Menurut Kementrian desa, (2017) balita stunting dapat dikenali dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
6. Pertumbuhan melambat.
2. Diagnosis Stunting
1. Anamnesis yang teliti tentang berat badan waktu lahir dan umur kehamilan,
TB ibu dan ayah, penyakit kronis, anamnesis makanan, perlakuan salah terhadap
anak dan sebagainya
2. Pemeriksaan fisik
a) Posisi penderita : terlentang atau berdiri dengan pakaian seminimal mungkin
b) Bentuk muka
c) Disporposi perawakan
d) Status gizi
e) Anomali tulang
f) Frekuensi pernfasan
g) Kulit
3. Pengukuran
Bila rasio SA/SB lebih tinggi berarti ekstremitas bawah pendek misalnya
dispalsia tulang, hipertiroid. Bila rasio SA/SB lebih rendah berarti tubuh
pendek (skoliosis) ata leher pendek (Sindrom klippel Feil)
3. Lingkar kepala
4. Berat badan
7. Minta parameter anak waktu lahir, umur orang tua saat pubertas dan TB
orangtua
4. Pemeriksaan penunjang
a) Urinalisis
b) Darah
- Darah rutin
- Gula darah
c) Imagine
Sumber : https://eprints.umm.ac.id/58829/4/BAB%20II.pdf
3. Prognosis Stunting
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK, akan
berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting menyebabkan
organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Balita stunting
berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan menyebabkan
55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu hilangnya masa hidup sehat
setiap tahun. Adapun prognosis dari stunting yaitu:
a. Prognosis baik
Stunting dapat memiliki prognosis yang baik jika mendapat intervensi yang
cepat dan tepat. Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi,
yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi
gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi
penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang
mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan
pemerintah dan lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan
stunting memerlukan pendekatan yang menyeluruh, yang harus dimulai dari
pemenuhan prasyarat pendukung.
b. Prognosis Buruk
Prognosis dapat menjadi buruk apabila anak mengalami penyakit penyerta
seperti infeksi. Penyakit infeksi dapat mengakibatkan kejadian stunting dimana
penyakit nfeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan cacing. penyakit
Penyakit infeksi banyak dialami bayi dan balita dikarenakan rentannya terkena
penyakit, penyakit infeksi sendiri bisa mengekibatkan keadaan status gizi bayi
dan balita berkurang sehingga menurunnya nafsu makan dan tergangganggunya
penyerapan dalam saluran pencernaan. Penyakit infeksi pada balita yang sering
terjadi sangat erat kaitanya dengan kejadian pertumbuhan balita yang kurang
optimal sehinga berdampak pada kejadia stunting.
Sumber: https://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Pedoman%20Pelaksanaan
%20Intervensi%20Penurunan%20Stunting%20Terintegrasi%20Di%20Kabupaten%20Kota.pdf
4. Dampak Stunting
2. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua.
Sumber: https://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Pedoman%20Pelaksanaan
%20Intervensi%20Penurunan%20Stunting%20Terintegrasi%20Di%20Kabupaten%20Kota.pdf
5. Penatalaksanaan Stunting
Kejadian balita stunting dapat dilakukan dengan cara memutus mata rantainya
sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi
bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi,
mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu
setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI sajasampai umur 6 bulan (Eksklusif) dan
setelah umur 6 bulan diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah
dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang
bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan
pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan
balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini
terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya
balita stunting (Kemenkes R.I, 2013).
Sumber
https://www.jhtm.or.id/index.php/jhtm/article/download/87/87