Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334495439

IDENTIFIKASI DAN PENAPISAN DAMPAK PADA PERMASALAHAN LINGKUNGAN


HIDUP SERTA PENERAPAN ISU ISU LINGKUNGAN HIDUP

Presentation · November 2006


DOI: 10.13140/RG.2.2.25076.71044

CITATIONS READS

2 5,229

1 author:

Basuki Wasis
IPB University. Bogor. Repuplic of Indonesia
501 PUBLICATIONS   3,026 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

RG Achievement View project

Valuasi Dampak Kebakaran Gambut tahun 2015 View project

All content following this page was uploaded by Basuki Wasis on 16 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


INDONESIA –AUSTRALIA SPECIALISED TRAINING
PROJECT PHASE III

Presented : SUCOFINDO

MAKALAH / PAPER ILMIAH

IDENTIFIKASI DAN PENAPISAN DAMPAK PADA PERMASALAHAN


LINGKUNGAN HIDUP SERTA
PENERAPAN ISU ISU LINGKUNGAN HIDUP
(Revisi tahun 2012)

Environmental Law Enforcement Training


Kendari, 20-25 November 2006

Oleh :

DR. IR. BASUKI WASIS, M.Si

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

1
RINGKASAN

Kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup telah memberikan dampak


terhadap manusia dan lingkungan berupa perubahan iklim global, kebakaran hutan
dan lahan, banjir, kekeringan, pencemaran udara, air dan tanah, dan kerugian
ekonomi yang sangat besar. Identifikasi dan penapisan dampat kerusakan dan atau
pencemaran lingkungan hidup diperlukan untuk menjelaskan permasalahan
lingkungan yanga ada. Metode penasian dampak kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup dilakukan secara purposive sampling. Penapisan dampak
kerusakan dan atau lingkungan hidup dapat dilakukan melalui kajian laporan atau
temuan lapangan, penilaian dokumen dan data sekunder, pelingkupan lapangan dan
perumusan rekomendasi.

2
IDENTIFIKASI DAN PENAPISAN DAMPAK PADA PERMASALAHAN
LINGKUNGAN HIDUP SERTA
PENERAPAN ISU ISU LINGKUNGAN HIDUP
(Revisi tahun 2012)

PENDAHULUAN

Penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yaitu adalah tidak mudah


karena terkait dengan suatu ekosistem dan lingkungannya. Dimana pemahamannya
memerlukan pengetahuan dan pengalaman praktik yang baik. Dampak negatif
pencemaran dan atau kerusakan terhadap ekosistem terkadang memerlukan durasi
waktu yang lama dan lintas daerah dan negara. Sehingga permasalahan lingkungan
akan mempengaruhi kehidupan di dunia.
Pembangunan ekonomi di segala bidang, mau tidak mau menyisakan
permasalahan eksternalitas berupa perusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang
biasanya berujung pada permasalahan sosial seperti sengketa publik. Berbagai
peristiwa menyangkut menurunnya kualitas lingkungan seperti kasus lumpur panas
Porong Sidoarjo, kasus Buyat, pembalakan liar, pembakaran hutan dan lahan,
pertambangan, banjir, tanah longsor, polusi udara, tempat pembuangan akhir sampah,
pencemaran wilayah pesisir dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa
kebijaksanaan ekonomi yang hanya memenuhi keinginan pasar semata, pada akhirnya
hanya akan mengorbankan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan. Manakala
sumberdaya alam dan lingkungan telah rusak, maka akan menjadi bumerang bagi
pertumbuhan ekonomi itu sendiri serta menimbulkan konflik sosial yang berlarut-
larut yang melibatkan berbagai unsur masyarakat (KLH 2006).

Banyak pihak mengklaim bahwa secara kualitatif, ada kecenderungan yang


meningkat terhadap persoalan pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang
terjadi di wilayah Indonesia, namun tindak lanjut pencegahannya terasa sulit

3
dilakukan mengingat ketiadaan data base mengenai pencemaran dan atau perusakan
lingkungan. Hal ini patut dimaklumi karena pencemaran dan atau perusakan
lingkungan merupakan proses yang melibatkan interaksi yang kompleks dan rentang
waktu yang relatif panjang (KLH 2006).

Secara global pencemaran dan perusakan lingkungan memang sudah taraf


yang mengkhawatirkan (Wasis 2006; KLH 2006) :
1. Berdasarkan hasil paduserasi TGHK - RTRWP pada tahun 1999,
luas kawasan hutan alam diduga sekitar 120.353.104 ha (Purnama,
2003), dimana diperkirakan hutan alam yang terdegradasi, sampai
saat ini mencapai 50 juta ha (Haeruman, 2003).

2. Hasil penafsiran citra satelit menunjukkan laju perusakan hutan


alam tahun 1985 - 1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun, tahun 1997 -
2000 tercatat 2,8 juta ha/tahun dan tahun 2000 - 2003 semakin
tidak terkendali (Purnama, 2003).
3. Lebih dari 50 % wilayah pesisir (terumbu karang, padang lamun
dan hutan mangrove) di dunia mengalami kerusakan akibat
tekanan pembangunan (World Research Institut, 2001)
4. Pencemaran wilayah pesisir Cina sepanjang Yellow Sea menerima
limbah sekitar 50 - 60 juta ton pertahun. Sementara pesisir Teluk
Valparaiso, Chili menampung sekitar 244 juta ton limbah industri
(World Research Institut, 2001)
5. Di Indonesia menunjukkan bahwa Teluk Jakarta menerima limbah
sekitar 600 juta meter kubik limbah per tahun (UNESCO, 1999)

Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan berbagai pengaruh buruk terhadap


sumber daya lahan dan ekosistem dimana hal tersebut telah dibuktikan dengan
berbagai peneltian. Pengembalian ke bentuk semula (pemulihan) selain akan
membutuhkan waktu yang sangat lama juga tidak akan kembali sedia kala. Kerusakan

4
sumberdaya alam tidak hanya semata perusakan biofisik, tetapi lebih merupakan
permasalahan ekonomi, sebab nilai-nilai ekonomi sumberdaya alam bisa saja hilang
bahkan mungkin tidak dapat dipulihkan kembali (Saharjo 1996 ; Wasis 2003). Tanah
gambut yang mengalami kerusakan akibat kebakaran menunjukkan bersifat
mengkerut dan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan hara tidak akan
kembali (bersifat irreversible) (Soepardi, 1983; Hamzah, 1983; Buringh, 1983;
Hardjowigeno, S. 1986; Hakim et al, 1986; Sarief, 1985)
Permasalahan lingkungan hidup terkait pencemaran lingkungan hidup sangat
membahayakan ekosistem alami dan kehidupanan umat manusia dalam jangka lama.
Menurut Notodarmojo (2005) limbah yang dihasilkan akibat aktivitas manusia baik
dalam bentuk cair, padat maupun gas, merupakan ancaman yang bila tidak
diantisipasi secara dini dan tepat akan merupakan bencana bagi kehidupan di bumi.
Tanah dan air tanah sebagai komponen lingkungan yang merupakan sumberdaya
alam telah mengalami akibat dari limbah yang tidak terkelola secara mestinya,
padahal banyak masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber air yang utama.
Setiap tahun kurang lebih 1000 sampai dengan 1500 senyawa kimia baru ditemukan,
menambah kurang lebih 60.000 senyawa kimia yang telah digunakan oleh manusia
saat ini.
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian, pemukimanan
dan perumahan telah menyebabakan kerusakan fungsi utamanya yaitu fungsi tata air,
penghasil oksigen dan penyerab karbon di bumi. Menurut Hardjowigeno (1986)
perubahan ekosistem hutan menjadi ekosistem buatan akan menyebabkan terjadinya
erosi dipercepat. Disamping itu kehilangan vegetasi hutan akibat alih fungsi lahan
hutan akan berdapak hilangnya flora fauna alami dan rusaknya habibat alami
(Soerianegara dan Indrawan 2005). Penebangan pohon secara tidak terkendali dapat
tentunya akan mempercepat kerusakan hutan dan lingkungan yang lebih besar lagi.
Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalah lingkungan diatas
secara tepat dan secara bersama-sama (kolektif).
Di dalam era keterbukaan sekarang ini, permasalahan eksternalitas berupa
pencemaran berupa pencemaran dan atau perusakan sumberdaya alam dan

5
lingkungan ini menjadi sangat berkembang dengan adanya tuntutan hukum dan ganti
kerugian akibat pencemaran dan atau perusakan sumberdaya alam dan lingkungan
baik dari perorangan, organisasi lingkungan hidup, maupun masyarakat suatu
wilayah. Saat ini, baik individu atau masyarakat yang terkena dampak negatif berupa
pencemaran dan atau perusakan lingkungan dapat mengajukan tuntutan hukum dan
tuntutan ganti kerugian kepada pelaku pencemaran dan atau perusakan lingkungan.
Hal ini diatur dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berbagai kerugian yang diderita oleh kelompok masyarakat dan atau perorangan pada
dasarnya dapat memperoleh kompensasi/ganti kerugian dari pihak yang melakukan
pencemaran dan atau perusakan sumberdaya alam dan lingkungan dengan jalur
pengadilan atau penyelesaian di luar pengadilan (KLH 2006).

Mencermati permasalahan kasus hukum dan kompensasi ganti kerugian


pencemaran dan atau perusakan sumber daya alam dan lingkungan, hal kruisal yang
seringkali menimbulkan konflik sosial yang tidak berujung adalah bagaimana
melakukan suatu analisis/kajian terhadap pencemaran dan atau perusakan sumber
daya alam dan lingkungan dalam kaitan penyelesaian hukum dan klaim/penetapan
biaya kompensasi terhadap perusakan yang terjadi. Bagaimanapun untuk
penyelesaian hukum pidana dan perdata tersebut harus dilengkapi dengan
pembuktian yang diklasifikasikan sebagai bukti hukum (legal proof) yang menyagkut
hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat perusakan sumberdaya alam dan
lingkungan tersebut. Data dan bukti tersebut harus merupakan hasil penelitian,
pengamatan lapangan dan data lain berupa pendapat ahli yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah (KLH 2006)

Analisis terhadap perusakan sumberdaya alam dan lingkungan dan juga


penetapan biaya kompensasi/ganti rugi merupakan pekerjaan yang cukup berat
mengingat kompleksitas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Beberapa hal yang perlu dianalisis anatara lain menyangkut : a) Siapa yang
menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan, b) siapa yang terkena

6
dampak negatifnya, c) status kepemilikan, d) jenis dampak/eksternalitas, e) besaran
dampak, f) lamanya dampak, g) jenis sumberdaya alam dan lingkungan yang terkena
dampak, h) nilai sumberdaya alam dan lingkungan baik yang dapat dinilai secara
ekonomi maupun tidak dan lain-lain (KLH 2006).
Makalah atau paper ilmiah ini bertujuan untuk melakukan analisa identifikasi
dan penapisan dampak terhadap permasalah lingkungan hidup dan penerapan isu-isu
lingkungan hidup.

PENGERTIAN PENCEMARAN DAN ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN

Pencemaran lingkungan hidup (UU No. 23 tahun 1997) adalah masuknya atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya

Perusakan lingkungan menurut UU No. 23/1997 adalah tindakan yang


menimbulkan perubahan langsung dan tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau
hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan

Dengan demikian, kunci untuk memahami dan mengukur kerusakan terhadap


sumberdaya alam dan lingkungan adalah mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi dan mengubah arus layanan (flow of service) dari aset alam tersebut.
Definisi yang terlihat sederhana tersebut sebenarnya memiliki implikasi yang cukup
kompleks dalam pelaksanaannya. Sehingga analisa lapangan dan laboraorium sangat
diperlukan untuk menjawab permasalahan tersebut secara jelas.

Sumberdaya alam dan lingkungan dalam beberapa hal merupakan barang


publik (public good) dimana status kepemilikannya tidak jelas. Pencemaran dan atau

7
perusakan lingkungan merupakan akibat dari ketidak jelasan status kepemilikan
tersebut yang pada akhirnya nenimbulkan eksternalitas (spill over effect) dimana
tindakan satu pihak yang merugikan pihak lain tidak terkoreksi oleh mekanisme
pasar. Kondisi ini menyebabkan kesulitan untuk memulihkan lingkungan yang
tercemar atau rusak. Hal yang bisa dilakukan dalam kebijakan pengendalian
pencemaran dan atau perusakan sumberdaya alam dan lingkungan adalah mencegah
dan memperbaiki melalui instrumen ekonomi dan institusi.

IDENTIFIKASI DAMPAK KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN

Timbulnya kasus pencemaran dan atau kerusakan lingkungan tidak terjadi


dengan tiba-tiba,(sendirinya) melainkan melalui suatu proses dan memerlukan waktu
yaitu sejak zat-zat pencemar keluar dari proses produksi , masuk dan atau terbawa
dan atau mengalami perubahan (lebih berbahaya) di dalam media lingkungan (udara,
air dan tanah) dan terakhir terpapar ke dalam lingkungan (sumberdaya
alam/ekosistem) dan menimbulkan kerusakan atau kerusakan lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum penetapan kasus pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup perlu dilakukan klarifikasi proses terjadinya pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup dan identufikasi lingkungan hidup yang
terkena dampak negatif dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan (KLH 2006)
meliputi :
1. Klarifikasi terhadap proses terjadinya pencemaran dan atau perusakan
lingkungan. Verifikasi dugaan terjadinya pencemaran dan atau perusakan
sumberdaya alam dan lingkungan dilakukan melalui 2 langkah :
a. Identifikasi sumber pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
b. Proses terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup
2. Identifikasi lingkungan yang terkena pencemaran dan atau perusakan yang
terdiri dari langkah-langkah :
a. Identifikasi jenis media lingkungan yang tercemar dan atau rusak

8
b. Penghitungan lamanya pencemaran dan atau kerusakan berlangsung
c. Identifikasi pencemaran dan atau kerusakan terjadi secara langsung
atau tidak langsung
d. Pengukuran derajat pencemaran dan atau kerusakan yang terjadi
(menyangkut skala spasial dan jumlah pihak yang terlibat)
e. Identifikasi status kepemilikan sumberdaya alam dan lingkungan
terdiri dari : 1) sumberdaya alam dan lingkungan milik publik dan 2)
sumberdaya alam dan lingkungan milik perorangan : siapa pemilik
sumberdaya yang sebenarnya, tipe hak pemilikan (individu, komunal,
HGU, sewa, hak milik dan lain-lain), durasi kepemilikan dan intensitas
pemanfaatan dengan kepemilikan sumberdaya

PENAPISAN DAMPAK TERHADAP PERMASALAHAN LINGKUNGAN

Tujuan Penapisan Dampak

Maksud kegiatan penapisan Dampak adalah menindaklanjuti


pengaduan/laporan dan temuan lapangan, untuk memutuskan apakah dampak
pemanfaatan sumberdaya alam dan pembangunan pabrik/industri telah menyebabkan
terjadinya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan dapat dilanjutkan ke tahap
proses hukum atau tidak, hal ini bertujuan agar pelaksanaan proses hukum dapat
berjalan lebih efisien. Bila hasil penapisan dampat dari proses verifikasi (pulbaket)
dinyatakan dapat dilanjutkan ke tahap proses hukum (Pro Yustisia). Dalam proses
penapisan sangat diperlukan keterangan saksi dan ahli yang berkompeten untuk
memberikan rekomendasi kepada petugas pengawas dan penyidik atau lembaga yang
berwenang mengenai hal-hal penting apa yang perlu diklarifikasi lebih lanjut dalam
kegiatan verifikasi.

Dalam proses penapisan dampak, petugas atau lembaga yang berwenang


dalam penegakan hukum lingkungan, melakukan penilaian terhadap seluruh

9
dokumen bahan, pengamatan lapangan di lokasi kejadian dan keterangan yang telah
dikumpulkan terhadap dugaan terjadinya kasus kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan sehingga telah menimbulkan terjadi dampak negatif (eksternalitas) di
lapangan.

Ruang Lingkup Wilayah Penapisan Dampak

Ruang Lingkup wilayah yang terkena dampak kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup ditentukan dengan mempertimbangkan kegiatan yaitu batas
ekologis dan batas administrasi, sosial dan pemerintahan :

a. Batas Ekologis

Batas ekologis dimaksudkan adalah satu kesatuan ekosistem dan wilayah sekitar
yang diperkirakan terkena dampak negatif kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup yang terdiri dari ekosistem wilayah laut (badan air), ekosistem
wilayah daratan (lahan) dan ekosistem wilayah udara.

b. Batas Administratif , Sosial dan Pemerintahan

Batas administrasi ini sangat penting untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan
penelaahan terhadap aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang mungkin
terkena dampak akibat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan atau
sebaliknya, dan penetapan kewenangan penanganan kasus pada wilayah
pemerintahan .

10
METODE PENAPISAN DAMPAK KERUSAKAN DAN ATAU
PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

Proses penapisan dampak meliputi tiga hal yaitu dasar hukum dan peraturan,
kegiatan penilaian dokumen (document review), pelingkupan lapangan (scoping visit)
yang dilakukan langsung ke areal obyek terjadi adanya dugaan pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan. Metode penapisan dampak dilakukan secara analisa yuridis
dan analisa lapangan terkait kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup.

a. Dasar Hukum

Peraturan Perundang-Undangan yang melandasi dalam proses penapisan dampak


kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yaitu :
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
3. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
4. Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa

6. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 4 tahun 2001 tentang Pengendalian


Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan
Kebakaran Hutan atau Lahan

7. Peraturan lainnya

b. Bahan Penapisan Dampak kerusakan dan atau pencemarann lingkungan


hidup

Bahan yang digunakan dalam penapisan dampak kasus kerusakan dan atau
pencemaran lingkunga hidup antara lain :

1. Surat izin prinsip, izin usaha, IUP, dan HGU bserta petanya

11
2. Peta wilayah administrasi pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten dan
provinsi

3. SK penetapan HPH/HTI oleh Menteri Kehutanan

4. Salinan Akte Notaris

5. Peta RTRWP dan TGHK, Peta HPH/HTI dan Citra Lansat

6. Studi Kelayakan

7. Dokumen Amdal, RKL dan RPL

8. Dokumen RKPH, RKL dan RKT

9. Dokumen RKL dan RPL

10. Laporan Pelaksanaan Sistem Silvikultur TPTI/THPB

11. Laporan Kegiatan RKL dan RPL

12. Laporan ITSP dan ITT

13. Bangunan IPAL,

14. Sarana dan prasarana kebakaran hutan dan lahan

15. Dan lainnya

Cara/Metode Penapisan Dampak Kasus Lingkungan

1. Kajian laporan dan temuan lapangan

Laporan dari masyarakat merupakan dasar untuk dilakukan penapisan


dampak kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup. Petugas
verivikasi perlu melakukan pengecekan ke lapangan untuk memastikan
aduan atau laporan masyarakat terkait pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup.

12
Temua lapangan petugas verifikasi juga dapat digunakan untuk dilakukan
penapisan dampat. Temuan lapangan yang didapat tentunya perlu saksi
masyarakat atau pihak lainnya yang mengetahui permasalahan kerusakan
dan atau pencemaran lingkungan hidup.

2. Penilaian Dokumen dan Data Sekunder (document review)

Kegiatan pada penilaian dokumen mencakup penilaian keabsahan


dokumen dan penilaian substansi dokumen yang telah dikumpulkan. Dalam
melaksanakan penilaian keabsahan dokumen, harus dilengkapi dengan
pedoman-pedoman teknis dan peraturan yang berlaku. Selanjutnya seluruh
dokumen dan peta dinilai keabsahannya sesuai pedoman/peraturan yang
berlaku.

Penilaian substansi dokumen dimaksudkan untuk melihat sejauh mana


informasi yang terkandung di dalam data dasar digunakan sebagai acuan
perencanaan yang dibuat. Dalam penilaian substansi dokumen, informasi
yang dimuat dalam dokumen-dokumen perencanaan, laporan kegiatan
pelaksanaan, dan dokumen data dasar, dilakukan uji silang (cross check)
untuk melihat keterkaitan dalam hal target, materi, dan jangka waktunya.

3. Pelingkupan Lapangan (scoping visit)


Berdasarkan temuan-temuan pada penilaian substansi dokumen,
dilakukan pelingkupan lapangan atau verifikasi. Secara ilmiah metode
pengamatan atau verifikasi lapangan dilakukan secara purposive
sampling. Verifikasi dilakukan untuk memfokuskan hal-hal yang
dianggap penting/kritis dalam pengambilan keputusan penapisan terhadap
dampak kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup. Verifikasi
lapangan (pelingkupan lapangan) akan lebih memberi keyakinan dalam

13
pengambilan keputusan tentang peristiwa kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup
4. Perumusan Rekomendasi

Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian dalam penapisan, apabila


hasil penapisan dinyatakan ada dugaan kuat maka peristiwa kasus kerusakan
dan atau pencemaran lingkungan hidup maka perlu dilakukan kajian dan
penelitian secara mendalam terkait, untuk dikeluarkannya sangsi oleh
lembaga yang berwenang seperti sangsi administrasi, perdata ataupun
pidana.

PENUTUP

Kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup telah memberikan dampak


terhadap manusia dan lingkungan berupa perubahan iklim global, kebakaran hutan
dan lahan, banjir, kekeringan, pencemaran udara, air dan tanah, dan kerugian
ekonomi yang sangat besar. Identifikasi dan penapisan dampat kerusakan dan atau
pencemaran lingkungan hidup diperlukan untuk menjelaskan permasalahan
lingkungan yanga ada. Penapisan dampak kerusakan dan atau lingkungan hidup
dapat dilakukan melalui kajian laporan atau temuan lapangan, penilaian dokumen
dan data sekunder, pelingkupan lapangan dan perumusan rekomendasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buringh P. 1983. Pengantar Pengajian Tanah-tanah Wilayah Tropika dan


Subtropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Binkley, D. 1987. Forest Nutrition Managemnent. A Wiley-Interscience Publication


John Wiley & Sons. New York

14
Hakim N; Nyakpa MY; Lubis AM; Nugrogo SG; Saul MR; Diha MA; Hong GB; dan
Bailey HH. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung.
Bandar Lampung

Hamzah Z. 1983. Diktat Ilmu Tanah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Hardjowigeno, S. 1986. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta

Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Selamatkan Hutan Alam Indonesia : Masalah,


Prinsip, dan Strategi Pembenahan Kelembagaan Penyelenggaraan Kehutanan.
Draf Akademik Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Fauzi A; S. Anna; B. H. Saharjo dan B. Wasis. 2005. Panduan Penentuan


Perkiraan Ganti Kerugian akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan
akibat Kebakaran Hutan, Perambahan Hutan dan Galian C. Kementerian
Lingkungan Hidup. Jakarta.

Haeruman, H. 2003 a. Pengelolaan hutan bersama masyarakat di HTI. Makalah


Diskusi PHBM Fakultas Kehutanan IPB tanggal 29 Januari 2003. Bogor.

____________. 2003 b. Jeda balak di Jawa antara harapan dan kenyataan. Makalah
Disampaikan dalam Acara Seminar Sehari Jeda Balak Di Pulau Jawa di
Hotel Santika Tanggal 3 Juni 2003. Poltrof Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Instruksi Presiden RI No. 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu


Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia. Lembaran Dokumen Negara RI. Jakarta.

Hamilton, L.S. and P. N. King, 1988. Daerah Aliran Sungai Tropika. Terjemahan.
Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Fisher, R. F., and D. Binkley. 2000. Ecology and Management of Forest Soils.
Third Edition John Wiley and Sons, Inc. New York. 489 p.

Instruksi Presiden RI No. 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu


Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia. Lembaran Dokumen Negara RI. Jakarta.

Hardjasoemantri K. 2006. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta. 640 hal.

15
Jordan C. F. 1985. Nutrient Cycling in Tropical Forest Ecosystem. John Wiley &
Sons. New York.

Kejaksaan Agung RI dan KLH. 2003. Pedoman Teknis Yustisial Penanganan


Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Kejaksaan Agung RI dan KLH,
Jakarta

Kejaksaan Agung RI dan KLH. 2003. Pedoman Teknis Yustisial Penanganan


Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Kejaksaan Agung RI dan KLH,
Jakarta

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH). 2006. Panduan Perhitungan Ganti


Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

Kepmen LH No. 210 tahun 2004 tentang Kriteria Kerusakan Hutan Mangrove.

Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor : 152/KPTS/IV-BPHH/1993


tentang Pedoman Penyusunan Rencana Karya Tahunan Pengusahaan Hutan

Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor : 153/KPTS/IV-BPHH/1993


tentang Pedoman Penilaian dan Pengesahan Rencana Karya Tahunan
Pengusahaan Hutan.

Kitredge, J, 1948. Forest Influences, Mc, Graw-Hill Book Company, New


York.

Lee, R. 1980. Forest Hidrology. Columbia Press University. New York.

Manurung , E. G. T. 2003. Potret pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia


(Realitas dan kemampuannya dalam menghasilkan pulpwood sebagai bahan
baku industri pulp dan kertas di Indonesia). Makalah Bedah Buku Hutan
Tanaman Industri di Persimpangan Jalan, Fakultas Kehutanan IPB Tanggal, 7
September 2003. Bogor.

Notodarmojo S. 2005..Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Penerbit ITB. Bandung

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.

16
Peraturan Pemerintah RI Nomor : 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun .

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


dan atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Udara

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 85 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah No. 18/1999 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan


Tanah untuk Produksi Biomassa

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan


atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan
atau Lahan

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 74 tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan


Beracun

Peraturan Pemerintah RI Nomor : 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air


dan Pengendalian Pencemaran

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Bogor

Soerianegara I, and Indrawan A. 2005. Indonesian Forest Ecology. Department of


Forest Management, Faculty of Forestry IPB, Bogor.

Undang Undang Nomor : 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Negara Republik Indonesia.

Undang Undang Nomor : 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Negara Republik Indonesia.

17
Undang Undang Nomor : 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Negara Republik
Indonesia

Undang Undang Nomor : 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Negara Republik


Indonesia

Undang Undang Nomor : 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Negara Republik
Indonesia.

Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Negara Republik Indonesia.

Wasis B. 2006. Comporison of site quality between first rotation and second rotation
Acacia mangiumplantation forest (A Case study in Industrial plantation forest
of PT Musi Hutan Persada, South Sumatra Province). Disertation : Bogor
Agricultural University (IPB). Bogor.

Wasis, B. 2004. Dampak Kembakaran Hutan dan Lahan terhadap Aspek Tanah dan
Air. Makalah Workshop kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup,
Kepolisian Daerah Propinsi Kalimantan Tengah dan BLH Provinsi
Kalimantan Tengah. Palangkaraya.

Wasis, B. 2002. Dampak Kerusakan Suaka Margasatwa Cikepuh terhadap Tanah


dan Air. Makalah Workshop kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup,
Polres Sukabumi dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa
Barat. Sukabumi.

Wasis, B. 2004. Dampak Kerusakan Galian C pada Hutan Lindung Gunung


Sinalanggeng terhadap Aspek Tanah dan Air. Makalah Workshop kerjasama
Kementerian Lingkungan Hidup, Kepolisian Daerah Propinsi Jawa Barat dan
Bapedalda Jawa Barat dan BLH Kabupaten Cirebon. Bandung.

18

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai