Anda di halaman 1dari 2

Belajar, Berjuang, dan Raih Kemenangan

Para Guru Besar, pemimpin, pemikir, pendidik, birokrat, politisi, dan enterpreneur saat ini adalah
mahasiswa jaman dahulu sebaliknya mahasiswa saat ini adalah para pengganti mereka di masa yang akan datang.
Kalangan luas berasumsi bahwa kampus adalah lingkuangan penyemai benih manusia-manusia yang diharapkan
memiliki intelektualitas yang tinggi, pewaris estafet peradaban dan agen perubahan untuk menciptakan kehidupan
yang lebih baik. Mahasiswa adalah warga kampus yang sedang berjuang menyerap ilmu dan aktualisasi diri dalam
privasi keilmuan dan disiplin masing-masing. Ironis, kehidupan masyarakat terdidik dalam sivitas akademika
kampus dewasa ini kerap tercoreng oleh ulah segelitir oknum yang tidak mencerminkan betapa mulianya menjadi
bagian dari mayarakat berpikir. Sejak ditetapkan akreditasi sebagai prasyarat sebuah institusi kampus dan program
studi, lingkungan akademik kampus berubah menjadi sarang arsip dan rantai siklus adminstrasi yang tidak
berkesudahan. Target pencapaian empat tahunan seakan menjadi tolak ukur keberhasilan kampus dalam mendidik
dan menggembleng manusia. Sulit memang untuk terlepas dari belenggu adminstrasi yang bertumpuk, selain
disebabkan oleh regulasi yang ketat pertanggungjawaban penggunaan anggaran juga erat kaitannya dengan proses
pengarsipan dan pelaporan. Pola audit-mutu berbasis akreditasi ini juga bukan tidak rentan terhadap
penyelewengan dan penyimpangan. Berapa banyak kampus-kampus yang nilai akreditasinya tinggi namun mutu
lulusannya tidak mencerminkan asal kampusnya. Bahkan terdapat juga skandal-skandal yang muncul ke
permukaan.
Kampus dan mahasiswa harus lebih dari sekedar gudang arsip dan lembaga wajib lapor. Mahasiswa harus
diberi ruang yang maha luas untuk bertransformasi dan berkembang dengan dialektika keilmuan. Kampus
handaknya menjadi ladang subur untuk mengexplorasi potensi diri mahasiswa dan dosen berpikir terhadap
peradaban manusia kini dan di waktu yang lain. Ruang berpikir dan berekspresi jangan dibatasi oleh gap
formalistic atasan-bawahan, senior-junior, guru besar-asisten ahli dan segala bentuk dikotomi lainnya. Semua
manusia hanya berada pada ruang dan waktu yang berbeda bukan pada kemampuan aslinya, dia hanya butuh
waktu untuk proses.
Dengan demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa polarisasi yang terbentuk, merupakan dampak
daripada pengaruh kontaminasi budaya tunduk dan sikap mahasiswa yang masih terlalu konservatif dalam
memandang dan menerjemahkan Geopolitik Kampus. Beranggapan bahwa dunia kampus merupakan tempat
investasi untuk mendapatkan perkerjaan di masa depan atau cepat lulus sehingga cepat mendapat kerja, jangan
pikirkan hal lain selain kuliah. Merupakan anggapan-anggapan yang tersusun rapi di dalam otak mereka, sehingga
membuat mereka lebih senang diam dan apatis terhadap persoalan selain persoalan yang berhubungan dengan
kuliah mereka, padahal berbgai persoalan yang terjadi dan sangat dekat dengan mereka tidak mereka sadari,
misalnya seperti intimidasi dosen terhadap teman mereka, persoalan rakyat di sekitar mereka dan peroalan lainnya.
Secara umum yang dimaksud kegiatan kemahasiswaan adalah suatu kegiatan yang bersifat ekstra kurikuler
untuk melengkapi kegiatan intra kurikuler, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan di dalam maupun di luar
kampus. Kadang kadang masyarakat umum bahkan mahasiswa belum mengetahui secara pasti bahwa ternyata ada
kegiatan tersebut di kampus perguruan tinggi , sehingga mereka tidak mengikuti atau mungkin justru sengaja tidak
mau mengikuti dengan alasan kurang tertarik, kawatir kalau menganggu perkuliahan, atau sebab lainnya, pada hal
banyak keuntungannya kalau mengikuti kegiatan tersebut antara lain : menambah wawasan, menambah
pengetahuan, belajar berorganisasi, belajar berkomunikasi, belajar memecahkan masalah.
Selanjutnya adapun kesan saya yang pertama kali saat awal mengikuti UKM Jurnalistik ternyata
permasalahannya sama seperti saat saya waktu SMK. Peminat yang mengikuti UKM yang konon budak kata ini
sedikit. Daya tariknya yang sudah tak menarik. UKM Jurnalistik memang sudah terkenal dengan pembuatan
majalah dan mengolah kata-kata. Mindset inilah yang harus segera kita luruskan. Seperti diketahui, kegiatan
jurnalistik bukan hanya soal pemberitaan ataupun penulisan berita saja, tapi juga soal lain dengan ruang lingkup
yang luas, seperti misalnya jurnalistik juga punya fungsi pendidikan. Karena itu, selain bisa menulis, ekskul ini
juga diharapkan bisa mendidik pesarta secara mental dan emosional. Jadi kesempatan kita untuk menarik perhatian
dan untuk meluruskannya itu contohnya saat mahasiswa baru emngikuti lankka. Biasanya saat lankka setiap ukm
membuka stand dan menarik minat mahasiswa baru. Disinilah saatnya kita sebagai ukm jurnalistik membela diri
bahwa kegiatan kita bukan hanya mengolah suatu kata menjadi kalimat dan kalimat menjadi paragraf. Kalimat
yang digunakan juga diusahakan semenarik mungkin. Bahasa promosi itu boleh tapi jangan sampai menjadi
kebohongan public. Setelah saya mengikuti kegiatan UKM Jurnalistik, saya pernah kepikiran bahwa kami ikut
UKM Jurnaistik kita ada pelatih khusus yangakan melatih kita selama UKM. Tenyata diluar dugaan saya, kakak
tingkatlah yang selalu membimbing kami. Saya tidak menyalahkan keadaan ini, namun apa tidak lebih baik kita
mencari pelatih agar saat evalausi pun kita ada yang lebih menuntun.
Selain itu, banyak mahasiswa yang memang ikut UKM iru Karena adanya tuntutan untuk memiliki
sertifikat keaktifan dalam UKM. Sejatinya UKM ada untuk menyalurkan minat dan bakat dari mahasiswa. Miris
melihat mahasiswa yang membuang waktunya hanya demi mengejar sebuah kertas. Tapi apadaya itu semua juga
dilakukan agar mahasiswa tersebut tidak menjadi mahasiswa yang pasif.
Jika komponen penyemaian manusia terdidik terinterupsi oleh kepentingan dan ketidakberpihakan aturan
maka bisa diprediksi seberapa berat bagi sebuah bangsa untuk bertahan dan mencapai tujuan-tujuannya. Musuh
dari sebuah perkembangan manusia bukanlah tahapannya melainkan zona nyaman yang meninanbobokan manusia
hingga tertidur pulas dan tidak mau bangun lagi. Sebuah aturan yang dibuat selalu bersifat temporal untuk
mengamankan situasi yang kekinian. Namun, proyeksi ke depan, opini peradaban di masa yang akan datang tidak
bisa disandarkan pada siklus aturan, regulasi dan administrasi saat ini. Jika hal ini terus berlangsung tanpa
antisipasi, ini sebuah kebodohan yang disengaja.
Sampai saat ini ketiga masalah inilah yang paling mendominasi. Sedikit kesimpulan dari saya untuk
masalah ini ialah anggota sedikit berarti perlu adanya perubahan dalam menarik minat mahasiswa bisa denga cara
mempublikasi kegiatan kegiatan yang seru, promosi dari mulut ke mulut, dan berusaha merealisasikannya agar
tidak dikenal dengan pembohongan saat promosi. Harapan saya kedepannya, banyak yang memahami bahwa
jurnalistik bukan sekedar ukm pengelola kata-kata. Tidak harus pandai merangkai kata untuk bisa bergabung
dalam UKM Jurnalistik. Mari bersama-sama untuk belajar, karena di dunia ini tidak ada yang bodoh. Jika sudah
memiliki niat yang baik, pasti beliau akan memberikan jalan yang terbaik.

Anda mungkin juga menyukai