Anda di halaman 1dari 38

PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR/TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERIODE : FEBRUARI 2022

DISUSUN OLEH :
1. DR. MUHAMMAD NADZIR, SH, M.HUM 7. INDRAYANI, M.PD
2. DRS. KHAIRUDDIN, M.AP 8. HANDRI SUTRISNO, S.SOS, SH
3. IR. RENO PRATIWI, MT 9. ANUGRAH RACHMADANI, S.IP
4. IR. SUHERIAH MULIA DEVI, ST, M.SI 10. FADLIANSYAH, ST, SH
5. SAMRA, SH, M.HUM 11. WASTI SA’DAN, SKM
6. SUWANDI, SH, M.H
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

I. PENDAHULUAN
DPRD adalah merupakan lembaga perwakilan rakyat di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota, sehingga peran dan fungsinya sangat dibutuhkan bagi masyarakat di
daerah, khusunya Kabupaten Penajam Paser Utara yang memiliki 25 orang Perwakilan di
DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dalam melaksanakan Tugas dan Fungsinya DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara
dilengkapi dengan Alat Kelengkapan DPRD yang dibagi menjadi beberapa alat kelengkapan
sesuai dengan pasal 31 ayat (1) Peratruran Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota, dimana alat kelengkapan DPRD tersebut terdiri dari :
1. Pimpinan DPRD;
2. Badan Musyawarah (Banmus);
3. Komisi;
4. Badan Pembentuk Peraturan Daerah (Bapemperda);
5. Badan Anggaran (Banggar);
6. Badan Kehormatan (BK); dan
7. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk berdasArkan rapat paripurna.

Pada pasal 31 ayat (4) ditegaskan bahwa Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan
DPRD dibantu oleh sekretariat dan dapat dibantu oleh kelompok pakar atau tim ahli.

Selain itu pula pada Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 421 ayat (2) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota,
dibentuk kelompok pakar atau tim ahli serta pada Undang Undang Nomor 17 Rahun 2014
tentang MD3 pasal 204 ayat (1) Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas DPRD
kabupaten/kota, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli; ayat (2) Kelompok pakar atau tim
ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan
sekretaris DPRD kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan
kemampuan daerah; dan ayat (3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota
yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota.

Peran Kelompok Pakar/Tim Ahli DPRD sangat penting dalam kaitannya membantu
memberikan masukan dan pendapat sesuai dengan kebutuhan DPRD dalam setiap bidang
menurut disiplin ilmu Kelompok Pakar/Tim Ahli DPRD. Untuk itu perlu disusun Laporan
kinerja berupa Unjuk Kerja Kelompok Pakar/Tim Ahli DPRD sebagai bentuk supporting
bagi Alat Kelengkapan DPRD dalam menjalankan wewenang dan fungsinya.
II. DASAR
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
2. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2019;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif
Pimpinan dan Anggota DPRD;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tentang PEdoman Penyusunan Tata Tertib
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota;
5. Peratura DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata
Tertib DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara;
6. Surat Keputusan Sekrtaris DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor :
188.4/05/KEP.SEKWAN/I/2022 tentang Penetapan Kelompok Pakar dan Tim Ahli
DPRD Kab. Penajam Paser Utara Tahun 2022.

III. PERODESASI LAPORAN


Periodesasi Laporan ini disusun untuk periode Bulan Februari 2022.

IV. TUJUAN
Laporan ini disusun dengan tujuan untuk :
1. Memberikan masukan kepada Alat Kelengkapan DPRD dalam menjalankan wewenang
dan fungsinya;
2. Sebagai bentuk dari unjuk kerja kelompok pakar/Tim ahli DPRD dalam menjalankan
tanggung jawab dan fungsi yang diampuh;

V. KONTEN LAPORAN
Pada bulan Februari 2022 ini Kelompok Pakar / Tim Ahli telah menyusun Laporan
dalam bentuk Legal Opinion, Pembahasan terhadap Hasil Rapat Rapat DPRD, Pendalaman
Materi permasalahan yang berkaitan dengan fungsi dan wewenang kedewanan dan Kajian
terkait dengan Kebutuhan Daerah sesuai dengan perkembangan regulasi.
Adapun Konten Laporan pada bulan Februari 2022 ini terdiri dari 6 (enam) Laporan yang
terdiri dari:

1. Pendampingan RDP Komisi II terkait Bantuan Sosial terhadap Bencana


Kebakaran dan Benccana Lainnya;
2. Legal Opinion terkait Dampak Hukum terhadap anggota DPRD Kabupaten
Penajam Paser Utara atas Tidak Adanya APBD Perubahan Tahun 2021:
3. Legal Opinion terkait Standar Perjalanan Dinas Dalam Negeri;

4. Legal Opinion terkait Dampak Hukum terhadap anggota DPRD Kabupaten


Penajam Paser Utara atas Ketrlambatan Pengesahan APBD Tahun 2022:
5. Implikasi Lahirnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara;
6. Pendampingan RDP Komisi I DPRD Kab. Penajam Paser Utara terkait
Redistribusi Lahan Tahun 2019.

Laporan sebagaimana dimaksud di atas terurai pada lampiran yang menjadi satu kesatuan
dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Laporan Bulanan Unjuk Kerja Kelompok
Pakar/Tenaga Ahli ini.

VI. PENUTUP

Demikian Laporan Bulan Februari 2022 ini disusun sebagai masukan dan legal
opinion bagi pelaksanaan tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD Kabupaten Penajam
Paser Utara pada tahun 2022 sehingga dapat memberikan manfaat serta capaian kinerja
DPRD yang optimal.

Penajam, 28 Febuari 2022


TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan

1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 1 2 7 Indrayani, M.Pd 7 8

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH

3 Samra, SH, M.Hum 3 4 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip 9 10

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH

5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 5 6 11 Wasti Sa’dan, SKM 11

6 Suwandi, SH, MH

Mengetahui : Diterima oleh :


Sekretaris DPRD Kab. Penajam Paser Utara Staf Bagian Umum dan Perlengkapan
Sekretarait DPRD Kab. PPU

DR. H. ANDI SINGKERRU, M.AP ________________________


NIP. 19670402 199403 1 018
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : MARET 2022

TEMA :
RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II TERKAIT
BANTUAN SOSIAL TERHADAP BENCANA
KEBAKARAN DAN BENCANA LAINNYA
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022
TEMA :
RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II TERKAIT BANTUAN SOSIAL
TERHADAP BENCANA KEBAKARAN DAN BENCANA LAINNYA

A. Pendahuluan

Bantuan sosial adalah pemberian bantuan dari Pemerintah Daerah kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat. Sifat bantuan ini, tidak secara terus menerus dan
selektif. Bantuan ini berupa uang atau barang yang pemberiannya disesuaikan dengan
kemampuan keuangan daerah. Tujuannya untuk menunjang pencapaian sasaran program dan
kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan
manfaat untuk masyarakat.

Kebakaran merupakan salah satu peristiwa yang tidak diinginkan dan terkadang tak
terkendali. Oleh karena sifatnya yang membahayakan dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat, maka kebakaran dikatagorikan sebagai salah satu bentuk bencana.
Bencana, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), adalah “peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam, ataupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis”.

Menurut National Fire Protection Association (NFPA) 1600: Standard on


Disaster/Emergency Management and Business Continuity Program, bencana adalah
kejadian dimana sumberdaya, personal atau material yang tersedia di daerah bencana tidak
dapat mengendalikan kejadian luar biasa yang dapat mengancam nyawa atau sumber daya
fisik dan lingkungan.

Landasan hukum terkait dengan bantuan social merujuk pada Peraturan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Perubahan atas Peraturan Menteri Sosial Nomor
04 Tahun 2015 tentang Bantuan Langsung Berupa Uang Tunai Bagi Korban Bencana.
Bantuan langsung yang dimaksudkan adalah bantuan yang diberikan langsung dan dirasakan
langsung oleh seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami
guncangan dan kerentanan sosia akibat bencana agar dapat tetap hidup secara wajar.
Selanjutnya, pemulihan dan penguatan social adalahrangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan melakukan upaya
rehabilitasi, rekonstruksi, relokasi, pendampingan social, dan pendampingan psikososial
untuk memulihkan dan membangun kembali kehidupan baik fisik, mental, dan social para
korban bencana dalam rangka mengembalikan keberfungsian sosialnya.
Potensi penyebab bencana di Indonesia dapat dikelompokan dalam tiga golongan, yaitu:
Bencana alam antara lain yaitu gempa bumi, letusan gunung api, angin topan, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan/lahan, hama penyakit tanaman, wabah, dan kejadian antariksa/
benda-benda angkasa. Bencana non-alam antara lain berupa kebakaran hutan/lahan yang
disebabkan ulah manusia, kecelakaan trasportasi, kegagalan kontruksi atau teknologi,
dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan, dan kegiatan pertambangan. Dan
Bencana sosial terjadi dikarenakan rusak dan kurang harmonisnya hubungan sosial antar
anggota masyarakat yang disebabkan berbagai faktor, baik sosial, budaya, suku, atau
ketimpangan sosial.

Berdasarkan Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah.

B. Permasalahan
Permasalahan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi II terkait bantuan social terhadap
bencana kebakaran dan bencana lainnya adalah sebagai berikut:

1. Bantuan social bencana kebakaran masih ada bantuan dari Pemerintah yang sudah
diselesaikan tetapi tidak sesuai harapan, bahkan ada yang belum sama sekali
dikerjakan.
2. Pada tahun 2020 dalam APBD sudah tertuang DPA melalui BPBD dengan nilai
Rp 3.500.000.000, dilelang dan dikerjakan 20 rumah, dan 1 madrasah Ittidayah,
lalu madrasah diresmikan namun rumah belum digunakan.
3. Lalu pada tahun 2021 ada alokasi Rp 3.500.000.000,- untuk membangun rumah
20 unit lagi yang berhasil dimenangkan Fatahuddin, namun realisasi dilapangan
hanya ada 11 rumah dan hanya pondasi.
4. Serapan tahun 2021 adalah 8,5 %.
5. Ketersediaan rumah dengan jumlah total kebakaran masih selisih sangat jauh,

C. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Rapat Dengar Pendapat Komisi II Terkait Bantuan Social


Terhadap Bencana Kebakaran Dan Bencana Lainnya Oleh Kelompok Pakar Jika Merujuk
Pada Peraturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 Tentang
Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Bantuan Sosial Bagi Korban Bencana, dan
Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah adalah sebagai berikut:

1. Koordinasi kepada PLT Bupati terkait dengan status lahan yang dijadikan tempat
realokasi korban kebakaran/lahan yang dibangun rumah bantuan sosial tersebut
2. Kasus hukum yang dilakukan oleh Pihak Ketiga dalam hal ini Bapak Fatahuddin, segera
diselesaikan sebagaimana mestinya.
3. Merujuk pada peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 28 ayat 1 tentang Besaran
Bantuan Sosial berbunyi “Jumlah Bantuan Sosial untuk masing-masing penerima paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”. Sedangkan yang terjadi dalam
realisasinya, anggaran tersebut senilai Rp 175.000.000,-.
4. Merujuk pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2013
Tentang Bantuan Sosial Bagi Korban Bencana Pada Bab II Pasal 7 dijelaskan bahwa
Bantuan langsung dalam bentuk papan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
terdiri atas : a. relokasi hunian; dan/atau b. hunian sementara.
5. Penyaluran bantuan social yang telah diatur dalam Peraturan Bupati Penajam Paser Utara
Nomor 16 Tahun 2018 semestinya diimplementasikan sebagaimana aturan yang ada,
sehingga permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi saat ini dapat ditangani
secara preventif.
6. Merujuk pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020
Perubahan atas Peraturan Menteri Sosial Nomor 04 Tahun 2015 tentang Bantuan
Langsung Berupa Uang Tunai Bagi Korban Bencana, maka pada penanganan bencana
di Kabupaten Penajam Paser Utara, semestinya ditangani melalui upaya- upaya yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dilapangan. Misalkan, upaya rehabilitasi,
rekonstruksi, relokasi, pendampingan social, dan pendampingan psikososial.
Rehabilitasi yang dimaksud adalah upaya perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai dengan sasaran utama
untuk normalisasi dan pemberdayaan masyarakat diwilayah pasca bencana.

Relokasi adalah pemindahan penduduk dari rawan bencana ke pemukiman baru yang
lebih aman. Sedangkan bantuan bahan bangunan rumah adalah bantuan yang diberikan
untuk merangsang masyarakat/keluarga korban bencana yang rumahnya
mengalamikerusakan akibat peristiwa bencana alam atau bencana social yang tinggal di
daerah rawan bencana alam atau bencana social sehingga perlu di relokasi/rekonstruksi.
7. Seleksi penerima bantuan sebagai upaya menentukan data factual dilapangan sebagai
hasil penilaian pasca bencana untuk dapat digunakan sebagai penentu penerima bantuan
pemulihan social.
8. Penetapan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana
yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, restrukturisasi,
serta rekonstruksi secara adil dan setara.
9. Penetapan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
10. Melakukan penyusunan dan pengolahan data dalam rangka penyusunan
perencanaan/kebijakan dalam upaya penyelamatan, evakuasi, dan penanganan
pengungsi akibat bencana,
11. Melakukan dan mengkoordinasikan penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang
terkena bencana dengan pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik,
12. Mengawasi dan mengkoordinasikan seluruh sumber daya manusia, peralatan, dan
logistik dalam penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, baik dari
pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri

Penajam, 23 Februari 2022

TIM PAKAR / TENAGA AHLI

DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan


1 2 7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH


3 4 9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH


5 6 11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM

6 Suwandi, SH, MH
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022

TEMA :
DAMPAK HUKUM TERHADAP
ANGGOTA DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
ATAS TIDAK ADANYA APBD PERUBAHAN TAHUN 2021
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022
TEMA :
DAMPAK HUKUM TERHADAP
ANGGOTA DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
ATAS TIDAK ADANYA APBD PERUBAHAN TAHUN 2021

A. PENDAHULUAN

Pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dalam pembangunan


daerah dilakukan dengan penyusunan program dan anggaran yang dituangkan dalam
peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang lebih dikenal
dengan sebutan APBD. Secara yuridis pengertian APBD diterangkan dalam Pasal 1 angka
32 Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya, yang
menyatakan bahwa “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.

Dalam perjalannya kadang kala Pemerintah Daerah mengalami kondisi-kondisi yang


mengharuskan dilakukan perubahan APBD. Pasal 316 ayat (1) ayat (2) dan (3) Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya memberikan
gambaran bahwa perubahan APBD dapat dilakukan oleh pemerintah daerah jika terjadi hal-
hal sebagai berikut:

(1) Perubahan APBD dapat dilakukan jika terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit


organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;

c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya


harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan;

d. keadaan darurat; dan/atau

e. keadaan luar biasa.

(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa.

(3) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh) persen.
Meskipun secara yuridis Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk
melakukan perubahan atas APBD yang telah ditetapkan untuk dan hanya satu kali perubahan
dalam satu tahun anggaran, tetapi Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara yang
dalam hal ini diwakili oleh Bupati selaku kepala daerah, tidak mengajukan perubahan APBD
kepada DPRD sehingga untuk APBD Kabupaten Penajam Paser Utara untuk tahun 2021
tidak ada perubahan.

B. PERMASALAHAN

Terkait dengan tidak adanya perubahan APBD Kabupaten Penajam Paser Utara
apakah berdampak hukum kepada DPRD dan atau Anggota DPRD Kabupaten Penajam
Paser Utara?

C. PEMBAHASAN
Secara yuridis bahwa tugas memimpin pelaksanaan pemerintahan daerah termasuk
dalam hal kewenangan pengajuan perubahan peraturan daerah terkait perubahan APBD
kepada DPRD merupakan kewenangan dari Kepala Daerah. Hal tersebut diterangkan secara
jelas dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah beserta perubahannya yang dengan jelas menyatakan bahwa:
(1) Kepala daerah mempunyai tugas:
a. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD;
b. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan
Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta
menyusun dan menetapkan RKPD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
e. mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah
berwenang:
a. mengajukan rancangan Perda;
b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan
oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Secara khusus terkait kewenangan kepala daerah untuk mengajukan perda APBD
kepada DPRD dijelaskan dalam Pasal 317 ayat (1) Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah beserta perubahannya yang dengan tegas menyatakan bahwa:

(1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 316 ayat (1) disertai penjelasan dan dokumen
pendukung kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.

Berdasarkan ketentuan di atas maka nampak jelas bahwa yang memiliki inisiasi
melakukan perubahan atas perda APBD adalah Kepala Daerah. Adapun peran DPRD dan
atau anggota DPRD adalah melakukan pembahasan dan memberikan persetujuan atas
rancangan perubahan perda APBD yang diajukan oleh kepala daerah, yang dibatasi
waktunya yaitu 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir, sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 317 ayat (2) Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
beserta perubahannya yang dengan tegas menyatakan bahwa:

(2) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh DPRD bersama kepala
daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
berakhir.

Lalu adakah implikasinya terhadap DPRD jika tidak ada APBD Perubahan?

Secara yuridis tidak ada implikasinya terhadap DPRD, mengingat bahwa peran DPRD
sesungguhnya adalah menunggu usulan dari Kepala Daerah, jika kepala daerah tidak
mengusulkan maka, resikonya ada pada kepala daerah itu sendiri, yaitu kepala daerah hanya
menggunakan APBD yang ada yang disahkan sebelumnya, atau APBD berjalan. Hal tersebut
sama saja dengan jika usulan Perubahan APBD tidak dibahas dan tidak pula disetujui dan
diputuskan Bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah, maka sikap DPRD yang demikian tidak
pula berimplikasi hukum kepada DPRD. Maka kepala daerah tetap menggunakan dan
mengeluarkan anggaran sesuai APBD berjalan. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 317
ayat (3) Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya
yang dengan tegas menyatakan bahwa:
(3) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda
tentang perubahan APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran yang
dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan.
Jika kemudian kepala daerah menggunakan dan atau membelanjakan anggaran tidak sesuai
dengan APBD dan tidak pula mengajukan perubahan anggaran APBD karena kenyataan ada
perubahan-perubahan yang mengharuskan diajukannya perubahan APBD, maka resiko atau
implikasinya adalah ada pada kepala daerah itu sendiri.

D. KESIMPULAN

Ketidakadanya pengajuan perubahan APBD dari kepala daerah kepada DPRD


untuk APBD tahun 2021, secara substansi tidak ada resiko hukum kepada DPRD,
mengingat peran DPRD terkait perubahan APBD adalah bersifat memberikan persetujuan
setelah adanya pengajuan dari kepala daerah, inisiatif pengajuan atau kewenangan
pengajuan perubahan APBD menurut hukum ada pada kepala daerah dan DPRD hanya
bersifat menunggu. Jika kepala daerah membelanjakan APBD diluar ketentuan APBD
yang sudah disepakati atau APBD yang berjalan, maka resiko hukumnya ada pada Kepala
Daerah itu sendiri.

Penajam, Februari 2022


TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan
7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd
1 2
2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH
9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip
3 4
4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH
11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM
5 6
6 Suwandi, SH, MH
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022

TEMA :
LEGAL OPINIOM TENTANG
STANDAR PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022
TEMA :
LEGAL OPINIOM TENTANG
STANDAR PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI

A. Pendahuluan
Setiap organisasi baik swasta maupun pemerintah pasti memiliki cara dan strategi
dalam mencapai masing-masing tujuan. Tidak hanya bagaimana tujuan tersebut dapat tercapai
namun bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Efektif
menurut Sondang P. Siagian (2001:24) adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
barang dan jasa kegiatan yang dijalankannya, sedangkan Efisien menurut Mulyamah (1987:3)
adalah suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan
yang direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya.
Tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif dan efisien, maka diperlukan strategi
baik internal maupun eksternal. Strategi internal yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
membenahi administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemen kantor
professional. Sedangkan strategi eksternal juga diperlukan untuk meningkatkan keunggulan
bersaing dengan meningkatkan promosi hingga menjalin kerjasama dengan mitra, menghadiri
undangan, rapat, seminar dan lain-lain, karena itu setiap pimpinan atau pegawai pasti akan
melakukan perjalanan dinas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjalanan diartikan
sebagai kegiatan bepergian kesuatu tempat dan dinas diartikan sebagai melakukan tugas atau
kewajiban. Perjalanan dinas menurut Wursanto (2006:209) adalah Perjalanan dinas yang
dilakukan oleh pimpinan suatu lembaga atau perusahaan dalam rangka melaksanakan tugas
kedinasan. Perjalanan dinas dibedakan menjadi beberapa macam ditinjau dari wilayah,
transportasi dan tujuan. Perjalanan dinas dalam negeri adalah perjalanan ketempat kedudukan
baik perseorangan maupun secara bersama yang jaraknya sekurang-kurangnya 5 lima
kilometer dari batas kota. Sedangkan perjalanan dinas luar negeri adalah perjalanan baik
perseorangan maupun secara bersama untuk kepentingan dinas atau negara.

B. Permasalahan
Bahwa Bupati Penajam Paser Utara dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar
Harga Satuan Regional dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang
Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil Dan Pegawai
Tidak Tetap, menetapkan Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 3 Tahun 2021 tentang
Pedoman Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pimpinan Dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pegawai Negeri Sipil, Dan Non Pegawai Negeri
Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah.
C. Isu Hukum
Berdasarkan kasus posisi tersebut diatas, salah satu isu hukum yang mengemuka
didalam Perbub tersebut adalah tidak diaturnya secara terinci satuan harga transportasi darat
perjalanan dinas antar kota luar Provinsi sehingga menjadi pertanyaan Apakah ketentuan
didalam Peraturan Bupati Penajam Paser Utara 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan
Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pimpinan Dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pegawai Negeri Sipil, Dan Non Pegawai Negeri Sipil Di
Lingkungan Pemerintah Daerah yang tidak mengatur secara rigit biaya transportasi darat antar
kota luar Provinsi dapat diatur dengan menentukan nilai nominal tertentu.

D. Analsis Hukum

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga
Satuan Regional, yang merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 51 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Standar harga satuan regional meliputi :
1) Satuan biaya honorarium, satuan biaya perjalanan dinas dalam negeri;
2) Satuan biaya rapat/pertemuan didalam dan luar kantor;
3) Satuan biaya pengadaan kendaraan dinas dan
4) Satuan biaya pemeliharaan.
Standar harga satuan regional sebagai pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dalam Perencanaan Anggaran Standar Harga
Satuan Regional berfungsi sebagai :
1) Batas tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam penyusunan rencana
kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah;
2) Referensi penyusunan proyeksi perkiraan maju dan
3) Bahan perhitungan pagu indikatif anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Sedangkan dalam Pelaksanan Anggaran Standar Harga Satuan Regional berfungsi sebagai

1) Batas tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam pelaksanaan anggaran
kegiatan;
2) Estimasi yang merupakan perkiraan besaran biaya tertinggi yang dapat dilampaui
karena kondisi tertentu, termasuk karena adanya kenaikan harga pasar.
Bahwa berdasarkan Pepres No. 33 Tahun 2020 diatas, Bupati selaku Kuasa Anggaran
dalam menetapkan standar harga satuan biaya perjalanan dinas selalu berpedoman pada
standar harga satuan regional dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas,
kepatutan dan kewajaran dan dalam keadaan tertentu Bupati juga dapat menyimpangi
standar harga satuan regional dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas,
kepatutan dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 60/PMK.02/2021 Tentang
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022. Standar biaya masukan adalah satuan biaya
berupa harga satuan, tarif dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen
masukan kegiatan. Dalam rangka pelaksanaan anggaran Standar biaya masukan berfungsi
sebagai batas tertinggi dan estimasi. Fungsi standar biaya masukan tahun anggaran 2022
sebagai batas tertinggi yang merupakan besaran biaya yang tidak dapat dilampaui
sedangkan fungsi standar biaya masukan tahun anggaran 2022 sebagai estimasi merupakan
besaran biaya yang dapat dilampaui disesuaikan dengan harga pasar dan ketersediaan
alokasi anggaran dengan memperhatikan prinsip ekonomis, efisiensi, efektifitas serta
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Pendapat Hukum
Dengan demikian menurut pendapat kami dengan diundangkannya Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Standar Harga Satuan Regional dan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 60/PMK.02/2021 Tentang Standar
Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022 sebagai berikut :
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Standar Harga
Satuan Regional pada hakekatnya selain memberikan pedoman kepada Bupati selaku
Kuasa Anggaran dalam menetapkan standarisasi satuan biaya perjalanan dinas
dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara, juga masih diberikan
keleluasaan untuk menyimpangi standar harga satuan regional selama itu dibutuhkan
sesuai dengan karakteristik suatu daerah atau kondisi pasar dengan tetap
memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, kepatutan dan kewajaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Bahwa dengan karakteristik suatu daerah dan harga pasar transportasi darat yang tidak
sesuai dengan pedoman Standar Harga Satuan Regional, maka penyimpangan dari
Standar Harga Satuan Regional dapat dilakukan oleh kepada Bupati selaku Kuasa
Anggaran dalam menetapkan Peraturan Bupati tentang satuan biaya perjalanan dinas
tranportasi darat antar kota dalam provinsi dan antar kota luar provinsi;
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 60/PMK.02/2021 Tentang
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022. Bahwa materi muatan dalam
Peraturan Menteri Keuangan ini juga mengatur fungsi standar biaya masukan sebagai
batas tertinggi dan estimasi yang menjadi pedoman dalam menetapkan satuan biaya
berupa harga satuan, tarif dan indeksasi. Bahwa isu hukum mengenai satuan biaya
transportasi darat dari ibu kota Provinsi ke Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang sama
(One Way), telah diatur secara terinci dalam harga satuan rupiah, sebagaimana dalam
Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
60/PMK.02/2021 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022.
4. Bahwa untuk mengakomodir satuan biaya transportasi darat dari ibu kota Provinsi ke
Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang sama (One Way) Bupati Penajam Paser Utara
agar segera melakukan perubahan Peraturan Bupati Penajam Paser Utara 3 Tahun
2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat
Negara, Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pegawai Negeri
Sipil, Dan Non Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah dengan
berpedoman pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
60/PMK.02/2021 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022.
5. Bahwa Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
60/PMK.02/2021 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022 tentang
satuan biaya transportasi darat dari ibu kota Provinsi ke Kabupaten/Kota dalam
Provinsi yang sama (One Way) dapat juga dibaca sebagai satuan biaya transportasi
darat dari ibu kota Provinsi ke Kabupaten/Kota luar Provinsi.

Demikian Laporan Bulanan terkait Legal Opinion singkat ini, disampaikan atas perhatian dan
permaklumannya kami ucapkan terima kasih.

Penajam, Februari 2022


TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan
1 2 7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH


3 4 9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH


5 6 11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM

6 Suwandi, SH, MH
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022

TEMA :
DAMPAK HUKUM TERHADAP ANGGOTA DPRD
ATAS KETERLAMBATAN PENGESAHAN APBD
KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA TAHUN 2022
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022
TEMA :
DAMPAK HUKUM TERHADAP ANGGOTA DPRD ATAS KETERLAMBATAN
PENGESAHAN APBD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA TAHUN 2022

A. PENDAHULUAN

Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia
yang dibentuk pada tahun 2002 berdasarkan Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2002
tentang Pembentukkan Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4182). Penyelenggaraan urusan pemerintahan di
Kabupaten Penajam Paser Utara dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, Bupati selaku kepala daerah bersama


sama dengan DPRD selaku lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah melakukan pembahasan dan penetapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD yaitu rencana
keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah pada setiap tahunnya.
Kepala daerah berdasarkan kewenangannya berkewajiban mengajukan rancangan
peraturan daerah tentang APBD. Ketentuan tersebut secara tegas dinyatakan dalam Pasal
312 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta
perubahannya, menyebutkan bahwa “Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama
rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun
anggaran setiap tahun”. Lebih lanjut kewajiban pengajuan rancangan perda APBD
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 104 ayat (1) menyebutkan bahwa “Kepala Daerah
wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen
pendukung kepada DPRD paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum 1 (satu) bulan tahun
anggaran berakhir untuk memperoleh persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan
DPRD”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 106 ayat (1) menyebutkan bahwa “Kepala Daerah
dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1
(satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun”.
B. PERMASALAHAN

Dalam kenyataanya Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD Kabupaten


Penajam Paser Utara untuk tahun anggaran 2022 mengalami keterlambatan pengesahan,
yaitu baru pada hari Rabu tanggal 15 bulan Desember 2022, Terkait keterlambatan
pengesahan Raperda APBD Kabupaten Penajam Paser Utara tersebut apakah berdampak
hukum (sanksi administrasi) bagi anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara?

C. ANALISIS DAN JAWABAN


Keterlambatan pengesahan APBD Kabupaten Penajam Paser Utara TAHUN 2022,
tidak serta-merta berdampak hukum kepada anggota DPRD, harus dilihat dalam perpektif
proses, bagaimana pengesahan APBD tersebut mengalami keterlambatan pengesahan.
Harus dilihat juga siapa yang salah apakah Kepala Daerah ataukah DPRD sehingga
mengakibatkan keterlambatan Pengesahan APBD tersebut.

Pada prinsipnya setiap kewajiban mengandung makna sanksi jika tidak


dilaksanakan, demikian halnya terkait kewajiban penyelenggara pemerintahan daerah yang
tidak melaksanakan kewajiban, termasuk kewajiban kepala daerah mengajukan rancangan
Perda APBD kepada DPRD sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 311 ayat (1) Undang
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya,
menyebutkan bahwa “Kepala daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD
disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD sesuai dengan
waktu yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh
persetujuan Bersama.”

Adapun sanksi atas kewajiban mengajukan rancangan perda yang tidak


dilaksanakan oleh kepala daerah dinyatakan dalam Pasal 311 ayat (2) Undang Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya, menyebutkan
bahwa “Kepala daerah yang tidak mengajukan rancangan Perda tentang APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa tidak
dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan selama 6 (enam) bulan.”

Jadi jika kepala tidak mengajukan rancangan perda tentang APBD akan dikenakan
sanksi sebagaimana di atur dalam Pasal 311 ayat (2) UU Pemda. Sehingga terkait dengan
pasal ini hanya dikenakan kepada Kepala Daerah saja, tidak menjangkau DPRD dan atau
anggota DPRD.
Lalu bagaimana dengan DPRD? Mengenai peran DPRD dibahas dalam Pasal 311
ayat (1), (20, (3) UU Pemda. Jika DPRD sengaja tidak menyetujui rancangan Perda APBD
dikenakan sanksi administratif. Sebagaimana dengan tegas diatur dalam Pasal 312 (1) dan
ayat (2) UU Pemda, “Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan
Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran
setiap tahun. Selanjutnya Pasal 312 ayat (2) UU Pemda, menyatakan “DPRD dan kepala
daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD sebelum
dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.

Bagaimana jika Kepala Daerah terlambat mengajukan rancangan Perda APBD kepada
DPRD, apakah anggota DPRD juga akan terdampak sanksi administrasi? Maka berlaku
ketentuan Pasal 312 ayat (3) UU Pemda menyatakan “Sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan
APBD disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang
APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pada prinsipnya sanksi administratif dikenakan/dibebankan kepada pihak-pihak


yang melakukan kesalahan baik karena kesengajaan atau kerena kelalaian.
Keterlabatan pengesahan Rancangan Perda tentang APBD Kabupaten Penajam Paser Utara
bukanlah lahir karena faktor kesengajaan atau kelalaian dari DPRD, melainkan dari
Pemerintah Daerah/Kepala Daerah yang terlambat mengajukan Rancangan APBD, yang
secara rinci dapat dikemukakan alasannya sebagai berikut:

1. Pemerintah Daerah baru menyampaikan nota penjelasan tentang RAPBD pada


tanggal 27 November 2021 yang tidak didukung dengan dokumen RAPBD.

2. Adanya ketidaksiapan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam


melakukan tahapan pembahasan bersama Badan Anggaran DPRD hal ini
dibuktikan dengan ketidakhadiran sebagian TAPD saat pembahasan pada
tanggal 29 November 2021.

3. Sampai dengan hari Selasa tanggal 30 November 2021 pukul 14.15 WITA,
TAPD tidak ada pemberitahuan terhadap keberlanjutan pembahasan RAPBD
tahun 2022.

Dengan demikian tidak ada data atau fakta-fakta yang menunjukkan


keterlambatan pengesahan Raperda tentang APBD tahun 2022 ada pada pihak DPRD.
Sehingga benar dan layak berlaku ketentuan Pasal Pasal 312 ayat (3) UU Pemda yang
menyatakan “Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikenakan
kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala
daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari
jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada sisi yang lain sanksi administratif sebagaimana dikemukan dalam Pasal 311
ayat (2) dan Pasal 312 ayat (2) UU Pemda, tidaklah otomatis dikenakan kepada Kepala
Daerah dan atau DPRD, melainkan membutuhkan proses-proses panjang oleh
kementerian dalam negeri dan merupakan upaya yang paling akhir jikalaupun dikenakan
kepada Kepala Daerah dan atau kepada DPRD. yang boleh jadi Kementerian Dalam
Negeri lebih memilih memberikan pembinaan-pembinaan yang lebih bermanfaat dan
lebih baik bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

D. KESIMPULAN.
Keterlambatan pengesahan Raperda APBD Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2022
tidak berdampak hukum/sanksi administratif terhadap anggota DPRD, karena
keterlambatan tersebut bukan karena kesalahan dari pihak DPRD, melainkan karena
sebab keterlambatan pengajuan dari pihak pemerintah daerah/kepala daerah.

Penajam, Februari 2022


TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan
1 2 7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH


3 4 9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH


5 6 11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM

6 Suwandi, SH, MH
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022

TEMA :
IMPLIKASI LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH,
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
KABUPATEN PENJAM PASER UTARA
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KAB. PENAJAM PASER UTARA
PERIODE FEBRUARI 2022
TEMA :
IMPLIKASI LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN
DAERAH, TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN PENJAM
PASER UTARA

I. PENDAHULUAN
Pada tanggal 5 Januari 2022 Presiden Republik Indonesia telah menandatangani
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, selanjutnya disebut UUHKPD, dibentuknya Undang-
Undang HKPD dilatarbelakangi atas beberapa pertimbangan diantaranya adalah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang wilayahnya sangat luas dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Terkait dengan hal tersebut
Pemerintahan Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pada sisi yang lain dalam upaya
untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien, perlu diatur tata
kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang adil,
selaras, dan akuntabel berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Sementara itu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang. Untuk itu sesuai dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang, selanjutnya ketentuan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan dan pelaksanaan
desentralisasi fiskal, sehingga perlu diganti. Demikian juga terhadap Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu disempurnakan
sesuai dengan perkembangan keadaan dan pelaksanaan desentralisasi fi skal, sehingga perlu
diganti.
II. PEMBAHASAN

Dengan dibentuknya UUHKPD pemerintah mencabut beberapa ketentuan


perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan juga Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selain itu juga mencabut
Sebagian dari Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan juga
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selanjutnya mengaturan
mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah serta
mengaturan mengenai retribusi dan pajak daerah mengacu kepada Undang-Undang Nomor
1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah.

Terkait dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan


Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. tentu berimplikasi secara
langsung kepada pemerintah daerah termasuk kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
Penajam Paser Utara, khususnya terkait dengan beragam jenis dan bentuk dari retribusi dan
pajak daerah serta bentuk regulasi di daerah terkait pajak dan retribusi daerah yang
sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, hal yang demikian disebabkan terdapat perbedaan pengaturan terkait
ragam pajak dan retribusi daerah baik kebijakan atas besaran pajak dan tarif retribusi daerah
antara yang sudah diatur dan ditetapkan dengan peraturan daerah dengan yang seharusnya
akan diatur dengan peraturan daerah yang mengacu pada ketentuan undang-undang yang
terbaru.

Dalam UU HKPD dijelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya


disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jenis pajak dan retribusi daerah
diterangkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUHKPD yang menyebutkan bahwa Pajak
yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota terdiri atas:

a. PBB-P2; (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan).


b. BPHTB; (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
c. PBJT; (Pajak Barang dan Jasa Tertentu)
d. Pajak Reklame;
e. PAT; (Pajak Air Tanah).
f. Pajak MBLB; (Mineral Bukan Logam dan Batuan).
g. Pajak Sarang Burung Walet;
h. Opsen PKB; dan (Pajak Kendaraan Bermotor)
i. Opsen BBNKB. (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor)
1. Adapun jenis retribusi yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal
87 UUHKPD, yaitu meliputi:
a. Retribusi umum;
b. Retribusi Jasa Usaha;
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
2. Adapun jenis retribusi umum diatur dalam Pasal 88 ayat (1) meliputi:
a. Retribusi jaasa umum pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi jasa umum pelayanan kebersihan;
c. Retribusi pelayanan jasa parkir ditepi jalan umum;
d. Retribusi jasa umum pelayanan pasar;
e. Retribusi pelayanan pengendalian lalu lintas.
3. Adapun jenis retribusi jasa usaha diatur dalam Pasal 88 ayat (3) meliput:
a. penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat
kegiatan usaha lainnya;
b. penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk
fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat pelelangan;
c. penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan;
d. penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/vila;
e. pelayanan rumah pemotongan hewan ternak;
f. pelayanan jasa kepelabuhanan;
g. pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
h. pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di air;
i. penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah; dan
j. pemanfaatan aset Daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi perangkat Daerah dan/atau optimalisasi aset Daerah dengan tidak
mengubah status kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Adapun jenis Retribusi Perizinan Tertentu diatur dalam Pasal 88 ayat (4) UUHKPD yaitu
meliputi:
a. persetujuan bangunan gedung;
b. penggunaan tenaga kerja asing; dan
c. pengelolaan pertambangan rakyat.
Potensi-potensi pajak dan retribusi sebagaimana dijelaskan dalam UUHKPD tersebut
akan berdampak positif pada peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Penajam Paser
Utara, sepanjang pemerintah daerah benar-benar konsentrasi menyiapkan regulasi yang
dibutuhkan di daerah yang dalam hal ini telah mendapatkan amanah dalam Pasal 94
UUHKPD yaitu regulasi terkait pajak dan retribusi daerah tersebut disusun atau dibentuk
dalam satu peraturan daerah, sehingga bentuk perda terkait pajak dan retribusi menjadi satu
semacam bentuk perda omnibus law artinya perdanya cukup satu dengan judul perda Pajak
dan Retribusi Daerah sedangkan didalamnya berisi beragam jenis pajak dan retibusi daerah.
sebagaimana bunyi Pasal 94 UUHKPD “Jenis Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib
Pajak, Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi, objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan
Pajak, tingkat penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, wilayah pemungutan Pajak,
serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1
(satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah.”

Adapun ketentuan mengenai pajak dan retribusi daerah yang mengacu pada Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diberikan waktu
hingga 2 (dua) tahun masa berlakunya sejah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022
ditetapkan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 187 huruf b UUHKPD yang menyatakan
bahwa “b. Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini;”
hal ini menjadi penting bagi Pemerintah Daerah untuk segera menyiapkan peraturan daerah
terkait pengaturan Pajak dan Retribusi Daerah.

III. KESIMPULAN

Dengan lahirnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD merupakan proses
penyederhanaan regulasi di daerah guna memudahkan terkait dengan peningkatan
Pendapatan Asli Daerah dengan tidak membebani Wajib Paka /Retribusi, untuk itu Kami
memberikan saran dan masukan kepada Pemerintah Daerah melalui DPRD Kabupaten
Penajam Paser Utara untuk :
1. Segera melakukan inventarisasi Perda – Perda yang tekait dengan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah;
2. Melakukan perubahan atau pembentukan perda baru yang merujuk pada Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD sesegera mungkin;
3. Merumuskan potensi-potensi Pajak dan Retribusi yang masih belum terakomodir dalam
Perda terdahulu sehingga dalam pembentukan atau perubahan Perda nantinya tidak
akan tertinggal bagian-bagian penting dalam rangka peningkatan PAD.
IV. PENUTUP

Demikian Laporan ini disampaikan, semoga bermanfaat bagi pembangunan dan


kemajuan Kabupaten Penajam Paser Utara khusunya dalam optimalisasi penggalian
potensi Pendapatan Asli Daerah.

Penajam, 18 Februari 2022

TIM PAKAR / TENAGA AHLI


DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan
1 2 7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH


3 4 9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH


5 6 11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM

6 Suwandi, SH, MH
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR / TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022

TEMA :
RDP KOMISI I DPRD KAB. PENAJAM PASER UTARA
TERKAIT REDISTRIBUSI LAHAN TAHUN 2019
LAPORAN BULANAN
UNJUK KERJA KELOMPOK PAKAR/TIM AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PERIODE : FEBRUARI 2022
TEMA :
RDP KOMISI I DPRD KAB. PENAJAM PASER UTARA
TERKAIT REDISTRIBUSI LAHAN TAHUN 2019

Tahun Sidang : 2022


Masa Persidangan : I
Rapat Ke : -
Sifat : Terbuka
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP)
Dengan : Stakeholder Pemerintah Kab.PPU, Badan Pertanahan Nasional
(BPN) dan Forum Badan Permusyarawatan Desa (BPD)
Kecamatan Sepaku.
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Februari 2022
Pukul : 10.00 Wita
Tempat : Ruang Rapat Lantai III DPRD
Ketua Rapat : H. Andi Muh. Yusup, SH.,MM
Sekertaris Rapat : Sariman, S.Pdi.
Acara : Penyelesaian Program Reretribusi Tanah Tahun 2019.
Kehadiran : 1. Asisten I Setkab PPU.
2. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab.PPU.
3. Kepala Dinas PERKIM Kab.PPU.
4. Kepala BPN Prov. Kaltim.
5. Kepala BPN Kab.PPU.
6. Camat Sepaku.
7. Lurah Mentawir.
8. Lurah Pemaluan.
9. Kepala Desa Wonosari
10. Kepala Desa Argomulyo.
11. Kepala Desa Semoi II.
12. Kepala Desa Binuang.
13. Kepala Desa Sukaraja.
14. Forum Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Kec. Sepaku.
A. PENDAHULUAN
Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai
yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia, baik sejak zaman
dahulu, sekarang, dan untuk masa yang akan datang. Manusia merupakan makhluk yang
hidupnya sangat bergantung pada tanah sebagai sarana atau tempat menjalani dan melanjutkan
kehidupannya, bahkan lebih jauh lagi untuk melanjutkan keturunannya. Sifat ketergantungan
hidup manusia pada tanah menyebabkan manusia berpikir dan berjuang keras untuk
mendapatkan tanah serta memperoleh hak-hak atas tanah demi memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik secara individu maupun secara bersama-sama yang terwujud dalam satu kumpulan atau
dalam suatu masyarakat.
Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk atau masyarakat dengan jumlah dan luas tanah
yang tersedia serta kebutuhan akan penggunaan yang semakin terus meningkat menyebabkan
tanah mempunyai arti yang sangat penting sehingga diperlukan campur tangan Negara dalam
mengatur penggunaan, penguasaan dan pemanfaatan tanah. Hak Negara untuk mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan tanah dirumuskan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yang menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, tersebut kemudian direalisasikan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang kemudian dikenal dengan singkatan resminya UUPA.
Hak Menguasai dari Negara adalah Negara memberi wewenang untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air
dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 1

Dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa:

1. Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak milik,
b. Hak guna-usaha,
c. Hak guna-bangunan,
d. Hak pakai,
e. Hak sewa,
f. Hak membuka lahan,
g. Hak memungut-hasil-hutan,
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas.
Salah satu hak atas tanah yang dapat diberikan kepada setiap warga negara Republik Indonesia
yaitu Hak Milik atas tanah. Dalam Pasal 20 UUPA ditentukan bahwa Hak Milik adalah hak
turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan pasal 6.

Dalam Pasal 22 UUPA ditentukan bahwa:

1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) diatas, hak milik terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
b. Ketentuan Undang-Undang.

Salah satu program pemberian Hak Milik atas tanah oleh Negara melalui Peraturan Pemerintah
adalah melalui Redistibusi tanah. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah objek landreform
oleh pemerintah kepada petani atau petani penggarap yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian
Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian maka tanah-
tanah yang dibagikan melalui Redistribusi adalah tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum,
kepemilikan tanah absentee, tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja, dan tanah- tanah lain
yang dikuasai langsung oleh Negara. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (5) Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, tanah absentee akan diambil oleh Pemerintah dengan
memberikan ganti kerugian kepada bekas pemilik tanah. Tujuan melarang pemilikan tanah
pertanian secara absentee adalah agar hasil yang diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian
besar dapat dinikmati oleh masyarakat perdesaan tempat letak tanah yang bersangkutan. Tanah
absentee yang diambil oleh Pemerintah kemudian dibagikan kepada masyarakat yang
memenuhi syarat untuk menerima tanah yang diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 kemudian ditambah dan diubah menjadi
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian
Ganti Kerugian. Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 ditentukan bahwa mereka yang mendapatkan pengecualian
untuk memiliki tanah secara absentee. Untuk memberi kepastian kepemilikan hak atas tanah
kepada masyarakat di Kecamatan Sepaku, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara
memanfaatkan program Redistribusi tanah sebagai Penguatan Hak Atas Tanah Masyarakat
karena aturan memungkinkan, walaupun tujuan dari Retribusi tanah adalah hanya peruntukan
terhadap tanah-tanah Negara yang berasal dari :

1) Tanah dimiliki oleh orang atau badan hukum yang melebih batas maksimum kepemilikan
atas tanah;
2) Tanah yang kepemilikannya atau pemiliknya tidak berdomisili di Kecamatan tempat objek
tanah berada;
3) Pelepasan Kawasan Hutan menjadi Areal Peruntukan Lain (APL)
4) HGU yang habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang lagi oleh Negara.
Bahwa kemudian program Redistribusi tanah hingga saat ini belum juga selesai karena
terkendala administrasi yang belum lengkap dari Pemerintah sendiri, dan kemudian masyarakat
melalui Forum Badan Permusyarawatan Desa (BPD), meminta kepada DPRD Kab.PPU untuk
difasilitasi dalam Forum RDP dan mengundang pihak-pihak terkait untuk mencari solusi
penyelesaian Redistribusi tanah yang sudah berjalan sejak 2019 dan hingga saat ini belum juga
masyarakat mendapatkan sertifikat ha katas tanah sebagaimana pemerintah yang dahulu
janjikan.

B. POKOK-POKOK PEMBAHASAN
1. Komisi I yang diwakili oleh H. Andi Muh. Yusup, SH.,MM selaku pimpinan rapat dan
sekaligus membuka rapat tentang permasalahan Sertifikasi tanah masyarakat melalui
program Redistribusi tahun 2019 yang hingga sampai saat ini belum selesai dan dalam
sambutannya juga menyampaikan bahwa mudah-mudahan Rapat Dengar Pendapat (RDP)
yang digelar pada saat ini dapat merumuskan masalahnya dan mendapatkan solusi yang
nantinya disampaikan kepada masyarakat yang selama ini mengurus sertifikat tanah melalui
program Redistribusi dari tahun 2019 dan sampai hari saat belum juga ada kepastian kapan
sertifikat yang dimaksud diterbitkan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional.
2. Asisten I Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Bahwa program Redistribusi adalah program yang sangat membantu masyarakat untuk
mendapatkan bukti hak kepemilikan hak berupa Sertipikat hak atas tanah;
b. Bahwa tahun 2019, telah disosialisasikan pendaftaran tanah melalui program Redistribusi
kepada masyarakat dan antusias masyarakat desa dan kelurahan di Kecamatan Sepaku
sangat tinggi dan akhirnya mereka mengikuti program Redistibusi (Redis) tersebut dan
pada akhirnya program Redis ini tidak berjalan sebagaimana semestinya karena adanya
beberapa kendala administrasi dan teknis program Redis tersebut;
c. Bahwa pada tahun 2019 Panitia Penetapan Land Reform (PPL) sudah menetapkan subyek
dan obyek yang telah dibuat dalam dibuatkan Berita Acara;
d. Bahwa keluhan dan menjadi keresahan masyarakat akan permasalahan program Redis
tersebut yang sampai dengan saat ini sertifikat yang ditunggu-tunggu dan kunjung
diterbitkan oleh Pihak BPN.
3. Ketua Forum Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Kecamatan Sepaku menyampaikan
beberapa hal terkait dengan keluhan masyarakat yang disampaikan kepada BPD dimasing-
masing Desa sebagai berikut :
a. Mohon kepada instansi terkait untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang menjadi
kendala program Redis 2019 yang hingga sampai dengan saat ini belum juga masyarakat
mendapatkan sertifikat ha katas tanah sebagaimana yang telah disosialisasikan sebelum
program Redis ini berjalan;
b. Forum BPD berharap rapat hari ini, ada solusi sehingga ada titik terang penyelesaian
program Redis tersebut dan sebagai bahan kami juga untuk menyampaikan dan menjawab
pertanyaan masyarakat;
c. Forum BPD menyampaikan pertanyaan titipan masyarakat bahwa juga program Redis
tersebut bermasalah, maka masyarakat minta dialihkan ke program sertifikasi ha katas
tanah yang lain seperti program PTSL yang terbukti hari sukses dan masyarakat sudah
banyak merasakan manfaat dari program PTSL tersebut;
4. Koordinator Land Reform Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kaltim
menyampaikan hal-hal sebegai berikut :
a. Bahwa kronologis program Redis tahun 2019, adalah semangatnya untuk memberikan
tanah Negara kepada masyarakat yang sama sekali tidak memiliki tanah sehingga dapat
membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, karena natinya tidak
lagi sebagai petani penggarap tetapi sudah betul menjadi petani sejati;
b. Dari mana asal tanah yang akan diberikan Negara kepada Masyarakat antara lain :
5) Tanah dimiliki oleh orang atau badan hukum yang melebih batas maksimum
kepemilikan atas tanah;
6) Tanah yang kepemilikannya atau pemiliknya tidak berdomisili di Kecamatan
tempat objek tanah berada;
7) Pelepasan Kawasan Hutan menjadi Areal Peruntukan Lain (APL)
8) HGU yang habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang lagi oleh Negara.
c. Bahwa pada tahun 2019 program Redis masih sangat memungkinkan sebagai program
penguatan hak atas tanah, karena dulu target Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) tidak berimbang dengan jumlah permintaan pendaftaran hak dengan kuota yang
diberikan Pemerintah;
d. Kemudian mulai tahun 2021 tidak boleh lagi ada program Redis yang berasal dari
Penguatan Hak Atas Tanah Masyarakat.
e. Bahwa diatas tahun 2021 program Redis sumber tanahnya harus berasal dari kelebihan
kepemilikan tanah maksimum, tanah terlantar,dan pelepasan kawasan hutan;
f. Diatas disampaikan kronologis singkat sejarah adanya kegiatan atau program Redis
karena semangatnya Negara ingin mensejahterakan masyarakatnya yang tidak memiliki
tanah atau memiliki tanah tetapi sedikit;
g. Bahwa tahapan Redis berbeda dengan tahapan program lainnya, seperti adanya
penyuluhan di lapangan ditindaklanjuti dengan inventarisasi selanjutnya tim pengukuran
melakukan pengukuran kemudian ditentukan oleh Panitia Pertimbangan land reform yang
dibentuk oleh Bupati dan layak tidaknya untuk di Rediskan ditentukan oleh PPL
h. Program Redis tahun 2019 di Kabupaten Penajam Paser Utara tidak ada Surat Keputusan
Bupati atau SK subyek dan objek yang ditandatangani Bupati;

5. Kasi Penataan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. PPU menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Bahwa mengenai program Redis tahun 2019, BPN Kab.PPU bukan sebagai inisiator,
BPN PPU hanya meneruskan pekerjaan yang ada sebelumnya, dan info sebelumnya yang
kami dapatkan bahwa SK Redis Bupati sudah ada, tetapi setelah diverifikasi dibagian
hukum setkab PPU tidak ada nomornya jadi bisa dibilang SK Bupati tersebut fiktif, dan
BPN PPU tidak bisa berbuat apa-apa karena apa yang mau dikerjakan atau dibuat kalau
data di BPN PPU tidak ada;
b. Terakhir SK Redis Bupati tersebut keluar nomorny saja, dan fisik tidak ada, dan
berdasarkan nomor SK tersebut akhirnya BPN PPU bisa mengerjakan semua.
c. Hasilnya nomor Hak sudah ada tetapi fisiknya belum ada dan ketika dicek di Aplikasi
BPN nomor Hak keluar;
d. Jadi walaupun nomor hak pemagang hak atas tanah sudah ada tetapi fisiknya berupa
sertifikat belum ada;
e. Koordinasi dengan Pemerintah Kab.PPU dan melalui Asisten I sudah menyampaikan
beberapa alternatif diantaranya Bupati mengeluarkan penetapan objek dan Subyek
dengan tanggal mundur tetapi agak susah karena nomor Hak tahun 2019 akhir dan tahun
2020 awal;
f. BPN menawarkan alternatif kedua dengan menggabungkan Redis dangan penyelesaian
1906 sertifikat yang terdaftar di BPN saat ini juga dalam proses;
g. Jadi alternatif kedua menerbitkan PPL yang baru berdasarkan SK PPL 2019 yang telah
diterbitkan dan anggota-anggota sama dengan SK PPL 2019 dan ditandatangani tahun
sekarang oleh Bupati;
h. Anggota-anggota PPL akan melakukan siding PPL lagi sejumlah objek dan subyek yang
tetap ingin dilanjutkan program PTSL atau dilanjutkan program Redis, jadi nanti dari
sidang PPL tersebut akan ditetapkan objek dan subyek dari 1906, berapa banyak yang
ikut program Redis dan yang tidak ikut;
i. Sidang PPL tersebut menentukan, lalu Bupati menerbitkan SKnya jadi alternatifnya kalau
ditanggal mundur semua bisa diterbitkan tetapi kalau tanggal sekarang dilakukan sidang
PPL ulang jadi anggota-anggotanya melakukan sidang ulang;
6. Sekertaris Komisi I DPRD bapak Sariman, S.Pdi., menyampaikan sebagai berikut :
a. Pada prinsipnya masyarakat hanya menginginkan bagaimana mereka mendapatkan
sertifikat hak atas tanah tanahnya soal teknis dan administrasi adalah tugas pihak-pihak
terkait dalam program Redis tersebut;
b. RDP yang kita lakukan saat ini, mulai kelihatan bahwa program Redis yang sampai
dengan saat ini belum juga selesai dan masyarakat belum mendapatkan sertifikat hak atas
tanahnya, sudah mulai ada solusi baik itu dari Pemerintah Kab. PPU maupun dari BPN
Kab. PPU dan kami dari Komisi I mempersilakan mana solusi yang terbaik dan benar
yang kita ambil dalam penyelesaian program Redis tersebut dengan catatan solusi tersebut
nantinya tidak berimplikasi atau berdampak pada pelanggaran hukum;
c. Kita semua tahu bahwa pemerintah tentunya ingin masyarakatnya sejahtera sehingga
untuk mendukung kesejahteraan tersebut negara hadir untuk memberikan hak atas tanah
kepada masyarakat yang tidak memiliki tanah dengan memberikan atau membagi-
bagikan tanah dari tanah negara yang ada sebagaimana disampaikan oleh BPN terdahulu.
Tetapi yang menjadi pertanyaan bahwa program Redis 2019 tersebut tanahnya bukan dari
kelebihan kepemilikan maksimum, tanah bekas HGU, dan tanah hasil pelepasan kawasan
hutan menjadi APL melainkan tanah yang selama ini sudah dikuasai atau dimiliki oleh
masyarakat dan masyarakat juga keberatan dengan adanya stempel merah yang melarang
memindahtangankan sebelum 10 tahun dari penerbitan sertifikat.

C. KESIMPULAN DAN PENUTUP


Bahwa untuk memberikan kepastian hukum akan hak atas tanah, Pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah bertujuan
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Pendaftaran tanah ada dua metode yaitu secara Sistimatis dan Sporadik, untuk pendaftaran
tanah melalui program Redistribusi tanah (Redis) termasuk dalam pendaftaran tanah secara
Sistematis cirinya adalah serentak.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), sampai dengan saat ini masih dirasa kuotanya
masih sangat terbatas dibandingkan dengan permintaan masyarakat, sehingga pemerintah
memperbolehkan pendaftaran tanah melalui program Redis dari tanah yang sudah dimiliki
masyarakat untuk dijadikan penguatan penguasaan hak atas tanah oleh masyarakat, kemudian
pada tahun 2021 program Redis tidak diperbolehkan lagi yang sumber tanahnya diluar
kelebihan kepemilikan maksimum, tanah bekas HGU, dan tanah hasil pelepasan kawasan hutan
menjadi APL.
Untuk memberikan kepastian hukum hak atas tanah masyarakat Sepaku yang tanahnya belum
disertifikasi, Pemerintah Kab.PPU bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kab. PPU, mendaftarkan dan mengikutkan dalam program Redistribusi Tanah pada tahun 2019.
Program Redis tersebut sudah berproses namun dalam prosesnya ada kemunikasi yang kurang
singkron antara BPN Kab.PPU dengan Pemerintah Kab.PPU sehingga mengakibatkan program
Redis hingga saat ini Sertifikat masyarakat belum terbit, sehingga untuk mencari solusi
penyelesaian permasalahan program Redis tersebut Komisi I DPRD Kab. PPU menggelar Rapat
Dengar Pendapat (RDP) dengan memanggil atau mengundang pihak-pihak terkait guna
menggali informasi yang kemudian nantinya menjadi rekomendasi kepada Pemerintah
Kab.PPU untuk kemudian diselesaikan dan masyarakat mendapatkan Sertifikat hak atas
tanahnya.
Demikian laporan Rapat Dengar Pendapat yang disampaikan oleh Kelompok Tim Pakar DPRD
Kabupaten Penajam Paser Utara atas perhatian dan permaklumannya kami ucapkan
terimakasih.

Penajam, 21 Februari 2022


TIM PAKAR / TENAGA AHLI
DPRD KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
No Nama Tanda Tangan No Nama Tanda Tangan
1 2 7 8
1 DR. M. Nadzir, SH, M.Hum 7 Indrayani, M.Pd

2 Drs. Khaeruddin, M.AP 8 Handri Sutrisno, S.Sos, SH


3 4 9 10
3 Samra, SH, M.Hum 9 Anugrah Rachmadani, S.Ip

4 Ir. Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si 10 Fadliansyah, ST, SH


5 6 11
5 Ir. Reno Pratiwi, ST, MT 11 Wasti Sa’dan, SKM

6 Suwandi, SH, MH

Anda mungkin juga menyukai