Anda di halaman 1dari 16

136

4.2 Pembahasan Pre dan Post Intervensi


4.2.1 M1 (Man)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang Imam Bonjol
dan observasi didapatkan bahwa jumlah tenaga keperawatan menurut
rumus douglass cukup, tenaga keperawatan belum mendapatkan
pelatihan perawatan ruang isolasi dan struktur ruang Imam Bonjol
belum di update yang sesuai dengan MAKP model tim.
Setelah dilakukan intervensi, struktur organisasi ruangan sudah
diupdate dan diubah MAKP model tim sesuai dengan jumlah tenaga
yang ada. Pelatihan belum dilakukan, tenaga keperawatan mengalami
kekurangan pada saat BOR mencapai 95,6% yaitu kebutuhan tenaga
keperawatan seharusnya 24 orang.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi SW
– OT: (0,5 ; 1,2) berada pada kuadran I dimana M1 memiliki kekuatan
dan peluang yang lebih besar, sehingga diperlukan tindakan yang
progresif untuk lebih maju lagi. Setelah dilakukan intervensi posisi
M1, SW – OT: (1 ; 1,2) pada diagram layang tetap pada kuadran I
tetapi nilainya bergeser kearah kakuatan. Ini menandakan bahwa
intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan kekuatan yang ada.
4.2.2 M2 (Material)
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang Imam Bonjol
dan observasi didapatkan bahwa peralatan medis, alat rumah tangga
dan alat tenun sudah sesuai standar, terdapat 1 tempat tidur dengan
roda yang rusak ringan dan 11 tempat tidur dengan pengaman yang
rusak ringan tapi masih digunakan, belum adanya alat pengukur
tekanan udara (Magnehelic) di ruang perawatan isolasi, dan tidak
terdapat tempat sampah infeksius di sekitar area perawatan pasien.
Setelah dilakukan intervensi, sudah terdapat tempat sampah
infeksius di depan ruang perawatan pasien yang sudah dipasang stiker
jenis sampah, tempat tidur yang rusak sudah diusulkan oleh kepala
ruang untuk diperbaiki dan alat pengukur tekanan udara (Magnehelic)
sudah diusulkan melalui RBA (Rencana Bisnis Anggaran) tahun 2020.
137

Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi M2,


SW – OT : (1,8 ; - 0,5) berada pada kuadran II dimana M2 memiliki
kekuatan namun terdapat ancaman sehingga diperlukan lebih banyak
strategi lagi. Setelah intervensi posisi M2, SW – OT : (2,0 ; - 0,5)
tetap berada pada kuadran II tetapi nilainya bergeser kearah kekuatan,
ini menandakan bahwa intervensi yang sudah dilakukan sudah optimal
namun perlu strategi lain untuk mengantisipasi ancaman yang ada.
4.2.3 M3 (Metode)
a. MAKP
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan kepala
ruang yang telah dilakukan di ruang Imam Bonjol RSUD
Kanjuruhan Kabupaten Malang sebelum intervensi, MAKP yang
diterapkan di ruang Imam Bonjol adalah dengan menggunakan
MAKP metode Tim, tetapi pada pelaksanaannya berhubung dengan
kurangnya SDM Keperawatan maka terkadang ruang Imam Bonjol
masih sering menggunakan metode Fungsional. Setelah dilakukan
intervensi, MAKP yang digunakan di Ruang Imam Bonjol sudah
murni metode tim.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : 0,8 ; - 1 berada pada kuadran II dimana M2 memiliki
kekuatan namun terdapat ancaman sehingga diperlukan lebih
banyak strategi lagi. Setelah intervensi posisi M2, SW – OT : (0,9 ;
1) bergeser berada pada kuadran I tetapi nilainya bergeser kearah
kekuatan, ini menandakan bahwa intervensi yang sudah dilakukan
sudah optimal namun perlu strategi lain untuk mengantisipasi
ancaman yang ada.
b. Timbang Terima
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol sebelum intervensi diperoleh hasil 85,7% dilakukan sesuai
dan 14,3% dilakukan tidak sesuai SPO menurut Nursalam 2017.
Sedangkan mengacu pada SPO RSUD Kanjuruhan diperoleh hasil
81,9% dilakukan sesuai SPO dan 18,9% tidak dilakukan sesuai
138

SPO. Namun pada timbang terima pada shift sore dan malam tidak
berjalan dengan maksimal karena perawat melakukan serah terima
tanpa memperkenalkan perawat pengganti kepada klien dan
keluarga, serta tidak menanyakan keluhan pasien dan menyapa
pasien dari bed ke bed, perawat juga tidak melakukan operan
terkait inventaris ruangan.
Setelah dilakukan intervensi, timbang terima di Ruang Iamm
Bonjol sudah dilakukan 100% sesuai Nursalam 2017 dan SPO
RSUD Kanjuruhan. Setiap timbang terima selalu dibuka dan
ditutup oleh kepala ruang, timbang terima dilakukan di nurse
station kemudian di validasi ke semua pasien.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : - 0,7 ; 0,5 berada pada kuadran III dimana Timbang
Terima
Sangat lemah namun memiliki peluang untuk maju, sehingga
diperlukan perubahan strategi sebelumnya sebab strategi yang lama
dikhawatirkan akan sulit menangkap peluang yang ada. Setelah
intervensi posisi timbang terima, SW – OT : (1,5 ; 0,5) pindah
kuadran I hal ini menandakan bahwa intervensi yang dilakukan
mampu meningkatkan kemajuan secara maksimal.
c. Discharge planning
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol sebelum intervensi diperoleh hasil 100% dilakukan sesuai
SPO menurut Nursalam 2017 dan RSUD Kanjuruhan Kabupaten
Malang. Ruang Imam Bonjol sudah melakukan discharge planning
sesuai SPO dengan memberikan edukasi berupa jadwal kontrol
beserta persyaratan yang harus dibawa ke klinik, obat yang harus
diminum selama di rumah, dan perawatan mandiri yang dapat
dilakukan ketika pasien sudah di rumah. Namun dalam melakukan
discharge planning, perawat tidak memberikan leaflet untuk
edukasi di rumah dan discharge planning belum berjalan sesuai
139

alur yang tersedia dikarenakan tenaga kesehatan (dokter dan


apoteker) tidak ada.
Setelah dilakukan intervensi, discharge planning tetap
dilakukan 100%. Namun tidak semua discharge planning
melibatkan ahli gizi dan apoteker serta pasien diberikan leaflet.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : (0,7 ; 1) berada pada kuadran I dimana Discharge
Planning memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar,
sehingga diperlukan tindakan yang progresif untuk lebih maju lagi.
Setelah dilakukan intervensi posisi Discharge Planning, SW – OT :
(0,7 ; 1) pada diagram layang tetap pada kuadran I tetapi nilainya
bergeser kearah kakuatan. Ini menandakan bahwa intervensi yang
dilakukan mampu meningkatkan kekuatan yang ada.
d. Supervisi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol sebelum intervensi, supervisi sudah dilakukan sesuai SPO
dengan prosentasi 90% dan tidak dilakukan sesuai SPO 10%, hal
ini disebabkan karena tidak adanya instrumen supervisi yang baku.
Setelah dilakukan intervensi, supervisi sudah dilakukan rutin
oleh kepala ruang dan sudah ada instrumen supervisi yang dibuat
hanya saja belum seragam disemua ruang perawatan.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : ( - 0,3 ; 0,5) berada pada kuadran III dimana supervisi
sangat lemah namun memiliki peluang untuk maju, sehingga
diperlukan perubahan strategi sebelumnya sebab strategi yang lama
dikhawatirkan akan sulit menangkap peluang yang ada. Setelah
intervensi posisi supervisi, SW – OT : (0,1 ; 0,5) pindah kuadran I
hal ini menandakan bahwa intervensi yang dilakukan mampu
meningkatkan kemajuan secara maksimal
e. Dokumentasi keperawatan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol, dokumentasi asuhan keperawatan sudah dilakukan sesuai
140

SPO dengan prosentasi 82%. Hasil observasi juga didapatkan 5 dari


8 rekam medis terdokumentasi namun tidak bisa dibaca. Teknik
dokumentasi yang digunakan di ruang Imam Bonjol menggunakan
dokumentasi sistem manual. Dalam pelaporan di ruang Imam
Bonjol digunakan sistem pelaporan secara manual. Dokumentasi
asuhan keperawatan pada diagnosa keperawatan tidak
diprioritaskan dan NIC NOC tidak optimal dijalankan.
Setelah dilakukan intervensi, dokumentasi asuhan keperawatan
sudah dilakukan sesuai SPO 90%. Semua rekam medis sudah
terdapat pengkajianya dan terisi lengkap, namun masih ada perawat
yang tidak menulis nama terang dan tanda tangan pada catatan
asuhanya serta penulisan diagnosanya belum sesuai SDKI maupun
NANDA. Sudah terdapat lembar balik penulisan asuhan
keperawatan sesuai SDKI sebagai acuan penulisan dokumentasi
asuhan keperawatan di ruangan.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : (0,4 ; 2) berada pada kuadran I dimana dokumentasi
keperawatan memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar,
sehingga diperlukan tindakan yang progresif untuk lebih maju lagi.
Setelah dilakukan intervensi posisi dokumentasi keperawatan, SW
– OT : (0,6 ; 2) pada diagram layang tetap pada kuadran I tetapi
nilainya bergeser kearah kakuatan. Ini menandakan bahwa
intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan kekuatan yang
ada.
f. Ronde keperawatan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol belum pernah diadakan ronde keperawatan. Setelah
dilakukan ronde keperawatan bersama mahasiswa praktik profesi
manejemen dan PPA lainnya, diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang pelaksanaan ronde keperawatan, sehingga ronde
keperawatan konsisten dilakukan di ruang Imam Bonjol.
141

Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi


SW – OT : (0,5 ; 1,5) berada pada kuadran I dimana ronde
keperawatan memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar,
sehingga diperlukan tindakan yang progresif untuk lebih maju lagi.
Setelah dilakukan intervensi posisi ronde keperawatan, SW – OT :
(0,9 ; 1,5) pada diagram layang tetap pada kuadran I tetapi nilainya
bergeser kearah kakuatan. Ini menandakan bahwa intervensi yang
dilakukan mampu meningkatkan kekuatan yang ada.

g. Sentralisasi obat
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diruang Imam
Bonjol sebelum intervensi diperoleh hasil 100% dilakukan sesuai
SPO. Format persetujuan sentralisasi obat untuk pasien sudah ada
dan berjalan maksimal, untuk pasien BPJS pengambilan resep dan
distribusi obat pada jam kerja dikelola oleh petugas farmasi.
Sedangkan untuk pasien BPJS pengambilan obat diluar jam kerja
dan pasien umum dilakukan oleh keluarga kemudian obat disimpan
di loker obat sesuai dengan identitas pasien. Apabila ada kelebihan
obat pada pasien yang KRS (Keluar Rumah Sakit), obat akan
dikembalikan ke bagian farmasi.
Karena sentralisasi obat sudah dilakukan maksimal maka,
intervensi yang dilakukan hanya mengawasi proses sentralisasi
obat tetap berjalan 100% sesuai SPO.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : 0,7 ; 1,5 berada pada kuadran I dimana sentralisasi obat
memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar, sehingga
diperlukan tindakan yang progresif untuk lebih maju lagi. Setelah
dilakukan intervensi posisi sentralisasi obat, Sesudah intervensi SW
– OT : 0,7 ; 1,5 pada diagram layang tetap pada kuadran I tetapi
nilainya bergeser kearah kakuatan. Ini menandakan bahwa
142

intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan kekuatan yang


ada
h. Penerimaan pasien baru
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di ruang Imam
Bonjol sebelum intervensi diperoleh hasil 100% dilakukan SPO
menurut Nursalam 2017. Sedangkan mengacu pada SPO RSUD
Kanjuruhan diperoleh hasil 87,5% dilakukan sesuai SPO dan
12,5% tidak dilakukan sesuai SPO. Penerimanaan pasien baru tidak
dilakukan secara maksimal karena beberapa alat pengkajian tidak
digunakan seperti mengukur TB dan BB pasien yang tingkat
ketergantungannnya mandiri.
Setelah dilakukan intervensi, penerimaan pasien baru sudah
dilakukan 100% sesuai SPO RSUD Kanjuruhan. Untuk
keseragaman pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarga pada saat penerimaan pasien baru maka dibuatkan lembar
balik sebagai acuan perawat memberikan informasi dan edukasi
kepada pasien dan keluarga.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi
SW – OT : 1,2 ; 2 berada pada kuadran I dimana penerimaan
pasien baru memiliki kekuatan dan peluang yang lebih besar,
sehingga diperlukan tindakan yang progresif untuk lebih maju lagi.
Setelah dilakukan intervensi posisi penerimaan pasien baru,
Sesudah intervensi SW – OT : 1,5 ; 2 pada diagram layang tetap
pada kuadran I tetapi nilainya bergeser kearah kakuatan. Ini
menandakan bahwa intervensi yang dilakukan mampu
meningkatkan kekuatan yang ada
4.2.4 M4 (Money)
Sebelum intervensi SW – OT : 3,5 ; 4
Sesudah intervensi SW – OT : 3,5 ; 4
Tidak terdapat masalah
4.2.5 M5 (Mutu)
143

Berdasarkan hasil observasi di ruang Imam Bonjol didapatkan


bahwa 22,5% keluarga/pengunjung masih ada yang belum melakukan
cuci tangan 6 langkah. Setelah dilakukan roleplay dan penyuluhan
cuci tangan keluarga/pengunjung mampu melakukan cuci tangan
untuk menghindari penyebaran infeksi melalui kontak tangan dengan
prsentase 80%.
Hal ini dibuktikan dengan diagram layang sebelum intervensi SW
– OT : 0,5 ; 2 berada pada kuadran I dimana M5 baru memiliki
kekuatan dan peluang yang lebih besar, sehingga diperlukan tindakan
yang progresif untuk lebih maju lagi. Setelah dilakukan intervensi
posisi M5, Sesudah intervensi SW – OT : 1,6 ; 2 pada diagram layang
tetap pada kuadran I tetapi nilainya bergeser kearah kakuatan. Ini
menandakan bahwa intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan
kekuatan yang ada

4.3 Capaian Hasil dan Rekomendasi Untuk Ruangan


4.3.1 Pembuatan struktur organisasi ruangan sesuai MAKP
1. Rencana Kegiatan
Membuat struktur organisasi ruangan yang terbaru dan sesuai
dengan MAKP model tim.
2. Evaluasi
Evaluasi hasil implementasi terkait pembuatan struktur organisasi
ruangan yang terbaru dan sesuai dengan MAKP model tim sudah
terlaksana dengan baik. Selama melakukan pembuatan struktur
organisasi yang baru di ruang Imam Bonjol, kami bekerja sama
dengan kepala ruang terkait design struktur dan ukuran banner
yang sesuai sampai proses pemasangan.
4.3.2 Pembuatan lembar balik 10 diagnosa keperawatan menurut
SDKI
1. Rencana Kegiatan
144

Menyediakan lembar balik 10 diagnosa keperawatan menurut


SDKI beserta SLKI dan SIKI.
2. Evaluasi
Evaluasi hasil implementasi terkait lembar balik 10 diagnosa
keperawatan menurut SDKI beserta SLKI dan SIKI sudah
terlaksana dengan baik. Selama melakukan implementasi
manajemen di ruang Imam Bonjol, kami bekerja sama dengan
kepala ruang untuk desain dan isi dari lembar balik.
4.3.3 Pembuatan lembar balik informasi dan edukasi pada pasien baru
1. Rencana Kegiatan
Menyediakan lembar balik informasi dan edukasi pada pasien baru.
2. Evaluasi
Evaluasi hasil implementasi terkait lembar balik informasi dan
edukasi pada pasien baru sudah terlaksana dengan baik. Selama
melakukan implementasi manajemen di ruang Imam Bonjol, kami
bekerja sama dengan kepala ruang untuk desain dan isi dari lembar
balik.

4.3.4 Penyediaan stiker pemilahan sampah infeksius dan non infeksius


di depan ruang perawatan
1. Rencana Kegiatan
Menyediakan stiker pemilahan sampah infeksius dan non infeksius
di depan ruang perawatan.
2. Evaluasi
Evaluasi hasil implementasi terkait stiker pemilahan sampah
infeksius dan non infeksius di depan ruang perawatan sudah
terlaksana dengan baik. Selama melakukan implementasi
manajemen di ruang Imam Bonjol, kami bekerja sama dengan
kepala ruang untuk desain dan stiker akan dipasang pada tempat
sampah yang telah disiapkan oleh ruangan.
4.3.5 Penyediaan stiker 6 langkah dan 5 moment cuci tangan
145

1. Rencana Kegiatan
Menyediakan stiker 6 langkah dan 5 moment cuci tangan.
2. Evaluasi
Evaluasi hasil implementasi terkait penyediaan dan pemasangan
stiker 6 langkah dan 5 moment cuci tangan. Sudah terlaksana
dengan baik. Selama melakukan implementasi manajemen di ruang
Imam Bonjol, kami bekerja sama dengan kepala ruang untuk desain
dan isi materi stiker serta penempatan dan jumlah stiker yang akan
dipasangkan.

4.4 Evaluasi (proses, struktur, hasil) dari kegiatan role play


4.4.1 Timbang Terima
1. Evaluasi Struktur
Pada timbang terima, sarana dan prasarana yang menunjang telah
tersedia antara lain: catatan timbang terima, status pasien dan
kelompok shift timbang terima sesuai jadwal. Kepala ruang
memimpin kegiatan timbang terima yang dilaksanakan pada
pergantian shift yaitu malam ke pagi, pagi ke sore. Kegiatan
timbang terima pada shift sore ke malam dipimpin oleh katim yang
bertugas saat itu.
2. Evaluasi Proses
146

Proses timbang terima dipimpin oleh kepala ruang dan diikuti oleh
seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti shift.
Kepala ruang menyerahkan ke masing-masing ketua tim untuk
menyampaikan laporan asuhan keperawatanya kepada ketua tim
dan perawat pelaksana shift berikutnya yang akan berdinas.
Timbang terima pertama dilakukan di nurse station kemudian ke
bed klien dan kembali lagi ke nurse station. Isi timbang terima
mencakup jumlah klien dengan tingkat ketergantungan, identitas
pasien, diagnosa medis, masalah keperawatan, kondisi terakhir,
hasil pemeriksaan penunjang yang menyimpang, intervensi yang
sudah dilakukan dan yang belum dilakukan, terapi dokter serta
pesan khusus bila ada. Saat berada di ruangan pasien, ketua tim/
kepala jaga melakukan validasi kepada seluruh pasien. Terakhir
ketua tim, kepala jaga, dan kepala ruang menandatangani buku
timbang terima.
3. Evaluasi Hasil
a. Perawat menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data
fokus).
b. Perawat menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam
asuhan keperawatan kepada pasien.
c. Perawat menyampaikan hal yang penting yang harus
ditindaklanjuti oleh perawat dinas berikutnya.
d. Perawat menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

4.4.2 Penerimaan Pasien Baru


1. Evaluasi Struktur
a. Sarana dan prasarana yang menunjang antara lain lembar
penerimaan pasien baru, informed concent sentralisasi obat,
format pengkajian, nursing kit, buku status pasien, lembar
kuesioner tingkat kepuasan pasien, serta lembar tata tertib pasien
dan pengunjung.
147

b. Penerimaan pasien baru pada shift pagi dilakukan oleh KARU,


KATIM, dan Perawat Pelaksana. Sementara, pada shift sore
dilakukan oleh KATIM dan Perawat Pelaksana.
2. Evaluasi Proses
a. Pasien baru disambut oleh Karu, KATIM, dan Perawat
Pelaksana.
b. Pasien baru diberi penjelasan tentang orientasi ruang, ners
station (termasuk sentralisasi obat), medis, serta tata tertib
ruang.
c. KATIM dibantu Perawat Pelaksana melakukan pengkajian
keperawatan dan pemeriksaan fisik kepada pasien baru.
d. Perawat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dan
keluarga.
e. KARU menemani KATIM dan Perawat Pelaksana dalam
melaksanakan kegiatan penerimaan pasien baru.
3. Evaluasi Hasil
a. Perawat menggunakan komunikasi teraupetik dan membina
hubungan saling percaya dengan pasien.
b. Perawat memberikan informasi yang harus disampaikan saat
penerimaan pasien baru.
4.4.3 Sentralisasi obat
1. Evaluasi Struktur
a. Pelaksanaan dilakukan di Ruang Imam Bonjol RSUD
Kanjuruhan Kabupaten Malang di ruang sentralisasi obat dan
ada obat-obatan yang dibawa pasien dari IGD.
b. Perawat yang melaksanakan sentralisasi obat sesuai dengan
struktur yang telah ditentukan.

2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan sentralisasi obat dilakukan ketua tim diruang
sentralisasi obat, ketua tim menjelaskan mengenai sentralisasi
obat kepada penanggung jawab pasien yang kemudian
148

menyetujui sentralisasi obat dengan menandatangi informed


consent.
b. Pelaksanaan sentralisasi obat dilakukan sesuai dengan rencana
dan alur yang telah ditentukan.
3. Evaluasi Hasil
a. Adanya ketepatan dalam pemberian obat secara tepat dan benar
sesuai dengan Prinsip 6T dan 1W serta adanya
pendokumentasian hasil pengelolaan.
b. Ketua tim dan perawat pelaksana memaham penerapan prinsip
6T dan 1W.
c. Pasien dan keluarga puas dengan asuhan yang diberikan.
d. Adanya kepercayaan dari pasien dan keluarga terhadap perawat
dalam pengelolaan sentralisasi obat.
e. Pasien patuh terhadap program terapi.
4.4.4 Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
1. Evaluasi Struktur
a. Persiapan sudah dilakukan pada saat masuk ke ruangan pasien.
b. Adanya koordinasi dengan pembimbing klinik, akademik dan
PPA lain.
c. Perawat sudah menetapkan kasus.
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan dilakukan dengan lancar.
b. Adanya peran serta dari perawat yang bertugas.
3. Evaluasi Hasil
a. Perawat mengkaji kebutuhan rencana pemulangan.
b. Perawat mengidentifikasi masalah pasien.
c. Perawat memprioritaskan masalah utama pasien.
d. Perawat membuat perencanaan pasien pulang, berupa edukasi
pada pasien tentang hal yang harus dilakukan dan dihindari
selama di rumah.
e. Perawat melakukan evaluasi pada pasien selama diberikan
edukasi.
149

f. Perawat mendokumentasikan di format discharge planning.

4.4.5 Ronde Keperawatan


1. Evaluasi. Struktur
a. Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya)
lengkap.
b. Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan.
c. Persiapan ronde sudah dilakukan sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai
peran yang telah ditentukan.
c. Ketua tim lupa menjelaskan alasan utama pasien dilakukan
ronde.
d. Kepala ruang tidak mempersilahkan perawat pelaksana
menyampaikan klarifikasi atas penyampaian ketua tim.
3. Evaluasi Hasil
a. Tim keperawatan mampu menggali masalah-masalah klien yang
belum teratasi.
b. Tim mampu mengemukakan alasan ilmiah terhadap masalah
keperawatan klien.
c. Tim mampu merumuskan intervensi keperawatan yang tepat
mengenai masalah klien.
d. Tim mampu mendesiminasikan tindakan yang tepat sesuai
dengan masalah klien.
e. Tim mampu melakukan justifikasi terhadap rencana dan
tindakan keperawatan yang dilakukan.
4.4.6 Supervisi
1. Evaluasi struktur
Persiapan dilaksanakan 2 hari sebelum acara dimulai dari
pembuatan proposal, undangan dan berlatih roleplay untuk perawat
150

pelaksana yang akan dilakukan supervisi serta ketua tim sebagai


supervisor dalam kegiatan supervisi.
2. Evaluasi proses
Kegiatan supervisi berjalan lancar dan sesuai dengan rencana dan
alur yang ada serta perawat yang bertugas sesuai perannya.
3. Evaluasi hasil
a. Ketua tim mampu memberikan umpan balik (feed back)
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan perawat.
b. Ketua tim memberikan tindak lanjut (follow up) terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh perawat selama melakukan
asuhan keperawatan.
c. Perawat mampu menjalin kerjasama dan keakraban antar sesama
perawat.
d. Kinerja perawat ketua tim dan perawat pelaksana semakin
meningkat.
4.4.7 Penyuluhan Cuci Tangan Di Ruang Imam Bonjol
1. Evaluasi Struktur
Sarana dan prasarana yang menunjang antara lain laptop, LCD,
leaflet, dan daftar hadir.
2. Evaluasi Proses
Penyuluhan cuci tangan dan PHBS dilakukan oleh pemateri selama
25 menit, dengan peserta 17 orang, yang mengikuti penyuluhan
dari awal sampai akhir. Pemateri menyampaikan kontrak waktu,
memberikan pendidikan kesehatan, melakukan demonstrasi dan
redemonstrasi tentang cuci tangan 6 langkah dan 5 moment dan
PHBS.
3. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasill dilakukan pada tanggal 12 September 2019 yaitu
penyuluhan mengenai cuci tangan 6 langkah 5 moment di ruang
Imam Bonjol. Keluarga pasien sangat antusias dengan penyuluhan
yang diberikan dan melakukan demonstrasi cuci tangan 6 langkah
dengan hasil 80%.
151

Anda mungkin juga menyukai