Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Hutan Tropis Volume 7 No.

2 Juli 2019 ISSN 2337-7771 (Cetak)


ISSN 2337-7992 (Daring)

ABSTRACT. The existence of traditional house that are made of wood is very closely related to
the preservat ion of the culture that develops in the community. The purpose of this research is
to elucidate the factors that may have influenced the community to maintain their traditional
wooden houses. This study used a qualitative approach with case study method. Data collection
was conducted by in-depth interviews, participant observation, and documentation studies. The
data obtained were then analysed to elaborate on the factors that may have influenced the
community to maintain their traditional wooden-based houses which are commonly called
ghumah baghi. The results of the study show that culture, inheritance, raw materials, economic
conditions of the community, knowledge of the community, and government policies are the
factors that may have encouraged the community to maintain the existence of their ghumah
baghi.Involving the various related stakeholders, the government policy in protecting ghumah
baghi as a cultural sanctuary, and the cultivation of substitute wood species as raw material for
making ghumah baghi, are all essential endeavours in its conservation.
Keywords: besemah (tribe); culture; ghumah baghi; traditional house; tourism.
ABSTRAK. Keberadaan rumah tradisional berbahan dasar kayu sangat terkait dengan
pelestarian budaya yang berkembang di masyarakat. Tujuan penelitian untuk menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mempertahankan rumah tradisionalnya yang
berbahan dasar kayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus. Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan studi
dokumentasi; selanjutnya data tersebut dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat
mempertahankan ghumah baghi-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat
mempertahankan keberadaan ghumah baghi-nya yang berbahan dasar kayu karena berbagai
faktor, yaitu: kebudayaan, warisan, bahan baku, kondisi ekonomi masyarakat, pengetahuan
masyarakat, dan kebijakan pemerintah. Pelibatan berbagai stalkholders terkait, kebijakan
pemerintah dalam melindungi ghumah baghi sebagai cagar budaya, dan budidaya jenis-jenis
kayu subtitusi sebagai bahan baku pembuatan ghumah baghi merupakan upaya-upaya yang
perlu dilakukan dalam pelestarian ghumah baghi.
Kata kunci: besemah; budaya; ghumah baghi; rumah tradisional; pariwisata.
Penulis untuk korespondensi, surel : Oktarinemelly19@gmail.com

PENDAHULUAN digunakan (Munawaroh et al., 2017).


Selain itu, rumah tradisional digambarkan
sebagai ekosistem yang dikelola manusia
dengan subsidi energi yang tinggi, struktur
Rumah tradisional merupakan cermin yang kompleks, dan beberapa fungsi
nilai budaya yang nampak dalam (Sangeeta et al., 2013).
perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan
hiasannya (Arifin, 2010). Masyarakat Permukiman tradisional dapat
biasanya menjadikan rumah tradisional mencerminkan simbol-simbol suku budaya
dengan banyak informasi sosial dan budaya bangsa pemiliknya yang dapat diwujudkan
di dalamnya (Bellal, 2013), sehingga melalui pemanfaatan lahan, pembuatan
merupakan fenomena yang kompleks rumah, dan kepercayaan yang mengatur
berdasarkan mode gaya arsitektur yang kepercayaan masyarakat (Arios, 2014).

216
Oktarine Melly Aminah Harum. et. al : Pelestarian Ghumah Baghi ……. (7): 216-224

Karakter sebuah suku dapat dilihat dari menjaga kearifan lokalnya (Sabrina et al.,
tradisi dan budaya yang terbentuk dalam 2010). Rumah tradisional juga dipercaya
suatu permukiman dan bagaimana mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan
menjaga kearifan lokalnya (Sabrina et al., sekitar yang akan memberikan kearifan lokal
2010). Rumah tradisional juga dipercaya di daerah tersebut (Juwita et al., 2017).
mampu beradaptasi dengan lingkungan
Konsep tradisional sangat pragmatif dan
sekitar yang akan memberikan kearifan lokal
tidak bisa dibatasi dengan tegas, karena
di daerah tersebut (Juwita et al., 2017).
bersifat relatif dan tergantung penguasaan
Konsep tradisional sangat pragmatif dan teknologi membangun oleh masyarakat
tidak bisa dibatasi dengan tegas, karena disuatu wilayah; inilah yang disebut sebagai
bersifat relatif dan tergantung penguasaan budaya lokal yang dibentuk oleh masyarakat
teknologi membangun oleh masyarakat sesuai dengan pemahaman mereka
disuatu wilayah; inilah yang disebut sebagai terhadap lingkungan alam dan sosial (Arios,
budaya lokal yang dibentuk oleh masyarakat 2014). Keberadaan rumah tradisional
sesuai dengan pemahaman mereka menjadi penting karena sangat terkait
terhadap lingkungan alam dan sosial (Arios, dengan pelestarian budaya yang
2014). Keberadaan rumah tradisional dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian
menjadi penting karena sangat terkait bertujuan untuk menjelaskan faktor-
dengan pelestarian budaya yang faktoryang memengaruhi masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian mempertahankan rumah tradisionalnya yang
bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor berbahan dasar kayu di Kelurahan Pelang
yang memengaruhi masyarakat Kenidai Kota Pagaralam.
mempertahankan rumah tradisionalnya yang
berbahan dasar kayu di Kelurahan Pelang Bahan dan Metode
Kenidai, Kota Pagaralam.
Penelitian dilakukan pada bulan
November 2018 sampai dengan Januari
METODE PENELITIAN 2019 di Kelurahan Pelang Kenidai,
Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagar
Alam, Provinsi Sumatera Selatan (Gambar
Rumah tradisional merupakan cermin 1). Pendekatan yang digunakan dalam
nilai budaya yang nampak dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan dengan metode studi kasus.Data
hiasannya (Arifin, 2010). Masyarakat dikumpulkan melalui wawancara mendalam,
biasanya menjadikan rumah tradisional pengamatan terlibat, dan studi
dengan banyak informasi sosial dan budaya dokumentasi.Informan kunci penelitian
di dalamnya (Bellal, 2013), sehingga dalam wawancara mendalam merupakan
merupakan fenomena yang kompleks masyarakat yang memiliki rumah tradisional
berdasarkan mode gaya arsitektur yang besemah (4 orang), tokoh masyarakat dan
digunakan (Munawaroh et al., 2017). Selain pemilik rumah tradisional besemah (1
itu, rumah tradisional digambarkan sebagai orang), lembaga adat (1 orang), Walikota
ekosistem yang dikelola manusia dengan Kota Pagaralam (1 orang), mantan Walikota
subsidi energi yang tinggi, struktur yang Kota Pagaralam (1 orang), Kepala Bidang
kompleks, dan beberapa fungsi (Sangeeta Sumber Daya Manusia Ekonomi Kreatif
et al., 2013). Kota Pagaralam (1 orang), dan Ketua Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Permukiman tradisional dapat Pagaralam (1 orang). Data yang
mencerminkan simbol-simbol suku budaya dikumpulkan kemudian dianalisis secara
bangsa pemiliknya yang dapat diwujudkan kualitatif dengan cara membuat transkrip
melalui pemanfaatan lahan, pembuatan data- pembuatan koding – kategorisasi data
rumah, dan kepercayaan yang mengatur – penyimpulan sementara – triangulasi –
kepercayaan masyarakat(Arios, 2014). penyimpulan akhir untuk menggetahui
Karakter sebuah suku dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi
tradisi dan budaya yang terbentuk dalam masyarakat mempertahankan keberadaan
suatu permukiman dan bagaimana mereka rumah tradisionalnya.

217
Jurnal Hutan Tropis Volume 7 No. 2, Edisi Juli 2019

Gambar 1. Lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN kepada masyarakat.Jurai tue adalah


seorang pemimpin yang mengatur
masyarakat dibidang adat, kebudayaan,
dan warisan dari nenek moyangnya. Jurai
Kondisi Umum Lokasi tue didampingi oleh apit jurai di dalam
upacara adat atau pun saat musyawarah.
Kelurahan Pelang Kenidai merupakan Bila jurai tue memiliki halangan dan tidak
salah satu kelurahan yang berada di bisa memimpin kegiatan tersebut, maka apit
Kecamatan Dempo Tengah, Kota jurai yang akan mengambil alih posisinya.
Pagaralam, Provinsi Sumatera Selatan.
Kelurahan ini memiliki luas wilayah 1.777,5 Masyarakat yang mendiami wilayah ini
ha dan berada di ketinggian 150 mdpl. merupakan bagian dari Suku
Topografi wilayahnya secara umum Besemah.Besemah merupakan sebuah
berbukit-bukit dan sebagian kecil daerah suku yang mendiami dataran tinggi Provinsi
rawa-rawa. Batas-batas administratifnya Sumatera Selatan dan menyebar ke
adalah sebelah utara berbatasan dengan berbagai daerah di kabupaten dan kota lain
Kelurahan Karang Dalo dan Kelurahan di sekitarnya.Pusat kebudayaan besemah
Padang Temu, sebelah timur berbatasan diyakini berada di Kota Pagaralam dengan
dengan Kecamatan Fajar Bulan, sebelah peninggalan-peninggalan benda budaya
selatan berbatasan dengan Kecamatan yang cukup banyak sebagai atribut
Dempo Selatan, dan sebelah barat kebudayaan besemah. Arios (2014)
berbatasan dengan Kelurahan Jokoh. menyatakan salah satu peninggalan
tersebut adalah pemukiman tradisional yang
Kepemimpinan adat yang ada di terdapat di Kelurahan Pelang Kenidai.
Kelurahan Pelang Kenidai diatur oleh
lembaga adat atau yang biasa disebutjurai Permukiman tradisional di Kelurahan
tue.Lembaga ini berbeda dengan lembaga Pelang Kenidaiditandai dengan adanya
adat yang dibentuk oleh Pemerintah Kota pembagian areal kawasan tinggal
Pagaralam untuk mensosialisasikan berdasarkan kondisi sosial budaya, dan juga
program pemerintah di bidang kebudayaan kepentingan penduduk yang mendiami

218
Oktarine Melly Aminah Harum. et. al : Pelestarian Ghumah Baghi ……. (7): 216-224

wilayah ini. Pemanfaatan tersebut untuk


rumah tradisional, perladangan dan balai
adat. Penataan kawasan diyakini sudah
berlangsung sejak dahulu kala, karena
keberadaan rumah tradisional yang dikenal
dengan sebutan ghumah baghi (rumah
lama) oleh masyarakat setempat umurnya
telah mencapai sekitar 200 tahun.
Kondisi permukiman tradisional di
Kelurahan Pelang Kenidai telah mengalami
banyak perubahan. Hal tersebut terjadi
karena adanya pembangunan rumah-rumah
baru dan bangunan lainnya. Pembangunan
membuat areal permukiman menjadi
semakin sempit. Saat ini ghumah baghi
yang tersisa sebanyak 14 rumah yang Gambar 2. Ghumah baghi di Kelurahan
masih layak huni, terdiri dari 8 ghumah Pelang Kenidai
tatahan dan 6 ghumah gilapan. Ghumah Konstruksi pembangunan ghumahbaghi
tatahan adalah rumah yang memiliki ukiran menggunakan sistem bongkar pasang dan
pada dinding luar, sedangkan tidak menggunakan paku. Bangunan harus
ghumahgilapan merupakan rumah yang diikat menggunakan rotan agar kuat,
tidak memiliki ukiran pada dindingnya. ghumahbaghimenggunakan sistem jepit
Ghumah tatahan memiliki umur yang lebih pada sambungan rumah.Tiangnya tidak
tua dibandingkan dengan ghumahgilapan. ditanam ke dalam tanah, tetapi hanya berdiri
dengan alas batu. Sistem ini dilakukan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi untuk menyiasati rumah tersebut agar tidak
Masyarakat Mempertahankan Ghumah akan rubuh saat terjadi gempa bumi.
Baghi Menurut Rinaldi et al. (2015) konstruksi
ghumahbaghi telah memenuhi semua
Kebudayaan masyarakat konsep prinsip rumah tahan gempa. Sejalan
dengan studi yang dilakukan Putra (2016)
Ghumah baghi merupakan salah satu bahwa cara tersebut merupakan bentuk
produk kebudayaan Suku Besemah yang kearifan lokal masyarakat Suku Besemah
keberadaannya sudah mulai langka saat ini. terhadap pengaruh cuaca dan alat untuk
Hal inimenunjukkan bahwa masyarakat meredam guncangan, apabila terjadi gempa
masih menjunjung tinggi kebudayaannya bumi sehingga rumah tetap stabil pada
agar tetap lestari sampai generasi posisinya.
mendatang. Selain sebagai tempat tinggal,
ghumah baghi memiliki fungsi sebagai ciri Sistem struktur ghumah baghi tidak
khas atau identitas masyarakat. Salah satu berbeda dengan rumah tradisionalpada
contoh adalah atap ghumah baghi yang umumnya, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
menjulang tinggi melambangkan bahwa struktur bagian bawah, struktur bagian
dalam berkeluarga manusia harus selalu tengah, dan struktur bagian atas yang
ingat dengan sang pencipta.Ghumah baghi memiliki ukuran yang sama, yaitu 8 m x 8 m.
memiliki banyak keistimewaan yang Bagian bawah terdiri dari balok-balok lantai
terkandung di dalamnya yang berupa dan tiang pondasi yang diletakkan diatas
komponen pembentuknya, motif dari ukiran batu, dimana batu digunakan sebagai
yang ada pada rumah tersebut, tata letak dudukan tiang. Bagian tengah merupakan
bangunan yang mempunyai peran sebagai struktur dinding, pintu dan jendela, dimana
pembeda, tetapi memiliki filosofi yang tidak bagian dalamnya tidak ada ruang dan sekat
sama. pembatas, bagian dapur atau paun
dibangun terpisah dari rumah. Bagian atas
merupakan atap yang terbuat dari seng
(pada jaman dulu terbuat dari ijuk dan
anyaman bambu).

219
Jurnal Hutan Tropis Volume 7 No. 2, Edisi Juli 2019

Warisan kayu tersebut pada zaman dahulu masih


banyak ditemukan dan terkenal dengan
Sebagian masyarakat masih sangat kayu kuat. Hidayat (2011) menyatakan
patuh dengan peraturan adat istiadat yang bahwa variabel yang paling penting untuk
diberikan oleh sang jurai tue. Sehingga mempengaruhi sifat papan adalah
mereka mau mempertahankan keberadaan kerapatan bahan baku itu sendiri.
ghumah baghi-nya. Masyarakat berasumsi
bahwa rumah yang didapatkan dari hasil
warisan merupakan harta yang harus dijaga. Tebel 1. Kelas awet dan kelas kuat kayu
Rumah dijadikan sebagai media untuk yang digunakan dalam pembuatan
menyatukan dan mempertemukan sanak ghumah baghi.
keluarga saat ada kegiatan kebudayaan
Jenis kayu Kelas Kelas kuat
ataupun hari besar lainnya.Hal ini didukung
awet
oleh informan yang menyatakan bahwa:
“Base ghumah kami ni ghumah enjokan Mersawa II-III II-III
sandi jeme tue lakiku, makini lakiku lah (Anisoptera sp.)
matek anye... ade beberape jeme nek lah Surian (Toona II-III III-IV
nak mbeli ghumah ni anye takut kualat dighi sureni Merr.)
ni hehe... kami nak mempertahankan Rasamala (Altingia II II
ghumah sandi warisan ni pule make dide ka excelsa Noronha)
tetak semban nga dekberadek (“Bahwa Sumber : Martawijaya (2005a); Martawijaya
rumah ini rumah pemberian dari orang tua (2005b)
suami saya, sekarang suami saya telah Masyarakat masih ingin
meninggal… ada beberapa orang yang mau mempertahankan ghumah baghi karena
membeli rumah ini tapi saya takut kualat kayunya memiliki kualitas dan dalam kondisi
hehe… kami mau mempertahankan rumah yang masih baik. Namun, beberapa ghumah
dari warisan ini agar tali persaudaraan tidak baghi mengalami perubahan jenis kayu
putus”). karena keterbatasan bahan baku dari ketiga
Kawasan permukiman di Kelurahan jenis kayu tersebut sudah jarang ditemukan.
Pelang Kenidai merupakan kawasan yang Winarno (2012) menyatakan hal tersebut
kepemilikan tanahnya diatur oleh lembaga sangat erat kaitannya dengan penebanan
adat.Masyarakat Suku Besemah menganut liar yang terjadi di wilayah tersebut,
adat patrilineal yang mewariskan hak ulayat sehingga masyarakat mengombinasikan
maupun harta pribadinya kepada anak laki- dengan jenis kayu lainnya. Informan
laki tertua. Sistem perundang-undangan menyatakan bahwa:
pertanahan mengharuskan semua objek “Kayu kandek mbuat ghumah ni lah jarang
tanah harus memiliki nian mak ini tekinak, tape pule anye
sertifikat.Namun,seluruh anggota keluarga ghimbenye makini lah dijadikah gale bada
masih memiliki hak untuk memanfaatkan betani. pasti saje kayu-kayu tu lah lengit
rumah tersebut, meskipun sertifikat tanah makini. Le kayu tu lah jarang nian tekinak
atas nama anak laki-laki tertua. lah kami galak mempertahankan ghuma ni”
Bahan baku pembuatan ghumah baghi (“Kayu yang digunakan untuk pembuatan
rumah saat ini sudah jarang terlihat, karena
Bahan baku yang digunakan untuk hutannya sekarang sudah dijadikan semua
membuat ghumahbaghi,antara lain:kayu, untuk lahan bertani. Pasti saja kayu-kayu itu
batu alam, bambu, dan ijuk. Sistem struktur sekarang sudah hilang. Karena kayu itu
dan sambungannya bersifat tradisional, sudah jarang ditemukan kami mau
yaitu: sistem pasak dan ikatan tali- mempertahankan rumah ini”).
temali.Ghumahbaghi dibangun dari bahan Bahan baku pembuatan ghumahbaghi
baku kayu yang memiliki kualitas tinggi: dapat disubtitusi dengan jenis kayu lain
jenis kayu entenam, ghimau, dan cemaghe. yang memiliki kualitas yang hampir sama.
Entenam dalam dunia perdagangan dikenal Salah satu jenis kayu yang banyak
dengan nama kayu mersawa(Anisoptera digunakan oleh masyarakat adalah
sp.), ghimau dikenal dengan nama surian bambang lanang (Magnolia champaca).
(Toona sureni Merr.), dan kayu Menurut informan:
cemaghedikenal dengannama rasamala
(Altingia excelsa) (Tabel 1). Masyarakat “Kandek ngakali kayu nek lah sukagh lah
memilih ketiga jenis kayu di atas karena dighule ni, kayu bambang lanang nek

220
Oktarine Melly Aminah Harum. et. al : Pelestarian Ghumah Baghi ……. (7): 216-224

dipakai kandek ngakali ngiloki ghuma ni. Kondisi ekonomi masyarakat


Tape kayu bambang lanang tu makini lah
banyak dipakai kandek bahan baku mbuat Masyarakat Kelurahan Pelang Kenidai
ghumah panggung, makini masyarakat menggantungkan hidupnya dari hasil
Pagaralam ni lah banyak pule nanam kayu pertanian musiman yaitu perkebunan kopi
itu di kebun ne (“Untuk menyiasati kayu dan sawah. Winarno (2012) menyatakan
yang telah sulit untuk ditemukan ini, kayu bahwa sebagian besar masyarakat
bambang lanang yang dipakai untuk menggunakan pola agroforestridalam
menyiasati memperbaiki rumah ini. Karena pengelolaan lahannya dan berhubungan
kayu bambang lanang itu sekarang sudah dengan sistem penghidupannya. Hasil bumi
banyak dipakai untuk bahan baku yang mereka peroleh hanya mampu
pembuatan rumah panggung, sekarang mememenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
masyarakat Pagaralam ini sudah banyak hari dan belummampu untuk memenuhi
menanam kayu itu di kebunnya)”. kebutuhan untuk mengganti rumahnya
dengan rumah berarsitektur modern. Hal
Bambang lanang pada awalnya
tersebut menjadi alasan mereka
dikembangkan oleh masyarakat di hutan
mempertahankan keberadaan ghumah
rakyat yang tersebar di Kabupaten Lahat,
baghi-nya.Masyarakat hanya bisa
Kota Pagaralam, Kabupaten Musi Rawas,
memanfaatkan dan mempertahankan
Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten
keberadaannya untuk dijadikan tempat
Ogan Komering Ulu Selatan, dan Provinsi
tinggal.
Bengkulu. Martin dan Galle (2009)
menyatakan bahwa kayu bambang lanang Kehidupan ekonomi memegang peran
merupakan jenis tanaman hutan penghasil penting dalam menentukan tingkat status
kayu pertukangan. Menurut Pujiono (2017) seseorang atau sekelompok orang di
bambang lanang yang juga dikenal dengan lingkungannya. Keterbatasan ekonomi
manglid yang merupakan jenis asli berpengaruh terhadap masyarakat sehingga
tumbuhan hutan di Indonesia. Pujiono tidak bisa melakukan perawatan dan
(2017) menyatakan bahwa kayu bambang perbaikan terhadap rumahnya. Masyarakat
lanang masuk dalam Kelas Kuat III dan hanya mampu memperbaiki ghumah baghi
Kelas Awet II, yang mempunyai stuktur yang rusak dengan kemampuan dana serta
padat, mengkilat, halus, ringan, dan mudah pengetahuan seadanya, sehingga tidak
dikerjakan. jarang ghumahbaghi mengalami perubahan
bentuk secara struktur. Informan
Pada umumnya, bambang lanang
mengatakan bahwa: “sebab dighini jeme
ditanam dengan pola agroforestri, sesuai
sare, kami dide mampu nak ngiloki nga
dengan penjelasan informan bahwa:
ngganti ghumah kami ni nga ghumah nek
“kami nanam batang bambang ni campur alap sandi ghumah ini” (“karena kami orang
nga tanaman kawe kandek pembayang eh” susah, kami tidak mampu untuk
(“kami menanam pohon bambang ini memperbaiki dan mengganti rumah kami ini
campur dengan tanaman kopi untuk dengan rumah yang lebih bagus dari rumah
naungannya”). ini”).
Selain sebagai pohon naungan,
Pengetahuan masyarakat
bambang lanang juga dipilih sebagai
tanaman penghasil kayu pertukangan
sehingga dapat meningkatkan Saat ini pengetahuan masyarakat
tentang cara-cara merawat ghumah baghi-
kesejahteraan masyarakat. Febryano (2009)
nya masih cukup terbatas. Akibatnya,
dan Febryano (2008) berpendapat bahwa
mereka masih mempertahankan
pemilihan jenis tanaman dan pola tanam
keberadaan ghumah baghi dengan
merupakan suatu cara rumah tangga petani
dalam mengelola sumber daya lahan yang pengetahuan seadanya agar tidak terjadi
dimilikinya dan berkontribusi terhadap kerusakan. Informan mengemukakan
bahwa:
pendapatan rumah tangganya. Hal tersebut
selaras dengan penelitian yang dilakukan “Kami ni dide pule terti nian nga wawasan
oleh Wulandari (2009) bahwa potensi kandek ngiloki ghumah ni, make dide
produksi agroforestri dapat meningkatkan banyak ige kritek munek eh di ghumah ni”
keuntungan yang besar apabila (“Kami ini tidak begitu mengerti dengan
dimanfaatkan secara baik. wawasan untuk memperbaiki rumah ini,

221
Jurnal Hutan Tropis Volume 7 No. 2, Edisi Juli 2019

agar tidak terjadi banyak kerusakan di menginap atau homestay bagi wisatawan
rumah ini”). yang berkunjung ke Kelurahan Pelang
Kenidai; sementara program jangka
Pengetahuan masyarakat berpengaruh
panjangnya menjadikan lokasi tersebut
terhadap kebudayaan,khususnya dalam
sebagai desa wisata.
pelestarian ghumah baghi. Interaksi yang
terjadi antara manusia dan lingkungan di Kegiatan yang sudah dilakukan
sekitarnya ikut berperan dalam Pemerintah Kota Pagaralam dalam
menghasilkan pengetahuan ataucara pengembangan pariwisata adalah
pandang di masyarakat yang disebut Pagaralam Heritage dan festival
kearifan lokal. Tingkat pengetahuan kebudayaan. Kegiatan tersebut belum rutin
mempengaruhi masyarakat dalam dilakukan, sehingga masyarakat tidak begitu
bersosialisasi dengan menyesuaikan diri merasakan dampak positif dari kegiatan
terhadap lingkungan dalam upaya kebudayaan tersebut, seperti yang
mempertahankan keberadaan ghumah disampaikan oleh informan:
baghi-nya. Menurut Koentjaraningrat (2015)
“Dulu lah udem ngadeka festival Pagar alam
tanpa adanya kearifan lokal, maka
Heritage di sinini.. anye tape lom tejadwal..
kebudayaan akan hilang. Hal tersebut akan
jadi kandek makini lom bie manfaat nek
membentuk manusia untuk berperilaku
kami ghaseka” (“Dulu pernah diadakan
sebagai makhluk berbudaya. Mora (2012)
festival Pagaralam Heritage di sini… tapi
mengemukakan bahwa pengetahuan dan
belum terjadwal… jadi untuk saat ini
budaya harus selaras dengan mewujudkan
manfaat tersebut belum begitu kami
kembali tradisi kehidupan secara gotong
rasakan)”.
royong, musyawarah dan melestarikan nilai-
nilai budaya daerah sebagai identitas Keberadaan ghumah baghi menjadi
bangsa yang tidak bisa punah. salah satu daya tarik bagi wisatawan, baik
dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan
Kebijakan pemerintah jumlah wisatawan yang berkunjung dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat
Saat ini Pemerintah Kota Pagaralam dan pengembangan pembangunan di
sedang menyusun sebuah kebijakan berupa wilayah tersebut. Kegiatan-kegiatan yang
peraturan daerah yang mengatur pelestarian mendukung pariwisata dianggap
ghumah baghi. Tujuannya adalah untuk memberikan dampak positif bagi
mendorong masyarakat mempertahankan masyarakat yang mempertahankan
dan melestarikan ghumah baghi sebagai keberadaan ghumah baghi-nya. Masyarakat
bagian dari kebudayaan masyarakat dapat menghidangkan berbagai masakan
setempat. Keberadaan ghumah baghi dirasa tradisional dan juga dapat mempertunjukkan
penting oleh pemerintah karena sangat seni budaya yang dimilikinya sebagai
terkait dengan identitas daerah, khususnya pelengkap dari kegiatan pariwisata yang
di Kota Pagaralam. Sari et al., (2017) diadakan. Desa wisata yang akan dibangun
menyatakan kebijakan dan badan hukum dapat mendorong masyarakat untuk
merupakan faktor penting dalam mengatur mengembangkan potensinya, sehingga
kelestarian ghumah baghi. mereka dapat mengelola pariwisatanya
sendiri dan menjadikan desanya sebagai
Pemerintah Kota Pagaralam juga sedang desa mandiri.
membuat kebijakan pelestarian ghumah
baghi yang akan diakomodir di dalam A’inun et al. (2015) berpendapat bahwa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pembangunan desa wisata membutuhkan
(APBD). Selain itu, Pemerintah Kota dukungan dan partisipasi dari seluruh
Pagaralam juga telah mengusulkan kepada masyarakat desa sehingga masyarakat
pemerintah pusat dengan sumber dana dapat merasakan memiliki pariwisata secara
yang berasal dari Anggaran Pendapatan bersama-sama dan dapat merasakan
dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan manfaat keberadaan desa wisata di
tersebut merupakan program jangka pendek wilayahnya.Sejalan dengan pendapat
yang direalisasikan untuk mempertahankan tersebut, Sedyawati (2008) menyatakan
dan melestarikan kebudayaan yang ada, bahwa budaya memiliki peranan penting
agar tetap dikenal dan diberdayakan dalam pembangunan ekonomi, karena
kembali oleh masyarakatnya. Adapun budaya bersifat dinamis harus terus
program jangka menengahnya adalah dikembangkan untuk meningkatkan
menjadikan ghumah baghi menjadi tempat kapasitas sosial sesuai dengan

222
Oktarine Melly Aminah Harum. et. al : Pelestarian Ghumah Baghi ……. (7): 216-224

pertumbuhan ekonomi dan dengan tetap DAFTAR PUSTAKA


mempertahankan kearifan lokal.

SIMPULAN DAN SARAN A’inun, F., Krisnani, H., & Darwis, R.S.
2015. Pengembangan Desa Wisata
melalui Konsep Community Based
Tourism. Prosiding Riset dan PKM,
Simpulan 2(3): 301-444.
Arifin, R. 2010. Perubahan Identitas
Pelestarian ghumah baghidipengaruhi Rumah Tradisional Kaili di Kota Palu.
oleh keinginan masyarakat untuk Jurnal Ruang, 2(1): 23-26.
melestarikan kebudayaan yang dimiliki,
serta keinginan masyarakat untuk Arios, R.L. 2014. Permukiman Tradisional
mempertahankan keberadaan rumah Orang Besemah di Kota Pagaralam.
tradisional tersebut sebagai warisan Jurnal Budaya,19(2): 183-198.
keluarga. Kelangkaan bahan baku yang
Bellal, T. 2013. Gender and Zones of
digunakan serta minimnya perekonomian Users in Traditional Berber M’zab
masyarakat (hanya bergantung pada sektor Houses. International Journal of
pertanian)juga menjadi alasan masyarakat Humanities and Social Science, 3(19):
tidak dapat mengganti rumah mereka
23-41.
dengan rumah yang lebih modern. Selain
itu, keterbatasan pengetahuan mayarakat Febryano, I.G., Suharjito, D., & Soedomo,
dan kebijakan pemerintah ikut andil dalam S. 2009. Pengambilan Keputusan
mempertahankan keberadaan ghumah Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola
baghi yang tersisa. Tanam di Lahan Hutan Negara dan
Lahan Milik: Studi Kasus di Desa
Saran Sungkai Langka, Kecamatan Gedong
Tataan, Kabupaten Pesawaran,
Upaya pelestarian ghumah baghisebagai Provinsi Lampung. Forum
bagian dari kebudayaan masyarakat harus Pascasarjana, 32(2): 129-141.
melibatkan berbagai stalkholders. Febryano, I.G. 2008. Analisis Finansial
Pemerintah Kota Pagaralam juga perlu Agroforestri Kakao di Lahan Hutan
membuat kebijakan yang melindungi Negara dan Lahan Milik. Jurnal
ghumah baghi sebagai cagar budaya dan Perennial, 4(1): 41-47.
mendorong budidaya jenis-jenis kayu
subtitusi sebagai bahan baku pembuatan Hidayat, W., Sya’bani, M.I.,Purwawangsa,
ghumah baghi, seperti jenis kayu bambang H., Iswanto, A.H., & Febrianto, F. 2011.
lanang dan jenis-jenis lainnya yang memiliki Effect of Wood Species and Layer
potensi untuk dikembangkan di hutan Structure on Physical and Mechanical
rakyat. Properties of Strand Board. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kayu Tropis, 9(2):
134:140.
UCAPAN TERIMA KASIH Juwita, R., Kalsum, S.A.U., Awaludin, A.A.,
& Sahmad, F.A. 2017. Stuctural Test of
Traditional Arfak House in Papua.
Ucapan terima kasih disampaikan Procedia Engineering, 171: 1542-1549.
kepada semua pihak yang telah membantu Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu
penelitian ini, yaitu: Satar (Ketua Lembaga Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Adat Besemah), Ujang (tokoh masyarakat),
Revi, Masroni, Tabroni, dan Marna (pemilik Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir,
ghumah baghi), Alpian Maskoni, S.H. K.,& Prawira, S.A. 2005a. Atlas Kayu
(Walikota Kota Pagaralam periode 2018- Indonesia Jilid 1. Bogor: CV Media
2023), ibu dr. Hj. Ida Fitriati, M.Kes. Aksara.
(Walikota Pagaralam periode 2013-2018), Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir,
Bapak Daflis Jhoni, S.E., M.M. (Kepala K.,& Prawira, S.A. 2005b. Atlas Kayu
Bidang Dinas Pariwisata), dan Ir. Hj. Zaitun., Indonesia Jilid 2. Bogor: CV Media
M.Si (Kepala Bappeda). Aksara.

223
Jurnal Hutan Tropis Volume 7 No. 2, Edisi Juli 2019

Martin, E., & Galle, F.B. 2009. Motivasi Sabrina, R., Antariksa., & Prayitno, G.
dan Karakteristik Sosial Ekonomi 2010. Pelestarian Pola Permukiman
Rumah Tangga Penanam Penghasil Tradisional Suku Sasak Dusun
Kayu Pertukangan. Jurnal Penelitian Limbungan Kabupaten Lombok Timur.
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 6(2): Jurnal Tata Kota dan Daerah, 1(2): 81-
117-134. 97.
Mora, L. 2012. Pelestarian Kebudayaan Sari, S.R., Hariani, A.R., & Werdiningsih,
melalui Pendidikan. Jurnal Sosial H. 2007. Pelestarian dan
Budaya, 6(1): 212-243. Pengembangan Kawasan Kota Lama
sebagai Landasan Budaya Kota
Munawaroh, A., Siti., Rachmat, A.G., &
Semarang. Jurnal Kebudayaan, 17(1):
Satrio, A.P. 2017. Penerapan Konsep
53-77.
Flexible dan Green Architecture pada
Rumah Typical di Lampung. Jurnal Sedyawati, G. 2008. Perubahan
Arsitektur Nalars, 16(2): 101-112. Kebudayaan dan Masyarakat dalam
Pembangunan. Semarang: IKIP
Pujiono, S. 2017. Pengaruh Perbedaan
Semarang Press.
Media Tanam Terhadap
Perkembangan Perkarangan dan Winarno, B.A., Nurlia, A., & Martin, E.
Keberhasilan Stek Pucuk Manglid 2012. Realitas Pengelolaan Bambang
(Magnolia champaca var pubinervia Lanang (Michelia champaca L) oleh
(Blume) Figlar & Noot.). Prosiding Masyarakat pada Daerah Sebaran
Pendidikan Biologi dan Saintek. 2(3): Alaminya di Kabupaten Empat Lawang.
27-33. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, 10(4): 211-223.
Putra, I. 2016. Pola Ragam Hias Ghumah
Baghi di Desa Gunung Agung Pauh Wulandari, C. 2009. Identifikasi Pola
Kecamatan Dempo Utara Kota Agroforestri yang Diimplementasikan
Pagaralam. Skripsi tidak diterbitkan. Masyarakat pada Lahan Marjinal di
Palembang: Universitas Islam Negeri Lampung Utara. Jurnal Ilmu Pertanian
Raden Fatah. Indonesia,14(3): 158-162.
Rinaldi, Z., Purwantiasning, A.W., &
Nur’aini, R.D. 2015. Analisis Konstruksi
Tahan Gempa Rumah Tradisional Suku
Besemah Pagaralam Sumatera
Selatan. Prosiding Sains dan
Teknologi. 15(41): 60-87.

224

Anda mungkin juga menyukai