Anda di halaman 1dari 3

ANJING BERNAYAYI PAPUA : MENOLAK PUNAH

Penulis : Aldi Farhan Razak

Anjing Bernyayi Papua Foto : New Guinea Higland Wild Dog Foundation (NGHWDF)

Gardaanimali.com – Pulau Papua merupakan pulau dengan keanekaragaman hayati yang


begitu kaya bahkan melebihi keanekaragaman hayati yang ada di pulau Kalimantan. Salah satunya
kawasan dataran paling tinggi di Indonesia yaitu pegunungan Intan Jaya terdapat salah satu satwa
endemik yang pernah dianggap punah berupa anjing liar khas dengan lolongan seperti bernyayi.
Pakar-pakar biologi menamai satwa ini dengan bermacam-macam sebutan diantaranya Anjing
bernyanyi dataran tinggi ( Higland singing dog) , Anjing liar dataran tinggi (Higland Wild Dog), dan anjing
bernyayi papua (Papua Singing Dog). Suku setempat menganggap sakral satwa tersebut dan
menyakini sebagai bagian dari leluhur mereka.

Anjing ini biasanya hidup dengan kawanan kecil yaitu dengan jumlah sekitar 2-3 ekor dalam
satu kelompok. Secara Morfologi, Anjing bernyanyi mirip dengan anjing dingo yang berhabitat di
Australia namun dapat dikenali dengan ciri khas khusus rambut yang lebih tebal dan ukuran badan
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan anjing liar lainnya. Tinggi badan untuk anjing jantan sekitar
45 cm dengan panjang tubuh sekitar 65 cm dan untuk anjing betina tinggu badan 37 cm dengan
panjang sekitar 55 cm. Hal lain yang membedakan dengan anjing lainnya yaitu cara berkomunikasi
yang unik, jika anjing lainya berkomunikasi dengan cara menggonggong maka anjing bernyanyi
berkomunikasi dengan melolong. Suara lolongannya pun unik yaitu menyerupai melodi nada rendah
dan tinggi yang membuat membuat masyarakat setempat menjulukinya sebagai anjing bernyanyi.

Dikutip dari Jurnal Zoologi yang diterbitkan Cambridge University Press oleh Matznick et al
(2003) Anjing bernyanyi merupakan hewan yang bermukim di daerah sepi di pegunungan tinggi serta
sangat pemalu terhadap kehadiran manusia dan tidak pasti asalnya. Para leluhurnya mungkin dapat
bersal dari Indonesia atau asia tenggara. Beberapa filogenetik antara anjing bernanyi dengan spesies
canis lainnya tetap ada namun tidak pasti, sedangkan sebagian peneliti telah menetapkan Anjing
bernanyi sebagai spesies atau subspesies Canis familiaris. Seperti dingo, Ajing bernyayi telah
diabaikan oleh sebagian besar ahli biologi dan etnologi dan dianggap sebagai anjing domestik liar, oleh
karena itu dianggap tidak layak untuk diteliti. Di sisi lain, para arkeozoologi memperdebatkan
konservasi mereka, pertimbangya anjing-anjing ini menjadi peninggalan hidup dari anjing-anjing paling
awal,dan bahwa mereka, paling tidak adalah bagian dari warisan hidup penduduk setempat. Anjing
bernyayi jelas merupakan kandidat untuk kepedulian konservasi. Penangkaran populasinya terdiri dari
50 spesimen canis inbrida tinggi, dan laporan informan lokal baru-baru ini dan Brisbin dkk .(1994)
menunjukkan anjing bernyayi liar sudah tidak ada di beberapa habitatnya. Sayangnya, anjing bernyayi
terjebak dalam situasi sulit untuk diakui sebagai salah satu satwa layak dilindungi karena data
lapangan minim dan sedikit peneliti yang berminat dalam melakukan studi lapangan karena kawasan
cukup sulit untuk dijangkau di pegunungan intan jaya hingga pegunungan New Guine. Sampai
sekarang anjing bernyayi diakui sebagai takson yang unik dan terancam punah.

Meski sudah dianggap punah di habitats aslinya sejak 1970 oleh para pakar biologi dunia
karena alasan spesiesnya tidak ditemukan lagi di cartensz. Namun pada tahun 2020 salah satu
karyawan PTFI yang sedang bekerja di area kerja (jobsite) grasberg di ketinggian 4.000mdpl berhasil
mengabadikan foto-foto dan video lima ekor anjing yang sangat mirip dengan anjing bernyayi papua.
Foto dan video tersebut sempat dibagikan pada akun media sosiak pribadinya dan meneruskan
informasinya ke akun media sosial milik New Guinea Higland Wild Dog Foundation (NGHWDF),
yayasan peneliti spesies anjing liar dataran tinggi yang berpusat di florida, Amerika Serikat. James
selaku pendiri yayasan merespon informasi tersebut dan menyebutkan itu adalah satwa yang selama
ini dicari yaitu anjing bernyayi papua.

Penelitian pertama sudah dilakukan oleh UNIPA (Universitas Negeri Papua) bersama
NGHWDF pada tahun 2016, kemudian penelitian kedua dilakukan pada tahun 2018 selam 1 bulan di
distrik tembaga pura, Mimika, Papua dengan kerja sama anatara Universitas Cendrawasih (UNCEN)
dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan NGHWD pada tahun 2018. Penelitian kedua tersebut
menganalisa hubugan antara anjing bernanyi dengan anjing liar lainnya yang dataran tinggi papua
(higland wild dog). Kemudian UNCEN masih melanjutkan penelitian ketiga pada tahun 2021 untuk
mendalami taksnomi, perkembangbiakan, kehidupan sosial, perannaya dalam rantai makanan, dan hal
lain yang menjadi dasar ilmiah penentu status perlindungan anjing bernyayi. Oleh karena itu masih
perlu penelitian lebih lanjut mengingat satwa ini perlu dijaga kelestariannya karena termasuk dalam
keanekaragaman hayatiyang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Referensi

https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-zoology/article/an-updated-description-
of-the-new-guinea-singing-dog-canis-hallstromi-troughton-1957/
AF186BE679B2E4BF3C5857755E89AA2D

https://indonesia.go.id/kategori/keanekaragaman-hayati/2575/melestarikan-anjing-bernyanyi-
dari-ketinggian-papua

https://www.bbc.com/indonesia/majalah-54025966
https://ptfi.co.id/id/news/detail/freeport-supports-uncen-in-research-of-singing-dog-in-
papuan-highlands

https://web.facebook.com/NGHWDF/

Anda mungkin juga menyukai