Anda di halaman 1dari 59

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di

negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

Children’s Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak balita mengalami

stunting. Sekitar 40% anak balita di daerah pedesaan mengalami pertumbuhan

yang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiasi untuk

menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi melalui peluncuran

Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) di mana program ini

mencangkup pencegahan stunting (UNICEF, 2012).

Menurut Fitri (2012) stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal

untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan

penyakit. Menurut konsultan nutrisi dan penyakit metabolik, stunting (bertubuh

pendek) merupakan indikasi kurangnya asupan gizi, baik secara kuantitas

maupun kualitas, yang tidak terpenuhi sejak bayi bahkan sejak masa kandungan

kondisi ini menyebabkan anak memiliki tinggi badan cenderung pendek pada

usianya. Selain bertubuh pendek stunting juga memiliki efek lain baik dampak

jangka panjang dan jangka pendek (Damayati,2015). Sejalan dengan penelitian

Ramli, et al, (2009) pertumbuhan tinggi badan dapat terhambat bila seseorang

1
mengalami defisiensi protein (meskipun konsumsi energinya cukup) dalam

jangka waktu yang lama.

Persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) di

Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%, jika dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan

tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukkan peningkatan angka kejadian stunting di

Indonesia. Persentase tertinggi pada tahun 2013 terdapat di Provinsi Nusa

Tenggara Timur (51,7%) sedangkan di Sumatra Barat angka balita stunting

tahun 2015 mengalami penurunan dari (18,5%) tahun 2015 menjadi (17,6%)

pada tahun 2016.

Walaupun terjadinya penurunan angka stunting di Sumatra Barat pada

tahun 2016 namun tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGS) yaitu

mengakhiri kelaparan dan menjamin akses pangan yang aman, bergizi dan

mencukupi bagi semua orang kususnya masyarakat miskin dan mengakiri segala

bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target international 2025 untuk penurunan

stunting dan wasting pada balita dan mengatasi kebutuhan gizi remaja

perempuan, wanita hamil dan menyusui serta lansia pada tahun 2030.

Baik atau buruknya status gizi balita sangat tergantung kepada sejauh

mana pengetahuan orang tua terhadap penatalaksanaan gizi balita yang baik dan

sesuai dengan standar gizi. Pengetahuan tentang gizi pada orang tua di pengaruhi

beberapa faktor seperti karakteristik ibu karena stunting yang sifatnya kronis,

artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti

kemiskinan, pola asuh yang tidak tepat karena akibat dari orang tua yang sangat

sibuk bekerja, pengetahuan ibu yang kurang baik mengenai gizi akibat dari

2
rendahnya pendidikan ibu, sering menderita penyakit secara berulang karena

higiene dan sanitasi yang kurang baik (Notoatmodjo,2010)

Karakteristik ibu seperti tingkat pendidikan, status pekerjaan, umur

ibu,dan lain-lain sangat perlu untuk dipertimbangkan. Walaupun secara tidak

langsung pendidikan formal ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap

penatalaksanaan gizi balita stunting. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu

maka semakin besar rasa ingin tahu ibu mengenai status gizi yang baik dan

dapat di implementasikan terhadap kehidupan sehari-hari nya terutama terhadap

anak-anaknya (Hendra,2013)

Untuk mendapatkan anak yang tumbuh dengan normal juga tidak lepas

dari tingkat pengetahuan ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pengetahuan ibu dalam mengatur konsumsi makanan dengan pola menu

seimbang sangat diperlukan pada masa tumbuh kembang balita. Pengetahuan

gizi ibu ini dapat diperoleh melalui pendidikan baik formal maupun nonformal.

Pengetahuan nonformal bisa didapatkan ibu dari berbagai media. Pengetahuan

gizi disini dimaksudkan agar seorang ibu itu dapat menyusun atau membuat

makanan yang dikonsumsi oleh balita bervariasi atau beraneka ragam sehingga

tidak membuat balita enggan atau bosan memakan makanan yang di buat oleh

ibu (Hendra,2013)

Sejalan dengan penelitian (khoirun,2015) tentang pengaruh pengetahuan

orang tua dengan kejadian stunting menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan

tinggi sebesar (67,7%) mempunyai pengetahuan yang lebih luas tentang praktik

3
perawatan anak serta mampu menjaga dan merawat lingkungan agar tetap bersih

( taguri, et al.,2013)

Pada penelitian Tri Wiji yang meneliti tentang pengaruh pemberian

makan balita dan pengetahuan ibu terhadap status gizi balita di kabupaten

mateseh kecamatan tembalang kota semarang menyebutkan bahwa faktor

pertama yang mempengaruhi status gizi balita adalah tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (triwiji, 2013)

Wellem (2012) dalam penelitiannya tentang hubungan pengetahuan

orang tua tentang gizi dengan stunting pada anak usia 4-5 tahun di TK malaikat

pelindung manado. Menjelaskan bahwa pendidikan merupakan hal yang

mendasar untuk mengembangkan pengetahuan, dan pengalaman yang

merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan.

Berdasarkan hasil penelitian Edy Susanto tentang perbedaan tingkat

pengetahuan ibu balita tentang gizi buruk sebelum dan setelah dilakukan

pendidikan kesehatan di Puskesmas Mraggen II Mragen Demak dapat diketahui

bahwa pendidikan kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan ibu balita

mengenai gizi buruk. Jika sebelum diberikan pendidikan kesehatan rata-rata

pengetahuan ibu balita adalah kurang maka setelah diberikan pendidikan

kesehatan pengetahuan ibu balita rata-rata menjadi baik. Oleh sebab itu dapat

kita simpulan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang kesehatan

balita maka semakin menurun pula resiko terjadinya stunting akibat rendahnya

pengetahuan ibu terkait penatalaksanaan gizi balita stunting.

4
Ibu juga harus menerapkan prinsip gizi seimbang dalam proses

penatalaksanaan gizi kepada balita khususnya balita stunting. Di Indonesia

penatalaksanaan gizi yang seimbang telah di implementasikan sejak tahun 1955

merupakan realisasi dari rekomendasi konferensi pangan sedunia di roma tahun

1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan”4 sehat 5 sempurna” yang telah

diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan

ilmu pengethuan dan teknologi dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan

yang dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman gizi tersebut

permasalahan gizi balita dapat teratasi.

Prinsip gizi seimbang terdiri dari 4 pilar yang pada dasarnya merupakan

rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dengan zat

gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat pilar

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut yang pertama mengkonsumsi makanan

yang beragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang tidak bisa di

dapatkan hanya dari salah satu sumber makanan yang kedua membiasakan

perilaku hidup sehat agar terhindar dari penyakit yang bisa timbul dari gaya

hidup yang tidak baik yang ketiga melakukan aktifitas fisik seperti berolah raga

dan melakukan kegiatan sehari hari dan yang ke empat memper tahankan dan

memantau berat badan (BB) normal hal ini dilakukan untuk memantau

perkembangan berat badan anak (Andi imam,2014)

Studi pendahuluan yang dilakuakan di Puskesmas Guguak Panjang Kota

Bukittinggi pada 3 orang informan yang mempunyai anak stunting mengatakan

bahwa:

5
ia mengetahui mengenai stunting informasi tentang stunting di dapatkan

dari berbagai sumber seperti petugas puskesmas, iklan di tv, internet dan

lainnya. Salah satu orang tua yang diwawancarai tidak mengetahui masalah

stunting sebelumnya. Pada proses penatalaksanan gizi dua orang tua yang

diwawancarai tidak memperhatikan komposisi dan kandungan dalam makanan

yang ia berikan kepada anaknya. Dan satu orang sudah mulai memperbaiki

kebiasaanya dalam proses penatalaksanaan gizi balitanya. Tingkat pendidikan

orang tua balita yang di wawancara berbeda-beda mulai dari SMP dan SMA

namun tingkat pengetahuannya masih rendah.

Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui pengalaman orang tua dalam

proses penatalaksanaan gizi balita dan mengetahui selama ini dimana letak

kesalahan orang tua dalam proses penatalaksanaan gizi pada balita di wilayah

kerja Puskesmas guguak panjang bukittingg.

B.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

a. Menganalisa pengalaman orang tua yang memiliki balita stunting

terhadap penatalaksanaan gizi balita stunting.

2. Tujuan Khusus:

a. Menganalisa pengetahuan ibu tentang ciri-ciri balita stunting

dengan balita normal.

b. Menganalisa pengetahuan orang tua tentang gizi balita normal

dan gizi balita stunting.

6
c. Menganalisa pengalaman orang tua mengenai penatalaksanaan

gizi balita stunting.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana pengalaman ibu dalam proses

penatalaksanaan gizi balita stunting.

2. Mengetahui kekurangan ibu dalam proses penatalaksanaan

gizi pada balita stunting.

D. Manfaat Penelitian

1.Secara Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran dan referensi guna menunjang ilmu keperawatan terutama

yang berkaitan dengan pengetahuan ibu mengenai penatalaksanaan gizi

balita stunting.

2.Bagi Partisipan.

Memberikan kesempatan kepada partisipan untuk

menyampaikan tanggapannya mengenai penatalaksanaan gizi balita

stunting yang biasa dilakukan ibu di rumah dengan penatalaksanaan

gizi balita stunting yang benar dan sesuai dengan standar gizi balita.

3.Bagi Profesi Keperawatan.

Sebagai sumber data dan informasi untuk mengetahui

pengalaman ibu tentang penatalaksanaan gizi balita stunting.

7
4. Bagi Institusi Pendidikan.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi pendidikan

sebagai hasil dari pelaksana riset keperawatan serta dapat dijadikan

salah satu sumber pengetahuan untuk mahasiswa dan dosen tentang

pengalaman ibu tentang penatalaksanaan gizi balita stunting.

5. Bagi Penelitian Selanjutan.

Sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya untuk lebih

memperkuat penelitian mengenai pengalaman ibu terkait dengan

sejauh mana pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan gizi balita

tunting.

6 .Layanan Kesehatan.

Sebagai dasar untuk memberikan sosialisasi penatalaksanaan

gizi yang baik dan benar untuk balita stunting kepada ibu yang

memiliki balita stunting.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BALITA

1. Definisi Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik

pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan

BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun. Pertumbuhan mulai

lambat pada masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun kemudian

pertumbuhan konstan mulai berakir.

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima

tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan, balita merupakan

kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA di lingkup dinas

kesehatan.

Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat

dalam pencapaian keoptimalan fungsinya . periode pertumbuhan anak adalah

masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi

dan menentukan perkembangan kemampuan bahasa, kreatifitas, kesadaran sosial,

emosional dan intelegansi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya.

Bawah lima tahun atau seringkali di singkat balita merupakan salah satu

periode usia manusprasekolah ia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia

9
balita di mulai dari satu sampai lima tahun, atau bisa digunakan perhitungan bulan

yaitu usia 12-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia (wikipedia,2009)

. Balita atau biasa disebut dengan bawah lima tahun adalah anak usia di

bawah lima tahun (Muaris, 2006). Balita dibagi menjadi dua yaitu batita dan

balita, batita adalah anak dengan umur satu sampai tiga tahun dan balita adalah

anak dengan umur tiga sampai lima tahun (Price & Gwin, 2014). Peraturan

Menteri Kesehatan RI No 24 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak Pasal 1

di mana balita adalah anak dengan usia 12 bulan sampai 59 bulan atau usia 1

sampai 5 tahun.

2. Karakteristik balita

Pertumbuhan balita dimulai dengan usia satu tahun tiga bulan yang

umumnya memiliki lingkar kepala 48 cm, berat badan 11 kg dan tinggi badan

78,7 cm. Usia dua tahun pertumbuhan balita mulai terlihat dengan lingkar dada

lebih besar daripada lingkar kepala, lingkar kepala mengalami perubahan namun

tidak terlalu mencolok yaitu 49,5 cm sampai 50 cm, berat badan meningkat mulai

dari 1,8 sampai 2,7 kg, tinggi badan bertambah 10 sampai 12,5 cm. Memasuki

usia tiga tahun berat badan anak mulai bertambah empat kali lipat dari saat anak

dilahirkan dan gigi pertama atau 20 gigi telah tumbuh (Price & Gwin, 2008).

Anak usia tiga tahun memiliki berat badan 1,8 sampai 2,7 kg dengan

rata-rata 14,5 kg dan rata-rata tinggi badan 95 cm. Pertumbuhan anak usia empat

tahun sama dengan usia 3 tahun, di mana rata-rata berat badan 16,5 kg dan rata-

rata tingginya 103 cm. Anak usia 5 tahun mulai mengalami peningkatan dengan

10
rata-rata berat badan 18,5 kg dan tinggi rata-rata 110 cm (Hockenberry, et al.,

2016).

3. Risiko Masalah Kesehatan Pada Balita

Kesehatan anak sangat penting untuk masa pertumbuhan, sehingga orang

tua harus memperhatikan makanan, lingkungan dan kesehatan anak dari lahir

hingga anak dapat mengontrol dirinya sendiri. Balita sangat rentan terhadap

berbagai penyakit mulai dari lahir hingga usia 4 tahun, penyakit yang sering

terjadi pada anak yaitu Hyperbilirubinemia, Tetanus Neonatorum, Asma,

Anemia, Kejang Demam, Konjungtivitis, MEP (Malnutrisi Energi Protein),

Diare, Hirschsprung, Anus Imperforate, Hepatitis, Leukemia, Tuberkulosis,

Bronkopnemonia, Bronkitis, Meningitis, HIV/AIDS, Sindrom Nefrotik, Morbili,

Dhf, Typhus Abdominalis Dan Penyakit Alergi (Hidayat, 2008)

4. Tahap-tahap perkembangan balita

a. Perkembangan balita usia 1 tahun

1). Pertumbuhan

Ketika anak sudah memasuki usia 1 tahun maka berat badannya

sudah mencapai sekitar 3 kali dari berat badan lahirnya, sedangkan tinggi

badannya sudah bertambah setengah dari panjangnya ketika lahir. Untuk

ukuran otak, anak satu tahun memiliki besar sekitar 60% dari ukuran otak

dewasa. Setelah mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dalam satu

tahun, maka pertumbuhan di usia selanjutnya akan lebih lambat namun

perkembangan yang terjadi akan lebih banyak.

11
2) Kemampuan motorik

Sementara untuk kemampuan motoriknya, anak yang berusia 1

tahun seharusnya sudah bisa berdiri tegak tanpa bantuan orang lain dan

sudah mulai berjalan perlahan. Anak usia satu tahun juga sudah bisa

banun sendiri tanpa harus dibantu oleh siapapun.

3). Kemampuan bahasa

Jika Anda memiliki anak yang berusia satu tahun maka ia

mungkin sudah dapat merespon berbagai pertanyaan yang Anda ajukan

kepadanya. Ia juga mampu melakukan beberapa gerakan tubuh yang

sederhana seperti menganggukan kepala atau menggoyangkan tangan

sebagai arti ‘selamat tinggal”. Namun kosakata yang dimiliki si anak

masih sedikit, sehingga ia akan mencoba mengikuti perkataan Anda,

mengatakan ‘mama’ atau ‘dadah’.

4). Kemampuan kognitif

Si anak juga mulai menirukan semua gerakan serta perilaku

Anda, jadi hati-hati dan perhatikan perilaku Anda ketika di depan anak.

Anak juga sudah mampu untuk menaruh dan memindahkan beberapa

barang, minum dari gelas, serta melakukan perintah sederhana seperti

‘taruh mainan kamu.

b. Perkembangan balita usia 2 tahun

1). Pertumbuhan

Anak usia 2 tahun rata-rata memiliki pertambahan tinggi sekitar

38 cm dari panjangnya ketika lahir. Pada usia ini, pertumbuhan anak

12
akan lebih menurun dibandingkan pertumbuhan yang terjadi sebelum

satu tahun. Diperkirakan pertambahan berat badan yang terjadi pada anak

yang berusia antara 12 hingga 24 bulan yaitu 1,5 hinga 2,5 kg.

Sedangkan untuk pertambahan tinggi yang terjadi pada rentang usia

tersebut adalah sekitar 13 sampai 2,5 cm.

2). Kemampuan motorik

Pada tahun kedua, perkembangan motorik anak akan sangat

pesat, contohnya saja ia sudah bisa menaiki tangga dengan perlahan,

menendang bola, dan sudah bisa memulai untuk berlari kecil. Sebagian

besar anak yang berusia 2 tahun bahkan bisa berdiri di atas jari-jari

kakinya.

3). Kemampuan bahasa

Setidaknya sudah memiliki 50 kosakata dan dapat

menyebutkannya dengan cukup baik, sudah bisa mengatakan 2 kata

dalam 1 frasa sekaligus, mengenal dan mengetahui nama benda di sekitar

dan nama bagian tubuh, serta mengulang-ulang perkataan orang dewasa.

4). Kemampuan kognitif

Sudah mengetahui perbedaan waktu seperti sekarang, nanti,

beberapa menit lagi, atau bahkan kata selamanya. Anak Anda mungkin

juga sudah bisa melakukan beberapa hal sederhana yang Anda

instruksikan kepadanya, seperti taruh buku di meja atau cuci tangan,

dan sebagainya. Pada usia ini anak sudah memulai berfantasi atau

bermain pura-pura dengan berbagai mainannya.

13
c. Pertumbuhan balita usia 3 tahun

1). Pertumbuhan

Berat badan naik sekitar 2 kg dan tinggi bertambah kira-kira 8 cm

jika dibandingkan ketika ia memasuki usia 2 tahun. Anak usia 3 tahun

lebih banyak terlihat lebih kurus dan memiliki perut yang rata, hal ini

karena mereka lebih banyak mengalami pertambahan tinggi. Selain itu,

anak yang berusia 3 tahun sudah memiliki gigi susu yang lengkap.

2). Kemampuan motorik

Jika anak Anda memasuki usia 3 tahun, maka ia akan memiliki

perkembangan gerakan otot yang cukup pesat, sehingga sudah bisa

berlari, memanjat – naik turun tangga sendiri – menendang bola,

bersepeda, dan berlompat-lompatan. Tidak hanya itu, perkembangan

koordinasi otot-otot kecil juga terjadi pada tahap ini, jadi anak usia 3

tahun biasanya sudah bisa berpakaian sendiri, makan dengan

menggunakan garpu dan sendok, memegang pensil dengan jarinya,

serta membolak-balikan halaman buku.

3). Kemampuan bahasa

Semakin banyak kosakata yang dimiliki dan belajar kata-kata

baru dengan cepat. Sudah mengetahui berbagai jenis benda yang biasa

ada di sekitar. Pada usia ini juga anak lebih sering menanyakan hal

apa dan mengapa terkait berbagai hal, sudah mengerti apa yang dia

dengar, namun belum bisa sepenuhnya menyatakan perasaan mereka

14
dalam kata-kata. Mereka juga sudah bisa berkata satu kalimat lengkap

yang terdiri 4 hingga 5 kata.

4). Kemampuan kognitif

Sudah mengetahui tentang nama, umur, serta jenis kelamin

mereka, dapat mengingat beberapa angka dan huruf, sudah bisa

bermain menyusun puzzle, sering berfantasi dengan hewan peliharaan

dan mainannya, serta dapat mengikuti 2-3 instruksi sekaligus, seperti

“ambil mainan kamu dan letakkan di atas meja”.

d. Pertumbuhan balita usia 4 tahun

1). Pertumbuhan

Mengalami pertambahan tinggi sebanyak 8 cm dan kenaikan

berat badan sekitar 2 kg dari ulang tahunnya yang terakhir. Untuk

mengetahui pertumbuhan fisik anak apakah normal atau tidak, maka

sebaiknya Anda melihat tabel pertumbuhan atau growth chart.

2). Kemampuan motorik

Sebagian besar anak yang berusia 4 tahun sudah bisa berdiri,

berjalan, serta berlari di atas kaki mereka sendiri tanpa bantuan

orang dewasa. Selain itu, mereka juga sudah bisa bersepeda dengan

lancar, bermain bola, mampu naik turun tangga tanpa memegang

apapun, sudah bisa menggunakan gunting, menggambar lingkaran

atau segiempat, mampu menggambar orang lengkap dengan 2 hingga

4 bagian tubuh, serta sudah bisa menulis beberapa huruf kapital.

15
3). Kemampuan bahasa

Kosakata yang dimiliki bertambah banyak, karena itu sudah

bisa berbicara 1 kalimat lengkap dengan 5 hingga 6 kata di dalamnya.

Anak yang berusia 4 tahun juga sudah mampu menjelaskan suatu

kejadian dan pengalamannya, bernyanyi, menceritakan cerita singkat,

dan memahami semua perkataan dan penjelasan orang dewasa

kepadanya.

4). Kemampuan kognitif

Bisa menyebutkan namanya dengan lengkap, mengerti akan

konsep perhitungan dan angka, sudah mengetahui berbagai macam

warna dan jenis hewan. Konsep berpikirnya sudah lebih berkembang,

karena sudah mengerti tentang konsep sebab-akibat, contohnya si

kecil sudah mengerti bahwa gelas akan pecah jika dilempar dengan

batu. Namun mungkin anak akan mencoba hal tersebut untuk

mengetahui apakah benar konsep yang dia miliki tersebut. Selain itu,

mereka sudah mengetahui perbedaan antara realita dengan fantasi,

walaupun begitu mereka tetap akan bermain pura-pura dengan

mainannya, atau bahkan sudah membuat teman khayalan.

e. Perkembangan balita usia 5 tahun

1). Pertumbuhan

Anak yang berusia 5 tahun setidaknya memiliki pertambahan

tinggi sekitar 4 cm dan berat badan sebanyak 2 kg – namun kenaikan

berat badan ini relatif.

16
Kemampuan motorik. Jika anak Anda sudah memasuki usia 5 tahun

maka Anda sudah bisa mengajarkannya untuk pipis atau BAB di

toilet, meskipun kadang mereka masih mengompol di tempat tidur.

Mereka juga sudah mampu untuk memakai dan melepas pakaiannya

sendiri, dapat menggambar orang dengan bagian yang lebih lengkap,

menggunakan sendok dan garpu dengan baik dan benar, serta dapat

menulis huruf kapital dan huruf kecil.

2). Kemampuan bahasa

Kemampuan bahasanya sudah sangat berkembang, anak Anda

sudah bisa menceritakan dengan lengkap pengalaman, perasaan,

serta karateristik orang yang mereka temui. Anda juga sudah dapat

berbagi pikiran serta menanyakannya pendapat tentang berbagai hal.

3). Kemampuan kognitif

Anak yang berusia 5 tahun sudah bisa mengingat alamat

rumah serta nomor telepon orang terdekatnya, semakin banyak

mengenal berbagai huruf serta angka, mengerti konsep waktu

seperti nanti, beberapa hari kemudian, besok, dan sebagainya, serta

sudah bisa berhitung benda-benda yang ada di sekitarnya.

17
B. Defenisi Stunting.

1. Pengertian Stunting

Menurut Fitri (2012) stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal

untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan

penyakit. Menurut Dr.Ddamayanti R.Sjarif, Sp.A , konsultan nutrisi nutrisi dan

penyakit metabolik, stunting (bertubuh pendek) merupakan indikasi kurangnya

asupan gizi, baik seara kuantitas maupun kualitas, yang tidak terpenuhi sejak bayi

bahkan sejak masa kandungan kondisi ini menyebabkan anak memiliki tinggi badan

cenderung pendek pada usianya. Selain bertubuh pendek stunting juga memiliki

efek lain baik dampak jangka panjang dan jangka pendek. Sejalan dengan penelitan

Fitri (2012) stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai

potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit.

Menurut konsultan nutrisi dan penyakit metabolik, stunting (bertubuh

pendek) merupakan indikasi kurangnya asupan gizi, baik seara kuantitas maupun

kualitas, yang tidak terpenuhi sejak bayi bahkan sejak masa kandungan kondisi ini

menyebabkan anak memiliki tinggi badan cenderung pendek pada usianya. Selain

bertubuh pendek stunting juga memiliki efek lain baik dampak jangka panjang dan

jangka pendek (Ddamayati,2015)

2. faktor faktor penyebab stunting

a. Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ibu)

Berdasarkan hasil penelitian farah (2015) menjelaskan bahwa

kecendrungan kejadian stunting pada balita lebih banyak terjadi pada ibu dengan

pendidikan rendah. hal ini dikarenakan di masyarakat masih berkembang

18
pemikiran bahwa pendidikan tidak penting serta terkait dukungan dari keluarga

untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi yang belum maksimal. Secara

tidak langsung tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi kemampuan dan

pengetahuan ibu mengenai perawatan kesehatan terutama dalam memahami

pengetahuan mengenai gizi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada

anak balita baik yang berada di daerah pedesaan maupun perkotaan. Hasil

penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan di Semarang yang

menunjukkan pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor risiko kejadian

stunting yang bermakna.

Pengetahuan mengenai gizi merupakan proses awal dalam perubahan

perilaku peningkatan status gizi, sehingga pengetahuan merupakan faktor

internal yangmempengaruhi perubahan. perilaku.Pengetahuan ibu tentang gizi

akan menentukan perilaku ibu dalam menyediakan makanan untuk anaknya.

Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik dapat menyediakan makanan

dengan jenis dan jumlah yang tepat untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan anak balita.

b. Pendapatan Orang Tua

Pada hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara

pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada anak balita baik yang

berada di daerah pedesaan maupun di perkotaan. Sama halnya dengan penelitian

lain yang menyatakan bahwa status ekonomi keluarga yang rendah di Maluku

19
Utara berhubungan signifikan dengan kejadian stunting dan severe stunting pada

balita usia 0 –59 bulan.

Apabila ditinjau dari karakteristik pendapatan keluarga bahwa akar

masalah dari dampak pertumbuhan bayi dan berbagai masalah gizi lainnya salah

satunya disebabkan dan berasal dari krisis ekonomi. Sebagian besar anak balita

yang mengalami gangguan pertumbuhan memiliki status ekonomi yang rendah.

c. Pemberian ASI Ekslusif.

Pada hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian stunting pada anak balita

baik yang berada di wilayah pedesaan maupun perkotaan dipengaruhi oleh

variabel pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan di Surakarta yang menyatakan bahwa status

menyusu juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting. Rendahnya

pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting pada

anak balita yang disebabkan oleh kejadian masa lalu dan akan berdampak

terhadap masa depan anak balita, sebaliknya pemberian ASI yang baik oleh ibu

akan membantu menjaga keseimbangan gizi anak sehingga tercapai

pertumbuhan anak yang normal.

d. Umur Pemberian MP-ASI.

Hasil analisis hubungan umur pertama pemberian MP-ASI dengan

kejadian stunting pada anak balita menunjukkan praktek pemberian MP-ASI

pada anak balita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

stunting pada anak balita yang berada di daerah pedesaan dan perkotaan.

Penelitian ini sesuai dengan Depkes yang menyatakan bahwa gangguan

20
pertumbuhan pada awal masa kehidupan bayi antara lain disebabkan oleh

kekurangan gizi sejak bayi, pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat,

MP-ASI tidak cukup gizinya sesuai kebutuhan bayi atau kurang baiknya pola

pemberiannya menurut usia, dan perawatan bayi yang kurang memadai.

Anak balita yang diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI sesuai dengan

dengan kebutuhannya dapat mengurangi resiko tejadinya stunting. Hal ini karena

pada usia 0-6 bulan ibu balita yang memberikan ASI eksklusif yang dapat

membentuk imunitas atau kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat terhindar

dari penyakit infeksi. Setelah itu pada usia 6 bulan anak balita diberikan MP-ASI

dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga anak balita terpenuhi

kebutuhan zat gizinya yang dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.

e. Riwayat Penyakit Infeksi

Hasil analisis hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian

stunting pada anak balita menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat

penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak balita baik yang berada di

pedesaan maupun yang berada di perkotaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan di Karangasem yang menunjukkan bahwa penyakit

infeksi dapat menggangu pertumbuhan linier dengan terlebih dahulu

mempengaruhi status gizi anak balita. Hal ini terjadi karena penyakit infeksi

dapat menurunkan intake makanan, mengganggu absorbsi zat gizi,

menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan kebutuhan

metabolik.

21
Terdapat interaksi bolak-balik antara status gizi dengan penyakit infeksi.

Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat

menyebabkan malnutrisi yang mengarahkan ke lingkaran setan. Apabila

kondisi ini terjadi dalam waktu lama dan tidak segera diatasi maka dapat

menurunkan intake makanan dan mengganggu absorbsi zat gizi, sehin`gga

dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak balita.

3. penilaian stunting secara antropometri

Untuk menetukan stinting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.

Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia 2 tahun,

antropometri merupakan ukuran dari tubuh sedangkan antropometri gizi adalah

jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut

umur dan tingkat gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidak seimbangan

protein dan energi. Antropometri dilakuakn untuk pengukuran pertumbuhan

tinggi dan berat badan (gibson,2005)

Cara menghitung Z score dilakukan untuk menentukan status gizi

seseorang anak berdasarkan standart deviasi dan simpangan baku rujukan

status gizi yang benar. Nilai simpangan baku bila lebih dari median / rata-rata,

maka +1SD, sedangkan bila nilainya kurang dari median / rata-rata, maka

besarnya adalah -1SD.

Rumus Z Score = (Nilai Pengukuran – Nilai Median Baku

rujukan) / nilai simpangan baku rujukan

Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan

rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkam

22
pengukuran anak dengan median dan standar deviasi z-score untuk usia dan

jenis kelamin yang sama pada anak anak. Z-score adalah unit standar deviasi

untuk pengetahuai perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (mendian)

populasi referent untyk usia atau tinggi yang sama, dibagi dengan standart

deviasi dari nilai populasi rujukan. Brberapa keuntungan penggunaan z-score

antara lain untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan

indeks dan perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik

kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri.

Indikator antopometri seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah

penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah

dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang

dengan “ cut of point” dengan penilaian z-score dan pengukuran pada anak

balita berdasarkan tinggi badabn menurut umur (TB/U) standar baku WHO-

NCHS berikut (sumber WHO 2006)

a. Dampak stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelehansia (IQ)

sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan

sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan

menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat

penghasilan rendah (Economic Productivity Hypothesis) dan tidak dapat

mencukupi kebutuhan pangan.

Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya

fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas

23
dan prestasinya kelak setelah dewasa. Selain itu dari segi estetika,

seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari

yang tubuhnya pendek.

Stunting yang terjadi pada masa balita merupakan faktor resiko

meningkat nya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan

motorik yang rendah serta fungsi fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen

& gilespie,2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada

masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan mendatang dan

sulit di perbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidak cukupan gizi

dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga

beberapa zat micro.

4. Pencegahan stunting pada balita

a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi

Penanggulangan stunting yang paling efectif dilakukan pada

seribu hari pertama kehidupan, yaitu:

 Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan

cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat

makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan

sangat kurus atau telah mengalami kurang energi kronis (KEK),

maka perlu diberi makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.

24
Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90

tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu

tidak mengalami sakit.

 Pada saat bayi lahir

Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan

begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi

sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI

Eksklusif).

 Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan

sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak

memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.

b. Pencegahan stunting pada masa pertumbuhan bayi

 Kebutuhan gizi masa hamil

Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil,

kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam

proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga

keseimbangan segala proses dalam tubuh. Di samping proses

yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk

pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta

kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja,

bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa

25
terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah

makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun

yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral

untuk membantu proses pertumbuhan itu.

 Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui

Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih

besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap

sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan

yang bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk

minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan

gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan

flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi

pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya

ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr

88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk

minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping

bisa juga ditambah dengan minum air buah.

 Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan

Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air

Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari

lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya

dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini

sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit pada masing-

26
masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila

hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi

menyusui,maka payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800

ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari.

 Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai

melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai

mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana

kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak

juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan

terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak

butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya

optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan

juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.

Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan

tidak menggunakan penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet

dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang terbaik untuk

buah hati anda tanpa efek samping

27
C. PENGETAHUAN

1. Defenisi Pengetahuan

Pudjawidjana mengartikan pengetahuan sebagai suatu reaksi yang ada

pada manusia dengan segala rangsangan yang terjadi pada alat indranya untuk

melakukan pengindraan jauh pada objek tertentu.

Sedangkan menurut notoadmojo ia berpendapat sedikit berbeda yaitu

pengetahuan merupakan hasil dari daya tahunya setelah orang tersebut

melakukan pengindraan jauh.

Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam

bahasa inggris yaitu knowledge, Secara terminologi pengetahuan (knowledge)

adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari

kesadarannya sendiri. Menurut aristoteles pengetahuan bisa didapat berdasarkan

pengamatan dan pengalaman.

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan

apabila seseorang mengenal sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya

adalah selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta

kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu,

pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk

mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang

dihadapinya sebagai hal yang diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan

adalah hasil pengetahuan manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan

manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya,atau hasil usaha

manusia untuk memahami suatu objek tertentu.

28
2. Jenis jenis pengetahuan

Menurut Plato jenis pengetahuan itu dibagi menurut tingkatan-tingkatan

pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah

sebagai berikut:

a. Pengetahuan Eikasia (Khayalan)

Pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran.

Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan

atau kesukaan serta kenikmatan manusia. Pengetahuan dalam tingkatan ini

misalnya seseorang yang mengkhayal bahwa dirinya pada saat tertentu

mempunyai rumah yang mewah,besar dan indah,serta dilengkapi

dengankendaraan dan lain-lainsehingga khayalannya itu terbawa mimpi. Di

dalam mimpinya, ia betul-betul merasa mempunyai dan menempati rumah

itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar dan menganggap bahwa khayal

dan mimpinya betul-betul berupa fakta yang ada dalam dunia kenyataan.

b. Pengetahuan Pistis (Substansial)

Pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan

atau hal-hal yang dapat diindrai langsung. Objek pengetahuan pistis

biasanya disebut zooya karena isi pengetahuan semacam ini mendekati

suatu keyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi atau kepastian

subjektif) dan pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran apabila

mempunyai syarat-syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui,

misalnya mempunyai pendengaran yang baik,penglihatan yang normal, serta

indra yang normal.

29
c. Pengetahuan Dianoya (matematik)

Pengetahuan ini ialah tingkatan yang ada didalamnya sesuatu tidak

hanya terletak pada bagaimana cara berfikirnya. Contoh yang dituturkan

oleh plato tentang pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau

geometri,dimana objeknya adalah matematik yakni sesuatu yang harus

diselidiki dengan akal budi dengan melalui gambar-gambar,diagram

kemudian ditarik hipotesis. Hipotesis ini diolah terus hingga sampai pada

kepastian. Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan

tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan

masalah matematik atau kuantitas entah luas,isi,jumlah,berat yang semata-

mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikir

karenanya pengetahuan ini disebut pengetahuan pikir.

d. Pengetahuan Noesis (filsafat)

Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama

dengan pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan

gambar,diagram melainkan dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak.

Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip-prinsip utama yang isinya hal-hal

yang berupa kebaikan, kebenaran, dan keadilan.

30
C. Jenis Jenis Pengetahuan menurut burhanuddin salam

1. Pengetahuan Biasa

Adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common

sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki

sesuatu di mana ia menerima secara baik.

2. Pengetahuan Ilmu

Adalah ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang

sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective

thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap

dunia factual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui

observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu obkektif dan

menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti

tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena

dimulai dengan fakta.

3. Pengetahuan Filsafat

Pengetahuan manusia itu ada tiga yaitu pengetahuan

sains,pengetahuan filsafat dan pengetahuan mistik.Pengetahuan filsafat ialah

pengetahuan yang berdasarkan logika.[9] Pengetahuan yang diperoleh dari

pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih

menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. kalau

ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit ,filsafat membahas hal

yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan

31
yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung

tertutup menjadi longgar kembali.

4. Pengetahuan Agama

Adalah pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-

Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk

agama. Pengetahuan mengandung beebrapa hal yang pokok, yaitu ajaran

tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan

hubungan vertical dan cara berhubungan dengan sesame manusia, yang sering

juga disebut dengan hubungan horizontal.

D. PERAN ORANG TUA

1. Defenisi Orang Tua

menurut muhammad ilham orang tua adalah pengertian umum dari

seseorang yang melahirkan kita, orang tua biologis. Namun orang tua juga

tidak selalu dalam pengertian yang melahirkan, orang tua juga dapat

didefinisikan terhadap orang tua yang memberikan arti kehidupan bagi kita.

Menurut thambrin nasution orang tua adalah setiap orang yang

bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga dalam

kehidupan sehari hari di sebut sebagai bapak dan ibu.

Menurut hurlock, orang tua merupakan orang dewasa

yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa berkembang.tugas

orang tua melengkapi dan mempersiapkan anakmenuju kedewasaan dengan

32
memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat bembantu anak dalam

menjalani kehidupan.

2. Peran orang tua dalam tumbuh kembang balita

Orang tua memiliki peran strategis dalam mendidik dan membantu

pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa informasi yang kiranya

penting diketahui dan dilakukan orang tua dalam mendukung tumbuh kembang

optimal bagi anaknya adalah:

a. Memenuhi kebutuhan makan anak yang memenuhi standar emas pemberian

makan bayi dan anak (PMBA) yaiut:

i. Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

ii. Memberikan ASI Eksklusif

iii. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6

bulan dan

iv. Melanjutkan menyusui sampai dua tahun atau lebih. Dalam UU

Nomor 36 tahun Tentang Kesehatan pasal 128 dinyatakan bahwa

setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu Eksklusif, pihak

keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus

mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan

fasilitas khusus.

b. Menjaga kesehatan anak; seperti membiasakan perilaku hidup sehat

(PHBS), cuci tangan pakai sabun (CTPS) karena usaha mencegah penyakit

adalah lebih baik daripada mengobati.

33
c. Berinteraksi dengan anak dengan penuh kasih sayang lewat berbagai

kegiatan yang sesuai anak, orang tua dapat memberikan belaian, senyuman,

dekapan, penghargaan dan bermain, mendongeng, menyanyi serta

memberikan contoh-contoh tingkah laku sehari-hari yang baik dan benar

kepada anak.

Upaya-upaya yang mendukung untuk tumbuh kembang optimal

bagi anak sudah dan akan terus dilakukan bahkan dikembangkan ke arah

yang lebih baik, salah satunya melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan

dan perkembangan yang dilakukan di Posyandu, sebagai implementasi dari

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013 tentang

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

Gerakan Nasinal Percepatan Perbaikan Gizi adalah upaya bersama

antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan

kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk

percepatan perbaikan gizi masyarakat prioritas pada seribu hari pertama

kehidupan, yaitu fase kehidupan yang dimulai sejak terbentuknya janin

dalam kandungan sampai anak berusia 2(dua) tahun.

3. Peran orang tua dalam penatalaksanaan gizi

Peran orang tua dalam penatalaksanaan gizi pada balita yaitu

memperhatikan setiap kandungan makanan yang diberikan kepada balita.

34
gizi merupakan substnsi organik yang dibutuhkan organisme

untuk memulihkan fungsi normal tubuh seperti sistem tubuh, daya tahan

tubuh dari virus maupun bakteri serta berperan dalam pertumbuhan.

oleh sebab itu orang harus pemperhatikan kandungan dan

komposisi dalam makanan yang akan diberikan kepada balita sangatlah

penting. Berikut adalah jenis-jenis zat gizi yang di butuhkan dalam masa

pertumbuhan balita:

1. Karbohidrat

Karbohidrat sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat

merupakan sumber energi bagi semua individu.Berdasarkan susunan

kimia dari karbohidrat, maka karbohidrat terbagi tiga, yaitu

Monosakarida, Disakarida, Polisakarida, dan Serat.

Fungsi karbohidrat bagi tubuh adalah:

1) Menghasilkan energi

2) Cadangan tenaga bagi tubuh

3) Memberi rasa kenyang

2. Protein

Protein bukanlah merupakan zat tunggal akan tetapi terdiri dari

unsur-unsur pembentuk protein yang disebut asam amino. Protein sangat

diperlukan tubuh. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun sangat

diperlukan pada masa pertumbuhan. Pada masa bayi hingga remaja,

35
kebutuhan protein lebih besar persentasenya dibandingkan dengan pada

masa dewasa dan manula. Pada masa dewasa dan manula protein

dibutuhkan untuk mempertahankan jaringan-jaringan tubuh dan

mengganti sel-sel yang telah rusak.

Fungsi Protein Bagi Tubuh:

a) Untuk membangun sel-sel jaringan tubuh manusia

b) Untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak atau aus

c) Menjaga keseimbangan asam basa pada cairan tubuh

3. Lemak

Lemak merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein.

Dengan adanya kelebihan konsumsi lemak yang tersimpan sebagai

cadangan energi, maka jika seseorang berada dalam kondisi kekurangan

kalori, maka lemak merupakan cadangan pertama yang akan digunakan

untuk mendapatkan energi setelah protein.

1) Fungsi Lemak Bagi Tubuh

2) Penghasil energi

3) Penghasil asam lemak esensial.

4) Sebagai pelarut vitamin.

4. Vitamin

Vitamin pada mulanya dikenalkan oleh seorang ahli kimia

Polandia yang bernama Funk. Ia percaya bahwa zat penangkal penyakit

36
beri-beri yang larut dalam air itu suatu amina yang sangat vital, dan dari

kata tersebut lahirlah istilah vitamine dan yang kemudian menjadi

vitamin. Saat ini vitamin dikenal sebagai suatu kelompok senyawa

organik yang tidak termasuk dalam golongan protein, karbohidrat,

maupun lemak. Senyawa ini terdapat dalam jumlah yang kecil dalam

bahan makanan tapi sangat penting peranannya bagi tubuh untuk

menjaga kelangsungan kehidupan serta pertumbuhan.

5. Kalsium

Tubuh kita mengandung kalsium yang lebih banyak

dibandingkan dengan mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang

dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium. Namun pada bayi

kalsium hanya sedikit (25-30 g). Setelah usia 20 tahun secara normal

akan terjadi penambahan sekitar 1.200 gram kalsium dalam tulang

rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak.

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua,

yaitu membantu membentuk tulang gigi dan mengatur proses biologis

dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan,

tetapi juga keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan meskipun

sudah mencapai usia dewasa. Pada pembentukan tulang, bila tulang

baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting penelitian

Penelitian ini berfokus pada ibu yang memiliki anak balita dengan

stunting. Peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana pengetahuan

orang tua terhadap penatalaksanaan gizi balita stanting. Penelitian ini

dilakukan di wilayah Bukittinggi. Tempat peneliti melakukan wawancara

adalah rumah partisipan dan dikondisikan agar partisipan merasa nyaman

serta menjaga privasi partisipan sehingga partisipan dapat menyampaikan

tanggapannya secara terbuka.

B. Metode Penelitia

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, seperti rasional, empiris dan sistematis

(Sugiyono, 2013). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong,

2013).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif

fenomenologi dan sesuai dengan filosofi penemunya pada tahun 1962, yaitu

38
Husserl yang menekankan pada deskripsi terhadap arti pengalaman

seseorang(Polit & Beck, 2010). Menurut Spiegelberg 1975 fenomenologi

deskriptif menstimulasi persepsi kita terhadap pengalaman hidup yang

menekankan pada kekayaan, kedalaman, dan keluasan dari pengalaman

tersebut (Streubert & Carpenter, 2011).

Peneliti ingin mengetahui pengalaman ibu dalam proses

penatalaksanaan gizi pada palita stunting secara mendalam sehingga

didapatkan pemahaman dan makna dari fenomena tersebut. Pengalaman

yang dimiliki oleh setiap orang tua berbeda dan bersifat unik sehingga

fenomena ini tidak dapat digambarkan secara kuantitatif. Oleh karena itu,

peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi deskriptif. Proses penelitian fenomenologi deskriptif

mempunyai 4 tahap, yaitu bracketting intuiting, analiyzing, dan describing.

1. Tahap bracketting

merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi nilai-nilai dan

norma terhadap fenomena yang akan diteliti yang harus disingkirkan

selama penelitian berlangsung. Tujuan dari bracketting adalah agar

data yang didapatkan saat penelitian benar seperti apa adanya tanpa

ada asumsi ataupun pendapat dari peneliti (Polit&Back, 2010).

2. Tahap intuiting

peneliti memasuki secara total dengan empati dan menghargai

ungkapan partisipan pada fenomena yang diteliti dan merupakan

proses dimana peneliti mulai tahu tentang fenomena yang

39
digambarkan partisipan. Peneliti bersifat alami tanpa mempengaruhi

partisipan.

3. Tahap analyzing

peneliti mengidentifikasi intisari fenomena tentang pengalaman

ibu dalam proses penatalaksanaan gizi balita stunting berdasarkan data

-data yang diperoleh dari partisipan. Pada tahap ini peneliti melakukan

identifikasi seteliti dan secermat mungkin untuk memperoleh

keakuratan dan kemurnian hasil sesuai dengan pengalaman partisipan.

4. Tahap describing

merupakan tahap terakhir dari fenomenologi deskrptif. Pada

tahap ini peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang

fenomena yang diteliti. Deskripsi tulisan ini bertujuan untuk

mengkomunikasikan arti dan makna pengalaman ibu terhadap

penatalaksanaan gizi balita stunting sesuai pandangan partisipan.

Ketiga langkah tersebut merupakan satu kesatuan dalam pemahaman

arti dan makna menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dan

pelaksanaannya dilakukan secara berurutan.

40
C. Partisipan

1. Pemilihan Partisipan

Partisipan adalah orang yang dapat memberikan informasi yang

diperlukan (Moleong, 2014). Pemilihan partisipan dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling, dimana partisipan yang

dipilih sesuai dengan kriteria dan tujuan penelitian (Speziale &

Carpenter, 2003). Penentuan partisipan sebagai sumber data dibantu

dengan adanya pertimbangan tertentu berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan sebelumnya ( Polit & Beck, 2010)

Kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah:

a) Seorang ibu yang memiliki anak kandung dengan balita

stunting (pendek).

b) Anak partisipan miliki berat badan tidak normal atau berat

badan dibawah berat badan anak seusianya.

c) Bersedia menjadi responden, mampu berkomunikasi dan

kooperatif

Pada penelitian ini, peneliti memilih ibu yang memiliki anak

balita stunting. Peneliti dibantu oleh fasilitator, yaitu seorang pegawai

kantor kelurahan setempat untuk menentukan partisipan yang

disesuaikan dengan kriteria yang telah ditentukan. Setelah itu peneliti

melakukan kontrak dengan calon partisipan satu-persatu. Kemudian

peneliti melakukan wawancara pada setiap partisipan hingga mencapai

saturasi data

41
2. Jumlah Partisipan

Menurut Speziale & Carpenter, 2003, jumlah partisipan pada

penelitian kualitatif biasanya 5 sampai 10 orang, namun apabila belum

tercapai saturasi data maka jumlah partisipan dapat ditambah sampai

terjadi pengulangan informasi dari partisipan. Saturasi menunjukkan

bahwa data yang dideskripsikan partisipan memiliki kesamaan atau

mencapai titik jenuh meskipun dilihat dari berbagai perspektif. Tidak

ada ketentuan terhadap jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif.

Apabila saturasi telah tercapai dimana tidak ada informasi yang baru

pada partisipan terakhir maka jumlah partisipan dianggap cukup pada

saat itu ( Polit & Beck, 2010)

3. Cara pemilihan partisipan

a. Purposive.

Peneliti memilih informan menurut kriteria tertentu yang

telah ditetapkan. Kriteria ini harus sesuai dengan topik

penelitian. Mereka yang dipilih pun harus dianggap kredibel

untuk menjawab masalah penelitian.

D. Instrumen Penelitian

1. Peneliti sebagai instrument

Peneliti memiliki peranan yang kompleks dalam penelitian

kualitatif dan telah menjadi suatu karakteristik penelitian kualitatif

bahwa peneliti adalah sebagai instrumen penelitian. Peneliti juga

42
merupakan perencana, analisa, penafsir data serta pelapor dari hasil

penelitian. Peneliti merupakan instrumen dalam penelitian kualitatif,

karena peneliti akan melakukan suatu pencarian dan penggalian data atau

informasi secara mendalam dan menyeluruh (Moleong, 2007).

2. Voice Recorder

Peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam percakapan

antara peneliti dengan partisipan. Dengan menggunakan alat perekam

peneliti lebih mudah untuk menyimpulkan tanggapan dari partisipan,

karena data yang diperoleh dari partisipan bisa diputar ulang saat

mengolah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan handphone

Xiaomi Redmi 4x untuk merekam percakapan dengan partisipan.

3. Pedoman Wawancara

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan teknik

semi structure interview. Wawancara diawali dengan pertanyaan terbuka

“Bagaimana pendapat ibu terhadap balita yang menderita sunting?”.

Namun peneliti juga mempersiapkan pertanyaan lanjutan Probbing

Question sebagai antisipasi terjadinya kesulitan dalam mengungkapkan

pertanyaan saat wawancara.

Dalam wawancara ini peneliti tidak mengendalikan alur

wawancara dan tidak memberikan batasan atas berkembangnya jawaban

partisipan sehingga informasi yang didapat lebih murni. Namun, jika

jawaban partisipan mulai keluar dari topik penelitian maka peneliti akan

menfokuskan kembali peneliti kepada topik wawancara penelitian

43
E. Prosedur pengumpulan data.

Sumber data utama penelitian kualitatif adalah kata-kata. Sumber

lainnya adalah data tambahan seperti adanya dokumen (Moleong, 2007).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan data utama yang berasal kata-

kata para partisipan yang didapatkan melalui wawancara.

1. Proses pengumpulan data

Tahap perencanaan diawali dengan menyusun rancangan

penelitian dan memilih lahan penelitian. Selanjutnya peneliti

melakukan ujian sidang proposal dan mendapatkan persetujuan untuk

melakukan penelitian dari hasil sidang tersebut. Peneliti mengurus

surat izin untuk melakukan penelitian dari Prodi S1 Keperawatan

STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi. Peneliti mengajukan surat izin

pengambilan data awal penelitian ke kantor Kesatuan Bangsa dan

Politik (KESBANGPOL) untuk memperoleh data jumlah balita

dengan stunting di kota bukittinggi melalui kantor Dinas Sosial dan

Dinas Pendidikan. Setelah mendapat izin peneliti menetapkan calon

partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kemudian

peneliti melakukan kontrak dengan partisipan.

2. Cara Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara

yang bersifat semi terstruktur (semi structure interview). Wawancara

semi terstruktur menurut Sugiyono (2012) di dalam pelaksanaannya

lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari

44
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti

menggunakan bantuan pedoman wawancara untuk memudahkan dan

memfokuskan pertanyaan yang akan diutarakan. Peneliti juga

menggunakan alat bantu untuk merekam yang bertujuan untuk

memudahkan dalam proses pengolahan data.

Wawancara tipe ini peneliti menggali informasi secara

mendalam mengenai pengalaman ibu dalam proses penatalaksanaan

gizi pada balita stunting. Peneliti melakukan proses wawancara

melalui beberapa fase, yaitu :

a. Fase Pra Interaksi

Pada fase pra interaksi peneliti membutuhkan waktu lebih

kurang 10-15 menit. Peneliti merencanakan saat melakukan

pertemuan pertama dengan partisipan, peneliti memberikan hak

kebebasan kepada partisipan untuk menentukan waktu dan tempat

melakukan wawancara sesuai dengan keinginan dan kenyamanan

partisipan. Wawancara dilakukan di rumah partisipan yang telah

dikondisikan sesuai keinginan partisipan. Saat wawancara disepakati

bahwa hanya ada partisipan, peneliti, dan anak partisipan yang ada di

dalam ruangan.

Pada pertemuan pertama dengan partisipan, peneliti

hanya berkenalan dan melakukan obrolan-obrolan ringan untuk

45
membina keakraban dengan partisipan. Peneliti juga melakukan

kontrak waktu dan tempat wawancara. Peneliti menjelaskan akan

merencanakn jumlah pertemuan dengan partisipan sebanyak 3 kali.

Pada hari pertama peneliti hanya melakukan kontrak awal

untuk melakukan wawancara. Pada hari kedua peneliti melakukan

wawancara untuk memperoleh data yang dibutuhkan dari partisipan.

Pada hari ketiga peneliti mengklarifikasi kembali data-data yang

sudah diperoleh.

b.Fase Orientasi

Peneliti mengawali pertemuan dengan mengklarifikasi

kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Peneliti membutuhkan

waktu lebih kurang 5-10 menit pada fase orientasi. Peneliti

menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Selanjutnya peneliti

memberikan penjelasan mengenai inform concent terkait dengan hak

partisipan pada penelitian. Partisipan berhak membatalkan atau

mengundurkan diri menjadi partisipan dalam penelitian ini jika

partisipan merasa tidak nyaman dengan proses wawancara atau

karena alasan lainnya. Peneliti meyakinkan partisipan bahwa

penelitian ini akan di jaga kerahasiaannya.

Pada pertemuan pertama, peneliti mencoba beradaptasi

dengan partisipan agar dapat saling mengenal antara satu dengan

yang lainnya. Tujuannya adalah agar dapat terbina keakraban dan

hubungan saling percaya. Untuk mempertahankan hubungan saling

46
percaya, peneliti bersikap terbuka, jujur, menepati janji, dan

menghargai partisipan.

Peneliti duduk berhadap-hadapan dengan partisipan dan

berbicara dengan santai untuk meminimalisir kekakuan. Kemudian

peneliti menyiapkan format catatan lapangan dan menghidupkan

voice recorder untuk merekam pembicaraan peneliti dengan

partisipan.

C.Tahap Pelaksanaan

Proses pengumpulan data dimulai pada hari kedua dan

ketiga dengan pertanyaan “Bagaimana perasaan ibu saat

mengetahui anak ibu mengalami stunting?”. Saat melakukan

wawancara peneliti tidak memberi batasan kepada partisipan untuk

menjelaskan tanggapannya. Topik dari wawancara adalah perasaan

partisipan saat mengetahui anaknya menderita tunagrahita, respon

awal partisipan serta tanggapan partisipan mengenai kebutuhan

pendidikan untuk anaknya. Wawancara berlangsung selama 40-45

menit. Setelah melakukan wawancara peneliti mengklarifikasi data

yang telah didapatkan. Wawancara menggunakan bahasa daerah

dan bahasa Indonesia.

1. Fase Terminasi

Fase terminasi membutuhkan waktu lebih kurang 5-10

menit. Terminasi dilakukan saat semua pertanyaan yang ingin

ditanyakan peneliti telah selesai dijawab oleh partisipan. Pada

47
terminasi akhir, peneliti menutup wawancara dengan

mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasama dari

partisipan. Sebagai penutup, peneliti menenyakan kesediaan

partisipan untuk melakukan kontrak kembali jika ada informasi

yang perlu diklarifikasi (Yuliane, 2017).

3.Teknik Analisa Data

Tahapan proses analisis data kualitatif salah satunya

menggunakan model Collaizi (1978) dalam Streubert &

Carpenter, 2011). Alasan pemilihan analisa ini karena pada model

Collaizi terdapat perbedaan dibandingkan dengan model lainnya,

yaitu pada tahap akhir analisa Collaizi menambahkan tahapan

untuk dilakukan validasi akhir pada partisipan. Tahapan ini

bertujuan agar hasil penelitian yang didapatkan mewakili

perasaan partisipan sesuai p a.

a. Acquiring a sense of transcript

Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau

pernyataan partisipan. Membaca seluruh deskripsi fenomena

yang telah disampaikan oleh semua partisipan. Dalam hal ini

peneliti membaca deskripsi secara berulang-ulang dan

menuliskannya dalam bentuk naskah transkrip agar dapat

mendeskripsikan gambaran konsep penelitian. engalaman

hidupnya (Amelia,2015)

48
b. Extracting significant statement

Membaca kembali transkrip hasil wawancara dan

mengutip pernyataan-pernyataan yang bermakna dari semua

partisipan. Setelah mampu memahami pengalaman

partisipan, peneliti membaca kembali transkrip hasil

wawancara, memilih pernyataan-pernyataan dalam naskah

tranksrip yang signifikan dan sesuai dengan tujuan khusus

penelitian dan memilih kata kunci pada pernyataan yang telah

dipilih dengan cara memberikan garis penanda.

c. Formulating Meaning

Pada tahap ini Collaizi merekomendasikan untuk

menformulasikan pernyataan baru yang lebih umum

( memberi makna/arti) untuk masing-masing pernyataan

signifikan yang telah diidentifikasi. Dalam upaya

memformulasikan makna/arti, peneliti berupaya

menggunakan sudut pandang partisipan dan

mengesampingkan semua pengetahuan, asumsi, dan

pengalaman pribadi peneliti.

d. Organizing formulating meaning into Cluster of themes

Mengelompokkan setiap makna pernyataan yang

memiliki kesamaan dalam satu kelompok yaitu Cluster

Theme. Peneliti mengelompokkan beberapa formulated

meaning dari semua partisipan yang memiliki kesamaan

49
makna ke dalam Cluster theme sehingga setiap Cluster theme

akan memiliki beberapa makna dari beberapa makna

pernyataan significant partisipan. Peneliti akan memunculkan

satu tema berdasarkan Cluster theme yang sudah ada. Setelah

ditetapkan, peneliti melakukan validasi dengan merujuknya

pada transkrip awal yang masih asli.

e. Exhaustively describing the investigated phenomenon

Deskripsi yang menyeluruh dibuat dengan

menggabungkan semua informasi yang berkaitan dengan

fenomena yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui sintesis dari

semua cluster tema dan dihubungkan dengan makna yang

sudah diformulasikan sebelumnya. Peneliti menggunakan

setiap tema yang telah ditemukan dan dikaitkan dengan

makna-makna pada pernyataan signifikan pada cluster yang

akan menjelaskan fenomena sec`ara detail dan menyeluruh

sehingga membentuk suatu paragraf.

f. Describing the fundamental structure of the phenomenon

Menggabungkan data hasil analisa ke dalam

deskripsi menyeluruh dari fenomena. Peneliti menganalisis

kembali pada exhaustive description untuk mengidentifikasi

konsep inti yang akan menjadi definisi dari fenomena yang

mencerminkan gambaran pengalaman partisipan. Tujuan

tahap ini agar pembaca lebih memperoleh esensi dari makna

50
yang didapatkan dan partisipan mampu memahami

pengalaman partisipan.

g. Returning to the participant

Menemui partisipan untuk melakukan validasi

deskripsi hasil analisis. Peneliti kembali kepada partisipan

dan membacakan kisi-kisi hasil analisis tema. Partisipan juga

diberikan kesempatan untuk memberikan feed back terhadap

hasil analisa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah

gambaran tema yang diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai

dengan keadaan yang dialami partisipan.

4. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting

dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Mengingat penelitian keperawatan

akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian

harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan

penelitian. Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan persetujuan

dan izin dari kampus STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi. Pada penelitian

ini peneliti mempertimbangkan prinsip-prinsip etika penelitian, yang

merupakan tiga prinsip dasar etik (Polit&Back, 2010), yaitu:

a. Principle Of Beneficence And Non Malficence

Pada prinsip beneficence terdiri dari hak partisipan untuk

terbebas dari hal yang mengancam atau membahayakan serta

terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan partisipan. Partisipan

51
juga terbebas dari eksploitasi dan mendapatkan manfaat dari

penelitian.

Partisipasi dari partisipan memiliki manfaat pada

penelitian ini, yaitu partisipan mengetahi manfaat penatalaksanaan

gizi pada balita. Jika diberi pendidikan maka ibu yang memiliki anak

balita dapat memberikan penetalaksanaan gizi pada balitanya.

Peneliti menjelaskan pada partisipan bahwa keikutsertaannya dalam

penelitian ini akan memiliki manfaat untuk pengembangan ilmu

keperawatan. Data-data dari partisipan dapat dijadikan sebagai

informasi bagi perawat untuk mengetahui pengalaman ibu yang

memiliki anak tunagrahita, sehingga dapat dijadikan sebagai

motivasi bagi orang tua lain yang memiliki anak tunagrahita.

Berhubung waktu yang diperlukan untuk melakukan wawancara

sekitar 40-60 menit, yaitu berkisar antara pukul 10.00-11.00 WIB

maka peneliti mempersiapkan snack untuk partisipan.

b. The Principle Of Respect For Human Dignity

Pada prinsip etik kedua ini, partisipan memiliki dua hak.

Kedua hak partisipan tersebut adalah memberikan kebebasan pada

partisipan dalam mengambil keputusan untuk bersedia berpartisipasi

dalam penelitian dan hak untuk mendapatkan penjelasan tentang

penelitian terkait.

Peneliti mengawali pertemuan dengan memperkenalkan

diri dan asal institusi kepada partisipan. Peneliti membina hubungan

52
saling percaya terlebih dahulu dengan partisipan dengan melakukan

percakapan ringan. Selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai

pengalaman ibu yang memiliki anak balita dengan stunting. Peneliti

berperan sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Peneliti

menjelaskan prosedur penelitian yang akan berlangsung selama 40-

60 menit dan akan direkam menggunakan alat perekam suara.

Wawancara akan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah

disepakati sebelumnya sesuai dengan kenyamanan partisipan.

Peneliti memberikan kesempatan kepada partisipan untuk bertanya

jika ada hal yang kurang jelas bagi partisipan. Selanjutnya partisipan

diberikan hak penuh untuk mengambil keputusan apakah bersedia

atau tidak untuk berpartisipasi menjadi partisipan dalam penelitian.

c. The Principle Of Justice

Prinsip ketiga adalah hak partisipan untuk mendapatkan

parlakuan yang sama dan hak untuk mendapatkan privasi. Peneliti

memperlakukan semua partisipan secara sama. Semua partisipan

diberikan pertanyaan yang sama mengenai kebutuhan pendidikan

untuk anak tunagrahita Peneliti menyepakati waktu dan tempat

penelitian dengan mempertimbangkan kenyamanan bagi masing-

masing partisipan. Dalam melakukan wawancara dengan partisipan,

peneliti berpenampilan rapi, bersikap sopan, menghormati, dan

53
menghargai partisipan, mendengarkan penjelasan dari partisipan

dengan baik. Saat memulai wawancara, peneliti memberikan

pertanyaan yang sama kepada masing-masing partisipan, yaitu

“Bagaimana perasaan ibu saat mengetahui ibu memiliki anak balita

stunting?”. Selama proses pengumpulan data, peneliti menjaga

semua privasi partisipan dengan memberikan kode inisial terhadap

identitas semua partisipan dan menjamin menyimpan semua arsip

penelitian termasuk data yang didapatkan dari partisipan dengan baik

(Amelia, 2015).

5. Keabsahan Data

Menurut Lincoln dan Guba (1985), pencapaian

keabsahan data dapat dilakukan dengan credibility, dependability,

transferability, confirmability, dan member check:

a.Credibility

Kredibilitas penelitian dapat dilakukan dengan

pengamatan dan ketekunan dalam pengolahan data. Kredibilitas

penelitian dapat diakui jika hasil yang dilaporkan sesuai dengan

apa yang dialami oleh partisipan.

Pencapaian kredibilitas dilakukan dengan

memperlihatkan hasil transkrip wawancara kepada partisipan

sehingga apa yang ada di transkrip wawancara sesuai dengan apa

yang dipersepsikan oleh partisipan. Partisipan akan melakukan

54
perubahan pada transkrip jika ada hal yang tidak sesuai dengan

persepsi partisipan.

b. Dependability

Konsistensi dan kestabilan data pada dependability

didapatkan dengan cara melakukan klarifikasi data saat

melakukan wawancara. Data yang diperoleh pada hari pertama

wawancara akan diklarifikasi kembali pada hari berikutnya

kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing.

c. Transferability

Menurut Graneheim & Lundmand, 2004,

Transferability merujuk kepada hasil penelitian secara esensial

dapat ditansfer pada orang lain yang mengalami hal yang sama.

Transferability dapat dilakukan dengan menjabarkan hasil

penelitian yang kaya akan deskripsi, dengan kata lain deskripsi

yang dijabarkan adalah detail dan menyeluruh sehingga informasi

yang diberikan sangat lengkap. Hasil deskripsi yang kaya akan

deskripsi ini dibuat dalam bentuk laporan.

d. Comfirmability

Comfirmability merujuk pada data yang objektif

dan netral sehingga kebenaran dan keaslian dapat dipastikan.

Comfirmability dapat dicapai dengan mempertahankan

bracketting saat melakukan penelitian. Peneliti melakukan

Comfirmability kepada partisipan untuk mengklarifikasi kembali

55
apakah hasil yang didapatkan sesuai dengan pengalaman

partisipan.

e. Member check

Member check adalah proses pengecekan data

kembali kepada partisipan setelah merangkum dan

mendeskripsikan data-data yang diperoleh. Apabila data yang

disimpulkan oleh peneliti tidak sesuai dengan apa yang dimaksud

oleh partisipan, maka peneliti harus mengulang mendeskripsikan

data sesuai maksud partisipan.

56
DAFTAR PUSTAKA

Afritayeni, A. (2017). Pola Pemberian Makan Pada Balita Gizi Buruk Di Kelurahan

Rumbai Bukit Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal

Endurance, 2(1), 7-17.

Alita, R., & Ahyanti, M. (2016). Keberhasilan Program Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan Untuk Balita di Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan, 4(1).

Al-Rahmad, A. H., Miko, A., & Hadi, A. (2013). Kajian Stunting Pada Anak Balita

Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif, Mp-Asi, Status Imunisasi Dan

Karakteristik Keluarga Di Kota Banda Aceh. J Kesehatan Ilmiah Nasuwakes,

6, 169-84.

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita Di Wilayah Pedesaan Dan

Perkotaan (The Factors Affecting Stunting On Toddlers In Rural And Urban

Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163-170.

Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan validitas data melalui triangulasi pada penelitian

kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(1), 46-62.

Lestari, T. W., & Yk, L. E. H. (2014). Pengaruh Pemberian Makan Balita Dan

Pengetahuan Ibu Terhadap Status Gizi Balita Di Kelurahan Meteseh

Kecamatan Tembalang Kota Semarang. In Prosiding Seminar Nasional &

Internasional (Vol. 2, No. 2).

57
Lestari, W., Margawati, A., & Rahfiludin, Z. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada Anak

Umur 6-24 Bulan Di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi

Aceh. Jurnal Gizi Indonesia, 3(1), 37-45.

Moleong, L. (2013). J. 2007. Metodologi penelitian kualitatif, 4-10.

Muaris, H. (2006). Sarapan sehat untuk anak balita. Gramedia Pustaka Utama.

Munawaroh, S. (2016). Pola Asuh Mempengaruhi Status Gizi Balita Relationship Of

Parenting Pattern And Toddlers’ Nutrititional Status. Jurnal Keperawatan, 6(1).

Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, 10(1), 13-19.

Nurbaiti, L., Adi, A. C., Devi, S. R., & Harthana, T. (2014). Kebiasaan Makan Balita

Stunting Pada Masyarakat Suku Sasak: Tinjauan 1000 Hari Pertama

Kehidupan (Hpk). Masyarakat, Kebudayaan Dan Politik, 27(2), 104-112.

Pormes, W. E., Rompas, S., & Ismanto, A. Y. (2014). Hubungan Pengetahuan Orang

Tua Tentang Gizi Dengan Stunting Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di Tk Malaekat

Pelindung Manado. Jurnal Keperawatan, 2(2).

Soesanto, E., & Mutaqin, I. R. (2008). Perbedaan Tingkat Pengetahuan Ibu Balita

Tentang Gizi Buruk Sebelum Dan Setelah Dilakukan Pendidikan Kesehatan Di

Puskesmas Mranggen Iii Mranggen Demak. Fikkes, 2(1).

58
Sundari, E., & Nuryanto, N. (2016). Hubungan Asupan Protein, Seng, Zat Besi, Dan

Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Z-Score Tb/U Pada Balita. Journal Of

Nutrition College, 5(4), 520-529.

Thasim, S., Syam, A., & Najamuddin, U. (2013). Pengaruh Edukasi Gizi Terhadap

Perubahan Pengetahuan Dan Asupan Zat Gizi Pada Anak Gizi Lebih Di Sdn

Sudirman I Makassar Tahun 2013. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

Kesehatan Masyarakat S, 1.

Zulaikhah, S. (2010). Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 2 sampai

3 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (Doctoral

dissertation, Universitas Sebelas Maret Surakarta).

59

Anda mungkin juga menyukai