Anda di halaman 1dari 6

Telah ditemukan, bahwa ketika perempuan dan laki-laki memegang

posisi yang sama dan berpartisipasi secara setara, masyarakat


berkembang secara eksklusif dan menciptakan suatu negara jadi
ketika sebuah komunitas telah mencapai kesetaraan gender, maka
semua orang dapat menikmati hak istimewa yang sama dan
mendapatkan cakupan yang sama dalam aspek pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, dan politik.
Pembangunan di suatu negara akan berjalan dengan maksimal apabila
masyarakatnya juga turut berkembang secara ekslusif menciptakan
suatu lingkungan di negara yang mana tiap orangnya memiliki
keududkan yang setara sehingga setiap orang dapat mendapatkan
hak-haknya secara utuh dalam bidang pendidikan, kesehatan,
pekerjaan, dan politik guna mendukung kemajuan suatu negara.

Kesetaraan gender menjadi tujuan hampir seluruh negara di dunia


guna mendukung perkembangan masyarakat sehingga setiap warga
negara memiliki hak yang sama dalam berbagai aspek, mulai dari
pendidik, kesehatan, pekerjaan, hingga politik demi mendukung
kemajuan negara tersebut. Hal ini dilatar belakangi adanya tuntutan
persamaan kedudukan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan
Riset bertajuk Global Gender Gap Report 2021 dari World Economic Forum (WEF) menyebutkan
bahwa negara-negara di dunia masih menghadapi masalah ketimpangan gender. Secara umum,
riset ini memproyeksi bahwa kesetaraan gender akan tercapai dalam waktu 135 tahun ke depan dan
kondisi pandemi Covid-19 turut andil dalam memperburuk ketimpangan gender di berbagai belahan
dunia. Berdasarkan laporan tersebut, pada 2021 Indonesia menempati peringkat 101 dari 156
negara  dan mengalami penurunan 16 peringkat dibanding tahun sebelumnya. Indonesia telah
menutup 68,8% dari kesenjangan gender secara keseluruhan. Dibandingkan negara tetangga di
Asia Tenggara, Indonesia masih cukup tertinggal dengan posisi ke-7 dari 11 negara di wilayah ini

Tatanan patriarki mengabsahkan superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan yang tidak hanya kita
temui pada satu atau dua kelompok masyarakat namun dapat kita temui di seluruh belahan dunia
dengan kasus yang paling parah terdapat pada negara-negara dunia ketiga, dimana Indonesia adalah
salah satunya. Sampai hari ini cacatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
menyebutkan setiap 2 jam sekali terdapat 3 perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan seksual.
Maryana Amiruddin dari Komnas Perempuan menyebutkan bahwa 60% kasus kekerasan seksual
terhadap perempuan terjadi di dalam ranah domestik korban, seperti rumah dengan pelaku ayah,
paman, kakak, hingga suami korban. Pada 2014 lalu, dari 3.860 kasus kekerasan pada perempuan di
ranah komunitas, sebanyak 2.183 kasus atau 56%-nya adalah kasus kekerasan seksual berupa
perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual dan paksaan berhubungan badan1 . terhadap perempuan
terjadi di dalam ranah domestik korban, seperti rumah dengan pelaku ayah, paman, kakak, hingga suami
korban. Pada 2014 lalu, dari 3.860 kasus kekerasan pada perempuan di ranah komunitas, sebanyak
2.183 (1 BBC Indonesia, Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Inferioritas Laki-laki. Diakses dalam
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/11/151125_indonesia_kekerasan_seksual_i
nferioritas (27/11/2015, 14.17 WIB))

Dalam

Pengaturan mengenai perlindungan terhadap perempuan sudah tertera di dalam Pembukaan UUD 1945
yang menjadi tujuan negara yakni “…membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia “
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.** )
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.** )
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.**)
(2) (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja.**)
(3) (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.**)

Bagian Kesembilan

Hak Wanita

Pasal 45: Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.

Pasal 46 Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem
pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan
yang ditentukan

Pasal 47 Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara
otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan,
mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.

Pasal 48 Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur
pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Pasal 49 (1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai
dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. (2) Wanita berhak untuk mendapatkan
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. (3) Hak
khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh
hukum.

Pasal 50 Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum
sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.

Pasal 51 (1) Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang
sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan
dengan anak-anaknya dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama

UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga UU nomor 23 Tahun 2004

BAB III LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pasal 5 Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup
rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d.
penelantaran rumah tangga.

RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan
lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa,
bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu
memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi
gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual,
kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Pasal 2

Penghapusan Kekerasan Seksual didasarkan pada asas: a. penghargaan atas harkat dan martabat
manusia; b. non-diskriminasi; c. kepentingan terbaik bagi Korban; d. keadilan; e. kemanfaatan; dan f.
kepastian hukum.

Pasal 3

Penghapusan Kekerasan Seksual bertujuan: a. mencegah segala bentuk Kekerasan Seksual; b.


menangani, melindungi dan memulihkan Korban; c. menindak pelaku; dan d. mewujudkan lingkungan
bebas Kekerasan Seksual.

Pasal 4 (1) Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi: a. Pencegahan; b. Penanganan; c. perlindungan; d.


pemulihan Korban; dan e. penindakan pelaku. (2) Penghapusan Kekerasan Seksual sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban negara

Pasal 5 (1) Lembaga Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan Pencegahan
Kekerasan Seksual. 4 (2) Pencegahan Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
antara lain pada bidang: a. pendidikan; b. infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang; c.
pemerintahan dan tata kelola kelembagaan; d. ekonomi; dan e. sosial dan budaya (3) Pencegahan
Kekerasan Seksual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
memerhatikan: a. situasi konflik; b. bencana alam; c. letak geografis wilayah; dan d. situasi khusus
lainnya. (4) Pencegahan Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (2 merupakan tugas dan
tanggung jawab kementerian yang mengkoordinasikan urusan pemerintahan di bidang pembangunan
manusia dan kebudayaan.

Pasal 6 (1) Bentuk Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi: a.
memasukkan materi penghapusan Kekerasan Seksual sebagai bahan ajar dalam kurikulum, non
kurikulum, dan/atau ekstra kurikuler pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi; b. menguatkan
pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik di pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi tentang
materi penghapusan Kekerasan Seksual; dan c. menetapkan kebijakan penghapusan Kekerasan Seksual
dalam lingkungan lembaga pendidikan. (2) Pelaksanaan Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan kementerian yang membidangi urusan pendidikan, pendidikan tinggi, agama, dan
Pemerintah Daerah.

BAB V TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL Pasal 11 (1) Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan
Seksual. (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pelecehan seksual; b.
eksploitasi seksual; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan aborsi; e. perkosaan; f. pemaksaan
perkawinan; g. pemaksaan pelacuran; h. perbudakan seksual; dan/atau i. penyiksaan seksual. (3)
Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peristiwa Kekerasan Seksual dalam
lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, dan situasi khusus lainnya.

BAB VIII PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 79 Partisipasi masyarakat bertujuan: a. mencegah terjadinya
Kekerasan Seksual; b. memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya Kekerasan Seksual kepada
aparat penegak hukum atau pihak yang berwajib; c. melakukan sosialisasi tentang penghapusan
Kekerasan Seksual; d. membantu melakukan pemantauan terhadap terpidana Kekerasan Seksual yang
telah menyelesaikan pidananya; e. memantau kinerja aparat penegak hukum dalam Penanganan
perkara Kekerasan Seksual; f. memantau pemerintah dan pemerintah daerah terhadap kebijakan yang
terkait dengan upaya penghapusan Kekerasan Seksual; g. membangun dan/atau mengoptimalkan
Pemulihan Korban berbasis 23 Komunitas; h. memberikan pertolongan darurat terhadap Korban; i.
memberikan Perlindungan terhadap Korban; dan j. membantu proses Pemulihan Korban.
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan upaya Perlindungan oleh negara kepada
setiap warga negara, khususnya terhadap perempuan dan anak. Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan Seksual adalah salah satu upaya negara untuk menegakkan amanat konstitusi yang
menegaskan jaminan hak setiap warga negara untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala
bentuk diskriminasi. Penegasan hak ini sejalan dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain itu Indonesia telah berkomitmen untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan, anak, dan orang dengan disabilitas melalui pengesahan Konvensi- International tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi terhadap Perempuan, Konvensi International Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan
Martabat Manusia, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
Konvensi Internasional Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas Protokol Opsional dan Konvensi
International tentang Hak-hak Anak, Konvensi Internasional Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak,
dan Pornografi Anak. Indonesia telah pula memiliki komitmen untuk menegakkan hak sipil dan politik,
ekonomi, sosial dan budaya, sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Sosial and Cultural Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik).

Kekerasan Seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Kebanyakan Korban Kekerasan Seksual
adalah perempuan dan anak perempuan sehingga Kekerasan Seksual juga merupakan kekerasan
berbasis gender, yang menyasar pada manusia karena jenis kelaminnya perempuan atau mengalami
diskriminasi karena relasi kuasa yang timpang. Kekerasan ini sangat berpotensi terjadi di dalam
masyarakat yang memiliki struktur sosial dan budaya yang merendahkan dan memojokkan perempuan,
mengabaikan anak dan tidak mengakui atau menghargai adanya kondisikondisi khusus di dalam
masyarakat. Kekerasan ini terjadi di dalam relasi yang sangat personal, di dalam lingkup keluarga atau
rumah tangga, dan di wilayah publik.

Kekerasan Seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Kebanyakan Korban Kekerasan Seksual
adalah perempuan dan anak perempuan sehingga Kekerasan Seksual juga merupakan kekerasan
berbasis gender, yang menyasar pada manusia karena jenis kelaminnya perempuan atau mengalami
diskriminasi karena relasi kuasa yang timpang. Kekerasan ini sangat berpotensi terjadi di dalam
masyarakat yang memiliki struktur sosial dan budaya yang merendahkan dan memojokkan perempuan,
mengabaikan anak dan tidak mengakui atau menghargai adanya kondisikondisi khusus di dalam
masyarakat. Kekerasan ini terjadi di dalam relasi yang sangat personal, di dalam lingkup keluarga atau
rumah tangga, dan di wilayah publik.

elah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur beberapa bentuk Kekerasan Seksual namun
sangat terbatas bentuk dan lingkupnya. Namun payung hukum yang tersedia belum sepenuhnya mampu
merespon fakta Kekerasan Seksual yang berkembang dimasyarakat. Pada umumnya sistem hukum lebih
memberi fokus pada Penanganan dan penindakan pelaku. Dari studi tentang beragam pengalaman
Korban ditemukan adanya para penegak hukum yang menyalahkan Korban, dan berpihak pada pelaku.
Selain itu, keterlibatan masyarakat dirasa penting untuk mencegah Kekerasan Seksual, dan mencegah
tindakan yang menyalahkan dan mengucilkan Korban dan keluarga dan mendukung adanya kondisi yang
bebas dari Kekerasan Seksual. Oleh karena itu dibutuhkan adanya Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan Seksual yang secara spesifik mengisi kesenjangan sistem hukum yang ada

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 30 TAHUN 2021 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI
LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

Anda mungkin juga menyukai