Anda di halaman 1dari 7

LEMBAR TUGAS TUTORIAL

TUGAS KE : 2 (Dua)

NAMA & KODE MATA KULIAH : Ilmu Kewarganegaraan (PKNI4311)

NAMA MAHASISWA : Chindra Pratama

NIM : 044442167

PROGRAM STUDI : S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pertanyaan:

1. Jelaskan peranan warga negara dibidang politik, ekonomi, dan sosial budaya !

2. Jelaskan asas hubungan warga negara dengan negara !

3. Jelaskan wujud hubungan warga negara dengan negara !

4. Jelaskan teori tentang hubungan warga negara dengaqn negara !

5. Jelaskan tradisi pengajaran IPS sebagai pengajaran ilmu sosial !

Jawaban :
partai politik (secara tidak alamiah) tidak diharapkan dan mungkin tidak bisa berjalan di
negara yang sangat heterogen seperti Amerika Serikat. Nilai dari Federasi adalah penerimaan
hak minoritas untuk memveto kebijakan dianggap tidak bisa ditoleransi.
1. Teori hubungan warga negara dengan negaradiantaranya dapat berupa otonomi. Teori
otonomi menurut Gramsci menyatakan “bahwa masyarakat masing-masing memiliki
otonominya yang bersifat relatif. Interaksi antara negara dengan masyrakat bersifat
hegemonik “kekuasaan legislatif yang lebih dominan yang duduk di lembaga lagislatif”.
(kelompok kekuatan politik dominan), teori otonomi relatif meliputi:
a) Teori Marxis
Menurut teori Marxis, negara hanyalah sebuah panitia yang mengelola kepentingan
kaum borjuis, sehingga sebenarnya tidak memiliki kekuasaan yang nyata. Justru
kekuasaan nyata terdapat pada kelompok atau kelas yang dominan dalam masyarakat
(kaum borjuis dalam sistem kapitalis dan kaum bangsawan dalam sistem feodal).
b) Teori Pluralis
Dalam pandangan teori pluralis, negara merupakan alat bagi masyarakat sebagai
kekuatan eksternal yang mengatur negara. Dalam masyarakat terdapat banyak kelompok
yang berbeda kepentingannya, sehingga tidak ada kelompok yang terlalu domianan.
Untuk menjadi mayoritas, kepentingan beragam ini daat melakukan kompromi.
c) Teori Organis
Menurut teori organis, negara bukan alat dari masyarakatnya, tetapi alat dari dirinya
sendiri. Negara mempunyai misinya sendiri, yaitu misi sejarah untuk menciptakan
masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, negara harus dipatuhi oleh masyarakatnya,
sebagai lembaga diatas masyarakat. Negaralah yang tahu apa yang baik bagi masyarakat
keseluruhan. Pandangan ini merupakan dasar bagi terbentuknya negara-negara kuat yang
sering kali bersifat otoriter bahkan totaliter.
d) Teori Elite Kekuasaan
Teori ini muncul sebagai bentuk kritik terhadap teori pluralis. Menurut teori ini,
meskipun masyarakatnya terdiri dari bermacam-macam kelompok yang pluralitas, tetapi
dalam kenyataannya kelompok elite penguasa datang hanya dari kelompok masyarakat
tertentu,meskipun secara hukum semua orang memang bisa menempati jabatan-jabatan
dalam negara atau pemerintah.
Negara dan warga negara sebenarnya merupakan satu keping mata uang bersisi dua.
Negara tidak mungkin ada tanpa warga negara, demikian pula tidak ada warga negara tanpa
negara. Namun, persoalannya tidak sekedar masalah ontologis keberadaan keduanya, namun
hubungan yang lebih relasional, misalnya apakah negara yang melayani warga negara atau
sebaliknya warga negara yang melayani negara.Hal ini terlihat ketika pejabat akan
mengunjungi suatu daerah, maka warga sibuk menyiapkan berbagai macam untuk
melayaninya.
2. Hubungan yang bersifat hukum
Hubungan yang bersifat hukum yang sederajat dan timbal balik, adalah sesuai dengan elemen
atau ciri-ciri negara hukum Pancasila, yang meliputi:
a) Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan
b) Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga Negara
c) Prinsip fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga Negara
d) Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana
terakhir
e) Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Di dalam pelaksanaan hubungan hukum tersebut harus disesuaikan juga dengan tujuan
hukum di negara Pancasila yaitu “…Memelihara dan mengembangkan budi pekerti
kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.
Hubungan yang bersifat politik
Kegiatan politik (peran politik) warga negara dalam bentuk partisipasi (mempengaruhi
pembuatan kebijaksanaan) dan dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan
kebijaksanaan) misalnya: menerima peraturan yang telah ditetapkan. Sifat hubungan politik
antara warga negara dengan pemerintah di Indonesia yang berdasarkan kekeluargaan, akan
dapat menunjang terwujudnya pengambilan keputusan politik secara musyawarah mufakat,
sehingga kehidupan politik yang dinamis dalam kestabilan masih terwujud.
Sehingga dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sifat hubungan warga negara dengan
negara, dapat bersifat hukum dan bersifat politis. Hubungan yang bersifat hukum tercermin
adanya hak-kewajiban baik bagi warga negara maupun pemerintah, dan yang bersifat politik
tercermin adanya fungsi untuk diperintah dan memerintah secara timbal balik antara warga
negara dengan pemerintah.
3. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara dapat diwujudkan dengan :
a. Peran pasif, yakni merupakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagi cermin dari seorang warga negara yang taat dan patuh kepada negara.
Contoh: membayar pajak dan menaati lalu lintas.
b. Peran aktif, yakni merupakan aktivitas warga negara untuk ikut serta mengambil bagian
dalam kehidupan bangsa dan negara.
Contoh: memberikan suara saat pemilu.
c. Peran positif, yaitu merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari
negara atau pemerintah sebagai konsekuensi dari fungsi pemerintah dalam persoalan
yang bersifat pribadi.
Contoh: mendirikan lembaga sosial masyarakat atau LSM.
d. Peran negatif, yaitu merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan
pemerintah dalam persoalan yang bersifat pribadi.
Contoh: kebebasan warga negara untuk memeluk ajaran agama yang diyakininya.
Wujud hubungan warga negara dengan negara pada umumnya adalah berupa peranan (role).
Peranan pada dasarnya adalahtugas apa yang dilakukan sesuai dengan status yang dimiliki,
dalam hal ini sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam Pasal
27 sampai Pasal 34 UUD 1945. Beberapa hak warga negara Indonesia antara lain sebagai
berikut:
a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
b. Hak membela negara
c. Hak berpendapat
d. Hak kemerdekaan memeluk agama
e. Hak mendapatkan pengajaran
f. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia
g. Hak ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan sosial
h. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial

Sedangkan kewajiban warga negara Indonesia terhadap negara Indonesia adalah:


a. Kewajiban entaati hukum dan pemerintahan
b. Kewajiban membela negara
c. Kewajiban dalam upaya mempertahankan Negara
Selain itu ditentukan juga hak dan kewajiban negara terhadap warga negara. Hak dan
kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak dan kewajiban warga
negara terhadap negara. Beberapa ketentuan tersebut, antara lain sebagai berikut:

a. Hak negara untuk mentaati hukum dan pemerintah


b. Hak negara untuk dibela
c. Hak negara untuk menguasai bumi, air dan kekayaan untuk kepentingan rakyat
d. Kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil
e. Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara
f. Kewajiban negara mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat
g. Kewajiban negara memberi jaminan sosial
h. Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah

Secara garis besar, hak dan kewajiban warga negara yang telah tertuang dalam UUD 1945
mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang ini antara lain, bidang politik dan pemerintahan,
sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi dan pertahanan.
4. Di tengah sekeptisme dan kekecewaan masyarakat kepada pemerintah kini para wakil rakyat
dengan ngotot mengesahkan pembangunan gedung baru yang miliaran rupiah dengan tanpa
menghiraukan nurani dan sesnsitifitas masyarakat. Bahkan yang paling mengiris-iris hati
rakyat adalah di mana ketika sidang paripurna berlangsung ada anggota DPR yang membuka
situs porno. Sungguh perilaku yang sangat kurang beradab.
Dalam rentetan permasalahn di negeri ini yang mesti diingat adalah adanya peran civil
society dalam mengingatkan peemerintah akan perannya dalam mengelola negeri ini yang
seolah-olah absen dari tanggung jawab. Mereka seolah-olah melupakan peran masyarakat
padahal sejatinya dalam iklim demokrasi civil society merupakan simpul dari sebuah negara
yang demokratis.
Dan ciri dari sebuah ke tidak mampu pemerintah dalam mengelola negara adalah ketika
fungsi pemerintah banyak diambil alih oleh peran civil society yang semakin menjamur.
Tulisan ini mencoba meneropong konsep civil society dari beberapa tokoh terkemuka.
Civil society menurut John Lock perlu diciptakan agar penguasa tidak bertindak sewenang-
wenang. Konsep civil society ia identik dengan political society. Menurut Lock masyarakat
sebenarnya harmoni sehingga perlu dipertahankan dan perlunya perlindungan individu atas
kesewenang-wenangan negara. Maka untuk itu orang harus masuk dalam lingkaran
kekuasaan dalam hal ini political society melegitimasi tujuan-tujuan civil society.
Adapun Karl Marx mengatakan letak civil society berada pada bangunan bawah, yaitu daya
ekonomi. Adanya prinsip dasar yang menyertai hubungan antarmanusia yaitu kekuatan
produksi. Manusia harus memenuhi kebutuhan perutnya terlebih dahulu sebelum berfikir
situasi ini menghasilkan struktur ekonomi dalam masyarakat, yang terdiri dari basis dan
suprastruktur. suprastruktur adalah hukum dan lembaga-lembaga politik, ideologi dan agama.
Sedangkan basis adalah sistem ekonomi yang bekerja pada masyarakat, antara lain daya-daya
produksi(alat, buruh,teknologi).
Marx memperkirakan sistem kapitalis akan hancur karena kontradiksi-kontradiksi di
dalamnya. Percepatan daya produksi yang bergerak menurut deret ukur tidak diimbangi
hubungan produksi yang bergerak menurut deret hitung, sehingga akhirnya akan terjadi
revolusi buruh. Kehancuran kapitalis akan menciptakan masyarakat sosialis tanpa kelas, dan
inilah civil society yang ia maksud.
Sedangkan Hegel berpendapat civil society adalah bagian subtansi etis, yaitu keluarga, civil
society, negara. Kelompok-kelompok itu berfungsi sebagai dinamika subtansi etis. Keluarga
merupakan tahap pertama karena roh manusia mengobjektivikasikan diri di sini, tapi masih
rentan karena anggotanya terikat emosi. Tahap kedua adalah civil society, yang terdiri dari
individu-individu yang mempunyai tujuan masing-masing sehingga dalm tahap ini ada dalam
pembagian kerja. Di sini institusi-institusi hukum muncul untuk menghindari perpecahan.
Namun, institusi-institusi ini tak mampu mengatasi kontradiksi-kontradiksi dalam civil
society maka negara pun muncul sebagai tahap ketiga. Civil society tidak dapat
menyelesaikan masalah-masalahnya tanpa keterlibatan negara.
Negara merupakan subtansi etis yang sadar diri untuk memecahkan kontradiksi-kontradiksi
sehingga civil society adalah perpolitical society karena ia muncul sebelum kontrak sosial.
Berbeda dengan Marx, Hegel mengatakan persoalannya bukan kelas sosial, tetapi mesin-
mesin hukum dan administrasi termasuk di dalamnya korporasi-korporasi. Jadi, menurut
Hegel negara mewadahi civil society dan mengatasinya dengan jalan mengubah universalitas
formal ke dalam realitas organisasi.
Namun, Nurcholis Madjid menerjemahkan civil society dengan ’masyarakat madani’ atau
masyarakat yang berperadaban (civilized society). Disebut demikian karena masyarakat
tersebut tunduk dan patuh kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supermasi
hukum dan peraturan. Konsep masyarakat madani yang digagas Nurcholis madjid ini
merujuk pada pengalaman sejarah muslim ketika mendirikan peradaban baru di maddinah
dengan piagam Madinahnya sebagai undang undang yang kemudian dilanjutkan oleh Empat
Khalifah.
Dengan demikian, ada garis antara konsep civil society tradisi Barat dengan Islam. Jika
konsep civil society memisahkan dengan tegas antara negara dan masyarakat, konsep negara
Madani mengaburkannya. Secara historis, civil society merupakan pengalaman empiris
masyarakat Barat menentang dominasi negara. Sedangkan gagasan masyarakat madani
adalah idealisme. Dengan kata lain keduanya merupakan dua gagasan yang dihasilkan dua
peradaban yang berbeda dengan konsekuensi yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx: Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Singer, Peter. 2021. Karl Marx: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: IRCISOD
Gaffar, Affan. 1999. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Budiardjo, Miriam. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo Media Utama.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo Media Utama.
http://materikuliahku123.blogspot.co.id/2016/02/makalah-negara-pengertian-negara-
tujuan.html
https://rinastkip.wordpress.com/2012/12/24/makalah-pkn-negara-dan-konstitusi/
https://dieks2010.wordpress.com/2010/08/27/pengertian-fungsi-dan-tujuan-negara-kesatuan-
republik-indonesia/
http://herrypkn.blogspot.com/2012/07/pengertian-fungsi-dan-tujuan-negara_31.html?m=1
https://transisi.org/peran-civil-society-dalam-proses-konsolidasi-demokrasi/
http://davidefendi.staff.umy.ac.id/2017/05/28/urgensi-keterlibatan-civil-society-dalam-
demokrasi/

Anda mungkin juga menyukai