Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST PARTUM


DENGAN RIWAYAT HAEMORRHAGE POST PARTUM ( HPP )
DI RUANG BERSALIN RSUD DR.SUTOMO SURABAYA.

DILAKUKAN PADA SAAT MELAKSANAKAN PRAKTEK


KLINIK PADA TANGGAL
2 SAMPAI 6 SEPTEMBER 2002

OLEH :
LULUK WIDARTI
NIM.01993084B

PROGRAM STUDI S 1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2002

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN POST PARTUM DENGAN RIWAYAT
HAEMORRHAGE POST PARTUM ( HPP ) DI RUANG
BERSALIN RSUD DR.SUTOMO SURABAYA.

PEMBIMBING KLINIK ( C.I ) PEMBIMBING AKADEMIK

ENDANG KUSUMANINGTYAS. AMD KEP. NI KETUT ALIT A. S KEP.

2
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST PARTUM
DENGAN RIWAYAT HAEMORRHAGE POST PARTUM ( HPP )
OLEH : LULUK WIDARTI

A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik
maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin
sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan
sebelum hamil (6 minggu). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap :
Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period
(minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai minggu
ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early
post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi
pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah
perdarahan paska persalinan atau HPP. Perdarahan paska persalinan atau HPP
adalah terjadinya perdarahan yang banyak dari saluran genital segera setelah
lahir sampai 6 minggu post partum (Linda K. Brown. 1994). Menurut Willams
& Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi
pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi
menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya
darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun
2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang
terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti
klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik
hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B. Klasifikasi perdarahan.
Perdarahan paska persalinan atau Perdarahan paska persalinan dibagi 2 macam,
yaitu :
1. Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah
perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang
terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan. Angka kejadian 1 :
200 kelahiran.
2. Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah
perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska

3
persalinan. Angka kejadian 1 : 1000 kelahiran dan meningkat pada wanita
dengan riwayat Abortus atau dengan riwayat perdarahan selama kehamilan.

C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi menjadi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
1. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
a. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan
perineum, luka episiotomi.
b. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri,
retensi plasenta, inversio uteri.
c. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
2. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh
sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan
dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan
tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh
karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada
waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti
dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan
lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus
diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat
uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi
saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu
diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

4
E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska
persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.

F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan
sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab
 Uterus tidak  Syok  Atonia uteri
berkontraksi dan  Bekuan darah pada
lembek serviks atau pada
 Perdarahan segera posisi terlentang
setelah bayi lahir akan menghambat
aliran darah keluar
 Darah segar mengalir  Pucat  Robekan
segera setelah anak  Lemah jalan lahir
lahir  Mengigil
 Uterus berkontraksi
dan keras
 Plasenta lengkap
 Plasenta belum lahir  Tali pusat putus  Retensio
setelah 30 menit  Inversio uteri plasenta
 Perdarahan segera,  Perdarahan lanjutan
uterus berkontraksi
dan keras
 Plasenta atau sebagian  Uterus berkontraksi  Tertinggalnya
selaput tidak lengkap tetapi tinggi fundus sebagian
 Perdarahan segera uteri tidak plasenta
berkurang
 Uterus tidak teraba  Neurogenik syok,  Inversio uteri
 Lumen vagina terisi pucat dan limbung
massa

5
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan
pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500
cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
 Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
 Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian
uterotonika, lakukan pengurutan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi
jalan lahir
 Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan
diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam
vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis
dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus

6
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.

b. Retensio plasenta dengan separasi parsial


 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan
40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per
rektal.
 Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus.
 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
 Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
 Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral ).

c. Plasenta inkarserata
 Tentukan diagnosis kerja
 Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
 Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak jelas.
 Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum
 Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta
tampak jelas.
 Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten
untuk memegang klem tersebut.

7
 Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
 Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah
jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

d. Ruptur uteri
 Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit
dan siapkan laparatomi
 Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan
 Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
 Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
 Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e. Sisa plasenta
 Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan
 Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
 Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
 Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari
selama 10 hari.

f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina


 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
 Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis
demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :

8
 Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 (
deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan
klem dan jahit dengan benang no 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan
sub kutikuler
 Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika
untuk terapi.

g. Robekan serviks
 Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh
kepala bayi.
 Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan porsio
 Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan paska tindakan
 Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
 Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb
dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

9
H. Pengkajian
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,
robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis,
induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.

4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi

5. Pengkajian fisik :

 Tanda vital :

 Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)

 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)

 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )

 Suhu : Normal/ meningkat

 Kesadaran : Normal / turun

 Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi

 Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil


memanjang

 Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )

 Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

I. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman


kematian

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

5. Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

10
J. Rencana tindakan keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan :

1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya


tetap terlentang.

Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return


dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.

2. Monitor tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

3. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

Rasional : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi


ginjal

4. Evaluasi kandung kencing

Rasional : Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus

5. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya


diletakan diatas simpisis.

Rasional : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu


pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri

6. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum

Rasional : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum


meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom

Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.

7. Berikan infus atau cairan intravena

Rasional : Cairan intravena mencegah terjadinya shock.

11
8. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

Rasional : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol


perdarahan

9. Berikan antibiotik

Rasional : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena


perdarahan pada subinvolusio

10. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

Rasional : Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :

1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

Rasional : Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada


tanda vital

2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

Rasional : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi


di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin

3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

Rasional : Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana


diperlukan dalam produksi ASI

4. Tindakan kolaborasi :

 Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan
PH merupakan tanda hipoksia jaringan )

 Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan


transportasi sirkulasi jaringan ).

12
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan


mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan :

1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

2. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon


fisiologis

3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

Rasional : Memberikan dukungan emosi

4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut


yang tidak diketahui

5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan


mekanisme koping yang tepat.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas
normal )

Rencana tindakan :

1. Catat perubahan tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya


infeksi

2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang


lembek, dan nyeri panggul

13
Rasional : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya
bakterimia, shock yang tidak terdeteksi

3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

Rasional : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran


lokea yang berkepanjangan

4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran


nafas, mastitis dan saluran kencing

Rasional : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

5. Tindakan kolaborasi

 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )

 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan


untuk keadaan infeksi ).

K. Kriteria/Standart keberhasilan tindakan keperawatan (Evaluasi)


Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal :

a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 70-80 x/menit

c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit

d. Suhu : 36 – 37 oc

2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl

3. Analisa Gas Darah dalam batas normal

4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang


komplikasi dan pengobatan yang dilakukan

5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam


mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya

6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari

7. Klien tidak merasa nyeri

8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

14
SUMBER PUSTAKA :

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB.
Lippincot Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia,


Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK.
UNAIR, Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.

Tabrani Rab (1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai