Kelompok 1 Psikologi Pada Remaja
Kelompok 1 Psikologi Pada Remaja
PSIKOSOSIAL REMAJA
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan limpahan
rahmatNya maka saya dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Remaja” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita mempelajarinya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
pemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini
dengan penuh rasa terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan salah satu periode transisi dalam kehidupan individu dari masa
kanak-kanak menuju ke masa dewasa (Santrock, 2012). Berdasarkan teori Erikson mengenai
perkembangan psikososial, individu yang berada dalam masa atau fase remaja diharapkan untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan tujuan untuk mencari identitas diri (Poole
& Snarney, 2011). Remaja merupakan masa yang paling rawan dalam rentang hidup individu
karena pada masa ini individu mengalami banyak perubahan-perubahan dan perkembangan, seperti
perubahan fisik, psikis, emosional, dan juga biologis. Sesuai dengan perubahan dan perkembangan
yang dialaminya, maka remaja memiliki tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti
menerima keadaan fisiknya, berhubungan baik dengan teman sebayanya baik itu sesama jenis
maupun lawan jenis, dapat memahami peran seksualnya, mencapai kemandirian emosional dan
mampu mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual (Manurung, 2011). Jika dalam
memenuhi tugas perkembangan ini remaja mengalami hambatan, maka perkembangan remaja akan
terganggu pula.
perkembangannya yang berdampak pada munculnya perasaan tidak aman, cemas, dan depresi yang
nantinya dapat memunculkan ide bunuh diri (Hall, 1904). Menurut Arnett (2006) permasalahan
yang terjadi pada remaja adalah konflik antara orangtua dan kecenderungan untuk melakukan
perilaku berisiko yang dapat menyebabkan munculnya gangguan kesehatan, baik fisik maupun
mental di masa depannya. Remaja yang berisiko memiliki ide bunuh diri ialah remaja yang
menghadapi disfungsi keluarga, orientasi negatif terhadap masa depan, dan perilaku internalisasi
Berdasarkan Mentri Kesehatan Indonesia mayoritas rentang usia pelaku bunuh diri
mencakup kelompok umur remaja hingga dewasa awal, kelompok umur ini dalam
dengan identitas diri, kemandirian, situasi dan kondisi di rumah, lingkungan sosial, serta hak dan
kewajiban yang dibebankan oleh orangtua mereka (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2016). Hal ini didukung oleh data World Health Organization yang menyatakan bahwa bunuh diri
menempati peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab kematian pada kelompok usia 15 hingga 29
tahun (WHO, 2018). Bunuh diri adalah fenomena global, 79% kasus bunuh diri terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah pada 2016. Bunuh diri merupakan 1,4% dari semua kematian
di seluruh dunia, menjadikannya penyebab utama kematian ke-18 pada tahun 2016 (WHO, 2016).
Sehingga remaja merupakan salah satu kelompok risiko untuk melakukan bunuh diri.
Bunuh diri (suicide) dan perilaku kecenderungan bunuh diri (suicidal behavior) merupakan
dua istilah dengan pengertian yang berbeda. Bunuh diri didefinisikan sebagai perilaku yang sengaja
diinisiasi dan dilakukan individu dengan mengetahui atau mengharapkan hasil yang fatal atau
mematikan atas tindakan tersebut yaitu mengakhiri hidup (WHO, 2014). Sedangkan, istilah
perilaku kecenderungan bunuh atau suicidal behavior diri mencakup ide bunuh diri (suicide
ideation) yang mengacu pada pemikiran untuk terlibat dalam perilaku yang dimaksudkan untuk
mengakhiri hidup individu, rencana bunuh diri (suicide plan) yang mengacu pada perumusan
metode tertentu yang melaluinya individu akan mati, dan usaha percobaan bunuh diri (suicide
attempt) yang mengacu pada keterlibatan dalam perilaku yang berpotensi melukai diri sendiri di
mana setidaknya ada beberapa niat untuk mengakhiri hidup (Nock, dkk., 2018). Ide untuk bunuh
diri merupakan proses kontemplasi dari konsep bunuh diri atau sebuah proses yang dilalui tanpa
melakukan aksi atau tindakan, dimana individu tidak akan mengungkapkan pikirannya untuk
Penelitian yang di lakukan oleh Parellada, Saiz, Moreno, Vidal, Llorente, Alvarez, Garcia –
Porilla, Ruiz – Sancho, Arango dan Bobes (2007) menunjukkan adanya perbedaan pada remaja
dan dewasa dalam perilaku bunuh diri, Remaja cenderung menggunakan obat-obatan dan
memotong untuk melukai diri dalam upaya bunuh diri namun lebih jarang memiliki pikiran untuk
mengakhiri hidupnya, hal ini di sebabkan lebih tingginya tingkat impulsivitas dan adanya limitasi
terhadap sumber daya. Remaja yang memiliki ide bunuh diri cenderung akan membawa perilaku
ini hingga dewasa, tindakan tersebut dapat mempengaruhi permasalahan kesehatan mental dan
kebutuhannya akan dukungan sosial yang lebih (Goldman – Mellor, et al., 2004) Beck, Kovacs,
dan Weissman (1979) menjelaskan bahwa ide bunuh diri secara logis mendahului percobaan dan
bunuh diri yang terselesaikan. Selain itu, ide bunuh diri dapat berkembang menjadi perilaku
mematikan dan meningkatkan niat bunuh diri (Oxford Library of Psychology, 2014). Berbagai
penelitian mengenai ide bunuh diri pada remaja telah dilakukan, Penelitian di kota Dangila
Ethiopia bertujuan untuk mengetahui prevalensi ide bunuh diri dan di kalangan siswa menengah,
yang menunjukkan kurang lebih satu dari lima remaja sampel penelitian memiliki pengalaman
terkait ide bunuh diri dan satu dari enam remaja berkaitan dengan percobaan bunuh diri (Amare,
Woldeyhannes, Haile, & Yeneabat, 2018). Penelitian Yusuf (2019) yang berjudul tentang faktor
risiko ide bunuh diri remaja menunjukkan bahwa 5 persen pelajar di provinsi DKI Jakarta memiliki
ide bunuh diri. Pelajar yang terdeteksi berisiko bunuh diri juga berpotensi 5,39 kali lipat lebih besar
mempunyai ide bunuh diri dibandingkan pelajar yang tidak terdeteksi berisiko bunuh diri.
Penelitian bunuh diri pada pelajar juga pernah dilakukan dilakukan Global School-Based
Student Health Survey (GSHS) pada 2015 oleh Kementerian Kesehatan dengan jumlah responden
10.837 pelajar SMP dan SMA, yang dikategorikan sebagai umur remaja. Hasil penelitian
memaparkan 5,2 persen pelajar memiliki ide bunuh diri, 5,5 persen sudah berencana bunuh diri,
dan 3,9 persen sudah melakukan percobaan bunuh diri (WHO, 2015).
orangtua dan anak memiliki peran penting terhadap ide bunuh diri. Penelitian telah menunjukkan
bahwa faktor sosial memainkan peran penting sebagai pemicu bagi remaja dalam melakukan bunuh
diri. Salah satu penyebabnya ialah kurangnya ikatan antara orangtua dan anak-anak (Lie & Liou,
2012). Penelitian empiris juga menunjukkan bahwa peristiwa stres kehidupan awal, khususnya
dalam konteks keluarga memiliki keterkaitan dengan perilaku bunuh diri. Berbagai jenis masalah
dalam hubungan dengan anggota keluarga dekat seringkali mengawali bunuh diri. Sebuah studi
terkontrol menunjukkan bahwa hubungan yang rendah antara orangtua dan anak-anak dapat
bertindak sebagai faktor risiko yang signifikan (Lee & Jung, 2006). Berdasarkan uraian di atas,
Faktor-faktor yang berperan dalam tahap penyesuaian diri remaja, antara lain
yaitu :
1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain
temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing
1. Faktor risiko
Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang
dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor
risikonya yaitu;
a. Faktor individu
Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai
latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah
laku, gangguan kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya.
Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi
rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan
bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima, dan
disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini
cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososial
Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan
penyalahgunaan zat, gangguan mental pada orangtua,
ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta
pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung
dominasi, semua kondisi di atas sering memicu timbulnya
perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan
remaja.
Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari
kelompok teman sebaya, serta berdampak terjadinya kegagalan
akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang cukup
serius bagi remaja.
Bullying dapat bersifat :
1. fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau
menampar
2. psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan
diskriminasi
3. verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah.
Semua kondisi ini merupakan tekanan dan pengalaman
traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan
terjadinya gangguan mental bagi remaja.
2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa
tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah
perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Elizabeth
(1999)
Faktor protektif, antara lain
a. Karakter/watak personal yang positif.
b. Lingkungan keluarga yang suportif.
c. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk
memperkuat upaya penyesuaian diri remaja.
d. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.
a. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran
akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan
interpersonal yang positif.
b. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk
mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya
keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut
c. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk
meningkatkan kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.
2.2.5 Kasus Psikososial Remaja
Terdapat 5 kasus dari psikososial yaitu:
Tanggal Pengkajian/Jam :
Tempat Pengkajian :
Nama Pengkaji :
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas Klien
Nama :
Umur/Tanggal Lahir : masa remaja awal dimulai dari umur 12-15 tahun, masa
remaja pertengahan dari umur 15-18 tahun dan masa
remaja akhir dari umur 18-21 tahun (Monks dan
Haditono, 2002)
Jenis Kelamin : pada eating disorder bagi perempuan tubuh yang kurus,
kecil dan langsing merupakan bentuk tubuh sempurna
sedangkan pada laki-laki akan lebih puas ketika tubuhnya
menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan lebih berotot
(Andea, 2010)
Agama :
Suku/Bangsa :
Alamat :
No. Register :
b. Keluhan Utama
menurut Yurika, E.S, pada tahun 2017 : keluhan pada anoreksia nervosa adalah
ketakutan berlebihan terhadap berat badan dan terkadang mengalami gangguan
menstruasi, keluhan pada bulimia nervosa adalah memuntahkan kembali makanan
atau menggunakan obat pencahar setelah makan supaya kenyang, keluhan pada
binge eating disorder adalah makan dalam porsi besar dan tidak dapat mengontrol
makan, keluhan pada body dysmophic disorder adalah terobsesi dengan
penampilan sempurna, keluhan pada selective eating disorder adalah terlalu
pemilih dalam makanan, keluhan pada porsi makan yang berlebihan , keluhan
syndrome makan malam adalah menghindari makan pada jam malam, keluhan
eating syndrome at night adalah mengindari makan di pagi dan siang hari, keluhan
prader willi syndrome adalah makan tanpa henti, keluhan fobia jenis makan adalah
menghindari salah satu jenis makanan.
3. Riwayat Kesehatan yang lalu :
Riwayat citra tubuh :
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh kemungkinan menjadi faktor penyebab
remaja menjalani perilaku diet, kelainan perilaku makan dan penyimpangan
perilaku makan (Erdiantono, 2009)
4. Riwayat Menstruasi
Anoreksia Nervosa terkadang mengalami gangguan menstruasi akibat
kekurangan nutrisi (malnutrisi) (Yurika, E.S, 2017)
Siklus :
Lama :
menarche :
5. Riwayat Ginekologi
Adanya riwayat terkena HPV, penyakit radang panggul, infertilitas, gonorea,
klamidia, sifilis, dan kelainan vagina hipotensi mempengaruhi hasil akhir
kehamilan (Wheeler, 2003)
6. Data Fungsional Kesehatan
Kebutuhan
Keterangan
Dasar
menurut Yurika, E.S, pada tahun 2017 : keluhan pada
anoreksia nervosa adalah ketakutan berlebihan terhadap berat
badan dan terkadang mengalami gangguan menstruasi,
keluhan pada bulimia nervosa adalah memuntahkan kembali
makanan atau menggunakan obat pencahar setelah makan
supaya kenyang, keluhan pada binge eating disorder adalah
makan dalam porsi besar dan tidak dapat mengontrol makan,
keluhan pada body dysmophic disorder adalah terobsesi
Nutrisi
dengan penampilan sempurna, keluhan pada selective eating
disorder adalah terlalu pemilih dalam makanan, keluhan pada
porsi makan yang berlebihan , keluhan syndrome makan
malam adalah menghindari makan pada jam malam, keluhan
eating syndrome at night adalah mengindari makan di pagi
dan siang hari, keluhan prader willi syndrome adalah makan
tanpa henti, keluhan fobia jenis makan adalah menghindari
salah satu jenis makanan.
Pada bulimia nervosa menggunakan obat pencahar (Yurika,
Eliminasi
E.S, 2017)
Sebaiknya tidur 1-2 jam lebih lama dari biasnya saat malam
Istirahat
(Eisenberg,1993)
Pada anorexia nervousa makan dalam jumlah sedikit dan
berolahraga secara berlebihan untuk menjadi kurus hingga
Aktivitas
mencapai 15% sampai 60% di bawah berat badan normal
(Yurika, E.S, 2017).
Personal - Kebersihan diri bersih,tergantung dari pribadi remaja
Hygiene itu sendiri.
a. Psikologi
Menurut Yurika, E.S, 2017 yaitu eating disorder asupan makanan berlebihan
maupun pembatasan asupan makanan di bawah normal yang terjadi akibat masalah
psikis atau emosional.
b. Sosial
Remaja eating disorder mulai berpikir agar dapat diterim di kalangan teman
sebayanya, maka harus memiliki tubuh yang kurus akan memudahkan mencari
teman dan pasangannya ( Hapsari, 2009)
c. Kultural
Adat istiadat yang merugikan dan masih dilakukan oleh remaja dan keluarga
yang dapat merugikan kesehatan remaja.
d. Spiritual
Tradisi keagamaan yang merugikan dan masih dilakukan remaja dan keluarga
yang dapat merugikan kesehatan remaja.
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis/apatis/somnolen/sopor/koma/delirium
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
Nadi : 60-100 x/menit
Pernapasan : 16-24 x/menit
Suhu : 36,0 – 37,50C
Antropometri :
Berat Badan Saat ini :
Tinggi Badan :
LILA : > 23,5 cm
IMT :
- Menurut institute of Medicine (1990) batasan yang direkomendasikan yakni :
Kategori Berat-Tinggi Badan
Kategori BMI
Rendah < 19,8
Normal 19,8 – 26
Overweight 26 – 29
Obesitas >29
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
Inspeksi
Kepala : bersih, tidak/ tampak lesi, tidak tampak edema
Wajah : pucat pada anorexia nervouse
Mata : simetris, tampak sklera warna putih, konjungtiva warna
merah muda, tidak/ tampak gangguan pada mata, penglihatan
jelas
Hidung : bersih dan tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut : simetris, bersih, mukosa bibir kering pada anorexia
nervouse , tidak nampak stomatitis, caries, tidak ada pembesaran pada
tonsil dan ovula, lidah bersih
Telinga : simetris, nampak bersih, tidak ada polip
Leher : simetris
Dada : bentuk normal, simetris, tidak nampak retraksi dinding
dada
Payudara : simetris, tidak ada dimpling, puting susu menonjol,
ada hiperpigmentasi pada areola, tidak/nampak pengeluaran
kolostrum.
Abdomen : tidak/nampak linea nigra, tidak/nampak striae albicans,
nampak membesar, tidak/nampak luka bekas operasi.
Genetalia : Nampak bersih, tidak/nampak varices, tidak nampak
oedem. Tidak nampak pembesaran kelenjar bartholini.
Anus : Tidak nampak haemorrhoid
Ekstremitas : Ekstremitas atas nampak simetris, CRT kembali
sebelum 2 detik, tidak ada lesi. Ekstremitas bawah nampak
simetris, CRT kembali sebelum 2 detik, tidak ada lesi.
Palpasi
Kepala : Tidak teraba massa
Wajah : Tidak ada Edema
Mata : Tidak ada Edema pada palpebra
Teling : Tidak tegang
Hidung : Tidak ada Fraktur
Leher :
Vena Jugularis : Tidak ada pembesaran
Kel. Limfe : Tidak ada pembesaran
Kel. Tiroid : Tidak ada pembesaran
Dada : tidak ada massa, vocal fremitus sama kiri dan kanan
Payudara : tidak teraba massa dan pembesaran kelenjar limfe.
Abdomen : tidak ada massa dan nyeri tekan akibat muntah pada
bulimia nervousa
Genetalia : kelenjar serviks menyekresi sejumlah besar lendir dengan
konsistensi kental atau cair (Varney, 2006)
Anus : tidak ada hemorroid
Ekstremitas : tanda Homan sign negatif, tidak ada edema
Auskultasi
Suara Nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Bunyi Jantung : Bunyi Jantung terdengar jelas dan terdengar mur-mur
(Helen Varney, 2006)
Abdomen : Bising usus 5-35x/menit
Perkusi
Dada : Sonor
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Refleks Biceps/Triceps : positif
Refleks Patella : positif
Refleks Babynski : positif
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah : <70 mg/dl atau terjadi hipoglikemia
pada anorexia nervouse.
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingg daapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingg daapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
Diagnosis :
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
Diagnosis : remaja usia..... dengan eating disorder
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hal yang
sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang
menyertai diagnosis.
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Nn. K
Tanggal lahir/ Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Pucang Jajar
2. Alasan Kunjungan/Keluhan Utama
a. Alasan Kunjungan
Ingin memeriksakan kondisi An.K
b. Keluhan Utama
Anak tidak mau makan selama 2 hari
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Nn. Mengatakan tidak pernah mengalami perilaku impulsif seperti
zat adiktif, kecemasan, depresi, dan gangguan kepribadian.
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun Lama : 6 – 7 Hari
Siklus : 35 hari Ganti pembalut 2-3x sehari
5. Riwayat Ginekologi
Nn. Mengatakan tidak memiliki Riwayat ginekologi seperti HPV,
penyakit radang panggul, sifilis, dan kelainan ginekologi lainnya
6. Pola Fungsional Kesehatan
PEMBAHASAN
Selama penulisan melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan anoreksia di
puskesmas dupak 9 September 2021. Beberapa hal yang perlu dibahas, disini di
menemukan beberapa faktor penghambat dan dapat pula faktor pendukung dari khasus
yang penulis ambil.
4. 1 Pengkajian
1. Identitas klien
Dalam melakukan pengkajian pada klien, penulisan tidak mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan dan menjawab yang ditanyakan, sehingga
didapat data akurat dari keluarga dan klien, catatan medis serta tenaga
kesehatan lainnya.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Askeb teoritis dengan tinjauan khusus mempunyai kesenjangan, seperti
teori mengatakan biasanya klien mengeluh nyeri ulu hati atau rasa tidak
enak, sakit perut bagian atas, kembung, mual dan muntah ,badan terasa
lemah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Tidak dapat kesenjangan pada dilihat dari teori dan tinjauan khasus
c. Riwayat kesehatan keluarga
Teori atau tinjaun khasus tidak ada terdapat penyakit keturunan dalam
penyakit anooreksia ini.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada teoritis dan tinjaun khasus tidak terdapat
kesenjangan karena semua sangat penting untuk dilakukan.
2. Data psikologis
Sesuai dengan tinjaun teoritis, klien tampak cemas terhadap
kondisinya.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada tinjaun teoritis dilakukan pemeriksaan darah begitu juga pada
pemeriksaan darah dan pada kasus tersebut terjadi kesenjangan
karena tidak dilakukan pemeriksaan penunjaang
4. 2 Intervensi Kebidanan
Dalam menyusun rencana tindakan kebidanan kepada klien berdasarkan
prioritas masalah yang ditemukan tidak semua tindakan pada teori dapat
ditegakan pada tinjaun khasus karena rencana tindakan pada tinjaun khasus di
sesuaikan dengan keluhana klien pada saat pengkajian. karena hasil
pemeriksaan nona K dalam keadaan normal, maka intervensi yaitu memberikan
KIE kepada remaja tersebut
Implemntasi Kebidanan
Implementasi pada kasus tersebut yaitu memberikan KIE mengenai cara hidup
sehat dan selalu berfikir positif terhadap kritik dan cara menurunkan kecemasan, serta
membantu meningkatkan penyesuaian aktivitas perawatan diri.
4. 3 Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan kebidanan kepada klien, hasil yang penulis
dapat yaitu klien lebih merasa nyaman dan lega setelah dilakukan KIE
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Menurut DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara
masa kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai
perubahan, baik fisik maupun psikis. perubahan yang tampak jelas adalah
perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh
orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Menurut WHO, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18
tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Dapat disimpulkan
bahwa remaja adalah periode perubahan fisik dan psikologi seseorang yang
memiliki rentan usia 10-24 tahun.
Perubahan pada remaja terdiri dari perubahan fisik yang terdiri dari 2 hal yaitu
perubahan seks primer (menstruasi) dan perubahan seks sekunder (timbulnya
rambut kemaluan, pinggul membesar, payudara membesar, timbul jerawat,
kelenjar minyak berlebih, suara merdu). kemudian terjadi perubahan psikis
(perubahan emosi, intelegensia, kognitif, transisi social). factor risiko
pepmbentukan kepribadian remaja yaitu factor individu, psikososial. Faktor
protektif yaitu karakter, lingkungan, dan keterampilan social. kasus psikologi pada
remaja terdiri dari identity, autonomy, intimacy, sexuality, dan achievement.
Dalam kasus permasalahan pada remaja, kelompok mengambil masalah eating
disorder. Eating disorders adalah segala bentuk karakteristik penyimpangan
perilaku atau kebiasaan makan yang sangat parah, mengakibatkan konsumsi dan
penyerapan makanan berubah serta secara signifikan mengganggu kesehatan fisik
serta fungsi psikososial (Fairburn & Walsh, 2015). Faktor yang mempengaruhi
kecenderungan eating disorder adalah factor social, psikologis, fisiologis yang
mana factor-faktor tersebut sebagai penentu mengapa terjadinya permasalahan
tersebut pada remaja. tipe eating disorder terdiri dari anorexia nervosa
(memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan karena ketakutan akan
kenaikan berat badan yang berlebuh), bulimia nervosa (makan berlebih yang
berulang kemudian memuntahkan atau menghilangkan BB dengan berolahraga,
berpuasa, atau kombinasinya), eating disorder not otherwise specified atau
ENDOS (diagnose gangguan perilaku makan yang tidak memenuhi kriteria
anorecsia ataupun bulimia nervosa).
5.2 SARAN
5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
diharapkan petugas kesehatan dapat lebih meningkatkan manajemen asuhan
kebidanan pada remaja terutama pada permasalahan remaja yang ada saat ini.
5.2.2 Bagi Orang tua
Diharapkan orang tua lebih meningkatkan kepekaan terhadap perubahan
perilaku anak dan memberikan lingkungan yang dapat memberikan
kenyamanan bagi remaja sehingga peubahan periode masa transisi anak
terjalani dengan baik.
5.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat meningkatkan pengetahuan terkait perjalanan periode
masa transisi remaja, dan ikut serta dalam peranannya sehingga mengurangi
risiko terjadinya penyimpangan remaja.
5.2.4 Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah lebih meningkatkan kewaspadaan terkait kasus-kasus
bullying atau sejenisnya yang terjadi pada remaja sehingga dapat menurunkan
gangguan psikologis pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Human Development (Psikologi
Perkembangan Bagian V s/d IX), Ed. 9 Cet. 2. Jakarta: Kencana.
Widyastuti dkk. (2009). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama
Powell & Kahn. (2016). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta : Erlangga
Polivy dan Herman. (2017). Dari Bayi sampai Dewasa. Jakarta : Gunung Mulia
Mamppiare,