Anda di halaman 1dari 15

KEARIFAN LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT LAMALERA DALAM NOVEL SUARA

SAMUDRA CATATAN DARI LAMALERA KARYA MARIA MATILDIS BANDA

GUSELA KURNIATI

S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
guselakurniati@mhs.unesa.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini mengungkapkan kearifan lokal masyarakat Lamalera yang sudah turun temurun dilakukan dengan
arif dan bijaksana yaitu tradisi penangkapan ikan paus. Hal ini yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian
ini.
Tujuan penelitian ini yakni memperoleh deskripsi tentang dimensi pengetahuan lokal, dimensi nilai lokal, dimensi
keterampilan lokal, dimensi sumber daya lokal, dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal, dimensi solidaritas
kelompok lokal masyarakat Lamalera.
Jenis penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan
sosiologi sastra. Sumber data dalam penelitian ini yakni novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria Matildis
Banda. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini yakni metode pustaka. Teknik analisis data dalam penelitian ini yakni teknik deskriptif.
Hasil penelitian ini yakni, (1) dimensi pengetahuan lokal yaitu pengetahuan masyarakat dalam menafsirkan simbol
alam berupa simbol awan di langit, simbol suara buri (terompet) dan perahu tanpa awak di laut, serta simbol suara burung
malam. (2) dimensi nilai lokal yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan
manusia dengan alam. (3) dimensi keterampilan lokal yaitu keterampilan masyarakat dalam menangkap ikan paus, membuat
perahu, membuat tali, membuat makanan. (4) dimensi sumber daya lokal yang diperoleh dengan melaut dan barter. (5)
dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal yang meliputi pemerintahan kesukuan. (6) dimensi solidaritas kelompok
lokal yang meliputi ritual keagamaan, upacara adat, dan gotong royong.

Kata Kunci : Kearifan Lokal, Suara Samudra, Tradisi Masyarakat Lamalera

ABSTRACT
This study reveals the local wisdom of Lamalera people that has been handed down by generations wisely, named
whaling tradition. It is the background of the researcher to conduct this study.
This study is aimed to obtain the description of the dimensions of local knowledge, dimensions of local values,
dimensions of local skills, dimensions of local resources, dimensions of local decision-making mechanisms, dimensions of
solidarity in local group of Lamalera people.
This research is qualitative research design. The approach that is used is an sociology of literature approach. The
source of data in this study is novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera written by Maria Matildis Banda. Thus, The data
that are used in this study are words, phrases, sentences, paragraphs, and discourses. Moreover, the data collection technique
in this study is litelature review method. Than, The data analysis in this study is descriptive manner.
The results of this study are, (1) the dimension of local knowledge, that is people's knowledge in interpreting natural
symbols in the form of clouds in the sky, buri sound (trumpet) and unmanned boats in the sea, and sound of night birds. (2)
the dimensions of local values, that are human relations with God, human relations with others, and human relations with
nature. (3) the dimensions of local skills, that are people’s skills in catching whales, making boats, making rope, and making
food. (4) the dimensions of local resources that are obtained by going to sea and barter. (5) the dimensions of local decision-
making mechanisms which include tribal government. (6) the dimensions of local group solidarity which include religious
ritual, traditional ceremony, and mutual cooperation.

Keywords : Local Wisdom, Suara Samudra Culture, Lamalera People Tradition


Penangkapan koteklema terjadi pada saat musim
PENDAHULUAN leva nuang atau musim kemarau sekitar tanggal satu Mei
1.1 Latar Belakang hingga tiga puluh satu Oktober. Sekelompok laki-laki
Kearifan lingkungan masyarakat Lamalera penikam atau lamafa yang mahir dalam penangkapan
tertulis dalam novel Suara Samudra Catatan dari paus dengan cermat mengamati Laut Sawu yang terletak
Lamalera karya Maria Matildis Banda. Novel ini di sekitar desa Lamalera dengan semua perlengkapan
mengungkapkan budaya lokal masyarakat Lamalera yang tradisional yang sudah disiapkan dan akan digunakan
sudah turun temurun dilakukan dengan cara arif dan untuk menangkap ikan paus dengan serangkaian upacara
bijaksana yaitu tradisi penangkapan ikan paus. Budaya adat. Selain itu, dalam tradisi penangkapan ikan paus,
ini sangat penting untuk dipublikasikan agar semua masyarakat Lamalera banyak melakukan ritual-ritual
masyarakat khususnya masyarakat di luar NTT, khusus sebelum turun ke laut. Ritual seperti berdoa,
mengetahui bahwa masih banyak tradisi-tradisi unik yang nyanyian dan memberikan sesajian kepada para leluhur.
ada di NTT yang perlu dipelajari. Hal ini berfungsi agar Masyarakat percaya dengan melakukan semua ritual
budaya masyarakat tertentu akan lebih mudah dikenal yang ditetapkan akan memberikan mereka keselamatan
dan tetap terjaga kelestariannya hingga generasi serta hasil yang berlimpah. Itulah sebabnya, masyarakat
berikutnya. Lamalera menganggap tradisi ini layak dipertahankan,
Budaya penangkapan ikan paus atau koteklema karena tetap mementingkan aspek lingkungan, sosial, dan
merupakan tradisi yang sudah menjadi bagian dari ekonomi untuk masyarakat.
kehidupan masyarakat Lamalera. Hal ini menunjukan Selain proses penangkapan ikan paus, nilai
bahwa kebudayaan yang sudah turun temurun dilakukan kearifan yang terkandung dalam novel ini yakni
sangat memerhatikan simbol adat istiadat di dalamnya. bagaimana masyarakat sangat menjunjung tinggi adat-
Kebudayaan ini dilakukan dengan arif dan bijaksana. istiadat yang mereka percaya sebagai pedoman hidup.
Dalam proses penangkapan, masyarakat mempunyai Mereka selalu melakukan upacara khusus saat prosesi
tradisi sendiri sehingga ekosistem ikan paus yang ada di penangkapan ikan paus. Ritual yang dituangkan melalui
laut Lamalera tidak punah. Masyarakat Lamalera tidak pemberkatan atau ekaristi kudus, pemberian sesajian
menangkap semua jenis paus yang ada di laut, melainkan kepada nenek moyang, dan nyanyian selalu dilakukan
hanya menangkap beberapa jenis paus yang layak di saat pembuatan perahu atau peledang, uji coba perahu
ambil. Paus-paus yang boleh ditangkap oleh masyarakat dan ketika turun ke laut untuk menangkap paus. Dalam
Lamalera hanya jenis koteklema yang sudah tua. Selain hal ini, masyarakat percaya bahwa Tuhan dan para
itu, paus sejenis seguni yaitu paus menyusui dan bayi leluhur akan memberikan keselamatan serta hasil yang
paus tidak diperbolehkan untuk ditangkap apalagi melimpah bagi masyarakat Lamalera.
dibunuh. Masyarakat percaya bahwa paus menyusui dan Penelitian ini mengacu pada kearifan lokal
bayi paus merupakan masa depan laut dan sebagai mata masyarakat Lamalera khususnya kearifan lingkungan laut
pencaharian utama masyarakat Lamalera untuk bertahan yang tercermin dalam tradisi masyarakat Lamalera yakni
hidup. penangkapan ikan paus yang terdapat dalam novel Suara
Dalam penangkapan koteklema, masyarakat Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria Matildis
Lamalera menggunakan cara tradisional tersendiri, bukan Banda dengan menggunakan konsep kearifan lokal enam
dengan peralatan modern yang akan merusak ekosistem dimensi Jim Ife. Menurut Ife konsep kearifan lokal
laut dan membunuh paus secara keseluruhan. Paus yang memiliki enam dimensi yang menjadikan sebagai tolok
ditangkap pun bukan untuk diperjualbelikan secara besar- ukur pengelompokan budaya lokal suatu masyarakat.
besaran melainkan untuk keberlangsungan hidup Selain itu, latar belakang dari penelitian ini adalah novel
masyarakat Lamalera. Banyak manfaat yang diperoleh Suara Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria
dari penangkapan paus sebagai mata pencaharian, yaitu Matildis Banda merupakan novel baru yang belum
adanya pertukaran bahan makanan atau barter antara pernah dianalisis sebelumnya.
masyarakat Lamalera dengan masyarakat dari desa lain di
Pasar Wulan Doni, yakni barter daging paus dengan 1.2 Rumusan Masalah
beras, gula, padi, jagung, sayur-sayuran, umbi-umbian, Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
dan buah-buahan yang dilakukan oleh para perempuan. merumuskan beberapa rumusan masalah, antara lain:
Selain barter, daging paus juga dibagikan kepada anak 1.2.1 Bagaimana dimensi pengetahuan lokal
yatim piatu, para janda, dan para perempuan. Masyarakat Lamalera dalam novel Suara
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
Matildis Banda? bermanfaat memberikan pengetahuan sastra
1.2.2 Bagaimana dimensi nilai lokal Masyarakat tentang kearifan lokal enam dimensi Jim Ife,
Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan yaitu (1) dimensi pengetahuan lokal, (2) dimensi
dari Lamalera karya Maria Matildis Banda? nilai lokal, (3) dimensi keterampilan lokal, (4)
1.2.3 Bagaimana dimensi keterampilan lokal dimensi sumber daya lokal, (5) dimensi
masyarakat Lamalera dalam novel Suara mekanisme pengambilan keputusan lokal, (6)
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria dimensi solidaritas kelompok lokal.
Matildis Banda? 1.4.2 Manfaat Praktis
1.2.4 Bagaimana dimensi sumber daya lokal Bagi guru dan dosen, penelitian ini diharapkan
masyarakat Lamalera dalam novel Suara dapat dijadikan bahan ajar atau materi dalam
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria pengajaran karya sastra khususnya novel beserta
Matildis Banda? kearifan lokal enam dimensi Jim Ife.
1.2.5 Bagaimana dimensi mekanisme pengambilan Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan
keputusan lokal masyarakat Lamalera dalam mampu meningkatkan kesadaran apresiasi
novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera terhadap kearifan lokal masyarakat tertentu,
karya Maria Matildis Banda? khususnya kearifan lokal yang ada di NTT.
1.2.6 Bagaimana dimensi solidaritas kelompok lokal Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini
masyarakat Lamalera dalam novel Suara diharapkan sebagai bahan acuan, bandingan, dan
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria penelitian relevan bagi peneliti lain untuk
Matildis Banda? melakukan penelitian sejenis yang lebih
mendalam.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti
merumuskan beberapa tujuan penelitian, antara lain: METODE
1.3.1 Mendeskripsikan dimensi pengetahuan lokal 3.1 Jenis Penelitian
Masyarakat Lamalera dalam novel Suara Berdasarkan jenis datanya, dalam penelitian ini,
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Matildis Banda Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
1.3.2 Mendeskripsikan dimensi nilai lokal Masyarakat bermaksud untuk memahami fenomena yang ada dalam
Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera karya
dari Lamalera karya Maria Matildis Banda Maria Matildis Banda secara menyeluruh. Penelitian
1.3.3 Mendeskripsikan dimensi keterampilan lokal kualitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data
masyarakat Lamalera dalam novel Suara berupa kata-kata, frasa, kalimat, paragraf dan wacana
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria yang berhubungan dengan rumusan masalah, yakni
Matildis Banda dimensi pengetahuan lokal masyarakat Lamalera,
1.3.4 Mendeskripsikan dimensi sumber daya lokal dimensi nilai lokal masyarakat Lamalera, dimensi
masyarakat Lamalera dalam novel Suara keterampilan lokal masyarakat Lamalera, dimensi
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria sumber daya lokal masyarakat Lamalera, dimensi
Matildis Banda mekanisme pengambilan keputusan lokal masyarakat
1.3.5 Mendeskripsikan dimensi mekanisme Lamalera, dan dimensi solidaritas kelompok lokal
pengambilan keputusan lokal masyarakat masyarakat Lamalera yang kemudian dilanjutkan dengan
Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan analisis, sehingga memperoleh sebuah simpulan.
dari Lamalera karya Maria Matildis Banda
1.3.6 Mendeskripsikan dimensi solidaritas kelompok 3.2 Pendekatan Penelitian
lokal masyarakat Lamalera dalam novel Suara
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria
pendekatan sosiologi sastra. Penelitian sosiologi sastra
Matildis Banda.
merupakan penelitian yang membahas karya sastra yang
dihubungkan dengan lingkungan masyarakat. Sosiologi
1.4 Manfaat Penelitian sastra yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
1.4.1 Manfaat Teoretis sosiologi yang menghubungkan kebiasaan masyarakat
Lamalera dalam tradisi penangkapan ikan paus, masalah, menganalisis data dalam novel Suara Samudra
memanfaatkan lingkungan (sumber daya alam). Catatan dari Lamalera karya Maria Matildis Banda
Penelitian sosiologi sastra mengungkapkan fenomena dengan cara mendeskripsikan kata, frasa, kalimat,
sosial dalam karya sastra dalam hal ini novel Suara paragraf serta wacana sesuai dengan rumusan masalah,
Samudra Catatan dari Lamalera, seperti aspek religius Menyimpulkan hasil analisis data.
masyarakat Lamalera, aspek sosial masyarakat Lamalera,
adat istiadat masyarakat Lamalera, etika dan moral
masyarakat Lamalera. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Dimensi Pengetahuan Lokal
3.3 Sumber Data 4.1.1 Simbol Awan di Langit
Simbol awan yang ditunjukan langit, mampu
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
dipahami oleh masyarakat Lamalera melalui pengetahuan
ini adalah data tulis berupa novel Suara Samudra
yang mereka miliki. Simbol awan ini sangat dipercaya
Catatan dari Lamalera karya Maria Matildis Banda.
oleh masyarakat Lamalera sebagai tanda akan datangnya
Novel ini baru dicetak satu kali. Tebal novel 485
ikan paus atau koteklema. Dari simbol ini mereka juga
halaman. Novel ini diterbitkan kali pertama oleh PT
mampu menafsirkan larangan untuk melaut sesuai
Kanisius, Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok,
dengan simbol yang muncul di awan dan simbol tersebut
Sleman, DIY, tahun 2017.
dipercayai oleh masyarakat. Pengetahuan menafsirkan
simbol awan di langit ditampilkan oleh tokoh Kakek
3.4 Data Penelitian ketika berdialog dengan Arakian. Terbukti dalam
kutipan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana (4.1.1.1) “Itu kofa koteklema korok. Kata
dalam novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera Arakian pada kakeknya pada suatu hari
karya Maria Matildis. Unit-unit teks yang sesuai dengan bertahun-tahun yang lalu ketika melihat
rumusan masalah yang terdapat dalam novel. Unit teks kofa atau awan di langit. Itu tanda
tersebut berupa penggalan kalimat dan paragraf yang koteklema pulang dengan kita”
diambil dari novel untuk menjawab masalah dan tujuan “Oh bukan kofa koteklema korok. kata
yang telah dirumuskan. kakek. “Itu kofa laki.”
“Apa itu kofa laki, Kek?”
3.5 Teknik Pengumpulan Data “Awan tersebar di langit!”
“Seperti kapas. Artinya apa Kek?”
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
“Tidak boleh ola nua (mencari nafkah
menggunakan metode pustaka yaitu membaca kritis serta
di laut)”
memahami teks novel Suara Samudra Catatan dari
“kenapa Kek?”
Lamalera karya Maria Matildis Banda, menandai teks-
“Bulan, awan, dan langit sudah buka
teks atau data yang berkaitan dengan kearifan lokal
rahasia laut. Kalau kita berani ola nua
masyarakat Lamalera, mengutip data yang berupa kata,
kita akan susah. Bisa celaka. Ola nua
frasa, kalimat, paragraf, dan wacana dalam novel Suara
akan gagal” (Banda, 2017: 154)
Samudra Catatan dari Lamalera.

3.6 Teknik Analisis Data Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai


bahwa masyarakat Lamalera khususnya tokoh Kakek
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan percaya akan semua simbol yang diberikan alam kepada
teknik deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan mereka dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
karena sesuai dengan permasalahan dan teori yang sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan. Dengan
diterapkan sebelumnya, dan menjelaskan hasil analisis simbol yang diberikan awan di langit, tokoh Kakek
secara rinci, serta menafsirkan data yang ada sesuai mampu menghayati dengan bijak apa yang ia ketahui dan
landasan teori yang dipaparkan. Teknik analisis menjelaskan secara detail pada cucunya Arakian agar
deskriptif meliputi membaca secara kritis novel Suara menjadi nelayan yang taat aturan dan mampu
Samudra Catatan dari Lamalera karya Maria Matildis menafsirkan simbol yang diberikan alam.
Banda, mengumpulkan data sesuai dengan rumusan
Pengetahuan tokoh Kakek dalam menafsirkan langit maupun suara buri dari peledang tanpa awak
simbol awan ia terapkan pada generasi selanjutnya yaitu adalah tokoh Kakek. Tokoh Kakek, yang merupakan
cucunya sendiri bernama Arakian. Tokoh kakek kakak dari Arakian adalah seorang lamafa yang terkenal
mengajarkan Arakian agar mampu menafsirkan kedua hebat di Lamalera. Oleh sebab itu, tokoh Kakek sangat
simbol yang diberikan awan dan bersikap adil akan memahami semua simbol yang di dengar maupun
kedua simbol yang ditunjukan awan serta harus menaati dilihatnya. Terbukti dalam kutipan berikut.
aturan saat melaut. Terbukti dalam kutipan berikut.
(4.1.2.1) “Pada malam ini mereka dihadapkan
(4.1.1.2) “Tetapi, aku mau ola nua, Kek! pada tanda lain yang sudah di dengar
Dengan Kakek kah?” Arakian dari cerita kakek dan baru
“Kita tunggu awan! Tunggu koja disadarinya sekarang. Bagaimana
koteklema horok. Karena koteklema mengerti peledang tanpa awak dan
horok sudah cerita bahwa aka nada suara buri yang datang dan pergi”
koteklema di kita punya ladang.” “Artinya apa, Kek? Tanya Arakian
“Boleh ola nua?” pada kakeknya, pada suatu malam
“Ya” ketika Lamalera diliputi sunyi
“Awan baik sekali…” kehidupan seorang nelayan yang
“Kalau engko sudah besar nanti. menemukan kehidupan abadi di laut.”
Engko akan lebih tahu bahwa saat ola “Nelayan yang hilang dan mati di laut
nua, saudaramu bukan hanya perahu itu pamit padamu, suara kakek.”
tetapi juga awan. Kedua jenis awan, “Pamit?”
ya keduanya, koja koteklema korok “Kalau engko sudah besar nanti engko
maupun kofa laki.” akan hadapi banyak tanda-tanda di
“Saya punya teman hanya koja laut. Tanda itu bicara apa padamu,
koteklema korok” kata Arakian. sangat tergantung pada apa yang
“Dua-duanya. Karena keduanya sudah engko buat” (Banda, 2017:
membuka rahasia laut, rahasia 236)
koteklema padamu. Iya, engko harus
mengerti ini” jawab Kakek.” (Banda, Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
2017: 155) bahwa masyarakat Lamalera khususnya para nelayan
atau lamafa percaya akan simbol Laut yang merupakan
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai rumah kedua masyarakat Lamalera. Suara buri yang
bahwa pengetahuan yang dimiliki tokoh Kakek, mampu merupakan simbol di laut dipahami dan direfleksikan
memberikan motivasi kepada Arakian agar mencintai oleh tokoh Kakek sebagai tanda datangnya para lamafa
simbol yang diberikan awan, baik simbol yang baik yang gugur di laut untuk berpamitan dengan nelayan
maupun simbol yang buruk. Hal ini bertujuan agar yang masih hidup.
Arakian dan generasi selanjutnya mampu bersikap adil
untuk tetap melaut atau tidak melaut. Tokoh Kakek 4.1.3 Simbol Suara Burung Malam (Kolo Ae)
berpesan agar kedua simbol tersebut sama sama dicintai Selain memahami simbol yang ada di langit dan
karena merupakan rahasia laut yang sudah menjadi laut, masyarakat Lamalera juga sangat memahami simbol
rumah kedua mereka. yang ada di darat. Kolo ae Simbol yang dipercaya
sebagai pembawa berita sangat dipercayai masyarakat
4.1.2 Simbol Suara Buri dan Peledang Tanpa sebagai bentuk peringatan akan adanya kabar baik
Awak di Laut maupun kabar buruk. Kolo ae yang sering di dengar
Masyarakat Lamalera mempercayai simbol masyarakat sering terjadi atau muncul di malam hari.
suara buri dan peledang tanpa awak sebagai tanda bahwa Keluarga Arakian mulai dari anak-anak memiliki
para leluhur maupun keluarga mereka yang mati di laut pengetahuan untuk menafsirkan kolo ae. Blajan yang
datang untuk berpamitan pada mereka yang masih hidup masih kecil mengerti akan arti suara burung malam yang
dan melanjutkan pekerjaan mereka di laut sebagai muncul. Terbukti dalam kutipan.
lamafa. Tokoh utama yang banyak memiliki pengetahuan
tentang simbol atau tanda yang diberikan alam melalui
(4.1.3.1) “Kolo ae,” Blajan merapat ke sisi Mereka percaya bahwa dengan mendekatkan diri dengan
ibunya. Kolo ae yang dapat disebut Tuhan, segala upaya dan kerja keras mereka akan
juga kolo alang adalah suara burung membawakan hasil yang melimpah serta terhindar dari
malam yang datang memberi tanda. bahaya. Bentuk hubungan manusia dengan Tuhan
Suaranya menyusup dalam hati. ditampilkan oleh tokoh Arakian dan keluarga suku
Terdengar melengking tinggi seakan- masyarakat Lamalera dalam mensyukuri segala
akan mau mengatakan pada angin dan keselamatan dan kelimpahan berkat dari Tuhan. Terbukti
debut ombak untuk tenang sebentar, dalam kutipan.
aku datang membawa kabar penting
dari laut. (Banda, 2017: 152) (4.2.1.1) ”Kajo rae ile, mola belo goa lele,”
demikian Arakian melantunkan kidung
Masyarakat Lamalera mengajarkan semua sambil bekerja. “Perahu menuju ke laut
pengetahuan lokal pada semua kalangan, mulai dari untuk memuat paus datang bertaut…
anak-anak hingga orang dewasa. Hal ini bertujuan agar Juru tikam terbanglah di langit biru dan
mereka dapat belajar untuk bertanggung jawab sejak jatuhkan dirimu di atas badanku.
kecil dalam menyamput masa depan sebagai penerus Koteklema yang gagah perkasa kiriman
tradisi. Pengetahuan menafsirkan burung malam juga yang Mahakuasa. Kafe numung, tale
memberikan mereka kesadaran dalam mempersiapkan leo, menari-nari di atasmu koteklema.
diri untuk berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan Datanglah-datanglah… ” (Banda, 2017:
datang. 57)
Pengetahuan lokal tokoh Blajan dalam
menafsirkan kolo ae ditunjukan ketika berdialog dengan Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
orang tuanya. Tokoh Blajan bertanya pada orang tuanya bahwa masyarakat Lamalera khususnya para lamafa
apakah suara burung yang ia dengar membawa kabar selalu memberikan pujian kepada Yang Maha Kuasa,
baik atau sebaliknya. Terbukti dalam kutipan berikut. sebagai bentuk permohonan agar segala upaya mereka
diberikan kelancaran dan kelimpahan ikan paus. Mereka
(4.1.3.2) ”Tanda baik, mama?” percaya dengan dengan berharap kepada Tuhan dengan
“Mudah-mudahan tanda baik”, kata melantunkan kidung, mereka akan memperoleh hasil
Blajan lagi. yang banyak dan keselamatan jiwa maupun badan yang
“Kolo ae, Bapa” merupakan anugerah Tuhan.
“Pasti pertanda baik,” jawab Arakian. Masyarakat Lamalera sangat menjaga hubungan
(Banda, 2017: 153) mereka dengan Tuhan dengan melantunkan kidung
maupun perayaan ekaristi. Dalam melakukan segala
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai kegiatan, yaitu melaut untuk menangkap ikan paus atau
bahwa pengetahuan lokal masyarakat Lamalera yang koteklema, keluarga suku Arakian yang mempunyai
diperoleh nenek moyang melalui pengalaman hidup peledang Martiva Pukan akan selalu melakukan perayaan
diwariskan pada anak cucu mereka untuk mampu ekaristi, yang merupakan perayaan umat Katolik untuk
menafsirkan segala bentuk simbol yang diberikan alam memohon pertolongan kepada Tuhan agar diberi
sebagai tanda akan rahasia laut maupun rahasia para keselamatan serta hasil yang melimpah. Terbukti dalam
lamafa atau penikam ikan paus. Pengetahuan lokal kuipan berikut.
diharapkan mampu mengetahui dalamnya samudra raya,
misteri, dan suara-suara yang dapat di catat dengan (4.2.1.2) “Musim penangkapan ikan paus
perahu, dayung, dan kaffe numung. sepanjang bulan Mei sampai Oktober
biasanya dibuka dengan perayaan
4.2 Dimensi Nilai Lokal ekaristi syukur” (Banda, 2017: 60)
4.2.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan
Dalam setiap upacara pembuatan perahu atau (4.2.1.3) “Mereka akan naik Martiva Pukan
peledang, uji coba peledang, maupun saat turun ke laut menuju pantai. Mereka akan menuju ke
untuk menangkap paus, masyarakat Lamalera selalu pantai dengan peledang penyelamat itu,
mengikuti perayaan ekaristi kudus atau pemberkatan dan akan diterima dengan perayaan
serta kidung atau nyanyian pada Yang Maha Kuasa. ekaristi dan upacara adat oleh segenap
masyarakat Lamalera.” (Banda, 2017: tanda kedatangan ikan paus. Terbukti dalam kutipan
424) berikut.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai (4.2.2.4) “Baleo, baleo, baleo!. Seruan itu
bahwa masyarakat Lamalera selalu berhubungan erat menghentikan aktivitas kerjabakti di
dengan Tuhan sebagai pemiliki kehidupan dalam jalan umum menuju desa dan di sekitar
melakukan segala aktivitas sehari-hari. Hal ini dilakukan kampung. Baleo, panggilan khas untuk
karena mereka percaya bahwa apapun yang mereka para nelayan agar segera turun ke laut.
lakukan akan berdampak positif, apabila mereka panggilan yang menandakan bahwa ada
memohon bantuan Tuhan dengan keyakinan yang mereka koteklema yang datang menyerahkan
miliki. diri.” (Banda, 2017: 135)

4.2.2 Hubungan Manusia dengan Manusia Data (4.2.2.4) dapat dimaknai bahwa hubungan
Masyarakat Lamalera sangat menjunjung tinggi erat terjalin diantara individu di Lamalera. Mereka
nilai sosial. Mereka selalu melakukan segala hal bekerja bakti membangun kampung yang bersih. Mereka
bersama-sama yang didasari dengan norma dan etika juga bersatu padu menyebarkan panggilan khusus yakni
yang baik serta sopan santun. Hal inilah yang menjadi baleo yang disebarkan dari mulut ke mulut untuk
dasar dari keberhasilan masyarakat Lamalera dalam memberitahukan bahwa koteklema telah datang untuk
membangun kehidupan sehari-hari yang harmonis. menyerahkan diri bagi mereka. Hubungan ini tercipta
Keharmonisan yang terjalin diantara para tetua suku, dan sebagai rasa antusias dan kepedulian terhadap sesama.
segenap keluarga Arakian sebagai pemilik peledang
Martiva Pukan dapat dilihat dari mereka menjalin kerja 4.2.3 Hubungan Manusia dengan Alam
sama dengan rukun dan damai. Terbukti dalam kutipan. Masyarakat Lamalera dalam hal ini, sangat
menjunjung tinggi kecintaan mereka terhadap alam
(4.2.2.1) “Pada malam itu para tetua suku, keluarga khususnya laut, yang merupakan rumah kedua mereka.
Arakian, ata mola, melakukan duduk Laut merupakan mata pencaharian pokok masyarakat
bersama membicarakan kembali Lamalera. Tokoh kakek mengajarkan pada Arakian untuk
seluruh proses pembuatan peledang mencintai laut dan ikan paus, agar dalam proses
yang dimulai dari penebangan pohon penangkapan koteklema, nelayan khususnya lamafa harus
sampai peledang siap turun ke laut. memahami mana saja yang boleh diambil, karena ikan
pertemuan yang sifatnya reflektif ini paus merupakan masa depan Lamalera. Terbukti dalam
dilakukan agar tidak ada kerikil-kerikil kutipan.
yang masih ada dan belum
diselesaikan. Supaya lurus jalan menuju
laut. semua sepakat tidak ada aral (4.2.3.1) “Jika engko jadi lamafa, engko harus
melintang dalam proses pembuatan kenal bae-bae setiap koteklema.
perahu. ” (Banda, 2017: 90) Jangan tikam bayi koteklema. Jangan
tikam koteklema yang ada kasih susu
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai dia punya anak…”
bahwa semua warga Lamalera khususnya keluarga “Kenapa, Kakek?”
Arakian berpartisipasi dalam membuat peledang baru. “Karena dia punya anak masih kecil.
Mulai dari tetua suku, keluarga besar Arakian hingga Anak itu harus tetapt hidup untuk
para pekerja sangat antusias untuk bekerja sama dalam menjaga masa depan laut. Yang lebih
menciptakan sebuah wadah utama untuk meneruskan penting lagi, induknya pasti marah,
tradisi penangkapan paus yaitu perahu atau peledang. marah sekali kalau anaknya diambil
Masyarakat Lamalera selalu bersama-sama darinya.”
membangun kehidupan yang harmonis dan bahagia. “Oh, begitu, Kakek? Kalau induknya
Mereka selalu bekerja bakti sebagai salah satu wujud diambil?”
kepedulian mereka terhadap kampung Lamalera. Mereka “Kalau induk koteklema diambil,
juga bekerja sama menyebarkan panggilan baleo sebagai kasihan juga! Tidak boleh! Nanti
bayinya jadi yatim tidak ada yang (4.2.3.3) “Para matros terus mendayung kian
kasih susu. Tinggal sendiri di laut.” cepat menghindari paus besar yang
“Kita nelayan mencari koteklema untuk menunjukan tanda sedang bunting.
semua kaka ade. Tetapi harus tahu Semuanya memperhatikan dengan
aturan laut. Ambillah yang boleh cermat. ” “Tunggu! Dia bukan datang
engko ambil. Kalau salah ambil tidak untuk kita,” teriak Pito. “Ekor
hanya koteklema yang marah, tetapi terangkat rata, koteklema bunting, eh
laut ikut marah, angin, bulan, bintang, bukan ikan paus sedang menyusui”
dan matahari juga marah. Peledang kata Pito saat Arakian mengambil
kita juga bisa marah. Kalau mereka ancang-ancang dengan klafe dan
semua marah, engko akan kehiangan mata keffa numung di tangannya.
kehilangan banyak teman, banyak “Koteklema bunting, jangan dibawa
sekali…” pulang” teriak Pito. “Koteklema
“Awan marah juga kah?” bunting, biarkan dia lewat. Kia
“Ya, semua marah.” sebagai lama uri (juru mudi)
“Yang paling marah apa, Kakek?” mengangguk setuju” (Banda, 2017:
“Induk koteklema yang sementara 171-172)
kasih susu dia punya anak kah. Ingat!
Kalau engko sudah besar jadilah Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
lamafa yang tahu aturan laut. bahwa masyarakat Lamalera khususnya para lamafa
Ambillah yang boleh engko ambil. harus menaati aturan laut. mereka harus bisa memilah
Tikam yang boleh engko tikam!” mana paus yang boleh diambil dan tidak boleh diambil.
(Banda, 2017: 190-191) Aturan ini dilakukan agar ekosistem ikan paus tetap
terlestari untuk masa depan anak cucu Lamalera. Agar
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai tradisi ini tetap bertahan, lamafa diizinkan hanya
bahwa masyarakat Lamalera dengan laut memiliki mengambil koteklema yang pantas diambil. Jenis
hubungan yang erat. Kakek Arakian sebagai seorang koteklema menyusui dan bayi koteklema dilarang untuk
lamafa atau juru tikam sangat menjunjung tinggi aturan- di ambil karena merupakan masa depan laut. selain itu,
aturan di laut. Aturan tersebut dilaksanakan agar aturan yang dilanggar akan menyebabkan bahaya bagi
terhindar dari segala bahaya saat melaut. Mereka percaya para lamafa, keluarga dan keturunannya.
bahwa melanggar aturan akan menyebabkan seluruh Proses penangkapan ikan paus masyarakat
alam semesta marah, khususnya laut, koteklema, Lamalera tidak berkaitan dengan upaya mengeksploitasi
peledang, dan langit. Para lamafa harus bisa paus secara besar-besaran dan diperjualbelikan. Terbukti
membedakan mana koteklema yang harus diambil dan dari kutipan berikut.
tidak boleh diambil.
Kepekaan dan kecintaan nelayan Lamalera akan (4.2.3.8) “Tidak ada hubungan antara
pentingnya masa depan ikan paus bagi mereka, nelayan penangkapan ikan paus di
ditunjukan saat mereka hendak menangkap paus. Mereka Lamalera dengan eksploitasi.
saling mencermati dan menghimbau terhadap satu sama Mereka nelayang tradisional yang
lain agar tidak salah menangkap paus yang sedang tidak pernah menjadi kaya karena
menyusui atau bayi paus. Mereka saling memberi saran hasil tangkapannya. Tolong dibuat
satu sama lain agar tidak terjadi kesalahan. Terbukti pengecualian disertai studi
dalam kutipan berikut. antropologi tentang kehidupan
masyarakatnya.” (Banda, 2017:
(4.2.3.2) “Ini seguni yang baru beranak. Seguni 352)
kasih susu anak. Kita tidak boleh
mengambilnya. Terdengar sebuah Data (4.2.3.8) dapat dimaknai bahwa tradisi
suara di dalam Martiva Pukan.” masyarakat Lamalera yaitu penangkapan paus tidak
(Banda, 2017: 163) berhubungan dengan eksploitasi paus untuk
diperjualbelikan. Masyarakat Lamalera menangkap paus
untuk keberlangsungan hidup mereka. Ikan paus sebagai
bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari- Selain menangkap paus, salah satu keterampilan
hari. Mereka nelayan tradisioanl hanya menangkap paus khusus masyarakat Lamalera adalah membuat peledang.
yang layak saja. Mereka tidak menggunakan cara yang Perahu atau peledang merupakan bahan atau wadah
salah sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem laut utama yang penting untuk menangkap paus. Membuat
dan paus. peledang didasari keterampilan dari para lamafa yang
sudah bertahun-tahun melaut. Dengan tangan terampil
4.3 Dimensi Keterampilan Lokal mereka, peledang bisa digunakan dengan baik dan aman
4.3.1 Penangkapan Ikan Paus/Koteklema untuk melaut. Dengan terampil memilih kayu yang bagus
Keterampilan lokal masyarakat Lamalera yang dan pemilihan papan yang kuat, sebuah peledang akan
unik adalah proses penangkapan koteklema atau ikan dengan aman berlayar ke samudra raya. Terbukti dalam
paus. Keterampilan menangkap koteklema merupakan kutipan berikut.
warisan luhur dari para nenek moyang yang sudah (4.3.2.1) “Nullu harus tepat. Ata mola memulai
menjadi tradisi setiap tahun. Keterampilan ini dilakukan satu persatu. Nullu, balok lengkung di
untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Setiap pasang satu persatu, mulai dari
musim leva nuang yaitu musim penangkapan paus buritan menuju haluan. Pemasangan
sekitar tanggal 1 Mei hingga 31 oktober, para nelayan nullu ini dilakukan sekaligus untuk
yang terdiri dari lamafa, matros yaitu penikam paus akan membuat pembagian ruangan dalam
turun ke laut untuk memenuhi panggilan alam. Terbukti peledang. Arakian meminta
dalam kutipan. pengerjaan nullu ini mengikuti persis
peledang tua. Dia sendiri yang akan
(4.3.1.1) “Dalam kolam itu setiap tahun pada mengukurnya bagian demi bagian.
musim leva. Sang Raja Laut Ata mola akan menguji
menanam ikan yang sudah panen. kecermatannya sekali lagi sebelum
Karena kolamnya adalah kolam balok ditautkan ke papan.” (Banda,
raksasa, maka ikan yang ditanam 2017: 76)
pun ikan raksasa. Koteklema atau
ikan paus. Musim leva dimulai satu Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
Mei dan berakhir tiga puluh satu bahwa para lamafa sangat terampil dalam pembuatan
Oktober setiap tahun. Jika di kolam peledang. Dengan teliti mereka memilah mana yang
raksasa itu panenan tiba sebelum harus dilakukan terlebih dahulu agar peledangnya kokoh
waktunya, itulah rahmat yang mesti dan kuat. Arakian sebagai lamafa yang kuat dan handal,
di sambut dengan tarian mampu memberikan yang terbaik dalam membuat
kegembiraan.” (Banda, 2017: 129) peledang. Arakian menjadi tukang yang mampu
mengerjakan dan mengajarkan bagaimana cara
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai mengerjakan peledang dengan baik. Nullu dan hamma
bahwa masyarakat Lamalera memiliki keterampilan lolo diletakannya sesuai dengan fungsinya masing-
khusus untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. masing dengan baik dan tepat.
Keterampilan yang sangat unik yang didasari pada tradisi Niat baik Arakian untuk kembali melaut dan
dan aturan alam ini menjadi pedoman hidup serta melanjutkan tradisi nenek moyang mereka yang sudah
semangat hidup masyarakat Lamalera. Tradisi lama ia tinggalkan, ia mencoba membuat peledang
penangkapan paus yang terjadi pada musim leva nuang Martiva Pukan yang baru. Dengan keterampilan yang
ini dilakukan oleh para lamafa yaitu laki-laki penikam dimiliki ia berusaha untuk membuat peledang baru yang
ikan paus. Keterampilan para lamafa didasari dengan kokoh dan kuat. Terbukti dalam kutipan berikut.
tanggung jawab yang utuh. Penangkapan ikan paus hanya
dilakukan oleh orang yang benar-benar terampil dalam (4.3.2.3) “Sejak saat itulah Arakian bertekad
menangkap paus. Mereka yang sudah didasari dengan membuat perahu baru untuk melaut
keberanian, ketulusan dan memahami aturan-aturan alam lagi, dengan peledang-nya sendiri,
khususnya laut. peledang keluarga besarnya,
membawa pulang koteklema. Dia
4.3.2 Membuat Perahu/Peledang akan mengangkat galah dan
menjatuhkan kaffe numung dengan perempuan akan menggabungkan
tangannya sendiri.” (Banda, 2017: 63) mora menjadi beberapa serat dalam
satu jalinan” (Banda, 2017: 138-139)
Data (4.3.2.3) dapat dimaknai bahwa
keterampilan yang dimiliki Arakian, ia mampu membuat Data tersebut membuktikan bahwa tokoh
peledang baru dengan tangannya sendiri untuk kembali Yosefina merangkai serat kapas dan menjadikannya
melaut menangkap koteklema. Keterampilan yang selaras sebuah benang yang akan digunakan untuk membuat tali
dengan kekuatannya saat menangkap paus. Membuat atau tale leo dengan jemarinya dengan lincah. Yosefina
perahu dan menangkap paus merupakan dua sebagai perempuan Lamalera juga memiliki keterampilan
keterampilan yang tak terpisahkan dari diri nelayan lokal sebagai bentuk pertahanan diri dalam proses
khusunya Arakian seorang lamafa yang lincah dan kehidupan. Semua masyarakat ingin terlibat dalam
berani. meneruskan tradisi dengan keterampilan yang mereka
miliki.
4.3.3 Membuat Tali/Tale Leo
Keterampilan lokal masyarakat Lamalera tidah 4.3.4 Membuat Jagung Titi
hanya dimiliki kaum laki-laki atau para lamafa saja, Banyak keterampilan lokal yang dimiliki
tetapi kaum perempuan juga memiliki keterampilan yang perempuan Lamalera yang terdapat dalam novel Suara
unik. Perempuan-perempuan tersebut tidak lain Samudra karya Maria Matildis Banda. Selain terampil
merupakan istri dari lamafa. Sebagai istri lamafa yang memintal benang dan membuat tale leo, mereka juga
sudah terkenal berani dan hebat memburu paus, para terampil dalam membuat makanan khas Lamalera yaitu
perempuan Lamalera mempunyai kewajiban untuk jagung titi. Makanan yang dibuat secara manual ini,
membantu suami mereka. Selama pembuatan peledang dibuat saat acara-acara pembuatan peledang, sebagai
baru para istri akan membuat pintalan tali dari kapas makanan ringan dalam keluarga Arakian. Tokoh
yang akan dijadikan tale leo atau tali yang kuat sebagai Yosefina membuat jagung titi dengan tangannya yang
salah satu alat untuk berburu paus. Tali ini dibuat secara terampil dan lincah. Terbukti dalam kutipan berikut.
manual oleh tangan-tangan terampil istri lamafa. Dengan
bahagia dan gembira mereka melakukannya dengan (4.3.4.1) “Sebakul jagung di sisi tungku api. Api
sukarela dan tanpa beban. Terbukti dalam kutipan. yang tetap menyala. Sebuah batu ceper
di letakkan di atas nyiru, dan sebuah
(4.3.3.1) ”Baru disadari Fina bahwa ini kali batu lainnya untuk meniti. Digorengnya
pertama Martiva Pukan melaut biji jagung dengan jemari kanan.
diawali dengan seruan baleo. Tali Dalam keadaan masih panas satu
yang dipintalnya dari serat kapas persatu jagung diletakkan di atas batu
dengan jemarinya sendiri sehingga dan satu persatu pula jagung titi dengan
menjadi keduke lelu atau benang yang tangan kiri. Begitu seterusnya tangan
kuat. Pagi, siang ataupun malam kanan mengambil jagung dari nyiru,
jemarinya bermain, menjadikan memasukannya ke dalam kuali,
tumpukan serat kapas terpakai sedikit menggoreng, mengangkat, dan
demi sedikit. Yosefina merasakan menitinya. Cepat, teratur dan dalam
rangkaian benang, keduke lelu, yang satu irama yang tetap jagung titi
dipintalnya kini melingkari jantung memenuhi nyiru di bawah batu ceper.”
hatinya.” (Banda, 2017: 82)
“Ini bagian saya, kata Mia istri Kia
bergabung dengan satu gulungan Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
mora atau benang terbuat dari serat bahwa keterampilan yang ada dalam diri Yosefina bisa
kapas itu yang dimasukan ke dalam menciptakan sebuah rasa yang unik dalam bentuk
kella (wadah)” makanan yang dibuat dengan tangan lincahnya. Jagung
“Hari itu, kaka, adik, ipar, sebagian titi yang digoreng dan dititi di atas batu ceper ini
besar anggota suku datang membawa menandakan bahwa keterampilan lokal masyarakat
mora. Semuanya ingin terlibat Lamalera khususnya Yosefina memberikan kesan yang
membuat tale leo yang kuat. Para
mendalam bagaimana mereka membuat sesuatu dengan perkasa pada usia lima puluhan itu
tangan yang lincah, secara teratur dan bermakna. melomat tinggi dengan flake atau
galah di tangannya dan kaffe numung
4.4 Dimensi Sumber Daya Lokal di ujung galah itu. Dia akan
4.4.1 Laut melompat tinggi dan membuang
Laut merupakan sumber daya alam utama bagi tubuhnya menjatuhkan kaffe numung
masyarakat Lamalera. Laut yang merupakan tempat di atas tubuh tambun seekor
tinggalnya koteklema yang menjadi sumber kehidupan koteklema. Karena itulah Arakian
Lamalera. Koteklema atau ikan paus akan menyerahkan pergi dengan berani bersama tale leo
diri bagi para lamafa di laut lepas dalam musim leva di atas peledang Martiva Pukan, dan
nuang atau pada bulan-bulan tertentu. Sebagai rumah berdiri tegak di atas hamma lolo.”
kedua masyarakat Lamalera, laut yang berisi ikan paus (Banda, 2017: 155-156)
yang merupakan bahan pangan dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan Uraian tersebut dapat dimaknai bahwa laut yang
menjaga laut, sumber daya lokal masyarakat Lamalera berisi kumpulan ikan paus menjadi sumber daya utama
akan terus ada sampai generasi selanjutnya. Terbukti masyarakat Lamalera. Dengan lompatan yang tepat,
dalam kutipan berikut. gelora laut, teriakan awak peledang, gemuruh angin dan
debur ombak, seorang lamafa mampu menaklukan paus
(4.4.1.1) “Matros mendayung sekuat tenaga, paus yang berbondong-bondong menyerahkan diri untuk
mengarahkan haluan ke kumpulan di bawa pulang sebagi hadiah melimpah bagi semua
ikan paus yang selalu memberi tanda warga.
kehadirannya secara nyata. Bersama
Kia, Pito, Ama Bisu, dan empat laki- 4.4.2 Barter
laki lainnya, Arakian berada di atas Selain melaut, barter juga termasuk sumber daya
Martiva Pukan. Anak-anak, para lokal masyarakat Lamalera untuk memenuhi kebutuhan
perempuan, dan laki-laki yang tidak sehari-hari. Kegiatan barter yang dilakukan para
ikut melaut menyaksikan dari tepi perempuan Lamalera sudah ada sejak dahulu sejalan
pantai.” (Banda, 2017: 137) dengan adanya tradisi penangkapan ikan paus. Tradisi
barter terjadi di pasar Wulan Doni yang merupakan pasar
Uraian tersebut dapat dimaknai bahwa, para pertemuan antara warga Lamalera dan warga dari desa
nelayan yang terdiri dari matros dan lamafa turun ke laut kerabat. Barter antara daging paus dengan bahan pangan
untuk menangkap paus atau koteklema. Dengan lainnya, seperti beras, padi, gula, sayur, dan umbi-
ketangkasan dan kekuatan lamafa, ikan paus dapat umbian sebagai makanan pokok masyarakat Lamalera.
ditaklukan untuk di bawa pulang sebagai sumber hidup Dengan adanya barter, sumber daya lokal masyarakat
warga Lamalera. Sumber daya lokal Lamalera berupa Lamalera dapat terpenuhi, sehingga mereka mampu
ikan paus yang diperoleh dengan cara melaut mampu bertahan hidup. Dengan adanya barter masyarakat bisa
menghidupkan warga Lamalera yang bergantung pada menikmati daging paus dan pangan lainnya. Terbukti
pemberian samudra raya. dalam kutipan berikut.
Peledang, lamafa, matros, menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari laut. Dengan adanya komponen- (4.4.2.1) “Pada tiap langkah di jalan setapak
komponen ini, menaklukan laut dan koteklema sebagai menuju Wulan doni dan Labada dan
sumber daya lokal mampu mewujudkan semua cita-cita transaksi barter ikan dengan padi,
warga Lamalera dan mempertahankan tradisi mereka. jagung, ubi-ubian, sayur dan buah-
Dengan gagah, kuat, dan berani para nelayan siap buahan ada tanggung jawab seorang
mengarungi lautan luas untuk mendapatkan koteklema perempuan Lamalera bagi suami,
sebagai kunci utama sumber daya Lamalera. Terbukti anak-anak, dan keluarga besarnya.”
dalam kutipan berikut. (Banda, 2017: 111).
(4.4.1.2) “Perahu pemburu ikan paus sudah
tidak tampak lagi. Mungkin mereka Data (4.4.2.1) dapat dimaknai bahwa aktivitas
kini sedang bertarung menjemput transaksi barter ikan dengan pangan lainnya yang
koteklema. Laki-laki yang tetap gagah dilakukan oleh perempuan Lamalera merupakan
kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. untuk membuat peledang. Kepala
Pasar Wulan Doni menjadi tempat para perempuan suku hadir dalam upacara tersebut.
bertemu dan memulai melakukan pertukaran daging paus Tidak banyak yang diundang, selain
dengan bahan pokok lainnya. ata mola atau arsitek pembuat perahu
Sejalan dengan data (4.4.2.1), data (4.4.2.2) juga dan lima orang pembantunya,
menunjukan bahwa sumber daya yang di dapat dari laut keluarga besar Arakian, Kia, Pito, dan
berupa ikan paus dapat di tukar dengan makanan pokok segenap keluarga suku mereka
lainnya yang menjadi sumber pangan masyarakat sendiri, serta Anthony yang akan
Lamalera. Terbukti dalam kutipan berikut. merekam” (Banda, 2017: 66)

(4.4.2.2) “Ada sorakan syukur, ada daging dan Data (4.5.1.1) dapat dimaknai bahwa dalam
tulang-tulang, ada asap mengepul, ada setiap upacara adat yang diadakan oleh keluarga suku,
perempuan dan anak-anak yang kepala suku wajib ada karena merupakan tetua dalam
berceloteh di dapur, ada dendeng keluarga. Dalam upacara pau lama ketilo yang diadakan
dibelakang dan di samping rumah, oleh keluarga Arakian kepala suku hadir sebagai
ada perjalanan pneta alep ke pasar pemimpin yang akan memohon kepada leluhur. Kepala
Wulan Doni, ada barter ikan dengan suku diakui sebagai sarana penghubung antara keluarga
beras, gula, dan kebutuhan pangan dan para nenek moyang dalam setiap upacara adat,
lainnya, ada senyuman dan tawa.” khususnya upacara persembahan kepada setiap alat untuk
(Banda, 2017: 62) membuat perahu atau peledang.

Berdasarkan data (4.4.2.2), dapat dimaknai 4.6 Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
bahwa barter antara daging paus dengan kebutuhan 4.6.1 Ritual Keagamaan
pangan lainnya yang dilakukan perempuan Lamalera, Ritual keagamaan merupakan ritual yang selalu
dapat memenuhi sumber pangan bagi semua warga ada dalam kelompok masyarakat. Adanya ritual
Lamalera. Mereka tidak akan kekurangan bahan pangan keagamaan sebagai penghubung antara manusia dengan
dalam keluarga mereka, sehingga mampu bertahan hidup Sang Pencipta Alam Semesta. Ritual ini dilakukan untuk
dan menjalankan tradisi dengan bergembira satu sama mempererat persaudaraan antar kelurga suku dan warga
lain dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Lamalera serta mempererat hubungan manusia dengan
Tuhan. Ritual keagamaan harus dijaga kelestariannya
4.5 Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan agar dalam proses kehidupan sehari-hari manusia selalu
Lokal ingat kepada Tuhan, bahwa Dialah yang mengatur semua
4.5.1 Pemerintahan Kesukuan kehidupan manusia. Dengan ritual keagamaan pula,
Masyarakat Lamalera selalu mempercayakan diharapkan masyarakat Lamalera rasa solidaritasnya
segala urusan adat dan pengambilan keputusan kepada terhadap sesama semakin kuat karena campur tangan
kepala suku. Kepala suku yang mengayomi semua Tuhan di dalamnya. Dalam segala aktivitas mereka,
keluarga suku dapat memimpin sebuah acara dengan masyarakat Lamalera khususnya Keluarga Arakian, tetua
pangkat yang diengannya. Kepala suku yang dianggap suku dan para pekerja selalu meluangkan waktunya
sebagai tetua dihormati oleh setiap anggota keluarga untuk bersyukur kepada Tuhan atas keselamatan,
Lamalera. Kepala suku yang diwariskan secara turun- keberhasilan yang mereka peroleh dalam kehidupan
temurun dari para leluhur dianggap mampu memberikan sehari-hari. Terbukti dalam kutipan.
keputusan yang baik dan benar dan tentunya tidak
berpihak. Dalam upacara adat, kepala suku yang (4.6.1.1) “Pau lama ketilo diakhiri dengan
memimpin jalannya upacara, dianggap layak untuk pemberkatan. Doa-doa mengundang
berkomunikasi dengan para leluhur karena sudah kehadiran para ina, ama, koda kefoko,
terhubung langsung dengan nenek moyang. Terbukti atau para leluhur yang dilantunkan
dalam kutipan berikut. dalam bentuk prata amet atau
permohonan ‘ina, ama, koda kefoko,
(4.5.1.1) “Malam ini akan dilakukan upacara pau hadirlah disini, mari bersama kami
lama ketilo, yaitu persembahan memohon berkat agar semua
kepada segenap alat yang digunakan peralatan itu dapat digunakan dengan
baik selama pembaruan peledang Data (4.6.2.2) dapat dimaknai bahwa upacara
Martiva Pukan. ina, ama, koda untuk menguji ketangkasan dan keberanian para nelayan
kefoko, mari datanglah, mari dilakukan dengan merampok peledang Martiva Pukan
memohon bersama kami” (Banda, oleh sekelompok laki-laki yang mendiami Lamalera.
2017: 67) Dengan menggunakan anak panah tumpul mereka
berusaha mengambil barang bawaan peladang. Dengan
(4.6.1.2) “Martiva Pukan dan para nelayan sukacita mereka saling memperebutkan dan
akan disambut dengan acara adat dan mempertahan barang yang tersedia di perahu.
misa syukur” (Banda, 2017: 436)
4.6.3 Gotong Royong
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai Lamalera terdiri dari berbagai suku yang
bahwa masyarakat Lamalera sangat percaya Tuhan selalu mendiaminya. Setiap suku yang satu dengan suku yang
ikut campur dalam kehidupan mereka. Mereka akan lain selalu bersatu padu dan bergotong royong dalam
selalu meminta permohonan sebelum melakukan membangun sebuah kelompok masyarakat yang
kegiatan pembuatan perahu baru. Hal ini dibuktikan harmonis serta saling tolong menolong keluarga suku
dengan penyambutan peledang Martiva Pukan dilakukan yang mengadakan upacara adat. Hal tersebut dibuktikan
upacara adat dan misa syukur untuk berterima kasih saat pembuatan peledang milik keluarga Arakian, warga
kepada Tuhan akan keselamatan yang Ia berikan. Misa Lamalera ikut berpartisipasi mengambil bagian untuk
syukur ini dihadiri oleh semua kalangan masyarakat, membantu meringankan pekerjaan keluarga Arakian.
bukan hanya keluarga suku tertentu. Masyarakat Selain itu, warga Lamalera ikut bergabung merayakan
Lamalera sangat yakin dan percaya akan karunia yang pemberkatan atau acara keagamaan, berpartisipasi dalam
diberikan Tuhan. Mereka akan selalu memuja Tuhan upacara-upacara adat. Gotong royong sudah menjadi
dalam keseharian mereka. kebiasaan yang tak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Lamalera. Mereka menyakini dengan
4.6.2 Upacara Adat membantu sesama akan terciptanya hubungan yang
Upacara sakral yang selalu dilakukan oleh harmonis satu sama lain. Kerja sama hal yang wajib
masyarakat Lamalera adalah penerimaan kembali dilakukan oleh semua orang yang tinggal di Lamalera.
peledang Martiva Pukan yang sudah kembali dari Wulan Terbukti dalam kutipan berikut.
Doni. Upacara ini yaitu upacara menguji ketangkasan
peledang dan para awak peledang saat melaut. Upacara (4.6.3.1) “Gili kajo berlangsung sepanjang pagi
ini diawali dengan perampokan peledang oleh sejumlah sampai siang. Setelah beristirahat
laki-laki menggunakan kmosek yaitu anak panah yang sejenak, mereka makan siang
tumpul pada peledang Martiva Pukan. Laki-laki bersama-sama. Pemilik pohon dengan
Lamalera bertarung dengan para awak saling ramah-tamah mengantar mereka
memperebutkan dan mempertahankan barang-barang memikul hasil gili kajo. Mereka
yang ada di peledang Martiva Pukan. Upacara ini berjalan kaki menuruni bukit, melalui
bertujuan menguji kekuatan dan kesiapan para lamafa jalan setapak yang terjal, menuju
Martiva Pukan saat melaut untuk membawa koteklema ke pantai Lamalera di kejauhan.”
Lamalera. Terbukti dalam kutipan berikut. (Banda, 2017: 57)

(4.6.2.2) “Martiva Pukan kian lama kian Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai
dekat. Para awaknya berupaya bahwa kerja sama masyarakat Lamalera tidak perlu
menghindari anak panah yang diragukan lagi. Sudah menjadi tradisi dan kewajiban
berterbangan. Beberapa laki-laki mereka untuk membantu satu sama lain, tanpa
terjun ke laut untuk merampok memandang keluarga, suku satu sama lain. Nilai kerja
langsung bawaan peledang. Suasana sama inilah yang menjadi dasar keharmonisan
begitu ramai antara masyarakat Lamalera.
mempertahankan dan Gotong royong masyarakat Lamalera dapat
mendapatkan.” (Banda, 2017: 106) dibuktikan dari partisipasi mereka bergabung dalam
upacara-upacara adat yang dilakukan oleh keluarga-
keluarga tertentu. Mereka disatukan dengan adat yang
menjadi roh kehidupan warga Lamalera. Semua orang Masyarakat Lamalera sangat menjunjung tinggi nilai-
terlibat untuk memeriahkan upacara serta membantu nilai lokal yang dapat mengatur keberlangsungan hidup
keluarga yang sedang mengadakan upacara tersebut. mereka. Dimensi nilai lokal memiliki aturan atau nilai-
Dengan bekerja sama diharapkan dapat meringankan nlai yang harus ditaati setiap warga. Dengan mematuhi
beban satu sama lain. Terbukti dalam kutipan berikut. nilai-nilai yang ada, masyarakat Lamalera dapat
mengatur hubungan mereka baik dengan Tuhan, dengan
(4.6.3.2) “Sotta foi membuat semuanya mencair sesama, dan juga dengan alam khususnya dengan laut.
dalam kegembiraan pesta peledang. Dimensi Keterampilan Lokal Masyarakat
Tawa bahagia dan air simbol Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan dari
kebersihan diharapkan dapat Lamalera. Masyarakat Lamalera mempunyai
memperluas jalan bagi peledang keterampilan khusus yang sudah mereka lakukan sejak
untuk maju ke lautan lepas. dulu dan turun-temurun diwariskan dari para leluhur
Sebagaimana harapan pemilik mereka, yaitu proses penangkapan ikan paus atau
peledang yang tertulis di sisi luar koteklema. Selain penangkapan paus, masyarakat
peledang, berlayarlah dalam Lamalera juga mempunyai keterampilan membuat perahu
kegembiraan dan kembalilah atau peledang untuk menangkap paus. Bagi perempuan
membawa hasil berlimpah. Martiva Lamalera khususnya istri para lamafa, mereka
Pukan diarakan ke laut untuk mempunyai keterampilan membuat pintalan tali lalu
menjalani groi tena sebuah upacara dijadikan tale leo atau tali yang kuat sebagai salah satu
untuk menguji kelayakan peledang. alat dan bahan untuk memburu paus. Selain itu,
Benar-benar peledang itu menjadi keterampilan khusus dari istri lamafa adalah membuat
tena sekarang” (Banda, 2017: 95) makanan khas yaitu meniti jagung titi dengan tangan
yang lincah bagi keluarga mereka.
Data (4.6.3.2) dapat dimaknai bahwa Dimensi Sumber Daya Lokal Masyarakat
kebersamaan warga Lamalera ditunjukan melalui upacara Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan dari
sotta foi. Upacara ini diikuti oleh semua orang. Tawa Lamalera. Masyarakat Lamalera memanfaatkan sumber
bahagia menjadi bukti kepedulian dan kepekaan warga daya alam sebagai mata pencaharian pokoknya, sebagai
dalam menyambut peledang Martiva Pukan. Dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam
bergotong royong, perahu Martiva Pukan diarakan turun memanfaatkan sumber daya alam, masyarakat Lamalera
ke laut. Hal ini membuktikan warga Lamalera sangat memiliki cara tersendiri yaitu dengan mencari sumber
antusias untuk membantu satu sama lain, melalui daya di laut dengan tradisi menangkap ikan paus atau
partisipasi mereka dalam upacara adat. Mereka tidak koteklema. Selain itu, masyarakat Lamalera juga
memandang siapa yang mengadakan upacara, mereka memiliki cara atau sarana untuk menghasilkan sumber
hanya bersatu untuk meringakan pekerjaan orang lain. daya lokal lainnya berupa pangan selain ikan paus, yaitu
dengan cara membarter atau menukar daging paus
dengan bahan pokok, seperti beras, gula, sayur-sayuran,
umbi-umbian, dan padi.
PENUTUP Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan
Lokal Masyarakat Lamalera dalam novel Suara Samudra
1. KESIMPULAN Catatan dari Lamalera. Pemimpin suku mempunyai
Dimensi Pengetahuan Lokal Masyarakat wewenang atau pengaruh dalam pengambilan keputusan.
Lamalera dalam novel Suara Samudra Catatan dari Keputusan yang diambil harus memerhatikan tata aturan
Lamalera. Masyarakat Lamalera mempunyai yang sudah turun-temurun diwariskan dari para leluhur.
pengetahuan lokal untuk beradaptasi dengan alam. Masyarakat Lamalera selalu mempercayakan segala
Dengan pengetahuan lokal yang mereka miliki, mereka urusan adat dan pengambilan keputusan kepada kepala
mampu menafsirkan tanda atau simbol yang ditunjukan suku. Kepala suku yang mengayomi semua keluarga
oleh alam. Simbol tersebut muncul melalui awan di suku dapat memimpin sebuah acara dengan pangkat yang
langit, suara burung malam, serta suara buri (terompet) diengannya dengan bijaksana.
dan perahu tanpa peledang. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
Dimensi Nilai Lokal Masyarakat Lamalera Masyarakat Lamalera dalam novel Suara Samudra
dalam novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera. Catatan dari Lamalera. Suatu kelompok masyarakat
mempunyai media atau sarana untuk menyatukan Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Sebuah
solidaritas antar sesama warga. Sarana-sarana itu Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
dilakukan agar ikatan kekeluargaan semakin erat antara
masing-masing individu serta bisa memberi dan Fitriana, Anita. 2017. Nilai-nilai Kearifan Lokal
menerima apa yang dimiliki sesuai dengan bidang dan Masyarakat Makassar Dalam Novel Natisha
fungsinya. Sarana tersebut akan menumbuhkan rasa Karya Khrisna Pabichara”. Skripsi tidak
simpatik serta mempererat jalinan persaudaraan antara diterbitkan. Surabaya: Universitas Negeri
individu dengan individu, individu dengan kelompok, Surabaya
dan individu dengan masyarakat luas. Masyarakat
Lamalera mempunyai sarana atau media yang dilakukan Permana, R. Cecep Eka. 2010. Kearifan Lokal
untuk mempererat jalinan kekeluargaan antar suku dan Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana.
masyarakat Lamalera melalui ritual keagamaan, upacara Jakarta: Wedatama Widya Sastra
adat, dan gotong royong.
Rahman, Nurhayati. 2009. Kearifan Lingkungan Hidup
2. SARAN Manusia Bugis Berdasarkan Naskah Meong
Penelitian mengenai konsep kearifan lokal enam Mpaloe. Makassar: La Galigo Press
dimensi Jim Ife masih belum banyak diteliti. Oleh sebab
itu, untuk peneliti lain yang menganalisi novel yang Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal. Hakikat, Peran,
bernuansa lokal perlu menggunakan kajian ini secara dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi
Tradisi Lisan (ATL)
mendalam.
Novel Suara Samudra Catatan dari Lamalera
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta:
karya Maria Matildis Banda merupakan novel baru yang
Pustaka Pelajar
perlu dianalisis lebih lanjut agar tradisi yang ada di NTT,
khususnya tradisi penangkapan paus di Lamalera
Sudikan, Setya Yuwana. 2013. Kearifan Budaya Lokal.
semakin dikenal oleh masyarakat luas.
Sidoarjo: Damar Ilmu

Sudikan, Setya Yuwana. 2016. Ekologi Sastra.


Lamongan: Pustaka Ilalang Group

DAFTAR PUSTAKA Sukmawati, dkk. 2015. “Kearifan Lokal Masyarakat


Adat Dalam Pelestarian Hutan Sebagai Sumber
Banda, Maria Matildis. 2017. Suara Samudra Catatan
Belajar Geografi” dalam Jurnal Pendidikan
dari Lamalera. Yogyakarta: PT KANISIUS
Humaniora Vol. 3 No. 3, Hal 202-208

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif.


Sukwawan, Sony. 2016. Ekokritik Sastra: Menanggap
Ancangan Metodologi, Presentasi, dan
Sasmita Arcadia. Malang: UB Press
Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan
Peneliti Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Susanto, Budi. 1992. Tafsir Kebudayaan (Terjemahan
Pendidikan, dan Humaniora. Bandung: CV Buku The Interpretation of Cultures: Selected
Pustaka Setia Essays Clifford Geertz). Yogyakarta: PT
KANISIUS
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Analisis
Data. Jakarta: PT Raja Grafindo

Anda mungkin juga menyukai