Anda di halaman 1dari 1

Hukum Perdata Internasional : Pada saat berhadapan dengan suatu persoalan yang

merupakan peristiwa hukum keperdataan bisa jadi bukanlah perkara perdata biasa antar
warganegara. Menjadi tidak biasa disini maksudnya, terdapat fakta-fakta yang
meletakkan adanya hubungan dengan sistem hukum lain diluar hukum nasional misalnya
terdapat unsur asing.

Keadaan seperti itu disebut oleh Sudargo Gautama dengan istilah titik-titik pertalian atau
oleh Cheshire sebagai Connecting Factor. Untuk itulah keterampilan hukum dalam
menemukan titik pertalian dalam Hukum Perdata Internasional sangat penting dimiliki.

Titik-titik pertalian merupakan suatu bagian yang penting dari HPI. Pertama-tama perlu
diketahui dulu apa yang diartikan dengan istilah titik-titik pertalian. Titik-titik pertalian atau
disebut pula titik pertautan adalah hal-hal dan keadaan-keadaan yang menyebabkan
berlakunya suatu stelsel hukum.Titik pertalian primer(selanjutnya disebut dengan TPP) diartikan
sebagai hal-hal dan keadaan-keadaan yang melahirkan atau menciptakan hubunganHPI.
Dengan katalain, apabila tidak ada TPP hubungan hukum yang ada bukan merupakan
hubungan hukum HPI, tetapi hanya hubungan hukum perdata biasa belaka.TPP merupakan
petunjuk pertama bagi pelaksana hukum, terutama hakim, untuk mengetahui apakah suatu
perselisihan hukum atau suatu masalah hukum merupakan masalah HPI.
Cheshire menjelaskan TPP sebagai connecting factor, yaitu sebagai fakta-fakta yang
menciptakan hubungan natural antara fakta yang dikemukakan di hadapan pengadilan dan
sistem tertentu dalam hukum. Oleh karena sifatnya sebagai faktor yang melahirkan persoalan
HPI, TPP ini disebut pula sebagai titik taut pembeda. Dengan mengingat bahwa suatu
persoalan HPI merupakan persoalan perdata biasa yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
asing, TPP inilah yang menunjukkan kepada kitakeberadaan dari unsur asing tersebut dalam
sebuah persoalan perdata. Hal tersebut membuat persoalan perdata tersebut menjadi suatu
persoalan HPI
dengan adanya TPP, dapat diketahui bahwa masalah yang dihadapi merupakan masalah HPI.
Setelah diketahui bahwa masalah itu merupakan masalah HPI, hal selanjutnya yang perlu dan
penting untuk diketahui adalah hukum mana yang akan berlaku dalam menyelesaikan masalah
HPI itu. Tugas untuk menentukan hukum mana yang akan berlaku atau diberlakukan dalam
suatu persoalan HPI ini ada pada titik pertalian sekunder (selanjutnya disebut dengan TPS).
TPS adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang menentukan stelsel hukum mana yang akan
berlaku atau dipilih apabila terdapat dua atau lebih stelsel hukum yang bertaut atau bertemu.
Satu hal yang penting untuk dipahami adalah TPS bukanlah hukum yang berlaku, tetapi faktor
yang membuat sang hakim memutuskan hukum yang berlaku dalam suatu persoalan
HPI.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa TPP sebagai yang memberikan kontak pertama,
sedangkan TPS yang emberikan extra contactdengan salah satu stelsel hukum yang
dipertautkan hingga stelselhukum inilah yang menentukan hukum yang harus diberlakukan
untuk menyelesaikan suatu persoalan HPI.
Oleh karena sifatnya sebagai yang menentukan hukum yang harus diberlakukan, disebut pula
sebagai titik taut penentu.Dengan ini, dapat kita lihat bahwa hubungan antara TPP dan TPS
adalah TPS baru timbul setelah adanya TPP. TPS ini terutama dikedepankan dan dapat
ditemukan dari berbagai yurisprudensi. Pembuat undang-undang sendiri tidak banyak membuat
TPS.

Anda mungkin juga menyukai