Spi Kelompok Empatt
Spi Kelompok Empatt
MAKALAH
Oleh :
Kelompok 4
1. M. Chairunnafsi
2. Nur Indah Sari
3. Shafriza Zahara
PROGRAM STUDI
T.A. 2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
Muawiyah juga menerapkan aspek aspek patriakal khilafah. Kebijakan politik dan
kekuatan fi nancial yang ditempuhnya berasal dari nilai-nilai tradisi Arab: Konsiliasi,
konsultasi, kedermawanan dan penghormatan terhadap bentuk-bentuk tradisi kesukuan.
Sifat-sifat dan kemampuan Muawiyah sebagai sebuah pribadi adalah lebih berarti
daripada institusi manapun. Ia sangat terkenal dengan sifat santunnya, sebuah bakat untuk
memperlakukan pengikutnya sehingga mereka bekerja sama tanpa rasa bahwa kedudukan
mereka sedang diperdaya.
Jika khalifah Umar secara fundamental merupakan tokoh yang terkenal kedekatannya
dengan Nabi Muhammad dan karena integritas agamanya, maka Muawiyah merupakan
pribadi yang tidak tertandingi dalam melestarikan tradisi (patriarch) kesukuan Arab.
Pemerintahannya ditandai dengan upaya sentralisasi kekuasaan negara dan sejumlah seruan
khilafah non Islam, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan kerja (networks)
pribadi dan ikatan kekerabatan.
Pada periode akhir dinasti Umayyah, yang mampu bertahan bukan karena konsensus
melainkan karena kekuatan militer. Khalifah Abdul Malik (685-705), dengan didukung
militer Syria Yaman, berhasil menghancurkan musuh-musuh Umayyah. Khalifah Abdul
Malik dan penggantinya, al-Walid (705-715) yang sekarang menghadapi oposisi yang
bermisi keagamaan yang sedang mewabah, yakni oposisi dari kalangan Syi'ah, Kharijiah dan
beberapa aliran kesukuan yang terpicu oleh tekanan pembahan sosial di beberapa
perkampungan militer, harus memikirkan sebuah altematif strategi pemerintahan. Respon
yang ditempuh oleh kedua khalifah tersebut adalah mempercepat proses sentralisasi negara,
bahkan menjadikan negara sebagai sebuah rezim dari pada sekedar sentralisasi pribadi
seorang khalifah, fokus loyalitas politik dan idiologis.
Meskipun rezim Muawiyah pada dasarnya adalah keluarga penguasa dan militernya,
serta suku-suku yang bernaung di bawahnya, sekelompok elite kecil memerintah sebuah
imperium yang desentralisasi, sementara ini khalifah berusaha keras menegakkan sentralisasi
kekuasaan pemerintah.
Pegawai-pegawai administrasi, pejabat sekretaris raja, para pengawal dan juru tulis
mengerumuni raja sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan tokoh-tokoh Arab se
belumnya. Pos-pos penting dalam pemerintahan masih dijabat oleh tokoh Arab, tetapi
aktifitas pemerintahan tidak lagi bergantung kepada dewan-dewan tokoh Arab, melainkan
bergantung pada pejabat-pejabat profesional. Dari pemerintahan pariarkal, khilafah telah
beralih menuju sebuah pemerintahan kerajaan.
Kebijakan konsolidasi rezim kekhilafahan yang terpenting adalah melanjutkan
gerakan penaklukkan yang berskala dunia. Serangkaian penaklukkan tahap awal adalah
dilatarbetakangi sejumlah migrasi kesukuan dan pengerahan kekuatan Aranb yang berpusat
pada beberapa perkampungan militer. Penaklukkan baru tahap berikutnya berlatar belakang
ambisi kerajaan dan melibatkan sejumlah penyerangan terhadap wilayah-wilayah terpencil
yang dilaksanakan oleh sejumlah kekuatan tambahan non Arab. Maka perang yang tedadi
berikutnya bukanlah perang ekspansi kesukuan, melainkan perang kerajaan yang berjuang
untuk meraih dominasi dunia. Dalam sejumlah peperangan tersebut menjadikan negeri-negeri
seperti Afrika Utara, Spanyol, Transoxania dan Sindh menjadi bagian dari wilayah impe rium
muslim.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh wali satu, dia sangat berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial
kebudayaan. Dalam bidang politik disusun tata pemerintahan berdasarkan tuntutan
perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain
mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh
beberapa orang al-Kutta (sekretaris) untuk membantu pelaksaman tugas yang meliputi
1. Katib ar-Rasail: sekretaris yang bertugas menye lenggarakan administrasi dan Surat
menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
2. Katib al-Kharraj: sekretaris yang bertugas menye lenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara
3. Katib al-Jundi: sekretaris yang bertugas menye lenggarakan hal-hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
4. Katib as-Syurtah: sekretaris yang bertugas menye lenggarakan pemeliharaan
keamanan dam ketertiban umum.
5. Katib al-Qudat sekretaris yang bertugas menye lenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Sebaliknya Qays mewakili kalangan Arab yang tetap aktif dalam militer dan
menggantungkan pendapatannya pada kegiatan penaklukan, administrasi kepemerintahan dan
pendapatan pajak. Mereka cenderung kepada sistem sentralisasi kekuasaan politik, ekspansi
militer dan pelestarian privilise Arab.
Antagonisme antara Arab dan Non Arab harus dihapuskan menjadi sebuah kesatuan
muslim yang univer sal. Dalam pandangan Umar II, problem ini bukanlah semata mata untuk
kepentingan muslim sambil mempertahankan supremasi kelompok Arab, tapi sebaliknya
imperium ini tidak akan bertahan bila merupakan imperium Arab saja. Tetapi ia harus
menjadi sebuah imperium bagi seluruh warga muslim.
Sementara itu mengenai tuntutan muslim non Arab (Mawali) terhadap pembebasan
pajak jiwa dan pajak tanah sebagai bentuk persamaan dengan kelompok Arab, khalifah Umar
II menetapkan bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual.
Kelompok Mawali diharapkan membayar pajak tanah dan demikian pula tuan-tuan
tanah Arab harus membayarnya secara penuh. Jadi, beban pungutan pajak dipersamakan,
bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi yakni pada sebuah biaya yang dikeluarkan oleh
tuan-tuan tanah Arab. Mengenai pajak jiwa, Umar II menetapkan sebuah prinsip, yang sering
kali tidak diperhatikan bahwasanya pajak tersebut hanya dipungut pada Mawali saja.
Penghuni tetap dari kalangan Arab dan Mawali dibebaskan dari pungutan pajak ini, namun
pada saat yang bersamaan mereka semua dianjurkan mengeluarkan sedekah atau apa yang
dikenal sebagai zakat (pajak muslim), yang merupakan bagian dari konvensasi terhadap
berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak jiwa.
Penyusupan warga non Arab ini menimbulkan reaksi penting pada masyarakat Arab.
Orang-orang Arab berusaha menyerap kalangan pendatang baru ke dalam struktur klan lama
sebagai klien. Konsep klien ini merupakan warisan Arabia pra Islam, dimana seorang klien
merupakan sekutu inferior dari sebuah klan Arab; keturunan mereka juga berstatus sebagai
klien. Mawali menerima sokongan dan perlindungan dan harus dibantu dalam perkawinan.
Perlindungan pihak Arab yang berkuasa mesti ditukar dengan loyalitas Mawali yang
berstatus lebih rendah. Sekalipun demikian, lantaran mereka menampung kelompok Mawali.
Klan-klan Arab semakin melemah unit kekerabatannya dan semakin banyak terbentuk
kelompok politik dan ekonomi yang dibangun mengitari sebuah kerabat inti. Gap antara
kalangan aristokratik dan klan-klan kampung semakin meluas. Sebagai contoh, di dalam suku
Tamin, klan bangsawan menerima orang-orang yang semula sebagai kesatria Persia sebagai
klien mereka, sedang suku lainnya menerima pekerja budak dan tukang tenun sebagai klien
mereka.
Perwalian ini juga menimbulkan konflik kelas antara Mawali dan tuan-tuan mereka.
Bahkan Mawali yang menjalankan tugas secara profesional di medan perang, di bidang
administrasi, perdagangan, obat-obatan dan di bidang kehidupan keagamaan berkedudukan
sebagai kelas sosial yang inferior. Mereka dikerahkan secara ekonomis dan tidak dapat
menikah dengan warga Arab, demikian pula keturunan mereka. Tentara-tentara Mawali yang
sangat gigih menentang pengucilan dari urusan keuangan militer (diwan), sebab peran
menanganan urusan keuangan bukan saja sangat me nguntungkan secara finansial, tetapi
tugas ini merupakan sebuah simbol privilise sosial kelompok Mawali menghendaki terlibat
penuh sebagai kalangan elite, tetapi bagi kalangan Arab keinginan seperti ini sungguh-
sungguh tidak dapat dipertimbangkan. Mereka bersikeras terhadap status dan privilise mereka
dan menenteng peran penting klien dalam bidang militer dan administrasi, ketekunan mereka
beragama dan kemahiran dalam berdagang dan berpegang teguh terhadap bayangan
keunggulan bangsa Arab
3. Sistem Militer
Beberapa khalifah Umayyah masa akhir, sejak Abdul Malik sampai Hisyam (724-
743) membangun sebuah pemerintahan kerajaan yang tidak berdasarkan unsur Arab
melainkan berdasarkan kekuatan militer Syiria, peningkatan kekuatan dan rasionalisasi
pejabat-pejabat administratif dan berdasarkan sebuah ideologi kesetiaan terhadap negara. Jika
kekhalifahan pada awalnya merupakan serial pemerintahan individual yang sangat
bergantung kepada pribadi khalifah yang saleh atau sifat-sifatnya yang terteladani, maka
khilafah yang baru merupakan sebuah institusi yang terlepas dari pejabat-pejabat yang
individual. Umayyah telah mengalihkan kekhilafahan menjadi sebuah rezim negara, namun
pada saat yang sama mereka juga tetap menjaganya, menjadi sebuah simbolisme imperium
yang merupakan warisan Islam yang jelas.
Dengan kematian Hisyam pada 743 rezim Umayyah menjadi goncang dan kelompok
keluarga Ali, Abbasiyah, Kharijiyah, kelompok-kelompok kesukuan dan para gubernur yang
tersisihkan, semuanya dalam keadaan percekcokan. Faktor-faktor kegoncangan ini antara lain
karena faktor kepayahan atau keletihan militer pemerintahan dari kalangan warga Syria.
Beberapa khalifah Umayyah masa belakangan berusaha meningkatkan peranan militer Syria
untuk menguasai kelompok Arab lainnya. Dan memperkuat pasukan tempur pada beberapa
wilayah perbatasan impe rium dengan tentara-tentara yang cakap, profesional dan tentara
yang tangguh dan pantang mengeluh.
4. Sistem Fiskal
Abdul Malik dan al-Walid menyusun peralihan pejabat pejabat pajak dari orang-orang
yang berbahasa Yunani dan Syria kepada orang-orang yang berbahasa Arab. Catatan-catatan
ringkas, penyalinan dan laporan sekarang muncul dalam bahasa Arab. Perubahan-perubahan
ini berlangsung di Iraq pada 697, di Syria dan Mesir pada 700, setelah beberapa tahun
berlangsung di Khurasan, Selanjutnya khalifah mengadakan pengorganisasi keuangan di
berbagai daerah.
Pada masa khalifah Umar II (717-720), khalifah mengusulkan sebuah revisi yang
penting mengenai aturan dan beberapa prinsip perpajakan untuk menghilangkan
ketidakseragaman yang lebih besar dan demi persamaan. Khalifah Hisyam (724 743)
berusaha menerapkan kebijakan Umar II di wilayah Khurasan, Mesir, Mesopotamia.
Administrasi Umayyah juga mulai mengembangkan sebuah identitas organisasional. Pada
dekade pertama imperium Arab, hal-hal yang berkenaan dengan administrasi di
selenggarakan oleh orang-orang yang berbahasa Yunani dan. Persia, merupakan warisan dari
imperium sebelumnya. Sekalipun demikian pada sekitar tahun 700, sebuah generasi baru dari
klien-klien Arab yang mencapai kekuasaan berpengaruh, sekalipun mereka telah dididik
menjadi pegawai dan agar setia kepada khilafah.
Khalifah juga menunjuk seorang wazir yang bertugas untuk menyita kekayaan
pejabat. Sejumlah harta kekayaan itu harus dikembalikan ke negara. Dewan khusus yang
menangani penyitaan harta kekayaaan, yaitu Diwan al Mushadarat untuk menangani
penyitaan tanah dan Diwan al-Marafiq untuk menangani harta kekayaan hasil suap. Untuk
mengatasi hasil korupsi, pemerintah pusat dipaksa menyediakan sarana administratif yang
baru, untuk memulihkan kerugian politik dan financial yang disebabkan oleh sistem birokrasi
yang korup. Sebuah metode yang diterapkan adalah dengan mendistribusikan iqtha' kepada
tentara, pegawai-pegawai istana dan para pejabat yang terlibat dalam pengumpulan pajak dari
hasil pertanian.
Pelelangan hak iqtha' merupakan dari awal kepemilikan tanah yang luas yang dapat
menyerap sejumlah pemilik tanah kecil dan kelompok petani bebas. Kaum petani di bawah
tekanan biro perpajakan berharap dapat berlindung kepada pemegang hak iqtha' yang
berpengaruh dan melepaskan tanah-tanah mereka. Praktek semacam ini disebut Talija
(harapan) atau bimaya (proteksi).
Selain petani kecil yang dikenai pajak, relatif semakin sedikit, pada sisi lain
pemerintah berhadapan dengan bangsawan pemilik tanah lokal yang mereduksi kewajiban
administrasi kepada kewajiban mengumpulkan pajak, berdasarkan pembayaran atas
kesepakatan bersama.
Salah satu dinasti penting yang ikut mewarnai sejarah perdaban islam adalah Dinasti
Umayyah. Dinasti ini berdiri pada tahun 661-750 M. Meskipun Dinasti ini kurang dari satu
abad tetapi capaian ekspansi sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari
pusat kekuasaan islam dilakukan dalam waktu kurang dari setengah abad. Ini tentu
merupakan kemenangan yang sangat menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak
pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai
Berdirinya Dinasti Umayyah tidak bisa dilepaskan dari sosok Mua’wiyah ibn Abi
Sofyan. Ia memeluk agama islam pada usia yang masih muda, jauh sebelum keluarga Abu
Sofyan lainnya memeluk agama islam. Mu’awiyah lahir empat tahun menjelang Muhammad
diangkat menjadi Rasul, ada juga yang mengatakan dua tahun sebelum Rasul diangkat atau
15 tahun sebelum hijrah. Mu’awiyah termasuk sahabat dekat dengan Rasulullah.
Mu’awiyah mendapat kepercayaan dari Rasul untuk menulis al-Qur’an dan pernah
ikut bersama Rasul hijrah ke Madinah. Kesetiaan yang diperlihatkan oleh Mu’awiyah
terhadap islam, adalah mempertaruhkan nyawanya di beberapa medan pertempura dan
bahkan berhadapan dengan ayahnya sendiri, yaitu pada saat penaklukan Mekkah. Prestasi
Mu’awiyah dari ke hari yang semakin menjadikan dirinya dijadikan sebagai gubernur
Damaskus di zaman khalifah Usman. Pengaruh yang dimiliki Mu’awiyah di Damaskus ini,
sangat mendukung usahanya untuk menjadi khalifah. Hal ini terlihat dari dukungan
Damaskus diperolehnya untuk melawan kekhalifah Ali bin Abi Thalib.
Awal pendirian dinasti ini, berawal dari masalah tahkim yang menyebabkan
perpecahan di kalangan pengikut Ali, yang berakhir denga kematiannya. Sepeninggal Ali itu
sebenarnya masyarakat secara beramai-ramai membaiat Hasan, putra Ali, menjadi khalifah.
Tetapi Hasan memang kurang berminat untuk menjadi khalifah. Karena itu setelah Hasan
berkuasa beberapa bulan, Mu’awiyah meminta agar jabatan khalifah diberikan kepadanya,
Hasan dengan memberikan beberapa persyaratan, dengan rela itu dilimpahkan kepada
Mu’awiyah. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah amul jama’ah atau tahun persatuan
umat islam.
Sejak peristiwa amul jama’ah itu, Mu’awiyah resmi menjadi khalifah baru umat islam
yang berpusat di Damaskus. Perbedaan yang mencolok dinasti ini dengan Khulfaur Rasyidin
adalah terletak pada pergantian pemimpin yang dilakukan secara turun menurun. Ini trrlihat
seblum Mu’awiyah meninggal, dia sudah menyiapkan Yazid ibn Mu’awiyah, sebagai putra
mahkota menggantikan dirinya. Mu’awiyah sebagai khalifah pertama dinasti ini dan dialah
yang dianggap sebagai pendiri dan pembina dari dinasti Umayyah.
Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun,
dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan,
sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara meeka ada
pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak
zamannya, sebaliknya adapula khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan khalifah
Umayyah adalah sebagai berikut:
Sejak pertama kali islam menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga masa jatuhnya,
islam memainkan peran yang sangat besar. Islam di Spanyol telah berkuasa selama tujuh
setengan abad. Menurut Dr. Badri Yatim, sejarah panjang islam di Spanyol dibagi dalam
enam periode, yaitu:
1) Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke-
10. Manuskrip-manuskrip Yunani telah diteliti dan diterjemahkan ke dalam
bahasa arab. Pada masa khalifah Abbasiyah, Al-Manshur (754-755 M) telah
dimulai aktifitas penerjemahan hingga masa khalifah Al-Makmun (813-833
M).
2) Sains
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika, astronomi,
kimia, botani, zoology, geologi, ilmu obat-obatan juga berkembang dengan
baik. Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat
melahirkan banyak pemikir terkenal.
3) Bahasa dan Sastra
4) Music dan Kesenian
Music dan kesenian pada masa Islam di Spanyol sangat masyhur. Music dan
seni banyak memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana.
1) Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam yang kemudian diambil alih
oleh dinasti umayyah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir
di tengah kota. Taman-taman untuk mengisi ibu kota Spanyol Islam itu.
2) Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat islam di Spanyol. Disini
berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir islam.
3) Sevila
Kota sevila dibangun pada masa pemerintahan al muwahidin, Sevila pernah
menjadi ibu kota yang indah bersejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Achsin. Mohamad, Sumbangan Kebudayaan Islam Kepada Ilmu dan kebudayaan, Bandung:
pustaka, 1986.
Armand, Abet, Dalam Islam Kesatuan dan Keberagaman, : Jakarta Yayasan Perhidmatan,
1993, Cet ke 1.
AI-Askandari, Umar dan Savidji Ag, Tarikh Meir, Kairo: Maktabah Madbuli, 1996.
Al-Basya, Hasan, Dirasat Fi Tarihk al-Daulah al-Abbasiyah, Kairo Dar al-Nandlah al-
Arabiyah, 1975.
Amin. Ahmad, Dhuha al-Islam, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt, Jilid II.
AJ-Din. Jamal, Surur, Al-Hayat al Siyasaah fi al-Daulah al Arabiyah, Kairo: Dar al-Fikr,
1975.
Al-Thabary, Tarikh al-Umam wal al-Mulk, Beirut: Dar al Fikr, 1979, Jilid IV.
Abidin, Zainal, Ahmad, Sejarah Islam dan Ummat nya, Jakarta : Bolan Bintang, 1977, Jilid
III.
Abdullah, Taufik (Ed), Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia,
1991.
Ali. A. Mukti dkk, (Ed), Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Depag, RI, 1988.