Nim : 1910010007
1) Menurut Erly Suandy bahwa pajak sebagai obyek studi dapat didekati dari berbagai segi,
antara lain :
a. dari segi ekonomi : dalam pendekatan ini pajak akan dinilai dalam fungsinya dan dikaji
dampaknya terhadap masyarakat, penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok,
penawaran dan permintaan.
b. Dari segi pembangunan ; pajak dapat ditinjau sebagai fiscal policy atau kebijaksanaan
fiscal. Dalam kebijaksanaan fiscal, kedua fungsi pajak dikombinasikan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
c. Dari segi penerapan praktis : dalam pendekatan ini yang diutamakan adalah penerapannya,
siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana cara
menghitungnya.
2) Jika dibanding antara Perikatan yang ada di dalam Hukum Pajak dan Perikatan Perdata,
maka terlihat beberapa persamaan dan perbedaan sebagai berikut :
Persamaan :
- Di dalamnya ada 2 (dua) pihak yang saling berhadapan satu sama lain.
Keduanya merupakan suatu perikatan/ hubungan hukum sehingga senantiasa ada hak dan ada
kewajiban yang bertimbal balik diantara keduanya.
Perbedaannya : terletak pada subyek perikatan, letak, kedudukan para pihak dan pada hak dan
kewajibannya
Subyek perikatan :
Perikatan pajak terjadi antara rakyat dengan pemerintah sedangkan perikatan perdata terjadi antara
individu maupun badan.
Letak :
Perikatan pajak merupakan jenis perikatan yang terjadi di dalam lingkup hukum publik sedangkan
perikatan perdata terjadi di dalam lingkup hukum privat.
Kedudukan para pihak di dalam perikatan pajak adalah tidak sejajar sedangkan pada perikatan
perdata para pihak mempunyaikedudukan yang sejajar.
Pada perikatan pajak hak dan kewajiban yang ada tidak bertimbalbalik secara sempurna sedangkan
pada perikatan perdata hak dan kewajiban para pihak bertimbal balik secara sempurna.
3) ada 4 macam tarif pajak, dan yang berlaku di dalam perpajakan di Indonesia yaitu
Tarif Tetap, yaitu tarif yang besarnya tetap dan tidak tergantung pada nilai obyek
yang dikenai pajak, misalnya : materai Rp. 500, Rp. 1000 dengan PP No. 24 Tahun
2000 diadakan perubahan tarif materai menjadi Rp. 3000 dan Rp. 6000.
Tarif Sepadan/ Proporsional, yaitu tarif yang berujud prosentase yang tetap
sehingga makin besar jumlah yang dikenai pajak akan makin besar jumlah hutang
pajaknya, misal : PPN 10%, PBB 0,5%.
Tarif pajak progresif progresif. Di Indonesia, tarif pajak progresif ini diberlakukan
untuk PPh WP individu (pribadi) yakni:
Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp50.000.000, tarif pajaknya 5%Penghasilan
kena pajak lebih dari Rp50.000.000 – Rp250.000.000, tarif pajaknya 15%
Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000, tarif pajakya
25%
Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30%
4) paksanaan dalam penagihan pajak
Penanggung pajak tidak melunsai hutang pajaknya setelah melewati jatuh tempo
pembayaran, dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat lain yang sejenis,
Terhadap penanggung pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan di dalam keputusan persetujaun tentang
angsuran ataupun penundaan pembayaran pajak
Misalnya :
- Dalam Hukum Perburuhan (Lex Spesialis) bahwa pada mulanya perjanjian kerja
diantara mereka (buruh dan majikan), tetapi karena dalam prakteknya sering merugikan
buruh, maka muncul hukum perburuhan yang lama kelamaan meninggalkan
keperdataannya dan masuk ke HAN.
Hukum pidana seperti yang telah tercantum di dalam KUHP dan yang terdapat di luarnya,
yaitu dalam ketentuan-ketentuan undang-undang yang khusus untuk mengadakan
peraturan dalam segala lapangan, merupakan suatu keseluruhan yang sistematis, karena
ketentuan-ketanuan yang ada di dalam KUHP berlaku untuk semua peristiwa pidana
1) Ketentuan Pidana tidak hanya dijumpai di dalam KUHAP saja tetapi terdapat pula
di dalam Hukum Pajak. Dalam Hukum Pajak, ketentuan Pidana terdapat di dalam Bab VII
UU No. 28 Tahun 2008 Ps. 38, Ps. 39 dan Ps. 41.
· Ps. 38/39 = ketentuan yang memberi ancaman pidana kepada wajib pajak yang
karena lalai/ sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
· Ps. 41 (1,2) ketentuan yang memberi ancaman pidana kepada Pejabat Pajak yang
karena lalai/sengaja tidak memenuhi kewajiban untuk merahasiakan segala ketentuan
yang diberikan oleh wajib pajak kepada mereka.
Dengan demikian Ketentuan Buku I KUHP (Bab I-VIII) berlaku juga bagi perbuatan-
perbuatan yang diancam pidana dalam UU Pajak telah mengatur secara menyimpang.
Penyimpangan yang diatur dalam UU Pajak yaitu :
2) Ada ketentuan pidana dalam KUHP yang memberi ancaman kepada perbuatan yang
terjadi dalam lapangan hukum pajak. Misalnya Ps. 253 KUHP tentang pemalsuan materai.
3) Adanya overlaping yaitu ada perbuatan yang diancam pidana dalam KUHP diancam
lagi dalam UU Pajak.
Misal : Ps. 38/39 = wajib pajak yang sengaja/lalai tidak menjalankan kewajiban
perpajakannya, misalnya membuat surat palsu atau keterangan palsu. Dalam KUHP diatur
di dalam Ps. 242 dan 263 tentang pembuatan surat palsu maupun keterangan palsu. Ps.
41/41 tentang pelanggaran rahasia jabatan, dalam KUHP diatur dalam ps. 322.
6) Pajak Daerah, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Daerah
yang hasilnya dugunakan untuk membiayai pembangunan di daerah. Menurut UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 34 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang.
7) Dalam praktek bisa saja terjadi bahwa antara negara yang satu dengan negara yang lain
masing-masing menganut asas domisili, Malaysia menganut asas nasionalitas. Jika hal itu
terjadi maka jelas akan terjadi subyek pajak yang sama untuk penghasilan yang sama akan
dikenai pajak yang sama oleh beberapa negara atau yang disebut dengan Pajak Ganda
Internasional. Dengan kata lain pajak ganda internasional terjadi apabila terjadi seorang
subyek pajak yang sama dikenai jenis pajak yang sama oleh lebih dari satu negara. Adapun
sebab terjadinya pajak ganda internasional karena : Pajak ganda ini jelas akan merugikan
subyek pajak, untuk itu diperlukan adanya suatu cara untuk mencegahnya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pajak ganda internasional adalah
:
1. Secara Unilateral
Pencegahan secara Unilateral yaitu dengan memasukan secara sepihak ketentuan-ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya pajak ganda internasional ke dalam perundang-undangan nasional.
2. Secara Bilateral
Pencegahan secara bilateral yaitu dengan mengadakan Tax Treaty atau perjanjian penghindaran
pajak berganda dengan negara lain.
3. Secara Multilateral
Pencegahan secara Multilateral yaitu dengan ikut meratifikasi Konvensi Internasional, misalnya
Konvensi Wina tahun 1961 yang dalam Pasal 34 menyebutkan mengenai pembebasan pajak
kepada pejabat perwakilan diplomatik yang bertugas di negara lain.