Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

PSIKOSOSIAL REMAJA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Remaja


Dosen Pembimbing : Ervi Husni, S.Kep.Ns., M. Kes

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. Astiroh 12. Sri Rahayu 23. Wahyu Muliani


2. Enny Ruslikawati 13. Siti Musoffah 24. Adinda Resi P
3. Gevi Febriantika 14. Novia Limatus Sanaya 25. Nanda Akhtsarul H
4. Martha Ade Ermayani 15. Ummu Sakila 26. Imroatu Zuhro
5. Fiki Nofika Rismayanty 16. Nur Bahira Fibasyari 27. Rizka Dwi R
6. Ashferine Marbah 17. Maharani Wanda Nur I 28. Seliana
7. Leli Ratna Karin W 18. Hanifah Wahyuningsih 29. Ciptaningsih H
8. Nurul Afidah 19. Febriana Kurnia Sari 30. Wantika Gusti A
9. Malina Setiyani 20. Dinar Putri Wardana 31. Mudjiati
10. Nur Masillah 21. Fithrotul Himmah 32. Desy Aulina S
11. Erni Suryawati 22. Tiassholina Nuarika 33. Sumarti
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN KEBIDANAN SURABAYA
TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan limpahan

rahmatNya maka saya dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Psikososial

Remaja” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita mempelajarinya.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

pemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang

tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini

dengan penuh rasa terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

Surabaya, 9 September 2021

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu periode transisi dalam kehidupan individu dari masa

kanak-kanak menuju ke masa dewasa (Santrock, 2012). Berdasarkan teori Erikson mengenai

perkembangan psikososial, individu yang berada dalam masa atau fase remaja diharapkan untuk

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan tujuan untuk mencari identitas diri (Poole
& Snarney, 2011). Remaja merupakan masa yang paling rawan dalam rentang hidup individu

karena pada masa ini individu mengalami banyak perubahan-perubahan dan perkembangan, seperti

perubahan fisik, psikis, emosional, dan juga biologis. Sesuai dengan perubahan dan perkembangan

yang dialaminya, maka remaja memiliki tugas perkembangan yang harus diselesaikan, seperti

menerima keadaan fisiknya, berhubungan baik dengan teman sebayanya baik itu sesama jenis

maupun lawan jenis, dapat memahami peran seksualnya, mencapai kemandirian emosional dan

mampu mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual (Manurung, 2011). Jika dalam

memenuhi tugas perkembangan ini remaja mengalami hambatan, maka perkembangan remaja akan

terganggu pula.

Remaja akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam menjalani tugas

perkembangannya yang berdampak pada munculnya perasaan tidak aman, cemas, dan depresi yang

nantinya dapat memunculkan ide bunuh diri (Hall, 1904). Menurut Arnett (2006) permasalahan

yang terjadi pada remaja adalah konflik antara orangtua dan kecenderungan untuk melakukan

perilaku berisiko yang dapat menyebabkan munculnya gangguan kesehatan, baik fisik maupun

mental di masa depannya. Remaja yang berisiko memiliki ide bunuh diri ialah remaja yang

menghadapi disfungsi keluarga, orientasi negatif terhadap masa depan, dan perilaku internalisasi

dan tekanan psikologis (Thompson, dkk., 2012)

Berdasarkan Mentri Kesehatan Indonesia mayoritas rentang usia pelaku bunuh diri

mencakup kelompok umur remaja hingga dewasa awal, kelompok umur ini dalam

perkembangannya rentan dalam menghadapi masalah pribadi, lingkungan yang berhubungan

dengan identitas diri, kemandirian, situasi dan kondisi di rumah, lingkungan sosial, serta hak dan

kewajiban yang dibebankan oleh orangtua mereka (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

2016). Hal ini didukung oleh data World Health Organization yang menyatakan bahwa bunuh diri

menempati peringkat kedua tertinggi sebagai penyebab kematian pada kelompok usia 15 hingga 29

tahun (WHO, 2018). Bunuh diri adalah fenomena global, 79% kasus bunuh diri terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah pada 2016. Bunuh diri merupakan 1,4% dari semua kematian
di seluruh dunia, menjadikannya penyebab utama kematian ke-18 pada tahun 2016 (WHO, 2016).

Sehingga remaja merupakan salah satu kelompok risiko untuk melakukan bunuh diri.

Bunuh diri (suicide) dan perilaku kecenderungan bunuh diri (suicidal behavior) merupakan

dua istilah dengan pengertian yang berbeda. Bunuh diri didefinisikan sebagai perilaku yang sengaja

diinisiasi dan dilakukan individu dengan mengetahui atau mengharapkan hasil yang fatal atau

mematikan atas tindakan tersebut yaitu mengakhiri hidup (WHO, 2014). Sedangkan, istilah

perilaku kecenderungan bunuh atau suicidal behavior diri mencakup ide bunuh diri (suicide

ideation) yang mengacu pada pemikiran untuk terlibat dalam perilaku yang dimaksudkan untuk

mengakhiri hidup individu, rencana bunuh diri (suicide plan) yang mengacu pada perumusan

metode tertentu yang melaluinya individu akan mati, dan usaha percobaan bunuh diri (suicide

attempt) yang mengacu pada keterlibatan dalam perilaku yang berpotensi melukai diri sendiri di

mana setidaknya ada beberapa niat untuk mengakhiri hidup (Nock, dkk., 2018). Ide untuk bunuh

diri merupakan proses kontemplasi dari konsep bunuh diri atau sebuah proses yang dilalui tanpa

melakukan aksi atau tindakan, dimana individu tidak akan mengungkapkan pikirannya untuk

bunuh diri apabila tidak ditekan dan terpaksa (Captain, 2008).

Penelitian yang di lakukan oleh Parellada, Saiz, Moreno, Vidal, Llorente, Alvarez, Garcia –

Porilla, Ruiz – Sancho, Arango dan Bobes (2007) menunjukkan adanya perbedaan pada remaja

dan dewasa dalam perilaku bunuh diri, Remaja cenderung menggunakan obat-obatan dan

memotong untuk melukai diri dalam upaya bunuh diri namun lebih jarang memiliki pikiran untuk

mengakhiri hidupnya, hal ini di sebabkan lebih tingginya tingkat impulsivitas dan adanya limitasi

terhadap sumber daya. Remaja yang memiliki ide bunuh diri cenderung akan membawa perilaku

ini hingga dewasa, tindakan tersebut dapat mempengaruhi permasalahan kesehatan mental dan

kebutuhannya akan dukungan sosial yang lebih (Goldman – Mellor, et al., 2004) Beck, Kovacs,

dan Weissman (1979) menjelaskan bahwa ide bunuh diri secara logis mendahului percobaan dan

bunuh diri yang terselesaikan. Selain itu, ide bunuh diri dapat berkembang menjadi perilaku

mematikan dan meningkatkan niat bunuh diri (Oxford Library of Psychology, 2014). Berbagai
penelitian mengenai ide bunuh diri pada remaja telah dilakukan, Penelitian di kota Dangila

Ethiopia bertujuan untuk mengetahui prevalensi ide bunuh diri dan di kalangan siswa menengah,

yang menunjukkan kurang lebih satu dari lima remaja sampel penelitian memiliki pengalaman

terkait ide bunuh diri dan satu dari enam remaja berkaitan dengan percobaan bunuh diri (Amare,

Woldeyhannes, Haile, & Yeneabat, 2018). Penelitian Yusuf (2019) yang berjudul tentang faktor

risiko ide bunuh diri remaja menunjukkan bahwa 5 persen pelajar di provinsi DKI Jakarta memiliki

ide bunuh diri. Pelajar yang terdeteksi berisiko bunuh diri juga berpotensi 5,39 kali lipat lebih besar

mempunyai ide bunuh diri dibandingkan pelajar yang tidak terdeteksi berisiko bunuh diri.

Penelitian bunuh diri pada pelajar juga pernah dilakukan dilakukan Global School-Based

Student Health Survey (GSHS) pada 2015 oleh Kementerian Kesehatan dengan jumlah responden

10.837 pelajar SMP dan SMA, yang dikategorikan sebagai umur remaja. Hasil penelitian

memaparkan 5,2 persen pelajar memiliki ide bunuh diri, 5,5 persen sudah berencana bunuh diri,

dan 3,9 persen sudah melakukan percobaan bunuh diri (WHO, 2015).

Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa faktor keluarga terutama hubungan

orangtua dan anak memiliki peran penting terhadap ide bunuh diri. Penelitian telah menunjukkan

bahwa faktor sosial memainkan peran penting sebagai pemicu bagi remaja dalam melakukan bunuh

diri. Salah satu penyebabnya ialah kurangnya ikatan antara orangtua dan anak-anak (Lie & Liou,

2012). Penelitian empiris juga menunjukkan bahwa peristiwa stres kehidupan awal, khususnya

dalam konteks keluarga memiliki keterkaitan dengan perilaku bunuh diri. Berbagai jenis masalah

dalam hubungan dengan anggota keluarga dekat seringkali mengawali bunuh diri. Sebuah studi

terkontrol menunjukkan bahwa hubungan yang rendah antara orangtua dan anak-anak dapat

bertindak sebagai faktor risiko yang signifikan (Lee & Jung, 2006). Berdasarkan uraian di atas,

penulis tertarik untuk melakukan analisis tentang “Psikososisal Remaja.”

1.2 Rumusan masalah


1. Apa Definisi Psikososial Remaja?
2. Bagaimana Cara Pembagian Masa Remaja?
3. Bagaimana Perubahan yang Terjadi Pada Masa Remaja ?
4. Bagaimana Perkembangan Psikososial Remaja?
5. Apa Saja Khasus Pskosial Pada Remaja?
6. Apa Konsep Dasar Eating Disorder?
7. Apa Saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Eating Disoders?
8. Apa Saja Tipe Eating Disorders?
9. Bagaimana Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Eating Disorder?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Psikososial.
2. Untuk Mengetahui Cara Pembagian Remaja.
3. Untuk Mengetahui Perubahan yang Terjadi Pada Masa remaja.
4. Untuk Mengetahui perkembangan Psikosisial Remaja.
5. Untuk Mengetahui Khasus Psikososial Pada Remaja.
6. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Eating Disorder. .
7. Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Eating Disoders
8. Untuk mengetahuiTipe Eating Disorders.
9. Untuk Mengetahui Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Eating
Disorder
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI PSIKOSOSIAL REMAJA


2.2.1 Definisi Psikologi Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak
menuju masa dewasa. Kata” remaja” berasal dari bahasa latin yaitu
adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity. Menurut DeBrun
mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-
kanak dan dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan,
baik fisik maupun psikis. perubahan yang tampak jelas adalah perubahan
fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang
dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja
berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang
dewasa. pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional
dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai
orang dewasa.
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula
perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga
lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini
merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk
mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi
orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar
dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama
kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama
kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti
lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya.
2.2.2 Pembagian Masa Remaja
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19
tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahaun 2014,
remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa remaja adalah masa peralihan
atau masa transisi dari anak menuju masa dewasa. Pada masa ini begitu pesat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik itu fisik maupun mental.
Sehingga dapat dikelompokkan remaja terbagi dalam tahapan berikut ini
Masa remaja dapat dibagi manjadi 3 (tiga) tahapan yaitu masa remaja awal,
remaja pertegahan, dan remaja akhir.
1. Masa remaja awal (10-14 tahun)
Pada masa ini individu memulai meninggalkan peran sebagai individu
yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.
2. Masa remaja pertengahan (15-16 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru.
3. Masa remaja akhir (17-19 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa.
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam renteang
kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.
Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai
periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Kita
semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada
beberapa perbedaan yang selain bersifat bilogis atau fisiologis juga
bersifat psikologis.
2.2.3 Perubahan yang Terjadi Pada Masa Remaja
Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada
masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam
interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada
prilaku remaja. Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara
beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan sebagai
berikut.
1. Perubahan fisik
Menurut (Syafrudin MZ, 2012) menjelaskan bahwa perkembangan fisik
adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan
keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan
pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai
beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya
ialah kematangan. Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna
untuk meningkatkan kemampuan kognitif.
Pada masa remaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat
disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-
organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang
ditunjukkan 18 dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi.
Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Tanda-tanda seks primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun
tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Berat
uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia
16 tahun rata-rata beratnya 43 gram. Sebagai tanda kematangan
organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah
permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan
sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-
kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa
menopause. Menopause bisa terjadi pada usia sekitar lima puluhan
(Widyastuti dkk, 2009).
b. Tanda-tanda seks sekunder
Menurut Widyastuti dkk (2009) tanda-tanda seks sekunder pada
wanita antara lain:
1) Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti
halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi
setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak
dan bulu pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut
kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya,
kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak
keriting. 19
2) Pinggul. Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan
membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul
dan berkembangnya lemak di bawah kulit.
3) Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga
membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara
harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya
kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih
bulat.
4) Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar,
lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan
laki-laki kulit pada wanita tetap lebih lembut.
5) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan
kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak
dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya
menusuk sebelum dan selama masa haid.
6) Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan
kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
7) Suara. Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi
pada wanita.
2. Perubahan psikis
Widyastuti dkk (2009) menjelaskan tentang perubahan kejiwaan pada
masa remaja. Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada
remaja adalah:
a. Perubahan emosi. Perubahan tersebut berupa kondisi:
1. Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering
terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi.
2. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya mudah
terjadi perkelahian. Suka mencari perhatian dan bertindak tanpa
berpikir terlebih dahulu.
3. Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang
pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b. Perkembangan intelegensia. Pada perkembangan ini menyebabkan
remaja:
1. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
2. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
Tetapi dari semua itu, proses perubahan kejiwaan tersebut
berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisiknya.
3. Perubahan kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti
belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa (Jahja, 2018).
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2011; dalam Jahja, 2018), seorang
remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara
biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan
tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.
Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih
penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide
ini. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan
diamati, tetapi remaja mampu mengholah cara berpikir mereka sehingga
memunculkan suatu ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran mereka semakin
abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak), logis (remaja
mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-
pemecahan masalah), dan idealis (remaja sering berpikir tentang apa yang
mungkin. Mereka berpikir tentang ciriciri ideal diri mereka sendiri, orang
lain, dan dunia); lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran
orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta
cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock,
2017).
Terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode remaja yaitu:
perubahan pundamental remaja meliputi perubahan biologis kognitif dan
sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal.
1. Transisi biologis
Menyangkut Tampilan Fisik (Ciri-Ciri Secara Primer Dan Sekunder)
2. Transisi kognitif
Perubahan dalam kemampuan berfikir, remaja telah memiliki
kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berfikir mengenai
situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi
tetapi akan terjadi.
3. Transisi sosial
Perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peran-
peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru.
2.2.4 Perkembangan Psikososial Remaja
Tahap perkembangan psikososial menunjukkan perubahan emosional,
sosial dan intelektual serta akibat dari perubahan itu terhadap remaja dan
orang-tua. Tidak semua orang mengalami ciri khas seperti yang disebutkan,
namun terdapat pola umum yang dapat dibagi menjadi remaja awal remaja
pertengahan dan remaja akhir, Batasan umur hanya merupakan pedoman dan
variasinya tidak jauh dari yang digambarkan. Jika memahami apa yang
dialami oleh remaja, maka seharusnya mampu bereaksi lebih positif
( Kemenkes, 2016).
Tabel 2.1 Perkembangan Psikososial Remaja Awal (10-14th)
Tabel 2.2 Perkembangan Psikososial Remaja Pertengahan (15-16)
Tabel 2.3 Perkembangan Psikososial Remaja Akhir (17-19)

Faktor-faktor yang berperan dalam tahap penyesuaian diri remaja, antara lain
yaitu :
1. Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain
temperamen).
2. Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.
3. Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing

Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan


kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup
secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan
berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor
lingkungan yang memadai. Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan
faktor protektif yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian seorang
remaja, yaitu;

1. Faktor risiko
Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang
dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor
risikonya yaitu;
a. Faktor individu
 Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai
latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah
laku, gangguan kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya.
 Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi
rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan
bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima, dan
disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini
cenderung memicu timbulnya perilaku risiko tinggi bagi remaja.
b. Faktor psikososial
 Keluarga
Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan
penyalahgunaan zat, gangguan mental pada orangtua,
ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta
pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung
dominasi, semua kondisi di atas sering memicu timbulnya
perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan
remaja.
 Sekolah
Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari
kelompok teman sebaya, serta berdampak terjadinya kegagalan
akademik. Kondisi ini merupakan faktor risiko yang cukup
serius bagi remaja.
Bullying dapat bersifat :
1. fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau
menampar
2. psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan
diskriminasi
3. verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah.
Semua kondisi ini merupakan tekanan dan pengalaman
traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan
terjadinya gangguan mental bagi remaja.

Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh


anggota kelompok yang sudah senior yang berusaha
mengintimidasi kelompok yang lebih junior untuk
melakukan berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan
tidak jarang kelompok senior ini menyiksa dan melecehkan
sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara
fisik maupun psikis,Tekanan bagi remaja yang
mengalaminya. Bullying dan hazing merupakan suatu
tekanan yang cukup serius bagi remaja dan berdampak
negatif bagi perkembangan remaja. Banyak siswa yang
mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak
percaya diri, sulit bergaul, merasa takut datang ke sekolah
sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan dalam
berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan
prestasi belajar; tidak jarang mereka yang mengalami
bullying maupun hazing yang terus menerus menjadi depresi
dan melakukan tindak bunuh diri.

2. Faktor protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa
tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah
perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Elizabeth
(1999)
Faktor protektif, antara lain
a. Karakter/watak personal yang positif.
b. Lingkungan keluarga yang suportif.
c. Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk
memperkuat upaya penyesuaian diri remaja.
d. Keterampilan sosial yang baike. Tingkat intelektual yang baik.

Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan


menurunkan faktor risiko pada seorang remaja maka tercapailah
kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang diwarnai oleh, antara
lain :

a. Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran
akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan
interpersonal yang positif.
b. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk
mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya
keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut
c. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk
meningkatkan kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya.
2.2.5 Kasus Psikososial Remaja
Terdapat 5 kasus dari psikososial yaitu:

1. Identity (Mengemukakan Dan Mengerti Dari Sebagai Individu)

Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada


identitas diri (Harter, 1990). Pada masa remaja sangsi akan
identitas dirinya dan tidak hanya sangsi akan personal sense
dirinya tapi juga untuk pengakuan dari orang lain dan dari
lingkungan bahwa dirinya merupakan indiviodu yang unik dan
khusus.
2. Autonomy (Menetapkan Rasa Yang Nyaman Dalam
Ketidaktergantungan) Remaja berusaha membentuk dirinya
menjadi tidak tergantung tetapi berusaha untuk menemukan
dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini
merupakan suatu proses yang sulit, tidak hanya bagi remaja
tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya.

Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu:

- Mengurangi ikatan emosional dengan orang tua.

- Mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri.

- Membentuk “tanda personalnya” dari nilai dan moral

3. Intimacy (Membentuk Relasi Yang Tertutup Dan Dekat Dengan


Orang Lain)

Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah


kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang
lain, khususnya dengan sebaya. Pertemuan muncul pertama kali
pada masa remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyaliyas
dan saling percaya, juda berbagi kegiatan dan minat  “dating”,
menjadi penting dan sebagai konsekuensinya kemampuan untuk
menjalin hubungan melalui kepercayaan dan cinta.

4.  Sexuality (Mengekspresikan Perasaan-Perasaan Dan Merasa


Senang Jika Ada Kontak Fisik Dengan Orang Lain)

Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa remaja,


kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai sosial dan
moral terjadi pada masa ini (Kart Chadorin, 1990).

5. Achivement (Mendapatkan Keberhasilan Dan Memiliki


Kemampuan Sebagai Anggota Masyarakat)
Pengembalian keputusan yang penting terjadi pada masa remaja
dan membawa konsueksi yang panjang tentang sekolah dan karir
Umumnya pengembalian keputusan bergantung pada evaluasi
diri remaja mengenai kecakapan dan kemampuan dari aspirasi
dan harapannya dimasa mendatang, dan dari masukan-masukan
yang diterima oleh remaja dari tugas guru dan teman.

2.2 KONSEP DASAR EATING DISORDER


2.2.1 Eating Attitudes
Eating attitudes (perilaku makan) dapat mencakup pikiran tentang diet,
upaya untuk kurus dan obsesi terhadap makanan. Eating attitudes yang
abnormal atau terganggu adalah sikap yang melingkupi perilaku makan yang
tidak sehat atau berbeda dari populasi pada umumnya (Rodin, 2015).
Perilaku makan yang terganggu dapat menimbulkan permasalahan
kesehatan yang cukup signifikan dan memiliki keterkaitan dengan eating
disorders (Powell & Kahn, 2016).
2.2.2 Definisi Eating disorders
Eating disorders adalah segala bentuk karakteristik penyimpangan
perilaku atau kebiasaan makan yang sangat parah, mengakibatkan konsumsi
dan penyerapan makanan berubah serta secara signifikan mengganggu
kesehatan fisik serta fungsi psikososial (Fairburn & Walsh, 2015).
Polivy dan Herman (2017) mendefinisikan eating disorders sebagai
perilaku makan yang tidak normal dan tidak sesuai dengan standar fisiologis
serta sering diasosiasikan dengan adanya perhatian yang sangat besar pada
berat badan.
Gangguan makan (Eating Disorders) hadir ketika seseorang mengalami
gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar
makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau
perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang
ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari
mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa,
tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih
banyak terus menerus di luar keinginan (APA, 2015).
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan Eating Disorders
Berikut merupakan faktor-faktor menurut Fisher et.al (Santrock, 2016) yang
mempengaruhi dan turut mendorong timbulnya kecenderungan eating
disorders :
1. Faktor sosial
Faktor sosial sangat berperan dalam mempengaruhi seseorang untuk
melakukan eating disorders contohnya seperti pandangan masyarakat akan
penampilan dan tubuh yang langsing serta pada umumnya wanita lebih
dituntut untuk memperhatikan berat badannya. Pengaruh media massa
seperti televisi, iklan dan sebagainya juga turut mendorong seseorang
untuk melakukan usaha diet demi memiliki tubuh langsing seperti yang
ditayangkan (Herman & Polivy, 2017).
2. Faktor psikologis
Faktos psikologis dari dalam diri individu juga turut berperan dalam
mempengaruhi mempengaruhi seseorang untuk melakukan eating
disorders. Umumnya individu yang menekankan pentingnya penampilan
akan berusaha untuk menjaga penampilannya dengan cara apapun
termasuk diet berlebihan agar penampilannya tetap terlihat menarik dan
dihargai oleh orang lain (Tanenhaus, 2012).
3. Faktor fisiologis
Dalam faktor fisiologis, jika bagian otak yang disebut dengan
hypothalamus menjadi abnormal, maka akan memungkinkan individu
untuk menjadi anoreksia. Selain itu, individu yang memiliki faktor
keturunan yang berkecenderungan gemuk, cenderung berusaha untuk
menurunkan berat badannya (Tannenhaus, 2012).
2.2.4 Tipe Eating disorders
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV
TR) mengklasifikasikan tiga jenis gangguan makan yaitu :
1. Anorexia Nervosa
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa dapat dicirikan sebagai
“keengganan untuk memiliki dan mempertahankan berat badan normal,
ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak
mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.” Anoreksia nervosa
terbagi kepada dua jenis yaitu :
a) Restricting-type
Individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet saja
tanpa makan berlebihan (binge eating) atau memuntahkan kembali
(purging). Mereka terlalu membatasi konsumsi karbohidrat dan
makanan yang mengandung lemak.
b) Binge-eating/purging type
Individu tersebut makan secara berlebihan kemudian
memuntahkannya kembali secara sengaja (APA, 2015)
Diagnosa Anorexia Nervosa :
1) Menolak mempertahankan berat badan pada level normal atau
sedikit di atas normal.
2) Ketakutan yang intens bahwa berat badan akan naik atau menjadi
gemuk.
3) Evaluasi yang tidak tepat terhadap berat badan atau bentuk tubuhnya
sendiri, atau menyangkal keseriusan keadaan berat badannya yang
rendah.
4) Amenorrhea pada wanita pascamenarke, yaitu tidak adanya siklus
menstruasi selama tiga bulan berturut-turut.
2. Bulimia Nervosa (BN)
Bulimia nervosa (BN) digambarkan sebagai periode makan berlebihan
yang berulang (binge eating) dan dilanjutkan dengan perilaku kompensasi
(muntah, berpuasa, berolahraga, atau kombinasinya). Makan berlebihan
disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kontrol ketika makan.
Muntah yang dilakukan secara sengaja atau berolahraga (exercise) secara
berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan
tiroksin (Chavez dan Insel, 2017).
DSM-IV membagi Bulimia Nervosa menjadi dua bentuk yaitu :
1. Purging
Individu memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau
menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema
2. Nonpurging
Individu menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada
tipe purging, seperti berpuasa atau olahraga (exercise) secara
berlebihan.
Diagnosa untuk Bulimia Nervosa :
1. Episode berulang binge-eating (makan berlebih) yang ditandai
asupan makanan yang luar biasa banyak dalam waktu 2 jam,
ditambah kekurangan sense of control terhadap makan selama
episode-episode ini 26
2. Perilaku kompensasi yang tidak pas dan berulang kali dilakuan
untuk mencegah bertambahnya berat badan, seperti dengan
sengaja merangsang muntah, penyalahgunaan obat pencahar,
berpuasa, atau melakukan olahraga secara berlebihan
3. Secara rata-rata, binge-ing atau perilaku kompensasi yang tidak
tepat itu terjadi paling sedikit dua kali seminggu selama minimal
3 bulan
4. Preokupasi atau perhatian yang berlebihan pada bentuk tubuh
dan berat badan.
3. Eating disorders not otherwise specified (EDNOS)
Diagnosa ini meliputi gangguan perilaku makan yang tidak memenuhi
keseluruhan kriteria pada diagnosa anoreksia nervosa dan bulimia
nervosa. Hal-hal tersebut termasuk :
a. Untuk pasien wanita, ditemukan semua kriteria untuk diagnosis
Anorexia Nervosa tetapi pasien tetap mengalami menstruasi secara
reguler.
b. Ditemukan semua kriteria untuk diagnosis Anorexia Nervosa kecuali
penurunan berat badan yang signifikan yakni berat badan pasien tetap
berada dalam jangkauan normal.
c. Ditemukan semua kriteria untuk diagnosis Bulimia Nervosa kecuali
Binge eating dan perilaku kompensasi muncul kurang dari 2 kali
dalam seminggu atau kurang dari 3 bulan.
d. Pasien memiliki berat badan normal dan menggunakan perilaku
kompensasi setelah makan sejumlah kecil makanan (contoh:
memuntahkan setelah memakan dua biskuit) 27
e. Pasien melakukan perilaku mengunyah dan memuntahkan kembali
secara berulang-ulang tetapi tidak menelannya, sejumlah banyak
makanan.
f. Binge eating disorder: terjadi perilaku makan yang berlebihan secara
berulang tanpa diikuti dengan adanya perilaku rutin dalam
mengkompensasi makanan seperti pada bulimia nervosa
4. Binge Eating Disorders (BED)
Menurut DSM-IV, kriteria binge eating disorder (BED) adalah periode
makan yang berlebihan, sama seperti bulimia nervosa, tetapi yang
membedakan binge eating disorder dengan bulimia nervosa ialah pada
binge eating tidak melibatkan perilaku untuk melawan periode makan
berlebihan tersebut, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan
obat pencahar dan berolahraga berlebihan.
2.3 KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA
DENGAN EATING DISORDER
I. PENGKAJIAN

Tanggal Pengkajian/Jam :

Tempat Pengkajian :

Nama Pengkaji :
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas Klien
Nama :

Umur/Tanggal Lahir : masa remaja awal dimulai dari umur 12-15 tahun, masa
remaja pertengahan dari umur 15-18 tahun dan masa
remaja akhir dari umur 18-21 tahun (Monks dan
Haditono, 2002)

Jenis Kelamin : pada eating disorder bagi perempuan tubuh yang kurus,
kecil dan langsing merupakan bentuk tubuh sempurna
sedangkan pada laki-laki akan lebih puas ketika tubuhnya
menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan lebih berotot
(Andea, 2010)

Agama :

Suku/Bangsa :

Pendidikan : pengetahuan merupakan domain yang sangat penting


dalam bentuk tindakan seseorang pada eating disorder
(Notoatmodjo, 2003)

Alamat :

No. Register :

2. Alasan Kunjungan/ Keluhan Utama


a. Alasan Kunjungan
Alasan kunjungan ini ada keluhan atau hanya untuk memeriksakan kondisi
remaja

b. Keluhan Utama

menurut Yurika, E.S, pada tahun 2017 : keluhan pada anoreksia nervosa adalah
ketakutan berlebihan terhadap berat badan dan terkadang mengalami gangguan
menstruasi, keluhan pada bulimia nervosa adalah memuntahkan kembali makanan
atau menggunakan obat pencahar setelah makan supaya kenyang, keluhan pada
binge eating disorder adalah makan dalam porsi besar dan tidak dapat mengontrol
makan, keluhan pada body dysmophic disorder adalah terobsesi dengan
penampilan sempurna, keluhan pada selective eating disorder adalah terlalu
pemilih dalam makanan, keluhan pada porsi makan yang berlebihan , keluhan
syndrome makan malam adalah menghindari makan pada jam malam, keluhan
eating syndrome at night adalah mengindari makan di pagi dan siang hari, keluhan
prader willi syndrome adalah makan tanpa henti, keluhan fobia jenis makan adalah
menghindari salah satu jenis makanan.
3. Riwayat Kesehatan yang lalu :
Riwayat citra tubuh :
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh kemungkinan menjadi faktor penyebab
remaja menjalani perilaku diet, kelainan perilaku makan dan penyimpangan
perilaku makan (Erdiantono, 2009)
4. Riwayat Menstruasi
Anoreksia Nervosa terkadang mengalami gangguan menstruasi akibat
kekurangan nutrisi (malnutrisi) (Yurika, E.S, 2017)

Siklus :

Lama :

menarche :

5. Riwayat Ginekologi
Adanya riwayat terkena HPV, penyakit radang panggul, infertilitas, gonorea,
klamidia, sifilis, dan kelainan vagina hipotensi mempengaruhi hasil akhir
kehamilan (Wheeler, 2003)
6. Data Fungsional Kesehatan
Kebutuhan
Keterangan
Dasar
menurut Yurika, E.S, pada tahun 2017 : keluhan pada
anoreksia nervosa adalah ketakutan berlebihan terhadap berat
badan dan terkadang mengalami gangguan menstruasi,
keluhan pada bulimia nervosa adalah memuntahkan kembali
makanan atau menggunakan obat pencahar setelah makan
supaya kenyang, keluhan pada binge eating disorder adalah
makan dalam porsi besar dan tidak dapat mengontrol makan,
keluhan pada body dysmophic disorder adalah terobsesi
Nutrisi
dengan penampilan sempurna, keluhan pada selective eating
disorder adalah terlalu pemilih dalam makanan, keluhan pada
porsi makan yang berlebihan , keluhan syndrome makan
malam adalah menghindari makan pada jam malam, keluhan
eating syndrome at night adalah mengindari makan di pagi
dan siang hari, keluhan prader willi syndrome adalah makan
tanpa henti, keluhan fobia jenis makan adalah menghindari
salah satu jenis makanan.
Pada bulimia nervosa menggunakan obat pencahar (Yurika,
Eliminasi
E.S, 2017)
Sebaiknya tidur 1-2 jam lebih lama dari biasnya saat malam
Istirahat
(Eisenberg,1993)
Pada anorexia nervousa makan dalam jumlah sedikit dan
berolahraga secara berlebihan untuk menjadi kurus hingga
Aktivitas
mencapai 15% sampai 60% di bawah berat badan normal
(Yurika, E.S, 2017).
Personal - Kebersihan diri bersih,tergantung dari pribadi remaja
Hygiene itu sendiri.

Kebiasaan - Kebiasaan memuntahkan makanan kembali secara


berlebihan pada bulimia nervousa (Yurika,E.S, 2017)

11. Riwayat Psikososiokultural Spiritual

a. Psikologi
Menurut Yurika, E.S, 2017 yaitu eating disorder asupan makanan berlebihan
maupun pembatasan asupan makanan di bawah normal yang terjadi akibat masalah
psikis atau emosional.
b. Sosial
Remaja eating disorder mulai berpikir agar dapat diterim di kalangan teman
sebayanya, maka harus memiliki tubuh yang kurus akan memudahkan mencari
teman dan pasangannya ( Hapsari, 2009)

c. Kultural
Adat istiadat yang merugikan dan masih dilakukan oleh remaja dan keluarga
yang dapat merugikan kesehatan remaja.

d. Spiritual
Tradisi keagamaan yang merugikan dan masih dilakukan remaja dan keluarga
yang dapat merugikan kesehatan remaja.

B. DATA OBYEKTIF

1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis/apatis/somnolen/sopor/koma/delirium
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
Nadi : 60-100 x/menit
Pernapasan : 16-24 x/menit
Suhu : 36,0 – 37,50C
Antropometri :
Berat Badan Saat ini :
Tinggi Badan :
LILA : > 23,5 cm
IMT :
- Menurut institute of Medicine (1990) batasan yang direkomendasikan yakni :
Kategori Berat-Tinggi Badan
Kategori BMI
Rendah < 19,8
Normal 19,8 – 26
Overweight 26 – 29
Obesitas >29

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
Inspeksi
Kepala : bersih, tidak/ tampak lesi, tidak tampak edema
Wajah : pucat pada anorexia nervouse
Mata : simetris, tampak sklera warna putih, konjungtiva warna
merah muda, tidak/ tampak gangguan pada mata, penglihatan
jelas
Hidung : bersih dan tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut : simetris, bersih, mukosa bibir kering pada anorexia
nervouse , tidak nampak stomatitis, caries, tidak ada pembesaran pada
tonsil dan ovula, lidah bersih
Telinga : simetris, nampak bersih, tidak ada polip
Leher : simetris
Dada : bentuk normal, simetris, tidak nampak retraksi dinding
dada
Payudara : simetris, tidak ada dimpling, puting susu menonjol,
ada hiperpigmentasi pada areola, tidak/nampak pengeluaran
kolostrum.
Abdomen : tidak/nampak linea nigra, tidak/nampak striae albicans,
nampak membesar, tidak/nampak luka bekas operasi.
Genetalia : Nampak bersih, tidak/nampak varices, tidak nampak
oedem. Tidak nampak pembesaran kelenjar bartholini.
Anus : Tidak nampak haemorrhoid
Ekstremitas : Ekstremitas atas nampak simetris, CRT kembali
sebelum 2 detik, tidak ada lesi. Ekstremitas bawah nampak
simetris, CRT kembali sebelum 2 detik, tidak ada lesi.
Palpasi
Kepala : Tidak teraba massa
Wajah : Tidak ada Edema
Mata : Tidak ada Edema pada palpebra
Teling : Tidak tegang
Hidung : Tidak ada Fraktur
Leher :
Vena Jugularis : Tidak ada pembesaran
Kel. Limfe : Tidak ada pembesaran
Kel. Tiroid : Tidak ada pembesaran
Dada : tidak ada massa, vocal fremitus sama kiri dan kanan
Payudara : tidak teraba massa dan pembesaran kelenjar limfe.
Abdomen : tidak ada massa dan nyeri tekan akibat muntah pada
bulimia nervousa
Genetalia : kelenjar serviks menyekresi sejumlah besar lendir dengan
konsistensi kental atau cair (Varney, 2006)
Anus : tidak ada hemorroid
Ekstremitas : tanda Homan sign negatif, tidak ada edema
Auskultasi
Suara Nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Bunyi Jantung : Bunyi Jantung terdengar jelas dan terdengar mur-mur
(Helen Varney, 2006)
Abdomen : Bising usus 5-35x/menit
Perkusi
Dada : Sonor
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Refleks Biceps/Triceps : positif
Refleks Patella : positif
Refleks Babynski : positif
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah : <70 mg/dl atau terjadi hipoglikemia
pada anorexia nervouse.
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingg daapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingg daapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
Diagnosis :
Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
Diagnosis : remaja usia..... dengan eating disorder
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hal yang

sedang dialami klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang
menyertai diagnosis.

Kebutuhan : Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi

dalam diagnosis dan masalah.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang harus dilakukan.
Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri,
kolaborasi, atau bersifat rujukan.
V. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi.
1. Beritahu hasil pemeriksaan kepada klien atau orang tua klien
R : klien dan orang tua klien mengetahui kondisi kesehatannya (Salmah, 2006).
2. Berikan KIE mengenai pola makan yang baik
R : Penambahan kenormalan perubahan ini dapat menurunkan kecemasan dan
membantu meningkatkan penyesuaian aktivitass perawatan diri (Doenges, dkk,
2001).
3. Ajarkan cara hidup sehat dan selalu berpikir positif terhadap kritik
R: memperbaiki psikis remaja.
VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan
yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 9 September 2021

Tempat Pengkajian : Puskesmas Dupak

Nama Pengkaji : Kelompok 1

A. Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Nn. K
Tanggal lahir/ Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Pucang Jajar
2. Alasan Kunjungan/Keluhan Utama
a. Alasan Kunjungan
Ingin memeriksakan kondisi An.K
b. Keluhan Utama
Anak tidak mau makan selama 2 hari
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Nn. Mengatakan tidak pernah mengalami perilaku impulsif seperti
zat adiktif, kecemasan, depresi, dan gangguan kepribadian.
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun Lama : 6 – 7 Hari
Siklus : 35 hari Ganti pembalut 2-3x sehari
5. Riwayat Ginekologi
Nn. Mengatakan tidak memiliki Riwayat ginekologi seperti HPV,
penyakit radang panggul, sifilis, dan kelainan ginekologi lainnya
6. Pola Fungsional Kesehatan

Kebutuhan Dasar Keterangan


PolaNutrisi Remaja hanya 1x makan dengan
porsi sedikit , minum 5-6 gelas
dalam 1 hari
Pola Eliminasi BAB : 3 hari 1x
BAK : 4-5x/hari
Pola Istirahat Remaja tidak pernah tidur siang ,
malam tidur 5-6 jam / hari
Pola Personal Hygiene Remaja mandi 2x sehari, ganti
baju 2x sehari, gosok gigi 2x
sehari, ganti pakaian dalam 2x
sehari
Pola Aktivitas Berolahraga pagi dan sore
Kebiasaan Makan hanya sekali dengan porsi
yang sedikit

7. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


Di dalam lingkungan remaja tidak ada adat istiadat dan tradisi
keagamaan yang dapat mempengaruhi Kesehatan remaja akan tetapi
remaja akan membatasi asupan makan agar terlihat sama dengan teman-
teman dilingkungannya yaitu memiliki tubuh yang ideal.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/60 mmHg
b. Nadi : 78 x/menit
c. Pernapasan : 19 x/menit
d. Suhu : 36,50C
Antropometri:
Tinggi badan : 156 cm
Berat Badan : 65 Kg
Lingkar lengan : 26 cm
IMT : 26,7
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris, bersih , distribusi rambut merata, tidak
terdapa lessi dan tidak terdapat oedema
Wajah : Bersih, tampak pucat, tidak terdapat oedema tau
lessi
Mata : Simetris, Konjungiva merah muda, sklera berwarna
putih, tidak ada oedem , dan tidak ada nyeri tekan.
Telinga : Simetris, bersih , tidaak ada pengeluaran cairan
Hidung : Simetris, bersih , tidak ada pernafasan cuping hidung
Mulut : Simetris, , mukosa bibir kring, tidak terdapat stomatitis
dan caries dentis
Leher : Simetris, tidak terdapat pembengkakan pada kelenjar
vena jugularis
Dada : Simetris , tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas
vesikuler, BJ 1 dan BJ 2 normal
Abdomen : Simetris, tidak terdapat nyeri tekan
Genetalia : Tidak ada keputihan , tidak ada pembengkakan pada
kelenjar bartolini
Anus : Tidak ada haemoroid
Ekstremitas : Atas : Simetris, reflek bisep (+) , refleks trisep (+),
CRT < 2 detik
Bawah : Simetris, refleks babinsky (+), CRT < 2 detik
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
C. Analisis
Diagnosis Kebidanan : Nn. K dengan eating disorders
Masalah : Tidak mau makan
Diagnosis Potensial : Sindrom re-feeding
Masalah Potensial : Dehidrasi
Kebutuhan : Pemantauan asupan nutrisi
Tindakan Segera : Tidak ada
D. Penatalaksanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepeda pendamping anak bahwa anak
pada saat ini dalam keadaan normal
E: Ibu mengetahui kondisi anaknya saat ini
2. Memberikan KIE mengenai cara hidup sehat dan selalu berfikir positif
terhadap kritik
E: remaja mengerti KIE yang diberikan
3. Memberikan KIE mengenai pola makan yang baik
E/ Nona mengerti KIE untuk menambahkan kenormalan perubahan tersebut
dapat menurunkan kecemasan dan membantu meningkatkan
penyesuaian aktivitas perawatan diri
BAB IV

PEMBAHASAN
Selama penulisan melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan anoreksia di
puskesmas dupak 9 September 2021. Beberapa hal yang perlu dibahas, disini di
menemukan beberapa faktor penghambat dan dapat pula faktor pendukung dari khasus
yang penulis ambil.

Dalam penerapan kasus kebidanan tersebut penulis telah berusaha menerapkan


proses asuhan kebidanan pada klien dengan anoreksia sesuai dengan teori – teori yang
ada untuk melihat lebih jelasnya sejauh mana kegiatan dapat dilakukan sertai
keberhasilan yang dicapai akan diuraikan sesuai dengan kebidanan dimulai dari
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

4. 1 Pengkajian
1. Identitas klien
Dalam melakukan pengkajian pada klien, penulisan tidak mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan dan menjawab yang ditanyakan, sehingga
didapat data akurat dari keluarga dan klien, catatan medis serta tenaga
kesehatan lainnya.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Askeb teoritis dengan tinjauan khusus mempunyai kesenjangan, seperti
teori mengatakan biasanya klien mengeluh nyeri ulu hati atau rasa tidak
enak, sakit perut bagian atas, kembung, mual dan muntah ,badan terasa
lemah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Tidak dapat kesenjangan pada dilihat dari teori dan tinjauan khasus
c. Riwayat kesehatan keluarga
Teori atau tinjaun khasus tidak ada terdapat penyakit keturunan dalam
penyakit anooreksia ini.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada teoritis dan tinjaun khasus tidak terdapat
kesenjangan karena semua sangat penting untuk dilakukan.
2. Data psikologis
Sesuai dengan tinjaun teoritis, klien tampak cemas terhadap
kondisinya.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada tinjaun teoritis dilakukan pemeriksaan darah begitu juga pada
pemeriksaan darah dan pada kasus tersebut terjadi kesenjangan
karena tidak dilakukan pemeriksaan penunjaang
4. 2 Intervensi Kebidanan
Dalam menyusun rencana tindakan kebidanan kepada klien berdasarkan
prioritas masalah yang ditemukan tidak semua tindakan pada teori dapat
ditegakan pada tinjaun khasus karena rencana tindakan pada tinjaun khasus di
sesuaikan dengan keluhana klien pada saat pengkajian. karena hasil
pemeriksaan nona K dalam keadaan normal, maka intervensi yaitu memberikan
KIE kepada remaja tersebut

Implemntasi Kebidanan

Setelah rencana tindakan di tetapkan maka dilanjutkan dengan melakukan


rencana tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakuakan asuhan kebidanan pada Nn. K
dengan anoreksia.

Implementasi pada kasus tersebut yaitu memberikan KIE mengenai cara hidup
sehat dan selalu berfikir positif terhadap kritik dan cara menurunkan kecemasan, serta
membantu meningkatkan penyesuaian aktivitas perawatan diri.

4. 3 Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan kebidanan kepada klien, hasil yang penulis
dapat yaitu klien lebih merasa nyaman dan lega setelah dilakukan KIE
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Menurut DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara
masa kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai
perubahan, baik fisik maupun psikis. perubahan yang tampak jelas adalah
perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh
orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Menurut WHO, remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 25 tahaun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18
tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Dapat disimpulkan
bahwa remaja adalah periode perubahan fisik dan psikologi seseorang yang
memiliki rentan usia 10-24 tahun.
Perubahan pada remaja terdiri dari perubahan fisik yang terdiri dari 2 hal yaitu
perubahan seks primer (menstruasi) dan perubahan seks sekunder (timbulnya
rambut kemaluan, pinggul membesar, payudara membesar, timbul jerawat,
kelenjar minyak berlebih, suara merdu). kemudian terjadi perubahan psikis
(perubahan emosi, intelegensia, kognitif, transisi social). factor risiko
pepmbentukan kepribadian remaja yaitu factor individu, psikososial. Faktor
protektif yaitu karakter, lingkungan, dan keterampilan social. kasus psikologi pada
remaja terdiri dari identity, autonomy, intimacy, sexuality, dan achievement.
Dalam kasus permasalahan pada remaja, kelompok mengambil masalah eating
disorder. Eating disorders adalah segala bentuk karakteristik penyimpangan
perilaku atau kebiasaan makan yang sangat parah, mengakibatkan konsumsi dan
penyerapan makanan berubah serta secara signifikan mengganggu kesehatan fisik
serta fungsi psikososial (Fairburn & Walsh, 2015). Faktor yang mempengaruhi
kecenderungan eating disorder adalah factor social, psikologis, fisiologis yang
mana factor-faktor tersebut sebagai penentu mengapa terjadinya permasalahan
tersebut pada remaja. tipe eating disorder terdiri dari anorexia nervosa
(memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan karena ketakutan akan
kenaikan berat badan yang berlebuh), bulimia nervosa (makan berlebih yang
berulang kemudian memuntahkan atau menghilangkan BB dengan berolahraga,
berpuasa, atau kombinasinya), eating disorder not otherwise specified atau
ENDOS (diagnose gangguan perilaku makan yang tidak memenuhi kriteria
anorecsia ataupun bulimia nervosa).

Dalam kasus ini kelompok membuat manajemen asuhan kebidanan eating


disorder. Dalam penerapan kasus kebidanan tersebut kelompok telah berusaha
menerapkan proses asuhan kebidanan pada klien dengan anoreksia sesuai dengan teori-
teori yang ada untuk melihat lebih jelasnya sejauh mana kegiatan dapat dilakukan sertai
keberhasilan yang dicapai akan diuraikan sesuai dengan asuhan kebidanan varney
dimulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Dalam kasus
tersebut, telah dilakukan sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan yang ada,
sehingga masalah tersebut dapat tertangani dengan baik sesuai dengan prosedurnya.

5.2 SARAN
5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
diharapkan petugas kesehatan dapat lebih meningkatkan manajemen asuhan
kebidanan pada remaja terutama pada permasalahan remaja yang ada saat ini.
5.2.2 Bagi Orang tua
Diharapkan orang tua lebih meningkatkan kepekaan terhadap perubahan
perilaku anak dan memberikan lingkungan yang dapat memberikan
kenyamanan bagi remaja sehingga peubahan periode masa transisi anak
terjalani dengan baik.
5.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat meningkatkan pengetahuan terkait perjalanan periode
masa transisi remaja, dan ikut serta dalam peranannya sehingga mengurangi
risiko terjadinya penyimpangan remaja.
5.2.4 Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah lebih meningkatkan kewaspadaan terkait kasus-kasus
bullying atau sejenisnya yang terjadi pada remaja sehingga dapat menurunkan
gangguan psikologis pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA

WHO : Rentang Usia Remaja (2016)

Syafrudin MZ (2012). Perubahan Fisik Pada Remaja : Arta Medika. Jakarta

Powell & Kahn, . (2016). Ontwikkelings Psychologie: Inleiding tot de verschillende


deelgebieden. Njimegen: Dekker & Van de Vegt.

Jahja, D. E. (2018). Human Development. New York: Mc Graw Hill.

Rodin. (2015). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Human Development (Psikologi
Perkembangan Bagian V s/d IX), Ed. 9 Cet. 2. Jakarta: Kencana.

Widyastuti dkk. (2009). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama

Powell & Kahn. (2016). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta : Erlangga

Polivy dan Herman. (2017). Dari Bayi sampai Dewasa. Jakarta : Gunung Mulia
Mamppiare,

Fairburn & Walsh . (2015). Psikological : London,. Monks,

APA 2015. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.


Yogyakarta : Gajah Mada University

Tanenhaus (2012). Faktor Psikologi, Jakarta : sinar Dunia

Chavez dan Insel (2017). Bulimia nervosa. : New York University

Anda mungkin juga menyukai