Oleh sebab itu, Lies Marcoes, sebagai Direktur Rumah KitaB (Kita
Bersama), mengusulkan agar perempuan harus dilibatkan dalam proses
deradikalisasi atau upaya untuk mengurangi dan menghilangkan paham
radikal. Selain pelibatan perempuan, cara pandang, persepsi dan rasa yang
dialami perempuan juga harus menjadi di dalam upaya-upaya deradikalisasi.
Hal ini mengingat perempuan merupakan penerima, penafsir sekaligus yang
mengimplementasikan dan mereproduksi nilai-nilai fundamentalisme.
Temuan penelitian Lies Marcoes menunjukkan bahwa pertama, kelompok
perempuan adalah penafsir nilai-nilai fundamentalisme. Kedua, kelompok
perempuam ini sekaligus menjadi agen yang sangat aktif dalam menerapkan
dan menyebarkan nilai-nilai fundamentalisme tersebut, apapun ragam
fundamentalismenya, baik MMI, DI/NII, Salafi maupun HTI. Karena itu
upaya deradikalisasi perlu melibatkan perempuan dan membutuhkan analisis
sosial. kemiskinan, politik dan gender.
Perdebatan teologi yang muncul pada masa pasca Reformasi bukan lagi
isu-isu teologi klasik, tetapi teologi yang berorientasi pada: Pertama,
pragmatism politik, yang di dalamnya ada politik identitas, populisme Islam
dan politisasi agama. Kedua, teologi yang berorientasi pada bagaimana
menghadirkan agama yang moderat, ramah dan inklusif. Pertama, politisasi
agama di masa pasca Reformasi yang paling mencolok adalah Aksi Bela
Islam I, II, dan III yang bermula dari tuntutan agar Basuki Tjahaya Purnama
(Ahok) dipenjarakan karena dianggap telah melecehkan Islam dalam salah
satu kalimat pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Dalam
pidato tersebut Ahok pada intinya berbicara tentang kebijakan dan program
pemberdayaan budi daya kerapu. Ia meyakinkan warga Kepulauan Seribu
bahwa program ini akan tetap dilaksanakan meski ia tak terpilih lagi menjadi
gubernur DKI Jakarta pada Pilkada Februari 2017. Karena itu, masyarakat
harus tetap menjaganya.
Ahok berkata: "Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih
saya karena dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51 macam- macam itu. Itu hak
Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk
neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa- apa, karena ini panggilan pribadi
Bapak Ibu... Program ini jalan saja. Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa
nggak enak karena nuraninya nggak bisa pilih Ahok," demikian kutipan
beberapa kalimat yang disampaikan Ahok dalam pidato itu.