Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT DAN KRITIS


dengan :
MENINGITIS TUBERKULOSIS DI RUANG ICCU RSUD AL IHSAN
PROVINSI JAWA BARAT
Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Gawat Darurat Profesi

Oleh :

Afzal Risman Noor Falah

KHGD22012

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

PROGRAM PROFESI NERS

2022
A. PENGERTIAN

Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh basil
tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Dewanto, 2009). Meningitis tuberkulosis
adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).

Meningitis tuberkulosis adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi


ditempat lain (Mansjoer, 2000). Meningitis tuberkulosis adalah komplikasi infeksi
primer dengan atau tanpa penyebaran milier (Aditama, 2002).

B. ETIOLOGI

Penyakit meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


humanus, sedangkan menurut peneliti yang lain dalam  literatur yang berbeda meningitis
Tuberkulosis disebabkan oleh duamicobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan
Mycobacterium bovis yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada
manusia. Mycobacterium tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran
0,2-0,6 µm x 1,0-10µm, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium
tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini menerangkan predileksinya pada jaringan yang
oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal dan otak.

Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan


pewarnaan Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan
carbolfuchsin Yang menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini
disebabkan karena kadar lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel
basil Mycobacterium tuberculosis meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan
merupakan hidrokarbon rantai panjang yang disebutasam mikolat. Mycobacterium
tuberculosa tumbuh lambat dengan doubletime dalam 18-24 jam, maka secara klinis
kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.

C. KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :

1.      Meningitis purulenta
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi
berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih
sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain.
Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat
pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat
selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab
meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza,
stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan
yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis
purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan
muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan
sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis
meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput
otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda
selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap
rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan
mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat
terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2.      Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang
dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis
primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput
otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian
pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada
meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata
yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai
deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi
berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang
kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak
terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang
menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada
pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk
dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV,
N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi akibat pengobatan yang
tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat, berupa :
1. Paresis, paralisis sampai deserebrasi.
2. Dehidrasi asidosis
3. Hydrosefalus akibat sumbatan, reabsorbsi berkurang atau produksi berlebih dari
likuor serebrospinal.
4. Dekubitus
5. Retradasi mental
E. PATOFISIOLOGI
1. Penjelasan Secara Naratif
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis
primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru- paru. Tuberkulosis
secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah
manusia, dan penyakit ini ditularkandari orang ke orang terutama melalui partikel
droplet yang dikeluarkanoleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-
partikel yang mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di
udaraatau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu
masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada
paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang
alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal darisirkulasi. Sejumlah
kuman menyebar terutama ke kelenjar getah beninghilus. Lesi primer pada paru-paru
berupa lesi eksudatif parenkimal dankelenjar limfenya disebut kompleks “Ghon”.
Pada fase awal kuman darikelenjar getah bening masuk kedalam aliran darah
sehingga terjadi penyebaran hematogen. Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi,
terbentuklah responimunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi
oleha ntigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel
fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang  diaktivasi ini
organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian
terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi
jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya. Setelah infeksi pertama dapat
terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan
meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah, penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal,
yang disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata.
Pada keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien
akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi
menyimpan basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki resiko 10%
untuk  berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuanakan
terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel,
pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi,
lesi akan pecah lalu melepaskanorganisme dan produk-produk antigen ke jaringan
disekitarnya. Apabilahal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat
maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis. Fokus tuberkel yang
berlokasi dipermukaan otak yang berdekatandengan ruang sub arakhnoid dan terletak
sub ependimal disebut sebagai “Focus Rich”. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich
akan menyebabkan pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub
arakhnoidatau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis.
2. Pathway

A.
B.
C.
D.
E.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;
 Gangguan pembekuan darah
 Syok septic
 Demam yang memanjang
 Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )
 Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
 SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
 Efusi subdural, emfisema subdural
 Kejang
 Edema dan herniasi serebral
 Cerebral palsy
 Attention deficit disorder
 Ketidaksesuaian sekresi ADH
 Pengumpulan cairan subdural
 Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
 Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II
(optikus)
 Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
 Epilepsi
 Pneumonia karena aspirasi
 Keterlambatan bicara
 Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan CSF

M. Purulenta M. Serosa/TBC M. Viral


Tekanan   Normal
Warna merah, kuning / Opalesen kuning Jernih
hijau

Tes none ++ / +++ ++ / +++ -/+

Tes pandi -- / +++ ++ / +++ -/+

Jumlah sel 1000 – 10.000 200 – 500 50 – 100


Protein 100 – 500 mg % 100 – 500 mg % 50 – 100 mg %
Glukosa   normal
Bakteri  dgn pewarnaan  dgn pewarnaan (-) dgn pewarnaan

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal
punksi tidak dapat dikerjakan pada pasien dengan peningkatan TIK.
1. Analisa CSS dari fungsi lumbal
 Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri
 Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur
virus biasanya hanya dengan prosedur khusus
2. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi
pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi
meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi
otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
3. Pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa
infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
4. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat
diatas nilai normal.Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
5. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya
kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien
meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
6. Glukosa serum : meningkat
7. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
8. Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
9. Elektrolit darah : abnormal
10. LED : meningkat
11. Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine : dapat mengindikasikan daerah “pusat”
infeksi atau mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
12. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ;
hematom daerah serebral, hemoragik maupun tumor
13. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
14. Arteriografi karotis : Letak abses
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit
akibat muntah-muntah atau diare.
b. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg
BB/ kali intravena, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian.
Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali)
dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
c. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg,
anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk
pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi
dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d. Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam 6 dosis di
tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari
ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan
hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih
belum normal pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas atau di
ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat
antituberkulosis dan ditambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik
bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang
atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS
dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50
mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu
selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan
INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di
berikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20
mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg
BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3
bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound
phenomenon.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman
serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda
vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg
terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2perlu diberikan oksigen
yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami inkontinensia
urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di
perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh
karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan
dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat
hasil observasi pasien.
b. Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi
kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan
elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan
biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan
tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat
pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama pada pasien
dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam,
sekali-sekali lakukan gerakan pada sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan
kaki dan tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
c. Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut
(jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan
yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya
matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk
menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien kearah
jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara
sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah,
2012).
3. Penatalaksanaan kejang
a. Airway
1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
3) Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
1) Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif
2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Fokus Pengkajian
1) Biodata
Terdiri dari identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, nomor register klien, tanggal masuk dirawat,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2) Riwayat Kesehatan
d. Keluhan utama
Alasan dibawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala
berat, kejang dan penurunan kesadaran.
e. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan
demam. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian pasien
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit
dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi;
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji
tentang riwayat sakit TB. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada
ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada
saat hamil (Muttaqin, 2008).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua, saudara kandung, anggota keluarga lain. faktor resiko tbc.
5) Keadaan psikologis : perilaku, pola emosional, konsep diri, penampilan
intelektual, pola pemecahan masalah, daya ingat.
6) Pola kebiasaan sehar-hari, terdiri dari: makan/minum, istirahat/tidur, pola
eliminasi BAB dan BAK, akativitas sehari-hari sebelum dan selama sakit.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Keadaran
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar
antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).
b. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu
normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50
x/menit, 12 bulan-< 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
f. Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang
lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal dengan
meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
b) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan
ditemukan, dengan alasan yang tidak diketahui pasien, meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
c) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
d) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
e) Telinga
Terkadang ditemukan keluarnya cairan dari telinga dengan meningitis
pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh
infeksi E.colli
f) Dada
 Thoraks
 Inspeksi : akan nampak penggunaan otot bantu penapasan. 2
 Palpasi : pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
 Auskultasi : ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
 Jantung
Penurunan kesadaran pada pasien akan diikuti dengan denyut jantung
yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).
g) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami
penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
h) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut
apasien akan mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
i) Genitalia
Jarang ditemukan kelainan.
j) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I : biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak
ada kelainan.
 Saraf II :tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
 Saraf III : IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien
dengan meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
 Saraf V : pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan
paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
 Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
 Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik.
 Saraf XI : tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
 Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.
k) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi
pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
l) Pemeriksaan ransangan meningeal
- Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
- Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
- Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d hasilnya
fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).

8) Pemeriksaan penunjang
Pada kasus Meningitis Tuberkulosa biasanya dilakukan pemeriksaan penunjang :
a). Lumbal punksi untuk memeriksa CSF yang meliputi :
(1). Warna : xanthacrom
(2). Kekeruhan : tergantung pada jumlah sel dalam liquor, bila lebih dari 200
mm3 liquor sedikit keruh.
(3). Sel : terdiri dari PMN dan limposit. Semakin akut keadaan penyakit
maka makin banyak jumlah PMN
(4). Protein : selalu lebih dari 40%.
b) Tes tuberkulin : pada stadium awal memberikan hasil positif, sedang
distadium akhir hasil negatif.
c) Pemeriksaan radiologis : adanya perubaan gambaran yang dapat menyokong
meningitis tuberkulosa.
d) Pemeriksaan hematologi : Hb, leukosit, hitung jenis., analisa gas darah.
Nilai normal CSF :

- Warna : jernih.
- Nonne : (-) sampai (+)
- Pandy : (-) sampai (+)
- Sel : 0 sampai 10 /mm3
- Protein : 10 – 35 mg/100 ml.
- Glukosa : 50 – 80 mg/100 ml.

9) Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 Subjektif : Inhalasi Mycobacterium Perfusi jaringan serebral
1. Klien mengatakan pusing tuberculosis tidak efektif
dan anggota gerak bagian
kanan lemas Fagositosis oleh makrofag
Objektif : alveolus paru
1. Kesadaran menurun
2. GCS : 4-5-6, Organisme masuk ke aliran
3. TD darah abnormal/ darah
normal
Invasi kuman ke selaput
otak

Reaksi peradangan jaringan


serebral

Odema cerebral

TIK

Perubahan tinggakt
kesadaran

Perfusi jaringan serebral


tidak efektif
2 Gejala dan Tanda Mayor : Eksudat meningen Pola napas tidak efektif
Subjektif : Dispnea
Objektif : Reaksi septicemia jaringan
2. Penggunaan otot bantu otak/infeksi
pernapasan.
3. Fase ekspirasi memanjang. Metabolism tubuh
4. Pola napas abnormal (mis. meningkat
takipnea. bradipnea,
hiperventilasi kussmaul Kenaikan konpensasi
cheyne-stokes). ventilasi
Gejala dan Tanda Minor :
DS : Ortopnea Hiperventilasi
DO :
1. Pernapasan pursed-lip. Pola napas tidak efektif
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior
—posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah
3 Gejala dan Tanda Mayor Inhalasi Mycobacterium Nyeri akut
Subjektif : Mengeluh nyeri tuberculosis
Objektif :
1. Tampak meringis Fagositosis oleh makrofag
2. Bersikap protektif (mis. alveolus paru
waspada, posisi
menghindari nyeri) Organisme masuk ke aliran
3. Gelisah darah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur Invasi kuman ke selaput
otak
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : (tidak tersedia) Reaksi peradangan jaringan
Objektif : serebral
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah Odema cerebral
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu TIK
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri Nyeri kepala

Nyeri akut
4 Gejala dan Tanda Mayor Reaksi peradangan jaringan Defisit nutrisi
Subjektif : (tidak tersedia) serebral
Objektif :
1. Berat badan menurun Odema cerebral
minimal 10% di bawah
rentang ideal . TIK
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Menstimulasi reflek vasogal
1. Cepat kenyang setelah
makan Mual muntah
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun . Defisit nutrisi
Objektif :
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
5 Gejala dan Tanda Mayor Reaksi peradangan jaringan Gangguan mobilitas fisik
Subjektif : serebral
1. Mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas Asam laktat meningkat
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun Gangguan keseimbangan
2. Rentang gerak (ROM) dan neuron
menurun
Gejala dan Tanda Minor Difusi ion K+ + Na+
Subjektif :
1. Nyeri saat bergerak Lepas muatan listrik
2. Enggan melakukan
pergerakan Kejang
3. Merasa cemas saat
Berkurangnya koordinasi
bergerak
otot
Objektif :
1. Sendi kaku Gangguan mobilitas fisik
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak
b. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola nafas
abnormal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
d. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan dibuktikan dengan berat badan
menurun, otot pengunyah lemah
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan
dengan kekuatan otot menurun

3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


No Rasional
Keperawatan SLKI SIKI

1 Perfusi serebral Setelah dilakukan Observasi :


tidak efektif intervensi keperawatan - Identifikasi penyebab - Untuk
berhubungan selama waktu yang peningkatan TIK (mis.lesi mengetahui
dengan infeksi ditentukan maka ekspetasi menempati ruang, gangguan penyebab
otak membaik dengan kriteria metabolism, edema serebral, terjadinya
hasil : peningkatan tekanan vena, masalah
- Tingkat kesadaran obstruksi cairan - Untuk menilai
meningkat serebrospinalis, hipertensi kestabilan
- Kognitif meningkat intrakranial idiopatik. pasien
- Tekanan intra cranial - Monitor peningkatan tekanan - Untuk
menurun darah mengetahui
- Sakit kepala menurun - Monitor pelebaran tekanan tanda-tanda
- Gelisah menurun nadi(selisih TDS dan TDD) kegawatan/bah
- Agitasi menurun - Monitor penurunan frekuensi aya
- Demam menurun jantung - Pemantauan
- Tekanan darah membaik - Monitor ireguleritas irama MAP untuk
- Reflek saraf membaik nafas mengetahui
- Monitor penurunan tingkat apakah aliran
kesadaran darah
- Monitor perlambatan atau tercukupi
kesimetrisan respon pupil dengan baik
- Monitor kadar CO2 dan untuk
pertahankan dalam rentang memasok
yang diindikasikan semua organ
- Monitor tekanan perfusi utama tubuh
serebral - Untuk
- Monitor jumlah, kecepatan dan mengetahui
karakteristik dranase cairan tinggat tekanan
serebrospinalis pada otak
- Monitor efek stimulus - Dengan
lingkungan terhadap TIK memantau
- Monitor MAP (Mean Arterial intake input
Pressure) dan output
- Monitor CVP (Central Venous bertujuan
Pressure) untuk menjaga
- Monitor ICP (Intra Cranial keseimbangan
Pressure), jika tersedia cairan pada
- Monitor intake dan output pasien
cairan - Pengambilan
- Monitor cairan serebrospinalis cairan
serebrospinalis
Terapeutik : bertujuan
- Ambil sampel drainase cairan untuk
serebrospinalis mendeteksi
- Kalibrasi transduser kelainan
- Pertahankan sterilitas sistem seperti adanya
pemantauan infeksi,
- Pertahankan posisi kepala dan perdarahan
leher netral atau kanker
- Bila sistem pemantauan, jika
perlu
- Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari menggunakan cairan
IV hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu .
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak
tinja

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Observasi :


efektif b.d intervensi keperawatan - Monitor frekuensi, irama, - Pernapasan
hambatan upaya selama waktu yang kedalaman dan upaya nafas adalah adalah
nafas dibuktikan ditentukan maka ekspetasi - Monitor pola nafas(seperti proses udara
dengan pola membaik dengan kriteria bradipnea, takipnea, masuk dan
nafas abnormal hasil : hiperventilasi, kassmaul, keluar dari paru-
- Ventilasi semenit cheyne-stokes, blot, ataksik) paru untuk
meningkat - Monitor kemampuan batuk memfasilitasi
- Kapasitas vital mambaik efektif pertukaran gas
- Tekanan ekspirasi - Monitor adanya produksi dengan internal
membaik sputum tubuh, terutama
- Dispnea menurun - Monitor adanya sumbatan jalan dengan
- Penggunaan otot bantu nafas memasukan
menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi oksigen dan
- Ortopnea menurun paru mengeluarkan
- Pernafasan cuping - Monitor saturasi oksigen karbondioksida.
hidung menurun - Auskultasi bunyi nafas Sehinggal
- Frekuensi nafas - Monitor saturasi oksigen kegiatan
membaik - Monitor nilai AGD monitoring
- Kedalaman nafas - Monitor hasil x-ray thoraks tersebut
membaik berfungsi untuk
Terapeutik : menilai
- Pertahankan kepatenan jalan keefektifan pola
nafas dengan head-tilt dan chin- napas
lift - Bunyi napas
- Posisikan semi fowler atau tambahan adalah
fowler suara napas
- Berikan minum hangat tidak normal,
- Lakukan fisioterapi dada sehingga jika
- Lakukan penghisapan lendir diketahui
kurang dari 15 detik adanya bunyi
- Berikan oksigen, jika perlu napas tersebut
Edukasi : pemberian terapi
- Ajarkan teknik batuk efektif sesuai dengan
- Jelaskan tujuan dan prosedur gejala tersebut
batuk efektif - Kepatenan jalan
Kolaborasi : napas adalah
- Kolaborasi pemberian mengcek jalan
bronkodilator, ekspektoran, napas dengan
mukolitik, jika perlu. tujuan untuk
menjaga jalan
napas agar tetap
stabil
- Posisi semi
fowler atau
fowler
digunakan
untukmembantu
mengembangka
n paru-paru dan
mengurangi
tekanan dari
abdomen pada
diafragma
sehingga
mengurangi
terjadinya sesak
napas
- Oksigen adalah
komponen vital
dari proses
respirasi, yang
dapat
menyebabkan
beberapa
organisme akan
mati bila tidak
mendapatkanny
a dalam
beberapa menit
bahkan detik

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi: - Untuk


b.d intervensi keperawatan - Identifikasi status nutrisi mengetahui
ketidakmampuan selama waktu yang - Identifikasi alergi dan intoleransi jumlah input
menelan ditentukan maka ekspetasi makanan dan output
makanan membaik dengan kriteria - Identifikasi makanan yang makanan dan
dibuktikan hasil : disukai ciran
dengan berat - Porsi makan yang - Identifikasi kebutuhan kalori dan - Membantu
badan menurun, dihabisakan meningkat jenis nutrien membentu
otot pengunyah - Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi perlunya penggunaan koping positif
lemah meningkat selang nasogastrik terkait
- Kekuatan otot menelan - Monitor asupan makanan pemenuhan
meningkat - Monitor hasil pemeriksaan nutrisi
- Pengetahuan tentang laboratorium - Modifikasi diet
makanan sehat meningkat - Identifikasi kemungkinan untuk
- Pengetahuan tentang penyebab BB kurang mempertahank
standar asupan nutrisi - Monitor adanya mual dan an nutrisi
yang tepat meningkat muntah
- Untuk
- Penyiapan makanan dan - Monitor jumlah kalori yang
mencegai
penyimpanan yang aman dikonsumsi sehari-hari
terjadinya
- Perasaan cepat kenyang - Monitor berat badan
konstipasi
menurun
- Nyeri abdomen menurun Terapeutik :
- Sariawan menurun - Lakukan oral hygiene sebelum
- Berat badan membaik makan - Fasilitasi menentukan
- Frekuensi makan pedoman diet
membaik - Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
- Nafsu makan membaik - Berikan makanan tinggi serat
- Bising usus membaik untuk mencegah kontipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan
- Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral ditoleransi
- Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien
- Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemberian nutrisi parenteral
- Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi
- Jelaskan peningkatan asupan
kalori
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemasangan akses
vena sentral, jika perlu
4 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan keperawatan selama waktu - Identifikasi lokasi, - Untuk
dengan agen yang ditentukan, maka karakteristik, durasi, frekuensi, membantu
pencedera diharapkan tingkat nyeri kualitas, intensitas nyeri memilih
fisiologis menurun dan kontrol nyeri - Identifikasi skala nyeri intervensi yang
(inflamasi) meningkat dengan kriteria - Identifikasi respons nyeri non cocok dan
hasil: verbal untuk
- Tidak mengeluh nyeri - Identifikasi faktor yang mengevaluasi
- Tidak meringis memperberat dan keefektifan
- Tidak bersikap memperingan nyeri dari terapi
protektif - Identifikasi pengetahuan dan yang diberikan
- Tidak gelisah keyakinan tentang nyeri - Membantu dan
- Tidak mengalami - Identifikasi pengaruh budaya mengidentifika
kesulitan tidur terhadap respon nyeri si skala nyeri
- Frekuensi nadi - Identifikasi pengaruh nyeri yangdirasakan
membaik pada kualitas hidup pasien
- Tekanan darah - Monitor keberhasilan terapi - Teknik non
membaik komplementer yang sudah farmakologi
- Melaporkan nyeri diberikan bermanfaat
terkontrol - Monitor efek samping untuk
- Kemampuan mengenali penggunaan analgetik menurunkan
onset nyeri meningkat Terapeutik rassa nyeri dan
- Kemampuan mengenali - Berikan teknik dapat
penyebab nyeri nonfarmakologis untuk mendorong
meningkat mengurangi rasa nyeri komponen
- Kemampuan (mis.TENS, hypnosis, psikoemosiona
menggunakan teknik akupresur, terapi musik,
non farmakologis biofeedback, terapi pijat, l dan spiritual
aromaterapi, teknik imajinasi - Memberikan
terbimbing, ketenangan
kompres hangat/dingin, terapi pada pasien
bermain) sehingga nyeri
- Kontrol lingkungan yang tidak
memperberat rasa nyeri bertambah
(mis.suhu ruangan, - Menggunakan
pencahayaan, kebisingan) strategi ini
- Fasilitasi istirahat dan tidur sejalan dengan
- Pertimbangkan jenis dan analgetik dapat
sumber nyeri dalam menghasilkan
pemilihan strategi meredakan peredaan lebih
nyeri efektif
Edukasi - Analgetik lebih
- Jelaskan penyebab, periode, efektif bila
dan pemicu nyeri diberikan pada
- Jelaskan strategi meredakan awal siklus
nyeri nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri - Analgetik
secara mandiri berfungsi
- Anjurkan menggunakan untuk
analgetik secara tepat meningkatkan
- Ajarkan teknik ambang nyeri
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
Analgetik
5 Gangguan Setelah dilakukan Observasi : - Untuk
mobilitas fisik intervensi keperawatan - Identifikasi adanya nyeri atau mengetahui
berhubungan selama waktu yang keluhan fisik lainnya penyebab klien
dengan ditentukan, maka ekspetasi - Identifikasi toleransi fisik mengalami
penurunan membaik dengan kriteria melakukan pergerakan anguan
kekuatan otot hasil : - Monitor frekueni jantung dan mobilitas fisik
dibuktikan - Pergerakan ekstremitas tekanan darah sebelum memulai - Untuk
dengan kekuatan meningkat mobilisasi mengetahui
otot menurun - Kekuaatan otot - Monitor kondisi umum selama kemampuan
meningkat melakukan mobilisasi klien bergerak
- Rentang gerak meningkat - Monitor frekueni jantung dan dan tidak
- Nyeri menurun tekanan darah sebelum merasakan
- Kecemasan menurun mobilisasi nyeri
- Kaku sendi menurun - Monitor kondisi umum selama - Untuk
- Gerakan terbatas melakukan ambulasi mengetahui
menurun kondisi klien
- Kelemahan fisik Terapeutik : - Untuk
menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi membantu
dengan alat bantu (mis. pagar klien bergerak
tempat tidur) - Untuk
- Fasilitasi melakukan pergerakan, memudahkan
jika perlu klien dalam
- Libatkan keluarga untuk melakukan
membantu pasien dalam pergerakan
meningkatkan pergerakan
- Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis. tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi,
jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi yang harus
dilakukan (mis. duduk ditempat
tidur, duduk disisi tempat tidur,
oindah dari tempat tidur ke
kursi)
- Jelaskan tujuan dan prosedur
- Demontrasikan cara melatih
rentang gerak (ROM pasif)

4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).
Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan
fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmitsi perawat
dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan.

5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan (Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan
setelahdiakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan
pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data
subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana
tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan
rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk
melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
(Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Utiany., 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, dkk. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen
(Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI,. Jakarta: Medica
Aesculpalus.

Harsono. 2005. Kapita Skeletal Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada.

SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat PPNI

Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-
Ruzzmedia

Khumaira, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka

Mubarak. (2018). rencana asuhan keperawatan nyeri.

Ppni. (2017). standar diagnosis keperawatan indonesia.

Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta : Salemba Medika

Schlossberg D, Editor. Tuberculosis. 3rd ed. New York: Springer-Verlag New York, Inc;
2011

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai