Anda di halaman 1dari 7

Google » Home » Askep - Askep » Askep Jantung Koroner (Coronary Heart Disease)

Askep Jantung Koroner (Coronary Heart Disease)

Askep jantung koroner Kegagalan sirkulasi Askep jantung koroner kolateral Askep jantung
koroner untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya
penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina
pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

Angka penyakit jantung koroner Indonesia menurut data angka penyakit jantung koroner Indonesia Penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan angka penyakit jantung koroner Indonesia sosok penyakit yang sangat
menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang Di belahan negara dunia,
penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya, di
Amerika Serikat 478000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner.

A. Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan
suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri
sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun
sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke
miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang
berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak
permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

B. Resiko dan insidensi


Penyakit arteri koronaria merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan
penyebab utama kematian di USA. Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko
dan angka kematian penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk
mengadakan upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh
individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis
sebagai berikut:
1. Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-
sama berperan besar dalam menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).

2. Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di tentukan semaunya.


Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu
kaya dengan kalori, lemak jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan
berat badan yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan &
Stamler, 1991).

3. Faktor resiko kecil dan lainnya.


Karena faktor resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan
perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan ada faktor
resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis
kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).

C. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium
yang di sebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen.
Oksigen di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine
Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen.
Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen
Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi miocardial dan
tekanan pada dinding jantung.

Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan
oksigen dangan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-
sekat jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah tidak
dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi letal maupun
sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai glikolisis aerobic berupaya
memenuhi kebutuhan oksigen.

Penimbunan asam laktat merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai
predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat
mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik
menjadi hipokinetik.

Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put,
peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri
pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.

Kelanjutan dan iskemia tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau
semntara), lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina
pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial infark atau
obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

D. Mekanisme hipertensi meningkatkan resiko


Bila kebanyakan pembacaan tekanan diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12
bulan tanpa terapi obat, maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit
jantung koroner.
Secara sederhana di katakan peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan
arteriosklerosis sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat daripada
orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses peningkatan tekanan darah
yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa
cara terlibat langusng. Akibatnya, lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan
vaskular.

E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner

1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat


Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan
dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).

b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes
melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya
capilary refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan
jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak
berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal
jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan
perubahan berat badan.

e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.

g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan
nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang
dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami.
Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur
tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah,
respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.

h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit
pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau
cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah
muda/ pink tinged.

i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.

j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi,
perokok.

k. Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi
atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya
nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak
pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan
kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata
akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-
masing ruang pada jantung.
Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/
aktivitas.
2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan
pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya
penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.

Rencana:
1. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2. Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).
3. Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
4. Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5. Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
6. Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)
7. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan peningkatan kemampuan
dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.

Rencana:
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

c. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama,
konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:
1. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan
tiduran jika memungkinkan).
2. Kaji kualitas nadi.
3. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4. Auskultasi suara nafas.
5. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6. Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
7. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia.

d. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan darah,
hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1. Kaji adanya perubahan kesadaran.
2. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer.
3. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.

e. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan penurunan perfusi


organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam perawatan.

Rencana:
1. Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3. Ukur intake dan output (balance cairan).
4. Kaji berat badan setiap hari.
5. Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc/24 jam.
6. Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7. Kolaborasi dalam pemberian deuritika.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC.
Jakarta.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC.
Jakarta.
<p>Your browser does not support iframes.</p>

Google » Askep - Askep


 

Anda mungkin juga menyukai