BAB I
SISTEM BILANGAN REAL
Sub Pokok Bahasan
1.1. Sifat Field Bilangan Real R
1.2. Sifat Urutan pada R
1.3. Nilai Mutlak
1.4. Sifat Kelengkapan pada R
Jumlah Pertemuan : 2x pertemuan
Tujuan Umum Sajian :
Agar mahasiswa dapat memahami konsep-konsep bilangan real terutama sifat
field, sifat urutan, nilai mutlak dan sifat kelengkapan.
Tujuan Khusus Sajian
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menggunakan sifat-sifat Field untuk membuktikan persoalan yang
menyangkut bilangan rasional atau irrasional.
2. Membuktikan suatu ketidaksamaan yang diberikan dengan menggunakan
sifat-sifat urutan bilangan real.
3. Membuktikan suatu ketidaksamaan yang diberikan dengan asumsi dengan
eksistensi akar terpenuhi.
4. Membuktikan ketaksamaan harga mutlak dengan sifat-sifat harga mutlak.
5. Membuktikan bahwa a , b ∈ R maka ada Nε (a) dan Nε (b) sehingga
Nε (a)∩ Nε (b)≠ ∅ .
6. Membuktikan persoalan yang menyangkut supremum atau infrimum dengan
urutan bilangan real.
A. MATERI
Sebelum membahas sifat bilangan real, terlebih dahulu yang harus dipahami
adalah sistem bilangan real dan sistem bilangan real yang diperluas.
Bilangan real yang dinotasikan dengan R didefinisikan,
R={x∨−∞< x <+∞ }=(−∞ ,+ ∞)
Sedangkan untuk sistem bilangan real yang diperluas, bilangan real dinotasikan
¿ ¿
sebagai R , dengan È R =R {−∞ ,+∞ }.
2
Dalam sistem bilangan real R berlaku sifat Field/medan (sifat aljabar bilangan
real), sifat urutan, dan sifat kelengkapan. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan R*
yang memiliki sifat khusus, tidak masuk bahasan ini.
1.1. Sifat Field Bilangan Real
Karena bilangan real merupakan suatu Field maka akan di penuhi aksioma-
aksioma Field, untuk operasi penjumlahan “+” dan perkalian “x” sebagai berikut :
Aksioma penjumlahan (adisi)
A1) Πx R dan ήΠy R x + y R (tertutup)
A2) x dan ή y R x + y = y+ x (komutatif)
A3) ή x , y , z , R(x + y )+ z=x+( y + z ) (assosiatif)
A4) $Î0 R , sehingga "Î0+ x=x , x R
A5) "Î x R berkorespondensi dengan Î – x R sehingga x (−x)=0
Proposisi 1.1.1
Aksioma-aksioma penjumlahan mengakibatkan berlakunya pernyataan-
pernyataan berikut:
a) ® x + y=x + z y =z (konselasi /penghapusan)
b) ® x + y=x y=0 (tunggalnya eksistensi elemen 0)
c) ® x + y=0 y =−x (tunggalnya eksistensi elemen – x dalam aksioma A5)
d) – (−x)=x
Bukti :
a) Berdasarkan aksioma penjumlahan, kita peroleh
3
Proposisi 1.1.2
Misalkan Î x , y , z , R
1
a) Jika ¹ x 0 dan xy=1 maka y=
x
1 1
b) Jika ¹ x 0 maka ¹ 0 dan 1/( )=x
x x
c) Jika xy=xz dan ¹ x 0 maka y=z
d) Jika xy=0 maka x=0 atau y=0
Bukti :
1
a) Karena ¹ x 0 maka terdapat di R sehingga apabila xy=1 maka
x
®
1 1 1 1 1 1 1 1
( )xy=( .1)( . x ) y = 1. y= y= Karena ¹ x 0 maka ada ¹ 0, andaikan
x x x x x x x x
1 1
=0, maka diperoleh x . =0=1 (suatu kontradiksi)
x x
1
Jadi haruslah ¹ 0, sehingga
x
1 1 1 1 1 1 1 1
.1/( ) ¿=x .1 x ( . 1/( ))=x .1(x . )1/( )=x 1. 1/( )=x 1 /( )=x
x x x x x x x x
4
1 1
b) karena ¹ x 0 maka terdefinisi dan ¹ 0
x x
x . y= x . z sehingga 1/ x ( xy)=1/ x (xz )
(1/ x . x)=(1/ x . x ) z
®1. y=1 z y=z
1
c) karena ¹¹ x 0 0
x
xy=0 dan x .0=0
Teorema 1.1.3
Tidak terdapat bilangan rasional t sehinggat 2=2
Bukti :
Andaikan t ∈ Q sehingga t 2=2, ambil p , q ∈ Z , genap, maka diperoleh
( p/q) 2=2 dan ( p , q)=1. karena p2=2 q 2, dan p2 is genap, sehingga p is genap. Akan
diperoleh p=2 m, untuk m∈ N . Jadi 4 m 2=2 p 2atau q 2=2 m2 , ini berarti q 2 genap,
sehingga didapat q genap. karena pdanq genap dan ( p , q)>1(terjadi kontradiksi untuk
( p , q)=1 ¿. Jadi, Tidak terdapat bilangan rasional t sehinggat 2=2.
Definisi 1.2.1
Jika Îa P dikatakan bahwa a bilangan real positif dan ditulis a> 0, jika Îa P atau
nol dikatakan a bilangan real non negatif dituli a ≥ 0. jika Î−a P dikatakan bahwa a
bilangan real negatif dan ditulis a< 0; jika Îa P atau nol dikatakan bahwa a bilangan
non positif dan ditulis a ≤ 0.
Definisi 1.2.2
Misalkan Îa , b R
(1) Jika Îa – b P, maka dapat ditulis a> b atau b< a
(2) Jika ÎÈa – b P(0) , maka dapat ditulis a ≥ b atau b ≤ a
(3) Selanjutnya a< b<c artinya a< b dan b< c
Dengan cara yang sama jika a ≤ b dan b ≤ c , a≤ b ≤ c
Teorema 1.2.1
Misalkan Îa , b , c R
(a) jika a> b dan b> c maka a> c
(b) terdapat tepat satu hubungan a< b , a=b , a>b
(c) jika a ≥ b dan b ≥ a maka a=b
Teorema 1.2.2
Jika Îa R dan a ≠ 0 maka a 2> 0
Bukti :
Sifat trikotomi a Î P atau Î – a P . apabila Îa P maka Îa 2=aa P. Apabila Î
−a P maka Îa 2=(−a)(−a) P . Jadi Îa 2 P, ini berarti a 2> 0.
Teorema 1.2.3
1
Jika Îa , b R dan a> b, maka a>( )(a+ b)> b
2
Bukti :
Karena a> b, maka 2 a=a+a> a+b> b+b=2 b. Selanjutnya karena 2>0 ,
1 1 1 1
(2 a)> (a+b)> (2 b)=b. Jadi a> (a+ b)> b.
2 2 2 2
6
Teorema 1.2.4
1
Jika Îa R , a> 0 maka a>( ) a>0
2
Bukti :
1
Dengan mengambil b=0, maka kita peroleh a>( ) a>0 .
2
Teorema 1.2.5
Jika Îa R sehingga "0 ≤ a ≤ є , є positif terkecil, maka a=0
Bukti :
Andaikan a ≠ 0, maka a > 0, akibatnya a>(1/2)a> 0.
1 1
Ambil є 0=( )a>0, maka diperoleh a>( )a=є 0> 0, ini bertentangan dengan hipotesis
2 2
yaitu"0 ≤ a ≤ є , є >0 . Jadi haruslah a=0.
Teorema 1.2.6
Jika ab> 0, maka a> 0 dan b< 0 atau a< 0 dan b< 0
Bukti :
Karena ab> 0, a ≠ 0 dan b ≠ 0 maka menurut sifat trikotomi a> 0 atau a< 0.Untuk kasus
1 1 1
a> 0, diperoleh >0, maka dari itu b=1. b=( . a)b=( )ab> 0. Untuk kasus a< 0,
a a a
1 1
dengan cara yang sama diperoleh <0 sehingga b=( )(ab)<0.
a a
Teorema 1.3.1
7
(a) "Î
(b)
(c) "Î
(d) ¿−a∨¿∨a∨, a R∨ab∨¿∨a∨¿ b∨−¿ a∨≤ a ≤∨a∨, a R Bukti :
(a) ®a=0∨0∨¿∨−0∨¿
®a> 0−a<0 sehingga |a∨¿ a=−(−a)=¿−a∨¿
®a< 0−a>0 sehingga ¿ a∨¿−a=¿−a∨¿
Maka diperoleh ¿ a∨¿∨−a∨¿
(b) Misalkan a atau b atau duanya sama dengan 0, ; jika a> 0 , b>0 , maka ab> 0 dan
¿ ab∨¿ ab=¿ a∨¿ b∨¿;
Jika a> 0 , b<0 maka ab< 0 sehingga ¿ ab∨¿−(ab)=a(−b)=¿ a∨¿ b∨¿; jika
a< 0 , b>0, maka ab> 0 sehingga ¿ ab∨¿ ab=(−a)(−b)=¿ a∨¿ b∨¿
(c) Þ(),
misalkan c >0 dan ¿ a∨≤ c , maka diperoleh – a ≤ c dan a ≤ c , atau – c ≤ a dan
a ≤ c . Jadi diperoleh – c ≤ a ≤ c
Ü(),
misalkan c >0 dan – c ≤ a ≤ c . sehingg a ≤ c dan – a ≤ c, artinya ¿ a∨≤ c .
(d) Dengan menggunakan hasil pada (c) , ambil c=¿ a∨¿ , sehingga diperoleh
−¿ a∨≤ a ≤∨a∨¿
Lemma 1.3.3
Untuk setiap a , b di R
(a)
(b)
(c) ||a|−|b||≤∨¿ a−b∨¿∨a−b∨≤∨a∨+¿ b∨¿Bukti :
(a) |a|=|a−b+b|≤|a−b|+|b|
8
Teorema 1.4.1
Andaikan Îa R , jika x termasuk di neigborhood Nє(a) untuk setiap є >0 , maka
x=a .
Bukti :
x adalah element di neigbourhood a, sehingga Î x Nє (a), ∀ є >0.
Menurut teorema sebelumnya maka diperoleh x−a∨¿ 0 . Ini berarti bahwa x−a=0 atau
x=a .
Definisi 1.4.3
Ambil Î S R
(a) Îu R suprimun di S, jika memenuhi 2 syarat:
1. s ≤ u, "s Î S
2. if s ≤ v, "s Î S ®u ≤ v
(b) t ∈ R infimun di S, jika memenuhi 2 syarat :
1. s ≥ t, "s Î S
2. s ≥ r, "s Î S ® t ≥ r
Suprimum adalah istilah lain untuk batas atas terkecil, dan infimum untuk batas
bawah terbesar.
Teorema 1.4.2
Sebuah batas atas u di set s ≠ 0 di R adalah suprimum di S jika dan hanya jika
untuk semua є > 0 di S Î S maka u - є <s.
Bukti :
(Þ)
Misal u = sup S, akibat nya sesuatu ϵ > 0. Karena u - ϵ < u, maka u-є tidak
memiliki batas bawah di S. hasilnya s Î S maka s > u-ϵ , ϵ artinya u-ϵ < s,untuk
beberapa s Î S.
(Ü)
10
Contoh 1.4.2
a. S2 = {xÎR | 0 ≤ x ≤ 1). Batas bawah adalah 1 dan infimum adalah 0. Keduanya
terletak di S2.
b. S3 = {xÎR | 0 <x <1). suprimum adalah 1 dan suprimum adalah 0. Keduanya
terletak di S3.
c. Setiap elemen di R adalah batas atas dan juga batas bawah di set Æ . jadi set Æ
tidak memiliki supremum atau infimum.
Catatan : Supremun termasuk di set dan sering disebut "maksimum", dan infimum
termasuk di set dan sering disebut "minimum".
Teorema 1.4.3
S himpunan terurut dengan batas atas terkecil dan A himpunan tidak kosong
tidak menurun. Misal B adalah himpunan semua batas bawah di A, maka b = sup B di
S, dan b = inf A. jadi ada inf A di S.
Bukti:
Karena A himpunan tidak kosong dan monoton ke bawah maka elemen di S
11
yang mana menjadi batas bawah di A. Jadi B himpunan tidak kosong. Sejak himpunan
B batas bawah di A maka jika yÎB, berlaku hubungan y ≤ x, "xÎA ini berarti beberapa
anggota T xÎA maka y ≤ x, "yÎB atau dengan kata lain x adalah batas atas di B.
demikian B adalah batas atas dan setiang anggota di A adalah batas bawah di B, karena
S memiliki sifat alami, dan B himpunan tidak kososng terbatas, maka b = sup B di S.
Selanjutnya akan ditunjukkan b = inf A. jika y < b, karena b = sub B, maka y
bukan batas bawah di B karena setiap anggota di A adalah batas atas B, jadi yÎA.
sehingga pernyataan tersebut benar:
y < b ®yÎA, ekuivalen yÎA ®b ≤ y.
Ini berarti batas bawah A sehingga bÎB. Jika bÎB karena b = sup B, maka untuk
setiap xÎB harus berlaku x ≤ b. Jadi zÎB. demikian akan ditunjukkan bÎB, dan jika z
> b maka zÎB, dengan kata lain b terbatas di A, dan jika z > b maka tidak merupakan
batas bawah di A. dengan definisi maka b batas bawah terbesar di A jika b = inf A.
Dalil 1.4.5
Misal y dan z bilangan real positif, maka berlaku :
(a) Terdapat nÎN sehingga z < ny
(b) Terdapat nÎN maka 0 < 1 / n < y
(c) Terdapat nÎN sehingga n - 1 < z < n
Bukti :
(a) Ambil x = z / y > 0, maka terdapat nÎN sehingga z/y = z < n, jadi z/y < n,hasilnya z
< ny
(b) Dari bukti a. ie z < ny, ambil z = 1. Maka diperoleh a <ny, untuk a nin. akibatnya 1 /
n < y karena n > 0 maka1 / n > 0. jadi 0 < 1 / n < y
12
Akibat 1.4.8
Jika bilangan real positif x dan y s sehingga x < y , maka terdapat bilangan
irasional z sehingga x < z < y dengan z bilangan irasional.
13
B. LATIHAN SOAL
1. Jika a ∈ R memenuhi sifat aa=a , buktikan bahwa a=0atau a=1!
2. Jika x dan y bilangan irrasional , tunjukkan bahwa x + y dan xy tidak selalu
irrasional!
3. Tunjukkan bahwa ada suatu bilangan real positif s sehingga sn=a , a>0
4. Tunjukkan bahwa ¿ dan tumjukkan pertidaksamaan dipenuhi apabila a ≥ b!
1 1
5. Asumsikan eksistensi akar, tunjukkan bahwa jika c >1 maka c m <c n jika dan hanya
jika m>n!
6. Jika a , b ∈ R , tunjukkan bahwa |a+b|=|a|+|b| jika dan hanya jika ab ≥ 0 !
7. Tunjukkan bahwa jika a , b ∈ R dan a ≠ b maka ada Nε (a) dan Nε (b) sehingga
Nε ( a ) ∩ Nε ( b )=∅ !
8. Tunjukkan bahwa , jika A dan B terbatas subser dari R , maka A ∪B terbatas dan
B}
A,
sup ( A ∪B ) ={ ¿!
9. Misalkan S ≠ ∅ subset dari R terbatas di bawah . buktikan bahwa
inf S=−{−s|s ∈S } ¿!
10. Misalkan S ⊆ R , S ≠ ∅ , tunjukkan bahwa jika u=S ¿, maka untuk setiap n ∈ N maka
1 1
untuk u− bukan batas atas dari S, tetapi u+ bukan batas atas dari S!
n n
14
BAB II
RUANG METRIK
Sub Pokok Bahasan
2.1. Pengertian ruang metrik umum
2.2. Ruang Psudeometrik
2.3. Bola di Ruang Metrik
2.4. Ruang Metrik kompak
Jumlah Pertemuan : 2x pertemuan
Tujuan Umum Sajian :
Agar mahasiswa dapat memahami konsep-konsep tentang ruang metrik
Tujuan Khusus Sajian :
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menunjukkan bahwa suatu ruang yang dilengkapi dengan jarak (R , d )
merupakan suatu ruang metrik
2. Menunjukkan suatu bola terbuka di suatu ruang metrik
3. Membuktikan bahwa ruang metric yang diberikan adalah kompak
A. MATERI
2.1. Pengertian Ruang Metriks Secara Umum
Sebagai ilustrasi sebelum sampai kepada pengertian ruang metric secara umum,
dapat ditunjau ruang euclides R2 dan R3 . Misalkan A( x 1 , x 2 ) dan B( y 1 , y 2 ), maka jarak
antara titik A dan B adalah:
1
√
d= ( x 1− y 1 ) + ( x 2− y 2 ) =(( x 1− y 1 ) + ( x 2− y 2 )
2 2 2
)
2 2
Contoh 2.1.1
Himpunan bilangan real R yang dilengkapi dengan metrik d(x,y) = |x−y| adalah
sebuah ruang metrik. Ruang metrik ini disebut ruang metrik biasa (usual metric
spaces).
Contoh 2.1.2
Diberikan himpunan tak kosong X dan didefinisikan sebagai d : X x X → R, dengan
{
1, x≠ y
d(x,y) = 0, x= y
16
bisa ditunjukkan bahwa (X, d) ruang metrik. Ruang metrik ini disebut sebagai ruang
metrik diskret.
Bukti:
(M1) untuk x = y atau x ¿ y menggunakan d(x,y) ¿ 0, untuk setiap x, y ∈ X,
sehingga dengan menggunakan metrik kita mendapatkan d(x, y) = 0 jika dan
hanya jika x = y,
(M2) d(x,y) =
{1,0 , x≠ y
x= y =
{1,0 , y≠x
y=x = d(y,x),
(M3) Jika x = y maka d(x,y) = d (x,x) = 0 ¿ d(x,z) + d(z,x) untuk setiap x, y, z
∈ X,
Jika x ¿ y maka berlaku x ¿ y ¿ z atau x ¿ y = z sehingga berlaku
d(x,y) = d(x,z) = d(z,y) = 1, atau d(x,y) = d(x,z) = 1 dan d(z,y) = 0.
d(x,y) = 1 ¿ d(x,z) = 1 + d(z,y) = 1, untuk setiap x, y, z ∈ X, atau
d(x,y) = 1 ¿ d(x,z) = 1 + d(z,y) = 0, untuk setiap x, y, z ∈ X.
Contoh 2.1.3
Koleksi semua fungsi komtinu bernilai real atau bernilai kompleks pada [ a , b ]
dinyatakan dengan C [ a , b ], Untuk setiap f , g ∈C [ a ,b ], didefinisikan
{|f ( x ) −g ( x )|: x∈ [ a ,b ] }
d ( f , g) = ¿, dan
b
δ ( f , g )=∫|f ( x ) −g (x)|dx
a
{|f ( x ) −h (x)|: x∈ [ a ,b ] }
≤
{|h ( x )−g (x)|: x∈ [ a ,b ] }
+ ¿
¿ d ( f , h ) +d (h , g)
(ii)C [ a , b ] merupakan ruang metrik terhadap δ
b
b
≤∫ {|f ( x ) −g ( x)|+|h ( x ) −g ( x)|} dx
a
b b
≤∫ {|f ( x ) −g ( x)|} dx+∫ {|h ( x )−g(x )|} dx
a a
¿ δ ( f , h ) +δ (h , g)
Teorema 2.1.1
Jika d 1 , d 2 masing-masing metrik pada himpunan X, maka (X, d) dengan d=d 1+ d 2
suatu ruang metrik.
Bukti
Untuk setiap x , y , z ∈ X , maka dipenuhi
(M1) d ( x , y )=d1 ( x , y)+d 2 (x , y) ≥ 0, sebab d 1 (x , y )≥0 , d 2 ( x , y )≥0
sebagai konsekuensi dari d 1 , d 2 masing-masing metrik pada himpunan X,
(M2) Jika d ( x , y )=d1 ( x , y ) +d 2 ( x , y )=0 maka d 1 ( x , y )=0 , dan d 2 ( x , y )=0
berakibat x= y . Sebaliknya, jika x= y maka
d ( x , y )=d ( x , x )=d1 ( x , x ) +d 2 ( x , x ) =0+0=0
(M3) d ( x , y )=d1 ( x , y ) +d 2 ( x , y )
≤ {d 1 ( x , z )+ d 1 ( z , y ) }+ {d 2 ( x , z ) + d2 ( z , y ) }
≤ d 1 ( x , z ) +d 2 ( x , z )+ d 1 ( z , y )+ d 2 ( z , y )
18
¿ d ( x , z )+ d ( z , y )
Contoh 2.2.1
Misalkan x , y ∈ R , didefinisikan d ( x , y)=| x2 + y 2| dapat ditunjukkan bahwa (R , d )
adalah ruang psudeometrik.
Contoh 2.2.2
Jika S adalah himpunan semua barisan yang konvergen dan lim x =lim { x n } =u,
lim y=lim { y n }=v , dengan d ( x , y )=|u−v| maka ( S , d) adalah ruang pseudometrik.
Contoh 2.3.1
Diberikan ruang metrik ( R , d ) dengan d ( x , y)=| x− y|. Untuk sebarang a ∈ R dan
konstanta real r >0 , bola terbuka, luasan bola dan bola tertutup berturut-turut:
(a) N r ( a )={ x ∈ R :d ( x , a )=| x−a|< r }=(a−r , a+r )
(b) Sr ( a )={ x ∈ R :d ( x , a )=| x−a|< r }=( a−r , a+r )
(c) N r ( a )=N r ( a ) ∪ S r ( a )={ x ∈ R: d ( x , a )=|x −a|≤ r }= [ a−r , a+r ]
Contoh 2.3.2
19
adalah himpunan semua fungsi kontinu pada [ a , b ] yang terletak diantara fungsi
f −r dan f +r serta menyinggung sedikitnya salah satu fungsi tersebut.
(c) N r ( f )=N r ( f ) ∪ Sr ( f )= { g ∈ C [ a , b ] : d ( g , f ) ≤ r }
¿ { g ∈C [ a , b ] : x ∈ [ a ,b ]|f ( x ) −g ( x)|≤ r }
¿
Contoh 2.4.1
(a) R dengan metric baku adalah ruang metrik lengkap.
(b) M =[ 0,1 ] dengan metrik harga mutlak adalah ruang metrik lengkap.
Definisi 2.4.2
Diberikan ( X , d ) suatu ruang metrik, didefinisikan bahwa A subhimpunan dari X
terbatas jika dan hanya jika terdapat bilangan positif M sehingga d ( x , y)≤ M , untuk
20
Contoh 2.4.2
(a) Jika X =R , dengan metrik baku dan A=(5,10) , maka A terbatas sebab untuk setiap
x , y ∈ A , d ( x , y ) ≤5 .
(b) B=(0 , ∞) tidak terbatas di R dengan metrik baku, akan tetapi terbatas di R dengan
metrik diskrit, sebab d ( x , y)≤1, untuk setiap x , y ∈ B .
Definisi 2.4.3
( X , d ) suatu ruang metrik, himpunan A subset dari X disebut terbatas total jika
diberikan ε > 0, terdapatlah sejumlah berhingga himpunan A1 , A 2 ,… , An di X, dengan
diam Ak < ε , k=1,2,3 , … , n sehingga A ⊆¿ k =1¿ n A k.
Contoh 2.4.3
Rd ruang metrik diskret, dan A=(0,1)⊆ R d. Jelas A terbatas d ( x , y)≤1 , untuk setiap
1
x , y ∈ A , tetapi A tidak terbatas total sebab jika diambil ε = maka tidak terdapat n 0 ∈ N
2
, sehingga A ⊆¿ k =1¿ n A k, sebab Ak hanya memuat paling banyak satu titik.
Definisi 2.4.4
Ruang metrik (X , d ) disebut kompak apabila (X , d ) ruang metrik lengkap dan
terbatas total.
Contoh 2.4.4
(a) K= [ 0,1 ] dengan metrik harga mutlak, K himpunan tertutup maka K lengkap, K
terbatas di R, Jadi K terbatas total. Jadi K kompak.
(b) Akan tetapi apabila K dilengkapi dengan metrik diskret maka K tidak terbatas total,
akibatnya K tidak kompak.
21
B. LATIHAN SOAL
{∑ }
n 1
p p
(ii) Jika 1 ≤ p ≤ ∞, D p ( x , y )= dk ( x , y ) untuk setiap x , y ∈ X .
k=1
{∑ }
n 1
p p
(ii) Jika 1 ≤ p ≤ ∞, D p ( x , y )= dk ( x , y ) untuk setiap x , y ∈ X .
k=1
BAB III
TOPOLOGI RUANG KARTESIS
A. MATERI
3.1. Kedudukan Titik Pada Himpunan Dalam Ruang Metrik
Definisi 3.1.1
a) Neighborhood/persekitaran p ∈ X dengan jari-jari r dapat didefinisikan sebagai
himpunan semua titik q ∈ X dengan d ( p ,q ) <r , ditulis N r ( p )= { q∨d ( p , q )< r }.
Contoh 3.1.1
23
{
d ( p ,q )= 1, jika p ≠ q
0 , jika p=q
Contoh 3.1.2
Diberikan R ruang metrik biasa, dengan metrik d=¿ jarak, E=( 0,1 ¿ ∪ { 2,3 } , maka
himpunan titik limit E=[ 0,1 ].
Contoh 3.1.3
Diberikan R3 ruang metrik biasa E ⊆ R2, dengan E={ ( x , y )∨x=1,−1≤ y <1 }, maka
himpunan semua titik limit E adalah Ed = {( x , y )∨x=1 ,−1 ≤ y<1 }
c) Jika p ∈ E , tapi p bukan titik limit E maka p disebut titik terasing (isolated poin).
Contoh 3.1.4
Pada contoh 7.1.2 diberikan E=( 0,1 ¿ ∪ { 2,3 } , maka { 2,3 } adalah himpunan titik-titik
terasing dari E .
Contoh 3.1.6
24
Diberikan R ruang metrik biasa, E=[0,1], maka himpunan semua titik eksterior E
adalah (−∞ , 0 ) ∪(1 , ∞).
f) Titik p disebut titik batas (boundary) E jika p bukan titik interior maupun titik
eksterior E .
Contoh 3.1.7
Misalkan E={ 1 ,2 , 3 , 4 }, maka titik-titik 1, 2, 3, 4 adalah titik-titik batas, sebab
bukan interior maupun eksterior. Di samping itu pula juga merupakan titik-titik
terasing sebab 1, 2, 3, 4 adalah anggota E , tapi 1, 2, 3, 4 bukan titik-titik limit E .
Contoh 3.2.1
( 2,4 ) , ( 3,5 ) ∪ ( 7,8 ) , ∅, dan R adalah himpunan-himpunan terbuka di R .
Definisi 3.2.2
Himpunan F ⊆ X dikatakan tertutup jika setiap titik limit F berada dalam F .
∀ N r ( p ), dengan p ∈ F , berlaku N r ( p )−{ p }∩ F ≠ ∅ .
Contoh 3.2.2
E = {( x , y )∨x=1 ,−1 ≤ y ≤ 1 } pada contoh 7.1.3 adalah tertutup. ∅ , dan R adalah
d
tertutup.
Definisi 3.2.3
Himpunan F ⊆ X dikatakan perfect (sempurna) jika F tertutup dan setia
anggotanya merupakan titik limit.
Contoh 3.2.3
25
Contoh 3.2.4
(0,1) dense di [0,1]. Demikian pula, Q dense di R .
Definisi 3.2.5
Himpunan F ⊆ X dikatakan tebatas jika terdapat bilangan real M >0, dan q ∈ X
sehingga d ( p ,q ) < M , untuk setiap p ∈ F .
Contoh 3.2.5
(−3,1), ( 0,1 ] , dan [2,5] adalah himpunan-himpunan yang terbatas di R .
Teorema 4.2.1
Setiap neighborhood adalah terbuka
Bukti
Ambil sebarang q ∈ N r ( p), maka dapt dibuat N r ( q), 1
dengan r 1=min { d ( p , q ) . r−d ( p ,q) } maka N r (q)⊂ N r ( p), sebab untuk setiap
1
Teorema 3.2.2
Jika p titik limit E maka setiap N r ( p) memuat tak berhingga banyak angota-
1
angota E .
Bukti
Ambil �〷 titik limit E . Andaikan ada N r ( p) yang memuat tak berhingga
banyak anggota E , misalnya q 1 , q 2 , … , q r pilih r 0 =min {d ( p , q1 ) , d ( p , q 2) , … , d ( p , qr ) }
Teorema 3.2.3
Himpunan E terbuka jika dan hanya jika komplemennya tertutup.
Bukti
(⟹) Ambil sebarang x titik limit EC , maka setiap N r ( x) memuat y ∈ EC . Berarti setiap
N r ( x) mempunyai sifat-sifat N r ( x)⊆ E C. Akibatnya x bukan titik interior E . Oleh
karena E terbuka maka x ∉ E . Jadi x ∈ EC , berarti EC tertutup.
(⟸) Ambil sebarang z ∈ E , maka jelas z ∉ EC . Karena EC tertutup maka z bukan titik
limit EC . Berarti terdapat N r ( z) sehingga N r ( z )−{z }∩ E C ≠ ∅ . Karena z ∉ EC maka
berlaku N r ( z ) ∩ E C ≠ ∅, yang berarti N r ( z)⊆ E . Jadi z titik interior dari E , berarti E
terbuka.
Teorema 3.2.4
(i) Untuk setiap koleksi (keluarga) himpunan terbuka {G a }, ¿ a Ga terbuka.
(ii) Untuk setiap keluarga berhingga himpunan terbuka { G1 ,G2 , … , Gn }, ¿ i=1 ¿ n Gi
terbuka.
(iii) Untuk setiap keluarga himpunan tertutup {F a }, ¿ a F a tertutup.
(iv) Untuk setiap keluarga berhingga himpunan tertutup {F 1 , F 2 , … , F n }, ¿ i=1 ¿ n F i
tertutup.
Bukti
(i) Ambil x ∈ ¿ α Ga sebarang, maka x ∈ Ga untuk suatu α 0. Karena Ga himpunan 0
maka N r ( x)⊆ N r ( x)⊆ G i. Jadi N r ( x)⊆¿ i=1 ¿ n Gi. Karena x sebatang anggota
1
¿ i=1 ¿ n G i dan ada N r ( x)⊆¿ i=1 ¿ n Gi maka x interior. Jadi ¿ i=1 ¿ n Gi terbuka.
27
(iv) Karena F i untuk i=1,2 , … , n tertutup, maka menurut teorema 4.2.3 F iC untuk
i=1,2 , … , n terbuka. Menurut (ii)¿ i=1 ¿ n F iC terbuka. Dengan menggunakan
C
hukum De Morgan dan Teorema 4.2.3, maka ( ¿i=1¿ n F iC ) =¿i=1¿ n F i tertutup.
i
[
I 0=[ −M , M ] ; I n= −M + 2 M
( i−1 )
2
n
i
]
,−M +2 M n ,untuk 1 ≤i ≤2n .
2
Koleksi I n untuk 1 ≤i ≤2n mempunyai gabungan [ −M , M ] dan membagi interval
i
menjadi 2n sub interval yang sama panjang. Dari setiap koleksi diambil sub interval J n
dengan sifat J n A tak berhingga. Didefinisikan J 0=I 0 , dan J 1 , J 2 , … , J n sedemikian
sehingga J m ⊆J m−1 ⊆ …⊆ J 0 ; J k A tak berhingga untuk 0 ≤ k <m , dan setiap J k dipilih
dari koleksi I ik dengan 1 ≤i ≤2 k. Berdasarkan asumsi ini, ada bilangan
[
J m = −M +2 M
( s−1 )
2
m
s
,−M + 2 M m
2 ]
Jika I 2m+1
s−1 2 s−1
A tak berhingga, bentuk himpunan J m +1=I m+1 . Jika tidak demikian bentuk
2s
himpunan J m +1=I m+1. Jelas bahwa J m +1 ⊆ J m dan J m +1 A tak berhingga. Terakhir pilih
J m +1 dari I 2m+1
s
. Misalkan a n adalah titik ujung dari kiri J n dan b n titik ujung kanannya,
maka { a n } monoton naik dan { b n } monoton turun. Selanjutnya a n+k ≤ bn untuk setiap k ∈ N
. Jelas { a n } memiliki limit, namakan b . Misalkan diberikan ε > 0 dan pilih n sedemikian
2M
sehingga J n ⊆ [ b−ε ,b +ε ] , sebabb n−a n= n untuk sebarang nilai n . Karena J n A tak
2
berhingga, maka setiap interval yang memuat b memuat titik-titik anggota A . Jadi b
merupakan titik limit A .
28
Contoh 3.3.1
Diberikan E=(−1,1) di ruang metrik biasa R , koleksi himpunan-himpunan
Definisi 3.3.2
Himpunan K dikatakan kompak di ruang metrik X jika setiap liput terbuka
untuk K memuat liput terbuka berhingga untuk K .
Ini berarti bahwa K kompak jika dan hanya jika untuk setiap { Gα } liput terbuka
untuk K , terdapat α 1 , α 2 ,… , α n sehingga K ⊆¿ i=1¿ n Gα i .
Contoh 3.3.2
[ 0,1 ] kompak di R , akan tetapi (0,1) tidak kompak di R .
Teorema 3.3.2
Himpunan F ⊆ C tertutup jika dan hanya jika memuat semua titik batasnya.
Bukti
( ⇒ ) karena F tertutup, maka F C terbuka. Ambil sebarang x titik batas dari F, dan x ∉ F .
Berarti x ∈ FC . Terdapat N r ( x)⊆ F C , berarti x interior F C. Pernyataan ini bertentangan
dengan x titik batas F . Jadi x harus berada di F .
30
B. LATIHAN SOAL
1. Temukan titik interior, titik eksterior, ikatan, dan titik limit dari persamaan H, jika
kita mengetahui
H = [-1, 0) È (0,2] È {3, 4, 5}.
2. Diberikan Nr(x) Í A, dan A adalah terbuka pada ruang metrik X. Buktikan bahwa
Nr(x) adalah terbuka.
31
(ii) ( E∪F ) = Ē È F̄ .
11. Jika ruang metrik X dan E Í X, buktikan bahwa Ē = EÈEd adalah tertutup.
12. Jika ruang metrik X dan E Í X, buktikan bahwa Eo adalah terbuka.
13. Tunjukkan dengan bukti [– 1, 1 ] kompak pada R.
14. Dengan menggunakan konsep persamaan kompak dan tertutup, buktikan bahwa jika
K kompak, B Í K dan B tertutup, maka B kompak.
BAB IV
BARISAN DAN DERET BILANGAN REAL
Sub Pokok Bahasan
4.1. Barisan dan limit
4.2. Kekonvergnan, Keterbatasan dan Operasi pada barisan konvergen
32
4.3. Kemonotenan
4.4. Barisan Cauchy
4.5. Limit Superior dan Inferior
4.6. Kekonvergenan deret dan deret non negatife
4.7. Deret berganti tanda, Kekonvergenan mutlak dan bersyarat
Jumlah Pertemuan : 4x pertemuan
Tujuan Umum Sajian :
Agar mahasiswa dapat memahami konsep-konsep konsep-konsep tentang
barisan dan deret.
Tujuan Khusus Sajian
Mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menunjukkan dengan bukti bahwa suatu barisan konvergen.
2. Menunjukkan dengan bukti bahwa suatu barisan monoton dan terbatas pada
suatu interval.
3. Menunjukkan dengan bukti bahwa suatu barisan adalah Cauchy atau bukan.
4. Mencari limit Superior atau Inferior suatu barisan bilangan Real.
5. Membuktikan bahwa suatu deret denga elemen non negatif.
6. Membuktikan deret dengan Kekonvergenan mutlak apabila suku-sukunya
ditukar tempat kedudukannya tidak akan mengubah kekonvergenannya
maupun jumlahnya.
A. MATERI
4.1. Barisan dan Batas-batasnya
Defisi 4.1.1
Barisan bilangan real merupakan fungsi pada himpunan bilangan asli N yang
mempnyai ring pada bilangan rill R.
Catatan : Harus dibedakan antara barisan dan himpunan. Meskipun mempunyai notasi
yang sama, tetapi pada himpunan, angotanya tidak selalu terurut dan apabila
terdapat dua elemen yang sama atau lebih, hanya ditulis satu saja, sedangkan
pada barisan, harus terurut.
Contoh 4.1.1
(1) −1 ,1 ,−1, 1 ,−1 , … barisan {(−1 )n }
(2) {−1 , 1} himpunan.
33
Definisi 4.1.2
Jika { X n } dan {Y n } merupakan barisan bilangan real, maka
(a) Penjumlahan pada barisan : { X n } +{Y n }={ X n+ Y n }
(b) Pengurangan pada barisan : { X n }−{Y n }={ X n – Y n }
(c) Perkalian pada barisan : { X n }{Y n }={ X n . Y n }
(d) Jika c ∈ R , maka c {X n }={c X n }
Contoh :
Misalkan { X n }=3 , 6 , 9 , … , 3 n ,…
1 1 1
{Y n }=1 , 2 , 3 , … , n , …Maka :
13 26 (3 n 2+1)
{ X n }+ {Y n }=4 , 2 , 3 , … , n , …
11 26 3 n2−1
{ X n }− {Y n }=4 , 2 , 3 ,… , n , … { Xn } { Yn }=3 , 3 ,3 , 3 , … , 3 , …2 { X n }=6 , 1
{ Xn}
=3 , 12 ,27 , … ,3 n2 , …
{Y n }
Definisi 4.1.3
Misalkan { X n } merupakan barisan bilangan real. Bilangan
real p merupakan limit dari { X n } jika e ∀>0 , ∃ bilangan asli N 0
yang bergantung pada e, sehingga ∀ n ≥ N 0 maka X n ∈ Nε ( p).
Jika barisan mempunyai limit, kita atakan bahwa barisan
konvergen dan jika tidak mempunyai limit, kita katakan bahwa
barisan divergen. Jika { X n } mempunyai limit p ∈ R , maka ditulis
lim {X n }= p atau X n= p.
Teorema 4.1.1 ( Ketunggalan Limit )
Barisan bilangan real memiliki paling banyak saru limit.
Bukti :
34
Teorema 4.1.2
Misalkan { X n } barisan bilangan real dan p ∈ R , maka
Bukti :
Untuk membuktikannya, akan ditunjukkan bahwa :
(1) → (2) → (3) → (4)
(1) → (2)
{ X n } konvergen ke p berarti limit barisan X n adalah p. Dengan menggunakan definisi
dan teorema ketunggalan limit, maka e ∀>0 dapat dibuat Nε (p) , terdapat bilangan asli
N 0 sehingga apabila n ≥ N 0 maka X n ∈ Nε ( p).
(2) → (3)
Jika n ≥ N 0 maka X n ∈ Nε ( p) artinya p−ε < X n< p+ ε
(3) → (4)
Jika p−ε < X n< p+ ε maka | X n− p|< ε
(4) → (1)
35
Ambil e¿ 0sebarang maka dapat dibuat Nε (p) sehingga | X n− p|< ε . Untuk setiap n ≥ N 0
artinya p−ε < X n< p+ ε , ∀ n ≥ N 0. Akibatnya X n ε ( p−ε , p+ ε )=Nε ( p). Ini menunjukkan
bahwa { X n } konvergen ke p.
Teorema 4.2.2
Misalkan { X n } dan {Y n } barisan bilangan real berturut-turut konvergen ke x dan
y . Dan c ∈ R , maka { X n }+{Y n }, { X n }−{Y n }, { X n }{Y n }, dan c {X n } berturut-turut
konvergen ke x + y , x – y , xy , dan cx . Selanjutnya, jika {Z n } barisan bilangan real tak
{X n } x
z≠0
nol yang konvergen ke maka barisan {Z n } konvergen ke z .
Bukti:
(i) Untuk n ≥ N 1 pilih N 1 ∈ N sehingga | X n−x|<ε /2
Untuk n ≥ N 2 pilih N 2 ∈ N sehingga |Y n −x|< ε /2
N 0=maks {N 1 , N 2 } maka untuk n ≥ N 0 berlaku | X n−x|<ε /2 dan |Y n −x|< ε /2.
sehingga
|X n≤M| untuk semua n ∈ N .
Pilih k =maks { M ,| y|} maka diperoleh
| X n Y n −xy|≤ k |Y n− y|+k | X n−x|
¿ k (|Y n− y|+| X n−x|)
| || || |
1 1
− =
Zn z
z−Zn
Zn z
=
1
Zn z
|z−Zn|
2
≤ |z−Z n|
z2
ambil ε > 0 sebarang
2
εz
Pilih H 2 ∈ N sehingga apabila n ≥ H 2 maka |Z n−z|<
2
Pilih H 0=maks { H 1 , H 2 } maka untuk n ≥ H 0 diperoleh
| |
1 1 2
− ≤ |z −Z n|< ε
Z n z z2
{X n }{
1
Zn
X
}= n
Zn{ } 1 x
x. =
konvergen ke z z
Teorema 4.2.3
Misalkan { X n } barisan bilangan real konvergen ke x , jika X n ≥ 0 untuk setiap
n ∈ N maka x ≥ 0 .
Bukti :
Andaikan x <0, maka ε =−x >0. Karena { X n } konvergen ke x maka terdapat
N 0 ∈ N , artinya ee x−¿ xn< x +¿. Ini bertentangan dengan X n ≥ 0, untuk setiap n ∈ N .Jadi
haruslah x ≥ 0 .
38
Teorema 4.2.4
Misalkan { X n } dan {Y n } berturut-turut konvergen ke X dan Y . Jika X n ≤ Y n
untuk setiap n ∈ N maka X ≤ Y .
Bukti :
Misalkan {Z n }={Y n− X n } , karena X n ≤ Y n, maka Y n− X n ≥0 , untuk n ∈ N .
Selanjutnya, karena { X n } dan {Y n } konvergen, maka menurut teorema sebelumnya
{Z n }={Y n− X n } juga konvergen ke Y – X . Karena Y n− X n ≥0 untuk setiap n ∈ N maka
Teorema 4.2.5
Misalkan { X n } barisan konvergen ke x dan jika a ≤ X n ≤ b, untuk setiap n ∈ N ,
maka a ≤ X ≤ b.
Bukti :
Definisikan { a n }=a , a , … a , … dan { b n }=b ,b ,b , … , b , … maka a n ≤ X n ≤ bn untuk
setiap n ∈ N .
lim {a n }=a , lim {bn }=b , menurut teorema a ≤ X dan x ≤ b , jadi a ≤ X ≤ b.
Teorema 4.2.6 (Teorema Apit)
Misalkan { X n } , {Y n } dan {Z n } barisan bilangan real sehingga X n ≤ Y n ≤ Z n, untuk
setiap n∈N, dan lim {X n }=lim {Z n }, jadi {Y n } konvergen dan
lim {X n }=lim {Y n }=lim {Z n }.
Bukti :
Ambil ε > 0 sebarang. Misalkan t=lim { X n } =lim { Z n }. Karena { X n } dan { Z n }
konvergen ke t maka terdapat N 0 ∈ N sehingga untuk n ≥ N 0 berlaku | X n−t|<|Z n−t|<ε .
Akibatnya,
X n<Y n< Z n atau
X n−t<Y n−t< Z n−t , sehingga
|Y n −t|≤{|
X n−t|, |Z n−t |}
<ε untuk n ≥ N 0.
4.3 Kemonotonan
Definisi 4.3.1
Misalkan {Xn} barisan bilangan real, kita katakan bahwa {X n} tak turun
(monoton naik), jika memenuhi ketaksamaan
X 1 ≤ X 2 ≤ . . .≤ X n ≤ X n +1 ≤. . .Kita katakan bahwa {Xn} tak naik (monoton turun),
jika memenuhi ketaksamaan X 1 ≥ X 2 ≥ . . .≥ X n ≥ X n +1 ≥. . .
Jika barisan { Xn} tak naik dan tak turun disebut monoton.
Teorema 4.3.1
Barisan bilangan real monoton konvergen jika dan hanya jika terbatas,
selanjutnya
(a) Jika { Xn} barisan tak turun terbatas,
maka lim { Xn} = Sup { Xn}
(b) If {Yn } is a decrease bounded squence,
Then lim { Yn} = Inf { Yn}
Bukti :
( ⇒ ) cukup jelas, telah dibuktikan pada teorema sebelumnya.
( ⇐ ) misalkan { Xn} terbatas
(a) { Xn} tak turun, jadi terdapat M ∈ R sehingga | Xn |≤M untuk setiap n ∈ N, menurut
teoreman suprimum maka { Xn} mempunyai suprimum
Misalkan x = sup{ X1, X2, . . . ,Xn}.
Akan ditunjukkan bahwa lim { Xn } = x
Ambil ε<0 sebarang. Maka x- ε bukan batas atas dari { X 1, X2, . . . ,Xn}, artinya
terdapat KЄN sehingga x- ε < Xk tetapi { Xn} tak turun, maka diperoleh
x- ε < xk< xn< x untuk setiap n ≥ K, sehingga
| xn-x | < ε, untuk setiap n ≥ K
Karena ε<0 sebarang x = lim { Xn}
(b) Misalkan {Yn} tak naik dan terbatas
Definisikan { Xn} = { -Yn}. Telah ditunjukkan bahwa lim { Xn} = Sup
{ Y1,Y2, . .Yn }. Menurut teorema sebelumnya maka diperoleh lim { X n} = -lim
{ Yn},
40
Contoh 4.3.1
1 1 1 1
x n=1+ + +. .. .+ x n+1 =x n +
Misalkan 2 3 n untuk setiap n ∈ N. Karena n > xn
maka { Xn} barisan tak turun. Akan ditunjukkan bahwa { Xn} divergen.
Konstruksi :
( ) (
1 1 1 1 1 1 1
5 6 7 8 ) 1
2 +1
1
x 2n =1+ + + +. + + + +.. .+ n−1 +.. .+ n
2 3 4 2
1++ + ( + ) +( + + + )+. ..
1 1 1 1 1 1 1
> 2 4 4 8 8 8 8
1 1 1 1 1
1+ + + + +. . .=1+ n
= 2 2 2 2 2
Karena ruas kanan tak terbatas, maka {Xn} tak terbatas, akibatnya {Xn} divergen.
Definisi 4.3.2
Misalkan {xn} barisan bilangan real dan r 1 <r 2 <…< r n <… barisan naik bilangan
asli, maka barisan di R yang diberikan oleh x r1, xr2, xr3, …, xrn, … disebut sub barisan
dari {xn}.
Teorema 4.3.2
Jika {xn} konvergen ke x, maka sebarang sub barisan dari {xn} konvergen ke x.
Bukti :
Ambil ε >0 sebarang, pilih N0 ∈ N sehingga apabila n ¿ N0 berlaku |xn – x|< ε .
Karena r 1 <r 2 <…< r n barisan naik maka rn ¿ n, oleh karena itu jika n ¿ N0 maka rn ¿ n ¿
N0 dan berlaku |xrn – x| < ε . Ini menunjukkan bahwa {xn} konvergen ke x.
Menurut teorema sub barisan monoton, jika {xn} terbatas, maka mempunyai sub
barisan (xrn} yang monoton, akibatnya sub barisan {xrn} juga monoton. Menurut
teorema sebelumnya maka sub barisan {xrn} konvergen juga.
Bukti:
(i) → (ii)
Jika {xn} tidak konvergen ke x, maka terdapat ε 0>0 sehingga tak dapat ditemukan
bilangan asli N0 sehingga |xn – x|< ε 0, apabila n ¿ N0.
Ini berarti bahwa untuk setiap N ∈ N terdapat bilangan asli rk ¿ N, sehingga |xrk – x| ¿ ε 0.
(ii) → (iii)
Misalkan ε 0 dipenuhi kondisi (ii) dan r1 ∈ N sehingga r1 ¿ 1 dan |xr1 – x| ¿ ε 0, r2 ∈ N
dipilih sehingga r2 ¿ r1+1 dan |xr2 – x| ¿ ε 0. Selanjutnya r3 dipilih sehingga r3 ¿ r2+1 dan |
xr3 – x| ¿ ε 0.
Proses ini diteruskan sehingga diperoleh sub barisan {xrn} dari {xn} sehingga |xr2 – x| ¿
ε 0 .
(iii) → (i)
Misalkan {xn} mempunyai sub barisan {xrn} yang memenuhi (iii), maka {xn} tidak
mungkin konvergen ke x, sebab jika x konvergen ke x, maka menurut teorema
sebelumnya {xnr} juga harus konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin sebab tidak
satupun dari {xnr} yang merupakan anggota dari N ε 0(x).
Barisan bilangan real {xn} dinamakan barisa Cauchy jika untuk setiap e> 0,
terdapat bilangan asli NO sehingga untuk semua bilangan asli m.n Î N dengan m.n ³ NO
dipenuhi êxn- xmï<e.
Teorema 4.4.1.
Jika {xn}barisan bilangan real yang konvergen, maka {xn} adalah barisan Cauchy.
Bukti :
Ambil e> 0 sebarang. Misalkan {xn} konvergen ke x, maka dapat dipilih NOÎN
ε
sehingga apabila n ³ NO maka êxn- x ê< 2 . Apabila dipilih m, n > NO maka berlaku:
êxn - xm ê ¿ êx m - x + x – xnê
¿ êx m - x + x – xnê
ε ε
+ =ε
<2 2
Karena ε > 0 sebarang, maka {xn} barisan Cauchy.
Teorema 4.4.2.
Barisan Cauchy dari bilangan real adalah terbatas.
Bukti :
Misalkan {xn} barisan Cauchy ; ambil e = 1, dan pilih NO ÎN sehingga n > NO
sehingga êXNo – Xn ê< 1, untuk n ³ No. Akibatnya êXn ê<êXnoê + 1 apabila n > N o. Pilih
M = maks {ïX1ê, êX2ê,…., ê XNo – 1 ê, êXNO - 1ê+ 1 maka untuk setiap nÎN berlaku êXnê£
M. Jadi {Xn} terbatas.
ε
½Xm-Xnê< 2
Menurut teorema Bolzang-walerstrass maka {Xn} memuat sub barisan {Xnr}
konvergen,
ε
artinya terdapat N1³ NO sehingga untuk nk ³N1 berlaku çXN1 - xç< 2 , sehingga
untuk semua n³ N1 berlaku :
çXn - ç = ç Xn – XN1 + XN1 – x ç
£ç Xn – XN1ç + ç XN1 - xç
karena e> 0 sebarang, maka lim {Xn} = x
Jadi {Xn} konvergen ke x
Contoh 4.4.1
1
(i) Barisan{ n } adalah barisan Cauchy.
1
(ii) Misalkan {Xn} suatu barisan dengan X1 = 1, X2 = 2 dan Xn = 2 (Xn-2 + Xn-1) dengan
n > 2, adalah barisan cauchy
Bukti:
(i) Ambil e> 0 sebarang,
2
Pilih N0 ÎN sehingga untuk setiap m, n ³ NO > ε berlaku
1 1 1 1
− +
ç m n ç£ m n
1 1 ε ε
+ + =ε
N
£ O
N O < 2 2
1
Krena e > 0 sebarang, maka barisan { n } barisan Cauchy.
(ii) Akan ditunjukkan bahwa :
1
n−1
Untuk semua NeN maka ½Xn – Xn+1ç = 2
Ambil n = 1
1
0
çX1 – X2 ç = ç1-2ç = 1 = 2 .... benar
44
1
k
untuk n = k maka çXk – Xk-1 ç = 2 −1 dianggap benar.
1
k
Akan ditunjukkan bahwa çXk1 – Xk-2 ç= 2
Padahal :
1
çXk1 – Xk-2 ç= çXk=1 2 (Xk + Xk+1)ç
1
= çXk=1 2 Xk + Xk+1ç
1
= ç 2 Xk+1 + Xkç
1
= 2 çXk - Xk+1ç
1 1 1
k−1 k
= 2 (2 )= 2
Misalkan m > n
çXn – Xm ç£ çXn - X n+1ç + çX n+1 – Xnç + .... + çX m-1 – Xmç
1 1 1
n−1
+ n
+ .. .+ m−2
= 2 2 2
1 1 1 1
+ +. ..+ m−2
(1+ 2 4
n−1
= 2 2 )
1
n−2
<2
Ambil sebarang e > 0,
1 ε
Pilih N0ÎN sehingga ( 2 )N0 < 8 , maka untuk m,n > N0 berlaku :
1 1 ε ε
N 0 −2
çX N0 – Xm ç< 2 = 4 ( 2 ) N0< 4 . 8 = 2
ε
dan çXN0– Xn ç< 2 , sehingga
çXn – Xm ç<çXN0– Xm ç+çXN0– Xn ç
ε ε
<2 + 2 =e
Jadi { Xn} barisan Cauchy.
45
, dinamakan limit superior barisan { Sn } yang dinyatakan dengan lim sup { Sn } adalah:
a=lim S n=inf ¿ S n
k ≥1 k ≥1
{ Sn } bϵR
Dan limit superior barisan real adalah
dengan :
b=lim S n=¿ k ≥ 1inf S n
k≥ 1
Contoh 4.5.1
(1) Misalkan { Sn } suatu barisan bilangan real dengan
n
Sn= (−1 )
{ Sk , Sk+ 1 ,… }
Xn = ¿1
Y n=Inf { S k , Sk +1 ,… }=−1
lim ¿ S n=inf X k =1 ¿
k ≥1
¿
lim ¿ S n= k ≥ 1Y k =−1 ¿
X k =¿ n ≥ k (−n )3=+ ∞
3
Y k =Inf (−n ) =−∞
n≥ k
Teorema 4.5.1
naik
Y p ≤Y p +1 ≤ X p +q ≤ X p
2
¿ S
Dengan demikian : lim inf S n=¿ k ≥1 Y k ≤inf
k≥ 1
X k =lim n ¿ ¿
Teorema 4.5.2
Jika { Sn } suatu barisan bilangan real maka:
(a) lim Sup Sn <−∞ jika dan hanya jika { Sn } terbatas ke atas
(b) lim inf Sn <−∞ jika dan hanya jika { Sn } terbatas ke bawah
Bukti :
(a) Jika terbatas ke atas berarti Sup { Sn ∨n>1 } adalah berhingga. Karena { X n } monoton
turun, maka limit Sup Sn = Inf x 1 ,x 2 , . . ., ¿ x 1 <+ ¿ , sebaliknya. Jika lim Sup Sn<
+ ¿ , maka dapat dipilih k sehingga X n=¿ n ≥ k n S n berhingga,
Pilih M ¿ maks { S1 , S 2 , S 3 , … , S k−1 , X k } , maka Sn ≤ M untuk smua n ∈ N. Jadi barisan
{ Sn } terbaras ke atas.
(b) Untu membuktikannya digunakan cara yang sama dengan (1) di atas. Bukti cukup
jelas, sebagai latihan bagi pembaca.
1. Jika a < lim Sup Sn , maka a< S n untuk tak berhingga banyak indeks n .
2. Jika a< S n untuk tak berhingga banyak indeks n , maka a < lim Sup Sn.
3. Jika a > lim Sup Sn , maka a> S n untuk semua kecuali berhingga banyak indeks n .
4. Jika a> S n untuk semua kecuali berhingga banyak indeks n , maka a > lim Sup Sn .
Bukti :
(1) Ambil a< lim n ¿inf S n. Jadi a< X k =inf S n untuk semua k ∈ N . Karena k ∈ N
S
k ≥1 k ≥1
{ S p , Sp +1 , … }
Xp = ¿ a, jadi Sn <a . Terbukti bahwa kecuali mungkin S1 , S 2 , … , S p−1 suku-
suku Sn <a , yakni a> S n untuk semua n kecuali berhingga banyak indeks n .
(4) Diketahui a> S n untuk semua kecuali berhingga banyak indeks n . Artinya terdapat
suatu bilangan asli p sehingga n ≥ S untuk semua n ≥ p . Dengan demikian maka
X k ≤ a untuk semua k ≥ p . Jadi lim ¿ S n=inf
k ≥1
X k ≤ a.
Teorema 4.5.5
Syarat perlu dan cukup agar barisan real { Sn } konvergen adalah
lim inf S n=lim S ¿ dan berhingga. Jika demikian maka lim S n=lim inf S n=lim S ¿.
n n
48
Bukti :
Misalkan lim inf S n=lim S ¿ a . Akan ditunjukkan bahwa lim S n=a . Ambil ε > 0
n
sebarang. Karena a−ε < a=lim inf Sn , maka menurut teorema limit interior diperoleh
a−ε < S n , untuk semua n kecuali berhingga banyak indeks n .
( ∃ p2 ∈ N ) ( ∀ n ≥ p 2 ) (S n <a+ ε )
Ambil p=( p1 , p2 ), maka untuk setiap n ≥ p sedemikian sehingga berlaku :
a−ε < S n< a+ ε , yang artinya |Sn −a|< ε
Teorema 4.6.1
∞
∑ an konvergen jika dan hanya jika, untuk setiap ε > 0 terdapat suatu bilangan
n=0
|∑ |
∞
N 0 sedemikian sehingga ak ≤ ε , apabilam ≥n ≥ N 0
k=n
Bukti :
∞
Misalkan ∑ an konvergen ke S. Menurut teorema criteria Cauchy maka ∀ ε >0
n=0
|∑ |
n
ε
ak −S ≤
k=1 2
|∑ |
m
ε
ak −S ≤
k=1 2
Teorema 4.6.2
∞ ∞
a) Jika |an|≤c n untuk n ≥ N 0, dan jika ∑ c n konvergen, maka ∑ an konvergen.
n=0 n=0
∞ ∞
b) Jika a n ≥ d n ≥0 , untuk n ≥ N 0 dan jika ∑ d n konvergen, maka ∑ an konvergen.
n=0 n=0
Bukti :
∞
(a) Ambil sebarang ε ≥ 0, terdapat n ≥ N 0 sehingga untuk m ≥n ≥ N 1 berakibat ∑ ck ≤ ε,
k =1
(b) Bukti : analog (bandingkan dengan bukti pada materi pengantar barisan dan deret)
Teorema 4.6.3
∞
1
Jika 0 ≤ x ≤ 1 maka ∑ x n =
n=0 1−x
Jika x ≥ 1 deret ini divergen.
Bukti :
Jika x ≠ 1, diperoleh
∞
1−x n+1
Sn=∑ x k =
k=0 1−x
Untuk n → ∞ dan ambil x=1, diperoleh :
1+1+1+… jadi divergen
(Deret ini termasuk deret dengan elemen non negatif)
Teorema 4.6.4
∞
Misalkan a 1 ≥ a1 ≥ a1 ≥ … ≥ 0, maka deret ∑ an konvergen jika dan hanya jika
n=0
deret
∞
∑ 2k a2 =a1 +2 a2 + 4 a 4 +8 a8 + …
k
k=0
Konvergen
Bukti :
Sn=a1 +a2 +…+ an
50
k
t k =a 1+2 a 2+ …+2 a2 k
Sehingga Sn ≤t k
Untuk n ≥ 2k ; maka
Sn ≤ a1 + ( a2 + a3 ) +…+(a2 k−1
+1
+…+ a2 ) k
1 k 1
≤ a1 +a2 +2 a 4+ …+2 a2 = t k k
2 2
Sehingga 2 S n ≤ t k
Dengan teorema barisan keonvergenan maka { Sn } , { t n }keduanya terbatas atau
keduanya tidak terbatas. Ini menunjukkan bahwa teorema di atas terbukti.
∑ cn
∞
∑ cn
∞
∑ cn
∞
∑ an ∑ cn
∞ ∞
(a) Jika a< 1, maka terdapat b sehingga a< b<1. Menurut teorema superior, karena b >
lim sup √ c √c
n n
n maka terdapat N 0 . Sehingga untuk setiap n ≥ N 0 ; n <b . Karena
∞
∑b
n
0<b<1 0< c n< b
n
n ≥ N0
maka n=0 konvergeb. Karena untuk semua , dengan uji
∑ cn
∞
Karena √c
n
n
¿
c <a=lim ¿, menurut teorema inferior maka c <¿ √c
n
n utuk tak
berhingga banyak indeks n . Dengan kata lain, c n >c n >1. Dengan demikian syarat
perlu untuk konvergen yaitu lim c n=0, tidak terpenuhi.
∑ cn
∞
Apabila nlim
→∞
an =0, maka deret konvergen. Apabila jumlah S diaproksimasi dengan
n
Jadi syarat a n+1 → 0 apabila n → ∞ akan menjamin bahwa S '=S . Artinya deret
konvergen menuju harga yang sama, misalnya S. Karena S terletak di antara Sn dan Sn +1,
Definisi 4.7.1
Deret ∑ un dinamakan konvergen bersyarat apabila ∑ un konvergen, tetapi
∑|un| divergen.
Contoh 4.7.2
( )
∞
1
∑ (−1 )n+1 √ n
Buktikan bahwa n=1 konvergen bersyarat!
Bukti :
53
(1)
∞
∑ (−1 )n+1 √ n
Dengan uji deret ganti tanda didapat n=1 konvergen, akan tetapi deret
∞
1
∑ √n
n=1 divergen, karena bentuk ini meupakan bentuk deret-p dengan p = ½.
B. LATIHAN SOAL
1. Jika { Sn } barisan bilangan real, dan Sn >0 ; limit Sn / Sn +1<1 , buktikan bahwa { Sn }
konvergen.
54
2. Buktikan bahwa setiap bilangan rasional mempunyai limit suatu barisan bilangan
irrasional.
3. Jika { Sn } barisan bilangan real, dengan Sn >0 dan Sn +1=2−1/ Sn ; untuk semua n ∈ N .
Buktikan bahwa { Sn } monoton dan terbatas. Apakah { Sn } konvergen?
1 1 1
4. Buktikan bahwa { X n } dengan X n=1+ + +…+ barisan Cauchy.
1 ! 2! n!
∑ √n n
a
5. Buktikan jika deret suku-suku positif ∑ an konvergen, maka deret
konvergen.
6. Tunjukkan limit inferior dan superior dari :
1
n
a). {(−1) + n )
b). { sin n }
7. Tunjukkan teorema dini menjadi salah apabila syarat kompak dihapuskan.
1
8. Diberikan barisan bilangan real { Sn } dengan Sn=1 dan Sn +1=( 2+ Sn ) 2 untuk semua
BAB V
BARISAN DAN DERET FUNGSI
55
Sub Materi :
5.1 Deret dan Barisan Fungsi konvergen
5.2 Konvergen Seragam
5.3 Konvergen Seragam dan Hubungannya dengan Fungsi Kontinu
Jumlah pertemuan : 2x Pertemuan
Tujuan Umum Materi Pelajaran:
Dengan teratur mahasiswa dapat mengerti tentang konsep barisan dan deret
fungsi
Tujuan Khusus Mata Pelajaran:
1. Menemukan barisan dan deret kovergen
2. Menemukan dengan bukti, Apakah barisan yang diberikan konvergen
seragam atau tidak
3. Menemukan dengan bukti, Apakah deret yang diberikan konvergen seragam
atau tidak
4. Menentukan dengan bukti, suatu deret konvergen mutlak tidak perlu seragam
5. Memberikan contoh yang berlawanan, ketika syarat teori pertama
dihapuskan maka teori pertama tidak dipenuhi
A. MATERI
5.1 Deret dan Barisan Fungsi Konvergen
Definisi 5.1.1
diberikan barisan angka { f n }n≥1 yang konvergen untuk semua x ∈ Ε . Dan dapat
Contoh 5.1.1
56
( sin x )
f n ( x )= ;x ∈R
Diberikan √n dan n=1,2,3,... terdapat limit fungsi
f ( x )=lim f n ( x )=0
n→ ∞
, ,
Dan untuk semua x ∈ R dapat ditentukan f ( x )=0 . Tapi f ( x ) =√ n cos nx , jadi
n
barisan {f n} ,
tidak konvergen ke f . Misalkan ketika x=0
,
f ( x ) =lim f n ( 0 )= lim √ n=∞
n→ ∞ n→∞ ,
,
Tapi dalam kasus khusus f ( 0 ) =0
Definisi 5.1.2
−
∑ fn
Definisi dari fungsi dikatakan konvergen ke fungsi f di E, jika deret
−
∑ f n( x) f (x) x∈E .
konvergen ke bilangan untuk setiap titik Maka
Fungsi
S n dikatakan jumlah bagian fungsi deret
Contoh 5.1.2
2
x
f n ( x )= ; x ∈ R , n=1,2,3 ,…
Jika ( 1+ x 2 )n dan anggap jumlah dari
2
x
f n ( x )=
( 1+ x 2 )n di setiap
f n adalah fungsi kontinu di R, ketika pembilang dan
penyebut dari fungsi kontinu di R, dan penyebut dari fungsi tidak pernah sama dengan
1
0< <1
0. Untuk x≠0 , deret fungsi akan menjadi deret geometri dengan rasio ( 1+ x 2 ) ,
f ( x ) tidak kontinu di R. Maka kita dapat menyimpulkan deret konvergen dan fungsi
kontinu mmemiliki jumlah fungsi yang kontinu.
Contoh 5.1.3
Tampak limit integral ini tidak nyata, sedangkan integral limit tersebut ada, yaitu 0.
Dengan menganggap tiga contoh di atas maka kita dapat membuat kesimpulan yaitu jika
setiap fungsi
f n kontinu, terdifferensialkan,terintegralkan di E= [ a,b ] jadi tidak
semestinya kontinu, terdifferensialkan dan juga terintegralkan di E.
Contoh 5.2.1
58
Contoh 5.2.2
Tunjukkan bahwa barisan {f n} konvergen dari titik ke titik, tapi tidak konvergen
1
f n ( x )=
seragam ke fungsi f. Pada interval ( 0,1 ) , jika nx untuk n=1,2,3 ,... dan
0< x <1.
Bukti:
lim n→ ∞ f n ( x )=0 , untuk x≠0 berdasarkan definisi pada contoh 5.2.1 jadi untuk
1
ε=
Dan untuk interval ( 0,1 ) , barisan { n } tidak konvergen seragam ke f. Ambil
f 2 .
( )
x=
1
,
2 Oleh karena itu
1
2 ()
1
|f n ( x )−f ( x )|=|f n −0|=1> ≠ε ,
2 tidak sesuai dengan
definisi konvergen seragam.
Definisi 5.2.2
∞
S n =f 1 + f 2 + f 3 +⋯+ f n , maka deret f ( x )=∑n=1 f n ( x )
Jika konvergen
seragam pada E jika dan hanya jika barisan { Sn } konvergen seragam ke f pada E.
untuk
n≥N 0 dan m≥N 0 dan semua x ∈ E mengakibatkan |f n ( x )−f m ( x )|<ε.
Bukti:
=
|f n ( x )−f ( x )|+|f n ( x )−f m ( x )|
ε ε
¿ + =ε
2 2
|f ( x )−f m ( x )|<ε. Dan sebaliknya.
Artinya untuk m ,n≥0 dan x ∈ E mengakibatkan n
{f n ( x )} adalah barisan bilangan konvergen untuk setiap x ∈ E , ke limit f ( x ) . Ini
Akan ditunjukkan
f n→ f adalah seragam pada E (
f n→ f adalah notasi dari
kekonvergenan dari
f n ke f ).
N
Pilih ε > 0 dan pilih yang mengakibatkan 0 dan suatu x ∈ E mengakibatkan
|f n ( x )−f ( x )|<ε yang artinya seragam di E.
Teorema 5.2.2
Bukti :
Jika
f n → f seragam ke E , dan diberikan ε > 0 , ∃N 0 oleh karena itu untuk
ε
∀ n≥N 0 dan ∀ x ∈ E mengakibatkan |f n ( x )−f ( x )|< 2 . Jadi ∀ n≥N 0 mengakibatkan
60
ε
0≤|M n|= |f n ( x )−f ( x )|≤ <ε lim n→ ∞ M n =0 , maka terdapat N 0
sup 2 , akibatnya
akibatnya n→ ∞ .
∀ n≥N 0 mengakibatkan |M n|<ε . Ini artinya |f n ( x )−f ( x )|< ε
untuk
∀ n≥N 0 dan ∀ x ∈ E . Jadi f n → f seragam juga.
Diberikan barisan fungsi {f n} yang didefinisikan pada E, dan kita tau kalau
ε > 0 , terdapat suatu bilangan positif N 0 akibatnya n≥N 0 , m≥N 0 dan m≥n dan
akibatnya
n
|T n −T m|=∑i=m+1 M i < ε
Contoh 5.2.3
Jika {f n} fungsi seragam yang terbatas di Edan konvergen seragam di E, maka terdapat
|f ( x )|≤M
bilangan positif M, akibatnya untuk semua n ∈ N memenuhi n
Bukti:
N
Berdasarkan kriteria Cauchy untuk ε=1 terdapat 0 akibatnya
m ,n≥N 0 dan
M 1 , M 2 , M 3 , .. . , M N
0 =1 akibatnya
|f N 0 ( x )|≤M , untuk semua x ∈ E dan n=1,2,3,…,
Contoh 5.2.4
( sin nx ) ( sin nx ) 1
∑ n 2
|f n ( x )|=|
n 2
|≤M n = 2
n
adalah konvergen seragam pada R, karena
1 ( sin nx )
∑ n2 ∑ n2 konvergen
untuk semua x ∈ E Ketika konvergen pada R akibatnya
ke R.
Teorema 5.2.4
Misalkan
f n→ f suatu bentuk seragam di E yang merupakan himpunan
bagian dari s matrix spasi. Misalkan p adalah suatu titik limit dari E dan
lim x → p f n ( x )= A n , n=1,2,3 , .. . oleh karena itu { A n} konvergen, dan
lim x → p f ( x ) =lim x → p An
lim x → p lim n→∞ f n ( x ) =lim n→∞ lim x → p f n ( x )
Bukti :
Ambil suatu ε < 0 , karena { n } konvergen seragam, oleh karena itu terdapat 0
f N
ε
m ,n≥N 0 dan untuk |f n ( x )−f m ( x )|<
jadi untuk semua ∈ E , berlaku 2 (Kriteria
ε
m ,n≥N 0 |An ( x )− A m ( x )|< <ε
Cauchy), jadi untuk dan untuk x → p berlaku 2 .
Dengan ini deret bilangan ini ( A n) adalah selalu baris bilangan Cauchy, jadi konvergen,
Saat
lim n→ ∞ A n =A
ε
N ( p ) |f n ( x )− An|<
Untuk nilai dari n dipilih neighborhood δ akibatnya 3 untuk
x ∈ N δ ( x )∩E dan x≠ p ……………………………………………(iv)
Jika { f n } adalah suatu baris fungsi yang kontinu pada p, maka limit
f n ( x )=f ( p ) , untuk n = 1,2,3,… Jadi lim x → p f ( x ) =lim x → p f n ( x )=f ( p ) oleh karena
itu f kontinu di p.
Teorema 5.3.2
Contoh 5.3.12
n
Buktikan jika barisan funsi kontinu {f n} ( ) 2 (
dengan f n x =n x 1−x
2
) untuk
0≤x≤1 , n = 1,2,3,… tidak konvergen seragam ke f ( x )=0 , tapi limit fungsinya
kontinu di [ 0,1 ] .
Bukti :
63
fungsi
fn mempunyai maksimun
M n ( x )=
( n2
√ ( 2 n= ))(
1−
1
( 2n+1 )n ) untuk
1
x=
√( 2 n+1 ) menggunakan diferensial f n ( x )=0 . Jadi { f n } konvergen tapi tidak
seragam ke f ( x )=0 . Di [ 0,1 ] . karena limit
M n ≠0 , tapi fungsi ini tentu saja kontinu.
Jadi point yang akan kita cari terbukti.
Akibat 5.3.2
Jika barisan fungsi kontinu ∑ fn konvergen pada jumla fungsi f, jadi f kontinu
di E.
Contoh 5.3.2
{|10n x|}
f n ( x )= ,x ∈R
Buktikan jumlah fungsi f kontinu di R. Jika 102 dan n =
untuk x ∈ R
1
M n = (10 )n
Dan n = 1,2,3,… deret bilangan ∑ Mn dengan 2 adalah deret
Jika {f n} adalah suatu barisan fungsi kontinu yang ditentukan pada himpunan K
dan jika :
64
(b)
f n kontinu saat K= 1,2,3,…
kontinu di K,
gn → titik di K, dan untuk x ∈ K mengakibatkan gn ( x )≥gn+1 ( x )
K n adalah himpunan bagian yang tetap, maka K n juga tetap. Mengingat gn ≥gn+1 jadi
K n ( x )≥K n+1 . Ambil titik tetap p∈ K , maka karena barisan bilangan { gn ( p ) } monotone
p∉ ¿ K n , ¿ K n =φ . N0
i=1 dengan kata lain i=1 Ini Mengakibatkan, terdapat bilangan asli
akibatnya
n≥N 0 akibatnya K N 0=φ . Jadi 0≤g n ( x )≤ε , untuk semua x ∈ K dan
semua
n≥N 0 . Menunjukkan kalau gn →0 seragam dan f n → f seragam di K.
65
B. LATIHAN SOAL
1. Tuliskan definisi dari titik-titik konvergen
a. Barisan dari bilangan real
b. Deret dari bilangan real
1 1
f n ( x )= gn ( x ) =
2. Apakah barisan {f n} dan { gn } , dimana n dan x untuk n = 1,2,3,
… Konvergen seragam pada (0,1)?
n n
f n ( x )=1+∑ n=1 ( x )
3. Apakah deret 2 , untuk |x|≤a,0≤a≤1 konvergen seragam pada
[−a,a ] .
4. Temukan limit fungsi f untuk barisan {f n} dimana
1
f n ( x )={ ¿ 01 −nx : 0≤
x ≤1
n
n≤ x ≤1
66
{
n
2 nx ; 0< x ≤
2
6.
n 1
Jika f n ( x )= 2−2 nx ; < x ≤ dari barisan { f n } .Buktikan deret ∑ f n konvergen
2 n
1
0; < x≤1
n
10. Selidiki kapan barisan berikut konvergen seragam atau tidak di [ 0,1 ] di limit.
2x
f n ( n )=
a) {f n} dengan ( 1+nx ) dan limit fungsi f ( x )=0
nx
gn ( n ) =
b) { gn } dengan (1+ nx ) dan limit fungsi g ( x ) =0
BAB VI
TURUNAN DAN INTEGRAL
Sub Pokok Bahasan
6.1 Turunan Fungsi Real
6.2 Teorema Rolle, Nilai Rata-rata dan Aturan L’ Hopital
6.3 Kekontinuan Suatu Turunan dan Turunan Tingkat Tinggi
6.4 Integral Riemann
6.5 Integral Riemann-Stieltjes dan Sifat-Sifatnya
Jumlah Pertemuan : 4x pertemuan
Tujuan Umum Sajian :
67
A. MATERI
6.1 Turunan Fungsi Bernilai Real
Definisi 6.1.1 (dalam Ilmu Kalkulus)
Misalkan f : E → R, dan c ∈ R . Bilangan L disebut turunan fungsi f di c , apabila
∀ ε >0 , ∃ δ ( ε ) >0 , sehingga ∀ x ∈ , dan |x−c|< δ ( ε ) berlaku
| f ( x )−f (c )
x−c
− L <ε|
atau ditulis
f ( x )−f (c)
f ' ( c )=lim =L
x→c x−c
Misalkan f fungsi yang bernilai real yang terdefinisi pada ( a , b ). Untuk sebarang
f ( t ) −f (x )
x ∈ (a , b) didefinisikan ϕ ( t )= , a<t <b , t ≠ x maka berlaku
t−x
lim f ( t ) −f ( x)
'
f ( x )=lim ϕ ( t )=
t→x .
t →x t− x
Teorema 6.1.1
Misalkan f terdefinisi pada [ a , b ]. Jika f dapat diturunkan (deferensiable) pada
suatu x ∈ [ a , b ] maka f kontinu di x .
Bukti
f ( t )−f (x)
Karena f terdeferensialkan di x maka f ’ ( x ) =lim ada
t→x t−x
[ ]
f ( x ) . lim ( t−x ) =lim [ t ( x )−f ( x) ]=lim f (t )−lim f ( x)
'
t→x t→ x t →x t →x
'
f ( x ) .0=lim f (t )−lim f (x )
t→x t→x
⟺ lim f (t )=f ( x ) ,
x→ t
Teorema 6.1.2
Misalkan f terdefinisi pada [ a , b ]. Jika f dapat diturunkan (deferensiabel) pada suatu
f
x ∈ [ a , b ] maka f +g , fg, , dengan g ≠ 0 terdefinisikan di x dan
g
(i)
(ii) ( f + g)’( x)=f ’ ( x)+ g ’( x )(fg )’ ( x )=f ’( x) g( x)+ f ( x ) g ’( x)
'
f f ’ ( x ) g ( x )−f ( x) g ’( x )
(iii) ( ¿ ' ( x )=
g 2
g ( x)
Bukti
(i) Misalkan h=f + g
' ' ( f + g )( t )−( f + g ) (x )
h ( x ) =( f + g ) ( x )=lim
t→x t−x
( f )( t )−( f ) ( x) ( g ) ( t ) −( g ) (x)
¿ lim +lim
t→x t−x t→x t−x
69
' '
¿ f ( x )−g ( x)
(ii) Misalkan h=fg
( fg ) (t )− ( fg )( x )
h' ( x ) =( fg )' ( x )=lim
t→x t−x
f ( t ) g ( t )−f ( x ) ( g ) ( x )
¿ lim
t→x t−x
f ( t ) g ( t )−f ( x ) ( g ) ( x ) + f (t ) g ( x )−f ( t ) g( x )
¿ lim
t→x t−x
f ( t ) g ( x )−f ( x ) g ( x ) + f ( t ) g ( t )−f ( t )( g ) ( x )
¿ lim
t→x t−x
lim [ f ( t )−f ( x ) ] g ( x )+ f (t) [ g ( t ) −g (x) ]
t→x
¿
t−x
f ( t )−f ( x ) g (t )−g ( x)
¿ lim g ( x ) +lim f ( x )
t→x t−x t→x t−x
lim g ( t )−g ( x )
f ( t )−f ( x ) t →x
¿ lim lim g ( x )+ lim f ( x )
t→x t −x t → x t→x t −x
¿ f ' ( x ) g ( x ) + f ( x ) g' ( x )
(iii) Misalkan h=f /g
Petunjuk :
h ( t ) −h( x)
t−x
=
1
g ( t ) g(x ) [
g ( x)
f ( t )−( fx )
t−x
−f (x )
g ( t ) −g (x)
t−x ]
Teorema 6.1.3 (Dalil Rantai)
Misalkan f kontinu pada [ a , b ]. Jika f ’ ada pada beberapa titik x ∈ [ a , b ] , g
terdefinisi pada interval I yang mengandung range f dan g terdeferensialkan pada titik
f (x). jika h ( t )=g ( f ( t ) ) , a≤ t ≤ b , maka h terdeferensialkan pada x, dan
h ’ (x)=g ’ ( f (x)) f ’( x ).
Bukti
f ( t )−f ( x)
Misalkan y=f ( x ). Dengan menggunakan definisi turunan f ’( x)=lim , yang
t→x t−x
berakibat
f ( t )−f (x) '
=f ( x )+ μ ( x ) , μ ( t ) → 0 , t → x
t−x
70
g ( s )−g ( y )=( s− y ) [ g ( y ) +v ( s ) ] , t ∈ [ a , b ] , s ∈ I , v ( s ) → 0 , s → y .
'
Ambil s=f (t ) maka dengan menggunakan bentuk persamaan di atas maka diperoleh
h ( t )−h ( x )=g ( f ( t ) )−g ( f ( x ) ) =[ f ( t )−f ( x) ] [ g ( y ) + v (s ) ]
¿( t−x ) [ f ( x ) + μ(t ) ][ g ( y )+ v ( s) ]
' '
Jadi
h ( t ) −h( x)
=[ f ( x ) + μ(t ) ][ g ( y )+ v (s) ]
' '
t−x
h ( t )−h( x)
=lim [ f ( x ) + μ(t ) ][ g ( y )+ v (s) ]
' '
lim
t→ x t−x t→x
¿ [ f (x )+0 ] [ g ( y ) +0 ]
' '
' '
¿ f (x)g ( y)
' '
¿ g ( y) f (x)
¿ g' ( f ( x ) ) f ' ( x)
Contoh 6.1.1
{
1
x 2 sin , x≠0
Misalkan f didefinisikan sebagai f ( x )= x
0 , x=0
Maka
' 1
f ( x )=2 x sin +cos
x
1 −1 2
x x2
x
( )
1 1
¿ 2 x sin −cos , x ≠ 0
x x
Pada titik x=0 , dengan menggunakan definisi maka diperoleh
| f ( t )−f (0)
t−0 || | 1
= t sin ≤|t |, t ≠ 0
t
Untuk t → 0, maka f ' ( 0 ) =0. Jadi f terdeferensialkan untuk setiap x ∈ R, akan tetapi f '
tidak kontinu, sebab f ' (x ) tidak punya harga limit, untuk x → 0.
Contoh 6.1.2
Misalkan f terdeferensialkan sebagai
71
{
1
x sin , x ≠ 0
f ( x )= x
0 , x=0
' 1 1 1
Maka f ( x )=sin − cos , x ≠ 0
x x x
1
Pada titik x=0 , maka f ' ( x ) tidak ada, sebab tidak terdefinisi di x=0 .
x
Dengan menggunakan definisi turunan, dengan t ≠ 0 maka diperoleh
f ( t )−f ( 0 ) 1
=sin
t−0 t
1
Untuk t → 0, maka sin tidak mempunyai limit, sehingga f ' ( 0) tidak ada.
t
Bukti
f ( b ) −f (a)
Misalkan h ( t )=f ( t )−f ( a )− [g ( t )−g( a)], dengan a ≤ t ≤ b.
g ( b ) −g (a)
Ternyata bahwa h ( a )=h ( b ) =0.
Dengan teorema Rolle, maka terdapat x ∈(a ,b) sehingga h ( x )=0 .
' f ( b )−f ( a ) f ' ( x) f ( b )−f (a)
Jadi f ( x )= g ( x). Jika g( x )≠ 0 maka ' =
g ( b )−g ( a ) g ( x) g ( b )−g( a)
Teorema 6.2.3
Misalkan f fungsi real kontinu pada [a , b], dan terdeferensialkan pada (a, b),
f ( b )−f (a)
maka terdapat xϵ (a , b) sehingga f ' (x )= .
b−a
Bukti
Dengan menggunakan teorema 3.2.2, dan memisalkan g ( x )=x , maka g ( x )=1≠ 0 ,
g ( a ) =a, dan g ( b ) =b.
Teorema 6.2.4
Misalkan f terdeferensialkan pada ( a , b ), pernyataan berikut benar.
(i) Jika f ' ( x ) ≥ 0 , ∀ x ∈(a , b), maka f monoton naik
(ii) Jika f ' ( x )=0 , ∀ x ∈(a , b), maka f konstan
(iii) Jika f ' ( x ) ≤ 0 , ∀ x ∈(a , b), maka f monoton turun
Bukti
Misalkan x 1 , x 2 dalam (a , b), untuk suatu x yang terletak antara x 1 dan x 2, maka
'
menurut teorema 3.2.3 diperoleh f ( x 2 ) −f ( x 1 )=( x 2−x 1 ) f ( x ).
73
'
(i) Jika f ' ( x ) ≥ 0, maka f ( x 2 ) −f ( x 1 )=( x 2−x 1 ) f ( x ) ≥ 0, sebab ( x 2−x 1 ) ≥0 , dan f ' ( x ) ≥ 0.
Definisi 6.3.1
Jika f mempunyai turunan f ' pada suatu interval, f ' terdeferensialkan pada interval itu,
maka turunannya ditulis f , disebut turunan kedua dari f , dan seterusnya f (3) , … , f (n).
Bentuk f (n) disebut turunan ke n dari f atau turunan tingkat (order) n dari f .
75
[ ]
n−1
( b−x )k ( k+1) ( b−x )k−1 (k ) ( b−x )n−1
F ( x )=f ( x )+ ∑
' '
f ( x) − f ( x ) −M
k=1 k! (k −1)! (n−1)!
yang dapat disederhanakan menjadi
( b−x )n−1 n
'
F ( x )=
(n−1)!
[ f ( x )−M ], dengan a< x<b ………………….………....(3)
Karena (1) dan (2) dipenuhi maka diperoleh F ( a )=F ( b )=0 . Jadi terdapat c ∈(a , b),
sedemikian sehingga F ' ( c )=0 .
Dengan memberikan harga c untuk x dalam (3) terbuktilah bahwa f (n ) ( c )=M .
76
n
∑ mi Δxi
L(P, f) = i =1
∫ f ( x ) dx=inf {U ( P , f )|P partisi pada[a , b]}=infp U(P, f) disebut integral Riemann atas.
a
∫ f ( x ) dx =
{ L ( P , f )|P partisi pada[ a ,b ]}=¿ p
¿ ¿ L(P, f) disebut integral Riemann bawah.
a
b b
Jika ∫ f ( x ) dx=¿ ¿ ∫ f ( x ) dx , maka f dikatakan terintegral Riemenn pada [a, b], yang
a a
b b b
ditulis ∫ f ( x ) dx=¿ ¿ ∫ f ( x ) dx = ∫ f ( x ) dx
a a a
Catatan: Integral Riemann pada [a, b], beserta sifat-sifatnya telah banyak dibahas
b n
dalam kalkulus dengan menggunakan konsep ∫ f ( x ) dx = |lim
P|→0
∑ f ( x i) ∆ x i, dengan x i
a i=1
Penyelesaian
Partisikan selang [-2, 3] menjadi n selang bagian yang sama, masing-masing dengan
5
panjang ∆ x = . Dalam tiap selang bagian [xi-1, xi], gunakan x i = xi sebagai titik sampel,
n
maka
x0 = -2
x1 = -2 + ∆ x
x2 = -2 + 2∆ x
5
xi = -2 + i∆ x = -2 + i( )
n
.
.
.
xn = -2 +n ∆ x
5 5
Jadi f(xi) = xi + 3 = -2 + i( ) + 3 = 1 + i( )
n n
n n
Sehingga ∑ f (x i )∆ x i = ∑ f ( x i)∆ x
i=1 i=1
[ ( )]
n
5 5 5 n 25
n
=∑
n n∑
1+ i = 1+ 2 ∑ i
i=1 n i=1 n i=1
=
5
n
25 1
[
( n )+ 2 n(n+1) = 5 +
n 2 ]
25
2
1+
1
n ( )
3 n
Jadi ∫ ( x +3 ) dx = lim ∑ f ( x i) ∆ x i
−2 |P|→0 i=1
= lim s+
n→∞ [ 25
2
1
(1+ )
n ]
78
35
=
2
Contoh 6.4.2
Misalkan f = [0, 2] → R, dan
=1–h+h+h+1–h=2
2
4
L(P, f) = ∑ mi ∆ xi = 1(1-h) + 0(h) + 0(h) + 1(1-h)
i=1
= 1 – h + 1 – h = 2 – 2h
2
2 2
Jadi ∫ f = ∫ f = 2.
0 0
Namakan
Δα i = α i−α i−1 , dengan i = 1, 2, …, n
α pasti terbatas, sebab α (a) dan α (b) finite, dan α naik monoton.
n
L(P, f, α ) = ∑ mi ∆ α i
i=1
Jika ∫ f ( x ) dα (x)=¿ ¿ ∫ f ( x ) dα ( x), maka f dikatakan terintegral Riemenn pada [a, b],
a a
b b b
yang ditulis ∫ f dα =¿ ¿ ∫ f dα = ∫ f dα .
a a a
Contoh 6.5.1
Fungsi f dan α terdefinisi pada [-1, 6], dan f : [-1, 6] → R, α : [-1, 6] → R.
80
{
1
{
2 ,−1 ≤ x <2 2 ,−1≤ x <2
2
f(x) = 1 ,2 ≤ x ≤ 3 α (x) =
1
4 ,3< x ≤ 6 x+1 , 2 ≤ x ≤ 6
2
1 1
Ambil suatu partisi P = {-1, 2-h, 2+h, 2 - h, 2 + h, 3 – h, 3 + h, 6}
2 2
Kemudian tentukan suprimun dan infimum dari ∆ α i pada interval [xi-1, xi] sehingga
diperoleh
[-1, 2-h] → M1 = 2, m1 = 2, ∆ α 1 = α (2 – h) – α (-1) = 2 – 2 = 0
[2-h, 2+h] → M2 = 2, m2 = 1, ∆ α 2 = α (2 + h) – α (2 – h) = 0
1 1
[2+h, 2 −¿h] → M3 = 1, m3 = 1, ∆ α 3 = α (2 – h) – α (2 + h) = 0
2 2
1 1 1 1 3
[2 - h, 2 + h] → M4 = 1, m4 = 1, ∆ α 4 = α (2 + h) – α (2 - h) = + h
2 2 2 2 2
81
1 1 1
[2 + h, 3 - h] → M5 = 1, m1 = 1, ∆ α 5 = α (3– h) – α (2 + h) = - 2h
2 2 2
[3 - h, 3+h] → M6 = 4, m2 = 1, ∆ α 6 = α (3 + h) – α (3 – h) = 2h
[3+h, 6] → M7 = 4, m3 = 4, ∆ α 7 = α (6) – α (3 + h) = 3 - h
7
Jadi U(P, f) = ∑ M i ∆ α i
i=1
3 1
= 2(0) + 2(0) + 1(0) + 1( +¿ h) + 1( - 2h) + 1(2h) + 4(3 – h)
2 2
= 14 + 3h
7
L(P, f) = ∑ mi ∆ α i
i=1
3 1
= 2(0) + 1(0) + 1(0) + 1( +¿ h) + 1( - 2h) + 1(2h) + 4(3 – h)
2 2
= 14 – 3h
Sehingga diperoleh
Jadi ∫ f ( x ) dα ( x ) = 14.
−1
Definis 6.5.2
P partisi pada [a, b], P* adalah penghalus P jika P* ⊃ P. misalkan ada dua partisi
P1, dan P2 maka P* = P1 ∪ P2.
Teorema 6.5.1
Jika P* ⊃ P maka L(P, f, α ) ≤ L(P*, f, α ) dan U(P*, f, α ) ≤ U(P, f, α )
Bukti
Sebagai latihan.
Teorema 6.5.2
b b
∫ f dα ≤∫ f dα
a a
82
Bukti
Ambil P1, dan P2 pada [a, b]. bentuk P* = P1 ∪ P2.
Menurut teorema 4.2.1 maka L(P1, f, α )≤ L(P*, f, α ) ≤ U(P*, f, α ) ≤ U(P2, f, α )
yang berakibat L(P1, f, α ) ≤ U(P2, f, α )
b
b b
∫ f dα =¿ inf ¿ U(P2, f, α ) =∫ f dα
P2
a a
b b
Jadi ∫ f dα ≤∫ f dα terbukti.
a a
Teorema 6.5.3
Jika f ∈ R (α ) pada [a, b] jhj untuk setiap ε > 0 terdapatlah partisi P sedemikian
sehingga
U(P, f, α ) – L(P, f, α ) < ε .
Bukti
( ⇐ ) Ambil ε > 0 sebarang, terdapat partisi P pada [a, b] berlaku
b b
L(P, f, α ) ≤∫ f dα ≤ ∫ f dα ≤ U(P, f, α )
a a
b b
b b
b b
∫ f dα =∫ f dα . Jadi f ∈ ℜ ( α) .
a a
( ⇒ )Misalkan f ∈ ℜ ( α ) pada [a, b]. Ambil ε > 0, maka terdapat partisi P1 dan P2
b
ε
sedemikian sehingga U(P2, f, α ) - ∫ f dα <
a
2
b
ε
∫ f dα - L(P1, f, α ) < 2
a
Teorema 6.5.4
(a) Jika U(P, f, α ) – L(P, f, α ) < ε , untuk setiap partisi P dan suatu ε > 0 maka U(P*,
f, α ) – L(P*, f, α ) < ε untuk suatu P* ⊃ P
(b) Jika U(P, f, α ) – L(P, f, α ) < ε , untuk setiap partisi P dan si, ti ∈ [xi-1, xi], i = 1, 2, 3,
n
…, n maka ∑ |f ( si ) −f (t i )| ∆ α i < ε
i−1
n b
|∑ f (t i ) Δαi −∫ fd α|< ε
(c) Jika f ∈ ℜ(α ) dan hipotesis (b) berlaku maka i=1 a .
Bukti
(a) Cukup jelas, gunakan bentuk pertidak samaan terakhir dari teorema 6.5.3.
∫ fd α
L(P, f, α ) ¿ a ¿ U(P, f, α ), maka
n b
∑ f (ti ) Δα i ∫ fd α
i =1 - a ¿ U(P, f, α ) - L(P, f, α ) ¿ ε dan
b n
∫ fd α ∑ f (ti ) Δα i
a - i =1 ¿ U(P, f, α ) - L(P, f, α ) ¿ ε
n b
|∑ f (t i ) Δαi −∫ fd α|< ε
Berarti i=1 a .
Teorema 6.5.5
Berakibat Mi – mi ¿ η .
84
n
∑ (M i −mi ) Δα i
Jadi U(P, f, α ) - L(P, f, α ) = i =1
n
∑ Δα i
¿ i=1 = [α (b )−α (a )]η<ε
Karena ε > 0 sebarang dan U(P, f, α ) - L(P, f, α ) ¿ ε ,
Teorema 6.5.6
Jika f monoton pada [a, b] dan α kontinu pada [a, b] maka f ∈ ℜ(α ) .
Bukti
Karena α kontinu pada [a, b] maka untu n ∈ N, dapat dibuat partisi P pada [a, b]
sehingga
α (b )−α (a )
Δα i=
n , untuk setiap i.
Karena f monoton, misalkan monoton naik, maka diperoleh
Mi = f(xi) mi = f(xi-1)
n
∑ (M i −mi ) Δα i
Berakibat U(P, f, α ) - L(P, f, α ) = i =1
n
α(b )−α(a )
n
∑ [ f ( x i )−f ( x i−1 )]
= i=1
α(b )−α (a )
[ f (b )−f (a)]< ε
= n
Jadi ε > 0 sebarang, terdapat P partisi pada [a, b], untuk n cukup besar, sehingga
Teorema 6.5.7
Jika f terbatas pada [a, b], f mempunyai berhingga banyak titik diskontinu pada
[a, b] dan α kontinu di setiap titik diskontinu dari f maka f ∈ ℜ(α ) pada [a, b].
Bukti
Sebagai latihan.
85
∫ cf d( α) c ∫ f dα
a = a
b b
∫ f 1 dα ∫ f 2 dα
(b) Jika f1(x) ¿ f2(x) pada [a, b] maka a ¿ a
(c) Jika f ∈ ℜ(α ) pada [a, b], dan a < c < b, maka f ∈ ℜ(α ) pada [a, c] dan pada [c, b],
dan
c b b
∫ f dα ∫ f dα ∫ f dα
a + c = a
(d) Jika f ∈ ℜ(α ) pada [a, b], dan |f(x)| ¿ M atau f terbatas pada [a. b] maka
b
∫ f dα
| a | ¿ M [ α (b)−α (a) ]
Jika f ∈ ℜ(α ) , dan c adalah konstanta positif, maka jika f ∈ ℜ(cα ) dan
b b
∫ f d (cα ) c ∫ f dα
a = a
Teorema 6.5.9
(a) fg ∈ ℜ(α ) ;
b b
∫ f dα ∫|f|dα
(b) |f| ∈ ℜ(α ) , dan | a | ¿ a .
Bukti
∫ f dα c ∫ f dα
Maka | a |= a
b b
∫ cf dα ∫|f |dα
= a ¿ a
∫ f dα ∫|f |dα
Jadi | a |¿ a . Terbukti.
87
B. LATIHAN SOAL
beberapa partisi dari I=[ a, b] dengan ‖Q‖<δ, maka L(Q; f )≥L(f )−ε dan
U (Q ;f )≤U ( f )+ε. (Petunjuk : diberikan P1 merupakan partisi sedemikian rupa
ε
L(f )− <L( P1 ; f ). P1 selain a,b, diberikan
sehingga 2 jika ada titik k di
88
ε
δ := .
( 4 k‖f‖) sekarang diberikan Q beberapa partisi dengan ‖Q‖<δ dan
7. Diberikan f sebuah batas fungsi yang terdefinisi pada [a ,b] dan diberikan
P:=( x 0 , x 1 , .. . , x n ) [a ,b] . Diberikan ε > 0 , tunjukkan
merupakan partisi dari
8. Buktikan bahwa jika f monoton turun pada [a , b] dan α kontinu pada [a , b] maka
f ∈ R(α) pada [a , b].
{
1
{
x , 0 ≤ x<1 1.0 ≤ x<1
2
10. Diketahui f ( x )= 1,1 ≤ x ≤ 2 dan g ( x )=
1
x +1,2< x ≤ 3 x ,1 ≤ x≤3
2