Daniel Hutagalung
Studi Heather Sutherland ini memiliki hasrat untuk melakukan studi terhadap karir
dinasti para pegawai lokal Jawa di masa kolonialisme, atau umum disebut
keluarga priyayi. Dalam buku ini Sutherland melakukan penelitian dan
penyelidikan terhadap akibat-akibat dari perubahan administratif atas peran
sosial dan politik para elit priyayi dalam upaya untuk menelusuri suatu realitas
yang demikian rumit di belakang terbentuknya semacam dikotomis seperti
“tradisional” dan “modern”, “rasional” dan “patrimonial”, ataupun juga yang
terlihat dengan jelas seperti “administratif” dan “politis”.
Dalam studinya mengenai karir dari keluarga administratif lokal di Jawa masa
kolonial, yakni priyayi, Heather Sutherland juga, menguak jantung persoalan
pokok para sarjana yang menggeluti studi Asia Tenggara, yaitu dampak
kolonialisme terhadap politik tradisional. Titik masuk Sutherland adalah
keterlenaan akademis dengan elemen tradisonal atau neotradisional dalam
politik pascakolonial dan sistem politik kewilayahan.
Sutherland mengutip studi Ben Anderson dan A. R. Wilner yang berupaya untuk
mengembangkan suatu penjelasan neotradisional atas aktivitas politik
kontemporer di Indonesia. Rumusan yang mereka kembangkan disusun dalam
sejumlah buku mengenai gagasan kekuasaan tradisional serta transformasi dan
manifestasi mereka pada modernisasi. Terlihat upaya untuk memisahkan “yang
asing” dengan “yang pribumi”, “yang tradisional” dengan “yang modern”.
Sutherland menambahkan elemen lain atas dikotomi tersebut, yaitu kolonialisme.
Institusi-institusi baru yang muncul sepanjang abad sembilanbelas tidak bisa
1
diidentifikasikan semata-mata murni Belanda atau murni Indonesia, melainkan
lebih merupakan hasil dari interaksi kedua budaya tersebut.
Dalam studi yang menghasilkan suatu argumen yang sangat baik ini, Sutherland
menunjukkan bahwa adalah salah menyebutkan neotradisionalisme dalam
periode pascakolonial seolah-olah sejumlah “regresi” akan mengambil alih jika
pada suatu saat sistem “rasional” Eropa akan lenyap. Lebih dari itu, telah terjadi
sebuah proses perubahan dan adaptasi yang berkesinambugan dan
berkelanjutan. Tema yang tetap adalah mengenai daya juang hidup (survival)
sebuah kelas administratif. Apa yang kerap dilihat sebagai perilaku “tradisional”
dalam aktivitas politik di Indonesia merupakan hasil dari sebuah evolusi sekaligus
distorsi dari nilai-nilai tradisional. Orang-orang Indonesia tidak secara sederhana
menukar nilai-nilai sebagaimana bermain kartu, lebih dari itu, seperti semacam
tameng, nilai-nilai telah digempur dan dihantam oleh kekuatan perubahan dan
ditempa oleh revolusi. Meskipun demikian, bahan baku orsinilnya akan selalu dan
akan tetap sama.
2
menyeluruh tidak diperlukan dan dipandang sebagai suatu hal yang kontra-
produktif dengan tujuan-tuuan dari negara kolonial.
Pada masa pendudukan Jepang, masa revolusi, masa kemerdekaan, dan pada
masa politik electoral menciptakan suatu situasi di mana para pegawai
pemerintahan berada dalam posisi sangat tidak aman dikarenakan banyaknya
perubahan-perubahan yang drastis terhadap institusi dan kepegawaian
pemerintahan. Meskipun demikian, perilaku dan teknik daya-juang individu para
pegawai sebagaimana juga banyak institusi-institusi administratif tetap dapat
bertahan dan terus berjalan. Pada tahun-tahun semenjak dijatuhkannya Soekarno
pada tahun 1965, Sutherland menjelaskan mengenai munculnya peran pegawai
pemerintahan Jawa yang paralel dengan yang ada pada masa kolonial,
3
Then too the corps had been used to intimidate people into political orthodoxy,
then too it had been in competition with critical politicians and Islamic spokesman
and under pressure from secret police and paramilitary agents of the government.
The use of pamong praja to mobilize support for Golkar, PKI attacks on the corps
and crushing military supervision constitute extreme developments of earlier themes.
Just as the Dutch had talked opheffing, of raising up the ‘brown brothers’, so the
New Order, in legitimation of its rule, stressed its commitment to development (Hal.
161).
Studi Sutherland ini didasarkan pada suatu penelitian yang solid terutama dalam
sumber-sumber bahan material dari yang berbentuk arsip-arsip sampai dengan
sumber lisan. Studi ini menyelami juga evolusi administrasi para elit-alit Jawa
dalam ragam yang sangat jelas dan bisa dibilang memiliki gaya yang khas. Pada
saat yang sama juga, Sutherland membangun suatu argumen yang sangat hati-
hati dalam mempertahankan hipotesa esensialnya. Kombinasi dari investigasi
yang cermat, argumen yang efektif, dan disuksi yang cerdas memastikan bahwa
studi ini memiliki nilai dan daya-lekang yang kuat. Artinya, studi ini akan menjadi
studi klasik yang tetap akan digunakan sebagai pijakan, rujukan maupun acuan
bagi siapapun yang akan melakukan penelitian atau studi mengenai birokrasi
maupun elit-birokrasi di Indonesia.
Dengan manghadirkan data-data baru (pada waktu itu) yang sangat banyak,
karya Sutherland ini akan menyajikan sekaligus membuktikan diri sebagai sumber
4
utama bagi semua yang ingin melakukan studi mengenai Indonesia di abad
sembilanbelas dan duapuluh. Studi merupakan sumbangan penting untuk
memahami pengaruh kolonialisme terhadap Indonesia dan pijakan bagi studi-
studi lanjutan.