contoh 4.5.10. Misalkan sistem A⃗x = ⃗0 mempunyai 20 variabel dan ruang solusinya
direntang oleh 6 vektor yang bebas linier.

(a) Tentukan rank dari A.


(b) Apakah A bisa mempunyai ukuran 13 × 20 ?

Solusi.

(a) Banyaknya kolom dari A adalah 20 dan nulitas adalah 6. Dengan Teorema Rank,
rank dari A adalah 20 − 6 = 14.
(b) Tidak. Rank tidak bisa melebihi banyaknya baris. Jadi A seharusnya mempunyai
paling sedikit 14 baris. ♣♣♣
Aljabar Linier 159

Teori dan metode yang dibahas dalam bagian ini berkaitan erat dengan sistem linier.
Menurut Teorema 4.5.3, sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam
Col(A). Karena itu kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.10. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika

Rank(A) = Rank([A : ⃗b]).

Sebagai penutup bab ini, hasil-hasil utama dari Bab 2 sampai dengan Bab 4 ini
dirangkum dalam tiga teorema berikut.

Teorema 4.5.11. Misalkan A matriks ukuran m × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A mempunyai rank m.
2. A mempunyai m pivot.
3. Setiap baris dari A mempunyai pivot.
4. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk semua vektor ⃗b dengan m komponen.
5. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rm .
6. Col(A) = Rm .
7. dim(Col(A)) = m.
8. dim(Row(A)) = m.
9. Nulitas(A) = n − m
10. AT mempunyai rank m.

Teorema 4.5.12. Misalkan A matriks ukuran m × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A mempunyai rank n.
2. A mempunyai n pivot.
3. Setiap kolom dari A adalah kolom pivot.
4. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
5. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
Aljabar Linier 160

6. Null(A) = {⃗0}.
7. dim(Col(A)) = n.
8. dim(Row(A)) = n.
9. Nulitas(A) = 0
10. AT mempunyai rank n.

Teorema 4.5.13. Misalkan A matriks ukuran n × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A dapat dibalik
2. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap vektor ⃗b dengan n komponen.
6. Sistem A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap vektor ⃗b dengan n kompo-
nen.
7. det(A) ̸= 0.
8. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
9. Vektor-vektor baris dari A bebas linier.
10. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rn .
11. Vektor-vektor baris dari A merentang Rn .
12. Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk Rn .
13. Vektor-vektor baris dari A membentuk basis untuk Rn .
14. A mempunyai rank n.
15. Nulitas(A) = 0
Aljabar Linier 161

Latihan 4.5

1. Tentukan basis untuk ruang baris, ruang kolom, dan ruang nol dari matriks berikut:
 
1 1 2 0 1
 
 
 2 2 5 0 3 
A=

.

 0 0 0 1 3 
 
8 11 19 0 11

 
a b c
2. Misalkan A =  . Dapatkan kondisi yang harus dipenuhi a, b, dan c
1 1 1
sedemikian sehingga (a). rank (A) = 1, (b). rank (A) = 2.

3. Tentukan matriks yang mempunyai ruang nol terdiri atas semua kombinasi linier
dari vektor-vektor ⃗v1 = (1, −1, 3, 2)T dan ⃗v2 = (2, 0, −2, 4)T .

4. (a). Tunjukkan
 bahwa dalam sistem koordinat XY Z, ruang nol dari matriks A =

0 1 0
 
 
 1 0 0  terdiri dari semua titik pada sumbu Z dan ruang kolom terdiri
 
0 0 0
dari semua titik pada bidang XY .
(b). Dapatkan matriks 3 × 3 dengan ruang nol adalah sumbu X dan ruang kolom
adalah bidang Y Z.

5. Dapatkan matriks 2 × 2 dengan ruang nol adalah garis 3x − 5y = 0.

6. Apakah matriks A ukuran 5 × 7 bisa mempunyai ruang nol berdimensi satu?

7. Periksa bahwa matriks berikut memenuhi teorema dimensi.


 
1 −1 3
 
 
(a). A =  5 −4 −4 
 
7 −6 2
 
1 4 5 2
 
 
(b). A =  2 1 3 0 
 
−1 3 2 2
Aljabar Linier 162
 
1 4 5 6 9
 
 
 3 −2 1 4 −1 
(c). A = 



 −1 0 −1 −2 −1 
 
2 3 5 7 8

8. Tentukan manakah matriks yang mempunyai rank 1.


 
1 −7
(a). A =  
−2 14
 
1 0 0
 
 
(b). A =  0 2 2 
 
0 1 1
 
1 1 3 3 −9
 
 
(c). A =  −2 −2 −6 −6 18 
 
3 3 9 9 −27

9. Gunakan informasi yang diberikan untuk menentukan banyaknya variabel pivot dan
banyaknya parameter dalam solusi umum dari sistem A⃗x = ⃗0.

(a). Matriks A ukuran 7 × 9 mempunyai rank 5.


(b). Matriks A ukuran 5 × 8 mempunyai rank 3.
(c). Matriks A ukuran 6 × 6 mempunyai bentuk eselon baris dengan dua baris
taknol.
 
x y z
10. Tunjukkan bahwa jika matriks   mempunyai rank 1, maka x = t, y = t2 ,
1 x y
dan z = t3 untuk suatu t.

11. Berapakah rank dan nulitas yang mungkin dari matriks berukuran 3 × 5? Matriks
ukuran 5 × 3? Matriks ukuran 5 × 5?

12. Periksa apakah ⃗b terletak dalam ruang kolom dari A dan jika ya, tuliskan ⃗b sebagai
kombinasi linier dari vektor-vektor kolom A.
   
1 3 −2
(a). A =  , ⃗b =  
4 −6 10
Aljabar Linier 163
   
1 1 2 −1
   
  ⃗  
(b). A =  1 0 1 , b =  0 
   
2 1 3 2
   
1 2 0 1 4
   
   
 0 1 2 1   3 
(c). A = 

, ⃗b =  
  
 1 2 1 3   5 
   
0 1 2 2 7
13. Dapatkan basis untuk ruang nol dari A.
 
1 −1 3
 
 
(a). A =  5 −4 −4 
 
7 −6 2
 
2 0 −1
 
 
(b). A =  4 0 −2 
 
0 0 0
 
1 4 5 2
 
 
(c). A =  2 1 3 0 
 
−1 3 2 2
14. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang baris dari A.
15. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang kolom dari A.
16. Untuk matriks pada Soal 13, tentukan basis untuk ruang baris dari A yang seluruh-
nya terdiri dari vektor-vektor baris dari A.
17. Gunakan informasi pada tabel untuk menentukan dimensi dari ruang baris A, ruang
kolom A, ruang nol A dan ruang nol AT .
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
ukuran A 3×3 3×3 3×3 5×9 9×5 4×4 6×2
rank(A) 3 2 1 2 2 0 2
18. Tentukan rank A terbesar yang mungkin dan nulitas A terkecil yang mungkin bila
A mempunyai ukuran (a). 4 × 4, (b). 3 × 5, (c). 5 × 3
19. Gunakan informasi pada tabel untuk memeriksa apakah sistem linier A⃗x = ⃗b kon-
sisten. Jika ya, tentukan banyaknya parameter dalam solusi umumnya.
Aljabar Linier 164

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)


ukuran A 3×3 3×3 3×3 5×9 5×9 4×4 6×2
rank(A) 3 2 1 2 2 0 2
rank[A|⃗b] 3 3 1 2 3 0 2
20. Untuk setiap matriks pada Soal 19, dapatkan nulitas A dan tentukan banyaknya
parameter dalam solusi umum dari sistem linier homogen A⃗x = ⃗0.

Jawaban Latihan 4.5

1. – Baris-baris dari matriks eselon tereduksi dari A merupakan basis untuk ruang
baris.
– Empat kolom pertama dari A adalah basis untuk ruang kolom.
– (1, 0, −1, −3, 1) adalah basis untuk ruang nol.
2. (a). a = b = c, (b). paling sedikit dua di antara a, b, dan c berbeda.
13. (a). {(16, 19, 1)}, {(−1, −1, 1, 0), (2, −4, 0, 7)}.
14. (a). {(1, −1, 3), (0, 1, −19)}, {(1, 4, 5, 2), (0, 1, 1, 74 )}.
15. (a). {(1, 5, 7)T , (−1, −4, −6)T }, {(1, 2, −1)T , (4, 1, 3)T }.
16. (a). {(1, −1, 3), (5, −4, −4)}, {(1, 4, 5, 2), (2, 1, 3, 0)}.
17. (a). 3; 3; 0; 0, (b). 2;2;1;1, (c). 1;1;2;2, (d). 2;2;7;3
(e). 2; 2; 3; 7, (b). 0;0;4;4, (c). 2;2;0;4
18. (a). Rank = 4, nulitas = 0, (b). Rank = 3, nulitas = 2, (c). Rank = 3, nulitas = 0
19. (a). Ya, 0, (b). Tidak, (c). Ya, 2, (d). Ya, 7, (e). Tidak, (f). Ya, 4, (g).
Ya, 0.
20. (a). Nulitas = 0, banyak parameter = 0, (b). Nulitas = 1, banyak parameter = 1
(c). Nulitas = 2, banyak parameter = 2, (d). Nulitas = 7, banyak parameter = 7
(e). Nulitas = 7, banyak parameter = 7, (f). Nulitas = 4, banyak parameter = 4
(g). Nulitas = 0, banyak parameter = 0.
Aljabar Linier 165

Rangkuman
Ruang vektor V adalah himpunan yang dilengkapi dengan dua operasi, yaitu pen-
jumlahan dan perkalian skalar yang memenuhi sifat-sifat berikut.

(A1) ⃗u + ⃗v terletak di V untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .

(A2) ⃗u + ⃗v = ⃗v + ⃗u untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .

(A3) (⃗u + ⃗v ) + w ⃗ untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V .


⃗ = ⃗u + (⃗v + w)

(A4) Terdapat dengan tunggal elemen ⃗0 ∈ V , disebut nol dari V , sedemikian sehingga
untuk semua ⃗u ∈ V , ⃗u + ⃗0 = ⃗0 = ⃗0 + ⃗u.

(A5) Untuk setiap ⃗u ∈ V terdapat dengan tunggal elemen −⃗u ∈ V , disebut negatif atau
lawan dari ⃗u, sedemikian sehingga ⃗u + (−⃗u) = (−⃗u) + ⃗u = ⃗0.

(M1) a⃗u terletak di V untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a ∈ R.

(M2) a(⃗u + ⃗v ) = a⃗u + a⃗v untuk semua ⃗u, ⃗v ∈ V dan semua a ∈ R.

(M3) (a + b)⃗u = a⃗u + b⃗u untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a, b ∈ R.

(M4) a(b⃗u) = (ab)⃗u untuk semua ⃗u ∈ V dan semua a, b ∈ R.

(M5) 1⃗u = ⃗u untuk semua ⃗u ∈ V .

Skalar dalam ruang vektor bisa berupa bilangan riil atau bilangan kompleks. Runang
vektor dengan skalar kompleks disebut ruang vektor kompleks sedangkan ruang vektor
dengan skalar bilangan riil disebut ruang vektor riil. Elemen-elemen dari suatu ruang
vektor disebut vektor.
Perhatikan bahwa suatu ruang vektor merupakan himpunan yang tak kosong sebab
memuat ⃗0 berdasarkan (A4). Dalam definisi ruang vektor kita tidak menyatakan se-
cara khusus vektor maupun operasinya. Operasi yang dapat diterima adalah sembarang
operasi yang memenuhi aksioma.
Suatu himpunan bagian W dari ruang vektor V disebut ruang bagian jika W sendiri
merupakan ruang vektor dibawah penjumlahan dan perkalian skalar yang didefinisikan
pada V .
Aljabar Linier 166

Himpunan bagian tak kosong W dari ruang vektor V merupakan ruang bagian jika
dan hanya jika

1. Jika ⃗u dan ⃗v di dalam W , maka ⃗u + ⃗v juga didalam W .


2. Jika c suatu skalar dan ⃗u di dalam W , maka c⃗u juga di dalam W .

Vektor w
⃗ merupakan kombinasi linier dari vektor-vektor ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk jika w
⃗ dapat
dituliskan dalam bentuk

⃗ = c1⃗v1 + c2⃗v2 + c3⃗v3 + · · · + ck⃗vk


w

dengan c1 , c2 , c3 . . . , ck adalah skalar.


Misalkan V ruang vektor dan ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk vektor-vektor di V . Himpunan semua
kombinasi linier dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk disebut rentangan/span dari ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk dan dino-
tasikan dengan Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }. Jika V = Span{⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk }, maka dikatakan
bahwa ⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk merentang V dan {⃗v1 , ⃗v2 , . . . , ⃗vk } adalah himpunan yang merentang
V.
Suatu himpunan vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vn dari ruang vektor V disebut bergantung linier
jika terdapat skalar c1 , . . . , cn yang tidak semuanya nol sedemikian sehingga

c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn = ⃗0. (4.5.1)

Vektor-vektor ⃗v1 , . . . , ⃗vn disebut bebas linier jika tidak bergantung linier. Dengan kata
lain, himpunan bebas linier jika (4.5.1) mengimplikasikan c1 = · · · = cn = 0.
Himpunan bagian tak kosong B dari suatu ruang vektor takkosong V merupakan
basis dari V jika

1. B bebas linier dan


2. B merentang V .

Jika ruang vektor V direntang oleh n vektor, maka setiap himpunan bagian dari
V yang memuat lebih dari n vektor adalah bergantung linier. Dengan kata lain, setiap
himpunan bagian dari V yang bebas linier mempunyai paling banyak n vektor.
Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka setiap basis untuk V
mempunyai n unsur.
Aljabar Linier 167

Jika ruang vektor V mempunyai basis dengan n unsur, maka V dikatakan mempunyai
dimensi hingga dan n adalah dimensi dari V . Kita tuliskan

dim(V ) = n.

Dimensi dari ruang nol {⃗0} didefinisikan sebagai nol. Jadi {⃗0} berdimensi hingga. Suatu
ruang vektor yang tidak mempunyai dimensi hingga dikatakan berdimensi takhingga.
Teorema berikut menyatakan bahwa suatu himpunan yang merentang ruang vektor
atau bebas linier dengan banyak unsur sama dengan dimensi ruang vektor merupakan
basis.
Misalkan V ruang vektor berdimensi hingga dengan basis B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }. Den-
gan Teorema 4.2.7 untuk setiap ⃗v ∈ V , terdapat dengan tunggal skalar-skalar c1 , . . . , cn
sedemikian sehingga
⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .

Vektor yang komponennya koefisien dari ⃗v disebut koordinat vektor dari ⃗v relatif
terhadap basis B, ditulis [⃗v ]B , . Jadi
 
c
 1 
 .. 
[⃗v ]B =  .  .
 
cn

Perhatikan bahwa [⃗v ]B berubah jika basis B berubah. Juga [⃗v ]B bergantung pada urutan
dari unsur-unsur dalam B.

Teorema 4.5.14. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } basis dari ruang vektor V yang berdimensi
hingga. Misalkan ⃗u, ⃗u1 , . . . , ⃗um vektor-vektor di V . Maka ⃗u adalah kombinasi linier dari
⃗u1 , . . . , ⃗um di V jika dan hanya jika [⃗u]B merupakan kombinasi linier dari [⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B
di Rn . Dengan kata lain, untuk skalar-skalar c1 , . . . , cm berlaku

⃗u = c1⃗u1 + · · · + cm⃗um (4.5.2)

jika dan hanya jika


[⃗u]B = c1 [⃗u1 ]B + · · · + cm [⃗um ]B . (4.5.3)
Aljabar Linier 168

Teorema 4.5.15. Misalkan B basis dari ruang vektor V yang berdimensi n. Maka
{⃗u1 , . . . , ⃗um } bebas linier di V jika dan hanya jika {[⃗u1 ]B , . . . , [⃗um ]B } bebas linier di Rn .

Misalkan ⃗v vektor di ruang vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn }
dan B′ = {⃗v1′ , . . . , ⃗vn′ } adalah dua basis berbeda dari V . Kita akan mencari hubungan
antara [⃗v ]B dan [⃗v ]B′ .
Karena B′ basis, unsur-unsur dari B merupakan kombinasi linier dari unsur-unsur
dari B′ . Jadi, terdapat skalar a11 , a12 , . . . , ann sedemikian sehingga

⃗vi = a1i⃗v1′ + · · · + ani⃗vn′ , i = 1, 2, . . . , n. (4.5.4)

Karena B merentang V , terdapat skalar c1 , c2 , . . . , cn sedemikian sehingga

⃗v = c1⃗v1 + · · · + cn⃗vn .

Jadi  
c1
 
 . 
[⃗v ]B =  .. 
 
cn
dan dengan Teorema 4.4.1 kita peroleh

[⃗v ]B′ = c1 [⃗v1 ]B′ + · · · + cn [⃗vn ]B′ .

Dengan menggunakan (4.5.4) persamaan ini dapat dituliskan sebagai


     
a a a
 11   12   1n 
 ..   ..   .. 
[⃗v ]B′ = c1  .  + c2  .  + · · · + cn  . 
     
an1 an2 ann
 
a a · · · a1n  
 11 12  c1
 
 a21 a22 · · · a2n   
 .. 
 
= . .. .. ..   . 
 .. . . .  
  cn
an1 an2 · · · ann
 
c
 1 
 .. 
= P  .  = P [⃗v ]B .
 
cn
Aljabar Linier 169

Dengan demikian
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .

Jadi [⃗v ]B′ merupakan hasil kali [⃗v ]B dan matriks P yang kolom-kolomnya adalah koordinat
vektor dari basis ”lama” B terhadap basis ”baru” B′ .

Teorema 4.5.16. Misalkan B = {⃗v1 , . . . , ⃗vn } dan B′ = {⃗v1′ , . . . , ⃗vn′ } dua basis dari ruang
vektor V yang berdimensi hingga. Misalkan P matriks ukuran n × n dengan kolom-kolom
[⃗v1 ]B′ , . . . , [⃗vn ]B′ , yakni
P = [[⃗v1 ]B′ [⃗v2 ]B′ . . . [⃗vn ]B′ ].

Maka P dapat dibalik dan P satu-satunya matriks sedemikian sehingga untuk semua ⃗v ∈
V,
[⃗v ]B′ = P [⃗v ]B .

Definisi 4.5.2. Matriks P dalam Teorema 4.4.3 disebut matriks transisi (atau matriks
perubahan basis) dari B ke B′ .

Korolari 4.5.2. Jika P matriks transisi dari B ke B′ , maka P −1 adalah matriks transisi
dari B′ ke B.

Ruang nol dari suatu matriks A ukuran m×n, dinotasikan Null(A), adalah himpunan
solusi dari A⃗x = ⃗0. Jadi,
Null(A) = {⃗x ∈ Rn : A⃗x = ⃗0}.

Ruang nol dari A merupakan ruang bagian dari Rn . Dimensi dari Null(A) disebut nulitas
dari A. Karena Null(A) ruang bagian, kita bisa mendapatkan basis untuk ruang ini
sebagai berikut:

1. Dapatkan vektor solusi umum dari sistem A⃗x = ⃗0.

2. Tuliskan vektor solusi ini sebagai kombinasi linier dengan parameter (variabel bebas)
sebagai koefisien.

3. Vektor-vektor dari kombinasi linier ini membentuk basis untuk Null(A).

Teorema 4.5.17. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang nol dari suatu matriks.
Aljabar Linier 170

Teorema 4.5.18. Nulitas dari suatu matriks A sama dengan banyaknya variabel bebas
(parameter) dari A⃗x = ⃗0.

Ruang kolom dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Col(A), adalah ruang
bagian dari Rm yang direntang oleh kolom-kolomnya.
Karena sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam span dari kolom-
kolom A, maka kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.19. Sistem linier A⃗x = ⃗b konsisten jika dan hanya jika ⃗b didalam Col(A).

Ruang baris dari suatu matriks A ukuran m × n, dinotasikan Row(A), adalah ruang
bagian dari Rn yang direntang oleh vektor-vektor barisnya.

Teorema 4.5.20. Operasi baris elementer tidak mengubah ruang baris dari suatu matriks.

Teorema 4.5.21. Jika A dan B matriks yang ekivalen baris, maka

(a). Vektor-vektor kolom dari A bebas linier jika dan hanya jika vektor-vektor kolom dari
B yang bersesuaian bebas linier.
(b). Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk ruang kolom dari A jika dan
hanya jika vektor-vektor kolom dari B yang bersesuaian membentuk basis untuk
ruang kolom dari B.

Teorema 4.5.22. Jika matriks R dalam bentuk eselon baris, maka vektor-vektor baris
dengan unsur utama (yakni vektor baris taknol) membentuk basis untuk ruang baris dari
R dan vektor-vektor kolom yang memuat unsur utama membentuk basis untuk ruang kolom
dari R.

Karena dimensi Col(A) adalah banyaknya pivot dari A yang sama dengan banyaknya
baris-baris taknol dari bentuk eselon dari A, maka kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4.5.23. Untuk setiap matriks A,

dim(Col(A)) = dim(Row(A)).

Definisi 4.5.3. Dimensi ruang kolom dan ruang baris dari matriks A yang sama disebut
rank dari A dan dinotasikan Rank(A).
Aljabar Linier 171

Rank adalah banyaknya pivot dari A. Untuk menghitung rank, kita redusir matriks
A ke bentuk eselon dan hitung banyaknya baris taknol atau banyaknya kolom pivot.

Korolari 4.5.3. A dan AT mempunyai rank yang sama.

Teorema berikut merupakan salah satu teorema terpenting dalam aljabar linier.

Teorema 4.5.24. (Teorema Rank). Untuk setiap matriks A,

Rank(A) + Nulitas(A) = banyaknya kolom dari(A).

Teorema 4.5.25. Misalkan A matriks ukuran m × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A mempunyai rank m.

2. A mempunyai m pivot.

3. Setiap baris dari A mempunyai pivot.

4. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk semua vektor ⃗b dengan m komponen.

5. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rm .

6. Col(A) = Rm .

7. dim(Col(A)) = m.

8. dim(Row(A)) = m.

9. Nulitas(A) = n − m

10. AT mempunyai rank m.

Teorema 4.5.26. Misalkan A matriks ukuran m × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A mempunyai rank n.

2. A mempunyai n pivot.

3. Setiap kolom dari A adalah kolom pivot.

4. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.

5. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.


Aljabar Linier 172

6. Null(A) = {⃗0}.
7. Nulitas(A) = 0
8. dim(Col(A)) = n.
9. dim(Row(A)) = n.
10. AT mempunyai rank n.

Teorema 4.5.27. Misalkan A matriks ukuran n × n. Pernyataan-pernyataan berikut


ekivalen.

1. A dapat dibalik
2. Sistem homogen A⃗x = ⃗0 hanya mempunyai solusi trivial.
3. Bentuk eselon tereduksi dari A adalah In .
4. A dapat dinyatakan sebagai hasil kali matriks-matriks elementer.
5. Sistem A⃗x = ⃗b konsisten untuk setiap vektor ⃗b dengan n komponen.
6. Sistem A⃗x = ⃗b mempunyai tepat satu solusi untuk setiap vektor ⃗b dengan n kompo-
nen.
7. det(A) ̸= 0.
8. Vektor-vektor kolom dari A bebas linier.
9. Vektor-vektor baris dari A bebas linier.
10. Vektor-vektor kolom dari A merentang Rn .
11. Vektor-vektor baris dari A merentang Rn .
12. Vektor-vektor kolom dari A membentuk basis untuk Rn .
13. Vektor-vektor baris dari A membentuk basis untuk Rn .
14. A mempunyai rank n.
15. Nulitas(A) = 0
Aljabar Linier 173

Daftar Pustaka

Perry, W. L. 1988. Elementary Linear Algebra. New York: McGraw-Hill.

Fraleigh, J. B. dan Beauregard, R. A. 1990. Linear Algebra. Second Edition. Reading:


Addison-Wesley.

Anton, H. dan Rorres, C. 2000. Elementary Linear Algebra. Application Version. 8th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Anton, H. dan Busby, R. C. 2003. Contemporary Linear Algebra. New York: John Wiley
& Sons, Inc.

Lay, D. C. 1994. Linear Algebra and Its Applications. Reading: Addison-Wesley Publish-
ing Company.

Lipschutz, S. 1981. Theory and Problems of Linear Algebra. Schaum’s Outline Series.
Singapore: McGraw-Hill International Book Company.

Anda mungkin juga menyukai