Anda di halaman 1dari 38

Nama Dosen : Abdullah S.Kep.,Ns.,M.

Kes
Mata Kuliah : Psikososial dan budaya dalam keperawatan

APLIKASI TRANSCULTULAR NURSINNG SEPANJANG DAUR


KEHIDUPAN MANUSIAN DALAM PEMBERIAN ASUHAN
KEPERAWATAN YANG PEKA BUDAYA KEPADA PASIEN

Oleh:
KELOMPOK 10

MUH. RUSLAN 21212011


ST. PUTRI BUNGA 21212039
MUH ANDHIKA PUTRA PRATAMA 21212041

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022/20223
KATA
PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Rasa Syukur Alhamdulillah yang sedalam-dalamnya kami
panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena hanya dengan
rahmat dan petunjuk-Nya lah kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini tentang “aplikasi transcultular nursinng sepanjang daur
kehidupan manusian dalam pemberian asuhan keperawatan yang
peka budaya kepada pasien” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Makassar, 12 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar belakang...................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 3
A. Pengertian transcultural........................................................ 3
B. Peran dan fungsi perawat.................................................... 3
C. Pengkajian asuhan keperawatan budaya............................ 4
D. Beberapa instrumen pengkajian budaya.............................. 6
E. Aplikasi Konsep Dan Prinsip Transkultural Nursing
Sepanjang Daur Kehidupan Manusia..................................
F. Penerapan konsep kultur lainnya......................................... 13
G. Budaya sunda....................................................................... 15
H. Budaya batak........................................................................ 16
I. Budaya flores........................................................................ 17
J. Asuhan keperawatan............................................................ 18
BAB III PENUTUP......................................................................... 29
A. Kesimpulan........................................................................... 29
B. Saran ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 30

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi
peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya.
Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur
pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini
menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat
untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif
global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai
macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari
berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada
tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya
disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah
suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda
manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural
diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau
lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transkultural ?
2. Apa saja peran dan fungsi perawat ?
3. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya ?
4. Apa saja instrumen pengkajian budaya ?
5. Bagaiman aplikasi konsep & prinsip transkultural nursing
2

sepanjang daur kehidupan manusia ?


6. Bagaimana penerapan konsep kultur lainnya ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini


diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
bagaimana aplikasi transkultural nursing sepanjang daur
kehidupan manusia.
2. Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan mampu :

a. Menjelaskan pengertian transkultural

b. Menjelaskan peran dan fungsi perawat

c. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya

d. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya

e. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing


sepanjang daur kehidupan manusia
f. Menjelaskan penerapan konsep kultur lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transkultural
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring
adalah esensi dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring dikatakan
sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada
individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada
manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human
caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh.
Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya
B. Peran Dan Fungsi Perawat
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu.
Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya
orang yang dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari,
seperti tidur, makan , kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social,
praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan
kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur.
Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok
pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut pandangan
kelompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda .

3
Kebiasaan

4
5

hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.


Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil
mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih
mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita
dan bidan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental
dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya
pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan
Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus pada
studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan
dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger ( 1991 )
mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian
ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai
budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada
seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik
budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat
(tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan
bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas
tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan
mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik
di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan –
persamaan. Lininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang
pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat
menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan
kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien
yang memiliki latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda.
Untuk menghadapi situasi ini penting bagi perawat untuk memahami
6

bahwa klien memiliki pendangan dan interpretasi mengenai penyakit


dan kesehatan yang berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada
keyakinan sosial-budaya klien. Perawat harus sensitif dan waspada
terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan klien dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan
mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi warisan budaya
klien. Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang
sisrematik dan komprehensif dari nilai- nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan
pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang
signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan
budaya (Leininger dan MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien
dimulai dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang
organisasi sosial, dan keterampilan bahasa sertamenayakan penyebab
penyakit atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan
pengobatan rakyat secara tradisional baik secara ilmiah maupun
mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan mengatasi
penyakit. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kompoen pengakajian
budaya untuk menyediakan informasi yang berguna dalam
mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari
leininger menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan
sehari-hari dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang
dilakukan secara komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-
nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang
tidak dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur sosial
masyarakat, konteks lingkungan, bahasa dan riwayat etik
atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu (Potter dan perry,
fundamental keperawatan ed 7, 187)
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan
demografik populasi pada lingkungan praktik komunitas yang disebut
7

dengan data sensus. Data sensus didapatkan dari data sensus lokal
dan regional serta laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya
perawta menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan
kontras untuk mendorong klien menceritakan nilai-nilai, kepercayaan,
dan praktik dalam warisan budayanya( Spradley, 1979).
Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin
hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam
berkomuknikasi. Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan
keterampilan, waktu hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan.
D. Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan
semakin besar, tak hanya asuhan keperawatan yang melihat sisi
medisnya saja, tetapi juga melihat dari sisi budaya. Jika melihat dari sisi
budaya, ini termasuk ilmu keperawatan yang memasuki level midle
theory range, yaitu teori transkultural nursing. Transkultural nursing
mempunyai tahapan yang sama dengan proses keperawatan; antara
lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi dan evaluasi.
Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau
komponen tersendiri, antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi
biologis, religious dan kepercayaan, organisasi sosial, komunikasi,
waktu, kepercayaan perawatan dan prakteknya, serta pengalaman
sebagai tenaga proposional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering
membawa pada nilai-nilai dan norma yang berlaku pada suatu adat
istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang persepsin
sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya
dalam proses perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor
yang sangat mempengaruhi karena membawa motivasi tersendiri untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian religious dapat
meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyebab
penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien yang
dapat membantu proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan
biologis antara anggota kelompok kultur, seperti struktur dan bentuk
8

tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan terhadap


penyakit, variasi nutrisi.
Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan
kelompok sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti
ekonomi, pergaulan sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien
dapat dilihat sejarah lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi
adalah hal terpenting dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan,
ketidak berhasilan komunikasi dapat menghambat proses diagnosis
dan tindakaan serta dapat membawa pada hasil yang tragis. Dalam hal
ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien secara
verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien
yang harus ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak
menimbulkkan rasa ketidak nyamanan pasien.
Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi
pertimbangan tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-
deada dalam setiap ethic ada yang memprioritaskan pada saat ini ada
juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini akan
membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan
perawtan klien juga menjadi factor kajian, di sini perawat harus melihat
bagai mana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional yang dipercai
pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau
memperparah penyakitnnya. Dan factor kajian terakhir yang
mempengaruhi adalah pengalam an propesional perawtan itu sendiri
dalam menangggapi atau dalam member asuhan keperawatan itu.
E. Aplikasi Konsep Dan Prinsip Transkultural Nursing Sepanjang
Daur Kehidupan Manusia
1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek
sosial dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran
tertentu, fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses
kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh
aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok
9

yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan


dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang
harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci
di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung
karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan
rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung
pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat
bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia
kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar
wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika
sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos
tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan
menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu
sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan
hingga kini masih dipertahankan dalam komunitas dan
masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten
secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama
dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan
yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari
masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek
krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan kelahiran adalah
orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat
berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi
seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan
kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah
orang yang menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh
dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi
10

penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia


Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan,
walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah
laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian
manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong
persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang
hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi
bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya
melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya,
namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena
merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya
merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya
sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari
berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga
kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur
unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat
yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis
maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani
ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis
tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat
sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian
antropologi, kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek
biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai proses yang
mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti;
pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan
kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah
tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya,
penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong
kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan
11

mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.


Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami
kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga
dituntut untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian budaya
yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan
warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi
sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua
budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang.
Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita
yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan
budaya keluarganya.
2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati
masa transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya.
Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam
asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa
mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan
manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada
perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak diharapkan dapat
berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan
fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar
kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu
dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses
perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima)
sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual
di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi : keluarga,
teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar tetangga.
Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara
mikro sistem, misalnya hubungan pengalaman-pengalaman yang
didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau
12

pengalaman dengan teman sebaya.


Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan
pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif
tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan
anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana
individu hidup, seperti : ideologi, budaya, sub-budaya atau strata
sosial masyarakat.
Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi
kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama
harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan
berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola
pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media
massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling
mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase,
yaitu:
a. Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi
belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu
yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan
lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai
bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu
kesatuan yang disebut “two persons system”.
b. Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal
lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-
rangsangan dari lingkungannya. Orangtua berperan besar
pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan
baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
c. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini
dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan
umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh
lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
13

cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk


mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
d. Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak
tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun
untuk mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi bagian
dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.

Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung


telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang
ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta
dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari
pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai
perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu
mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal,
membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan
menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu
mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat
juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan
kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan
aktifitas perkembngan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain
secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam
berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak mungkin
menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan,
penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan
sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus
merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut
mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi
konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak
14

optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.


F. Penerapan Konsep Kultur Lainnya
Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan
masyarakat sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam masyarakat
tradisional, sistem pengobatan tradisional ini adalah pranata sosial
yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari
pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli
(tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku
mengenai sebab akibat.
Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit)
menurut budaya – budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah :
Untuk menentukan sebab – sebab suatu penyakit ada dua konsep,
yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik.
Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk
supernatural (makhluk gaib), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh
leluhur, roh jahat) dan manusia (tukang sihir, tukang tenung). Penyakit
ini dikatakan tidak wajar / tidak biasa. Penyembuhannya adalah
berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural, misalnya
melakukan upacara dan sesaji. Penyembuhan dapat melalui seorang
dukun atau “ wong tuo “.Ada beberapa kategori dukun pada
masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing – masing :
1. Dukun bayi :khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit
yang berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang
hendak melahirkan.
2. Dukun pijat/tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang
yang sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat.
3. Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna –
guna.
4. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit
karena kemasukan roh halus.
5. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.
15

Sedangkan konsep naturalistik,penyebab penyakit bersifat natural


dan mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim,
makanan racun, bisa, kuman atau kecelakaan . Di samping itu ada
unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh,
misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal
ini disebut dengan penyakit biasa. Adapun penyembuhannya dengan
model keseimbangan dan keselarasan , artinya dikembalikan pada
keadaan semula sehingga orang sehat kembali Adapun beberapa
contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas
dari tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :
1. Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di
dahi.
2. Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut ,
diperas dan airnya diminum 2 kali sehari satu sendok makan ,
dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat juga digunakan
sebagai penambah nafsu makan.
3. Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis
4. Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yakni
dengan dikeringkan terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan
diminum seperlunya.
5. Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam
panas, dan penambah nafsu makan.
6. Jagung muda (yang harus merupakan hasil curian = berhubungan
dengan kepercayaan) berguna untuk menyembuhkan penyakit
cacar dengan cara dioleskan dibagian yang terkena cacar.
7. Daun sirih untuk membersihkan vagina.
8. Lidah buaya untuk kesuburan rambut.
9. Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal.
10. Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.
11. Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan
influenza.
12. Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan
16

diseduh lalu diminum ataupun dengan diparut dan detempelkan di


ibu jari kaki
13. Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit
kuning yaitu dengan cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging
kelapa muda dapat dimakan sekaligus , tidak boleh kelapa yang
sudah tua.
G. Budaya Sunda
1. Sakit Demam
Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal – pegal,
menggigil, kadang – kadang bibir biru. Penyebab demam adalah
udara kotor, menghisap debu kotor, pergantian cuaca, kondisi
badan lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama, dan keletihan.
Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara
yang dihisap, makan teratur, olahraga cukup, tidur cukup, minum
cukup, kalau badan masih panas/berkeringat jangan langsung
mandi, jangan kehujanan dan banyak makan sayuran atau buah.
Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat
tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbuhan daun melinjo,
daun cabe atau daun singkong, atau dapat juga dengan obat
warung yaitu Paramek atau Puyer bintang tujuh nomor 16.
2. Keluhan Batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari
mulut, batuk biasa, dan batuk yang terus menerus dengan
suaranya melengking dengan gejala tenggorokan gatal, terkadang
hidung rapet, dan kepala sakit. Penyebab batuk TBC adalah
karena orang tersebut menderita penyakit TBC paru, sedangkan
batuk biasa atau batuk bangkong adalah menghisap debu dari
tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi salah satu makanan,
makanan basi, masuk angin, makan makanan yang digoreng
dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak makanan/keselek.
Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar jangan
kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan
17

minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan,


atau menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat
dilakukan dengan obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila
batuk ringan dapt minum obat tradisional yaitu air perasan jeruk
nipis dicampur kecap, daun sirih 5 lembar diseduh dengan air
hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah.
3. Sakit Pilek
Keluhan pilek ringan, yaitu hidung tersumbat atau berair, dan
pilek berat yaitu pilek yang disertai sakit kepala, demam, badan
terasa pegal dan tenggorokan kering. Penyebab pilek adalah
kehujanan menghisap debu kotor, menghisap asap rokok,
menghisap air, pencegahan pilek adalah jangan kehujanan, kalau
badan berkeringat jangan langsung mandi, apabila muka terasa
panas, jangan mandi langsung minum obat, banyak minum air dan
istirahat. Pengobatan sendiri, pilek dapat dilakukan dengan obat
warung yaitu mixagrib diminum 3x sehari sampai keluhannya
hilang. Dapat juga digunakan obat tradisional untuk mengurangi
keluhan , misalnya minyak kelapa dioleskan di kanan dan kiri
hidung.
4. Sakit Panas
Sakit panas adalah sakit yang menyebabkan sekujur tubuh
seseorang terasa panas biasanya yang disertai. Untuk
mengobatinya, orang sunda biasa dengan menggunakan labu
yang diparut, kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke
tubuh orang yang sakit panas tersebut hingga panasnya turun.
Selain itu juga bisa dengan menggunakan kompres air dingin.
H. Budaya Batak
Bagi orang batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa
tipe spesifik penyakit supernatural, yaitu :
1. Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah
melakukan perbuatan yang tidak baik (mis : mengintip). Cara
mengatasinya agar matanya tersebut sembuh adalah dengan
18

mengoleskan air sirih.


2. Nama tidak cocok dengan dirinya (keberatan nama) sehingga
membuat orang tersebut sakit. Cara mengobatinya dengan
mengganti nama tersebut dengan nama yang lain, yang lebih
cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama
keluarga.
3. Ada juga orang batak sakit karena tarhirim Misalnya : seorang
bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi
janji tersebut tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati, si
anak bisa menjadi sakit.Jika ada orang batak menderita penyakit
kusta, maka orang tersebut dianggap telah menerima kutukan
dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan masyarakat. Di
samping itu, dalam budaya batak dikenal adanya “kitab
pengobatan”.
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan
telah ada, mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan.
Obat-obatan tersebut antara lain:
a. Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan

b. Dappol Siburuk (obat urut dan tulang)

c. Biji sirintak (Untuk mengobati sakit mata)

d. Tawar mulajadi (Mengobati penyakit kulit yang sampai


membusuk)
4. Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka
cara pengobatannya dengan menggunakan belau.
5. Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas
(demam) biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya
dengan selimut / kain yang tebal
I. Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat
langka . Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Menurut
Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien : Pertama,
19

jenis penyakit nonmedis atau santet/guna – guna. Kedua, penyakit


medis seperti jantung koroner, tumor, kanker, dll. Ketiga, sakit
psikologis mis : banyak utang, stress, dll. “Dami mengingatkan kunci
sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang sehat. Sebaliknya, pikiran
yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru memicu munculnya
penyakit dalam tubuh manusia” Dami mempunyai 7 metode untuk
mengatasi penyakit :

1. Berdoa.

2. Air

3. Kapsul ajaib

4. Pijat refleksi

5. Suntik.

6. Telur ayam ( kampung ) dan gelas

7. Operasi / bedah

a. Bawang merah : untuk mengobati batuk , yakni dengan cara


dihancurkan (dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain ,
kemudian ditempelkan di tenggorokan . Cara ini baik
diterapkan pada waktu sebelum tidur malam.
b. Daun sirih :untuk mengobati orang yang mimisan , yaitu
dengan digulung kemudian disumbatkan ke lubang hidung
yang keluar darah.
c. Daun papaya yang masih muda : untuk menghentikan
keluarnya darah dari bagian tubuh yang luka , yaitu dengan
dikunyah sampai halus kemudian ditempelkan di bagian yang
luka tersebut.
J. Asuhan keperawatan
Analisa Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas
20

1) Indetitas klien
Nama : Ny, N
Usia : 22 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan :-
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung
Kerta Sukamantri Diagnose Medis : Post
Natal 1 hari (G0P2A0)
2) Indetitas Penanggung Jawab Nama: Tn. L
Usia : 23 Tahun
Agama : Islama
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung
Kerta Sukamantri Hubungan dengan : Suami
klien
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22:00 WIB
dengan usia kehamilan 40 minggu. Kehamilan yang kedua dan
diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai merasakan mulas
sejak pukul 12:00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak
paraji (indung beurang). Pukul 04:00 klien merasakan adanya
cairan yang keluar dari kemaluannyan, berwarna bening, oleh
indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara
diurut dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetepi bayi
tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak ada tenaga
lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke
puskesmas yang jarkanyan 50 km (1jam perjalan menggunakan
21

ojek) dari tempat tinggal klien. Setalah dirangsang bayi keluar


pukul 22:00 di Puskesmas. Keluarga memaksa pulang bayi dan
ibu yang baru melahirkan karena menurutnya bayi tidak boleh
berada terlalu lama di luar rumah.
c. Factor teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang
dan melahirkan disana. Sebelum kehamilan klien tidak pernah
menggunakan alat kontrasepsi dan setalah melahirkan klien dan
suami berencana mengguanakan alat KB tradisional yaitu
dengan minum bunga pohon jati yang telah direbus.
d. Factor agama dan falsafat hidup
Klien menyatakan beragam Islam, percaya kepada ilmu sihir
dan hal – hal gaib. Klien percaya bila bayinyan dibawa terlalu
lama dari rumah maka bayinya akan hilang dibawa gendolwewe
atau kolongwewe.biasanyan bayi tersebut akan dibawa selepas
maghrib, karena menurut meraka bayi masih berbau amis dan
mahluk gaib sangat menyukain hai – hal yang berbau amis. Bayi
tersebut biasanya digunakan tumbal oleh meraka yangmemuja
ingin awet muda. Biasanyan bagi keluarga yang baru saja
memliki bayi akan menggunakan tradisi “meutingan” yaitu tradisi
menginap di rumah keluaga yang baru saja melahirkan. Mereka
biasanyan ngaos (membaca ayat – ayat suci AL Qur’an) selama
7 hari 7 malam yang dimulai selepas maghrib sampai dengan
isya. Meraka percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja
lahir tidak akan hilang.
e. Factor social dan keterikatan keluarga
Hubungan kekeraban masih sangat kuat terutama dari
keluarga perempuan. Ibu dari pihak wanita, uwak (kakak orang
tua wanita), bibi ( adek dari orang tua) akan menginap dan
mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan sampai
dengan bayi berusia 1 minggu. Keputusan dalam keluarga
dipegang oleh suami. Biasayan pasangan akan menayakan
22

terlebih dahulu kepada orang tua masing – masing bagaimana


yang terbaik. Tetepi keputusan tetep diambil oleh suami. Selama
proses setlah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan
tinggal dipihak suami.

f. Factor nilai – nilai budaya dipihak gaya hidup


Bahsa yan digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setalah
melahirkan pantang makan – makanan yang berbau hanyir
(amis) seperti ikan, telur karena akan menyebabkan proses
penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu
diwajibkan menggunakan kain panjang (stagen) agar perut ibu
dapat kembali seperti keadaan semua keadaan semua sebelum
hamil 3 bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40 hari bayi akan
dipasangkan bawang putih, peniti, jarum, dan gunting yang
dimasukkan ke dalam kantong (buntel kadut) dan disematkan
pada baju bayi. Pada saat kehamilan anak pertama
ibumembuang air susu petama yang masih berwarna bening
(colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan
mengalami keracunan dan mati.
Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai
usia ± 3 hari, bahkan anak yang pertama pada hari kedua diberi
makan dengn pisang karena bayinya yang masih lapar meskipun
sudah diberi air gula jawa. Untuk plasenta bayi, orang tua byi
akan mencuci bal sampai bersih, diberi pelengkapan (tujuh
potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan
kain putih bersih dan dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7
malam deberi penerangan dengan tujuan agar bayi yang baru
lahir juga aka terang. Meraka percaya bahwa bali adalah
saudara muda yang akan mendapingi bayi dalam keadaan suka
dan duka.

g. Factor kebijakan dan peraturan yang berlaku

Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh


23

masyarakat setempatkehamilan dan melahirkan, wanita di


daerah tersebut diwajibkan untuk berobat hanya pada indung
berurang, bila berobat ke pertugas kesehtan meskipun dekat
akan dikucilkan oleh warga setempat. selama 7 hari setelah bayi
lahir, indung becurang akan dating setiap hari ke rumah bayi
untuk memandikan bayi, mengurut bayi dan merawat tali pusat
bayi.
h. Factor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah
hanya laki – laki, berkerja dengan cara merantau ke daerah lain
untuk berdagang, kehadiran mertua dan ibu dari pihak wanita
sangat membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya persalinan
ditanggung bersama – sama antar keluarga perempuan dan laki
– laki.
i. Factor pendidikan
Pendidikan keduanyan adalah SD, meraka tidak mengetahui
adanya Kontrasepsi moderan karena selam pendidikan belum
pernah mendengar alat kontrasepsi moderan. Keluarga tidak
punya biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk
sekolah ke SMP sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang
cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko
ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sisitem
nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Berdasarkan data – data yang ada dimana ibu melahirkan anak
ke dua, anak pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan
pisang maka tindakan yang harus dilakukan adalah :
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Indetitas perbedaan konsep antara klien dan
perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi.
24

2) Bersikap tenang dan tidak terburu – buru saat berinteraksi


dengan klien.
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien
dan perawat.
b. Cultural care accommodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
2) Jelakan tentang pentingnya makan – makanan yang
mengandung protein. Ikan dan telur boleh saja tidak
makan tetepi harus diganti dengan temped an tahu,
kalau bias sekali- kali makan daging ayam untuk
memenuhi kebutuhan protein hawani baik kepada orang
tua maupun keluarga klien.
3) Libatkan keluarga dalam perancanaan perawatan.
c. Cultural care repartening/recodtruction
1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian
colostrum untuk meningkatkan pertahanan tubuh bayi.

2) Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI


exclusive sampai dengan 6 bulan, tanpa pemberian
makanan lain, hanya ASI
3) Gunakan gambar – gambar yang lebih mudah dipahami
oleh klien.
4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada
hari kedua akan sangat membahayakan kesahatan
percernaan bayi dan berikan contoh – contoh dimana
bayi yang baru lahir makan pisang dapat mengakibatkan
kematian.
5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi
yang diberikan dan melaksanakannya.
6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari
budaya kelompok.
7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah
sampai ke tahap SMA atau pada saat menjelaskan juga
25

menghadirkan kepada desa sebagai pemimpin di daerah


tersebut.
8) Terjemahkan terminologigejala pasein ke dalam bahasa
kesehtan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua.
9) Berikan informasi pada klien tenteng saranan keshatan
yang dapat dugunakan misalnya imunisasi di Puskesmas
untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit mematikan.

4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang:
a. Makan – makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan
makan protein hewani selain ikan dan telur misalnya daging
ayam.
b. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan
penjelasan ibu tidak lagi membuang ASI Colostrumnya tetapi
justru memberikan kepada bayi.
c. Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi
tersebut menangis. Makanan yang diberikan hanyalah ASI
sampei dengan 6 bulan (ASI exclusive)

Pembahasan
Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang
ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi :
mempertahankan keadaan kesehatan klien yang optimal, apabila
keadaannya berubah membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan
keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang
normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses
kesehatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal
berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih
tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996).
Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam
konteks budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan
26

antar elemen proses keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College


Nursing, 2006). Keperawatan transkultural adalah suatu proses
pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan
kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai
dengan latar belakang budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan
antara proses keperawatan dengan keperawatan transkultural.
Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien
pasca melahirkan. Kasus ini pada umumnya menggunakan format
pengkajian pasca melahirkan. Penggunaan format pengkajian ini pada
umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu melahirkan.
Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting
karena bila perawat tidak melihat konteks budaya maka pasien
mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh perawat tetapi hanya
pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya pengaruh
budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal
ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistemis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, Taptich &
Bemochi,1996). Pengkajian pada konteks budaya didefinisikan
sebagai proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya
klien (Giger and Davidhizar,1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “sunrise model”
yaitu :a. Faktor teknologi ,b agama dan filosofi ,c faktor sosial
dan kekerabatan keluarga, d. Nilai budaya dan gaya hidup, e.
faktor ekonomi ,f faktor pendidikan,g faktor politik dan peraturan
yang berlaku.
a. Faktor teknologi

Faktor ini menguraikan alasan klien memilih


27

pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut mungkin


disebabkan karena tempat tinggal klien yang jauh dari pusat
kota , ketidakadaan pelayanan kesehatan dan didukung
pula oleh adanya peraturan yang tidak tertulis bils berobat
ke petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyaratkan
setempat. Penggunan rebusan air daun jati untuk
m,enjarangkan kehamilan menurut pasien dianggap cukup
efektif dan tetbukti dengan jarak antara putra pertama dan
kedua yang cukup jauh yaitu 7 tahun(menikah pada usia
15tahun, memiliki anak pertama 16 tahun dan sekarang
adalah kehamilan kedua).
b. Faktor agama dan falsafah hidup
Meskipun pasien beragama islam tetapi karena
kuatnya budaya membuat ia percaya hal- hal gaib.
Meskipun pada saat itu belom belom diperbolehkan pulang
pasienmemaksa untuk pulang karena pasien tidak
menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya terjadi
pula pada dirinya. Penggunan bawang putih dan lainya
digunakan untuk menolak bala. Bila dilihat dari aspek medis
dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut dapat dipercaya.
Tetapi sebagai perawat yang memahami konteks budaya
maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak menggunkan alat
seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari efek
negatifterhadap kesehatan penggunan seprangkat alat yang
ditempelkan di baju bayi tidak membahayakan bayi. Hanya
saja mungkin bau yang menyengat akan menggangu rasa
nyaman baik ibu maupun bayi.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat.
Perawat yang tidak mengetahui konteks budaya mungkin
akan mengabaikan peran keluarga dalam mengambil
keputusan. Keputusan yang dianggap penting adalah ibu
28

dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan ibu


yang paling berperan dalam pengambilan keputusan
melainkan suamidan pihak dari keluarga suami. Sehingga
tindakan yang diberikandapat dilaksanakan dengan
dukungan dari keluarga.
d. Nilai budaya dan gaya hidup
Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien
dari kasus yang ada nampak sangat bertentangan dengan
kesehatan. Hal ini jelas dilihat dari dibuangnya ASI pertama
karena dapat menyebabkan kematian, pemberian pisang
pada hari-hari pertama bayi lahir karena dianggap bayi
lapar. Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak
diberikan makanan lain selain ASI justru dillaksanakan oleh
pasien(ibu). Untuk mengatasi hal tersebut maka harus ada
tindakan yang mengubah pola pandang keluarga berkaitan
dengan budaya yang diyakini. Tetapi tentu aja
pelaksanaanini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati
agar tidak menimbulkan ketidaksesuainkepada perawat.
e. faktor politik dan peraturan yang berlaku
Hasil penkajian bahwasanya indung beurang sangat
memilik peran didaerah diamana pasien tersebut tinggal.
Perawat bila akan melakukan intervensi pada masalah ini
tentunya harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cuku
bwerpengaruh sehingga tidka menimbulkanancaman baik
kepada petugas kesehatan maupunkepada pasien itu
sendiri. Bila hal ini tidak diperhatikan maka ada
kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang
disarankan oleh perawat.
2. Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan
dalam asuhan keperawatan transcultural yaitu: gangguan
komunikasi verbal berhubunagan dengan perbedaan kultural,
29

gangguan interaksi sosial berhubungan dengan system nilai yang


diyakini. Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah resiko
ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan
system nilai yang diyakini . diagnosa yang diangkat berdasarkan
data yaitu ASI (colostrum) tidak diberikasn kepada bayi,
diberikannya pisang pada hari hari pertama bayi lahir dan ibu
tidak diperbolehkan makan makaan protein hewani yang berbau
amis misalkan ikan. Data-data tersebut lebih cenderung kepada
diagnosa ketidakpatuhan pengobatan karena system nilai yang
dimiliki pasien sangat kuat.
3. Perencanaan dan pelaksanaan
Untuk mengatasi budaya klien dimana dimana klien tidak
diperbolehkan makan makanan protein hewani yang berbau amis
misalkan telur dan ikan, tindakan yang dilakukan adalah
mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan.
Intervensi yang diberikan adalah mengganti protei nabati atau
hewan yang tidak berbau amis misalnya daging ayam.
Sedangkan budaya yang merugikan kesehatan bayiyaitu
dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka perawat
harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja
dalampelaksanaan tindakanya tidak dapat langsung
menyalahkan teteapi dengan dukungan, dengan pemberian
informasi yang adekuat dan dengan penuh kesabaran serta
menggunakan pihak ke3 yang memiliki pengaruh yang cukup
kuat dari daerah tersebut.
4. Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien
mengganti protein hewani dengan protein nabati untuk memenuhi
kecukupan gizi ibu dan bayi, apakah ibnu tidak membuang
kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan
selain hanya ASI. Bila ini tidak berhasil maka petugas harus
melakukan evaluasi ketidakberhasilan dan berupayamemberikan
30

penyuluhan kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut serta


melibatkan INDUNG BEURANG Agar tujuan asuhan
keperawatan dapat tercapai.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan


individu. Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar
belakang budaya orang yang dirawat. misalnya kebiasaan hidup
sehari-hari, seperti tidur, makan, pekerjaan, pergaulan sosial dan lain-
lain. Kultur juga terbagi dalam sub kultur.

Nilai-nilai budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya


wanita yang sedang hamil ingin diperiksa oleh bidan atau perawat
wanita daripada dengan dokter pria. Hal ini menunjukkan bahwa
budaya timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu. Dalam
Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini adalah
pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan
asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang
berlaku mengenai sebab akibat.

B. Saran

Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat


mengikuti sebagian besar petunjuk yang telah dirangkum dalam
penulisan makalah ini, hal ini dikarenakan untuk mengetahui
transkultural nursing dan perawat harus mengetahui budaya individu
yang dirawat karena sangat berpengaruh dengan kehidupan individu
maupun kelompok.

31
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/391960492/Transkultural-Nursing-
Sepanjang-Daur-Kehidupan-Manusia

32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai