Tachimatri Fixx
Tachimatri Fixx
FAKULTAS VOKASI
Sekretariat: JL. Menur 127, Surabaya
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................2
1.1 Latar Belakang....................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan Praktikum................................................................................................3
1.4 Manfaat Praktikum..............................................................................................3
BAB V PENUTUP.......................................................................................................27
5.1 Kesimpulan........................................................................................................27
5.2 Saran..................................................................................................................27
LAMPIRAN ………………………………………………………………..………..28
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Ukur Tanah (IUT) merupakan ilmu yang menggambarkan tentang sebagian
besar fisik permukaan bumi beserta obyek-obyek diatasnya yang menyerupai keadaan
bumi sebenarnya di lapangan untuk pembuatan peta topografi yang digunakanan dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan konstruksi. Ilmu ini juga menjadi dasar dalam mata
kuliah lainnya seperti rekayasa jalan raya, irigasi, drainase dan sebagainya. Di dalam
pekerjaan teknik sipil ilmu ukur tanah tidak lepas dari kegiatan pengukuran pekerjaan
konstruksi seperti pembuatan jalan raya, saluran drainase, jembatan, pelabuhan, jalur rel
kereta api dan sebagainya yang memerlukan data hasil pengukuran agar konstruksi yang
dibagun dapat dipertanggung jawabkan dan terhindar dari kesalahan konstruksi.Untuk
memperoleh hasil pengukuran yang akurat diperlukan metode pengukuran yang tepat
serta peralatan ukur yang tepat pula. Salah satunya yaitu dengan menggunakan alat
theodolite dan menggunakan metode pengukuran tachymetri.
Didalam metode pengukuran tachymetri terdapat pengukuran kerangka dasar
vertical untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi
(pengukuran kerangka dasar horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna
mendapat hubungan tegak antara titik-titik yang diukur (pengukuran kerangka dasar
vertikal) serta pengukuran titik-titik detail.
berdasarkan hasil pengukuran kerangka dasar. Patok tersebut mewakili titik-titik ikat
pengukuran. Titik-titik detail dapat berupa unsur alam atau unsur buatan manusia.
Data yang diperoleh di tempat alat berdiri meliputi azimuth magnetis, sudut
vertical inklinasi (sudut miring) atau zenith dan tinggi alat. Pada alat theodolite dengan
fasilitas total station koordinat dan ketinggian tinggi titik-titik detail dapat langsung
diperoleh dan direkam ke dalam memori penyimpanan.
Manfaat yang akan didapatkan melalui praktikum ini, antara lain meningkatkan
pemahaman dan memberikan pengalaman kepada mahasiswa mengenai proses
pengukuran dan prosedur yang harus dilakukan dalam pengukuran titik-titik detail
situasi melalui metode tachymetri.
1.5. Lokasi Pengukuran
Kampus ITS Manyar Depan R1, R2, R3, gazebo kayu, R5, R 6, R7, dan gazebo beton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
“Metode Stadia” yang disebut “Tachymetri” di Eropa, adalah cara yang cepat dan
efisien dalam mengukur jarak yang cukup teliti untuk sipat datar trigonometri, beberapa
polygon dan penentuan lokasi detail-detail fotografi.
Tachimetri adalah suatu metode pengukuran jarak horizontal dan jarak vertikal
dengan membaca nonius horizontal dan nonius vertikal serta membaca benang –
benang silang pada alat teodolit terhadap rambu.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengukuran metode Tachimetri
antara lain:
Rumus jarak optis bila garis bidik teodolith tegak lurus pada baak ukur adalah
sebagai berikut :
do = 100 (BA – BB)
Karena tidak tegak lurus, maka yang digunakan adalah proyeksi tegak lurus
bacaan BA dan BB, yaitu BA’ dan BB’.
Sehingga didapat hubungan sebagai berikut :
do(jarak miring) = 100 (BA’ – BB’)
Dimana:
= jarak mendatar antara titik A dan B
dm = jarak optis antara titik A dan B
do = jarak miring (apabila sudut vertikal kurang dari 90°)
5dm = jarak mendatar antara titik acuan dengan titik yang dibidik
α = sudut azimuth
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.2 Prosedur K3
2) Masker
Masker berfungsi untuk melindungi hidung dari debu, kotoran, dan bakteri yang
masuk.
3) Theodolite
Digunakan untuk membaca pengukuran sudut (horizontal dan vertikal), jarak,
dan elevasi
6) Baak Ukur
Digunakan untuk membaca tinggi rendahnya permukaan tanah. Baak ukur
mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran ± 3-4 cm,
lebar ±10 cm, panjang ±300 cm, bahkan ada yang panjangnya hingga 500 cm
seperti pada gambar 5 berikut.
Gambar1. 8. Payung
f. Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan manusia
yang mempengaruhi bentuk topografi peta daerah pengukuran.
Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolit berkompas
1. Kesalahan alat, misalnya:
a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.
c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
e. Letak teropong eksentris.
f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
2. Kesalahan pengukur, misalnya:
a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment )
b. Salah taksir dalam pembacaan
c. Salah catat, dll. nya.
3. Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal.
Bagian – bagian theodolit seperti pada gambar 13 berikut.
c. Pembacaan Rambu
1. Untuk pembacaan jarak, benang atas kita tempatkan di 1m atau 2 m pada
satuan meter dari rambu. Kemudian baca benang bawah dan tengah.
2. Untuk pembacaab sudut miring, arahkan benang tengah dari teropong ke
tinggi alatnya, sebelum pembacaan dilakukan, gelembung nivo vertikal
harus diketengahkan dahulu. Tinggi alat harus diukur dan dicatat.
BAB IV
ANALISIS DATA
α = αi +
<H
α = 258,5861 + 4,2208
= 262,8096
(dilakukan dengan cara yang sama pada titik tinjau yang lain)
α = sudut azimuth titik acuan
αi = sudut azimuth titik tinjau
<H = sudut horizontal titik tinjau
2. Perhitungan jarak
∆H =
tinggi alat
∆H = 1,425 - 1,507 + 0
= -0,082
∆H = beda tinggi
BT = bacaan benang tengah
V = jarak vertical
5. Perhitungan elevasi
Zi = Z +
∆H
Zi = 37,635 + (-0,082)
= 37,553 m
Zi = elevasi titik tinjau
Z = elevasi titik acuan
∆H = beda tinggi
6. Perhitungan koordinat
Koordinat X Koordinat Y
Xi = dd . sin (radians (αi)) +X Yi = dd . cos (radians (αi)) +Y
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan Pengukuran titik-titik detail tachymetri
merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam praktek, terutama dalam
pemetaan daerah yang luas dan bentuknya tidak beraturan. Alat yang digunakan untuk
mengukur arah maupun mengukur jarak yaitu Theodolit Kompas atau BTM.
Pada arah-arah garis di lapangan diukur denagn jarum kompas dan jaraknya
diukur dengan benang silang diafragma pengukur jarak yang terdapat pada teropong.
Selain itu, dapat diukur pula besarnya sudut tegak sehingga jarak mendatar dan
beda tinggi dapat dihitung. Dengan cara ini titik-titik detail dapat diukur dari titik
penolong.
1. Azimuth
2. Jarak (optis)
3. Sudut tegak
5.2. Saran
Sebaiknya ketika melakukan praktikum mengikuti prosedur yang telah
ada untuk meminimalisir kesalahan data dan kecelakaan kerja. Praktikum harus
dilakukan dengan sungguh-sungguh, fokus, dan serius. Pelaksanaan praktikum