Anda di halaman 1dari 21

Rahn dan Letter of Credit Dalam Perdagangan Luar Negeri

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

Fatwa Dan Yurisprudensi Bisnis

Dosen pengampu:

Abdullah Munir L.C., M.HI

Disusun Oleh:

1. Rizky Ahmad Ramadhoni (931203918)

2. Firda Novianti (931204318)

3. Ibnu Yuliantoro (931206718)

4. Dewi Augus Rohmawati (931216018)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

(IAIN KEDIRI)

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat,


rahmat, taufik serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Fatwa Dan
Yurisprudensi Bisnis dengan judul “Rahn dan Letter of Credit Dalam Perdagangan Luar
Negeri” ini dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunannya, kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing


mata kuliah Fatwa Dan Yurisprudensi Bisnis, Bapak Abdullah Munir L.C., M.HI yang
telah memberikan banyak bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada
teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan langkah yang baik lagi bagi kami dan
temanteman kedepannya.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari mungkin terdapat banyak


kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kediri, 26 Mei 2021

Penulis

2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………5
C. Tujuan……………………………………………………………………………..5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Rahn…………………………………………………………………..6
B. Dasar Hukum Rahn..……………………………………………………………...7
C. Pengaplikasian Rahn…………………………………………………………..…11
D. Definisi dan Dasar Hukum L/C……………………………………………….…12
E. L/C Dalam Prespektif Fiqh………………………………………………………14
F. Klasifikasi dan Pengaplikasian L/C………………………………...……………15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………...19
B. Saran…………………………………………………………………………….20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muamalah merupakan salah satu bagian dari uraian hukum Islam, yaitu
hal yang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat berkenaan dengan
persoalan kebendaan, hak dan kewajiban. Masalah-masalah muamalah inilah
kemudian di dalam syari’at Islam diatur dalam fiqih muamalah. Masalah-masalah
muamalah inilah kemudian di dalam syari’at Islam diatur dalam fiqih muamalah.
Salah satu bentuk perilaku manusia dalam menjalin hubungan dengan sesamanya,
yang kemudian diatur di dalam fiqih muamalah adalah masalah gadai (rahn).
Gadai (rahn) merupakan salah satu praktek perilaku yang dilakukan manusia
dalam sebagai pola hubungan antar sesama, juga sebagai cara manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.1
Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan eksporimpor
pada hakikatnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih dari
membeli dan menjual (perdagangan) barang antara pengusaha yang bertempat di
Negara yang berbeda. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi jelas meningkatkan
perdagangan internasional, serta meningkatkan intensitas lalu lintas pembayaran
ekspor-impor antar Negara di dunia. Sistem pembayaran yang relatif aman
dipandang dari sudut kepentingan ekspotir dan importir adalah melalui
mekanisme Letter of Credit atau L/C. L/C adalah suatu sarana yang paling efektif,
yang ditawarkan oleh bank-bank devisa dalam penyelesaian pembayaran transaksi
perdagangan internasional. Dengan penerbitan L/C, sebuah bank bertindak
sebagai pengganti importir, yakni pihak yang memberikan kepercayaan dan
kepastian kepada penjual bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank tersebut
sesuai dengan persyaratan yang terdapat pada L/C.
Pada umumnya L/C ini digunakan sebagai alat pembayaran jangka
menengah dengan pembayaran secara tunai atau cicilan pada saat penyerahan
barang. Namun dalam usaha meningkatkan transaksi ekspor melalui badan-badan

1
Siah Khosyi’ah, Fiqih Muamalah Perbangdingan,(Bandung: Pustaka Setia, 2014), hal.49.

4
pengembangan ekspor, bekerjasama dengan badan–badan asuransi, telah
mengembangkan pemanfaatan L/C dalam bentuk berbagai fasilitas dan prosedur
baru dengan pembiayaan jangka pendek dan panjang. Fasilitas pembayaran
jangka pendek dapat digunakan wesel unjuk. Sedangkan fasilitas pembayaran
jangka panjang digunakan wesel berjangka. Peranan L/C dalam perdagangan
internasional adalah untuk memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor,
mengamankan dana yang disediakan importir untuk membayar barang impor,
serta menjamin kelengkapan dokumen pengiriman barang.2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan rahn ?
2) Bagaimana dasar hukum dari adanya rahn ?
3) Bagaimana pengaplikasian rahn di perdagangan interdasional?
4) Apa yang dimaksud dengan Letter of Credit dan bagaimana dasar hukumnya ?
5) Bagaimana Letter of credit dalam pandangan perspektif fiqh?
6) Bagaimana Klasifikasi dan Pengaplikasian letter of credit ?
C. Tujuan Perumusan Masalah
Tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengertian dari rahn
2) Untuk mengetahui dasar hukum dari rahn
3) Untuk mengetahui pengaplikasian rahn di perdagangan interdasional
4) Untuk mengetahui pengertian dari Letter of Credit dan dasar hukumnya
5) Untuk mengetahui Letter of credit dalam pandangan perspektif fiqh
6) Untuk mengetahui Klasifikasi dan Pengaplikasian letter of credit

BAB II

2
Amir MS, Kontrak Dagang Ekspor, (Jakarta: PPM, 2002), hal.5.

5
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rahn
Gadai Transaksi dalam hukum gadai disebut ar-rahn. Arrahn adalah suatu
jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Pengertian ar-rahn dalam bahasa Arab adalah “ats-tsubut wa ad-dawan” yang
berarti tetap dan kekal, seperti dalam kalimat “maun rahin” yang berarti air yang
tenang.3
Secara bahasa kata ar-rahn berarti “menjadikan suatu barang yang bersifat
materi sebagai pengikat utang”, dan ada pula yang menjelaskan bahwa rahn
adalah terkurung atau terjerat. Dalam pengertian istilah rahn adalah melakukan
penyandraan sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan hak dan dapat
diambil kembali sejumlah harta yang dimaksud saat sesudah ditebus. Adapun
menurut pengertian syara’, yang dimaksud dengan gadai “rahn” adalah
menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’
sebagai jaminan atas utang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
utang atau boleh mengambil sebagian (manfaat) atas barang yang dijadikan
jaminan itu.4
Selain pengertian rahn (gadai) di atas, ada beberapa pendapat lain tentang
penjelasan pengertian rahn (gadai) oleh para ahli hukum Islam yang mereka
ungkapkan sebagai berikut:
1) Ulama Syafi’iyah, Menjadikan suatu barang sebagai jaminan utang yang
dijadikan pembayaran ketika berhalangan dalam membayar utang.
2) Ulama Hanabilah, Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk
dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar
utangnya.
3) Ulama Malikiyah, Suatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang diambil dari
pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat).
4) Ahmad Azhar Basyir, Rahn adalah perjanjian menahan suatu barang sebagai
tanggungan utang, atau menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan

3
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syari’ah (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal.1.
4
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2017), hal.105.

6
syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan
utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.
5) Muhammad Syafi’i Antonio, Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu
harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas
utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai
(murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya.5
B. Dasar Hukum Rahn
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa menggadaikan barang boleh
hukumnya baik didalam hadlar (kampung) maupun di dalam perjalanan, hukum
ini disepakati oleh umum mujtahidin. Akad rahn diperbolehkan oleh syara’
dengan berbagai dalil Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Ulama, dan fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN). Hal dimaksud, diungkapkan sebagai berikut:
1) Al-Qur’an Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 283 digunakan
sebagai dasar dalam membangun konsep gadai syariah, yaitu:

َ ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َع ٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم تَ ِج ُد ْوا َكاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقب ُْو‬
ُ ‫ضةٌ ۗفَاِ ْن اَ ِم َن بَع‬
‫ ُك ْم‬LL‫ْض‬
ۗ ٗ‫ق هّٰللا َ َربَّه‬
ِ َّ‫بَ ْعضًا فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذى اْؤ تُ ِم َن اَ َمانَتَهٗ َو ْليَت‬
Artinya : “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi,
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa
kepada Allah, Tuhannya.
Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 280

َ ‫َواِ ْن َكانَ ُذوْ ُع ْس َر ٍة فَن َِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ْي َس َر ٍة ۗ َواَ ْن ت‬


ۗ َ‫َص َّدقُوْ ا َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
Artinya : “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu

5
Khumedi ja’far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan
IAIN Raden Intan Lampung, 2015), hal.214.

7
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah (2) : 280.
Berdasarkan ayat diatas agar lebih mudah dipahami tafsirnya yang dikutip
dari kitab tafsir Ibnu Katsir, yaitu:
Firman Allah Swt. “jika kamu dalam perjalanan”. Yakni, sedang melakukan
perjalanan dan terjadi utang piutang sampai batas waktu tertentu “sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis”. Yaitu seorang penulis yang
menuliskan transaksi untukmu. Ibnu Abbas mengatakan: “atau mereka yang
mendapatkan kertas, tinta atau pena, maka hendaklah ada barang jaminan
yang dipegang oleh pemberi jaminan. Maksudnya, penulis itu diganti dengan
jaminan yang dipegang oleh pemberi pinjaman.
Firman Allah Ta’ala: “maka hendaklah ada barang tanggungan yag
dipegang (oleh yang berpiutang)”. Ayat ini yang dijadikan sebagai dalil yang
menunjukkan bahwa jaminan harus merupakan suatu yang dapat dipegang.
Sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Jumhur Ulama, dan ulama yang lain
yang menjadikan ayat tersebut sebagai dalil bahwa barang jaminan itu harus
berada di tangan orang yang memberikan jaminan gadai. Ini merupakan
riwayat dari Imam Ahmad. Sekelompok ulama lain juga berpendapat
demikian.6
Adapun fungsi gadai (marhun) pada ayat di atas adalah untuk menjaga
kepercayaan masingmasing pihak, sehingga penerima gadai (murtahin)
meyakini bahwa pemberi gadai (rahin) beritikad baik untuk mengembalikan
barang pinjamannya (marhun bih) dengan menggadaikan barang atau benda
yang dimilikinya (marhun), serta tidak melalaikan waktu pengembalian
utangnya.
2) As-sunnah
Dalil diperbolehkannya ar-rahn selain telah disebutkan di dalam al-
Qur’an, juga dapat berlandaskan pada sunnah Rasul yang berfungsi sebagai
penjelas dan pendapat diperbolehkannya arrahn yang terdapat di dalam al-
Qur’an. Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya ketika sedang dalam
6
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min Ibnu Katsir, Tafsir
Ibnu Katsir jilid I, (Bogor: penj. M. Abdul Ghofur, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004), hal.569.

8
perjalanan, seperti dijelaskan dalam hadis Aisyah r.a yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, yang berbunyi: “Dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW
membeli makanan dari seoramg Yahudi dengan menggadaikan baju besinya
sebagai jaminan”. (H.R. Muslim).
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa Islam tidak membeda-
bedakan antara orang muslim dan non muslim dalam bidang muamalah, maka
seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun dengan kepada non
muslim. Para ulama telah sepakat bahwa gadai itu diperbolehkan. Mereka
tidak mempertentangkan kebolehannya, demikian pula landasan hukumnya.
Jumhur ulama berpendapat disyariatkan gadai dalam waktu tidak bepergian
dan waktu bepergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW.
terhadap orang Yahudi di Madinah.7
3) Ijma’
Ulama Jumhur Ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal
dimaksud, berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW. yang
menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang
Yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad
SAW. tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada
para sahabat yang kaya kepada seorang Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih
sebagai sikap Nabi Muhammad SAW. yang tidak mau memberatkan para
sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan
oleh Nabi Muhammad SAW kepada mereka.
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional
Adapun Fatwa Dewan Nasional No. 25/DSNMUI/III/2002 Tanggal 26 Juni
2002 dengan adanya fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI menjadi rujukan
dan legalitas yang berlaku umum bagi lembaga keuangan Syariah di
Indonesia. Fatwa DSN yang menyatakan bahwa pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn
diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Ketentuan Umum

7
Sohari Sahrani, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal.159.

9
(1) Murtahin (penerima barang gadai) mempunyai hak untuk menahan
marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang
gadai) dilunasi.
(2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya
marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatnya itu sekedar
pengganti biaya pemeliharaan perawatnya.
(3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
rahin namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
(4) Besar baiaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
(5) Penjualan Marhun.
(6) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera
melunasi utangnya.
(7) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual
paksa/dieksekusi.
(8) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
(9) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
manjadi kewajiban rahin.

Ketentuan Penutup

(1) Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak mencapai
kesepakatan.
(2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal diciptakan dengan ketentuan jika
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.8

8
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga, 2014).

10
C. Pengaplikasian Rahn
1) Sebagai Produk Pelengkap
Rahn dipakai dalam produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan
(jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pegadaian adalah dari
sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn
hanya sekali dan di tetapkan di muka. pegadaian adalah dari sifat bunga yang
bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan
di tetapkan di muka. pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi
dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di
muka. pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat
ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka. pegadaian
adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara
biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka.
pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat
ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka. pegadaian
adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara
biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka. pegadaian adalah dari sifat
bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya
sekali dan di tetapkan di muka. pembiayaan bai’al murabahah. Bank dapat
menahan nasabah sebagai konsekuensi akada tersebut.
2) Sebagai Produk Tersendiri
Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad
rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya
dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang
dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta
penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah
dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya
rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka.
D. Definisi dan Dasar Hukum Letter of Credit
Substansi letter of credit (al i’timad al mustanadi) dan urgensinya Letter of
credit dalam bahasa arab disebut “al i’timad al mustanadi“, sedang i’timad (credit)

11
secara etimologi mempunyai arti kepercayaan, pemberian kemudahan atau
jaminan. Dan al mustanad berasal dari sanada yang berarti bersandar.(1) Sedang
letter of credit secara terminologi berarti: “Perjanjian tertulis yang dikeluarkan
oleh bank pembuka kredit berdasarkan permintaan nasabah (importir), dimana
bank berjanji untuk kepentingan mustafîd/ beneficiary (eksportir) sebagai pihak
ketiga, untuk membayar, menerima atau mengambil diskon harga nota tagihan-
nota tagihan yang menyertai berkas-berkas pengiriman barang komoditi jika
sesuai dengan syarat-syarat kredit“, ini merupakan definisi yang biasa dipakai
oleh para penulis dan digunakan dalam terminologi perundang- perundangan.9
Berdasarkan uraian di atas, letter of credit (LC) merupakan surat
perjanjian dari suatu bank yang ditujukan kepada bank lain di luar negeri,
berdasarkan permintaan seorang importir untuk kepentingan eksportir, yang berisi
kewajiban membayar sejumlah nominal uang ketika ada permintaan dari
eksportir, sesuai dengan berkas-berkas pengiriman barang komoditi ekspor atau
yang siap dikirim. Sejumlah uang ini adalah harga barang-barang komoditi dan
biaya pengirimannya, dan jika penjual (eksportir) telah menerima surat kreditnya,
dia bisa mencairkan nota tagihan atau cek yang menyertainya, sebesar nominal
yang harus dibayar oleh si pembeli (importir), dan pihak bank koresponden harus
membayarnya setelah menerima berkas-berkas tanda bukti pengiriman barang-
barang komoditi tersebut. Selanjutnya bank koresponden tersebut mengirim
berkas-berkas dan nota tagihan atau cek kepada bank yang mengeluarkan surat
kredit, untuk memperoleh nominal uang harga barang beserta biayanya. Dengan
demikian bank yang mengeluarkan LC punya hutang kepada bank luar negeri ini,
pada saat yang sama penghitungan bunga mulai berjalan semenjak bank luar
negeri membayar nominal uang kepada eksportir hingga bank pengeluar LC.
membayar seluruh nominal tersebut.
Letter of credit termasuk sarana yang urgen dalam perdagangan
internasional, karena dapat menghapus ketidakpercayaan antara eksportir dan
importir, dan memberi solusi dari problem ketika importir tidak mau membayar
kecuali jika terjamin keselamatan barang komoditinya, demikian juga ketika
9
Dr. abdul Hamid Mahmud Al Ba’ali, Al itstismâr wa al riqâbah al syar’iyyah fi al bunûk wa almuassasât al
mâliyyah al Islâmiyyah, (Kairo: maktabah wahbah, cet. I 1411 H/ 1991 M), hal.64.

12
eksportir tidak mau menyerahkan barang komoditi kecuali ada jaminan bahwa
barang-barangnya akan dibayar tanpa ditunda-tunda. Dari sini LC. menjadi sarana
untuk mempermudah perdagangan internasional dan menjaga kemaslahatan kedua
belah pihak baik importir maupun eksportir.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya LC. merupakan salah satu sarana
perdagangan internasional, namun bisa juga dipergunakan dalam perdagangan
dalam negeri. Pada penerapannya, bank-bank komersial tidak sembarangan
membuka letter of credit bagi siapa saja yang mengajukan, namun harus dipelajari
dahulu kemampuan nasabah yang mengajukan untuk membayar hutang-hutang,
disamping itu bank menarik seperempat dari harga kredit di muka. Selanjutnya
untuk menjamin tercapainya nominal sisanya, barang-barang komoditi dikirim
dengan atas nama bank dalam negeri, sehingga jika terjadi masalah keterlambatan
dalam pembayaran dari importir bank berhak menahan barang-barang komoditi
tersebut. Sebab penamaan Letter of credit (al i’timad al mustanaddi) adalah
karena adanya tuntutan untuk menunjukkan berkas-berkas (letters/ mustanaddât)
yang menetapkan perpindahan kepemilikan barang-barang komoditi, demikian
juga untuk membedakan antara kredit-kredit biasa yang hanya menuntut bond
atau penarikan saja.10
Untuk dasar hukumnya sendiri telah diatur. Karena sebagai suatu
instrumen perdagangan, terlebih lagi perdagangan internasional maka dapat
dipastikan bahwa Letter of Credit memiliki sebuah dasar hukum baik sebagai
peraturan maupun pedomana dalam pelaksanaan Letter of Credit. Dan berikut
Dasar Hukum L/C yang ada di Indonesia:
1) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang pelaksanaan ekspor,
impor, dan lalu lintas devisa.
2) Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 mengatur, L/C
3) FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor:
34/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syari’ah
4) FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor
35/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah.
10
Dr. Wahbah Al Zuhaili, Al mu’âmalât al mâliyyah al mu’âshirah, (Beirut: Dâr al fikr Suriya, cet. I 1423 H/
2002 M), hal.464.

13
E. Letter of credit dalam perspektif fiqh
Untuk mengetahui hukum syar’i dari sistem letter of credit, perlu meneliti
dengan seksama praktek dan fase-fase yang dilewati, kemudian menetapkan
hukum syar’i dari setiap praktek dan fase. Secara garis besar operasional letter of
credit dapat dibedakan menjadi dua kondisi:
1) Letter of credit sebagai sarana pembayaran
Kondisi ini terjadi ketika letter of credit dikeluarkan dari pemohon yang
memiliki seluruh harga kreditnya, yang mana bank berjanji untuk membayar,
menerima atau memotong nota tagihan untuk kepentingan pengguna
(eksportir). Dengan demikian dalam fiqh hubungan semacam ini termasuk
dalam kategori wakalah yang diperbolehkan dalam Islam, karena pemohon
LC. mewakilkan bank yang mengeluarkan LC. untuk melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan permintaan yang mewakilkannya. Dan diperbolehkan bagi
seorang wakil untuk mewakilkan kepada orang lain pekerjaannya dalam
batas-batas yang diwakilkan kepadanya, dari sini bank yang mengeluarkan
LC. sebagai wakil asli membayar atau menerimanya sendiri atau melalui
pihak lain, dalam hal ini bank luar negeri.
2) Letter of credit sebagai sarana pembayaran yang disertai dengan kredit
Kondisi ini sebenarnya merupakan kondisi pengecualian, namun pada aplikasi
sekarang menjadi hal yang biasa, bahkan kebalikannya yang menjadi
pengecualian. Karena demikian, maka seluruh aplikasi letter of credit kecuali
kondisi pembayaran di depan (advance payment) seperti di atas, merupakan
pendanaan dalam perdagangan internasional untuk tempo yang berbeda-beda.
Masing-masing eksportir maupun importir dapat memperoleh kemudahan
kredit melalui letter of credit. Maka selagi pemohon letter of credit tidak
memilki seluruh harga kredit atau sebagiannya, secara fiqh hubungan ini
termasuk dalam qardh yang berbunga baik dari seluruh kredit maupun
sebagian kredit yang belum dibayarnya, apalagi bank mengambil dua macam
kredit dari nasabahnya (importir) seperti di depan. Dari sini pelaksanaan letter
of credit termasuk mu’âmalah yang diharamkan karena mengandung riba
dengan diterapkannya sistem bunga. Oleh karena itu, menjadi tugas bank

14
Islam untuk memberikan solusi dari mu’âmalah yang haram ini dengan
alternatif akad yang dibenarkan oleh syara’ yang bisa memerankan fungsi
letter of credit dalam perdagangan internasional.11
F. Klasifikasi dan Pengaplikasian letter of credit
Kasifikasi letter of credit Letter of credit dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk berdasarkan tinjauan yang berbeda-beda, diantaranya seperti
berikut:
1) Berdasarkan tabiat kreditnya
letter of credit dibagi menjadi dua: Letter of credit ekspor dan Letter of
credit impor. Letter of credit ekspor adalah: pembukaan L/C. yang dilakukan
oleh pembeli asing untuk kepentingan eksportir yang ada didalam negeri,
untuk membeli barang-barang komoditi dalam negeri.
Sedang Letter of credit impor adalah: L/C. yang dibuka oleh importir
untuk kepentingan eksportir di luar negeri untuk pembelian barang komoditi
dari luar negeri. Dengan bergabungnya bank yang ada di negara eksportir
sebagai salah satu unsur dalam operasional Letter of credit, Letter of credit
jenis ini bisa dianggap sebagai Letter of credit ekspor, jika dilihat dari tinjauan
negaranya. Karena Letter of credit bisa disebut Letter of credit ekspor atau
Letter of credit impor sesuai dengan gerakan barang komoditi itu apakah
masuk atau keluar dari suatu negara. Namun demikian Letter of credit bisa
juga berdiri sendiri seperti Letter of credit ekspor yang kita definisikan di atas.
2) Berdasarkan tabiat berkas-berkasnya
letter of credit bisa dibedakan menjadi dua:
a) L/C. cash (al i’timâd al munjiz) atau L/C. dengan pengecekan berkas
(i’timâd mustanaddî bi al ithilâ’): yaitu letter of credit yang pembayaran
uang kepada eksportir dilakukan setelah diterima berkas-berkas barang
komoditi dari eksportir, hal ini tentunya jika disepakati bersama antara
eksportir dan importir.
b) L/C. dengan penerimaan barang (i’timâd mustanaddî bi al qabûl): yaitu
letter of credit yang pembayarannya dilakukan setelah barang-barang
11
Dr. Abdul hamid Al Ba’ali, Al syâmil fî mu’âmlât wa ‘amaliyât al mashârif al Islâmiyyah, (Yordania: Dar al
Nafâis Yordania, 2004), hal.65-66.

15
komoditi dan berkas-berkasnya sampai dan diterima oleh importir. Di sini
importir dapat mentasarufkan sebagian barang-barang komoditi sehingga
memungkinkan untuk membayar angsuran.

Pengaplikasian letter of credit, Sistem letter of credit pada asalnya


merupakan produk bank-bank komersial yang berinteraksi dengan riba (bunga),
kemudian diadopsi ke dalam bank Islam setelah dibersihkan dari mu’amalah yang
bertentangan dengan syari’ah Islam. Melihat urgensi letter of credit dalam
perdagangan internasional, bank-bank Islam tidak tinggal diam, dengan menggali
akad-akad yang dilegalkan oleh syari’ah memberikan solusi masyarkat muslim
dari problem mu’amalat yang berbaur dengan riba. Berikut pengaplikasian letter
of credit :
Sebelum membahas pengaplikasiannya kita harus tau pihak-pihak yang
terlibat didalamnya, Dalam transaksi perdagangan dengan menggunakan Letter of
Credit, cukup banyak pihak yang terlibat didalamnya yaitu :
1) Aplicant, Pihak yang memohon pembukaan L/C dan melakukan pembayaran
atas penerimaan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C. Aplicant sering
disebut Pembeli/Buyer/Importir/Account Party.
2) Beneficiary/eksportir, Pihak yang menerima L/C dan memperoleh
pembayaran atas penyerahan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C,
sebutan lain dari beneficiary adalah: Penjual/Seller/Eksportir/Shipper/Vendor.
3) Opening Bank, Bank yang membuka L/C atas permintaan nasabahnya
(applicant). Lebih dikenal dengan sebutan Issuing Bank.
4) Advising Bank, Bank yang meneruskan L/C ke beneficiary atas permintaan
Issuing Bank.
5) Negotiating Bank, Bank pengambil alih dokumen ekspor dari beneficiary.
6) Reimbursing Bank, Bank yang diberi kuasa oleh Issuing Bank untuk
membayar atas tagihan Negotiating Bank.
7) Confirming Bank, Bank yang ikut memberikan jaminan pembayaran atas
L/C yang diterbitkan oleh Issuing Bank.

16
Pengaplikasian letter of credit, Dasar pembukaan L/C adalah kesepakatan
jual beli antara eksportir dan importir. Sales contract atau suatu confirmation of
sale yang mempersyaratkan pembukaan L/C sebagai cara pembayaran, berikut
tahapan bentuknya :
1) Importir meminta kepada bank devisanya (Opening Bank) untuk
membukasebuah Letter of Credit (L/C) sebagai dana yang dipersiapkan untuk
melunasi hutangnya kepada eksportir, sejumlah yang disepakati dalam sales
contract dan sesuai dengan syarat-syarat pencairan yang disebut dalam sales
contract dan merujuk pada ketentuan dari The Uniform and Practice of
Documentary Letter of Credit dari International Chamber of Commerce
(kamar dagang internasional) atau UCPDC 500. Importir yang meminta
pembukaan L/C itu disebut aplicant.
2) Opening Bank setelah menyelesaikan jaminan dana L/C dengan importir,
melakukan pembukaan L/C melaluib ank korespondennya (Advising Bank)di
negara eksportir. Pembukaan L/C itu dapat dilakukan dengan surat-kawat
telex-faximile atau media elektronik lainya. Penegasan pembukaan L/C
dalam bentuk tertulis disebut dengan L/C Confirmationyang diteruskan oleh
Opening Bank kepada bank koresponden untuk disampaikan kepada eksportir.
3) Advising Bank setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C
diterimadari Opening Bank, meneruskan amanat pembukaan L/C itu kepada
eksportir yang berhak menerima dengan surat pengantar dari Advising Bank.
Surat pengantar itu disebut L/C Advice, sedangkan eksportir penerima L/C itu
disebut Beneficiary dari L/C. Bila Advising Bank diminta dengan tertulis
oleh Opening Bank untuk menjamin pembayaran maka Advising Bank juga
disebut sebagai Confirming Bank.12

Berikut contoh kasus penerapan L/C:


Sebuah perusahaan mendapatkan pesanan dari pelanggan baru yang
berasal dari luar negeri. Karena status pelanggan ini baru, perusahaan belum
terlalu memercayai pelanggan ini. Begitupun mungkin sebaliknya.
12
Afriastuti, Ovy Meyla, Penggunaan Letter of Credit, (Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 2009), hal.29-33.

17
Untuk meminimalisir risiko, perusahaan sebagai pihak penjual
menawarkan transaksi pembelian dengan L/C kepada pihak pembeli.
Selanjutnya, pembeli harus mendaftar L/C di bank penerima L/C. Lalu
pembeli membayar sejumlah total nilai barang pesanan kepada bank penerima
L/C untuk mendapatkan persetujuan pembiayaan (Approval for Financing).
Bank penerima menghubungi bank pembayar yang berada di daerah pihak
penjual untuk memberikan konfirmasi bahwa pihak pembeli sudah membayar
kepada bank penerima.
Bank pembayar baru akan mencairkan dana kepada penjual jika penjual
menyerahkan dokumen-dokumen persyaratan seperti invoice pengiriman,
perizinan bea cukai, dan lain sebagainya yang membuktikan bahwa barang sudah
dalam proses pengiriman.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rahn adalah menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syara’ sebagai jaminan atas utang, sehingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil utang atau boleh mengambil sebagian (manfaat) atas barang yang
dijadikan jaminan itu.

18
Ulama Jumhur Ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal
dimaksud, berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW. yang menggadaikan baju
besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. Para ulama juga
mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad SAW. tersebut, ketika beliau
beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada
seorang Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad SAW. yang
tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun
harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada mereka.
letter of credit (LC) merupakan surat perjanjian dari suatu bank yang
ditujukan kepada bank lain di luar negeri, berdasarkan permintaan seorang importir
untuk kepentingan eksportir, yang berisi kewajiban membayar sejumlah nominal
uang ketika ada permintaan dari eksportir, sesuai dengan berkas-berkas pengiriman
barang komoditi ekspor atau yang siap dikirim. Sejumlah uang ini adalah harga
barang-barang komoditi dan biaya pengirimannya, dan jika penjual (eksportir) telah
menerima surat kreditnya, dia bisa mencairkan nota tagihan atau cek yang
menyertainya, sebesar nominal yang harus dibayar oleh si pembeli (importir), dan
pihak bank koresponden harus membayarnya setelah menerima berkas-berkas tanda
bukti pengiriman barang- barang komoditi tersebut.
Pengaplikasian letter of credit, Sistem letter of credit pada asalnya
merupakan produk bank-bank komersial yang berinteraksi dengan riba (bunga),
kemudian diadopsi ke dalam bank Islam setelah dibersihkan dari mu’amalah yang
bertentangan dengan syari’ah Islam. Melihat urgensi letter of credit dalam
perdagangan internasional, bank-bank Islam tidak tinggal diam, dengan menggali
akad-akad yang dilegalkan oleh syari’ah memberikan solusi masyarkat muslim dari
problem mu’amalat yang berbaur dengan riba.
Untuk mengetahui hukum syar’i dari sistem letter of credit, perlu meneliti
dengan seksama praktek dan fase-fase yang dilewati, kemudian menetapkan hukum
syar’i dari setiap praktek dan fase. Secara garis besar operasional letter of credit dapat
dibedakan menjadi dua kondisi yaitu, Letter of credit sebagai sarana pembayaran dan
Letter of credit sebagai sarana pembayaran yang disertai dengan kredit.
B. Saran

19
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima semua kritik dan saran yang membangun agar
kami dapat memperbaiki pembuatan makalah dalam tugas selanjutnya. Dan untuk
meningkatkan pemahaman tentang penjelasan diatas alangkah baiknya pembaca bisa
menambahkan referensi lain yang menunjang pemahaman dari materi yang telah
dijelaskan oleh penulis. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Siah Khosyi’ah. Fiqih Muamalah Perbangdingan. Bandung: Pustaka Setia, 2014.


Amir MS. Kontrak Dagang Ekspor. Jakarta: PPM, 2002.
Zainuddin Ali. Hukum Gadai Syari’ah. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Hendi suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2017.
Khumedi ja’far. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandar Lampung: Pusat
Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung, 2015.

20
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh. Lubaabut
Tafsir Min Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid I. Bogor: penj. M. Abdul Ghofur, Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004.
Sohari Sahrani. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Dewan Syariah Nasional MUI. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah. Jakarta:
Erlangga, 2014.
Dr. abdul Hamid Mahmud Al Ba’ali. Al itstismâr wa al riqâbah al syar’iyyah fi al
bunûk wa almuassasât al mâliyyah al Islâmiyyah, Kairo: maktabah wahbah, cet. I 1411
H/ 1991 M.
Dr. Wahbah Al Zuhaili. Al mu’âmalât al mâliyyah al mu’âshirah. Beirut: Dar al
fikr Suriya, cet. I 1423 H/ 2002 M.
Dr. Abdul hamid Al Ba’ali. Al syâmil fî mu’âmlât wa ‘amaliyât al mashârif al
Islâmiyyah. Yordania: Dar al Nafâis Yordania, 2004.
Ovy Meyla Afriastuti. Penggunaan Letter of Credit. Surakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai