Anda di halaman 1dari 17

GUBERNUR JAWA BARAT


RANCANGAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
NOMOR TAHUN 2022
TENTANG
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
DI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang


memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat dan negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat serta
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa seluruh pekerja di daerah Provinsi Jawa Barat tanpa
diskriminatif harus mendapatkan jaminan sosial
ketenagakerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah guna
memberikan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak
dan perlindungan terhadap resiko bagi dirinya dan atau
keluarganya demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Di Daerah Provinsi Jawa Barat;
Mengingat : 1. Pasal 28H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal
4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950
tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
3

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3474);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Nomor 4456);
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Nomor 5256);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa ka1i,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6141);
10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Nomor 6573);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Nomor 6649);
12. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang
Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 253);
13. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018
tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1624);
14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Nomor 10 Seri E,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 124);
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 Nomor 6 Seri E, Tambahan
4

Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 166)


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2015 Nomor 15 Seri E, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 192);
16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia Asal Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 246).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT


dan
GUBERNUR JAWA BARAT

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN


SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI DAERAH PROVINSI JAWA
BARAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Jawa Barat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa
Barat.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi.
6. Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
7. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Ketenagakerjaan
yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiunan dan
5

jaminan kematian.
8. Penahapan Kepesertaan adalah tahapan yang dilakukan oleh
pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjaannya
sebagai peserta sesuai program jaminan sosial yang diikuti
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
Ketenagakerjaan.
9. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayat iuran.
10. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan
tenaga kerja atau penyelenggaran negara yang mempekerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan
dalam bentuk lainnya
11. Calon Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut
Calon PMI adalah setiap tenaga kerja Indonesia asal Jawa
Barat yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan
bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang
tenaga kerja.
12. Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI
adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau
telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar
wilayah Republik Indonesia.
13. Keluarga Pekerja Migran Indonesia yang selanjutnya disebut
Keluarga PMI adalah suami, istri, anak, atau orang tua
termasuk hubungan karena putusan dan/atau penetapan
pengadilan, baik yang berada di Indonesia maupun yang
tinggal bersama Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah
Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah
Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan di daerah
provinsi Jawa Barat terdiri atas:
a. Optimalisasi kewenangan, tugas dan fungsi para pemangku
kepentingan;
b. Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial
ketenagakerjaan;
c. Manajemen terpadu penyelenggaraan jaminan sosial
ketenagakerjaan;
6

Pasal 3
Optimalisasi kewenangan, tugas dan fungsi para pemangku
kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:
a. Kewenangan, tugas dan fungsi pemerintah daerah provinsi;
b. Kewenangan, tugas dan fungsi pemerintah daerah
kabupaten/kota;
c. Kewenangan, tugas dan fungsi perusahaan/bisnis/ swasta
dan industri;
d. Kewenangan, tugas dan fungsi masyarakat;
e. Kewenangan, tugas dan fungsi media.

Pasal 4
Perluasan cakupan kepesertaan program jaminian sosial
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:

a. Perluasan cakupan kepesertaan pekerja formal;


b. Perluasan cakupan kepesertaan pekerja informal;
c. Perluasan cakupan kepesertaan pekerja migran;
d. Perluasan cakupan kepesertaan pekerja jasa konstruksi.

Pasal 5
Manajemen terpadu penyelenggaraan jaminan sosial
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:

a. Perencanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan;


b. Pendanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan;
c. Pengorganisasian kelembagaan program jaminan sosial
ketenagakerjaan;
d. Pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan;
e. Koordinasi, kemitraan dan kerjasama program jaminan sosial
ketenagakerjaan;
f. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) terintegrasi
program jaminan sosial ketenagakerjaan;
g. Pemberdayaan muatan budaya dan nilai-nilai kearifan lokal
dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan;
h. Monitoring dan evaluasi program jaminan sosial
ketenagakerjaan;
i. Pelaporan dan pertanggungjawaban program jaminan sosial
ketenagakerjaan;
j. Pembinaan dan pegawasan program jaminan sosial
ketenagakerjaan.

BAB III
KEWENANGAN, TUGAS DAN FUNGSI PEMERINTAH DAERAH
PROVINSI
7

Pasal 6
1) Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam
penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan
sesuai dengan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2) Dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial


ketenagakerjaan Pemerintah Daerah Provinsi memiliki tugas
dan fungsi sebagai berikut :
a. Penyiapan, penyusunan, penetapan regulasi;
b. Sosialisasi, pelaksanaan dan penegakan regulasi;
c. Pengalokasian anggaran dalam APBD;
d. Fasilitasi program;
e. Perluasan cakupan kepesertaan program;
f. Pembinaan dan pengawasan kepesertaan perangkat daerah;
g. Pembinaan dan pengawasan kepesertaan pemerintah
kabupaten/kota/desa/kelurahan;
h. Pembinaan dan pengawasan kepesertaan perusahaaan/
swasta/bisnis/industri skala besar dan menengah;
i. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM)
terintegrasi.
j. Kerjasama dan kemitraan dengan unsur-unsur pentahelix
A-B-C-G-M;
k. Koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait;
l. Pemberdayaan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal daerah;
m. Pemberdayaan peran serta masyarakat.

BAB IV
KEWENANGAN, TUGAS DAN FUNGSI PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN/KOTA

Pasal 7

1) Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam


penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan
sesuai dengan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2) Dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial


ketenagakerjaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki
kewenangan, tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. Penyiapan, penyusunan, penetapan regulasi;
b. Sosialisasi, pelaksanaan dan penegakan regulasi;
c. Pengalokasian anggaran dalam APBD;
8

d. Fasilitasi program;
e. Perluasan cakupan kepesertaan program;
f. Pembinaan dan pengawasan kepesertaan perangkat daerah;
g. Pembinaan dan pengawasan kepesertaan pemerintah
desa/kelurahan;
h. Pembinaan dan pengawasan kepersertaan perusahaaan/
swasta/bisnis/industri skala kecil dan mikro;
i. Kerjasama dan kemitraan dengan unsur-unsur pentahelix
A-B-C-G-M;
j. Koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait;
k. Pemberdayaan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal daerah;
l. Pemberdayaan peran serta masyarakat.

BAB V
KEWENANGAN, TUGAS, DAN FUNGSI
PERUSAHAAN/SWASTA/BISNIS/INDUSTRI

Pasal 9
1) Dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan perusahaan/swasta/bisnis/industri memiliki
kewenangan, tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. Pendaftaran karyawan/pekerja dalam kepesertaan program;
b. Pelaporan perkembangan perusahaan dan
karyawan/pekerja;
c. Penahapan kepesertaan karyawan/pekerja sesuai
perkembangan perusahaan;
d. Pemenuhan kewajiban pembayaran iuran kepesertaan
karyawan/pekerja;
e. Pelaporan kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja,
pensiun dan kematian karyawan/pekerja.

2) Mekanisme pelaksanaan penahapan kepesertaan karyawan/


pekerja oleh perusahaan/swasta/bisnis/ industri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir c diatur kemudian
dalam Peraturan Gubernur.

BAB VI
KEWENANGAN, TUGAS, DAN FUNGSI MEDIA

Pasal 10
1) Dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan media memiliki kewenangan, tugas dan
fungsi sebagai berikut :
a. Peliputan, publikasi serta pengawasan pelaksanaan
program pemerintah daerah provinsi;
b. Peliputan, publikasi serta pengawasan pelaksanaan
program pemerintah daerah kabupaten/kota;
9

c. Peliputan, publikasi serta pengawasan pelaksanaan


program perusahaan/swasta/bisnis/industri;
d. Peliputan, publikasi serta pengawasan pelaksanaan
program pada masyarakat.

2) Mekanisme pelaksanaan peliputan, publikasi dan pengawasan


oleh media sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
kemudian dalam Peraturan Gubernur. (sesuai UU Pers No
40/1999)

BAB VII
KEWENANGAN, TUGAS DAN FUNGSI MASYARAKAT

Pasal 11
1) Dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan masyarakat memiliki kewenangan, tugas dan
fungsi sebagai berikut :
a. Pendaftaran secara mandiri dalam kepesertaan program;
b. Pemenuhan kewajiban pembayaran iuran secara mandiri
dalam kepesertaan program;
c. Pelaporan kasus kecelakaan kerja, pemutusan hubungan
kerja, dan pensiun kepada pihak terkait;
d. Pelaporan pelaksanaan klaim layanan program kepada
pihak yang terkait.

2) Mekanisme pelaksanaan pelaporan oleh masyarakat


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir c dan d diatur
kemudian dalam pedoman atau petunjuk pelaksanaan.

BAB VIII
PERLUASAN CAKUPAN KEPESERTAAN PEKERJA FORMAL
Pasal 12
1) Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada pekerja formal diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan bukan penyelenggara negara untuk
pekerja penerima upah.

2) Perluasan cakupan kepesertaan oleh penyelenggara negara


sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan kepada Non
ASN yang bekerja pada lingkungan pemerintahan, dengan
mengikuti mekanisme penahapan dan kondisi kemampuan
keuangan daerah.

3) Perluasan cakupan kepesertaan oleh bukan penyelenggara


negara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan
kepada pekerja berdasarkan perjanjian kerja atau kontrak,
dengan mengikuti mekanisme penahapan dan kondisi
perusahaan.
10

4) Mekanisme pelaksanaan perluasan cakupan kepesertaan dan


penahapan kepesertaan program sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur kemudian dalam Peraturan
Gubernur.

BAB IX

PERLUASAN CAKUPAN KEPESERTAAN PEKERJA INFORMAL

Pasal 13

1) Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial


ketenagakerjaan pada pekerja informal diselenggarakan selain
oleh penyelenggara negara dan bukan penyelenggara negara
untuk pekerja bukan penerima upah.

2) Perluasan cakupan kepesertaan oleh selain penyelenggara


negara dan bukan penyelenggara negara sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) diberikan kepada pekerja di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja yang di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri yang bukan menerima
gaji atau upah berdasarkan mekanisme penahapan.

3) Dalam hal pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja


mandiri, dan pekerja yang di luar hubungan kerja atau pekerja
mandiri yang bukan menerima gaji atau upah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) berada dalam kondisi rentan secara
ekonomi, maka Pemerintah Daerah Provinsi dan/atau
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat memberikan fasilitasi
bantuan untuk pembayaran iuran program jaminan sosial
dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah.

4) Mekanisme pelaksanaan perluasan cakupan kepesertaan dan


mekanisme penahapan kepesertaan program sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur kemudian dalam
Peraturan Gubernur.

BAB X

PERLUASAN CAKUPAN KEPESERTAAN PEKERJA MIGRAN


ASAL DAERAH JAWA BARAT

Pasal 15

1) Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial


ketenagakerjaan pada pekerja migran diselenggarakan oleh
BPJS Ketenegakerjaan.

2) Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial


sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diberikan kepada
pekerja migran dan/atau calon pekerja migran asal daerah
11

Provinsi Jawa Barat berdasarkan mekanisme penahapan.

3) Mekanisme pelaksanaan perluasan cakupan kepesertaan dan


mekanismen penahapan kepesertaan program jaminan sosial
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
kemudian dalam Peraturan Gubernur.

BAB XI

PERENCANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL


KETENAGAKERJAAN

Pasal 16

1) Perencanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan


dilaksanakan dengan pendekatan politis, top down, bottom-up,
partisipatif dan teknokratis.

2) Perencanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan


sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dituangkan dalam
dokumen Rencana Aksi Daerah dengan memperhatikan
dokumen RPJMD.

3) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota wajib menyusun dokumen Rencana Aksi
Daerah untuk periode perencanaan jangka waktu 5 (lima)
tahun.

4) Perencanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan


sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dibahas dalam Forum
Group Discussion (FGD) dan/atau Forum Organisasi Perangkat
Daerah (Forum OPD) dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

BAB XII

PENDANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL


KETENAGAKERJAAN

Pasal 17

1) Pendanaan untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan


dapat bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa);
dan/atau
d. Pendanaan Corporate Social Responsibility (CSR);
e. Sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
12

2) Berdasarkan kemampuan keuangan Daerah, provinsi dan atau


kabupaten/kota menyelenggarakan pendanaan untuk
melaksanakan program jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai
kewenangannya dan dialokasikan dalam APBD masing-
masing daerah sesuai peraturan perundangan – undangan
yang berlaku.

3) Pendanaan untuk melaksanakan program jaminan sosial


ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
melalui mekanisme pembahasan forum musrenbangprov yang
selaras dengan Dokumen Rencana Aksi Daerah.

4) Proses pengusulan pendanaan untuk melaksanakan program


jaminan sosial ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan oleh masing-masing perangkat daerah
terkait melalui Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD)
setelah berkonsultasi dengan perangkat daerah pelaksana
urusan perencanaan pembangunan daerah provinsi.

5) Tatakelola pendanaan untuk melaksanakan program jaminan


sosial ketenagakerjaan melalui belanja APBD provinsi dan atau
APBD Kabupaten/Kota harus taat kepada ketentuan peraturan
pengelolaan keuangan daerah yang berlaku.

BAB XIII

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL


KETENAGAKERJAAN

Pasal 18

1) Gubernur menugaskan perangkat daerah provinsi yang terkait


sebagai pelaksana program jaminan sosial ketenagakerjaan
melalui Peraturan Gubernur.

2) Bupati/Walikota menugaskan perangkat daerah


kabupaten/kota yang terkait sebagai pelaksana program
jaminan sosial ketenagakerjaan melalui Peraturan
Bupati/Walikota.

3) Dalam melaksanakan program jaminan sosial ketenagakerjaan


sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dan ayat (2), perangkat
daerah provinsi, perangkat daerah kabupaten/kota terkait
harus mengacu pada Dokumen Rencana Aksi Daerah masing-
masing.
13

BAB XIV

PENGORGANISASIAN KELEMBAGAAN PROGRAM


JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

Pasal 19

1) Untuk menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan program


jaminan sosial ketenagakerjaan pada masing-masing daerah
dibentuk Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dan/atau Tim
Koordinasi tingkat kabupaten/kota.

2) Tim Koordinasi Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam


ayat (1) melaksanakan koordinasi program jaminan sosial
ketenagakerjaan sesuai dengan rincian tugas masing-masing
dengan mengacu Dokumen Rencana Aksi Daerah dan
pedoman/petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan.

3) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi ditetapkan dengan


Keputusan Gubernur.

4) Tim Koordinasi Daerah tingkat kabupaten/kota ditetapkan


dengan Keputusan Bupati/Walikota.

5) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten


melaksanakan rapat koordinasi sekurang-kurangnya 2 (dua)
kali dalam setahun.

BAB XV

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL


KETENAGAKERJAAN

Pasal 20

1) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dan/atau


kabupaten/kota wajib melakukan monitoring dan evaluasi
atas pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan
pada masing-masing daerah sekurang-kurangnya satu kali
setiap triwulan dengan melibatkan perangkat daerah yang
melaksanakan fungsi pengawasan di daerah.

2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksudkan pada


ayat (1) menjadi bahan masukan, rekomendasi, dan pelaporan
tentang penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada masing-masing daerah.

3) Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dimaksudkan


pada ayat (2) maka Tim Koordinasi Daerah melakukan
penyusunan laporan penyelenggaraan program jaminan sosial
14

ketenagakerjaan pada masing-masing daerah untuk


disampaikan kepada Kepala Daerah masing-masing.

BAB XVI

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PROGRAM


JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

Pasal 21

1) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dan/atau tingkat


kabupaten/kota wajib menyusun laporan penyelenggaraan
program jaminan sosial ketenagakerjaan pada masing-masing
daerah yang mencakup laporan triwulanan, laporan
semesteran dan laporan akhir tahun, untuk disampaikan
kepada Kepala Daerah.

2) Berdasarkan kompilasi seluruh laporan penyelenggaraan


program jaminan sosial ketenagakerjaan pada masing-masing
daerah, maka Tim Koordinasi Daerah menyusun Laporan
Tahunan penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada masing-masing daerah untuk
disampaikan kepada Kepala Daerah Gubernur sebagai bentuk
pertanggungjawaban.

3) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dan Tim Koordinasi


Daerah tingkat kabupaten/kota wajib melakukan harmonisasi
dan sinergitas dalam rangka penyusunan Laporan Laporan
Tahunan penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan di daerah.

BAB XVII

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PROGRAM JAMINAN SOSIAL


KETENAGAKERJAAN

Pasal 22

1) Dalam rangka mendukung fungsi pendataan secara eletronik,


monitoring dan evaluasi serta pelaporan penyelenggaraan
program jaminan sosial ketenagakerjaan Tim Koordinasi
Daerah tingkat provinsi dapat mengembangkan Sistem
Informasi Manajemen Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Terintegrasi.
15

2) Dalam rangka standarisasi, integrasi dan kesatuan sistem,


aplikasi dan database Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi
menetapkan pedoman/petunjuk pelaksanaaan/ petunjuk
teknis sistem yang harus diacu oleh kabupaten/kota;

3) Tim Koordinasi Daerah tingkat provinsi dapat memberikan


fasilitasi, konsultasi dan bimbingan teknis yang dibutuhkan
oleh kabupaten/kota dalam rangka pengembangan Sistem
Informasi Manajemen di kabupaten/kota.

BAB XVIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Penyelenggara Negara
Pasal 23
Penyelenggara Negara yang tidak melaksanakan ketentuan
ketentuan Pasal 12 ayat (2) dikenakan sanksi administratif sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang disiplin
Pegawai Negeri Sipil.

Bagian Kedua
Perusahaan/Swasta/Bisnis/Industri
Pasal 24
1) Perusahaan/Swasta/Bisnis/Industri yang tidak
melaksanakan ketentuan ketentuan Pasal 12 ayat (3)
dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2) Sanksi administratif yang dikenakan kepada Perusahaan/


Swasta/ Bisnis/ Industri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pembekuan izin untuk jangka waktu tertentu;
d. pencabutan izin; dan
e. denda administratif.

3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
membidangi urusan pemerintahan bidang tenaga kerja
bersama-sama dengan Perangkat Daerah yang membidangi
urusan perizinan, dan Satuan Polisi Pamong Praja.

4) Pengaturan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi


administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Peraturan Gubernur.
16

Bagian Ketiga
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI)
Pasal 25

1) P3MI yang tidak melaksanakan ketentuan ketentuan Pasal 15


ayat (2) dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku

2) Sanksi administratif yang dikenakan kepada P3MI


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pembekuan izin untuk jangka waktu tertentu;
d. pencabutan izin; dan
e. denda administratif.
3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
membidangi urusan pemerintahan bidang tenaga kerja
bersama-sama dengan Perangkat Daerah yang membidangi
urusan perizinan, dan Satuan Polisi Pamong Praja.

4) Pengaturan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi


administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XIX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 26
1) Gubernur dan/atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan
terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan di daerah masing-masing.
2) Gubernur dan DPRD Provinsi melaksanakan pengawasan
terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada tingkat provinsi.
3) Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota melaksanakan
pengawasan terhadap penyelenggaraan program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada tingkat kabupaten/kota.

BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Sejak saat diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka


ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh peraturan-peraturan
sebelumnya masih dinyatakan tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
17

BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat.

Ditetapkan di Bandung
pada tanggal

GUBERNUR JAWA BARAT,

MOCHAMAD RIDWAN KAMIL

Diundangkan di Bandung
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI


JAWA BARAT,

SETIAWAN WANGSAATMAJA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2021 NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT:

Anda mungkin juga menyukai