Anda di halaman 1dari 2

10. Bagaimana proses hukum pada pasien?

Berdasarkan Pasal 80 UU No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa mengatakan


bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan penatalaksanaan
terhadap ODGJ yang terlantar, menggelandang, rnengancam keselamatan dirinya dan/atau
orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/ atau keamanan umum.
Pasal 81 ayat (1) juga menjelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
melakukan upaya rehabilitasi terhadap ODGJ terlantar, menggelandang, mengancam
keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan latau mengganggu ketertiban dan/ atau
keamanan umum.
Pasal 149 UU Kesehatan :
Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya
dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib
mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Menentukan pertanggungjawaban kriminal adalah wewenang hakim, dengan memperhatikan


saran dari ahli. Hukum di Indonesia tampaknya memiliki aturan dikotomi mengenai
pertanggungjawaban ODGJ, yakni bertanggung jawab penuh atau tidak bertanggung jawab
sama sekali.Dalam hal ini tidak bisa dibuat satu formulasi pertanggungjawaban yang sama
untuk semua kasus, melainkan harus dilakukan telaah per kasus. Dalam memutus perkara
kriminal yang dilakukan oleh ODGJ terdapat kecenderungan bahwa pertama, hakim tidak
mengganggap gangguan jiwa sebagai hal yang meringankan, sebagaimana penyakit fisik
dianggap sebagai hal yang meringankan. Kedua, hakim tidak memasukkan unsur terapi
dalam putusan perkara kriminal ODGJ.
Pertanggungjawaban Pidana Penderita Gangguan Bipolar yang Melakukan Kejahatan
Penegakan hukum (law enforcement), yang dimulai melalui penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana, yang mana Polri sebagai penyelidik dan penyidik utama dan juga
sebagai alat Negara Penegak Hukum, Pelindung dan Pengayom Masyarakat berkewajiban
untuk memelihara tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia serta ketertiban dan kepastian hukum. Aturan hukum dapat diwujudkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan atau aturan-aturan lain yang sudah menjadi asas
umum dalam suatu sistem hukum. Tidak semua gangguan bipolar dapat dimintai
pertanggungjawaban pidananya, dengan memperhatikan kondisi dari pelaku tindak pidana
yang menderita gangguan bipolar apakah dapat dipertanggungjawabkan dan tidak dapat di
pertanggungjawabkan.
Terhadap kasus yang melibatkan penderita gangguan bipolar maupun kategori
gangguan jiwa lainnya, Hakim dalam pertimbangannya mengkaitkan dengan Pasal 44 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 44 KUHP memberikan ketentuan yang
sebagai berikut :
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya
karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana;
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat
memerintahkan supaya orang itu di masukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun
sebagai waktu percobaan;
(3) Ketentuan dalam Ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan
Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Untuk menilai seseorang dapat bertanggungjawab atau tidak, Hakim wajib


memperhatikan berbagai aspek dan kondisi pelaku tindak pidana dalam memutus perkara.
Selain itu, hakim berkewajiban untuk menggali fakta-fakta terkait, seperti memeriksa
kebenaran dan menilai kemampuan bertanggungjawab pelaku tindak pidana apabila ia
seorang dengan gangguan bipolar atau gangguan kejiwaan lainnya, bisa dengan melibatkan
para psikater atau psikolog sehingga putusan yang dijatuhkan dapat memberikan keadilan.
Selain itu, yang perlu diingat bahwa tidak semua tindak pidana yang dilakukan
oleh penderita gangguan bipolar merupakan dampak dari penyakit bipolar tersebut.
Meski memiliki beberapa gejala yang dapat berpotensi untuk melakukan kejahatan, namun
perlu dianalisis lebih lanjut apakah keadaan tersebut merupakan akibat dari penyakit
gangguan bipolar atau dilakukan dengan sengaja dalam keadaan sadar.
Pertanggungjawaban pidana Gangguan Bipolar menunjukkan bahwa gangguan
bipolar dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap penderita gangguan
bipolar episode I dan episode 2 sebab dalam keadaan tersebut penderita hanya mengalami
gangguan mental yang bersifat episodic yang ditandai oleh gejala mudah marah serta mudah
terganggu, tidak mampu berkonsentrasi serta timbulnya efek depresi. Sedangkan pada
gangguan bipolar tipe campuran dapat di jadikan alasan pemaaf karena pada tipe ini
sudah masuk dalam gangguan jiwa menurut ketentuan Pasal 44 KUHP

REFERENSI:
- Wilber E. KEBIJAKAN HUKUM BERDASARKAN UU NO. 18 TAHUN 2014
TENTANG KESEHATAN JIWA DAN KUHP.
- Herdaetha A, Natangsa Surbakti SH, Kn M. Pertanggungjawaban Kriminal Orang
dengan Gangguan Jiwa (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
- Herman H, Haris OK, Handrawan H, Hidayat S, Safiuddin S, Sutarwan C.
Pertanggungjawaban Pidana Gangguan Bipolar Ditinjau dari Perspektif Psikologi
Kriminal. Halu Oleo Legal Research. 2022 Aug 15;4(2):276-87.

Anda mungkin juga menyukai