Maag (Gastritis)
Maag (Gastritis)
PENDAHULUAN
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2020
terhadap beberapa negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari
angka kejadian gastritis didunia, mendapati bahwa jumlah penderita
gastritis di Negara Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%
dan Perancis 29,5% (Mawey dkk, 2018).Persentase dari angka kejadian
gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian
gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah
(2018), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%,
Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi
sebesar 91,6%,
Berdasarkan profil keesehatan kesehatan tahun 2018, gastritis
merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9%) (Gustin, 2018).Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota
Palembang diketahui bahwa jumlah penderita penyakit gastritis pada tahun
2019 sebanyak 63.408 kasus, sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 52.936
dan pada tahun 2021 sebanyak 49.115.
2.4 Etiologi
a. Sekresi asam lambung.
Sel pariental mengeluarkan asam lambung (HCl) sedangkan sel peptik
mengeluarkan pepsinogen oleh HCl diubah menjadi pepsin, dimana
pepsin dan HCl adalah faktor agresif, terutama pepsin mileu pH< 4
sangat agresif terhadap mukosa lambung, keduanya merupakan produk
utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung sehingga
disebut sebagai penyebab endogen. Bahan iritan seperti rokok, alkohol,
dan aspirin akan menimbulkan efek mukosa barrier dan terjadi difusi
balik ion histamin (H + ), histamin (H+ ) terangsang untuk lebih
banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, dan gastritis
b. Infeksi Helicobacter pylori.
Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang berbentuk
spiral atau batang bengkok dengan ukuran 2,5-5µ, lebar 0,5-1µ dan
memiliki 4-6 flagela yang berselaput pada satu kutupnya. Helicobacter
pylori bersifat mikroaerofilik yaitu tumbuh baik pada lingkungan
dengan kandung CO2 10%, O2 tidak lebih dari 5%, suhu antara 33-
400 C, kelembaban 100%, pH 5,5-8,5, mati dalam suasana anaerobik,
kadar O2 normal, dan suhu dibawah 280 C. Helicobacter pylori hidup
pada bagian gastrum antrum, lapisan mukus lambung yang menutupi
mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa
lambung.
Helicobacter pylori menghasilkan enzim urease yang akan
mengubah urea dalam mukus lambung yang kuat. Selain urease kuman
itu juga menghasilkan enzim protease dan fosfoliase diduga merusak
gliko protein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung, katalase
yang melindungi kuman dari radikal reaktif yang dikeluarkan netrofil.
Disamping enzim kuman itu juga menghasilkan toksik (VaCa/
Vaculating sitotoxin) dan ( CagA sitotoksin/ Cytotoxine gen) yang
berperan dalam timbulnya radang dan reaksi imun lokal. Cara
penularan Helicobacter pylori yaitu pada keadaan alamiah reservoir
kuman Helicobacter pylori adalah lambung penderita infeksi
Helicobacter pylori. Tidak terbukti adanya reservoir pada binatang
ataupun lingkungan. Sampai sekarang cara penularan infeksi
Helicobacter pylori yang belum dapat dipastikan. Satu-satunya jalan
infeksi melalui mulut, tetapi bagaimana infeksi dari lambung seorang
penderita masuk ke dalam mulut dan kemudian ke lambung orang lain
masih belum jelas. Teori yang dianut untuk memindahkan infeksi ke
orang lain adalah kontak fekal-oral atau oral-oral. Hal ini didukung
penelitian Kelly yang berhasil melakukan kultur feses terhadap 12
(48%) dari 25 orang yang serologis positif menderita infeksi
Helicobacter pylori. Pada umumnya infeksi Helicobacter pylori lebih
banyak terjadi di negara berkembang dibanding di negara maju.
Prevalensi infeksi Helicobacter pylori meningkat dengan
meningkatnya umur (di negara maju 50% penderita terkena infeksi
Helicobacter pylori setelah usia 50 tahun). Di negara berkembang,
terjadi infeksi Helicobacter pylori pada 80% penduduk setelah usia 30
tahun (Murjayanah,2010)
2.5 Patofisiologi
Ketidakpatuhan terhadap pola makan, obat-obatan, alkohol, garam
empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa lambung. Mukosa
lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti
oleh asam klorida dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi
difusi asam klorida ke mukosa lambung dan asam klorida akan merusak
mukosa. Kehadiran asam klorida di mukosa lambung menstimulasi
perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan
histamine dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke
ekstrasel dan menyebabkan edema serta kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi
mukosa oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya
namun bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terus terjadi. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat menghilang (Ardiansyah, 2012)
Mukosa barier lambung pada umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin memberikan
perlindungan ini ketika mukosa barier rusak maka timbul peradangan pada
mukosa lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan
mukosa yang dibentuk dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf
cholinergic. Kemudian HCl dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan
menyebabkan lika pada pembuluh yang kecil, dan mengakibatkan
terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung.Alkohol, aspirin
refluks isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.
Perlahan-lahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk
kengesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial.Manifestasi patologi
awal dari gastritis adalah penebalan. Kemerahan pada membran mukosa
dengan adanya tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit dinding
dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik progresif karena
perlukaan mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama pariental
memburuk.
Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor
intrinsiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan
penumpukan vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang
mengakibatkan anemia yang berat.Degenerasi mungkin ditemukn pada sel
utama dan pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur, baik
jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air. Resiko
terjadinya kanker gastrik yang berkembang dkatakan meningkat setalah 10
tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu episode
gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010).