Referat Jiwa Muh. Almutaali B (11120212115)
Referat Jiwa Muh. Almutaali B (11120212115)
Dyspareunia
OLEH
MUHAMMAD ALMUTAALI BASRI
111 2021 2115
PEMBIMBING
dr. Uyuni Azis, M.Kes, Sp.Kj
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Referat ini dengan judul “Dyspareunia” sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa.
Selama persiapan dan penyusunan Referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,
saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya Referat ini dapat
terselesaikan serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Referat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan Referat ini. Saya berharap sekiranya Referat ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
1
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1 Definisi.............................................................................................................4
2.2 Etiologi.............................................................................................................4
2.3 Epidemiologi...................................................................................................5
2.4 Gejala Klinis....................................................................................................6
2.5 Diagnosis.........................................................................................................7
2.6 Tatalaksana.....................................................................................................8
2.7 Pencegahan..................................................................................................10
2.8 Prognosis......................................................................................................11
BAB III...........................................................................................................................12
KESIMPULAN...............................................................................................................12
BAB I
2
PENDAHULUAN
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dispareunia berasal dari kata Yunani kuno yang berarti sulit kawin
atau menikah (difficult mating) atau jodoh yang buruk apapun
penyebabnya, “pasangan buruk yang tidak selalu serasi/harmonis”. Istilah
dyspareunia dahulu pernah dipakai di Inggris hanya untuk mengacu ke
nyeri senggama dengan penyebab organik.
Dispareunia adalah keadaan nyeri pada waktu hubungan seksual,
dapat terjadi pada pria maupun Wanita. Dispareunia didefinisikan sebagai
nyeri genital berulang atau persisten yang berhubungan dengan
hubungan seksual dan dapat terjadi pada pria atau wanita. Ini paling
sering terjadi pada wanita dan dapat memengaruhi kesehatan,
kepercayaan diri, hubungan, kualitas hidup, dan produktivitas kerjanya. Ini
bisa menjadi gangguan seksual atau komponen dari gangguan nyeri yang
kompleks.
2.2 Etiologi
4
Etiologi dispareunia dalam terkait endometriosis juga dapat
disebabkan oleh faktor spesifik endometriosis atau kontributor tidak
langsung seperti disfungsi kandung kemih/dasar panggul. Pada wanita
terlepas dari stadium endometriosis, keparahan dispareunia dalam sangat
terkait dengan nyeri kandung kemih/dasar panggul dan sindrom nyeri
kandung kemih, terlepas dari faktor spesifik endometriosis, yang
menunjukkan peran mekanisme nyeri myofascial atau sensitisasi pada
beberapa wanita dengan dispareunia.
Penyakit dermatologis seperti lichen planus, lichen sclerosis, dan
psoriasis juga dapat menyebabkan peradangan yang signifikan pada
mukosa vagina. Infeksi perivaginal dan panggul seperti uretritis, vaginitis,
dan penyakit radang panggul dapat disebabkan oleh gonore, klamidia,
kandida, trikomoniasis, vaginosis bakteri, dan patogen virus seperti
herpes. Dispareunia postpartum lebih sering muncul setelah trauma
perineum dari persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam
tanpa komplikasi dengan perineum utuh atau robekan yang tidak dijahit.
Vaginismus adalah kondisi yang lebih umum pada wanita yang
lebih muda dan didefinisikan sebagai kontraksi otot dasar panggul yang
tidak disengaja pada upaya penetrasi vagina dan dapat menjadi akibat
dari disfungsi dasar panggul atau masalah psikososial seperti riwayat
pelecehan seksual.
2.3 Epidemiologi
5
ini menemukan bahwa dua pertiga dari 60-an di Amerika Serikat tidak aktif
secara seksual. Dari sepertiga sisanya, 12% yang sudah menikah
mengalami kesulitan berhubungan badan dan sekitar 13% mengalami
dispareunia. Dalam sebuah penelitian di Inggris terhadap wanita di usia
pertengahan, sekitar sepertiga pernah mengalami disfungsi seksual. Dari
jumlah tersebut sepertiga memiliki setidaknya satu gejala disfungsi
seksual tetapi hanya 10% yang mengira mereka memiliki masalah
seksual. Jika hanya sedikit wanita yang menganggap disfungsi seksual
sebagai masalah, ini mungkin menjelaskan sebagian, mengapa tidak
banyak yang mencari perhatian medis untuk kondisi ini, sehingga sulit
untuk menentukan kejadiannya. Faktor risiko yang diketahui termasuk
kesehatan umum yang buruk, gangguan saluran kemih, status sosial
ekonomi rendah, usia muda dan riwayat kesulitan emosional.
6
pasangan mungkin bermanfaat dalam memfasilitasi dialog,
mengidentifikasi tujuan bersama dan mempromosikan komitmen bersama
terhadap manajemen. Jika aktivitas seksual yang dipaksakan dicurigai,
mewawancarai wanita itu sendiri juga penting.
Pertimbangkan penilaian psikoseksual dengan pendekatan terbuka,
yang memungkinkan pasien untuk mendiskusikan aspek psikoseksual
dispareunia dan mengeksplorasi kecemasan, ketakutan, kemarahan, atau
emosi lainnya.
Manifestasi Klinik:
. Sakit setiap saat saat berhubungan intim
. Psikologis:
. Kecemasan, depresi
. Perlakuan kejam, siksaan atau pelecehan sebelum/saat ini
. Kurangnya gairah/pasangan yang tidak berpengalaman
. Mutilasi alat kelamin perempuan (pengangkatan sebagian atau
total genitalia eksterna wanita atau cedera lain pada
organ genital wanita karena alasan non-medis.)
2.5 Diagnosis
7
upaya penetrasi vagina
2.6 Tatalaksana
8
sangat mungkin bahwa itu mungkin tidak sepenuhnya sembuh bahkan
setelah pengobatan selesai. Pasien harus diberitahu tentang semua
pilihan pengobatan secara rinci dan membantu mereka untuk memilih
pilihan pengobatan yang terbaik. Pendekatan non-bedah konservatif harus
menjadi langkah pertama.
Pilihan perawatan medis yang tersedia untuk dispareunia termasuk
antidepresan trisiklik oral, penggantian hormon oral atau topikal, NSAID
oral, suntikan botox, terapi perilaku kognitif, dan terapi berbasis otak
lainnya. Pengobatan dispareunia tergantung dari etiologi keluhan pasien.
Dispareunia akibat atrofi vagina pascamenopause dapat diobati dengan
terapi penggantian hormon sistemik dan topikal, terapi modulator reseptor
estrogen selektif, dan penggunaan dehydroepiandrosterone vagina.
Dokter mengobati penyebab infeksi dengan antibiotik, antijamur, atau
terapi antivirus yang sesuai berdasarkan hasil kultur. Dispareunia
pascamelahirkan dapat merespons pelumas vagina, pijat jaringan parut,
atau pembedahan untuk kasus yang persisten. Injeksi toksin botulinum
telah terbukti efektif dalam pengobatan dispareunia yang disebabkan oleh
mialgia dan kontraktur dasar panggul.
Terapi fisik dasar panggul dapat berfungsi sebagai pilihan
pengobatan tambahan pada sebagian besar kasus dispareunia. Ini
melemaskan otot-otot dasar panggul dan mendidik kembali reseptor rasa
sakit. Terapi perilaku kognitif telah menunjukkan hasil yang menjanjikan
dalam mengurangi kecemasan dan ketakutan yang berhubungan dengan
dispareunia. Ini adalah intervensi perilaku yang paling umum digunakan
dan merupakan rekomendasi yang kuat. Perawatan bedah diadopsi
sebagai upaya terakhir ketika semua pilihan perawatan medis dan
perilaku konservatif telah gagal. Biasanya berguna dalam mengidentifikasi
dan/atau mengobati perlengketan panggul, endometriosis, dan prolaps
organ panggul.
Hubungan antara psikopatologi dan nyeri seksual adalah
kemungkinan dua arah; depresi dan kecemasan dianggap keduanya
9
faktor risiko dan konsekuensi dari Provoke Vestibulodynia (PVD).
Sepengetahuan kami, hingga saat ini tidak ada penelitian yang meneliti
dampak pengobatan khusus untuk depresi atau kecemasan pada
dispareunia dalam. Mengingat efek samping seksual dari inhibitor
reuptake serotonin selektif dan obat lain untuk depresi dan kecemasan,
intervensi farmakologis mungkin hanya memiliki efek terbatas pada
dispareunia. Sebaliknya, pendekatan psikoterapi dapat membantu
mengurangi rasa sakit seksual; terapi perilaku kognitif dan perhatian yang
digunakan dalam pengobatan depresi dan kecemasan juga telah
menunjukkan kemanjuran dalam mengobati PVD.
2.7 Pencegahan
10
bersenggama, akan memiliki anggapan dirinya hanya sebagai
pemuas nafsu seks semata.
6. Saling mencintai, saling mengasihi, saling memahami, saling
setia, saling pengertian, saling memiliki, sehingga tercipta
keharmonisan dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
7. Sosialisasi kesehatan reproduksi sesuai tingkat pendidikan
dan pemahaman masyarakat. Diperlukan kerjasama lintassektoral
dan multidisiplin ilmu.
8. Edukasi dan konseling berkesinambungan dan berkelanjutan
guna mengubah paradigma negatif masyarakat tentang seks
(misalnya, bicara seks itu tabu).
9. Konseling dan terapi kesehatan seksual sebelum, selama,
dan setelah masa persalinan atau melahirkan.
10. Keintiman seksual adalah aspek fundamental kemanusiaan.
Keterlibatan rasa, jiwa, hati, dan pikiran secara totalitas di dalam
aktivitas seksual amatlah penting untuk dilakukan secara
berkesinambungan.
11. Edukasi seksualitas secara holistik
2.8 Prognosis
11
BAB III
KESIMPULAN
12
Daftar Pustaka
13