Anda di halaman 1dari 2

Peran Strategis Masjid dalam Dunia Zakat

Oleh : M Donny Supanra

Perolehan zakat di Indonesia di tahun 2021 masih berkutat pada angka 11 triliun. Angka tersebut
masih sangat jauh dari potensi zakat di Indonesia yaitu 327 triliun Realisasi perolehan zakat di
Indonesia masih sekitar 3.5% saja dari potensinya? Pertanyaan besar ini haruslah kita cari tahu
jawaban dan solusinya.

Ada beberapa prediksi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Beberapa diantaranya yaitu
kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah dalam membayar zakat. Bukan
karena tidak tahu bahwa zakat hukumnya wajib, namun belum menyadari dan meyakini varians
zakat kontemporer seperti zakat profesi.

Selain itu, angka perolehan zakat di Indonesia sebesar 11 triliun merupakan perolehan zakat
yang tercatat dalam annual report BAZNAS dan terhimpun dari BAZNAS, BAZNAS Provinsi,
BAZNAS Kab/Kota, dan LAZ.  Sedangkan perolehan zakat oleh masjid tidak ikut
diperhitungkan. Padahal berdasarkan riset IMZ sebagian besar muzakki memilih masjid sebagai
tempat membayar zakat. Hal ini sangat mungkin menjadikan angka perolehan zakat di Indonesia
terlihat rendah.

Letak masjid yang dekat dengan komunitas masyarakat menjadikannya lebih diminati sebagai
tempat berzakat. Tidak dipungkiri bahwa alasan lain yang melatarbelakangi muzakki membayar
zakat ke masjid dikarenakan mencari kepuasan tersendiri dengan membayar zakatnya di masjid
dimana ia tinggal sehingga peruntukan zakatnya untuk mustahik disekitarnya.

Bila dilihat dari programnya, BAZ dan LAZ memang lebih beragam pengelolaan zakatnya bila
dibandingkan pengelolaan berbasis masjid. Keadaan ini disinyalir dikarenakan zakat yang
terkumpul masih dalam jumlah kecil, peran tokoh agama setempat masih dominan, dan
sumberdaya manusia organisasi zakat berbasis masjid masih bersifat konvensional sehingga
zakat didistribusikan untuk keperluan konsumtif.

Terlepas dari sisi muzakki maupun internal organisasi, masjid masih menjadi favorit masyarakat
dalam menyalurkan zakatnya sehingga keberadaannya patut diperhitungkan dalam dunia zakat.
Masjid dapat menjadi tempat ideal untuk mensosialisasikan zakat kepada masyarakat, juga
sebagai unit pengumpul zakat atau bahkan pengelola zakat. Apabila pengumpulan/pengelolaan
zakat berbasis masjid ini diakui sebagai badan formal maka zakat yang terkumpul dapat
terkalkulasi dalam perhitungan perolehan zakat nasional sehingga realisasi perolehan zakat
perlahan akan mendekati potensinya.

Tidak hanya dari sisi perolehan zakat, dari sisi pendistribusian juga akan semakin efisien karena
jalur pendistribusian akan menjadi lebih singkat. Selain itu, pencatatan muzakki serta mustahik
dapat lebih mudah karena dilakukan oleh pengurus masjid yang merupakan masyarakat lokal
serta memudahkan identifikasi masalah sosial ekonomi masyarakat di kawasan masjidnya
masing-masing.
Berdasarkan penjabaran tersebut, peran masjid dalam dunia zakat yang saat ini masih
terpinggirkan, sudah sepatutnya mulai didukung. Kebijakan BAZNAS untuk mendorong
aktifnya UPZ Masjid (meski hanya dalam status pelaporan keuangan Off-Balance Sheet)
menunjukkan bukti pelibatan Masjid dalam menghimpun data terkait pengumpulan dan
pendistribusian.

Dukungan terkait kebijakan tersebut bisa datang dari pemerintah, serta tokoh-tokoh masyarakat
dalam wujud dukungan moril, pengakuan, sinergi program, dan pelatihan guna meningkatkan
kapabilitas amil masjid.  Dengan demikian, peran masjid menjadi lebih besar dan tidak hanya
berkutat pada persoalan imam, khatib, dan hari-hari besar Islam tetapi juga merealisasikan
perannya sebagai pusat pemberdayaan ummat khususnya dibidang ekonomi dengan mengurus
jama’ah nya yang tergolong fakir dan miskin untuk keluar dari kefakiran.

*Penulis adalah Waka I Baznas Kota Mataram

Anda mungkin juga menyukai