Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia pada saat ini telah berada pada ambang yang mengkhawatirkan akan
segera terjadi ketidakseimbangan antara populasi manusia yang bertumbuh terus
dengan sumber pangan yang menghidupinya justru semakin berkurang terus. Betapa
tidak, area pertanian sebagai pangan yang masih ditemui hari ini, belum tentu besok
masih ada. Tahun depan terlihat sudah berubah menjadi kompleks pemukiman baru,
yang semakin menyempitkan area pangan. Peristiwa alih fungsi lahan “sumber
pangan” menjadi “pemukiman” terjadi secara terus menerus di seluruh kota besar dan
kecil, bahkan sampai pelosok pedesaan.
Jika populasi manusia bertambah terus, sementara area pangan sebagai sumber
kehidupan manusia menurun terus, maka tentu pada akhirnya akan terjadi
ketidakseimbangan seperti yang telah diperingatkan oleh Malthus lebih 200 tahun lalu
melalui teori dua hukum alamnya. Teknologi boleh saja berkembang dengan pesat ke
segala arah, tetapi apalah artinya semua itu apabila manusia sebagai pengguna
menderita kelaparan dan kematian massal yang mengerikan. Bagian paling klasik dari
teori kependudukan dikenal dengan nama Teori Malthusian.
Dalam teori tersebut, Malthus menganggap bahwa jumlah penduduk
senantiasa bertambah banyak sementara pertumbuhan produksi tidaklah banyak
sehingga salah satu solusi terbaik adalah adanya pengendalian jumlah penduduk.
Malthus sangat khawatir terhadap dampak dari pertambahan penduduk terhadap
ekonomi walaupun sebetulnya bisa menjadi asumsi bahwa pertambahan penduduk
akan memicu proses industrialisasi.
Namun hal ini tidaklah relevan bila penerapan teori ini diterapkan di negara-
negara terbelakang karena berbeda sekali kondisinya dengan negara-negara maju.
Kurangnya modal sementara jumlah penduduk melimpah menjadi kesulitan tersendiri
dalam mengatur perekonomian yang ada. Karena itu pertumbuhan penduduk benar-
benar dianggap sebagai hambatan pembangunan ekonomi. Kondisi yang demikian ini
terjadi juga di negara Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan teori kependudukan Malthus?
2. Bagaimana dasar pemikiran lahirnya teori kependudukan Malthus?
3. Bagaimana peranan teori kependudukan Malthus terhadap ilmu sosial?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori kependudukan Malthus?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi mengenai teori kependudukan Malthus
2. Untuk mengetahui dasar pemikiran dari lahirnya teori kependudukan Malthus
3. Untuk mengetahui peranan teori kependudukan Malthus terhadap ilmu sosial

1
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori kependudukan Malthus

D. MANFAAT
1. Agar mahasiswa memahami definisi dari teori kependudukan Malthus
2. Agar mahasiswa memahami dasar pemikiran dari lahirnya teori kependudukan
Malthus
3. Agar mahasiswa memahami peranan teori kependudukan Malthus terhadap
ilmu sosial
4. Agar mahasiswa memahami kelebihan dan kekurangan teori kependudukan
Malthus

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI TEORI MALTHUS
Teori Kependudukan Malthus adalah teori yang mengusulkan bahwa pada
sebagian besar sejarah manusia, pendapatan sering kali stagnan karena inovasi dan
kemajuan teknologi hanya menambah jumlah penduduk, daripada peningkatan
standar kehidupan.
Thomas Robert Malthus, seorang pakar demografi Inggris dan ekonom politik
yang paling terkenal karena pandangannya yang pesimistik namun sangat
berpengaruh tentang pertambahan penduduk.
Ia menyatakan dua hukum alam yakni pertumbuhan populasi mengikuti deret
ukur (secara geometris), dan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung (secara
aritmatika). Bagaimanakah sebenarnya Malthus dalam gagasannya menentukan angka
deret ukur dan deret hitungnya? Deret ukur populasi nampaknya sesuai dengan
kecenderungan pertumbuhan populasi pada zaman Malthus yang rata-rata keluarga
memang beranak banyak. Malthus sendiri bersaudara sebnayak 8 orang, dan Godwin
sahabat karibnya bersaudara sebanyak 11 orang. Karena itu, walaupun masih kurang
cermat, logika Malthus yang mematok pertumbuhan populasi dua kali lipat setiap 25
tahun rasanya masuk akal dan dapat diterima.
Akan tetapi, bagaimakah Malthus dalam gagasannya menentukan angka-angka
pangannya? Mengapa beliau memilih deret hitung yang begitu lambat terhadap deret
ukur yang mewakili populasi? Adakah hubungan “sebab akibat” kedua deret tersebut?
Apa landasan filosofisnya sehingga beliau menyebutnya hokum alam? Dan seteretan
pertanyaan lainnya lagi. Terus terang, pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak dapat
terjawab secara tuntas dan tepat karena terbukti sejak teori “dua hukum alam” itu
digagas lebih 200 tahun silam, tidak seorangpun yang mampu memberikan penjelasan
yang memadai, kecuali meninggalkan jejak pro-kontra yang tidak berujung hingga
saat ini.
Terlepas dari setuju atau tidak, deret pangan Malthus secara logika bias saja
didasarkan pada fakta bahwa:
a. Pangan dihasilkan dari tanah. Semakin luas tanah yang dimiliki seseorang,
semakin melimpah persediaan pangannya.
b. Jika tanah pertanian yang luas itu dibagi-bagikan kepada anak mereka sebagai
pewaris kelak, maka tanah pertanian yang luas itu akan berkurang.
c. Selanjutnya, tanah yang dimiliki pewaris pertama ini diteruskan ke pewaris
berikutnya, akan semakin menyempitlah luas tanah yang dimiliki sang
pewaris. Akibatnya persediaan pangannya semakin menurun, atau setidak-
tidaknya produksi pangan yang dihasilkan tidak dapat naik secepat
pertumbuhan populasi.

3
Jika menyimak dari logika ini maka mestinya Malthus membuat deret pangan
yang menurun, namun malahan memilih tetap naik dengan kecepatan pertambahan
kenaikan yang sangat lambat yaitu deret hitung dibandingkan dengan kecepatan
pertambahan populasi yaitu deret ukur. Nampaknya Malthus tidak cukup alasan
menetapkan angla-angka kedua deretnya sehingga ia memilih “bersembunyi” dengan
mengatasnamakan “hukum alam”. Perlu diketahui bahwa sebenarnya hasil produksi
pangan yang dihasilkan tanah, bukan hanya ditentukan oleh luasnya tanah saja,
melainkan terdapat faktor lain yang turut menentukan besar kecilnya hasil produksi,
seperti tingkat kesuburan, tingkat teknologi pertanian dan lain-lain. Sejumlah tanah
yang luasnya sama, tetapi berbeda tingkat kesuburannya, atau berbeda tingkat
teknologi yang digunakan untuk mengelolanya, akan menghasilkan produksi pangan
yang berbeda.

Marilah menulis deret “dua hukum alam” Malthus ini kembali:

Deret ukur populasi : 𝐷𝑢 = 1, 2, 4, 8, 16, 32, … (deret geometris) (2, 1)

Deret hitung pangan : 𝐷ℎ = 1, 2, 3, 4, 5, 6, … (deret aritmatika) (2, 2)

Perhatikan bahwa dengan hanya melihat dua deret ini keseimbangan populasi
dengan pangan hanya terjadi pada dua suku pertama saja. Ketidakseimbangan mulai
terjadi pada suku ketiga yang semakin membesar pada suku-suku deret berikutnya.
Malthus menenkankan adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan antara populasi
yang cepat dan pangan yang lambat. sehingga pada akhirnya terjadi kesenjangan.

Kesenjangan terjadi bukan karena angka suku deret populasi lebih besar dari
angka suku deret pangan. Angka suku-suku dari dua deret tidaklah sama maknanya
sebab berbeda variable yang diwakilinya. Angka 1 pada deret populasi tidak bisa
dimaknai sama dengan angka 1 pada deret pangan. Demikian juga angka 2 pada suku
kedua. Karena itu, jika variabelnya disertakan maka deret populasi dan deret pangan
Malthus menjadi:

𝐷𝑢 = 1𝐺0 , 2𝐺0 , 4𝐺0 , 8𝐺0 , 16𝐺0 , 32𝐺0 , … (deret geometris) (2, 3)

𝐷𝑢 = 1𝑀0 , 2𝑀0 , 3𝑀0 , 4𝑀0 , 5𝑀0 , 6𝑀0 , … (deret aritmatika) (2, 4)

Karena 𝑀0 ≠ 𝐺0 yang dapat saja 𝑀0 ≫ 𝐺0 atau 𝑀0 sangat berlimpah terhadap


𝐺0 , maka menjadi relatif pada suku deret keberapa kedua deret sama atau titik
permulaan terjadinya krisis pangan.

2. DASAR PEMIKIRAN LAHIRNYA TEORI KEPENDUDUKAN MALTHUS


Pandangan-pandangan Malthus umumnya dikembangkan sebagai reaksi
terhadap pandangan-pandangan yang optimistik dari ayahnya dan rekan-rekannya,
terutama Rousseau. Esai Malthus juga dibuat sebagai tanggapan terhadap pandangan-
pandangan Marquis de Condorcet.

4
Dalam An Essay on the Principle of Population (Sebuah Esai tentang Prinsip
mengenai Kependudukan), yang pertama kali diterbitkan pada 1798, Malthus
membuat ramalan yang terkenal bahwa jumlah populasi akan mengalahkan pasokan
makanan, yang menyebabkan berkurangnya jumlah makanan per orang. (Case & Fair,
1999: 790). Ia bahkan meramalkan secara spesifik bahwa hal ini pasti akan terjadi
pada pertengahan abad ke-19, sebuah ramalan yang gagal karena beberapa alasan,
termasuk penggunaan analisis statisnya, yang memperhitungkan kecenderungan-
kecenderungan mutakhir dan memproyeksikannya secara tidak terbatas ke masa
depan, yang hampir selalu gagal untuk sistem yang kompleks.

3. KETERKAITAN TEORI MALTHUS DENGAN UPAYA PEMERINTAH


DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
Usaha dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk
adalah dengan giat melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian. Usaha ini
dilakukan baik melalui perluasan tanah pertanian yang ada (ekstensifikasi) maupun
meningkatkan produksi per hektarnya (intensifikasi).
Indonesia tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau
dengan luas areal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000
hektar, meskipun sesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965.
Pada tahun 1973 produksi padi dengan Bimas telah mencapai 52 kuital per hektar dan
dengan Inmas 40 kuintal per hektar.
Adapun program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam Pola Umum
Pelita Ktiga (Lihat GBHN, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain:
“Program transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan
tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian baru
dalam rangka pembangunan daerah khususnya di luar Jawa, yang dapat menjamin
taraf hidup para transmigran, dan taraf hidup masyarakat sekitar”.
Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam mencegah
dan mengatur kelahiran. Pemerintah melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasionak (BKKBN) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan
kontrasepsi. Setiap desa dan kota Petugas Lapang KB siap membantu keluarga-
keluarga yang ingin memasuki program KB.

4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI KEPENDUDUKAN MALTHUS


Kelebihan
a. Revolusi pertanian ( green revolution) seperti: bibit unggul, varitas baru,
insektisida/obat hama, pupuk dan perangsang tumbuh, managemen usaha,
telah meningkatkan produksi pertanian/perikanan/peternakan secara berlipat
ganda dalam waktu yang singkat,
b. Ditemukan tanah tanah baru (benua baru: Amerika dan Australia) dikemudian
hari memberikan peluang bagi usaha petanian melakukan ekstensifikasi
sekaligus intensifikasi di lahan lahan pertanian yang baru sehingga produksi
total pangan dunia meningkat dengan cepat,

5
c. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi memungkinkan pengiriman
bahan pangan di wilayah wilayah yang menghadapi kelaparan dapat dengan
cepat dilakukan sehingga kelaparan penduduk di suatu wilayah dapat
dihindari secara cepat dan tepat.

Kekurangan
a. Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.
b. Malthus terlalu menekankan keterbatasan persediaan tanah meskipun dia
adalah salah seorang penganjur industrialisasi dan penggunaan tanah secara
lebih efisien. Kenyataan dalam setelah Malthus menunjukkan bahwa
perbaikan teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk buatan, pemakaian
pestisida, dan irigasi yang efisien menghasilakan peningkatan produktivitas.
c. Dia kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi
unggul dan industrialisasi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada
peningkatan tingkat hidup.

6
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Perangkat Malthus adalah teori yang mengusulkan bahwa pada sebagian besar
sejarah manusia, pendapatan sering kali stagnan karena inovasi dan kemajuan
teknologi hanya menambah jumlah penduduk, daripada peningkatan standar
kehidupan.
2. Pandangan-pandangan Malthus umumnya dikembangkan sebagai reaksi
terhadap pandangan-pandangan yang optimistik dari ayahnya dan rekan-
rekannya, terutama Rousseau.
3. Disamping itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau
perbaikan persoalan penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu
kependudukan sekarang ini. Doktrin Malthus juga punya akibat penting
terhadap teori ekonomi.
4. Terdapat masing-masing 3 kelebihan dan kekurangan teori kependudukan
Malthus.

B. SARAN
Demikianlah makalah teori kependudukan Malthus ini yang dapat kami
paparkan. Besar harapkan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak.
Karena keterbatsan pengen referensi, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kiritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

7
DAFTAR PUSTAKA

Kasau, Matius Irsan. (2018). Penemuan Teori Demografi Baru : Teori Umum Populasi
dan Pangan. Makassar: Celebes Media Perkasa.

Malthus, Thomas Robert. (1826). An Essay on the Principle of Population. London:


Electronic Scholarly Publishing Project.

Munir, Rozy dan Budiarto. (1986). Teori-Teori Kependudukan. Jakarta: Bina Aksara

Anda mungkin juga menyukai