Anda di halaman 1dari 4

BAHAN AJAR 1

KONSELING MULTIKULTURAL

Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan lingkup kerja Konseling Mulitikulural
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya konseling multikultural
3. Mahasiswa Mampu menganalisa impikasi identitas budaya konseli terhadap
praktek Konseling
4. Mahasiswa mampu menganalisa permasalan yang muncul atas perilaku
diskriminasi

Materi
• Konseling multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis
praktik konseling tertentu yang mengakui aspek ragam identitas budaya konseli.
Identitas buaya sendiri terdii dari ras, etnisi, agama, latar belakang sosial ekonomi,
dan identitas gender, orientasi seksual, dan disabilitas.

• Konseling Multikultural mengkhususkan diri bekerja dengan individu atau


kelompok yang menghadapi rasisme, diskriminasi, dan penindasan.

• Aspek identitas budaya perlu menjadi elemen yang perlu diperhatian dalam
praktek konseling, karena semakin banyak orang dari latar belakang yang berbeda
mencari bantuan terhadap permasalahan dan kesehatan mentalnya, maka
konselor harus mampu mengambil pendekatan holistik dalam memahami, dan
menangani kebutuhan mereka.

• Konseling Multikultural merupakan pendekatan konseling yang bertujuan untuk


mengatasi atau membantu kekhawatiran klien atau konseli terkait ras, etnis,
agama, identitas gender, orientasi seksual, disabilitas, atau faktor sosial lainnya
yang berada di luar mayoritas atau di luar kelompok sosial dominan.
• Konseling multikultural menjadi penting karena pada saat ini kita hidup dalam
masyarakat yang beragam dan diproyeksikan menjadi semakin beragam pada
beberapa dekade mendatang.

• Konselor yang menganut prinsip konseling multikultural mengakui bagaimana


faktor-faktor yang melatarbelakangi individu dalam konteks budaya dapat
mempengaruhi individu. Pemahaman tersebut diperlukan bagi konselor dalam
rangka membantu klien atau konseli agar dapat menangani masalah dan
kesehatan mental mereka. Selain itu pemahaman tersebut bagi konselor
membantu konselor untuk dapat menyesuaikan rencana intervensi konselingnya
secara lebih efektif.

• Konselor menghargai individu bahwa tidak semua individu itu sama dan setiap
individu memiliki ragam latar belakang pribadi (etnis, ras, konteks budaya dan
lainnya) yang merupakan komponen penting tentang siapa individu tersebut. Dan
memainkan peran penting terkait bagaiamana seseorang mempersepsi dunianya
dan berhubungan dengan orang lain.

• Berbagai orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda seringkali
memiliki realitas hidup yang sangat berbeda. Perbedaan ini tidak hanya
mempengaruhi masalah kesehatan mental yang dialami seseorang tetapi juga
persepsi dan hubungannya dengan konseling.

• Orang-orang dari budaya dan kelompok etnis yang berbeda atau latar belakang
sosial ekonomi sering melakukan pendekatan konseling dan kesehatan mental
melalui lensa latar belakang budaya mereka. Ketika sebuah budaya telah
memberikan konotasi negative , kepercayaan itu dapat menyebabkan
keengganan untuk mencari bantuan, yang pada akhirnya dapat menghambat
intervensi yang efektif.

• Misalnya, di banyak budaya Amerika Latin, ada penekanan kuat yang ditempatkan
pada peran gender. Pada pria, ini sering ditandai dengan istilah machismo, yang
mengacu pada bentuk maskulinitas yang kuat dan agresif. Keyakinan pada
konsep ini dapat menyebabkan seseorang dari latar belakang tersebut untuk
menghindari atau mengabaikan konseling, bahkan jika diperlukan, karena
implikasinya akan menjadi suatu bentuk kelemahan. Selain itu, pola pikir ini bisa
menjadi penyebab masalah hubungan, masalah keintiman, dan bahkan depresi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa orang Afrika-Amerika lebih kecil
kemungkinannya daripada orang kulit putih Amerika untuk mencari layanan
kesehatan mental, bahkan ketika mereka percaya bahwa layanan tersebut efektif.

• Anggota kelompok minoritas, terutama kelompok minoritas rasial, umumnya lebih


kecil kemungkinannya untuk mencari konseling daripada mereka yang berasal
dari mayoritas, sebagian karena banyak anggota kelompok minoritas merasa
bahwa konselor (banyak di antaranya mengidentifikasi dengan kelompok
mayoritas) sehingga dianggap tidak akan dapat memahami pengalaman hidup
mereka dan sepenuhnya memenuhi kebutuh an mereka. Konseling multikultural,
oleh karena itu, bertujuan untuk menciptakan lingkungan terapeutik di mana
individu dari kelompok tersebut akan merasa aman, dihormati, dan mampu
mengartikulasikan tantangan mereka tanpa merasa disalahpahami.

• Konselor multikultural yang kompeten akan menunjukkan kesadaran yang


signifikan tentang dampak faktor-faktor multikultural yang melatarbelakangi
individu terhadap kehidupan Individu tersebut. Konseling multikultural dapat
mengambil banyak bentuk, tetapi secara umu m ada lebih banyak penekanan pada
latar belakang, pengalaman, dan kebutuhan unik klien individu.

• Teori yang mendasari konseling multikultural tidak terkait dengan pendekatan


madzhab konseling tertentu sehingga dapat diterapkan pada berbagai pendekatan
konseling seperti Cognitive Behavior, Gestalt, clien center dll dan berbagai seting
konseling seperti konseling pernikahan, konseling keluarga, komunitas dan seting
konseling lainnya yang sesuai selama konselor dapat memahami kesulitan yang
mempengaruhi perkembangan konseli yang terpinggirkan dan masalah unik yang
mereka hadapi. Ketika konseling bersifat eklektik, pengaruh budaya klien harus
ditimbang di setiap aspek proses terapeutik.

Referensi

American Psychological Association. (2017). Multicultural Guidelines: An Ecological


Approach to Context, Identity, and Intersectionality. Retrieved from:
http://www.apa.org/about/policy/multicultural-guidelines.pdf
Fallahi, CR. Multicultural Therapy. Central Connecticut State University. [Powerpoint
Presentation]
Fuertes JN, Brady-Amoon P, Thind N, Chang T. (2015). The therapy relationship in
multicultural psychotherapy. The Society for the Advancement of Psychotherapy.
Psychotherapy Bulletin. 51(1):41-45.
Hays PA. (2009). Integrating evidence-based practice, cognitive-behavior therapy, and
multicultural therapy: Ten steps for culturally competent practice. APA
Professional Psychology: Research and Practice.
Zaker BS and Boostanipoor. (2016). A. Multiculturalism in counseling and therapy: marital
and family issues. International Journal of Psychology and Counseling. (5):5 3-57.

Anda mungkin juga menyukai