badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa
yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal.
Menurut data Kemenkes 2020, angka stunting di Indonesia pada tahun 2019
mencapai 27,67% dimana angka tersebut masih diatas batas ambang yang
ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
yaitu 20%. Hal ini patut menjadi perhatian yang serius karena ini berkaitan erat
dengan kualitas Sumber Daya Manusia suatu negara.
Lalu sebagai bagian dari masyarakat intelektual, mahasiswa harus bisa ikut
berkonstribusi untuk mensolusikan masalah ini. Mahasiswa adalah bagian dari
masyarakat Perguruan Tinggi, dimana Hatta pernah mengatakan “salah satu tugas
perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila dan demokrat yang memiliki
keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya.” Jadi secara moral
mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial untuk mencari dan membela kebenaran
ilmiah kemudian mempraksiskannya kepada masyarakat.
Peran kedua adalah peran tidak langsung. Disebut tidak langsung karena
memang hal yang akan disolusikannya bukan hilir dari masalah stunting, layaknya
peran pertama. Peran ini dapat dilakukan oleh mahasiswa karena implikasi dari
posisinya dalam piramida sosial, yakni middle class. Dari posisinya tersebut
mahasiswa memiliki fungsi kontrol sosial atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Maka
dalam hal ini mahasiswa dapat berperan sebagai penyampai aspirasi masyarakat
dan juga pengingat pemerintah atas tanggung jawabnya untuk mensejahterakan
masyarakat, sesuai dengan amanah konstitusi.