Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PASCA PANEN

PERKEMBANGAN BUAH MANGGIS (GARCINA MANGOSTANA l..), PROSES


YANG TERJADI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Oleh

Emil Rahim

A1D019163

Dosen Pengampu : Etik Wukir Tini S.P., M.P.

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2021
I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manggis merupakan salah satu ciri khas buah Asia Tenggara, dan buah unggulan
Indonesia yang memiliki peluang ekspor yang cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun
permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang
mendapat julukan "Queen of Fruits", baik untuk konsumen dalam negeri maupun ekspor.
Ekspor manggis di Indonesia mengalami peningkatan. Volume ekspor buah manggis segar
dalam 5 (lima) tahun terakhir bervariasi, dan pada tahun 2006 mencapai 5.698 ton senilai 3,6
juta US $. Rata-Rata persentase ekspor manggis dibandingkan ekspor buah total dari tahun
2002 - 2006 adalah sebesar 34,3% (Ditjen Hortikultura, 2008).

Peluang ekspor manggis masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis
belum dibatasi oleh kuota. Di Indonesia, hingga saat ini buah manggis telah di ekspor ke
negara Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia, Jepang, B elanda, dan Arab Saudi. Sebagai
komoditas buah ekspor, kualitas buah menjadi faktor yang sangat penting. Kriteria
persyaratan manggis untuk ekspor adalah tidak burik, segar, warna sepal hijau segar, jumlah
sepal lengkap (dengan toleransi hilang maksimal satu), kulit buah berwarna hijau keunguan
sampai merah ungu, tangkai buah berwarna hijau segar dan kulit buah mulus dan tidak
terdapat cacat (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004). Tanaman manggis di Indonesia
sebagian besar merupakan warisan leluhur yang telah berumur puluhan tahun dan umumnya
kurang terpelihara sehingga produktivitasnya rendah. Pertumbuhan dan produktivitas
tanaman manggis sangat bergantung pada teknik penanaman dan pemeliharaan.

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman asli Indonesia terkenal akan
kelezatannya, sehingga manggis mendapat julukan sebagai ratunya buah (queen of fruit)
(Wulan, 2015). Secara umum pengembangan manggis tidak dapat dipisahkan antar sistem,
baik produksi, distribusi maupun konsumsinya. Sistem produksi perlu didukung good
agricultural practice (GAP), sedangkan sistem distribusi diperkuat dengan penerapan supply
chain management (SCM) (Sutrisno dkk., 2008). Kualitas buah manggis terus dipertahankan
dengan upaya penanganan pasca panen agar dapat mempertahankan mutunya
(Sihombing,2015).
Penanganan pasca panen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk, menghambat
laju proses metabolisme dan pemasakan buah, serta untuk memperpanjang umur simpan.
Kegiatan penanganan pasca panen antara lain: sortasi dan grading, pembersihan atau
pencucian, pengemasan dan pengepakan, transportasi, penyimpanan serta perlakuan-
perlakuan untuk memperpanjang umur simpan seperti pelilinan (Purwanto dkk., 2009).
Mengurangi tingkat kerusakan buah selama pemeraman, pengangkutan dan penyimpanan
salah satunya adalah kemasan (Amiarsi, 2012).

Pengemasan menjadi salah satu tahap yang sangat penting dalam penanganan pasca
panen, khususnya pada manggis. Pengemasan secara umum bertujuan untuk melindungi
produk dari kerusakan selama distribusinya, penurunan mutu dan memudahkan dalam
penanganan selanjutnya, serta memberikan estetika untuk menarik konsumen (Yunika, 2009).

Manggis dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 0-600 mdpl dan suhu udara
20-30oC (Mardiana, 2012). Dalam hal ini, manggis memiliki prospek yang baik untuk
dikembangkan, mengingat keuntungan yang didapat oleh masyarakat (Sumantra et al., 2010).
Salah satu aspek yang dapat mempengaruhi jumlah keuntungan adalah proses pemasaran
buah manggis. Banyaknya lembaga dalam pemasaran yang menyalurkan produk akan
mempengaruhi besarnya biaya yang dikelurkan dalam pemasaran. Ini menyebabkan besarnya
perbedaan dalam segi harga yang terjadi antara petani dengan konsumen.

Manggis mengalami beberapa permasalahan seperti kerusakan mekanis (luka gores,


kelopak patah dan tangkai patah) yang cukup besar. Penggunaan kemasan yang kurang tepat
selama transportasi dari pengumpul kecil kepengumpul besar (supplier) mengakibatkan
kerusakan mekanis yang dapat menurunkan mutu produk. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perbaikan teknik pengemasan yang tepat (Sutrisno dkk., 2009). Buah yang diangkut dapat
dikemas menggunakan bahan kemasan yang bervariasi seperti kardus, papan, peti kayu,
kertas, plastik, gelas, logam, fiber, bambu, karung goni, tray dari styrofoam dan plastik film
(Julianti dan Nurminah, 2006).

Pengemasan buah dengan menggunakan karton atau besek dalam bentuk salak pipil
atau tandan dapat memperpanjang masa simpan buah selama 12 hari (Trisnawati dan Rubyo,
2010). Pengemasan terbaik dilakukan menggunakan, 1) keranjang plastik jenis kemasan
sangat populer terutama dalam tahap pemasaran buah-buahan dan sayur segar, kelebihan dari
kemasan ini permukaan halus, kaku, tahan air, tahan cuaca, rapi dan kokoh, warna bervariasi,
mudah ditangani dan bersih. 2) kardus merupakan jenis kemasan yang banyak digunakan
untuk buah-buahan, kelebihan kemasan ini bobot ringan, permukaan halus, biaya yang lebih
murah, rapi, mudah untuk dirakit dan dibongkar dalam penyimpanan (Wigati, 2009).

Penyusutan dapat terjadi selama transportasi, besarnya susut tidak hanya disebabkan
oleh sifat komoditi yang mudah rusak, tetapi juga kondisi transportasi, seperti kemasan yang
digunakan, sarana prasarana transportasi serta penanganan yang kurang tepat selama
pengangkutan (Gardjito dkk., 2015). Kerusakan pasca panen mencapai 20% akibat kondisi
lingkungan ataupun akibat kerusakan fisik seperti gesekan dan benturan sesama komoditi di
dalam kemasan saat transportasi (Sutrisno dkk., 2011).

Goncangan yang terjadi selama transportasi di jalan raya maupun rel kereta api dapat
menimbulkan kememaran, susut bobot serta memperpendek umur simpan. Kerusakan selama
transportasi banyak terjadi pada kondisi pengangkutan secara curah atau penggunaan
kemasan yang tidak tepat, sehingga mengakibatkan kerusakan produk pada saat sampai di
tempat tujuan mencapai 30-50%. Kerusakan yang terjadi selama transportasi dapat
mengakibatkan penurunan mutu dan memperpendek umur simpan (Suyanti dan Setyadjit,
2008).

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1. Agar dapat mengetahui Proses Pembungaan dan Pembuahan Buah Manggis.


2. Agat dapat mengetahui Morfologi Buah Manggis.
3. Agar dapat mengetahui Fisiologi Buah Manggis.
4. Agar dapat mengetahui Pertumbuhan dan Perkembangan Buah Manggis.
II.PEMBAHASAN

Gambar Morfologi Tanaman manggis a) Pohon, b) akar, c) daun, d) bunga, e) buah, f)


biji. (Nugroho,2009)

A.Pembungaan dan pembuahan

Pembungaan merupakan suatu kejadian kompleks, yang secara morfologi terjadi


perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Saat dimulainya pembungaan, terjadi
peralihan dari struktur daun yang relative sederhana menjadi struktur bunga yang lebih
kompleks. Hal ini diawali dengan berhentinya meristem membentuk calon daun dan mulai
menghasilkan organ bunga.

Pada tanaman tingkat tinggi terdapat empat tahap dalam proses pembungaan, yaitu
induksi bunga atau evokasi, differensiasi bunga, pendewasaan bagian bunga dan anthesis (Rai
2004). Poerwanto (2003) membagi proses pembentukan bunga menjadi 4 yaitu: (1) induksi
bunga, diferensiasi primordial bunga, (2) penyusunan/organisasi bunga, diferensiasi bagian-
bagian bunga secara individu, (3) pematangan bunga bersamaan dengan proses pertumbuhan
bagianbagian bunga, (4) anthesis atau bunga mekar.
Gambar : Perbedaan Inisiasi Tunas daun dan inisiasi tunas bunga manggis

Fase induksi (fase transisi dari fase vegetatif ke fase pembungaan) sangat penting
dipahami, karena hal ini sangat menentukan keberhasilan pembungaan dan pembuahan.
Induksi bunga berkaitan dengan hubungan karbohidrat dan nitrogen atau nisbah C/N pada
tanaman. Jika nisbah C/N tinggi maka tanaman dapat menginduksi bunga, tetapi bila nisbah
C/N rendah tanaman dipacu ke arah

pertumbuhan vegetatif. Pada prinsipnya terdapat tiga konsep pokok tentang induksi
pembungaan yaitu: (1) adanya hormon pembungaan (florigen) atau stimulus pembungaan
pada daun yang mengalihkan pertumbuhan vegetatif ke pertumbuhan reproduktif, (2) adanya
kondisi nutrisi yang optimum bersamaan dengan perubahan dalam apex, (3) terjadi perubahan
pada apex yang mengubah dan mengkonversi nutrient sehingga terjadi induksi pembungaan
(Bernier et al. 1985; Hempel et al. 2000).

Pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, hormon dan
pasokan nutrisi (Bernier et al. 1985). Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap pemunculan bunga antara lain fotoperiodisme, temperature, dan cahaya (Leopold &
Kriedemann 1975; Sedgley & Griffin 1989).Stress air dapat menginduksi pembungaan
karena adanya perubahan perimbangan produksi hormon seperti giberelin, sitokinin dan ABA
serta meningkatnya nisbah karbon dan nitrogen pada pucuk. Stress air menyebabkan
pertumbuhan vegetatif tertekan. Periode kering yang cukup akan merangsang aktifnya
beberapa zat pengatur tumbuh yang selanjutnya akan memberikan signal pada pucuk yang
siap untuk terinduksi dan memasuki fase generatif (Wright 1985).

Di Indonesia induksi bunga terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena
mengalami stress air dan bunga mulai muncul menjelang musim hujan (Poerwanto 2000).
Manggis merupakan tanaman yang mempunyai sifat berbunga dan berbuah musiman. Calon
bunga muncul dalam bentuk bongkahan besar di ujung ranting. Pada tahap ini, kuncup bunga
memerlukan waktu sekitar 25 hari sampai bunga mekar atau anthesis (Verheij & Coronel
1997).

Bunga tanaman manggis muncul dari ujung-ujung pucuk yang sebelumnya telah
mengalami masa dormansi. Selama masa berbunga, tidak semua pucuk dapat terinduksi dan
bertransisi dari fase vegetatif ke fase reproduktif sehingga tidak keseluruhan pucuk
menghasilkan bunga, pada saat bersamaan sebagian pucuk berbunga dan sebagian lagi tidak
berbunga. Pucuk yang akan berbunga pangkal tunas barunya tampak membesar dan
membengkak (awal diferensiasi atau akhir induksi), terjadi 40 hari sebelum anthesis. Tidak
semua kuncup bunga dapat tumbuh dan berkembang mencapai anthesis dan membentuk buah
(Rai 2004). Hal ini disebabkan karena sebagian dari bunga-bunga tersebut baik yang masih
kuncup maupun yang sudah mekar mempunyai potensi untuk gugur.

Pada tanaman manggis tidak hanya kuncup bunga, bunga yang mekar penuh maupun
buah muda juga dapat gugur. Beberapa faktor penyebab gugur bunga dan buah muda
diantaranya adalah pengaruh hujan, kekeringan, panas yang ekstrem dan kompetisi di antara
organ yang berkembang (Poerwanto 2002). Hasil penelitian Rai (2004) menyatakan bahwa
bunga dan buah manggis yang gugur disebabkan oleh kandungan ABA tinggi, IAA rendah
dan suplai fotosintat rendah.

Persentase bunga gugur tanaman asal biji nyata lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman asal grafting dan fruit set tanaman asal biji nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
fruit set tanaman asal grafting. Pada tanaman hasil grafting tingkat kerontokan buah dapat
mencapai 70.07% sedangkan pada tanaman asal biji hanya 16.58%. Suplai fotosintat rendah
ditunjukkan oleh kandungan gula total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya gugur lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan gula total daun pada pucuk yang bunga dan buahnya
tidak gugur. Status hara N, P dan K daun tidak mempengaruhi gugurnya bunga atau buah
karena tidak terdapat perbedaan kandungan N, P dan K daun antara pucuk yang bunga dan
buahnya gugur dengan pucuk yang bunga dan buahnya tidak gugur.
B.Morfologi Buah Manggis

Buah manggis berbentuk bola tertekan dengan diameter 3.5–7.0 cm. Bijinya bersifat
apomiksis yaitu embrio tidak dihasilkan dari penyatuan gamet dan penyerbukan, tetapi dari
sel di dalam kantong embrio atau sekeliling nuselus dan berkembang membentuk biji yang
fertil. Buah muda berwarna hijau dan bila telah tua berubah menjadi ungu kehitaman.
Tangkai buah tebal berdaging dan keras, dengan panjang 1.8–2.0 cm. Kulit buah (perikarp)
mempunyai ketebalan 0.8–1.0 cm, berdaging dan bergetah kuning.

Buah manggis mempunyai 4–8 segmen dan setiap segmen mengandung satu bakal biji
yang diselimuti oleh aril (salut biji) berwarna putih (kadang-kadang transparan) , empuk dan
mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang menjadi biji.
Umumnya hanya 1–3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji (Verheij 1992; Yaacob
& Tindall 1995). Buah matang mempunyai bobot basah antara 30–140 gram, berbentuk bulat,
berwarna ungu kehitaman dengan daging buah (aril) berwarna putih (Richards 1990). Buah
manggis mempunyai rasa manis, asam berpadu dengan sedikit sepat dan segar serta aroma
yang khas (Kader 2002).

Biji manggis merupakan biji apomiksis dan sering disebut sebagai agamospermi,
diproduksi melalui tunas adventif, berwarna coklat, pipih, dan permukaannya ditutupi oleh
jaringan pembuluh (vascular bundles) (Lim 1984; Richard 1990). Biji manggis bersifat
poliembrioni dan nutrisi untuk perkembangan embrionya didukung oleh nuselus atau jaringan
integumen dan inti endosperm. Biji yang berkecambah akan menumbuhkan lebih dari satu
tunas dan setiap tunas akan tumbuh pada posisi yang berlainan di mana masing-masing
membawa perakarannya sendiri-sendiri (Lim 1984).

Secara normal biji manggis selalu dalam keadaan lembab dan bila keadaan lembab
tersebut berkurang maka biji dapat mati, keadaan biji seperti ini dikenal dengan nama
recalcitrant seed. Pertumbuhan buah dapat diukur dengan terjadinya peningkatan ukuran
diameter, bobot basah dan bobot kering buah. Proses pematangan pada buah manggis
ditandai dengan melunaknya kulit buah dan terjadinya perubahan warna kulit buah yang
disebabkan oleh adanya perubahan komposisi substrat dan pigmen (Kader 2002).
Perubahan pigmen tersebut sebagai akibat adanya degradasi klorofil. Buah yang matang
dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak dan kulitnya mudah dibuka daripada buah yang belum
matang (Gunawan 2007). Perubahan warna kulit buah juga dapat diukur dengan
mencocokkan warna kulit buah manggis dengan menggunakan indeks warna kulit buah
manggis (Osman & Millan 2005) yaitu sebagai berikut :

C.Fisiologi Buah Manggis

Buah manggis termasuk buah klimakterik (Kader 2002), sehingga proses pematangan
buah akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Muchtadi & Sugiyono 1981). Etilen
endogen pada buah klimaktrik berperan sebagai pemicu untuk meningkatkan laju respirasi
dan pemasakan buah (Wang & Kramer 1990).
Tanaman manggis asal biji baru mulai berbuah pada umur 10–15 tahun sedangkan
tanaman asal grafting pucuk sudah dapat berbuah pada umur 3–4 tahun. Periode masa
juvenile dapat dikurangi menjadi 8–10 tahun melalui manajemen budidaya yang optimal dan
intensif (Yaacob &Tindall 1995). Buah biasanya dipanen setelah matang di pohon (Daryono
& Sosrodiharjo 1986).

Total padatan terlarut buah manggis berkisar antara 17 sampai 20% (Kader 2002).
Selama pertumbuhan dan perkembangan buah terjadi perubahanperubahan fisiologi yang
akan mempengaruhi kualitas buah. Perubahan fisiologi yang terjadi meliputi perubahan asam
organik (Wills et al. 1981), kadar vitamin (Von 1949), kadar klorofil, kadar air (Kader 1992),
kadar gula (Marriot et al. 1981) serta perubahan produksi etilen ( Dominguez & Vendrel
1993).

Perubahan warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses sintesis dari
pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat disebabkan oleh terjadinya
pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak,
dan mungkin juga lignin (Pantstico 1993). Pematangan akan menyebabkan naiknya kadar
gula sederhana untuk memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan senyawa
fenolik untuk mengurangi rasa asam dan sepat, serta kenaikan produksi zat-zat volatil untuk
memberikan flavor karakteristik buah (Muchtadi & Sugiyono 1992).

Buah-buah klimakterik biasanya memproduksi etilen cukup banyak untuk


membangkitkan pematangan (Pantastico 1993). Etilen adalah zat pengatur tumbuh endogen
atau eksogen yang dapat menimbulkan berbagai respon fisiologis dan morfologis tanaman,
diantaranya mendorong pemecahan dormansi tunas, menghambat pertumbuhan batang,
mendorong pembungaan, pembentukan buah, merangsang pembentukan umbi, inisiasi akar,
penuaan, dan menghambat perluasan daun (Moore 1979).
D.Pertumbuhan dan Perkembangan Buah

Gambar : Pertumbuhan dan perkembagnan Buah manggis

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses penting dalam kehidupan


yang berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya
meristem, hasil asimilasi, hormon, dan lingkungan yang mendukung. Menurut Gardner et al.
(1991) pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai adanya proses pembelahan dan pembesaran sel
(peningkatan jumlah dan ukuran yang bersifat irreversibel).

Perkembangan meliputi pertumbuhan dan diferensiasi sel yang mengarah pada


akumulasi berat kering. Buah merupakan perkembangan lebih lanjut dari bakal buah. Segera
setelah terjadi pembuahan, bakal buah akan berkembang menjadi buah dan bakal biji menjadi
biji. Secara normal perkembangan buah terjadi setelah pembuahan. Bertambahnya ukuran
buah disebabkan oleh adanya pembelahan sel dan pembesaran sel Penyerbukan umumnya
merupakan isyarat untuk pertumbuhan, dan fertilisasi memicu pertumbuhan bakal biji dan
pembentukan biji (Nitsch 1951).

Pada kasus tertentu buah dapat berkembang hingga matang tanpa fertilisasi, fenomena
ini terjadi pada proses pembentukan buah manggis. Mansyah (2002) menyatakan bahwa buah
manggis tidak memiliki serbuk sari baik melalui pengamatan visual maupun pengujian secara
kimiawi menggunakan KI. Pertumbuhan suatu organ, termasuk buah, dicirikan oleh suatu
kurva baku berbentuk sigmoid (berbentuk S) atau double sigmoid. Selama perkembangannya,
menurut Srivastava (2001) buah mengalami 4 fase, yaitu (1) perkembangan ovari diikuti
anthesis, (2) pembelahan sel cepat (cell division), (3) fase pertumbuhan cepat akibat
terjadinya pembesaran sel, pada fase ini terjadi penimbunan cadangan makanan, merupakan
fase kritis yang akan menentukan kualitas buah, (4) pematangan (ripening).

Perkembangan buah didukung oleh adanya suplai hormon dan nutrien. Menurut
Gardner et al. (1991) auksin dan GA merupakan hormon utama untuk pertumbuhan buah.
Auksin, giberelin, cytokinin, dan ethylen merupakan sejumlah hormon yang diperlukan
dalam pertumbuhan dan perkembangan buah, terutama untuk fase perkembangan ovari dan
fase pembelahan sel cepat. Auksin dan cytokinin terutama diperlukan pada awal pembelahan
sel sedangkan giberelin lebih berperan dalam pembesaran sel. Etylen berperan dalam proses
pematangan buah.

Perkembangan buah erat kaitannya dengan perkembangan biji dan mempunyai korelasi
yang positif (Srivastava 2001). Tanaman memproduksi etilen selama pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Buah yang dalam proses pematangan memproduksi etilen dalam
jumlah yang sangat tinggi. Etilen juga diproduksi pada jaringan-jaringan dan organ tanaman
lainnya seperti bunga, buah, daun, batang, akar, umbi dan biji. Etilen menjadi penyebab
beberapa respon tanaman seperti pengguguran daun, pembengkakan batang, pematangan
buah, dan hilangnya warna bunga (Watimena 1988).

Pertumbuhan buah menuntut sejumlah nutrien yang cukup, menyebabkan terjadinya


mobilisasi dan transpor dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan buah dan biji. Buah
dianggap dewasa apabila telah mencapai ukuran maksimum dan laju pertambahan berat
keringnya menjadi nol. Buah yang tua, matang melalui serangkaian peristiwa enzimatis dan
biokimia yang berakibat terjadinya perubahan komposisi kimia (Leopold & Kriedeman
1975).

Pada ripening (pematangan), sistem enzim yang dihasilkan menyebabkan pelunakan


dan pengubahan tepung menjadi gula pada buah berdaging (misalnya apel). Perubahan yang
terjadi selama proses pematangan buah dikaitkan dengan laju respirasi yang relative tinggi
pada buah klimakterik (Gardner et al. 1991). Selama pertumbuhan dan perkembangan buah,
berat daging buah dan kulit buah terus bertambah. Berat daging buah pada permulaan
perkembangan buah sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi (Lodh et al. 1971).
Dengan semakin matangnya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit demi
sedikit pengurangan berat kulitnya. Pengurangan ini mungkin disebabkan oleh selulosa dan
hemiselulosa dalam kulit yang pada proses pematangan diubah menjadi zat pati (Pantastico
1993). Konsentrasi zat pati dalam daging buah pisang susu (Dwarf cavendish) terus betambah
sampai 70 hari pertumbuhan buah, baru setelah itu mulai turun. Konsentrasi gula total dan
stabilisasi pertumbuhan buah dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk pemanenan
(Pantastico 1993).

Menurut Osman dan Millan (2006) pola pertumbuhan buah manggis membentuk kurva
sigmoid, diawali dengan dominasi pertumbuhan pericarp hingga 20 hari setelah anthesis
kemudian dilanjutkan dengan terjadinya perkembangan aril dan biji. Pertumbuhan dan
perkembangan pada buah manggis ditandai dengan terjadinya serangkaian perubahan warna
pada kulit buah. Selain pada kulit buah, perubahan warna juga terjadi pada kelopak dan
stigma. Pada awal pertumbuhan, kulit luar berwarna hijau yang sangat muda dan pada tingkat
kematangan berikutnya, warnanya menjadi lebih pekat, kemudian timbul bercak coklat
hingga merah, yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman pada seluruh permukaan kulit
apabila telah matang. Pada buah anggur Bangalore blue yang matang tampak warna biru tua
pada kulitnya (Lodh & Selvaraj 1972).
III.PENUTUP

A.Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah

1. Pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, hormon dan
pasokan nutrisi. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pemunculan
bunga antara lain fotoperiodisme, temperature, dan cahaya . Stress air dapat menginduksi
pembungaan karena adanya perubahan perimbangan produksi hormon seperti giberelin,
sitokinin dan ABA serta meningkatnya nisbah karbon dan nitrogen pada pucuk.
2. Perubahan warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses sintesis dari
pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah. Pelunakan buah dapat disebabkan oleh
terjadinya pemecahan protopektin menjadi pektin, maupun karena terjadinya hidrolisis
pati atau lemak, dan mungkin juga lignin . Pematangan akan menyebabkan naiknya
kadar gula sederhana untuk memberikan rasa manis, penurunan kadar asam organik dan
senyawa fenolik untuk mengurangi rasa asam dan sepat, serta kenaikan produksi zat-zat
volatil untuk memberikan flavor karakteristik buah.
3. Penanganan pasca panen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk, menghambat
laju proses metabolisme dan pemasakan buah, serta untuk memperpanjang umur simpan.
Kegiatan penanganan pasca panen antara lain: sortasi dan grading, pembersihan atau
pencucian, pengemasan dan pengepakan, transportasi, penyimpanan serta perlakuan-
perlakuan untuk memperpanjang umur simpan seperti pelilinan Mengurangi tingkat
kerusakan buah selama pemeraman, pengangkutan dan penyimpanan salah satunya
adalah kemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani, N. (2020). MUTU FISIK DAN KIMIA MANGGIS (Garcinia mangotana L.)
DENGAN JENIS KEMASAN BERBEDA (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU).
Ningrum, A. T., Herwanti, S., & Kaskoyo, H. (2020). ANALISIS FUNGSI PEMASARAN
BUAH MANGGIS DI HUTAN RAKYAT DESA AIR KUBANG KABUPATEN
TANGGAMUS. Jurnal Hutan Tropis, 8(2), 221-231.
Ropiah, S. (2009). Perkembangan Morfologi dan Fisiologi Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) selama Pertumbuhan dan Pematangan.
Setiawan, E., & Poerwanto, R. (2008). Produktivitas dan Kualitas Buah Manggis (Garcinia
manggostana L.) di Purwakarta. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 1(1), 12-20.
Setyabudi, D., Widayanti, S. M., & Prabawati, S. (2015). Daya Simpan Buah Manggis
(Garcinia Mangostana L.) Pada Berbagai Tingkat Ketuaan Dan Suhu
Penyimpanan. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 12(2), 70-77.

Anda mungkin juga menyukai