Anda di halaman 1dari 22

MENGANALISIS WACANA PRAGMATIK

Dosen pengampu

Noibe Halawa, M.Pd

KELOMPOK 12

Nama : Kaperius Daeli (202124035)

: Mewiman Zalukhu (202124049)

: Sriwahyuni Gulo (202124070)

Semester/Kelas : IV/B

Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Pragmatik Bahasa Indonesia

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan padaTuhan yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dari kelompok 12 dapat menyelesaikan makalah tentang
“Menganalisis Wacana Pragmatik” yang dibimbing oleh ibu Noibe Halawa, M.Pd. Makalah
yang ditulis dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet.

Dan tak lupa juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini, sehingga tersusunlah makalah ini. Menyadari juga bahwa makalah yang telah kami
buat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca
untuk menyampaikan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang jauh
lebih baik.

Gunungsitoli, 04 Juli 2022

Penulis

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan ............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pragmatik.................................................................................................3


B. Tindak Tutur...................................................................................................................4
C. Analisis Wacana Pragmatik............................................................................................6
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................................15
B. Saran ..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting guna menuangkan ide pokok pikiran,
baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu
diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga harus ada pemahaman. Dengan adanya
pemahaman, maksud dan tujuan pun akan tersampaikan secara jelas (Chaer, 2010: 3). Bahasa
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan
bahasa tulisan. Bahasa tulisan dapat diartikan hubungan tidak langsung, sedangkan bahasa lisan
dapat diartikan hubungan langsung. Hubungan langsung akan terjadi dalam sebuah percakapan
antarindividu dan antarkelompok. Percakapan yang terjadi mengakibatkan adanya peristiwa tutur
dan tindak tutur.

Pertuturan dapat diartikan sebagai perbuatan berbahasa yang dimungkinkan dan


diwujudkan sesuai dengan kaidah-kaidah pemakaian unsur-unsur dapat pula dikatakan bahwa
perbuatan yang menghasilkan bunyi bahasa secara beraturan sehingga menghasilkan ujaran yang
bermakna. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur merupakan gejala
individual, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan berbahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Peristiwa tutur banyak dilihat pada makna atau arti tindakan dalam
tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terjadi pada satu proses
yaitu proses komunikasi (Chaer dan Leony, 2010: 61).

Maksud dan tujuan berkomunikasi di dalam peristiwa tutur diwujudkan dalam sebuah
kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh seorang penutur dapat diketahui pembicaraan
yang diinginkan penutur sehingga dapat dipahami oleh penutur atau mitratutur. Akhirnya
mitratutur akan menanggapi kalimat yang dibicarakan oleh penutur. Misalnya, kalimat yang

1
mempunyai tujuan untuk memberitahukan saja, kalimat yang memerlukan jawaban, dan kalimat
yang meminta lawan tutur untuk melakukan suatu tindakan atau suatu perbuatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar dari pragmatik dalam bahasa?
2. Apa saja jenis-jenis dari tidak tutur?
3. Bagaimana menganalisis wacana pragmatik?

C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui konsep dasar pragmatik


2. Untuk dapat memahami dan memperdalam jenis-jenis dari tindak tutur
3. Untuk dapat memahami dalam menganalisis sebuah wacana pragmatik

2
BAB II

PEMBAHASAN

Analisis wacana tidak dapat dilepaskan dari pragmatik. Brown dan Yule (1983 : 27)
menegaskan bahwa penganalisis wacana seharusnya menggunakan pendekatan pragmatis
terhadap penyelidikan bahasa. Pendekatan semacam ini mempertimbangkan banyak persoalan
yang tidak diperhatikan oleh pakar linguistik formal seperti yang mereka lakukan dalam analisis
sintaksis dan semantik. Hal yang paling mencolok tentang ini adalah dipertimbangkan konteks
yang melatari sebuah wacana dalam analisis yang dilakukan. Oleh karena itu, penganalisis
wacana perlu memahami berbagai aspek yang menjadi bidang kajian pragmatik, yaitu referensi
(reference), implikatur (implikature), dan tindak tutur (speech act).

A. Konsep Dasar Pragmatik

Pragmatik sebagai sebuah studi tentang penggunaan bahasa dan arti ungkapan
berdasarkan situasi yang melatarbelaknginya telah menjadi sebuah cabang linguistik yang
semakin penting dalam studi bahasa. Hal ini disebabkan terutama oleh adanya keterbatasan
kajian linguistik formal murni yang tidak dapat menjangkau pemecahan masalah maka yang
muncul pada konteks pemakaian kalimat dalam komunikasi. Dengan demikian, pragmatik
berurusan dengan bahasa pada tingkatan yang lebih konkret, yakni penggunaan bahasa dalam
peristiwa komunikasi yang sebenarnya. Pragmatik berurusan dengan tindak tutur atau
performansi verbal yang terjadi dalam situasi tutur tertentu.

May (19996 : 5) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa
seperti tampak dalam hubungannya dengan pemakai bahasa. Pragmatik bukanlah ilmu yang

3
mempelajari bahasa dalam kebenarannya sendiri dan bukan pula mempelajari bahasa seperti
yang dipelajari oleh para linguis. Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa seperti halnya
yang digunakan dalam kehidupan manusia secara nyata, bahasa yang digunakan bagu tujuan-
tujuan tertentu dengan keterbatasan-keterbatasan dan segala faktor pendukungnya.

Levinson (1995 : 7-8) menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara
bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dengan demikian, untuk
memahami pemakaian bahasa, kita ditutut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian
bahasa tersebut.

Dalam uraian selanjutnya, Leech (1983 : 13-15) mengemukakan bahwa aspek situasi
tutur dalam fenomena pragmatik mencakup hal-hal sebagai berikut: (1)yang menyapa (penutur)
yang disapa, (mitra tutur) yaitu pihak-pikhak yang terlibat dalam situasi tutur tertentu; (2)konteks
tuturan, yaitu sesuatu pengetahuan tentang latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur
dan mitra tutur yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan; (3)tujuan tuturan, yakni
sesuatu yang diinginkan penutur melalui tuturannnya; (4)tuturan itu sendiri, baik tuturan sebagai
bentuk tindak ujar maupun; (5)tuturan sebagai produk tindak verbal.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dikemukakan bahwa secara umum pragmatik


berhubungan dengan pemakaian bahasa, baik tulis maupun lisan, dalam suatu penggunaan
bahasa yang sesungguhnya. Hal ini berarti bahwa kajian terhadap penggunaan bahasa dalam
pragmatik memperhatikan konteks yang seutuh utuhnya dan selengkap-lengkapnya. Dengan cara
sederhana dapat dikatakan bahwa dalam kajian pragmatik, bentuk bahasa yang muncul dalam
peristiwa komunikasi merupakan hasil perpaduan antara maksud, pesan, atau makna komunikasi
dengan situasi atau konteks yang melatarinya.

B. Tindak Tutur
Konsep mengenai tindak ujaran (Speech Acts) dikemukakan pertama oleh John L. Austin
dengan bukunya How to Do Things with Words (1962). Austin adalah orang pertama yang

4
mengungkapkan gagasan bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui
pembedaan antara ujaran konstatif dan ujaran performatif. Ujaran konstantif mendeskripsikan
atau melaporkan peristiwa atau keadaan dunia. Dengan demikian, ujaran konstantif dapat
dikatakan benar atau salah. Sedangkan ujaran performatif, tidak mendeskripsikan benar salah
dan pengujaran kalimat merupakan bagian dari tindakan. (Austin, 1962: 5).

Austin membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu:

a). Lokusi, yaitu semata-mata tindak bicara, tindakan mengucapkan kalimat sesuai dengan
makna kata atau makna kalimat. Dalam hal ini kita tidak mempermasalahkan maksud
atau tujuan dari ujaran tersebut. Misal ada orang berkata “saya haus” artinya orang
tersebut mengatakan dia haus.
b). Ilokusi, yaitu tindak melakukan sesuatu. Di sini kita berbicara mengenai maksud, fungsi
dan daya ujaran yang dimaksud. Jadi ketika ada kalimat ”saya haus” dapat memiliki
makna dia haus dan minta minum.
c). Perlokusi, adalah efek yang dihasilkan ketika penutur mengucapkan sesuatu. Misalnya
ada kalimat ”saya haus” maka tindakan yang muncul adalah mitra tutur bangkit dan
mengambilkan minum.

Selanjutnya, Searle (1969) dalam Rusminto mengemukakan bahwa tindak tutur adalah
teori yang mencoba mengaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan
tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Kajian tersebut didasarkan pada pandangan bahwa (1)
tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika
direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata, misalnya membuat pernyataan, pertanyaan,
perintah, dan permintaan.

J.R. Searle kemudian menerbitkan buku Speech Acts yang mengembangkan hipotesa
bahwa setiap tuturan mengandung arti tindakan. Tindakan ilokusioner merupakan bagian sentral
dalam kajian tindak tutur. Ada lima jenis ujaran seperti yang diungkapkan oleh Searle (1969)
antara lain:

5
a). representatif (asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kebenaran atas apa
yang dikatakan (misal: menyatakan, melaporkan, mengabarkan, menunjukan,
menyebutkan).
b). direktif, tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur
melakukan apa yang ada dalam ujaran tersebut (misalnya: menyuruh, memohon,
meminta, menuntut, memohon).
c). ekspresif, tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud ujarannya diartikan sebagai
evaluasi tentang hal yang disebutkan pada ujaran tersebut (misalnya: memuji, mengkritik,
berterima kasih).
d). komisif, tindak ujaran yang mengikat penutur untuk melakukan seperyi apa yang
diujarkan (misalnya bersumpah, mengancam, berjanji).
e). deklarasi, tindak ujaran yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal
yang baru (misalnya memutuskan, melarang, membatalkan).

C. Analisis Wacana Pragmatik

Tindak Tutur Meminta dengan Pendayagunaan Konteks dalam Bahasa Aank-Anak

Ketika anak-anak bertindak tutur, selalu terdapat konteks yang melatari tuturan tersebut. Konteks
tersebut sangat menentukan dan berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi antara anak
dan mitra tuturnya. Lebih dari itu, ada kalanya konteks tersebut dimanfaatkan oleh anak-anak
untuk mendukung atau menunjang agar tujuan tuturannya tercapai. Ada kalanya tempat tertentu,
waktu tertentu, suasana tertentu, peristiwa tertentu, dan keberadaan orang tertentu dimanfaatkan
oleh anak untuk mendukung dan menunjang keberhasilan tuturan yang dilakukannya kepada
mitra tutur. Pemanfaatan konteks untuk mendukung keberhasilan tujuan tuturan inilah yang
dimaksudkan dengan pendayagunaan konteks.

a). Konteks Tempat

6
Tempat yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, tidak hanya menjadi bahan
pertimbangan oleh anak, lebih dari itu, ada kalanya anak juga mendayagunakannya untuk
mendukung keberhasilan tuturannya. Konteks tempat yang didayagunakan oleh anak-anak
meliputi tempat yang berada di sekitar anak ketika bertutur dan tempat lain yang tidak berada di
sekitar anak yang bersangkut paut dengan tuturan yang diajukan tersebut.
(1). D : Mbak, aku pakai singlet aja ya, kamarnya panas. (sambil membuka baju)

S : Eh, nanti dimarah Mamamu

D : Sumuk aku mbak.

S : Jangan, ayo pakai lagi bajunya!

D : ah, mbak ini payah loh.

(2). D : Tak buka sekarang ya Mbak? (membuka bungkusan sosis dari Alfamart)

S : Apa bisa makannya?

D : Katanya tadi kalau sudah di motor, sekarang sudah di motor loh Mbak.

S : Ya sudah, dipegang pelan-pelan makannya.

Peristiwa tutur pada data (1) terjadi pada saat anak bersama penulis dan sedang berada di dalam
kamar. Ketika berada di dalam kamar, anak hanya ingin memakai kaos dalaman saja, tetapi
penulis melarangnya agar anak tidak dimarahi oleh mamanya. Pada dasarnya anak tidak tahan
dengan keadaan cuaca yang panas, dengan demikian anak memanfaatkan keberadaannya di
kamar untuk meminta kepada penulis agar diizinkan hanya mengenakan singlet. Pernyataan
“Mbak, aku pakai singlet aja ya, kamarnya panas” merupakan sebuah upaya yang dilakukan anak

7
untuk mendayagunakan keberadaannya di dalam kamar, untuk mendukung permintaannya.
Dengan cara tersebut anak berharap penulis dapat memperoleh bahan untuk mempertimbangkan
ulang permintaan yang telah ditolak oleh penulis dalam percakapan sebelumnya.

Demikian pula pada data (2), peristiwa tutur ini terjadi pada saat anak ikut berbelanja di
Alfamart. Ketika masih di dalam, anak meminta untuk membuka makanannya yang belum di
bayar di kasir. Tentu saja penulis tidak mengizinkan hal tersebut, dan mengatakan nanti kalau
sudah naik motor. Setelah selesai berbelanja dan berada di luar tepatnya di atas motor, anak
kembali meminta untuk membuka makanannya. Penulis mengingatkan anak karena mereka
sedang berkendara, bahaya kalau sambil makan. Anak merasa kecewa bahwa permintaannya
kembali ditolak oleh penulis. Ia berusaha tetap melanjutkan permintaan tersebut dengan
mendayagunakan konteks tempat, yakni, “sudah di atas motor” yang seharusnya tidak dilarang
lagi untuk makan makanannya.

b). Konteks Waktu


Konteks waktu yang melatari peristiwa tutur pada saat anak-anak bertutur, ada kalanya juga
dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Konteks
waktu yang didayagunakan oleh anak-anak tidak hanya dikaitkan dengan waktu sekarang, pada
saat tuturan dilakukan, tetapi juga berkaitan dengan waktu tertentu di masa lalu dan di masa yang
akan dating yang bersangkut paut dengan tuturan anak.
(3). D : Masih lama enggak Ma, sudah jam empat loh, naik motor ya. (sambil
memakai sandal)

M : Iya sabar ya sayang, mama matikan kompor dulu.

D : Nanti aku gak boleh masuk!

8
S : Iya Mbak, kasian.

M : Sudah kok ini, ayo berangkat. Titip rumah ya.

(4). D : Yah, sambil nunggu bedug main ular tangga yok?

A : Sama Mbak Siska aja ya, Ayah mau ke masjid.

D : Iya deh, tapi Ayah buka puasa di rumah kan?

A : Iya sayang.

Data pada wacana (3) dan (4) merupakan data pendayagunaan konteks waktu sekarang, yakni
waktu pada saat permintaan tersebut diajukan . peristiwa tutur pada wacana (3) terjadi pada saat
anak akan berangkat ngaji di TPA, sore hari. Kebetulan pada saat itu hamper pukul empat. Anak
ingin diantar ke TPA lebih cepat agar tidak terlambat lagi. Oleh karena itu, untuk mengajukan
permintaannya, diantar menggunakan motor, anak mendayagunakan konteks waktu untuk
mendukung keberhasilan permintaan yang diajukannya, yakni bahwa waktu untuk berangkat
ngaji sudah agak terlambat. Dengan cara tersebut anak berharap mama dapat memaklumi
permintaan anak dan memperoleh bahan pertimbangan yang mendorong mama mengabulkan
permintaan anak.

Demikian pula pada data (4) peristiwa tutur pada data tersebut terjadi pada saat anak dan orang
tuanya berada di rumah sambil menunggu azan magrib. Anak ingin bermain ular tangga
kesukaannya dan berusaha meminta izin kepada ayah untuk menemaninya main ular tangga.
Untuk mendukung permintaannya anak berusaha memanfaatkan waktu yang ada, yakni sambil

9
menunggu bedug, daripada nganggur, lebih baik sambil bermain ular tangga. Cara ini digunakan
oleh anak untuk memberikan bahan pertimbangan bagi mitra tuturnya agar memaklumi
permintaan anak dan mendorong mitra tuturnya untuk mengabulkan permintaan yang
diajukannya.

c). Konteks Peristiwa


Tindak tutur yang dilakukan oleh anak-anak selalu terjadi dalam konteks peristiwa tertentu.
Peristiwa-peristiwa tersebut tidak saja menjadi faktor yang cukup menentukan dalam peristiwa
tutur yang terjadi, tetapi juga sering dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mendukung
keberhasilan tuturannya. Anak-anak sering menggunakan konteks peristiwa ini untuk
memengaruhi pendapat atau pandangan mitra tuturnya sehubungan dengan tindak tutur yang
dilakukannya. Konteks peristiwa yang didayagunakan oleh anak-anak untuk mendukung
keberhasilan tuturannya dapat berupa peristiwa tertentu yang merugikan anak dan selayaknya
mendapatkan kompensasi tertentu bagi anak.
(5). D : Mba, pulang dari pasar beliin petasan ya. (sambil bergelayut)

S : Asal nggak nakal lagi.

D : Iya deh, janji.

S : Awas kalau kamu bohong!

(6). I : Mba, petasannya tak idupin sekarang ya?

S : Nanti malam aja.

D : Satu aja, nanti malam lagi.

10
S : Ya sudah, awas kena tangan.

Peristiwa tutur pada data (5) terjadi pada saat anak berada di pasar bersama penulis. Anak merasa
tidak betah berlama-lama berada di pasar sehingga meminta kompensasi kepada penulis diakhir
peristiwa. Meskipun membeli petasan merupakan permintaan yang tergolong sulit, dengan
percaya diri anak mengajukan permintaannya dengan menggunakan permintaan langsung.

Peristiwa tutur yang terdapat pada data (6) terjadi pada saat anak baru saja di ajak berbelanja ke
pasar oleh penulis. Tidak berbeda dengan data pada wacana (5), peristiwa pada data wacana (6)
ini juga merupakan sesuatu yang biasanya selalu dapat kompensasi tertentu dari penulis. Oleh
karena itu, anak memanfaatkan peristiwa ini untuk mendukung pengajuan permintaannya.

d). Konteks Suasana


Suasana yang melatari peristiwa tutur ketika anak-anak bertutur merupakan aspek cukup
menentukan bagi tuturan anak. Lebih dari itu, ada kalanya anak-anak memanfaatkan suasana-
suasana tertentu untuk mendukung keberhasilan tuturan yang dilakukannya. Suasana yang
dimaksud adalah suasana-suasana yang nyaman dan menyenangkan yang terjadi dalam peristiwa
tutur tertentu, terutama suasana hati yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh mitra
tuturnya.
(7). D : Mbak, lihat nilaiku besarkan?

S : Mana?

D : Ini, aku dapet 10.

S : Wah, hebat kamu.

11
D : Sekarang mainan laptop ya, Mbak.

S : Boleh.

D : Mbak seneng nggak liat nilaiku tadi?

S : Pastilah.

(8). D : Yah, ayah masih mau ke kolam lagi ya?

A : Kenapa, mau ikut?

D : Nggak, anterin aku tempat dek Esa.

A : Oh iya ayah sudah janji ya kemarin.

D : Iyalah, kata mama boleh minta anter ayah kalau udah pulang dari kolam.

A : Ya udah ayah mandi dulu ya, kamu udah mandi belum?

D : Udah.

Peristiwa tutur pada data (7) terjadi pada saat anak baru saja pulang dari sekolah. Anak baru saja
mendapat nilai 10. Ketika itu penulis sedang berkunjung di rumahnya dan saat itu juga anak
melaporkan hasil belajarnya kepada penulis, dan membuat hati penulis bangga. Suasana hati
bangga tersebut tidak disia-siakan oleh anak untuk mendukung pengajuan permintaannya.
Dengan penuh keberanian anak mengajukan permintaan bermain laptop. Hal ini dilatarbelakangi
oleh keyakinan anak bahwa suasana hati penulis sedang sangat baik akibat prestasi yang dicapai

12
oleh anak, sehingga anak merasa bahwa penulis akan mengabulkan permintaannya karena
suasana hati penulis yang sedang baik tersebut.

Sementara itu, peristiwa tutur pada data (8) terjadi pada saat anak ingin meminta kembali janji
yang diucapkan ayahnya. Ketika melihat ayahnya sudah lebih santai anak merasa bahwa suasana
tersebut sangat tepat dimanfaatkan untuk mengajukan kembali permintaan yang telah
disampaikan sebelumnya. Pemanfaatan suasana santai ini lebih yakin dilakukan oleh anak karena
sebelumnya mama telah berpesan kepada anak agar meminta antar sesudah ayahnya pulang dari
kegiatannya. Dengan suasana ini, anak berharap ayahnya tidak merasa kesal dan tidak terganggu
oleh permintaan anak dan pada akhirnya bersedia mengabulkan permintaan anak.

e). Konteks Orang Sekitar


Ketika anak bertutur, ada kalanya terdapat orang lain yang berada di sekitar anak yang terlibat
dalam peristiwa tutur tersebut, selain anak dan mitra tuturnya. Orang sekitar yang dimaksudkan
dalam kajian ini tidak saja berkaitan dengan orang-orang yang berada di sekitar anak secara
langsung ketika anak menyampaikan tuturannya, tetapi juga orang lain yang berada di tempat
lain tetapi bersangkut paut dengan tuturan yang disampaikan oleh anak. Orang sekitar ini tidak
saja berpengaruh terhadap peristiwa tutur yang terjadi, tetapi lebih dari itu kebberadaanya jiga
sering dimanfaatkan oleh anak untuk mendukung keberhasilan tuturan agar dikabulkan oleh
mitra tuturnya. Pendayagunaan konteks orang sekitar ini dapat dilakukan oleh anak-anak dengan
menggunakan tiga macam cara. Pertama, dengan menyebut orang sekitar sebagai pihak yang
berkepentingan dengan tuturan yang dilakukan oleh anak. Kedua, dengan menyebut orang
sekitar sebagai pihak pendukung permintaan yang diajukan oleh anak. Ketiga, pendayagunaan
konteks orang sekitar yang dilakukan dengan cara memanfaatkan pengaruh kehadiran orang
sekitar di antara penutur dan mitra tutur.
(9). D : Mbak Siska mau ke warung Tyas. (duduk di samping ayahnya)

13
A : Apa iya?

S : Danang pengen ikut itu, Om.

D : Iyalah, mau beli Okky Jelly Drink.

A : Ya sudah beli sana.

(10). D : Yah, Mbak Siska pengen bakso loh. (berdiri di depan pintu)

S : Halah, Danang paling.

A : Yawis, sana beli empat bungkus.

D : Asik, aku bakso yang gede ya, Mbak.

Peristiwa tutur pada data (9) terjadi saat anak sedang bersantai dengan penulis dan ayahnya di
suatu sore. Anak ingin membeli minuman ringan, untuk mengurangi beban psikologis akibat
permintaan yang diajukan, anak mendayagunakan keberadaan penulis, yakni dengan menyebut
penulis sebagai pihak yang berkepentingan. Di samping itu, setelah mengakui bahwa pergi ke
warung juga merupakan kepentingannya, anak berharap ayah lebih memberikan perhatian
kepada permintaan anak dan pada akhirnya mau mengabulkan permintaan anak.

Peristiwa tutur pada data (10) terjadi ketika anak, ayah, mama, dan penulis sedang bersantai di
teras rumah. Tiba-tiba anak ingin dibelikan bakso, dengan cara menyebut nama penulis sebagai
pihak yang ingin dibelikan bakso. Meskipun hal tersebut adalah keinginan anak sendiri. Dengan
cara ini anak bermaksud memindahkan beban psikologis pengajuan permintaannya. Dengan cara

14
tersebut, anak berharap ayahnya memiliki bahan pertimbangan lebih terhadap permintaan yang
diajukan oleh anak.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pada analisis dari beberapa wacana diatas, penulis menemukan semua
aspek tindak tutur meminta dengan pendayagunaan konteks dalam bahasa anak usia 6 tahun.
Adapun bentuk-bentuknya adalah sebagai berikut.
1) Konteks tempat, baik tempat yang berada di sekitar anak maupun tempat yang jauh dari
keberadaan anak.

15
2) Konteks waktu, baik waktu sekarang, waktu lampau, maupun waktu yang akan dating.
3) Konteks peristiwa, baik peristiwa istimewa maupun peristiwa yang merugikan anak.
4) Konteks suasana, yakni suasana nyaman, suasana senang, dan suasana bahagia.
5) Konteks orang sekitar beripa penyebutan kepentingan, dukungan, serta kehadiran orang
sekitar untuk mendukung keberhasilan permintaan anak.

Menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan berbagai


macam konteks, tidak hanya konteks yang bersifat konkret, tetapi juga kemampuan untuk
memanfaatkan konteks-konteks yang bersifat abstrak yang melampaui batas-batas kekinian
tersebut.

B. Saran

Bagi guru bahasa Indonesia, memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar
bahasa Indonesia yang dilaksanakannya. Bagi orang tua dan orang-orang di sekitar anak, sebagai
bahan masukan tentang adanya tindak tutur meminta yang sangat khas milik anak-anak, bahwa
banyak cara dan modus yang digunakan anak-anak dalam rangka menyampaikan permintaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.

16
Rusminto, Nurlaksana Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia.
Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2010. Memahami Bahasa Anak-Anak: Sebuah Kajian Analisis
Wacana. Bandarlampung: Universitas Lampung.

17

Anda mungkin juga menyukai