Anda di halaman 1dari 2

SOAL

1. Jelaskan secara singkat menurut saudara, apakah pendidikan di luar negeri berdampak pada
terkisis/lunturnya nasionalisme Indonesia ?

2. Menurut saudara, apa faktor utama penyebab gerakan separatisme di Papua dan bagaimana
penyelesaiannya ?

Jawaban :

1. Ya, hal ini tentu akan berpengaruh. Hal ini disebabkan karena tidak sedikit warga negara saat
Kembali ke Indonesia, Pendidikan mereka justru terkadang sulit diakui. Meskipun di
Indonesia kini sudah memulai beberapa kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah antara
lain perguruan tinggi yang sudah mendapatkan akreditasi luar negeri tidak perlu memiliki
akreditasi dalam negeri, dan target selanjutnya, adalah menyetarakan ijazah para lulusan
luar negeri.  Ketika seseorang memilih Pendidikan di luar negeri biasanya hal ini didasari atas
tertinggalnya Indonesia dengan negara-negara lain dalam aspek kehidupan, membuat para
pemuda tidak bangga lagi menjadi bangsa Indonesia dan memilih Pendidikan di luar negeri
dengan segala fasilitas yang bisa dikatakan sangat mutakhir. Sehingga hal ini dapat membuat
memudarnya semangat nasionalisme sedikit demi sedikit yang akan menyebabkan
merosotnya peran negara.
Sumber : https://www.indonesiamengglobal.com/2017/04/nasionalisme-dan-kuliah-di-luar-
negeri-sebuah-refleksi/
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/krisis-identitas-nasional-dalam-dunia-
pendidikan-indonesia-2/
https://www.academia.edu/33000287/
Lunturnya_Rasa_Nasionalisme_Pada_Generasi_Muda_Kini

2. Faktor utama penyebab Gerakan separatisme di Papua adalah faktor ekonomi. Sebagian
penduduk Papua merasa kurang puas karena secara fakta mereka masih marginal dan
miskin. Papua yang luasnya empat kali lipat pulau Jawa dan memiliki sumber daya alam yang
sangat besar seharusnya mampu membuat rakyatnya hidup sejahtera. Kondisi kemiskinan
tersebut tampak pada terisolirnya kehidupan sekitar 74% penduduk Papua. Tempat tinggal
mereka tidak memiliki akses sarana transportasi ke pusat pelayanan ekonomi, pemerintahan
dan pelayanan sosial. Ketidakpuasan secara ekonomis itulah, yang memunculkan semangat
untuk memerdekakan diri. Pemerintah Pusat dinilai gagal dalam membangun kesejahteraan
di Papua, apalagi dengan diadakannya Operasi Militer oleh Pemerintah Pusat untuk
mengatasi pemberontakan separatisme di Papua yang dalam faktanya justru banyak
menimbulkan pelanggaran HAM. Hal ini memperkuat rakyat Papua berkeinginan untuk
melepaskan diri dari NKRI.
Bagaimana Penyelesaiannya?

Perlu dibuat solusi jangka pendek, menengah dan panjang dalam menyelesaikan permasalah
di Papua.

Salah satu solusi jangka pendek yaitu melalui dialog dengan pendekatan hati. Karena yang
dibutuhkan masyarakat Papua saat ini adalah kehadiran negara dan pemerintah yang
menyentuh hati mereka sebagai sesama anak bangsa, setelah beberapa waktu lalu sempat
terlukai hati dan harga dirinya.
Dalam jangka menengah perlu ada affirmative action menempatkan putra-putri Papua yang
memenuhi syarat untuk mengisi posisi Eselon II dan Eselon I di berbagai pos
kementerian/lembaga negara. Begitu juga dalam seleksi TNI/Polri, baik dalam penerimaan
Tamtama, Bintara atau Perwira. Sehingga semua prasangka buruk tentang perlakukan
terhadap masyarakat Papua bisa dikikis. Dengan menduduki jabatan prestige di
kementerian/lembaga ataupun TNI/Polri, bukan hanya menjadi kebanggaan bagi yang
bersangkutan, melainkan juga bagi keluarga besarnya yang berada di Papua,

Tak hanya itu, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memandang, setelah beroperasi lebih dari
52 tahun dan pemerintah Indonesia menguasai 51 persen saham Freeport, maka sudah
waktunya memberikan kesempatan kepada putra-putri Papua menjabat posisi Direktur di PT
Freeport Indonesia. Begitupun dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perlu
memberikan kesempatan kepada masyarakat Papua menunjukan kebolehannya.

Berbagai perusahaan yang beroperasi di Papua seharusnya juga diwajibkan mempekerjakan


masyarakat Papua. Setidaknya, 80 persen pekerja dari Papua dan 20 persen dari luar wilayah
Papua.

Pembatasan migrasi tenaga kerja dari luar Papua perlu dilakukan agar jangan sampai
masyarakat Papua terpinggirkan. Padahal berbagai perusahaan tersebut beroperasi di tanah
Papua. Maka sudah selayaknya masyarakat Papua yang harus menikmati hasil tambah
keekonomiannya

Dalam jangka Panjang : pemanfaatan dana otonomi khusus (Otsus) juga perlu
disempurnakan dan diperkuat sehingga bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Papua.
Dengan dana Otsus yang digelontorkan hingga tahun 2019 mencapai Rp 115 triliun, belum
memperlihatkan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Papua. Ini bisa
dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua 60,06 di posisi terendah nasional,
dan Provinsi Papua Barat 63,74 menempati posisi terendah kedua dibandingkan angka
nasional sebesar 71,39.

Pemerintah pusat hingga daerah dan DPR RI serta semua pihak perlu melihat kembali tujuan
dari UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Di mana masalah yang
hendak diatasi yaitu mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan
HAM, percepatan pembangunan ekonomi, serta peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi
lain.

Sumber : https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135537-T%2027969-Perjanjian%20keamanan-
Pendahuluan.pdf
https://papua.lipi.go.id/2021/04/menemukan-akar-masalah-dan-solusi-atas-konflik-papua-
supenkah/

Anda mungkin juga menyukai