Bab I
Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari
5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas atas sekitar 40% dari
insiden kecelakaan yang terjadi. Menurut depkes RI (2011), Penyebab
terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur.
Pada usia pediatric dan dewasa kasus fraktur tentu berbeda, pada pediatric
fraktur bukan menjadi hal yang langka sehingga dalam pembedahan memerlukan
anestesi khusus. Penatalaksanaan anastesi pada pediatrik sedikit berbeda bila
dibandingkan dengan dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
mendasar antara anak dan dewasa, meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon
farmakologi dan psikologi pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang
mendasar, tetapi prinsip utama anestesi yaitu kewaspadaan, keamanan,
kenyamanan, dan perhatian pada anak maupun dewasa adalah sama. Beberapa
tahapan anastesi pediatrik seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah, dan
tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan
keberhasilan dari tindakan anastesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap
tahap dengan baik akan menentukan untuk tahap selanjutnya.
8
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan anestesi pada pasien
dengan fraktur humerus yang dilakukan tindakan orief dengan anestesi
umum.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur
humerus yang dilakukan tindakan operasi dengan general anestesi.
2. Penulis mampu menganalisa dan membuat diagnose keperawatan
anestesi pada pasien dengan fraktur humerus yang dilakukan
operasi dengan general anestesi.
3. Penulis mampu menyusun intervensi atau rencana keperawatan
anestesi pada pasien dengan fraktur humerus yang dilakukan
operasi dengan general anestesi
9
1.5.2 Observasi
Tindakan secara umum mengamati perilaku dan keadaan pasien (Nikmatur
2012).
1. Wawancara
2. Pemeriksaan Fisik
3. Observasi
11
4. Studi dokumentasi
12
BAB II
TINJAUAN TEORI
b. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas
deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah
benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial
ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
c. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi
sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan
ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan
radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
2) Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada
sediaan gosok terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai
tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang. Bentuk ini dapat diduga
dari bentuk lacuna yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-
tonjolannya dalam canaliculi. Dari pengamatan dengan M.E dapat
diungkapkan bahwa kompleks Golgi tidak jelas, walaupun masih
terlihat adanya aktivitas sintesis protein dalam sitoplasmanya. Ujung-
ujung tonjolan dari osteosit yang berdekatan saling berhubungan
melalui gap junction. Hal-hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan
adanya pertukaran ion-ion di antara osteosit yang berdekatan.
Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan
menjadi sel osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat
berubah menjadi osteosit lagi atau osteoklas.
3) Osteoklas
Merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar
antara 20 μm-100μm dengan inti sampai mencapai 50 buah. Sel ini
ditemukan untuk pertama kali oleh Köllicker dalam tahun 1873 yang
telah menduga bahwa terdapat hubungan sel osteoklas (O) dengan
resorpsi tulang. Hal tersebut misalnya dihubungkan dengan
keberadaan sel-sel osteoklas dalam suatu lekukan jaringan tulang yang
dinamakan Lacuna Howship (H). keberadaan osteoklas ini secara khas
terlihat dengan adanya microvilli halus yang membentuk batas yang
18
4) Sel Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, oleh karena itu dinamakan
pula sel osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan
tulang pada periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama
pertumbuhan tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan
sel osteoblas yang kemudian akan akan membentuk tulang.
Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan tulang tempat
terjadinya pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan
osteoklas.
19
c. Periosteum
Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan
pengikat pada fibrosa yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah
yang terdapat di bagian periosteum luar akan bercabang-cabang dan
menembus ke bagian dalam periosteum yang selanjutnya samapai ke
dalam Canalis Volkmanni. Bagian dalam periosteum ini disebut pula
lapisan osteogenik karena memiliki potensi membentuk tulang. Oleh
karena itu lapisan osteogenik sangat penting dalam proses
penyembuhan tulang.
22
d. Endosteum
Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang
membatasi rongga sumsum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh
rongga-rongga dalam jaringan tulang termasuk Canalis Haversi dan
Canalis Volkmanni. Sebenarnya endosteum berasal dari jaringan
sumsum tulang yang berubah potensinya menjadi osteogenik.
2.2.6 Vaskularisasi
a. Arteri Epiphyseal → masuk pada Epiphysis
b. Arteri Metaphyseal → masuk pada Metaphysis
c. Arteri Nutricia →masuk pada Corpus
d. Cabang-cabang arteri ke Periosteum
arah truncus
- Osteogenesis Desmalis
Nama lain dari penulangan ini yaitu Osteogenesis
intramembranosa, karena terjadinya dalam membrane jaringan.
Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal. Yang
mengalami penulangan desmal ini yaitu tulang atap tengkorak.
- Osteogenesis Enchondralis
Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran
khondrosit di tengah-tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat
penulangan primer. Sel – sel khondrosit di daerah pusat penulangan
primer mengalami hypertrophy, sehingga matriks kartilago akan
terdesak mejadi sekat – sekat tipis. Dalam sitoplasma khondrosit
terdapat penimbunan glikogen. Pada saat ini matriks kartilago siap
30
g. Nyeri
Pasien yang mengalami iskemia karena vaskularisasi yang buruk akan
mengalami nyeri pada saat pergerakan pasif.
b. Nyeri kronis
Nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan biasanya
diklasifikasikan sebagai nyeri kronis. Nyeri kronis biasanya akibat
terjadinya penurunan fungsi tubuh.
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf perifer.
hebat
01 2 3 4 5 6 7 8 910
49
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
51
b. Makna nyeri
Makna nyeri berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
c. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, lebih dipengaruhi budaya contoh:
tidak pantas kalau
laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri.
d. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
54
e. Perhatian
Tingkatseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
Dapat mempengaruhi persepsi nyeri.
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
i. Support keluarga
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat ntuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
2.4.13Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang
sangat besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur
femur dan fraktur pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam
aliran darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit
membentuk emboli yang dapat
56
b. Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan
tidak terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi
dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang
juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang
(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
2) Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan
mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan
diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan
kalsium dan kolaps struktural
57
a. Reposisi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama
masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan
imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada
fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur (Nayagam, 2010).
b. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup,
terbuka dan traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.
c. Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner &
Suddarth (2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian
tubuh untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan,
serta mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi:
• Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
• Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang
dengan menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan
pada traksi skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai
efek traksi.
60
d. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau
eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant
logam.
b. Cara pembuatan
Fitch (2008), menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembidaian
adalah melapisi bagian ekstremitas dengan beberapa lembar bantalan
(padding) pada bagian tonjolan tulang atau bagian tubuh yang mengalami
iritasi. Ukur panjang pembidaian yang diperlukan yaitu melewati dua
sendi. Gunakan 3 lembar dari
65
gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk ekstremitas bawah untuk
meyakinkan pembidaian yang dilakukan cukup kuat. Celupkan kedalam
mangkok air yang sudah disiapkan, diamkan beberapa saat sampai
mengenai seluruh gips, kemudian angkat, pegang secara vertikal dan
gunakan dua jari menurunkan sisa air pada gips sehingga memudahkan
pengeringan kemudian lapisi dengan padding. Letakkan dibawah
ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi anatomis. Gunakan perban
elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat dari bagian
terjauh dari tubuh ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh. Gunakan
telapak tangan pada saat pemasangan back slab cast. Setelah kering
periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi yang dilakukan, posisi
anatomis dan kenyamanan pasien.
Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami
kristalisasi yang menghasilkan pembalutan yang kaku. Kecepatan
terjadinya reaksi bervariasi sekitar 30 menit sampai 60 menit tergantung
dari ketebalan dan kelembaban lingkungan. Selanjutnya perlu pemeriksaan
X-ray untuk mengetahui fraktur atau dislokasi yang membutuhkan reduksi
sebelum pembidaian dilepaskan.
menyebabkan rasa terbakar. Menurut Miranda (2010) back slab cast ini
dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot yang
terjadi ketika trauma pada kasus patah tulang. Back slab cast ini terdiri dari
plaster yang menjaga tendon dan digunakan pada bagian yang terjadi
pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Pergerakan ekstremitas
yang mengalami fraktur setelah pembidaian dengan back slab cast sangat
minimal, sehingga dapat mencegah kerusakan fragmen tulang dan jaringan
sekitarnya yang lebih berat.
c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan.
• Fraktur humerus proksimal umumnya karena jatuh pada bahu dan bisa
disertai dengan dislokasi bahu. Ini adalah cedera yang umum pada wanita
lanjut usia bahkan setelah jatuh sepele karena osteoporosis pasca menopause.
Karena sifat cancellous tulang humerus di bagian ini (seperti spons), tulang
bagian ini dapat ada dapat runtuh danterdeformasi bersama dengan fraktur, hal
ini menyebabkan perlunya reformasi tulang pada saat pengobatan.
• Fraktur Midshaft humerus sebagian besar terjadi setelah jatuh pada siku atau
kecelakaan di jalan. Saraf radialis berjalan sangat dekat ke bagian tulang
humerus sehingga dapat terluka karena trauma primer, atau karena terjebak
antara ujung tulang retak, atau bahkan selama pengobatan. Oleh karena itu,
perawatan harus dilakukan di setiap langkah untuk memastikan integritas dari
saraf radial dan bahkan kecurigaan sekecil apapun terhadap kelumpuhan saraf
radialis harus diikuti oleh eksplorasi pembedahan.
daripada anak yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan
untuk mengabaikan hipoksia pada neonatus (Boulton, 1994).
2) Kardio-Sirkulasi
Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100 - 120 x
permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang
lebih dominan. Kadar hemoglobin orok tinggi (16-20 gr%), tetapi
kemtidian menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian
dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts
sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90 miligram berat
badan Karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan sistem
kardiosirkulasi. Dan juga duktus arteriosus dan foramina pada septa
interatrium dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari
setelah lahir (Boulton, 1994).
3) Cairan tubuh
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air
yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun
72
a) Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada
yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran
N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol
% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai
tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari
mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka
penderita.
74
b) Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada
mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya
dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg
pada anak . Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg IV.
Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular.
4) Intubasi
Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak dengan
berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya.Risiko stridor
meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil
akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang
cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus
tenggorokan akan menghentikan cairan melalui pipa yang masuk ke
paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat
mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit,
sehingga hams diberikan ventilasi (Boulton, 1994).
Para ahli anestesi harus memutuskan antara penggunaan masker
anestesi dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau
tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat
kelainan sa luran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi
sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung.
Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran pernapasan untuk
dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus memperlibatkan babwa ia dapat
memberikan ventilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker
sebelum membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala.
Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya
perbedaan anatomis padajalan nafas bagian atas, lebih mudah
menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi.
75
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa
cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus
laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran
besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau
besarnya lubang hidung.
5) Pengakhiran Anestesi
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan
pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga
hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. Jika menggunakan pelumpuh
otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg).
Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-
0,4mg secara titrasi.
76