Anda di halaman 1dari 6

Delaying Intraoral Radiographs during the COVID-19 Pandemic: A Conundrum (Kaur et

al., 2022)

DOI : https://doi.org/10.1155/2022/8432856

Pada saat masa pandemic COVID-19, sebagian besar prosedur elektif dalam kedokteran
gigi telah ditangguhkan atau ditunda termauk pengambilan foto radiografi. Namun, pasien yang
membutuhkan perawatan darurat (emergency) gigi pada saat pandemi berlangsung memerlukan
radiografi gigi intra / ekstraoral yang relevan untuk diagnosis dan perencanaan perawatan yang
memadai. Resiko kontaminasi silang melalui droplet saat menggunakan film holder intraoral
yang merangsang refleks muntah, batuk, sekresi air liur, dan protokol desinfeksi yang tepat tidak
diterapkan. Gag adalah salah satu masalah umum yang terkait dengan radiografi intraoral.
Frekuensi tersedak selama pengambilan radiografi intraoral berbeda secara signifikan ketika
radiografi diambil oleh pekerja radiografi yang berpengalaman. Refleks muntah karena
penempatan reseptor intraoral di semua tempat paling khas di rahang atas.
Badan pengatur kesehatan mendesak untuk memprioritaskan teknik pencitraan radiografi
ekstraoral untuk mengendalikan infeksi pada pasien yang membutuhkan perawatan gigi darurat
(dental emergency). Jurnal ini menjelaskan beberapa grading radiografi gigi sesuai dengan
kebutuhan situasional / dalam perawatan gigi darurat. Para profesional gigi dapat
mempertimbangkan pemindaian cone-beam computed tomography (CBCT) dan sectional dental
panoramic radiographs (SDPRs) sebagai lini pertama pencitraan (imaging) daripada radiografi
intraoral saat pandemi sedang berlangsung. Hal ini akan memungkinkan praktisi gigi untuk
mencapai tujuan radiografi intraoral yang sesuai tanpa pembentukan aerosol.
Imaging of Mandibular Fractures: A Pictorial Review (Nardi et al.,
2020)
DOI : https://doi.org/10.1186/s13244-020-0837-0

Fraktur mandibula adalah salah satu fraktur maksilofasial yang paling umum diamati di
ruang gawat darurat 44,2% terutama disebabkan oleh kecelakaan di jalan. Gambaran klinis
fraktur mandibula meliputi maloklusi dan hilangnya fungsi mandibula. Penyebab paling umum
dari fraktur maksilofasial adalah kecelakaan lalu lintas (40-42%), jatuh, penyerangan, olahraga,
dan cedera kerja. Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan lokalisasi anatomisnya
yaitu: simfisis/ parasimfisis (30–50%), horizontal branch (21–36%), angulus (15–26%), ramus
(2–4%), kondilus (20–26%), dan prosesus koronoideus (1–2%).

Radiografi merupakan teknik pencitraan tingkat pertama pada pasien dengan cedera
traumatis mandibular. Tiga pandangan sinar-X yang berbeda dapat dilakukan untuk fraktur
mandibular :
1. Postero-anterior umumnya digunakan untuk fraktur sudut dan ramus
2. Angled antero-posterior yang biasa disebut reverse towne berguna jika terjadi perpindahan
fragmen kondilus
3. Bilateral oblique view digunakan untuk menganalisis sudut dan horizontal branch
mandibula.

Radiografi panoramic termasuk pencitraan dua dimensi yang memiliki sensitivitas yang
jauh lebih tinggi daripada tiga seri tampilan sinar-X yang disebutkan sebelumnya untuk
mendeteksi fraktur mandibular. Gambaran ini memiliki kelemahan yaitu kesulitan dalam
memposisikan pasien, anatomis noise, superimposisi, distorsi geometrik, sudut sinar-X, dan
kontras radiografik yang mungkin dipengaruhi oleh sedikit gerakan mandibula yang
menghasilkan artefak. Maka dari itu gambaran radiografi panoramik biasanya terbatas pada lesi
yang terisolasi (rahang atas & rahang bawah) yaitu terbatas pada peristiwa traumatis ringan,

Baru-baru ini, teknik pencitraan tiga dimensi baru yang disebut cone beam computed
tomography (CBCT) telah terbukti menyediakan studi volumetrik yang sangat baik dari struktur
tulang maksilofasial dan mampu mengenali fraktur mandibular. CBCT tidak terpengaruh oleh
artefak logam. Tetapi, waktu pemindaian yang lama (5,4–40 detik) pada penggunaan CBCT pada
pasien yang mengalami rasa sakit dan memiliki kecacatan fungsional untuk peningkatan risiko
artefak karena terjadinya pergerakan. Tujuan dari teknik pencitraan ini adalah untuk
mengidentifikasi keberadaan, jumlah, dan lokalisasi yang tepat dan perluasan dari fraktur, serta
untuk menganalisis komplikasi yang menyertai pada struktur anatomi yang berdekatan
Basic Knowledge And New Advances In Panoramic Radiography Imaging Techniques : A
Narrative Review On What Dentist And Radiologists Should Know ( Izzetti et al., 2021)

DOI : https://doi.org/ 10.3390/app11177858

Radiografi panoramik (orthopantomography) adalah pemeriksaan skrining yang paling


sering diterapkan dalam kedokteran gigi. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu biaya
yang relatif rendah, dosis radiasi yang rendah, dan memperoleh gambaran menyeluruh pada
lengkung gigi, tulang rahang atas dan rahang bawah, serta gambaran sinus. Namun radiografi
panoramik hanya menyediakan representasi dua dimensi, hal ini akan memperlihatkan beberapa
struktur yang terlihat berbeda sehingga dapat membuat interpretasi gambaran radiografi yang
salah. Selain itu, deformasi gambar yang berasal dari akuisisi geometri dapat menghasilkan
pengukuran dan evaluasi yang salah.

Selama pemeriksaan pasien dapat dalam posisi berdiri atau duduk. Kepala pasien
dipertahankan pada posisinya melalui dagu, sandaran dahi, dan penyangga kepala lateral. Lampu
indikator memandu posisi pasien pada bidang midsagital yang dipusatkan pada garis tengah
rotasi dan harus tegak lurus sejajar dengan lantai. Pada bidang frankfurt, yaitu garis yang
melewati batas superior meatus auditorius eksterna ke tepi infraorbital yang berorientasi pada
garis horizontal dan sejajar dengan lantai. Posisi gigi seri rahang atas dan rahang bawah harus
menggigit sebuah blok gigitan untuk menghindari gambaran yang superiomposisi antar mahkota.
Posisi head to head dari insisivus kedua lengkung pada bidang yang sama di dalam focal trough
bertepatan dengan titik tumpu pusat simetri rotasi dari unit gigi panoramik untuk memastikan
pancaran radiasi. Selanjutnya, pasien harus mengangkat lidah menempel pada langit-langit mulut
(palatum) untuk menghindari overexposure dan adanya area radiolusen yang memperlihatkan
ruang udara pada apeks gigi maxilla.

Radiografi panoramik yang benar membutuhkan posisi pasien dan teknik yang tepat.
Secara keseluruhan, terdapat enam parameter menentukan apakah radiografi panoramik
dilakukan dengan benar, yaitu simetri kedua sisi, bidang oklusal, lokalisasi dua kondilus
mandibula pada ketinggian yang sama, representasi yang jelas dari apeks gigi dari gigi maxilla,
posisi lurus tulang belakang leher, dan parameter paparan yang memadai. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk meninjau prinsip-prinsip akuisisi citra PAN dan manajemen kesalahan yang
dapat terjadi selama pelaksanaannya untuk memberikan panduan bagi dokter untuk kinerja yang
benar dari teknik pencitraan ini.
Panoramic Radiography In Dentistry ( Kalinowska., 2021)

DOI : https://doi.org/10.1007/s41894-021-00111-4

Anda mungkin juga menyukai