Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae.
Penyakit ini mempunyai afinitas utama pada saraf tepi/perifer, kemudian kulit, dan dapat
mengenai organ tubuh lain seperti mata, mukosa saluran napas atas, otot, tulang dan testis.
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae
yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa
traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Epidemiologi:
Kusta biasanya ditemukan di negara berkembang, dengan prevalensi yang bervariasi. Sekitar 16
negara melaporkan sekitar 1000 kasus baru pada tahun 2009. Sebagian besar kasus terjadi di
India, Indonesia, Brasil, Nigeria, dan Bangladesh.
Kusta lebih banyak pada laki laki ketimbang pria
WHO merujuk jumlah kasus baru secara bertahap menurun di 10 tahun terakhir, dari 265.661
pada tahun 2006 menjadi 210.758 pada tahun 2015,
Etiologi:
Mycobacterium leprae yang ditransmisikan dari dropley/ contact to contact
Faktor Resiko:
Close contact: Kontak langsung dengan penderita kusta
Usia: Usia yang lebih tua lebih rentan terhadap risiko tertular kusta.Risiko yang meningkat
antara 5 hingga 15 dan risiko lanjutan setelah 30
Genetik:, khususnya melalui gen PARK2/PACRG
Klasifikasi:
Berdasar ridley-jopling (kusta dikelompokkan menjadi lima berbagai tipe atau bentuk)
Berdasar ridley-jopling (kusta dikelompokkan menjadi lima berbagai tipe atau bentuk
N. radialis:
- anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
- tangan gantung (wrist drop)
- tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
N. poplitea lateralis:
- anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
- kaki gantung (foot drop)
- kelemahan otot peroneus
N. tibialis posterior:
- anestesia telapak kaki
- claw toes
- paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
N. fasialis:
- cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
- cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan
mengatupkan bibir
N. trigeminus:
- anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata
- atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
Diagnosis:
Cardinal sign:
Tanda kardinal (min.1) :
1. Lesi hipopigmentasi/eritema dengan berkurang/hilangnya sensasi
2. Pembesaran/penebalan saraf perifer dan gangguan fungsi sensorik/motor/autonom
3. (+) BTA skin smear
Anamnesis
1. Identitas
2. Riwayat penyakit sekarang (tanda kardinal)
- Keluhan utama
- Keluhan lain : kesemutan, rontok alis, bulu mata, rambut, suara sengau, penebalan cuping
telinga, demam
- Riwayat kontak
- Faktor pencetus reaksi kusta (kalau ada) : infeksi, stres, kehamilan
1. Komplikasi : ulkus, nyeri saraf, sulit menutup mata, lemah tangan/kaki, jari seperti cakar,
pseudomutilasi.
2. Diagnosis banding
3. Riwayat pengobatan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:
1. Inspeksi
- Lesi kulit
2. Palpasi
- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki.
- Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran, konsistensi, nyeri tekan, dan nyeri
spontan).
3. Tes fungsi saraf
● Pemeriksaan dilakukan pada saraf-saraf yang sering terlibat dalam penyakit kusta
● Pemeriksaan palpasi saraf tepi dilakukan dengan tekanan ringan tidak menyakiti pasien
● Pada saat mempalpasi identifikasi penebalan atau pembesaran, saraf kiri dan kanan sama
besar atau berbeda, ada nyeri atau tidak pada saraf. Saat melakukan palpasi perhatikan
mimik pasien. Ada tiga saraf yang wajib diraba : ulnaris, peroneus communis dan tibialis
posterior.
Pemeriksaan Penunjang:
1.Pemeriksaan bakterioskopik
Skin smear dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA)
2.Pemeriksaan Histopatologik
Adanya akumulasi makrofag yaitu Granuloma. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah
tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non-solid.
Pada tipe lepromatosa terdapat (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada
tipe borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut
3.Pemeriksaan serologic
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
Uji ELISA (Enzyme Linked lmmunosorbent Assay)
ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)
ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)
Diagnosis Banding:
-Pitiriasis versicolor
-vitiligo
-Neurofibromatosis
-sarkoma Kaposi
-veruka vulgaris
Manajemen:
Multi Drug Resisten
MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat anti Kusta, salah satunya Rifampisin sebagai anti
Kusta yang bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti Kusta lain bersifat bakteriostatik.
MDT tersedia dalam bentuk 4 macam blister MDT sesuai dengan kelompok umur (Pausibasiler
(PB) dewasa, dan Multibasiler (MB) dewasa, PB anak dan MB anak)
Pengobatan Kusta dengan MDT bertujuan untuk:
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang direkomendasikan oleh WHO,
sebagai berikut:
Pengobatan Tipe PB diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai tabel di samping.
Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 6 blister yang dapat diminum selama
6–9 bulan.
B.Penderita Kusta Tipe Multibasiler (MB)
Pengobatan Tipe MB diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai tabel di samping.
Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 12 blister yang dapat diminum selama
12-18 bulan.
Tatalaksana Reaksi Kusta
A.danya lagoftalmos baru terjadi dalam 6 bulan terakhir
b) Adanya nyeri raba saraf tepi
c) Adanya kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir
d) Adanya rasa raba berkurang dalam 6 bulan terakhir
e) Adanya bercak pecah atau nodul pecah f) Adanya bercak aktif (meradang) di atas lokasi saraf
tepi
Bila terdapat salah satu dari gejala di atas berarti ada reaksi berat dan perlu diberikan obat anti
reaksi Obat anti reaksi terdiri atas:
a) Prednison (untuk reaksi tipe 1 dan 2) Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan
reaksi. Cara pemberiannya, dapat dilihat pada pengobatan reaksi berat.
b) Klofazimin/Lamprene™ (untuk reaksi tipe 2) Obat ini dipergunakan untuk
penanganan/pengobatan reaksi ENL yang berulang (steroid dependent). Cara pemberiannya,
dapat dilihat pada tabel pengobatan reaksi berat.
c) Thalidomid (untuk reaksi tipe 2) Obat ini tidak dipergunakan dalam program.
Non Farmakologis:
A.Terapi Latihan
Terapi latihan merupakan strategi yang paling penting dan mendasar dalam tatalaksana
rehabilitasi medik. Terapi latihan dapat dicapai dengan latihan setiap hari,. Terapi Latihan
terhadap pasien dapat berupa latihan lingkup gerak sendi, latihan peregangan, latihan penguatan
dan massage baik menggunakan alat ataupun tanpa alat.
Komplikasi:
Iridocyclitis
Paralysis
Tropic ulcer
Neuropathy feet
Neuropathy pain
Prognosis:
-Baik jika melakukan pelaksanaan adekuat dan jarang mortalitas
-jika ada gangguan saraf dan kecacatan tidak kembali normal
-semakin cepat pasien mengkonsumsi obat maka kemungkinan deformitas semakin kecil
Sumber:
Fitzpatrick dermatology 6th edition
Infodatin Kusta 2015
Ilmu penyakit kulit dan kelamin ui edisi 7
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559307/