Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kronik akibat pola hidup yang salah adalah sekelompok
penyakit yang mempunyai faktor risiko yang sama sebagai hasil dari
pajanan selama beberapa dekade. Penyakit kronik diakibatkan oleh pola
makan yang tidak sehat, merokok, kurang latihan atau kurang gerak, juga
stres emosional yang merupakan penyebab dari penyakit kronik tersebut.
Penyakit tidak menular merupakan problem kesehatan utama di negara-
negara industri dan juga meningkat dengan pesat di negara-negara yang
sedang berkembang yang sedang mengalami transisi demografi dan
penurunan pola hidup dalam masyarakatnya. Di banyak negara yang
sedang berkembang, penyakit tidak menular sudah menjadi penyebab
kematian yang lebih umum bila dibandingkan dengan penyakit akibat
infeksi
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang umumnya diderita
oleh kalangan remaja, yang disebabkan oleh berbagai faktor misalnya
tidak teraturnya pola makan, gaya hidup dan salah satunya yaitu
meningkatnya aktivitas (tugas perkuliahan) sehingga mahasiswa tidak
sempat untuk mengatur pola makannya dan malas untuk makan.
Seseorang penderita penyakit gastritis akan mengalami keluhan
nyeri pada lambung, mual, muntah, lemas, perut kembung, dan terasa
sesak, nyeri pada uluh hati, tidak ada nafsu makan, wajah pucat, suhu
badan naik, keringat dingin, pusing, atau bersendawa serta dapat juga
terjadi pendarahan saluran cerna4 . Insiden Gastritis di dunia sekitar 1,8 -
2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Menurut data dari World
Health Organization (WHO) tahun 2004, persentase dari angka kejadian
gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22,0%, China 31,0%, Jepang 14,5%,
Kanada 35,0%, dan Perancis 29,5%. Insiden terjadinya gastritis di Asia
Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya.
Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di
Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi daripada
populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana definisi gastritis (maag) ?


b. Bagaimana epidemiologi gastritis (maag) ?
c. Bagaimana faktor resiko gastritis (maag) ?
d. Bagaimana etiologi gastritis (maag) ?
e. Bagaimana patofisiologi gastritis (maag) ?
f. Bagaimana manifeatasi klinik gastritis (maag) ?
g. Bagaimana diagnosa gastritis (maag) ?
h. Bagaimana pelaksanaan terapi gastritis (maag) ?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui definisi gastritis (maag)


b. Mengetahui epidemiologi gastritis (maag)
c. Mengetahui faktor resiko gastritis (maag)
d. Mengetahui etiologi gastritis (maag)
e. Mengetahui patofisiologi gastritis (maag)
f. Mengetahui manifeatasi klinik gastritis (maag)
g. Mengetahui diagnosa gastritis (maag)
h. Mengetahui pelaksanaan terapi gastritis (maag)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastritis/Maag


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari &
Taharuddin, 2020). Masyarakat pada umumnya mengenal gastritis dengan
sebutan penyakit maag yaitu penyakit yang menurut mereka bukan suatu
masalah yang besar, gastritis terjadi pada semua usia mulai dari anak-anak,
remaja, dewasa sampai tua (Jannah, 2020). Gastritis disebabkan salah
satunya karena sikap penderita gastritis yang tidak memperhatikan
kesehatannya, terutama makanan yang dikonsumsi setiap harinya
(Suprapto, 2020).Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling
banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya. Gastritis adalah
gangguan atau peradangan dinding lambung yang disebabkan peningkatan
produksi asam lambung. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.
Gastritis dibagi menjadi dua yaitu :
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian
besar kasus merupakan penyakit ringan dan sembuh dengan sempurna.
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat
berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif/ gastritis
hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan
dijumpai pendarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan
terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut
b. Gatritis kronik
Gastritis kronik adalah peradangan mukosa kronis yang akhirnya
menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini
memiliki sub kelompok kausal yang tersendiri dan pola kelainan
histologik yang berbeda-beda diberbagai tempat di dunia. Di dunia
barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis
kronis melebihi 50% untuk populasi usia lanjut.

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2020
terhadap beberapa negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari
angka kejadian gastritis didunia, mendapati bahwa jumlah penderita
gastritis di Negara Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%
dan Perancis 29,5% (Mawey dkk, 2018).Persentase dari angka kejadian
gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian
gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah
(2018), di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%,
Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi
sebesar 91,6%,
Berdasarkan profil keesehatan kesehatan tahun 2018, gastritis
merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9%) (Gustin, 2018).Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota
Palembang diketahui bahwa jumlah penderita penyakit gastritis pada tahun
2019 sebanyak 63.408 kasus, sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 52.936
dan pada tahun 2021 sebanyak 49.115.

2.3 Fakto Resiko


Salah satu faktor pemicu gastritis adalah konsumsi tinggi protein
dalam menu harian. Hal ini dikarenakan pola makan tinggi protein dapat
memicu tingginya sekresi asam lambung. Faktor asam lambung sangat
berperan pada penyakit gastritis. Penyakit ini timbul akibat
ketidakseimbangan asam lambung sebagai faktor agresif dan mukosa
lambung sebagai faktor protektif. Faktor agresif lebih dominan sehingga
mengakibatkan terjadinya iritasi mukosa pada dinding lambung. Dengan
demikian konsumsi makanan dan minuman yang memicu tingginya
sekresi asam lambung adalah penyebab penting terjadinya gastritis. Selain
konsumsi tinggi protein, kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan
minum kopi juga dapat memicu terjadinya gastristis. Hal ini disebabkan
makanan pedas bersifat merangsang organ pencernaan dan dapat
menimbulkan iritasi pada lapisan mukosa lambung, sedangkan kandungan
kafein pada kopi dapat meningkatkan aktivitas produksi asam lambung.
Produksi asam lambung berlebihan inilah yang dapat mengakibatkan
terjadinya gastritis karena peradangan pada dinding lambung.

2.4 Etiologi
a. Sekresi asam lambung.
Sel pariental mengeluarkan asam lambung (HCl) sedangkan sel peptik
mengeluarkan pepsinogen oleh HCl diubah menjadi pepsin, dimana
pepsin dan HCl adalah faktor agresif, terutama pepsin mileu pH< 4
sangat agresif terhadap mukosa lambung, keduanya merupakan produk
utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung sehingga
disebut sebagai penyebab endogen. Bahan iritan seperti rokok, alkohol,
dan aspirin akan menimbulkan efek mukosa barrier dan terjadi difusi
balik ion histamin (H + ), histamin (H+ ) terangsang untuk lebih
banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, dan gastritis
b. Infeksi Helicobacter pylori.
Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang berbentuk
spiral atau batang bengkok dengan ukuran 2,5-5µ, lebar 0,5-1µ dan
memiliki 4-6 flagela yang berselaput pada satu kutupnya. Helicobacter
pylori bersifat mikroaerofilik yaitu tumbuh baik pada lingkungan
dengan kandung CO2 10%, O2 tidak lebih dari 5%, suhu antara 33-
400 C, kelembaban 100%, pH 5,5-8,5, mati dalam suasana anaerobik,
kadar O2 normal, dan suhu dibawah 280 C. Helicobacter pylori hidup
pada bagian gastrum antrum, lapisan mukus lambung yang menutupi
mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa
lambung.
Helicobacter pylori menghasilkan enzim urease yang akan
mengubah urea dalam mukus lambung yang kuat. Selain urease kuman
itu juga menghasilkan enzim protease dan fosfoliase diduga merusak
gliko protein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung, katalase
yang melindungi kuman dari radikal reaktif yang dikeluarkan netrofil.
Disamping enzim kuman itu juga menghasilkan toksik (VaCa/
Vaculating sitotoxin) dan ( CagA sitotoksin/ Cytotoxine gen) yang
berperan dalam timbulnya radang dan reaksi imun lokal. Cara
penularan Helicobacter pylori yaitu pada keadaan alamiah reservoir
kuman Helicobacter pylori adalah lambung penderita infeksi
Helicobacter pylori. Tidak terbukti adanya reservoir pada binatang
ataupun lingkungan. Sampai sekarang cara penularan infeksi
Helicobacter pylori yang belum dapat dipastikan. Satu-satunya jalan
infeksi melalui mulut, tetapi bagaimana infeksi dari lambung seorang
penderita masuk ke dalam mulut dan kemudian ke lambung orang lain
masih belum jelas. Teori yang dianut untuk memindahkan infeksi ke
orang lain adalah kontak fekal-oral atau oral-oral. Hal ini didukung
penelitian Kelly yang berhasil melakukan kultur feses terhadap 12
(48%) dari 25 orang yang serologis positif menderita infeksi
Helicobacter pylori. Pada umumnya infeksi Helicobacter pylori lebih
banyak terjadi di negara berkembang dibanding di negara maju.
Prevalensi infeksi Helicobacter pylori meningkat dengan
meningkatnya umur (di negara maju 50% penderita terkena infeksi
Helicobacter pylori setelah usia 50 tahun). Di negara berkembang,
terjadi infeksi Helicobacter pylori pada 80% penduduk setelah usia 30
tahun (Murjayanah,2010)

2.5 Patofisiologi
Ketidakpatuhan terhadap pola makan, obat-obatan, alkohol, garam
empedu, zat iritan lainnya dapat merusak mukosa lambung. Mukosa
lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti
oleh asam klorida dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak maka terjadi
difusi asam klorida ke mukosa lambung dan asam klorida akan merusak
mukosa. Kehadiran asam klorida di mukosa lambung menstimulasi
perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan
histamine dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke
ekstrasel dan menyebabkan edema serta kerusakan kapiler sehingga timbul
perdarahan pada lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi
mukosa oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan sendirinya
namun bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terus terjadi. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat menghilang (Ardiansyah, 2012)
Mukosa barier lambung pada umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin memberikan
perlindungan ini ketika mukosa barier rusak maka timbul peradangan pada
mukosa lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan
mukosa yang dibentuk dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf
cholinergic. Kemudian HCl dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan
menyebabkan lika pada pembuluh yang kecil, dan mengakibatkan
terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung.Alkohol, aspirin
refluks isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.
Perlahan-lahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk
kengesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial.Manifestasi patologi
awal dari gastritis adalah penebalan. Kemerahan pada membran mukosa
dengan adanya tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit dinding
dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik progresif karena
perlukaan mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama pariental
memburuk.
Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor
intrinsiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan
penumpukan vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang
mengakibatkan anemia yang berat.Degenerasi mungkin ditemukn pada sel
utama dan pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur, baik
jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air. Resiko
terjadinya kanker gastrik yang berkembang dkatakan meningkat setalah 10
tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu episode
gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010).

2.6 Manifeatasi Klinik


Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul
perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak
menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik
hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan
muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusiabah, 2010).
a. Gastritis Akut
- Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan
pada mukosa lambung.
- Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan
yang sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi
mukosa lambung yang mengakibatkan mual hingga
muntah.
- Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis
dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia
pasca perdarahan.
b. Gastritis Kronis
Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai
keluhan.Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,
nause dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
2.7 Diagnosis
Menurut (Siswandana, 2018) diagnosa gastritis sebagai berikut :
a. Nyeri sehubungan dengan iritasi gastrium atau pengecilan kelenjar
gastric Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
b. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan pemasukan cairan
dan elektrolit yang kurang, muntah, perdarahan. Aktivitas
intolerance berhubungan dengan kelemahan fisik.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
d. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan infasif
e. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
(proses penyakit)

2.8 Pelaksanaan terapi


Menurut (Ardiansyah, 2012) penatalaksanaan gastritis dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan secara farmakologi
Pemberian antipiretik dan pasang infus tujuannya yaitu untuk
mempertahankan cairan tubuh pasien. Antasida untuk mengurangi
adanya perasaan begah atau penuh serta tidak enak di abdomen dan
untuk menetralisir lambung Antagonis H2 (seperti ranitidine,
simetidin) mampu menurunkan sekresi asam lambung. Antibiotik
diberikan jika dicurigai adanya infeksi oleh kuman Helicobacter
Pylori.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Dapat diatasi dengan modifikasi diet klien, yaitu diet makan lunak
yang diberikan dalam porsi sedikit tapi lebih sering, untuk menetralisir
alkali, disarankan minum jus lemo encer atau cuka encer dan
menghindari alcohol. Selain itu dengan hal tersebut penatalaksanaan
penyakit gastritis secara non farmakologi dapat diatasi dengan
mongonsumsi obat herbal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewani
seperti jamu kunyit. Ada juga dengan cara melakukan terapi
komplementer (akupresure) juga dpat mengurangi gejala gastritis dan
menghindari stress dengan cara rutin melakukan olahraga serta hidup
sehat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis bukan
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi
yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di
lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti
trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat
penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis. Walaupun banyak
kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda – tanda
penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

- Kurnia,Dkk (2022) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis Di Rs


Wonolangan Probolinggo: Studi Kasus
- Muniroh, Alifah (2015) Riwayat Makanan yang Meningkatkan Asam
Lambung sebagai Faktor Risiko Gastritis
- Gustin R.K. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah
Kota Bukittinggi.
- Laporan Penelitian. Padang: Fakultas Kedokteran Unand.
- Murjayaha, (2010) Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Gastritis
- Ismail, Dkk Faktor Determinan Gastritis Klinis Pada Mahasiswa Di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Tahun 2016
- Misnadiarly, (2009) Buku Mengenal Penyakit Organ Cerna, Gastritis
(Penyakit Maag), Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia
- Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press
- Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah
(Sistem Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
- Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.
- Muslihah. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta.
- Siswandana, Dwi. (2018) . Asuhan Keperawatan pada Bp. D dengan
Gastritis Erosif di RST Dr. Soedjono Magelang Jawa Tengah. Karya Tulis
Ilmiah. Jurusann Keperawata. Politeknik Kesehatan Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai