Anda di halaman 1dari 20

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK / BEHAVIORISME

MAKALAH

Oleh :

Kelompok 2

1. Mawar Saragih
2. Nur Hayati
3. Nur Indah Sari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu : Bapak Anugerah Mulia Tampubolon, M. Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

AL – HIKMAH TEBING TINGGI

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan rahmat dan karuni Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dengan judul teori belajar
behavioristik.

Shalawat dan salam tidak lupa kami sampaikan kepada pemimpin para nabi, nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang kita harapkan syafaatnya baik di dunia maupun
di akhirat.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada bapak Anugerah Mulia Tampubolon,
M.Pd sebagai pengampu mata kuliah teori belajar dan pembelajaran yang membimbing kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman –
teman sekalian yang membantu kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.

Tebing Tinggi 03 Oktober 2002

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................i

Daftar Isi ..............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan ............................................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................................................2

BAB II Pembahasan ...........................................................................................................3

A. Pengertian Teori Belajar Behaviorisme ....................................................................3


B. Prinsip – Prinsip Teori Belajar Behaviorisme ..........................................................
C. Tujuan Teori Belajar Behaviorisme ..........................................................................
D. Teori Belajar Behaviorisme Menurut Beberapa Ahli ...............................................
E. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme ........................................

BAB III Penutup .................................................................................................................

A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................

Daftar Pustaka ....................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor
internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan
akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh Peaget menjadi
schema. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang
lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau
pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori behavioristik memandang bahwa
belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar
perubahan mendekati tujuan yang diinginkan.
Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
kelompok kami menyusun makalah Teori Belajar Behavioristik dalam rangka mengetahui lebih
lanjut lagi tentang Teori Belajar Behavioristik dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang
keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar
mengerti apa dan bagaimana pendekatan behaviorisme.

B. Rumusan Masalah
Setelah mengkaji latar belakang diatas, dapat diambil beberapa permasalahan sebagai
kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behaviorisme?
2. Apasajakah prinsip – prinsip teori belajar behaviorisme?
3. Apa tujuan pembelajaran behaviorisme?
4. Bagaimana aliran teori menurut Ivan P. Pavlop, Edwin R. Guthrie, dan J. Watson?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dalam teori belajar behaviorisme?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengertian teori belajar behavioristik
2. Menganalisis prinsip – prinsip teori belajar behaviorisme
3. Mengetahui tujuan belajar teori behaviorisme
4. Menganalisis aliran teori menurut Ivan P. Pavlop, Edwin R. Guthrie, dan J.
Watson
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar behaviorisme
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran
psikologi. Teori Belajar behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku
manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Kemudian teori ini
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori belajar Behavioristik yang dikemukakan oleh para tokoh psikologi Behavioristik,
sering disebut dengan “Contemporary behaviorists” atau biasa juga disebut “S-R psychologists”.
Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) dan
penguatan (reinforcement) dari lingkungan.Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar,
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya 1. Jadi dapat
disimpulkan bahwa teori behavioristik menekankan pada terbentuknya tingkah laku yang
nampak sebagai hasil dari proses belajar.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.
Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial
jika dia belum bias atau tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja
bakti, ronda dll.

Ciri-ciri Teori Behavioristik.


1
Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 30
Menurut Sumadi Suryabrata teori behavioristik memiliki cirri-ciri sebagai berikut:2
1. Mementingkan factor lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian (elemen).
3. Mengutamakan mekanisme peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar.
5. Mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. Dalam memecahkan masalah ciri khasnya adalah “trial and error”.
Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu:
a. Ada motif pendorong aktivitas
b. Ada berbagai respon terhadap situasi
c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah
d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

B. Prinsip – Prinsip Behaviorisme


Terdapat ciri utama yang melekat pada teori-teori yang berbasis pada paradigma
behavioristik, antara lain:3
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku, mahzab ini memandang obyek psikologi bukanlah
kesadaran tetapi tingkah laku. Sehingga pengalaman-pengalaman psikis tidak diteliti,
yang diteliti adalah perubahan-perubahan gerakan badaniah yang observable. Metode
yang dipakai dalam pengkajian objek sepenuhnya menerapkan metode yang dipakai
dalam kajian ilmu pengetahuan alam.
2. Semua bentuk-bentuk tingkah laku dikembalikan pada refleks-refleks. Behaviorisme
menindak lanjuti apa yang telah dirintis psikologi asosiasi yang ingin menemukan
elemen-elemen apa yang mendasari tingkah laku dan ternyata elemen-elemen tersebut
berada pada reflex-refleks atau reaksi yang tidak disadari terhadap suatu rangsang.

2
Rumini, Psikologi Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1993.
3
Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011. Hlm. 62
3. Behaviorisme tidak mengakui adanya potensi bawaan seperti bakat, sifat umum yang
menurun. Sebab pendidikan dan lingkungan memegang kekuasaan penuh terhadap proses
pembentukan perilaku individu.

Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasan respons


(Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat
situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik menekankan pada pengaruh
lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling diperlukan
dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai
peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2. Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan
pembelajaran.
3. Lebih menekankan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran.

Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip behavioristik, berikut
ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of
Organism. Beberapa prinsip Skinner:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

C. Tujuan Teori Belajar Behaviorisme


Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
1. Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan
peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental).
2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang
dimunculkan dari stimulus.
3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada
kondisi respon diciptakan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.

D. Teori Belajar Behaviorisme Menurut Beberapa Ahli


1. Aliran Teori Belajar Menurut Ivan Petrovich Pavlop

a. Dasar Teori Classical Conditioning Pavlop


Prosedur conditioning Pavlop disebut klasik, karena merupakan penemuan
bersejarah dalam bidang psikologi. Secara kebetulan conditioning reflex
ditemukan Pavlop pada waktu ia sedang mempelajari fungsi perut dan
mengukur cairan yang dikeluarkan dari perut, ketika anjing sebagai binatang
percobaannya sedang makan.
Ia mengamati bahwa, air liur keluar tidak hanya pada waktu anjing sedang
makan, tetapi juga ketika melihat makanan. Jadi melihat makanan saja sudah
cukup untuk menimbulkan air liur. Gejala semacam ini oleh pavlop disebut
“psychic” reflex.4
Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan organism
memberiken respon terhadap suatu rangsangan yang sebelumnya tidak
menimbulkan respon itu, atau suatu proses untuk mengintroduksi berbegai
reflek menjadi sebuah tingkah laku.
b. Prosedur Eksperimen Pavlop.
Berikut ini uraian dari eksperimen Pavlop:5
1) Anjing yang telah dioperasi kelenjar ludahnya, untuk keperluan
pengukuran sekresi ludahnya, dibiarkan lapar terlebih dahulu, setelah
itu bel dibunyikan selama 30 detik, makanan diberikan, maka
terjadilah reflex pengeluaran air liur.
2) Percobaan diulang 3 kali dengan jarak waktu 15 menit.
3) Setelah diulang sebanyak 32 kali, ternyata bunyi bel saja telah dapat
menyebabkan keluarnya air liur dan pengeluaran air liur bertambah
deras kalau makanan diberikan.
4) Berdasarkan eksperimen tersebut maka,
a) Bel merupakan Conditional Stimulus.
b) Makanan merupakan Unconditionned Stimulus.
c) Kelenjar air liur karena bel disebut Conditional Response.

4
Rumini, Psikologi Pendidikan, UPP UNY, Yogyakarta, 1993.
5
Soemadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hlm. 264
c. Pandangan Pavlop dalam belajar.
Dalam proses belajar, mencakup belajar yang sederhana dan yang kompleks.
Belajar sederhana merupakan dasar dari belajar yang kompleks. Hal ini
menunjukkan bahwa belajar menurut teori Classical Conditioning Pavlov
mengutamakan proses dari pada hasil. Oleh karena itu, dalam proses belajar,
teori Pavlov lebih mengutamakan stimulus dari pada respon.
Pavlop berasumsi bahwa, tindakan atau tingkah laku organisme disebabkan
oleh rangsangan atau stimulus yang diterimanya.Dengan kata lain, perilaku
organism dikontrol oleh stimulus. Atas dasar inilah teori Classical
Conditioning Pavlov sering disebut teori S-R tipe S.6
d. Aplikasi teori Pavlop dalam pendidikan.
Salah satu contoh penerapan teori classical conditioning dalam dunia
pendidikan adalah seperti lonceng berbunyi yang menandakan dimulai atau
pelajaran berakhir, pertanyaan oleh guru yang menandakan siswa dapat
menjawabnya.Semua kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil respon
atau tanggapan.

2. Aliran Teori Belajar Edwin Ray Guthrie


Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Azas belajar Guthrie yang
utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai

6
Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, Stain Jember Press, Jember, 2011, hlm. 76-77
suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama.7
Hukum kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu respon atas suatu situasi
cendrung diulang, bilamana individu menghadapi suatu yang sama. Kunci teori
guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi
pembelajaran.
a. Hukuman menurut Guthrie
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie juga percaya
bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus
dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Hukuman yang diberikan
dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada
dalam diri siswa.
Meskipun menurut sekolah hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa
saja menurut sekolah yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi
ideologis yang diyakini di kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok
pesantren tidak sesuai jika diterapkan di sekolah formal yang jauh dari budaya
pondok pesantren.8
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.
Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan
Guthrie yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.

7
Bell Gredler, E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan.( Jakarta: CV. Rajawali, 1991) hal.109

8
M. Saekhan Muchith. Pembelajaran Kontekstual. (Semarang: RaSAIL Media Group). Hlm, 53-54
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan
kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal
lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang
diperbuatnya.
Ketidak samaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika
siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus
ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia
melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif
adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif
menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar
memperkuat respon.
b. Dorongan Menurut Guthrie
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Drives (dorongan)
fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie dikatakan maintaining stimuli
(stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai
tujuan tercapai.
Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang terus ada sampai
makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan
hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah.9
c. Metode yang dirumuskan Gutrie
Gutrie merumuskan beberapa metode yang diantaranya adalah:10

9
Opcit, BR. Hergenhahn, hal. 241

10
Opcit, Theory Of Learning, hal.65
a) Metode Threshold (Ambang)
Yaitu metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan
melakukan respons lain saat petunjuk itu muncul. Misalnya, saat
diketahui alasan merokok karena stres, maka ketika suatau saat stres
itu datang lakukan kegiatan lain.
b) Metode Fatigue (kelelahan) :
yaitu, membiarkan respons terus menerus hingga tidak lagi menjadi
fungsi dari stimulus. Misalnya, gadis kecil senang menyalakan korek
api, tugasnya adalah membiarkannya sampai dia merasa menyalakan
korek api tidak lagi menyenangkan.
c) Metode Incompatible Stimuli (stimuli menyimpang) :
yaitu memberikan penyandingan terhadap stimuli karena dianggap
dapat menimbulkan respons buruk. Misalnya, ibu memberi anaknya
sebuah boneka, tetapi anak justru takut dan gemetar. Jadi, ibu harus
menjadi stimulus yang dominan agar kombinasi keduanya berbentuk
relaksasi.
Ketiga metode di atas menurut Guthrie efektif karena disajikan suatu petunjuk
tindakan yang tidak diinginkan dan berusaha mempengaruhi agar tindakan itu
tidak dilakukan, karena ada stimuli utuk perilaku lain yang terjadi dan
membuat respons yang buruk menjadi tersingkirkan.

3. Aliran Teori Belajar Menurut John Watson


Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat
dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada
gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka
datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya
bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka)
memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif.
Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan
pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang
berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia
dan hewan.
Ada 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
a. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.
Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul
sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
b. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan
maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri
dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial.
Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari
semua itu.
c. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi
mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku
manusia.
Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam percobaannya,
Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi emosional. Hal ini
didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang berkembang melalui
pengkondisian berbagai refleks.
Dalam suatu percobaan yang kontroversial di tahun 1921, Watson dan asisten
risetnya Rosalie Rayner melakukan eksperimen terhadap seorang balita bernama
Albert. Pada awal eksperimen, balita tersebut tidak takut terhadap tikus. Ketika
balita memegang tikus,  Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras.
Balita menjadi takut dengan suara yang tiba-tiba dan keras sekaligus takut
terhadap tikus. Akhirnya, tanpa ada suara keras sekalipun, balita menjadi takut
terhadap tikus.
Meskipun eksperimen Watson dan rekannya secara etika dipertanyakan, hasilnya
5
menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa manusia dapat ‘belajar’ takut
terhadap stimuli yang sesungguhnya tidak menakutkan. Namun ketika stimuli
tersebut berasosiasi dengan pengalaman yang tidak menyenangkan, ternyata
menjadi menakutkan. Eksperimen tersebut juga menunjukkan bahwa classical
conditioning mengakibatkan beberapa kasus fobia (rasa takut), yaitu ketakutan
yang yang tidak rasional dan berlebihan terhadap objek-objek tertentu atau
situasi-situasi tertentu.
Pakar psikologi sekarang dapat memahami bahwa classical conditioning dapat
menjelaskan beberapa respons emosional seperti kebahagiaan, kesukaan,
kemarahan, dan kecemasan yaitu karena orang tersebut mengalami stimuli
khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki pengalaman menyenangkan
dengan roller coaster kemungkinan belajar merasakan kesenangan justru karena
melihat bentuk roller coaster tersebut. Bagi seorang dewasa yang menemukan
sepucuk surat dari teman dekat di dalam kotak surat, hanya dengan melihat alamat
pengirim yang tertera di sampul kemungkinan menimbulkan perasaan senang dan
hangatnya persahabatan.
Pakar psikologi menggunakan prosedur classical conditioning untuk merawat
fobia (rasa takut) dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti kecanduan
alkohol dan psikotropika. Untuk merawat fobia terhadap objek-objek tertentu,
pakar psikologi melakukan terapi dengan menghadirkan objek yang ditakuti oleh
penderita secara berangsur-angsur dan berulang-ulang ketika penderita dalam
suasana santai. Melalui fase eliminasi (eliminasi stimulus kondisi), penderita akan
kehilangan rasa takutnya terhadap objek tersebut. Dalam memberikan perawatan
untuk alkohol, penderita meminum minuman beralkohol dan kemudian
menenggak minuman keras tersebut sehingga menyebabkan rasa sakit di
lambung. Akhirnya ia merasakan sakit lambung begitu melihat atau mencium bau
alkohol dan berhenti meminumnya. Keefektivan dari terapi seperti ini sangat
bervariasi bergantung individunya dan problematika yang dihadapinya.
E. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam Teori Pembelajaran Behaviorisme
Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran Sesuai
dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan
sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
1. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviourisme terdapat beberapa
kelebihan di antaranya :
a. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
b. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
c. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan.
d. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.
2. Kekurangan
Dalam pelaksanaannya teori pembelajaran behaviorisme memiliki kekurangan,
diantaranya adalah sebagai berikut ini:
a. Teori pembelajaran behaviorisme memandang belajar sebagai kegiatan yang
dialami langsung, padahal belajar merupakan kegiatan yang ada dalam sistem
syaraf pada manusia yang tidak terlihat kecuali melalui gejala-gejala yang ada.
b. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan kaku
seperti mesin atau robot, sedangkan manusia mempunyai kemampuan self control
yang bersifat kognitif, dengan kemampuan ini, manusia akan mampu menolak
kebiasaan yang tidak cocok dan sesuai dengan dirinya.
c. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima,
mengingat antara manusia dengan binatang memiliki perbedaan yang cukup
mencolok.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristikyang terdapat pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Ivan Petrovich Pavlop
2. Edwin Ray Guthrie
3. John Watson
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Teori ini memliki banyak kelebihan dan kekurangan. Sehingga apa yang menjadi
kelebihannya bisa menjadikan motivasi untuk menggairahkan belajar Dan kekurangannya kita
renovasi agar bisa lebih baik lagi.
B. Saran
Kami menyadri bawasannya, penyusun dari hasil revisi makalah ini hanyalah manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan
Yang Maha Kuasa, sehingga dalam penulisan dan penyusunannya revisi dari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu kami sebagai pemakalah memohon maaf yang sebesar-
besarnya. Tetapi satu harapan kami, kiranya dengan adanya makalah ini, bisa menambah
wawasan para pembaca tentang Aliran Teori Behavioristik.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2004.

B. Uno, Hamzah. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta : PT Bumi Aksara,
2006.

Bambang, warsita. Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, 2008.

Budiningsih, C., Asri. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009.

Gredler, Bell. E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali, 1991.

Anda mungkin juga menyukai