Anda di halaman 1dari 4

Mahasiswa, bukan lagi seorang siswa biasa yang menuntut ilmu di institusi pendidikan (SD, SMP, SMA)

seperti yang pernah kita lewati, tambahan kata‘ maha ‘, sebelum kata ‘ siswa ‘ memberikan identitas yang berbeda.
Identitas tersebut tidak didapatkan dengan mudah, namun didapatkan dengan perjuangan , letih , dan kesabaran
dalam menempuh suatu ujian penjaringan mahasiswa baru. Maka tidak terlalu berlebihan jika menganggap
identitas mahasiswa sebagai simbol kemenangan para juara. Mahasiswa yang terpilih memiliki potensi sebagai
pemikir, tenaga ahli , professional, sekaligus sebagai penopang pembangunan bangsa.

Disamping itu, mahasiswa juga sering disebut-sebut sebagai ‘ agent of change ‘, calon pemimpin masa
depan , pembawa nilai-nilai peradaban, dsb. Banyak perubahan besar , dan nilai-nilai sejarah yang ditorehkan di
negeri ini senantiasa menempatkan mahasiswa pada posisi yang terhormat. Kemauan yang keras dan senantiasa
menggelora dalam dirinya mampu menular kedalam jiwa bangsanya.

Harapan keluarga, harapan masyarakat, harapan bangsa, harapan Negara, bahkan harapan dunia tertumpu
pada pundak mahasiswa. Mahasiswa seringkali dianggap sebagai jembatan nurani masyarakat banyak yang
mampu mewakili aspirasi masyarakat.

Oleh karena itu, seiring dengan identitas yang melekat padanya , ada peran-peran yang harus dilaksanakan
sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas tersebut, mahasiswa dituntut melakukan sesuatu
yang seharusnya dikerjakan,untuk semua harapan yang tertumpu padanya.

Dari aspek akademis, tuntutan peran mahasiswa hanya ada satu , yakni belajar !. Karena konsekuensi
identitas mahasiswa dalam aspek lainnya merupakan turunan dari proses pembelajaran.Belajar merupakan tugas
inti !

Namun, tidak semua hal bisa dipelajari di ruang kuliah atau labolatorium. Sangat banyak hal yang harus
kita pelajari diluar itu semua, dan salah satu wadah utama yang menyediakan kebutuhan itu ialah organisasi.
Organisasi kemahasiswaan diantaranya, yang dengan luar biasa dapat memberikan kita kesempatan untuk
mengembangkan diri dalam berbagai aspek. Aspek kepemimpinan, manajemen organisasi, team building ,
networking & human relation dapat kita kembangkan disini. Organisasi juga merupakan tempat kita
mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh di tempat kuliah.

Organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan
wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian yang disiapkan untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan yang dapat diterapkan, dikembangkan , dan diupayakan penggunaanya
untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat. Diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk
mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.

Apa yang kita lakukan dalam organisasi kemahasiswaan merupakan sebuah pembelajaran, perjuangan
untuk bisa memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Dalam perannya sebagai masyarakat suatu bangsa, mahasiswa juga dituntut untuk peduli, sadar dan
merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis multidimensional, serta mengekspresikan
rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi. Ketika meyakini kebenaran, mahasiswa sejati akan memberi secara
ikhlas tanpa pamrih, berjuang sepenuh hati dan jiwa mereka. Daya analisis yg kuat didukung dengan spesialisasi
keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka berbasis intelektual.

Kampus merupakan gambaran dari masyarakat sesungguhnya karena memiliki kemiripan kompleksitas
permasalahan serta struktur sosial dengan masyarakat sebenarnya. Ajang simulasi yang baik bagi mahasiswa untuk
mendapatkan bekal ketika benar-benar terlibat dan terjun ke masyarakat yang sesungguhnya.

Mahasiswa seringkali menjadi pemicu dan pemacu perubahan-perubahan dalam masyarakat. Perubahan
yang diinisiasi mahasiswa terjadi dalam bentuk teoritis maupun praktis. Contohnya adalah mahasiswa menyususn
system organisasi kemahasiswaannya secara desentralisasi (otonomi), di kemudian hari Negara pun
memberlakukan system otonomi daerah. Dalam kasus lain, mahasiswa menginisiasi pemilihan langsung presiden
mahasiswa, kini presiden Indonesia pun dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia.
Aktifitas kemahasiswaan adalah tahapan dimana seorang mahasiswa menimba ilmu dan pengalaman
semasa di bangku kuliah. Aktualisasi dirinya dalam rangka pembelajaran guna diaplikasikan di kehidupan yang
akan datang.

Belum pantas seseorang disebut mahasiswa tanpa memenuhi konsekuensi-konsekuensi dari identitas yang
melekat pada diri seorang mahasiswa. Pemenuhan keseluruhan konsekuensi identitas tersebut menjadikan
mahasiswa memiliki kebermaknaan sebagai mahasiswa, mahasiswa sebenarnya, mahasiswa seutuhnya, bukan
hanya sekedar mahasiswa !!
Mahasiswa sebagai agent of change selain memiliki peran untuk mengawal serta mengawasi jalanya
pemerintahan yang berlangsung.

Mahasiswa secara moralitas dituntut harus dapat bersikap dan bertingkah laku lebih baik dari lainnya, hal
ini karena mereka telah memiliki latar belakang sebagai kaum intelektual.

Selain itu juga, mahasiswa dituntut untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya dan terbuka terhadap siapa
saja. Hal ini karena, dimasa yang akan datang mereka merupakan kader penerus calon pemimpin bangsa.

Sebab itulah, mahasiswa pada dasarnya berhak untuk melakukan pengawasan dan memberikan saran
maupun kritik atas setiap kebijakan pemerintah. Namun belakangan ini, sebagian mahasiswa telah melupakan
peranya dalam mengawal serta mengawasi jalanya pemerintahan yang berlangsung.

Mahasiswa juga terkadang lupa terhadap berperannya dalam mengembangkan karakter. Sebab, saat ini
banyak kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan hedonisme. Amanat dan tanggung jawab yang telah
dipegang oleh mahasiswa sebagai kaum terpelajar telah ditinggalkan begitu saja.

Sedangkan moral dan karakter mahasiswa terkadang tidak sesuai dengan label mahasiswa sebagai kaum
intelektual. Saat ini kelihatanya di masyarakat posisi mahasiswa sering dianggap sebagai kaum ekslusif, kaum
yang hanya bisa membuat kemacetan di kala aksi, tanpa sekalipun memberikan hasil yang nyata bagi kehidupan
masyarakat disekitarnya.

Dengan kata lain, perjuangan dan peran mahasiswa saat ini telah kehilangan esensinya sehingga
masyarakat sudah tidak menganggap peran mahasiswa sebagai suatu harapan.
Tentunya. Jika hal ini terus terjadi maka kegiatan mahasiswa bukan lagi berorientasi pada rakyat, hal ini
pasti akan menyebabkan generasi pengganti hilang serta rusaknya moral dan karakter bangsa.
Maka dari itu, peran moral force (kekuatan moral) sangat dibutuhkan bagi mahasiswa Indonesia yang
secara garis besar memiliki tujuan untuk menjadikan negara dan bangsa menjadi lebih baik lagi.
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah membenahi kondisi internal
dalam dirinya terlebih dahulu, kemudian menyamakan visi, misi dan idealisme. Kemudian setelah itu mereka
dapat membuat impian untuk menjadikan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan mewujudkannya dalam
sebuah realita.

Dan yang terpenting sebagai kalangan terdidik dan terpelajar, mahasiswa harus menyadari peran, fungsi
dan tanggung jawabnya terhadap dirinya sendiri, kemudian terhadap kemajuan bangsa dan negaranya.

Sebab sebagai generasi harapan bangsa mahasiswa dengan segala keunikannya dan kelebihannya harus
dapat menjadi garda terdepan dalam membangun bangsa dan negara terutama dalam mengembangkan karakter
bangsa.
Reformulasi berarti memformat ulang terhadap keadaan (atau apapun) yang ada, karena ia jauh dari ideal.
Seperti Gerakan Mahasiswa (GM) sekarang, tak seperti apa yang ideal. Hal ini disebabkan terlalu banyak penyakit
yang menjangkiti GM. Oleh karenanya, dibutuhkan Reformulasi.
Dalam rangka reformulasi tersebut yang paling diperlukan pertama adalah mendiagnosis penyakit-penyakit
yang ada dan mencari penyebab timbulnya penyakit itu. Lalu, mencari treatment yang paling tepat untuk
menangani penyakit tersebut.
Pasca Reformasi, GM terindikasi sangat menurun, baik kuantitas maupun (apalagi) kualitas. Tentu secara
garis kasar ada dua faktor, internal dan eksternal. Tapi dua faktor tersebut sifatnya saling berkaitan sehingga jadi
ruwet, terlalu susah membahas secara dikotomis. Oleh karenanya, pembahasan di sini lebih secara general.
Pertama, GM sekarang mulai kehilangan roh gerakan. Agent of Change, Agent of Social Control yang
didengung-dengungkan ketika OSPEK, tinggal jargon mati yang tak punya makna apa-apa. Mahasiswa lebih sibuk
merelakan diri diperbudak sistem. Demi meraih IP yang tinggi. Karena dalam mindset kolektif mahasiswa
sekarang, mereka yang ber-IP rendah pasti akan kesulitan mencari pekerjaan setelah lulus nanti.
Kedua, akibat dari kaburnya roh gerakan itu imunisasi atau kekebalan gerakan mahasiswa menjadi sangat
lemah. Hal ini terbukti bahwa GM tak lagi mampu membendung kebijakan-kebijakan represif dari birokrasi
pendidikan. Apalagi banyak senior mereka yang menjadi birokrat itu sendiri. Lebih apalagi mereka masih
menyusu dari para seniornya tersebut, sehingga idealisme GM akan lembek. Bagaimanapun, dana yang terkucur
harus diiringi dengan kepatuhan terhadap yang mengucuri.
Ketiga, sebagai imbasnya, GM mengalami disorentasi, atau pergeseran orientasi. GM yang dulunya getol
memperjuangkan keadilan, meneriakkan ketertindasan, kini yang dilakukan adalah kegiatan-kegiatan yang tidak
bermutu. Semisal hanya makrab-makraban, seminar-seminar tanpa follow up, rame-rame ngopi dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan yang harusnya hanya jadi selingan itu kini jadi kegiatan utama. Hal ini disebabkan pola fikir
mereka yang gak mutu. Dan pola fikir itu dibentuk oleh sistem dan kebijakan represif yang meninabobokkan tadi
yang tak bisa dibendung.
Keempat, karena pola fikir yang gak mutu tadi, GM semakin sibuk dengan dirinya sendiri. Demi
mempertahankan eksistensi, tiap golongan dari GM berlomba ingin menjadi yang paling eksis diantara yang lain.
Sektarianisme pun merebak. Tiap aksi apapun, baik seminar ataupun demonstrasi, bendera dari golongan harus
berkibar lebar-lebar. Semacam narsisme golongan. Mungkin hal ini wajar terjadi, karena saat ini sedang marak-
maraknya politik pencitraan. Sebuah perjuangan yang tak bisa disebut ikhlas.
Kelima, sektarianisme itu menimbulkan persaingan ketat antar golongan dalam GM. Persaingan memang
dibutuhkan, tapi persaingan yang tidak sehat akan memperpuruk tiap komponen yang bersaing. Dan itulah yang
terjadi dalam GM. Tiap golongan, berusaha agar hanya golongannya yang paling eksis. Jika eksistensi itu tidak
diperolehnya melalui peningkatan kualitas, maka yang dilakukan adalah menyingkirkan golongan lain. Apapun
caranya. Misalnya dalam Pemilwa, golongan incumbent akan selalu mencari cara untuk mempertahankan status
quo-nya. Karena kekuasaan itu enak dan memabukkan.
Persaingan yang tidak sehat tersebut tentu akan melemahkan GM itu sendiri dalam menghadapi kebijakan
represif. Karena konflik yang terjadi harusnya vertical menjadi konflik horizontal yang berkepanjangan. Dan
konflik itu tak jarang berujuang kekerasan fisik.
Reformulasi harus segera dilakukan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah penyadaran, atau
pengembalian roh gerakan yang hilang tadi. Tiap insan yang menjadi anggota GM, harus sadar dulu atas
fungsinya. Jargon Agent of Change dan Agent of Social Control, mungkin sudah basi dan harus diganti, agar lebih
segar. Misalnya menjadi Agen Penyadaran, Agen Pendorong Keadilan Sosial, atau apapun. Itu jika diperlukan.
Jika tidak, ya tidak apa-apa. Asalkan roh yang hilang tadi harus kembali.
Kedua, mengubah mindset kolektif yang terlanjur melekat bahwa mahasiswa harus merelakan diri
diperbudak sistem. Tentu ini sangat diperlukan agar nuansa “perlawanan” dan jiwa pemuda itu masih ada.
Ketiga, sektarianisme harus ditebas habis. Tujuannya agar GM belajar ikhlas dalam berjuang. Seperti apa
yang dicontohkan para pendahulu, para founding father negeri ini semisal Tan Malaka dan lainnya. Menghabisi
sektarianisme bukan berarti meniadakan identitas. Dua hal yang harus kita bedakan sejak dini.
Keempat, orientasi GM harus diarahkan pada isu-isu sosial, bukan isu-isu politik atau Senayan-an. GM
lebih baik diarahkan pada pembelaan PKL yang digusur, petani-petani yang ditembaki atau dirampas tanahnya,
para buruh yang disulap menjadi sapi perah dan sebagainya. Atau bagi aktivis environmentalis misalnya bisa
mengkampanyekan penanaman pohon, pemberian teladan bagi masyarakat dalam agenda pembersihan sungai dari
sampah-sampah, dan seterusnya

Masyarakat jaman sekarang khususnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang berteknologi
tinggi, namun masyarakat yang berteknologi tinggi tersebut belum menggambarkan masyarakat yang madani.
Sementara itu Masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas warga
masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan
memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan,
kebebasan, kemajemukan (puralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas.
Masyarakat di Indonesia ini belum masuk ke dalam kategori masyarakat madani karena masyarakat
Indonesia belum memenuhi unsur-unsur pokok sebagai masyarakat madani yaitu wilayah atau ruang publik yang
bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial.

Masyarakat Indonesia belum memenuhi unsur pokok ruang publik yang bebas karena masih ada pihak-
pihak yang tidak bebas dalam menyuarakan pendapatnya, meskipun pada era reformasi ini kebebasan berpendapat
jauh lebih dihargai daripada era orde baru. lalu secara demokrasi Indonesia masih belum bisa dianggap
berpartisipasi dalam politik secara signifikan karena angka golput masyarakat termasuk sangat tinggi bisa diatas
50%. Lalu secara kemajemukan (pluralisme) masyarakat Indonesia yang tergolong dalam negara majemuk masih
belum dapat menghargai kemajemukan atau pluralisme.

Anda mungkin juga menyukai