Buku CSL 5
Buku CSL 5
Buku Panduan
Clinical Skills Lab (CSL)
Semester 5
Editor:
dr. Rodiani, Sp.OG
dr. Syahrul Hamidi, M. Epid.
dr. Giska Tri Putri, M. Ling
2
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Gastrointestinal
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal dengan
baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
b. Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
c. Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan
dengan permasalahan terutama masalah penyakit gastrointestinal
d. Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
e. Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
f. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang
dipahami responden
g. Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
h. Mahasiswa dapat melakukan cross check
i. Mahasiswa dapat bersikap netral
j. Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
k. Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta
menyimpulkan hasil anamnesis.
D. SKENARIO
Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun, datang ke praktek anda dengan
keluhan BAB cair lebih dari 3x dalam sehari, disertai badan lemas dan lesu sejak 2
hari yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
E. DASAR TEORI
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai
autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat
3
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
1. Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau
kumpulan gejala yang terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati,
kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa
penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien,
dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi
baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya.
Etiologi dispepsia:
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/
4
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
2. Disfagia
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.
Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/
dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan
odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh
gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal
dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan
adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit
untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu
menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak
mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya
terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif
kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya
adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan
padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuromuskular.
Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya
proses keganasan.
Etiologi disfagia:
Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis,
kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan
motilitas/sfingter esofagus atas.
Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web,
penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus,
skleroderma.
5
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
Etiologi:
Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus,
perdarahan tukak peptik, gastritis erosif (terutama akibat OAINS),
gastropati hipertensi porta, esofagitis, tumor,dsb.
Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi,
iskemik), tumor, divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD),
hemoroid.
5. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali
sehari dan konsistensi feses menjadi cair. Diare dapat digolongkan menjadi
diare akut atau bila berlangsung lebih dari dua minggu dikategorikan
sebagai diare kronik.
6
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
Diare akut
Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri:
yang memproduksi enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli,
V.cholera, C.difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus
(Shigella, Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, kolitis radiasi, IBD.
Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu
(terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang
lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan oleh
toksin bakteri. Adanya riwayat pemakaian antibiotik yang lama, harus
dipikirkan kemungkinan diare karena C.difficile. Diare yang terjadi tanpa
kerusakan mukosa usus (non inflamatorik) dan disebabkan oleh toksin
bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar
cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung,
mual dan muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan
oleh virus atau S.aureus dalam bentuk keracunan makanan. Bila diare
dalam bentuk bercampur darah, lendir dan demam, biasanya disebabkan
oleh kerusakan mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atau amoeba.
Diare Kronis
Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi
daripada osmolaritas serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat
laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasid)
Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi
menimbulkan diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor
endokrin, malabsorbsi garam empedu, laksatif katartik
Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang
cepat atau justru karena stasis yang menimbulkan perkembangan
berlebih bakteri intralumen usus, misalnya pada irritabel bowel
syndrome.
Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi seperti IBD
Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus,
obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri
berlebih.
Infeksi kronik: G.lamblia, E. hystolitica, nematoda usus
6. Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya
frekuensi BAB, sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu
ekstra mengejan atau feses keras. Frekuensi BAB normal adalah 3 kali dalam
sehari sampai 3 hari sekali.
7
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
Etiologi:
Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak
teratur, kurang olahraga.
Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium
hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein , morfin).
Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum,
megakolon
Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes
melitus
Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati
otonom
Disfungsi otot dinding dasar pelvis
Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronik
Irritable bowel syndrome tipe konstipasi
7. Nyeri perut
Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik
(seperti regangan, spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik). Nyeri
visceral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya.
Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya
lebih jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas
pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena
pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada keadaan dimana
serat nyeri visceral dan serat somatik berada pada satu tingkat di susunan
saraf spinal.
Etiologi:
Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis,
pankreatitis, dsb
Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis, dsb
Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier, dsb
Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis, dsb
Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal
Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsia fungsional
Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal, dsb
Lokasi nyeri:
Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada
organ gaster, pankreas dan duodenum.
8
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada
obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada
batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada
esofagitis, dan appendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul
dan menetap.
F. PROSEDUR
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam
keluarga, dan riwayat pribadi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam
anamnesis. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara
medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu
juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:
Nama lengkap pasien
9
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang
membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat
dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Dalam menuliskan
keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien
mengalami hal tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras
sejak 3 jam lalu. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan
yang pertama disampaikan oleh pasien. Pasien sering mengeluhkan hal-hal
yang sebenarnya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut,
misalnya mengeluh lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari lalu,
tetapi sesungguhnya ia menderita demam yang tidak diceritakan segera pada
waktu ditanyakan dokter.
10
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan
serangan
7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana
hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan
medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif)
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis
sementara dan diagnosis diferensial.
6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam
kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.
Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga,
riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan
dalam jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan
11
Buku Panduan CSL 5 Edisi Kelima
12
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
14
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik Abdomen (Lanjut)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
C. LEVEL KOMPETENSI
15
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. SKENARIO
Anda seorang dokter muda yang tengah jaga malam di UGD RS.
Datang seorang pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan. Nyeri
dirasakan bertambah jika pasien bergerak atau berjalan sehingga pasien
lebih nyaman berbaring dengan posisi kaki kanan menekuk. Setelah
melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda melakukan
pemeriksaan abdomen. Lakukanlah!
F. DASAR TEORI
Pada CSL abdomen dasar telah dipelajari mengenai tahap
pemeriksaan abdomen yang mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan
palpasi. Pelajari kembali dasar pemeriksaan abdomen tersebut dan
lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen lanjut ini.
Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa
informasi yang penting tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi
sebelum melakukan perkusi ataupun palpasi. Lakukanlah latihan
auskultasi sesering mungkin sehingga Anda terbiasa dengan variasi
normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi jika terdapat
kecurigaan obstruksi atau inflamasi. Pada keadaan obstruksi, dapat
terdengar metalic sound. Pada auskultasi juga dapat terdengar bruits
(desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi aliran darah. Titik untuk
mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada gambar berikut.
16
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
aorta
a. renalis
a. illiaca
a. femoralis
PEMERIKSAAN HEPAR
Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit.
Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat
pula menilai permukaan, konsistensi, dan ketegangannya
Perkusi
17
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan
perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani
menuju pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting untuk
ditentukan terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk menyingkirkan
kemungkinan hepatoptosis.
Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar
pekak hepar.
Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter.
Umumnya, hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi lebih
besar dibandingkan orang berpostur pendek.
18
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
4 – 8 cm di bawah processus
xiphoideus (pada garis midsternal)
Palpasi
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa 11 dan 12
kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan
kanan Anda meraba hepar.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m.
rectus dan sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan
dan dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi
pemeriksaan dengan menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah
teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan
permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus dan
berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus
costarum kanan pada garis midclavicula.
19
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
dengan “teknik hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan
kedua tangan di atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-
jari Anda dengan arah menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam
dan Anda dapat melakukan pemeriksaan hepar.
PEMERIKSAAN LIEN
Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali
mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat.
Lien dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan
terdapat pembesaran lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi dapat
memastikan pembesaran organ tersebut.
Perkusi
Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegali yakni:
1. Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju
garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube’s space). Umumnya akan terdengar
suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara
berupa timpani berkurang atau pekak.
20
Normal
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
2. Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri
terbawah pada garis aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta
pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani)
Titik perkusi
Normal spleen
Palpasi
Untuk menilai lien, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah costae kiri bawah,
sehingga teraba jaringan lunak, kemudian dorong ke atas agar lien terangkat dan mudah
teraba. Tangan kanan melakukan palpasi dimulai dari SIAS dextra menuju arcus costae
sinistra. Minta pasien untuk bernafas dalam. Tekan secara lembut saat pasien inspirasi.
Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costae
sinistra. Nilai ukuran lien dengan proyeksi garis Schuffner yang terbentang dari arcus
costae sinistra hingga SIAS dextra. Normalnya, pada beberapa persen orang dewasa lien
batas lien tersebut dapat teraba. Kemudian lakukan penilaian konsistensi dan nilai tekan.
21
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis
hepar, malaria, thypoid dan sebagainya. Pembesaran lien yang teraba hingga umbilikus
setara dengan Schuffner IV sedangkan pembesaran lien hingga SIAS kanan setara
dengan Schuffner VIII.
PEMERIKSAAN GINJAL
Walaupun seringkali ginjal tidak dapat diraba, Anda dapat mempelajari dan berlatih
tekniknya.
22
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
23
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Normalnya kandung kemih tidak dapat diraba terkecuali jika terdapat distensi diatas
simfisis pubis. Kandung kemih teraba halus dan bulat. Lakukan perkusi untuk memeriksa
pekak dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis. Jika
ditemukan kandung kemih bulging maka mintalah dahulu pasien untuk miksi untuk
menghindari overdiagnosis karena kandung kemih yang penuh dengan urine. Jika masih
teraba, pikirkan kemungkinan pembesaran prostat pada pasien pria atau gravida pada
pasien wanita.
PEMERIKSAAN AORTA
Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari
umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan
untuk menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada
tiap sisi aorta (lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata -rata
2,5 cm).
24
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
PEMERIKSAAN ASCITES
25
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
26
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
27
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. PROSEDUR
1. Interpersonal
2. Inspeksi Abdomen
3. Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah.
Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya.
Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5 s.d.
12 kali per menit.
4. Auskultasi Bruits
aorta
a. renalis
a. illiaca
a. femoralis
5. Pemeriksaan Hepar
Perkusi batas atas hepar
- Perkusi pada garis midcavicula kanan mulai ICS 1 ke bawah,
tentukan perubahan suara timpani – pekak
- Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas
timpani)
Perkusi batas bawah hepar
- Perkusi garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas
umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak hepar.
Palpasi hepar
28
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
29
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
7. Pemeriksaan Ginjal
Palpasi Ginjal Kiri
- Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar
dengan costa 12 kiri.
- Dengan ujung jari, raihlah sudut costovertebra dan usahakan
menekan ginjal ke arah depan.
- Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan
sejajar dari m. rectus.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi,
usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan
menggunakan kedua tangan Anda.
- Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat,
secara perlahan lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan
usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi.
- Deskripsikan ukuran dan konturnya.
Palpasi Ginjal Kanan
- Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien.
- Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari
belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran
kanan atas.
- Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri.
30
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
8. Pemeriksaan Aorta
Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah
(sedikit lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta.
31
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
9. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis
Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan dimana
nyeri yang dirasakan
periksa ketegangan setempat (local tenderness).
Periksa muskular rigiditas.
Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita pemeriksaan
panggul (tidak perlu dilakukan pada CSL saat ini).
b. Pemeriksaan Inflamasi Peritoneal
i. Mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk
tersebut menyebabkan nyeri bertambah.
ii. Palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada
area yang tegang.
iii. Perhatikan apakah terdapat ‘rebound tenderness’:
a. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan
tekanan tersebut dengan cepat seraya memperhatikan
reaksi pasien.
b. Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat
penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut
dilepaskan.
c. Minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri
tersebut terasa.
c. Pemeriksaan Asites
32
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
DAFTAR PUSTAKA
Feedback
No. Aspek
I. Interpersonal
1. Sambung rasa dan informed consent
II. Prosedur
2. Inspeksi Abdomen
Melihat bentuk abdomen (apakah simetri, membuncit
atau tidak), dinding perut (kulit, vena, umbilicus,
inguinal), pergerakan peristaltik abdomen dan pulsasi.
Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
3. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada
kuadran kanan
bawah.
33
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
35
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
36
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. TEMA
Prosedur Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastric tube.
2. Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube.
3. Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastric tube.
C. LEVEL KOMPETENSI
a. Spatula
b. Model NGT
c. NGT/selang sump Levin atau Salem
d. Segelas es
e. Pelumas larut air
f. Tabung suntik 50 ml ujung kateter
g. Segelas air dengan sedotan
h. Stetoskop Gambar 17. Stomach tube (Levin type),
i. Bengkok 18 Fr × 48 in (121 cm)
j. Plester dan gunting
k. Handschoen
37
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
l. Sarung tangan
m. NaCl 0,9% 2-3 L atau air besih sebagai irigan
n. Gelas ukur
E. SKENARIO
Anda seorang dokter jaga di UGD RS XXX. Kemudian datang seorang pasien yang
tampak tidak sadar. Keluarga pasien mengatakan ia baru saja melakukan percobaan
bunuh diri dengan meminum puluhan tablet obat flu. Anda memutuskan untuk
melakukan bilas lambung melalui NGT. Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu
F. DASAR TEORI
38
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kontra Indikasi
a. Dugaan fraktur basis kranii
b. Atresia koana
c. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
d. Pascaesofagoplasti
PROSEDUR
1. Pemasangan NGT
39
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
1) Informed consent
2) Persiapkan alat.
3) Atur posisi pasien.
4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien.
5) Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan
dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral
lanjutkan menuju prosesus xiphoideus (lebih kurang 40 – 45 cm pada
pasien dewasa).
7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujung
NGT).
9) Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan meminta pasien untuk
menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatula).
10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar
hidung dan arah distall sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami
rongga hidung).
11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara
dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut
dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan. Apabila pasien
mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik meminta pasien
minum melalui sedotan, sementara pasien menelan, Anda
mendorong selang dengan lembut.
13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam
lambung. Terdapat beberapa cara untuk memastikan hal tersebut,
yakni (cukup lakukan salah satu):
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika terdapat cairan
bercampur isi lambung berarti sudah masuk ke lambung.
b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom apabila ada
gelembung berarti NGT berada dalam paru-paru.
c. Suntikkan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit
melalui ujung selang NGT sambil melakukan auskultasi pada
daerah epigastrium. Apabila terdengar suara udara tersebut, maka
NGT berada di lambung.
14) Dengan menggunakan peniti atau plester, selang direkatkan ke baju
40
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
pasien.
15) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi
nyaman dan aman.
16) Rapikan kembali alat-alat.
17) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telah
disiapkan.
18) Cuci tangan
19) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
20) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin
15 ml. Selang sump salem juga memerlukan penyuntikan 15 ml
udara melalui saluran sump (biru) setiap 4 jam agar selang tetap
berfungsi baik. Pantau pH lambung setiap 4 – 6 jam dan perbaiki
dengan pemberian antasid apabila pH < 4,5.
21) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk
pemberian makan secara enteral. (Lakukan foto thorax untuk
memastikan letak selang yang benar sebelum menggunakan selang
untuk menyalurkan makanan).
B. DAFTAR PUSTAKA
41
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
C. EVALUASI
Feedback
No. Aspek
I. Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa
2. Informed consent
II. Prosedur
3. Siapkan alat-alat untuk pemasangan NGT.
4. Persiapkan pasien duduk atau berbaring telentang.
5. Cuci tangan WHO (prosedural scrubbing).
6. Gunakan handschoen.
7. Pasang pengalas pada daerah dada pasien.
8. Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan
dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral
lanjutkan menuju prosesus xiphoideus.
9. Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
10. Oleskan pelumas pada selang.
11. Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar
hidung dan arah distal sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami
rongga hidung).
12. Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
13. Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara
dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut
dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan.
14. Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan menyuntikan kira-kira
20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang sambil
melakukan auskultasi daerah epigastrium.
15. Plester selang ke hidung pasien dengan memastikan bahwa tidak ada
tekanan yang ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung.
16. Dengan menggunakan peniti atau plester, selangt direkatkan ke baju
pasien.
17. Rapikan kembali pasien.
18. Rapikan alat.
19. Lepaskan handscoen dan cuci tangan.
42
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
20. Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
III. Clinical Reasoning & Profesionalisme
21. Mampu menjelaskan tujuan pemasangan NGT.
22. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT.
23. Menunjukan sikap percaya diri.
24. Melakukan dengan kesalahan minimal.
43
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
44
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
ANAMNESIS OBSTETRI
Oleh : dr. Dian Isti Angraini, M.P.H
A. TEMA
Keterampilan anamnesis obstetri
B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan pelatihan ketrampilan Anamnesis Obstetrik mahasiswa
mampu melaksanakan anamnesa pada ibu hamil .
Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dilakukannya anamnesis obstetri
yang merupakan bagian dari antenatal care
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan antenatal secara umum,
terutama melakukan anamnesis obstetri dengan baik.
Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana
D. SKENARIO
Ny. S berusia 25 tahun, G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke klinik Anda dengan
tujuan ingin memeriksa kehamilan. Anda lalu merencanakan melakukan
anamnesis dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan antenatal care.
45
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. DASAR TEORI
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan
dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan,
triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh
sampai 9 bulan.
Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta
perubahan sosial di dalam keluarga. Jarang seorang ahli medik terlatih yang begitu
terlibat dalam kondisi yang biasanya sehat dan normal. Mereka menghadapi suatu tugas
yang tidak biasa dalam memberikan dukungan pada ibu dan keluarganya dalam rencana
menyambut anggota keluarga baru, memantau perubahan-perubahan fisik yang normal
yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, juga mendeteksi serta menatalaksana
setiap kondisi yang tidak normal. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan
normal dan menghasilkan kelahiran.
Bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi
masalah. Sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil akan
bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu, pelayanan/ asuhan antenatal
merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal
dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil sebaiknya dianjurkan untuk
mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk
mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
46
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan
Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal
Kebijakan program
Kunjungan antenatal sebaikr.ya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan
Satu kali pada triwulan pertama
Satu kali pada triwulan kedua
Dua kali pada triwulan ketiga
Pelayanan asuhan standar minimal termasuk "7T"
(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
Tes terhadap Penyakit Menular Seksual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
WHO:
Birth Planning
Danger Signs
Emergency Preparedness
Social Support
47
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap
saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai
berikut:
Mengupayakan kehamilan yang sehat
Melakukan deteksi dini kompikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan
bila diperlukan
Persiapan persalinan yang bersih dan aman
Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
komplikasi
Imunisasi TT
Antigen Interval Lama perlindungan %
(selang waktu minimal) perlindungan
TT1 Pada kunjungan antenatal - -
pertama
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun* 80
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99
TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun/ seumur hidup 99
48
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Keterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS(Wanita Usia Subur) tersebut
melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum).
Keluhan Obstetri
Keluhan obstetri yang menyebabkan pasien datang ke pusat kesehatan berupa:
a) Berkaitan dengan kehamilan
b) Komplikasi hamil muda
c) Perdarahan
d) Gestosis; pre-eklampsia/ eklampsia
e) Pecahnya ketuban
f) Inpartu : mules-mules, keluar darah lendir
g) Penyakit infeksi yang menyertai kehamilan
PENILAIAN KLINIK
Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak
pertama antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada
pemeriksaan 6 minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi.
Penentuan usia kehamilan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan dari hari
pertama siklus haid (HPHT) dengan menggunakan rumus Naegele dengan syarat
menstruasi haruslah teratur setiap 28 hari dan tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
Rumus Naegele adalah cara standar perhitungan tanggal jatuh tempo untuk kehamilan.
Hal ini dinamai Franz Karl Naegele (1778-1851), dokter kandungan Jerman yang
merancang aturan ini. Aturan ini memperkirakan tanggal taksiran persalinan (TP),
berdasarkan HPHT dengan cara menambahkan tahun satu, mengurangkan tiga pada
bulan dan menambahkan tujuh pada hari untuk tanggal tersebut . Hal ini mendekati
dengan rata-rata kehamilan manusia normal yang berlangsung selama 40 minggu (280
49
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
hari) dari HPHT, atau 38 minggu (266 hari) dari tanggal pembuahan. Kriteria tertentu
harus diikuti untuk menerapkan aturan Naegele, yaitu:
1. Sebelumnya 12 siklus harus teratur dan siklus 28-30 hari;
2. Ke-12 siklus sebelumnya tidak boleh dengan menggunakan pil kontrasepsi oral.
3. Periode menstruasi terakhir harus normal, yaitu perdarahan haid durasi 3-5 hari
dan rata-rata jumlah pad berubah per hari adalah 3
Anamnesis yang harus diperhatikan untuk menilai kondisi kehamilan pada pasien
adalah:
Riwayat kehamilan Riwayat obstetri lalu Riwayat penyakit Riwayat sosial
ini ekonomi
Usia ibu hamil Jumlah kehamilan - Jantung - status perkawinan
Hari pertama haid Jumlah persalinan - tekanan darah ting - respon ibu dan
terakhir, siklus haid Jumlah persalinan - diabetes melitus keluarga terhadap
Perdarahan cukup bulan -TBC kehamilan
pervaginam Jumlah persalinan -pernah operasi - jumlah keluarga
Keputihan premature - alergi obat/makana di rumah yang
Mual dan muntah Jumlah anak hidup - ginjal membantu
Masalah/kelainan Jumlah keguguran - asma - siapa pembuat
pada kehamilan Jumlah aborsi - epilepsi keputusan dalam
sekarang Perdarahan pada - penyakit hati keluarga
Pemakaian obat- kehamilan, -pernah kecelakaan - kebiasaan makan
obat (termasuk persalinan, nifas dan minum
jamu-jamuan) terdahlu -kebiasaan
Adanya hipertensi merokok,
dalam kehamilan menggunakan
pada kehamilan obat-obatan dan
terdahulu alkohol
- kehidupan seksual
Berat bayi < 2,5 kg
- pekerjaan dan
atau berat abyi > 4
aktivitas sehari-
kg
hari
Adanya masalah-
- pilihan tempat
masalah selama untuk melahirkan
kehamilan, - pendidikan
persalinan, nifas - penghasilan
terdahulu
50
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Wanita hamil bisa melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau
karena perdarahan per vaginam, persalinan, hipertensi atau nyeri. Hal-hal yang biasanya
ditanyakan dalam anamnesis obstetrik sama saja dengan anamnesis lain pada umumnya.
Hal-hal yang berbeda misalnya adalah adalah:
1) Riwayat kehamilan sekarang
Kapan hari pertama menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus
menstruasi berlangsung?
Sudah berapa bulan kehamilannya?
Pernahkah ada perdarahan, diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih,
atau masalah selama kehamilan?
Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien (misalnya mual, muntah, nyeri
tekan payudara, frekuensi dalam berkemih)?
2) Riwayat obstetrik dahulu
Rincian lengkap mengenai kehamilan sebelumnya (paritas = jumlah persalinan bayi
yang potensial untuk lahir hidup; graviditas = jumlah kehamilan) di antaranya
kehamilan, cara persalinan, komplikasi pada ibu atau bayi, kesulitan saat menyusui,
berat lahir, jenis kelamin, nama, keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran, dan
riwayat ginekologis dahulu. Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung,
murmur, diabetes, hipertensi, anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi
kardiorespiratorius.
3) Pemeriksaan obstetrik
Dibahas lebih lanjut dalam pemeriksaan ANC
F. PROSEDUR
1) Identitas
a. Nama, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku, Alamat
b. Nama suami, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat
51
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
6) Riwayat Penyakit
a. Penyakit dahulu :
• DM, infeksi saluran kemih
• Penyakit jantung
• Tekanan darah tinggi
• Infeksi virus berbahaya
• TBC
• Ginjal
• Asma
• Epilepsi
• Penyakit hati
• Alergi obat atau makanan tertentu
• Pernah mendapat transfusi darah dan indikasi tindakan tersebut
• Inkompabilitas resus
52
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. DAFTAR PUSTAKA
Adriaansz, 2010. Asuhan Anternatal, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
Gleadle, J. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Manuaba, IBG. 2004. Panduan Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi edisi 2. PT EGC. Jakarta.
H. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiwa membuat anamnesis pasien obstetrik
53
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
54
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemeriksaan Fisik Antenatal Care (ANC)
B. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan informed consent ANC
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Timbang dan Tensi pada
ANC
Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold I dengan
baik dan benar
Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold II dengan
baik dan benar
Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold III dengan
baik dan benar
Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Leopold IV dengan
baik dan benar
Mahasiswa mampu melakukan prosedur Pemeriksaan Auskultasi Denyut
Jantung Janin (DJJ) dengan Laennec secara baik dan benar
Mahasiswa mampu mengintepretasikan hasil pemeriksaan ANC
Mahasiswa mampu melakukan konseling kehamilan, rencana terapi,
tatalaksana lanjutan pada ibu hamil
C. Level Kompetensi
No Keterampilan Level of expected ability
1 Attending pregnant women -1- -2- -3- -4-
2 Inspection of abdomen of pregnant -1- -2- -3- -4-
woman
3 Palpation : fundal height, Leopold’s -1- -2- -3- -4-
manoeuvre, external assessment of
position
4 Assessment of fetal heart rate -1- -2- -3- -4-
55
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. Skenario
Amenorheae
Pada tanggal 5 April 2010, Ny. Ame, usia 22 tahun, G 1P0A0 memeriksakan
kehamilannya ke praktek dokter umum. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 29
Juni 2009. Ny. Ame merasa kehamilannya lebih kecil dari bulan sebelumnya. Gerakan
janin dirasakan sama seperti sebelumnya. Kadang-kadang perut Ny.Ame kencang
sebentar tetapi kemudian menghilang lagi. Kencang-kencang teratur belum dirasakan.
Bloody show yang dipesankan oleh dokter saat kontrol sebelumnya juga belum ada. Ny.
Ame takut terjadi apa-apa dengan bayinya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
Leopold, DJJ dan menyarankan Ny.Ame untuk kontrol setiap minggu.
56
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
57
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. Prosedur
1) Senyum, Salam, Sapa
2) Anamnesis
Hal yang ditanyakan sama dengan prosedur anamnesis yang lain (identitas, dst)
kemudian ditambah dengan menanyakan :
Riw. Kehamilan sekarang (Tanda/gejala kehamilan, HPHT, taksiran
hari persalinan dengan rumus Naegele (H +7, Bln -3, Thn +1),
Riw ANC sebelumnya dan keluhan apakah terkait dengan kehamilan
atau tidak
Riw khusus Obs-Gyn; status obstetric/hamil,melahirkan,aborsi
(GxPxAx),
Ada/tidaknya masalah2 pada kehamilan / persalinan sebelumnya
seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian janin, perdarahan dan
sebagainya.
Penolong persalinan terdahulu, cara persalinan, penyembuhan luka
persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat badan lahir jika masih
ingat.
Riwayat menarche, siklus haid, ada/tidak nyeri haid atau gangguan
haid lainnya, riwayat penyakit kandungan lainnya.
Riwayat kontrasepsi, lama pemakaian, ada masalah/tidak.
3) Informed Consent
Perlu diinformasikan tentang ANC, tujuan dan berapa kali kunjungan yang
dianjurkan, pemeriksaan yang dilakukan saat kunjungan termasuk tentang
pemeriksaan Leopold (tujuan pemeriksaan Leopold, menjelaskan
pemeriksaan tidak berbahaya bagi ibu dan janin) kemudian meminta izin
secara lisan kepada sang ibu.
Note : informed consent, dilakukan pada awal melakukan ANC, dan setiap
memasuki pemeriksaan Leopold
4) Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa
5) Pemeriksaan Tensi
Sama dengan CSL Vital Sign
6) Pemeriksaan Timbang Berat Badan
58
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
a) Pemeriksaan Leopold I
Maksud pemeriksaan Leopold I adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri
(untuk memperkirakan usia kehamilan) serta menentukan bagian janin yang terletak pada
fundus uteri. Adapun cara pemeriksaan Leopold 1 sebagai berikut:
1. Memposisikan ibu dengan lutut fleksi (kaki ditekuk 450 atau lutut bagian
dalam diganjal bantal) dan pemeriksa menghadap ke arah ibu
2. Inspeksi. Perhatikan kontur rahim pada kulit abdomen
3. Kemudian letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk
menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong
uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi uterus bawah dengan meletakkan ibu
jari dan telunjuk tangan kanan di bagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi
tepi atas simfisis)
4. Kemudian dengan meteran gulung ukur jarak dari symphisis pubis ke fundus
uteri (tinggi fundus uteri/ TFU)
5. Rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan
secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.
Bokong bayi akan memberikan sensasi besar, tidak begitu bulat dan lunak
sedangkan jika kepala akan teraba keras, bulat lebih mudah digerakkan dan ada
ballotemen.
b) Pemeriksaan Leopold II
Leopold II untuk menentukan bagian janin yang terletak pada bagian lateral
kanan dan kiri (untuk menentukan letak punggung janin sebagai patokan lokasi menilai
DJJ) dan menentukan situs bayi (memanjang, melintang atau oblik). Adapun langkah-
langkah pemeriksaan Leopold II adalah sebagai berikut :
1. Posisi ibu masih dengan lutut fleksi (kaki ditekuk) dan pemeriksa menghadap
ibu
2. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak
tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan pada
ketinggian yang sama.
3. Tekan secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan kiri dan
kanan mulai dari bagian atas. Kemudian geser ke arah bawah dan rasakan
adanya bagian-bagian janin.
4. Bagian yang rata dan memanjang adalah punggung janin sedangkan bagian-
bagian yang kecil adalah ekstremitas janin.
59
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
d) Pemeriksaan Leopold IV
Pemeriksaan leopold IV merupakan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
hasil dari pemeriksaan leopold III. Tujuannya adalah apakah bagian terbawah
janin sudah memasuki pintu atas panggul atau belum, dan bila sudah masuk PAP,
berapa bagian yang telah masuk atau melewati PAP.
1. Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu, dengan posisi kaki ibu lurus
2. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan
uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas
simfisis.
3. Temukan kedua ibu jari kiri dan kanan kemudian rapatkan semua jari-jari
tangan yang meraba dinding bawah uterus. Perhatikan sudut yang dibentuk.
(Konvergen = V kepala belum masuk PAP, Divergen = >< kepala sudah
masuk PAP)
4. Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah janin (bila
presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila
presentasi bokong upayakan untuk memegang pinggang bayi)
5. Fiksasi bagian terbawah janin, kearah pintu atas panggul kemudian letakkan
jari-jari tangan kanan di antara tangan kiri dan simfisis sehingga bisa
diperkirakan seberapa jauh bagian terbawah janin masuk ke dalam pintu atas
panggul. Bila belum masuk, teraba balotemen kepala.
60
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
9) Penutup
Akhiri kunjungan antenatal dengan memberikan konseling kehamilan berupa
hasil pemeriksaan (keadaan ibu, janin dan kehamilannya), rencana tindak lanjut (apa
yang harus dilakukan ibu hamil) dan terapi jika ada. Jangan lupa mengingatkan kapan
61
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
bumil harus control kembali, mencatat semua data pada rekam medik dan mengakhiri
dan menutup pemeriksaan dengan baik.
H. Daftar Pustaka
Berek, Jonathan. S, 2002. Novak’s Gynecology. 13th edition. Lippincott
Williams & Wilkins
Cunningham, F. Gary. Et al. 2001. Williams’ Obstetric 21 st edition. The
McGraw Hill Companies.
Anonim. Catatan Kuliah (CAKUL) Obgyn FKUI - Pemeriksaan Obstetri dan
Asuhan Antenatal
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri
Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2013.
63
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
64
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Prosedural Asuhan Persalinan Normal (APN) : Kala I dan II
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan APN
Memilih dan memeriksa alat dan bahan yang diperlukan termasuk
menyalakan lampu
Simulasi memberikan salam dan melakukan anamnesis seperlunya
Mempersiapkan klien (model) dalam posisi litotomi
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas
cincin, jam, dsb.
Memakai sarung tangan secara aseptik
2. Mampu Melakukan prosedur APN Kala I dan II
Melakukan manajemen kala 1 meliputi pemeriksaan abdomen (Leopold)
dan pemeriksaan dalam
Melakukan manajemen kala 2 meliputi memimpin meneran, melahirkan
kepala, bahu dan tubuh bayi
C. Level Kompetensi
Keterampilan : Normal Delivery Level Kompetensi
Attending woman in labour -1- -2- -3- -4-
Obstetric examination (assessment of cervix,
dilatation, membranes, presentation of fetus, -1- -2- -3- -4-
descent)
65
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kassa steril secukupnya Gambar 2. Partus Set
Kain duk steril : 4
Spuit 5 cc berisi lidokain 1 %, spuit 3 cc, 1 cc masing-masing : 1
Benang jahit luka episiotomy
Medikamentosa : oksitosin, ergometrin, Vit K
Mahasiswa wajib hapal dan tahu PARTUS SET
3. Peralatan lain :
Lampu sorot
Stetoskop dan Tensimeter
Stetoskop Monoaural (Laenec/ Pinard)
Oksigen dalam regulator
Bahan antiseptik (khlorheksidn, povidon iodine 10%,klorin 5%)
Kateter (nelaton, foley)
Bengkok, baskom besar
Tempat sampah (medis, non-medis, sampah tajam)
Alat Pelindung Diri (APD) ; Hat, Google, Masker, Celemek plastik, Sepatu
Boots
4. Perlengkapan pribadi ibu & bayi
5. Set resusitasi bayi
Penghisap lendir, spatula lidah, ambu bag 1 set
Meja bersih, popok & selimut bayi, kain bersih: 2
Medikamentosa
E. Skenario
MP (Melahirkan Pertama)
Tanggal 1 april 2009, Ny. Ame, 25 tahun, G1P0A0, HPHT 1 juli 2008 datang ke
rumah sakit dengan his yang teratur dan makin sering. Bloody show (+). Dari PL
didapatkan: KU baik, Vital sign( TD 130/80mmhg, nadi 88x/menit, RR 20x/m,T 37 oC),
janin tunggal, denyut jantung janin masih baik. Dilakukan evaluasi servik , didapatkan
pembukaan 4 cm, letak kepala, presentasi belakang kepala. Setelah sekitar 6 jam, sang
ibu terlihat mulai mengejan, perineum terlihat menonjol dan anus terbuka. Dilakukan
PD dengan hasil pembukaan sudah lengkap. Pimpin persalinan dengan prosedur Asuhan
Persalinan Normal.
66
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
67
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. Prosedur
1. Anamnesis
Identifikasi pasien
Keluhan utama pasien datang
Tanda-tanda in partu (bloody show, HIS teratur dan makin sering)
Tanda-tanda kehamilan resiko tinggi :
Usia : < 16 tahun/ > 35 tahun
Interval terlalu dekat/jauh : < 2 athun/ > 10 tahun
Paritas > P4 Grande Multi
Riw. Obstetri buruk ; Sectio Caesaria (SC), Premture 2x, Abortus 3x,
Forcep, Ekstraksi vakum, Perdarahan Post Partum, dll
Tinggi Badan (TB) < 145 cm
Penyakit obstetri : penyakit yang timbul secara langsung karena
kehamilannya
Penyulit Medis : Paru (TBC,Asma), SLE, Kelainan hematologi, CVD,
SSP (Epilepsi), Ginjal (SN,GNA), Diabetes Mellitus, dll
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT/ Last Menstrual Period)
Taksiran Persalinan
Riwayat Penyakit (sebelum dan selama kehamilan) termasuk alergi
Riwayat Persalinan (Paritas)
2. Persiapan ibu
Periksa umum; vital sigan
Kosongkan kandung kemih
Ganti pakaian yang longgar
Periksa Dalam
Tentukan konsistensi serviks (Kaku/ Kenyal/ Lunak)
68
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
b. Kala II
Apabila pembukaan telah lengkap maka akan terlihat perineum menonjol,
vulva dan sfingter ani membuka, tampak bagian kepala janin di bukaan
introitus vagina
Setelah pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran apabila timbul dorongan
spontan untuk melakukan hal itu
Tiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Tahan perineum
dgn tangan kanan beralaskan kain kassa atau doek steril agar tidak terjadi
ruptur perinea
Lahirkan kepala dengan perasat Rietgen: bila perineum meregang dan menipis,
tangan kiri menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus, tangan kanan
menahan perineum. Dengan ujung-ujung jari tangan kanan yang melalui kulit
perineum dicoba mengait dagu janin dan ditekan kearah simfisis pelan-pelan.
Secara berturut-turut lahirlah ubun-ubun kecil di bawah simfisis sebagai
hipomochlion, ubun-ubun besar, dahi, muka dan dagu.
Usap muka janin dan periksa kalau ada lilitan tali pusat, kepala kemudian akan
melakukan putaran paksi luar (restitusi) kearah dimana punggung janin berada.
Pegang kepala janin dengan kedua tangan secara biparietal,
Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala kearah anus (bawah)
Lahirkan bahu belakang dengan menarik pelan-pelan kearah simfisis (atas)
69
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
H. Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan
Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera
Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim, 2002. Buku Panduan Asuhan kesehatan Maternal. JNPKKR/POGI,
BKKBN, DEPKES dan JHPIEGO/STARH PROGRAM. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo-Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta.
I. Evaluasi
70
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu
untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Jika tali pusat melilit leher secara longgar, selipkan tali pusat lewat
kepala bayi
Jika lilitan terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di
antaranya.
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahiran Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakkan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku
ke sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian (selintas, 30 detik) APGAR Score
Apakah kehamilan cukup bulan?
Apakah air ketuban jernih, tidak tercampur mekoneum
Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
Apakah bayi bergerak dengan aktif
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada
asfiksia bayi baru lahir (melihat penuntun berikutnya). Bila semua jawaban
adalah “YA” lanjut ke 26
73
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
74
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Manajemen Aktif Kala III, Kala IV, Manual Plasenta dan Kompresi Bimanual
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, dr. Exsa Hadibrata, Sp. U
A. Tema
Keterampilan Prosedural Manajemen Aktif Kala III, Manual Plasenta, Kompresi
Bimanual dan Kala IV
B. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Manajemen Aktif Kala III, Manual
Plasenta, Kompresi Bimanual dan Kala IV (tujuan/ kegunaan, manfaat, indikasi
dan komplikasi)
Mahasiswa mampu melakukan procedural Manajemen Aktif Kala III
Mahasiswa mampu melakukan procedural Manual Plasenta
Mahasiswa mampu melakukan procedural Kompresi Bimanual
Mahasiswa mampu melakukan procedural Kala IV
C. Level Kompetensi
Level Of Expected
Keterampilan/ Skills
Ability
Delivery of placenta -1- -2- -3- -4-
Examination of placenta and umbilical cord -1- -2- -3- -4-
Postpartum : examination fundal height, placenta:
-1- -2- -3- -4-
loose/ retained
Manual removal of placenta -1- -2- -3- -4-
Episiotomy -1- -2- -3- -4-
Clamp cord/separation of placenta -1- -2- -3- -4-
Record APGAR -1- -2- -3- -4-
Measure/estimate loss of blood, after delivery -1- -2- -3- -4-
E. Skenario
75
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Saat sedang bertugas jaga di sebuah RS, anda mendapat konsul dari kamar
bersalin seorang Grandemultigravida umur 38 tahun hamil anak ke 6. Saat anda datang
pasien sedang dalam kala III dan plasenta belum lahir sudah lebih dari 15 menit. Anda
melakukan Manajemen aktif kala III, Peregangan Tali PUsar Terkendali dan dorongan
dorso-kranial uterus setelah diberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, kateterisasi uretra
dan stimulasi papilla mammae. Karena jaringan yang rapuh, tali pusar putus anda
melakukan manual plasenta. Setelah plasenta lahir, anda melakukan kompresi bimanual
eksternal dan internal karena adanya indikasi atonia uterus.
F.Dasar Teori
Kala III
Setelah bayi lahir, kontraksi uterus istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan
fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya.
Kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran plasenta. Dalam waktu 5-
10menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Pengeluaran palsenta
disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 200cc.
Terjadinya pelepasan plasenta diakibatkan kontraksi rahim. Kontraksi rahim
akan mengurangi area plasenta, karena uterus bertambah kecil dan dindingnya bertambah
tebal beberapa cm. kontraksi akan menyebabkan bagian yang lemah dan longgar dari
plasenta pada dinding uterus terlepas, mula-mula sebagian kemudian seluruhnya dan
tinggal bebas dalam kavum uteri. Pengumpulan darah di belakang plasenta juga
membantu pelepasan plasenta yang dikenal dengan retroplasental hematoma.
Cara lepasnya plasenta:
1. Menurut schultze: lepasnya seperti kita menutup payung (paling sering sekitar
80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental
hematoma yang mendorong plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian
seluruhnya.
2. Menurut Duncan: lepasnya plasenta mulai dari pinggir. Darah akan mengalir
keluar antara selaput ketuban.
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasanya plasenta:
1. Perasat Kustner: letakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis; tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk=belum lepas, diam atau maju+sudah
lepas
2. Perasat Klein: sewaktu ada his, fundus uteri kita dorong sedikit, bila tali pusat
kembali+ belum lepas, diam atau turun+ sudah lepas
3. Perasat Strassman: tegangkan tali pusat an ketok pada fundus uteri, bila tali pusat
bergetar = belum lepas.
76
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Manual Plasenta
Suatu tindakan procedural untuk mengeluarkan plasenta secara manual dengan
memasukkan tangan secara manual ke dalam cavum uteri.
Indikasi manual plasenta adalah retensio plasenta yaitu tertahannya atau belum
lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro,
1999 & Abdul Bari S, 2001:178)
Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
miometrium. Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta dibedakan menjadi :
Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam. Kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta.
Plasenta akreta parsial : vili khorialis tumbuh
menembus desidua endometrium sebagian sampai ke
miometrium.
Plasenta akreta, implantasi vili khorialis tumbuh lebih
dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke
miometrium.
Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga
miometrium
Gambar 3. Lokasi Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau
Implantasi Plasenta peritoneum dinding rahim
dan manifestasi
klinisnya)
77
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kompresi Bimanual
Adalah tindakan procedural dengan melakukan kompresi (tekanan) dengan
kedua tangan baik dari dalam maupun luar untuk penanganan perdarahan post partum
biasanya akibat Atonia uteri, yaitu keadaan dimana tonus/kontraksi uterus lemah/tidak
ada.
Perdarahan Post Partum adalah Perdarahan 500 ml atau lebih setelah selesainya
kala III persalinan. PPP bukanlah diagnosis melainkan gejala yang harus dicari
etiologinya. Penyebab perdarahan post partum ada 4T :
Tonus ; atonia uteri
Tissue ; retensio plasenta/ jaringan sisa plasenta
Trauma ; robekan jalan lahir
Thrombin ; gangguan perdarahan
Perdarahan Post partum dibagi 2 :
PPP Dini/awal (early); atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta,
gangguan perdarahan
PPP Lanjut (late); 6-10 hari PP; Retensi sisa plasenta, infeksi, involusi
abnormal, episiotomy, perdarahan dari kanalis servikalis
Penanganan atonia uteri :
a) Umum :
Kenali faktor resiko
Polihidramnion; Kehamilan kembar; Makrosomia; Persalinan lama; Persalinan
terlalu cepat; Persalinan dengan induksi; Infeksi intrapartum’ Paritas tinggi
Tegakkan Diagnosis Kerja
Pasang Infus, berikan uterotonika
Pastikan plasenta lahir lengkap
Bila perlu trnasfusi darah
Uji pembekuan darah
78
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
b) Spesifik :
Kompresi Bimanual Interna
Kompresi Bimanual Eksterna
Kompresi Aorta abdominalis
c) Di Rumah Sakit :
Pemasangan tampon katether
Ligasi arteri uterina dan ovarika
Histerektomi
Prosedur pelaksanaan kompresi bimanual pada atonia uteri dapat dilihat pada bagian
prosedur.
G.Prosedur
79
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kala III
Suntikkan oksitosin pada paha ibu
Lahirkan plasenta dengan cara PTT (Peregangan Tali Pusat Terkendali)
Berdiri di samping ibu
Letakkan telapak tangan (alas dengan kain) yang lain, pada segmen bawah
rahim atau dinding uterus di suprasimfisis
Pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan uterus ke
dorsokranial
Pindahkan jepitan semula tali pusat ke titik 5-10 cm dari vulva dan pegang
klem penjepit tsb
Ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan (jangan lakukan
pemaksaan)
Lahirkan plasenta mengikuti jalan lahir seperti melahirkan bayi
Saat plasenta mulai terlihat di introitus vagina, putar plasenta searah jarum jam
secara perlahan supaya tidak ada bagian plasenta yang terputus
Periksa/cek kelengkapan plasenta sambil tangan kiri melakukan masase uterus
Kala IV
Kontraksi uterus; baik atau tidak dengan palpasi, lakukan massage
Perdarahan: ada atau tidak, banyaknya
Kosongkan kandung kemih
Luka-luka; kalau ada, jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan
Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
Keadaan Umum ibu , vital sign tiap 15 menit dalam 1 jam pertama kemudian
tiap 30 menit untuk 1jam berikutnya
Keadaan Umum bayi (Apgar Score)
Manual Plasenta
Jelaskan kepada ibu tindakan yang akan dilakukan (Informed Consent)
Lakukan persiapan alat, persiapan pasien dan penolong
Posisikan pasien pada bed ginekologi dengan posisi litotomi
Pasang Infus pada pasien
Lakukan cuci tangan secara aseptic
Pakai sarung tangan dengan prosedur aseptic
Berikan anestesi pada pasien (analgesia per rectal propenid 1 tube)
Lakukan kateterisasi
Kenakan sarung tangan panjang sampai siku yang steril pada tangan kanan
Jepit tali pusar 5-10 cm dari vulva, tegangkan sejajar lantai (PTT) dengan satu
tangan (kiri). Tidak diperbolehkan menarik tali pusar karena dapat putus.
Masukkan tangan kanan ke dalam vagina secara obstetric menyusuri tepi
bawah tali pusar (lihat gambar diatas) sampai ke pangkal perlekatan tali
80
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
81
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Periksa kembali tanda vital ibu, pastikan uterus berkontraksi baik (bulat dan
keras)
Berikan antibiotic profilaksis (Ampisilin 2 gr (IV), Sefazolin 1 gr (IV),
Metronidazol 500 mg per oral
Observasi perdarahan pervaginam dan periksa tanda-tanda vital setiap 15 menit
pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua dan cek kontraksi uterus
82
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Daftar Pustaka
Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 vol 2. Jakarta. EGC,
2008; 1170-1171
JNPK-KR. Asuhan Pesalinan Normal –Asuhan Esensial Persalinan. Edisi
Revisi. Cetakan ke-3. Jakarta. JNPK-KR, 2007; 128-130
Cunningham, Gary. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta. EGC, 2006; 707-708
Santoso, Budi Iman. Slide Kuliah : Perdarahan Post Partum. Diupload 20 april
2009. Didownload pada 15 maret 2011 pukul 11.08 dari :
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b2077c4740ec9d1e8066b09eaab0
9990e2e98506.pdf
Anonim, Materi pelatihan : Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Di download
pada 15 maret 2011 pukul 11.11 dari :
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/963c07503f3b5a28b95eabe77806
959c7cf0282a.pdf
Evaluasi
Cek List Latihan Kala III, Kala IV
VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA Umpan
TIGA Balik
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis
untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-
kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
83
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih
dan kering
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk member ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala IV
86
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
87
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
88
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
PARTOGRAF
dr. Dian Isti Angraini, M.P.H.
A. Tema
B. Tujuan
Mahasiswa mampu mendokumentasikan keadaan persalinan pasien dalam
lembar partograf
C. Level Kompetensi
Level Of Expected
Keterampilan/ Skills
Ability
Partograf -1- -2- -3- -4-
E. Skenario
Pada saat Anda sedang jaga klinik, datanglah pasien, Ny. W, 27 tahun, G1P0A0 hamil
40 minggu datang dengan keluhan keluar darah lendir sejak 4 jam yang lalu. Ketika
Anda melakukan VT, didapatkan pembukaan 2 jari. 4 jam kemudian ternyata
pembukaan sudah 3 cm. 10 jam kemudian pasien melahirkan bayi laki-laki.
Catatlah keadaan persalinan ibu dalam lembar partograf.
89
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
F. Dasar Teori
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah:
Mencatat hasil obeservasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kenmungkinan terjadinya partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medis ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Penggunaan partograf merupakan Indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif
kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Secara rutin oleh semua
tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran. Kontraindikasi dari partograf tidak boleh digunakan untuk memantau
persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti; plasenta previa,
panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama, APN
mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan deteksi
dini.
Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam manjemen
persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%) menjadi (3,4%).
Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%), dan lahir mati intrapartum
dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal tanpa komplikasi mengalami perbaikan,
kejadian bedah sesaria turun dari (6,2%) menjadi (4,5%).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu
90
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi :
A.Informasi tentang ibu
Identitas pasien; nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register
pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya
selaput ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada bagian
atas partograf secara teliti.
B. Kondisi janin
(1) DJJ.
Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak
terputus;
(2) Warna dan adanya air ketuban,
Penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai
warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke
91
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
92
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan
tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus.
(2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada
tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-
5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "--"
pada garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.
(3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan serviks
4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan terjadi laju
pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai
di garis waspada.
D. Pencatatan jam dan waktu, meliputi:
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan
penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan
waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan;
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur
kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan
ini di kotak waktu yang sesuai.
E. Kontraksi uterus
(1) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
Kontraksi uterus dicatat pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap
93
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
(2) lama kontraksi (dalam detik)
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan
simbol:
░ bila kontraksi lamanya kurang dari 20 detik;
94
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya
infeksi dalam kotak yang sesuai.
(2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan
kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan
adanya aseton atau protein dalam urin.
G. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom
partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga
tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan
keputusan klinik mencakup:
1) jumlah cairan per oral yang diberikan;
2) keluhan sakit kepala atau pengelihatan kabur;
3) konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin)
4) persiapan sebelum melakukan rujukan;
5) upaya rujukan.
G. Prosedur
i. Persiapan alat yang dibutuhkan
ii. Mencatat data tentang ibu : nama, umur, gravida, para, abortus, no catatan
medik, tanggal dan waktu mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban
iii. Mencatat kondisi janin : DJJ, warna dan air ketuban, serta molase kepala janin
iv. Mencatat kemajuan persalinan : pembukaan serviks, penurunan bagian terbawah
atau presentasi janin, serta garis waspada dan garis bertindak
v. Mencatat jam dan waktu : waktu mulainya fase aktif persalinan, serta waktu
aktual saat pemeriksaan atau penilaian
vi. Mencatat Kontraksi uterus : frekuensi kontraksi dalam 10 menit, serta lamanya
kontraksi (dalam detik)
95
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
vii. Mencatat Obat-obatan dan cairan yang digunakan : oksitosin, serta obat-obatan
lainnya dan cairan IV yang diberikan
viii. Mencatat Kondisi ibu : nadi, tekanan darah dan suhu tubuh, serta urin (volume,
aseton atau protein)
ix. Mencatat asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (rujukan, dll)
H.Daftar Pustaka
JNPK-KR Depkes RI. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Revisi 5. Depkes RI. Jakarta.
I.TUGAS MAHASISWA
Masing-masing mahasiswa mengerjakan atau membuat partograf sesuai
dengan skenario yang diberikan
96
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis nifas dengan baik dan benar
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan nifas dengan benar
D. SKENARIO
Seorang pasien perempuan P1A0 berumur 25 tahun, datang ke praktek Anda untuk
kontrol paska melahirkan seminggu yang lalu.
E. Dasar Teori
Masa nifas atau yang juga dikenal sebagai masa puerperium adalah masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Periode 6 minggu pasca persalinan, disebut juga masa involusi
(periode di mana sistem reproduksi wanita postpartum kembali kepada keadaannya
seperti sebelum hamil). Di masyarakat Indonesia, masa nifas (puerperium) berlangsung
kurang lebih selama 40 hari.
97
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pada masa nifas (peurperium) akan terjadi perubahan pada tubuh, dia
antaranya adalah :
1. Involusi Uterus
Kontraksi uterus meningkat setelah bayi keluar.
Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus nekrosis dan lepas.
Setelah placenta lahir, uterus merupakan alat keras karena kontraksi dan retraksi
otot-ototnya.
Pada awal setelah placenta keluar, ukuran uterus sekitar 1 jari di bawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari,
uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba lagi dari luar.
Setelah 6 minggu tercapai lagi ukurannya yang normal. Involusi terjadi karena
masing-masing sel menjadi lebih kecil yang diakibatkan oleh pengeluaran
sitoplasma yang berlebihan.
2. Involusi Tempat Placenta
Setelah persalinan, tempat placenta merupakan tempat dengan permukaan kasar,
tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada
akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
3. Perubahan Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang menduga bahwa
pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.
4. Perubahan Pada Cervix dan Vagina
98
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervicalis.
5. Saluran Kencing
Dinding kandung kencing memperlihatkan edema dan hiperemia. Kadang-
kadang edema dari trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudahnya masih tinggal urine
residual. Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam
waktu 2 minggu.
6. Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi yang terletak radial dan
terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri
pula dari acini. Acini ini menghasilkan air susu. Tiap lobulus mempunyai saluran
halus untuk mengalirkan air susu. Saluran-saluran halus ini bersatu menjadi satu
saluran untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat
menuju ke puting susu di mana masing-masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam
kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu, melainkan
colostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Masalah yang dapat timbul pada masa nifas anatar lain demam lebih dari 38 oC
pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama postpartum. Demam ini biasanya
disebabkan infeksi nifas. Nadi yang cepat terdapat pada ibu yang nerveus, yang banyak
kehilangan darah, atau mengalami persalinan yang sulit.
His pengiring (royan) terutama terasa oleh multipara, karena rahimnya
berkontraksi dan berelaksasi, yang menimbulkan perasaan nyeri. His pengiring terutama
99
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
terasa waktu menyusukan anaknya. Biasanya setelah 48 jam postpartum tidak seberapa
mengganggu lagi. Primipara kurang diganggu oleh his pengiring, karena uterusnya
dalam kontraksi dan retraksi yang tonis.
Gangguan psikologis pasca melahirkan perlu diwaspadai, yang disebut dengan
baby blue syndrome maupun depresi. Gejala yang dapat terlihat seperti kehilangan
minta, lemas, murung, nafsu makan hilang, sering merasa cemas berlebihan terutama
untuk bayinya, keinginan menyakiti diri sendiri.
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang
dinamakan lochia. Lochia tidak lain dari pada sekret luka yang berasal dari luka dalam
rahim terutama luka placenta. Maka sifat lochia berubah seperti sekret luka menurut
tingkat penyembuhan luka. Pada 2 hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia
rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer, yang disebut lochia serosa, dan pada hari
ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochia alba. Warna ini
disebabkan karena banyak leukosit terdapat di dalamnya. Lochia berbau amis dan lochia
yang berbau busuk menandakan infeksi. Kalau lochia tetap berwarna merah setelah 2
minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa placenta atau karena involusi yang kurang
sempurna yang sering disebabkan retrofleksio uteri.
Pada proses miksi harus diperhatikan karena ditakutkan terjadi retensio urin
postpartum yang disebabkan karena tekanan intra abdominal berkurang, otot-otot perut
masih lemah, edema dari uretra, dinding kandung kencing kurang sensitif.
Pada defekasi juga diperhatikan harus diberi tindakan bila penderita hari ketiga
belum juga buang air besar.
Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus
segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan port d’entree dan dapat
menimbulkan mastitis. Air susu yang menjadi kering merupakan kerak dan dapat
merangsang kulit sehingga timbul eczema, maka sebaiknya puting susu dibersihkan
dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi.
100
100
100
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
F. PROSEDURAL
Senyum, salam, sapa dan melakukan informed consent
Anamnesis Nifas
1) Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin, alamat lengkap,
pekerjaan, agama, dan suku bangsa
2) Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan keluhan utama
3) Menanyakan mengenai riwayat persalinan, waktu, tempat, jenis persalinan,
penolong persalinan, tindakan dalam persalinan, episitomy, paritas
4) Menanyakan keluhan lain/penyerta : demam, pusing, sakit kepala hebat,
penglihatan kabur, kesedihan/depresi, ada gangguan tidur atau tidak
5) Menanyakan frekuensi BAB dan BAK
6) Menanyakan pengeluaran pervaginam (lochia), jenismya, warnanya, baunya,
jumlahnya
7) Menanyakan cara menyusui bayi dan laktasi (apakah bayi mau menyusu,
bagaimana pengeluaran ASI, apakah ada kesulitan menyusui, apakah ada
keluhan pada payudara, apakah puting susu lecet)
8) Bagaimana gizi ibu, makan teratur atau tidak, cukup gizi atau tidak
9) Menanyakan masalah kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran
Pemeriksaan Nifas
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan kepala : anemis atau tidak
3) Pemeriksaan payudara : puting (bentuknya, pengeluaran colostrum/ASI),
pembengkakan, luka/lecet, tanda radang atau benjolan.
101
101
101
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G.DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, T Gary, Williams Obstetrics 22nd Edition.2005.USA.McGraw-
Hill Companies,Inc
Sastrawinata, et all. editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi
Edisi 2.2003.Jakarta EGC
Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta
Anonim.2006.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung
104
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. TEMA
Keterampilan anamnesis ginekologi (kandungan)
B. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan latihan keterampilan anamnesis ginekologi mahasiswa mampu
melaksanakan anamnesa pada wanita dengan keluhan ginekologi
Tujuan Instruksional Khusus :
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi secara umum,
terutama melakukan anamnesis ginekologi dengan baik.
Mahasiswa mampu membuat kesimpulan hasil anamnesis/ diagnosis.
Mahasiswa mampu membuat prognosis dan rencana
D. SKENARIO
Nn. A berusia 22 tahun, datang dengan keluhan perdarahan haid yang berlangsung
selama 20 hari dengan jumlah darah haid 2x lipat dari biasanya. Hal ini telah dialami
selama 3 bulan terakhir. Lakukanlah anamnesis ginekologi kepada pasien.
105
105
105
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. DASAR TEORI
Ginekologi (secara harfiah berarti "ilmu mengenai wanita") adalah cabang
ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita
(rahim, vagina dan ovarium). Gangguan ginekologi meliputi gangguan haid, perdarahan
uterus abnormal, keputihan, endometriosis, penyakit radang panggul, bartolinitis,
mioma uteri, tumor ovarium neoplastik jinak, infertilitas, menopause dan lain sebagainya.
Masalah ginekologis bisa timbul dengan berbagai gejala, di antaranya:
Menstruasi banyak (menoragia)
Tidak menstruasi (amenore)
Sekret vagina
Nyeri suprapubik
Perdarahan per vaginam
Masalah kontrasepsi
Nyeri saat berhubungan seksual (dispareuni)
Hal-hal terkait anamnesis ginekologi:
1. Keluhan utama pasien datang dan lamanya diderita
2. Tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT)
3. Data tentang siklus menstruasi dan menstruasi terakhir; regularitas dan panjang
siklus, lama, banyaknya dan bentuk darah menstruasi
4. Riwayat dismenorhea, Umur Menarche
5. Ada tidaknya perdarahan intermenstrual, Ada tidaknya pengeluaran discharge :
jenis, warna, banyaknya, bau dan saat keluarnya, Ada tidaknya pruritus/ gatal pada
vulva
6. Keluhan di daerah abdomen : Pembesaran, lokasiny, rasa tidak enak atau sakit
7. Riwayat dan lama perkawinan
8. Data tentang riwayat kehamilan dan persalinan
9. Keluhan yang berhubungan dengan coitus : libido, dispareunia dan orgasmus
106
106
106
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
F. PROSEDUR
1) Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum.
Unsur-unsur yang terdapat pada identitas pasien adalah:
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah.Bahkan
untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin.
107
107
107
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
b. Tanyakan apakah keluhan yang dialami pasien ini bersifat sementara, kronis,
berulang, atau terus-menerus.Tanyakan pula apakah keluhan tersebut terkait
dengan siklus menstruasi.
c. Galilah informasi, apakah keluhan ini pertama kali terjadi atau sudah pernah
dialami sebelumnya.
d. Tanyakan karakteristik masalah, dan gejala yang terkait. Untuk kasus nyeri,
gali informasi tentang lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya (misalnya,
tajam, tumpul, seperti keram), faktor yang memperburuk, faktor yang
meringankan, dan apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain. Untuk kasus
perdarahan, gali informasi mencakup frekuensi, intensitas, dan durasi aliran, dan
apakah pasien mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang melayang
e. Tanyakan sampai sejauh mana keluhan tersebut mengganggu aktivitas
keseharian pasien.
f. Apakah pasien pernahmendapatkan pengobatan untuk keluhan seperti ini
sebelumnya? Jika pernah, tanyakan kepada pasien untuk meminta
menceritakan pengobatan sebelumnya atau rekam medisnya.
g. Tanyakan pada pasien mengapa pasien baru berkonsultasi tentang masalahnya
pada saat ini. Apakah keluhan yang dirasakan pasien berubah atau bertambah
parah.
4. Riwayat Menstruasi
a. Kapan haid pertama (menarche). Pubertas pada wanita merupakan tanda awal
matangnya organ reproduksi dan mencakup serangkaian peristiwa yang terjadi
selama 2-4 tahun termasuk peningkatan tinggi badan, perkembangan payudara,
tumbuhnya rambut kemaluan (pubarche atau adrenarche), dan onset menstruasi
pertama kali (menarche). Umur rata-rata menarche adalah 12-13 tahun, dengan
rentang 9-17 tahun. Awalnya, siklus menstruasi biasanya anovulasi dan
menstruasi terjadi pada interval yang tidak teratur.
108
108
108
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
5. Perimenopuse/menopause
a) Pola Menstruasi. Pada akhir siklus reproduksi wanita, interval intermenstrual
biasanya menjadi sulit diprediksi. Seringkali interval yang lebih pendek dan
kemudian menjadi lebih bervariasi. Menopause didefinisikan sebagai tidak
109
109
109
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
adanya menstruasi selama 1 tahun. Pendarahan yang terjadi setelah fase ini
biasanya merupakan pendarahan yang abnormal. Usia rata-rata pada
penghentian menstruasi adalah 51 tahun, dengan kisaran dari 40 tahun ke 50-
an.
b) Gejala yang berhubungan. Beberapa gejala yang muncul berhubungan dengan
perubahan hormonal yang terjadi sekitar waktu menopause. Gejala vasomotor,
termasuk hot flushes dan berkeringat di malam hari, sering dilaporkan. Ingatan
yang melemah, gangguan tidur, dan sakit di leher, bahu, dan punggung memiliki
prevalensi yang sama. Vagina yang kering dan kesulitan mendapatkan
gairah seksual.
c) Terapi penggantian hormon. Dalam rangka untuk mengevaluasi pola
perdarahan pasien perimenopause atau menopause dan gejala yang
berhubungan, penting bagi kita untuk mengetahui apakah pasienmenggunakan
terapi penggantian hormone dari regimen estrogen, atau estrogen dan
progesterone. Selain itu, penting untuk mengetahui sediaan pbat pengganti
hormone tersebut, apakah berbentuk herbal, tablet, atau bahan olahan kedelai.
6. Kontrasepsi
a) Metode kontrasepsi saat ini. Jika pasien premenopause dan aktif secara seksual
dengan laki-laki, penting untuk bertanya tentang metode kontrasepsi saat ini,
apakah ia puas dengan metode ini atau ada keinginan untuk menggantinya
b) Metode kontrasepsi sebelumnya yang pernah digunakan. Sebuah daftar metode
kontrasepsi masa lalu harus diperoleh, termasuk kapan digunakannya,
komplikasi yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi tersebut, dan mengapa
pasien menghentikan penggunaannya.
110
110
110
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
8. Riwayat Infeksi
Tanyakan mengenai riwayat penyakit menular seksual dan cara
penanganannya.
Riwayat mengalami vulvo-vaginitis atau bacterial vaginosis
Riwayat salphingo-oophorotis (Pelvic Inflamatory Desease)
9. Riwayat Kesuburan
Penting untuk mengetahui riwayat kesuburan sebelumnya.Tanyakan apakah
ada gangguan fertilitas sebelumnya.Bila ada, tanyakan riwayat kesuburannya,
sebelum dan sesudah terapi.
111
111
111
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
112
112
112
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
113
113
113
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
dapat mengalami sembelit dan mungkin perlu menekan perineum agar bisa
buang air besar.
4) Vaginal Dicharge. Pasien harus ditanya tentang perubahan atau peningkatan
cairan vagina, dan jika ada, apakah disertai gatal di sekitar vulvo-vagina, rasa
terbakar dan bau tidak wajar.
5) Vagina kering. Kekeringan atau penurunan lubrikasi vagina dapat dikeluhkan
ketika tingkat estrogen rendah seperti pada saat postpartum danpada saat
menopause. Atau difiirkan adanya kemungkinan sindrom Sjögren.
6) Lesi vulva. Karakteristik lesi harus ditanyakan mulai dari perjalanan
pertumbuhan lesi, hingga besar dan dalam lesi. Dan apakah sudah menjadi
suatu lesi yang ulseratif.
7) Vulva terasa gatal atau terbakar. Pasien harus ditanya tentang gejala gatal di
vulva dan rasa terbakar, yang mungkin menjadi gejala vulvo-vaginitis,
dermatitis kontak, atau vestibulitis. Gejala ini juga dapat berhubungan dengan
kondisi seperti lichen simpleks, lichen sclerosus et atrophicus, neoplasia
intraepitel vulva, dan karsinoma vulva.
8) Disfungsi seksual. Gejala disfungsi seksual pada organ ginekologidapat dibagi
menjadi beberapa kategori seperti :kelainan gairah (libido menurun), nyeri
dengan hubungan seksual (dispareunia), dan ketidakmampuan untuk mencapai
orgasme (anorgasmia).
ii. Gejala-Gejala Saluran Kencing.
a) Gejala infeksi saluran kemih meliputi disuria, frekuensi kencing, urgensi
kemih, dan hematuria.
b) Gejala urolithiasis termasuk nyeri panggul dan hematuria.
c) Inkontinensia Urin. Inkontinensia urin dapat dialami dengan berbagai kondisi,
termasuk infeksi saluran kemih, kelainan kongenital, vesiko-atau fistula
uretero-vagina, sistokel atau cystourethrocele, ketidakstabilan detrusor, dan
berbagai kondisi neurologis. Penting diketahui kapan inkontinensia terjadi
114
114
114
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
(terus menerus, dengan kegiatan seperti batuk, bersin, atau berjalan, dalam
perjalanan ke kamar mandi, atau dengan rangsangan seperti menyalakan air atau
mendengar gemerincing kunci).
d) Retensi Urin. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin mungkin disebabkan
oleh kompresi uretra (misalnya, oleh leiomyoma atau edema periurethral) atau
terjadi setelah prosedur bedah panggul. Pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap juga dapat terjadi pada pasien dengan sistokel.
iii. Gejala-Gejala Gastrointestinal
Pasien harus ditanya tentang gejala mual,muntah, konstipasi, diare berdarah, dengan
atau tanpa tinja, nyeri buang air besar dengan, dan inkontinensia tinja atau flatus.
Pasien dengan Irritable Bowel Syndromesering mengeluhkan konstipasi atau
bahkan diare yang berhubungan dengan kram perut.Inkontinensia tinja atau flatus
dapat dikeluhkan setelah luka pada sfingter anal selama persalinan, atau pada
fistula anal atau rektovaginal.
b. Payudara.
Pasien harus ditanya tentang adanya massa pada payudara, nyeri, dan riwayat
biopsi payudara. Ketika diketahui terdapat massa, tanyakan sudah berapa lama
munculnya, dan apakah ukurannya berubah sesuai siklus menstruasi. Discharge
payudara harus ditanyakan apakah pada satu sisi atau dua sisi, dan juga warna dischare
payudaranya. Galaktorea (keluarnya airsusu) dapat unilateral atau bilateral, dan
kemungkinan terjadi pada hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, dan dengan penggunaan
obat-obatan tertentu, termasuk kontrasepsi oral. Discharge berdarah unilateral biasanya
terjadi pada intraductal papilloma. Sebuah Discharge kehijauan unilateral dapat terjadi
pada ektasia duktal.Nyeri ringan pada saat menstruasi adalah hal yang wajar, hal ini
terkait dengan proses hormonal. Nyeri lebih lama atau berat dapat dikaitkan dengan
adanya perubahan fibrokistik pada payudara.
115
115
115
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. DAFTAR PUSTAKA
B. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan
ginekologi seperti keputihan (fluor albus), dismenorea, menorhagia,
metroragia, polimenorhagia, PUD, dll
2) Hasil anamnesis yang telah dibuat akan dijadikan bahan latihan pada
pertemuan kedua
116
116
116
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
4 Informed consent
ITEM PROSEDURAL
5 Menanyakan Identitas Pasien
6 Menanyakan keluhan utama dan tambahan
Menanyakan riwayat penyakit sekarang
KU pasien sekarang
keluhan baru (pertama kali) atau lama
keluhan bersifat kronis, berulang atau terus menerus
karakteristik masalah yang terkait misal :
- nyeri (lokasi, tingkat keparahan nyeri, dan sifatnya
(misalnya, tajam, tumpul, seperti keram), faktor
yang memperburuk, faktor yang meringankan, dan
apakah rasa sakit menjalar ke lokasi lain)
7
- pendarahan (warna, segar atau tidak, frekuensi,
intensitas, dan durasi aliran, dan apakah pasien
mengalami kelelahan atau perasaan kepala yang
melayang)
- benjolan (warna, bentuk, simetris atau tidaknya,
batas, sesuai warna sekitar, panas, nyeri, bisa
digerakkan, dan lainnya)
mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak
pengobatan sebelumnya dan hasilnya
Menanyakan riwayat menstruasi
haid pertama (menarche)
8
Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Pola Menstruasi dan gejala yang terkait
Khusus pasien Perimenopause/menopause
Pola menstruasi
Gejala/keluhan yang berhubungan (hot flushes, berkeringat
9
malam hari, ingatan melemah, gangguan tidur, vagina
kering dan libido menurun)
Adakah terapi penggantian homon
Menanyakan riwayat Kontrasepsi
10
117
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
14
aksin HPV)
Menggali informasi mengenai aspek sosial pasien dan
17
keluarganya.
ITEM PENALARAN KLINIS
Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan
18
terhadap apa yang dikatakan pasien)
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
19
jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
20 Mencatat semua hasil anamnesis
21 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
22 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
23 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
118
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pemeriksaan Ginekologi
Oleh : dr. Oktadoni Saputra, M.Med.Ed; dr. Dian Isti Angraini, M.P.H; dr. Fajriani D
dr. Efriyan Imantika, M.Sc., Sp.OG
1. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan ginekologi
2. Tujuan
1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina
dan serviks
3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina,
serviks, korpus uteri dan ovarium
4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita,
palpasi kantung douglas, uterus dan adneksa
5) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal
3.Level Kompetensi
Keterampilan Level Kompetensi
Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita -1- -2- -3- -4-
Pemeriksaan spekulum : inspeksi vagina dan -1- -2- -3- -4-
serviks
Pemeriksaan bimanual : palpasi vagina,
-1- -2- -3- -4-
serviks, korpus uteri dan ovarium
Pemeriksaan rektal wanita : palpasi kantung
-1- -2- -3- -4-
douglas, uterus dan adneksa
Pemeriksaan rektovaginal -1- -2- -3- -4-
119
119
119
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Handuk bersih dan kering
Pemeriksaan Pelvik
120
120
120
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
7.Prosedur
B. PEMERIKSAAN PELVIK
1. Inspeksi
Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya
daerah vulva, dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan
atau hygiene daerah genital secara umum atau adanya kelainan yang mencolok.
Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah :
1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau
feminin) dan kelainan pada folikel rambut pubes
2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus,
leukoplakia, tumor)
3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak)
4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor)
5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan,
pembengkakan, atau penonjolan)
6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi,
pemendekan karena sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior
(utuh atau sudah rupture)
7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang
vagina)
121
121
121
121
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya
dilakukan pada pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual.
Ada berbagai macam speculum, tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum
Graves dan speculum
Sims.
Gambar 4.
Spekulum Spekulum Graves
& Sims
Spekulum
Graves
122
122
122
122
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
123
123
123
123
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
124
124
124
124
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan
jelas. Apabila visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi
discharge, maka vagina dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya
discharge harus diamati lebih jelas dan dicatat perihal banyaknya, jenis atau
konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil tampak dengan jelas,
serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan
adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi,
pertumbuhan polips serta tumor.
Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati
dinding vagina. Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya
ptekie, varises, granulasi, ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya
dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya tumor.
C. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara:
1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa
dengan lubrikan atau desinfektan
2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan
pemeriksa masuk ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara
perlahan-lahan dan sehalus mungkin)
3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik
4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan
organ mana yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa
terbalik tergantung kebiasaan pemeriksa)
5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus,
adneksa atau parametrium, dan keseluruhan rongga panggul.
6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah
luar genital (vulva dan sekitarnya).
7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut
dan tidak boleh ada yang terlewatkan.
Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain:
Vagina
Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini)
Ketegangan (kuatnya) dinding vagina
Ada tidaknya sistokel atau rektokel
Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)
Penonjolan fornix & cavum Douglasi
Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum)
125
125
125
125
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Serviks Uteri
Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
Besar dan bentuk serviks uteri
Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)
Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah
pergerakan, slinger pain)
Uterus
Bentuk uterus
Ukuran atau dimensi uterus
Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi,
sinistro, dekstroposisi)
Konsistensi (kenyal, padat)
Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)
Mobilitas uterus
Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
Ada tidaknya kelainan bawaan
Parametrium
Strutur adneksa ( tuba, ovarium)
Ruang di parametrium (longgar, memendek)
Ada tidaknya sakit pada perabaan
Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi,
mobilitas, hubungan dengan alat sekitarnya)/
Adanya infiltrasi keganasan
126
126
126
126
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
127
127
127
127
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
posisi Sim’s dan posisi litotomi. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rektal,
tangan luar diletakkan di atas sympisis. Pada pemeriksaan RT wanita ini dilakukan untu
menilai sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen. Palpasi serviks
uterus melalui dinding rektal anterior. Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan
dapat digerakkan.
128
128
128
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
129
129
129
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
8.Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
130
130
130
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
9.Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Ginekologi
132
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
133
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
1.Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan Pap Smear dan Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA).
2.Tujuan
A. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Pap Smear
B. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat dan mengintepretasikan hasilnya
3.Level Kompetensi
Keterampilan Level Of Expexcted Ability
Melakukan swab vagina -1- -2- -3- -4-
Duh (discharge) genital: bau, pH, pemeriksaan -1- -2- -3- -4-
dengan pewarnaan Gram, salin, dan KOH
Melakukan Pap’s smear -1- -2- -3- -4-
Melakukan IVA -1- -2- -3- -4-
q) Cotton bud
r) Lidi kapas steril
s) Tabung reaksi yang ditutup kapas berlemak
t) Larutan garam fisiologis
5.Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan
dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak
encer, tidak gatal dan berbau amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan
belakangan. Riwayat dan siklus haid normal, pemakaian kontrasepsi disangkal,
pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+) sejak beberapa bulan
terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-kadang flek-flek
darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan
Ispeksi Visual Asetat (IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.
A.SWAB VAGINA
Swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya mengambil sediaan seperti
lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Tujuan dilakukan swab
vagina :
1) Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu
mengalami discharge (keputihan) yang banyak/ abnormal dari vagina.
2) Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan
menggunakan bantuan bawah mikroskop.
135
135
135
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
vaginalis. Di samping itu dapat disebabkan oleh jamur, umumnya Candida albicans.
Fluor albus fisiologik pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah
portio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior
vagina. Fluor albus fisiologik ditemukan pada:
a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari. Di sini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor
albus di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada
orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada
wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri.
Sedang fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:
a. Vaginosis bakterialis
b. Infeksi
1) Bakteri: Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae
2) Jamur: Candida albicans
3) Protozoa: Trichomonas vaginalis
4) Virus: Virus Herpes dan Human Papilloma Virus 2
c. Iritasi
1) Sperma, pelicin, atau kondom
2) Sabun cuci dan pelembut pakaian
3) Deodorant dan sabun
4) Cairan antiseptik untuk mandi
5) Pembersih vagina
6) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat
7) Kertas tisu toilet yang berwarna
d. Tumor atau jaringan abnormal lain
e. Fistula
f. Benda asing
g. Radiasi
h. Penyebab lain
1) Psikologi: Volvovaginitis psikosomatik
2) Tidak diketahui: “Desquamative inflammatory vaginitis”
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina
bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan
penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa
136
136
136
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi
normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina
yang terlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, dan penggunaan pil KB.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang
dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,
glikogen, pH vagina, dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus
menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi
dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, Lactobacillus (Döderlein) dan
produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8 – 4,5
dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain
2) Vaginosis bakterialis
Vaginosis bakterialis merupakan kondisi vagina yang sering dialami oleh
wanita usia reproduktif. Vaginosis bakterialis mempunyai mikrobiologi yang
kompleks; dua organisme, Gardnerella vaginalis dan spesies Mobiluncus, adalah
spesies yang paling dikaitkan dengan proses penyakit (Brooks, 2007). Nama lain
dari vaginosis bakterialis adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis,
Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan
anaerobic vaginosis.
Faktor risikonya adalah hubungan seksual pertama pada usia muda,
perokok, pasangan seksual yang banyak, penggunaan alat kontrasepsi intrauterin,
pembersih vagina, ras, dan aktivitas homoseks diperkirakan menjadi faktor resiko
vaginosis bakterialis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara
berlebihan sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan
hilangnya dominasi Lactobacillus yang berkhasiat menghambat pertumbuhan
kuman lain. Pada wanita normal dijumpai koloni strain Lactobacillus yang mampu
memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita vaginosis bakterialis terjadi penurunan
jumlah populasi Lactobacillus secara menyeluruh, sementara populasi yang masih
tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.
Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh
kuman anaerob juga bertambah, yaitu karena adanya dekarboksilase mikrobial.
Senyawa amin dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan
menimbulkan bau amis. Poliamin asal bakteri bersamaan dengan asam organik yang
terdapat dalam vagina bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina.
Kumpulan eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH alkalis,
Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan
membentuk clue cells.
Pada wanita dengan vaginosis bakterialis, keluhan berupa adanya duh
tubuh vagina ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih
menusuk setelah senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul
rasa gatal dan terbakar akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan
137
137
137
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
dan edema pada vulva. Terdapat 50% kasus bersifat asimptomatik. Pada
pemeriksaan terdapat adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen,
berbau, dan jarang berbusa. Gejala peradangan umumnya tidak ada
B.PAP SMEAR
1. Definisi
Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara tidak
sengaja mengamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil dari pasien
kanker serviks. Penggunaan materi seluler dari serviks dan vagina untuk diagnosis kanker
serviks ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1928 dan selanjutnya tehnik
pengumpulan sel-sel dari vagina mengalami perbaikan dari penghapusan vagina,
spatula ayre, dan cytobrush. Apabila hasil pap smear abnormal, perlu dipastikan
melalui pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi.
Pap smear merupakan prosedur atau pemeriksaan sitologis yang dilakukan
untuk skrining perubahan sel, lesi pre kanker atau kanker pada leher rahim dengan
metode usapan (smear) lendir leher rahim pada objek gelas yang kemudian diperiksa
secara mikroskopik
3. Prosedur
138
138
138
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
139
139
139
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
4. Hasil
Adapun hasil pemeriksaan sitologi dari pap smear dinyatakan dengan
klasifikasi menurut WHO, klasifikasi lain menurut sistem papanicolaou, sistem
bethesda dan sistem NIS. Secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Sitologi Histologi
Sistem
Sistem WHO Sistem Bethesda Klasifikasi NIS
Papanicolaou
Klas I Normal Dalam batas normal -
Perubahan reaktif atau
Klas II Atipik perubahan reparatif : -
ASCUS
Klas III Displasia ringan Low-grade SILa NIS-1
Klas III Displasia sedang High-grade SIL NIS-2
Klas III Displasia berat High-grade SIL NIS-3
Klas IV Karsinoma in situ High-grade SIL NIS-3
Karsinoma sel Karsinoma sel
Klas V Karsinoma sel skuamosa
skuamosa invasif skuamosa
Klas V Adenokarsinoma Adenokarsinoma Adenokarsinoma
a
= Termasuk perubahan yang disebabkan oleh infeksi HPV
ASCUS = Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance
SIL = Squamous Intraepithelial Lesion; NIS = Neoplasia Intraepithelial
140
140
140
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Gambar 16. Hasil Pemeriksaan PAP SMEAR (staging derajat lesi prekanker)
141
141
141
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Merupakan metode terbaru untuk screening keganasan dan lesi prakanker pada
serviks dengan menggunakan asam asetat melalui metode pengamatan langsung.
Pemeriksaan IVA pertamakali diperkenalkan oleh Hinselman ( 1925 ) dengan
cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3%.
Adanya tampilan ” bercak putih ” setelah pulasan asam asetat kemungkinan diakibatkan
lesi prakanker serviks. Cara ini kemudian dikembangkan oleh WHO sejak tahun 1990 di
India, Thailand dan Zimbabwe.
Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes Pap adalah tidak
memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera
disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan.Data terkini menunjukan bahwa
pemeriksaan IVA paling tidak sama efektifnya dengan tes Pap.
3. Keuntungan/kelebihan
Tehnik ini mudah, murah dan praktis
Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan dan dokter umum disetiap tempat pemeriksaan kesehatan
ibu.
Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan sangat sederhana
Interpretasi hasil cepat dan mudah
Sensitivitas dan spesifisitas baik untuk mendeteksi lesi prekanker
5. Prosedur
Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pemeriksaan ginekologi dengan inspekulo
sebelum pemeriksaan bimanual (periksa dalam)
Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan asam
asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada serviks
Amati perubahan warna yang terjadi (setelah 20 detik)
142
142
142
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
(Negatif) (Positif)
Dicurigai Kanker
Daftar Pustaka
143
143
143
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal;
Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi
Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan
Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim
Keterampilan Medik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill
Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams &
Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan
Kanker Serviks di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Himpunan Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia. Malang, April 2008.
Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20d
i%20Indonesia.pdf
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, Siswanto A. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center
for Reproductive Health, Department of Public Health, Faculty of Medicince
Gadjah Mada University. Didownload dari : http://chnrl.net/mkia-
kr/files/CaCervic-texfinal.pdf
Evaluasi
Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Pap Smear dan IVA
Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, Salam, Sapa
2 Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
3 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
II Item Prosedural
INSPEKULO
Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih
4 Periksa alat dan bahan yang diperlukan
5 Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
6 Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi litotomi
7 Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat ditepi meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan, termasuk melepas
8
cincin, jam dsb.
144
144
144
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
145
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
146
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
KONSELING KONTRASEPSI
Oleh : dr.Dian Isti Angraini, M.P.H.
A. Tema
Keterampilan komunikasi interpersonal (KIP) atau konseling kontrasepsi.
B. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan konseling kontrasepsi
C. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills Level Of Expected Ability
Konseling kontrasepsi -1- -2- -3- -4-
E. Skenario
Ketika anda sedang bertugas di poliklinik FK Unila, datanglah Ny. S,
35 tahun, didampingi oleh suaminya. Pasangan suami istri ini telah memiliki
anak 3 dan anak ke-3 berumur 2 bulan. Ny. S berkeinginan untuk
menggunakan alat kontrasepsi. Tetapi masih bingung mau memakai apa. Anda
sebagai dokter lalu melakukan konseling kontrasepsi.
F. Dasar Teori
147
147
147
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
1. Definisi
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan
panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang
mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan
jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Konseling merupakan
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah
yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang
mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta,
harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk
mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang
seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program
kontraspesi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk
meningkatkan kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia
menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan
kelahiran. Menurut BKKBN, konseling ber-KB merupakan proses pertukaran
informasi tentang KB dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu
klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan
yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi klien.
2. Tujuan Konseling kontrasepsi
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
a. Menyampaikan informasi dan pilihan pola reproduksi
b. Memilih metode KB yang diyakini
c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif
149
149
149
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
150
150
150
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
c) Konseling
Konseling KB antara lain:
Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan
Menjadi pendengar aktif
Menjamin klien penuh informasi
Membantu klien membuat pilihan sendiri.
7. Peran Konselor KB
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada pelayanan
keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang konselor
adalah sebagai berikut:
Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat
pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang
berbagai metode kontrasepsi yang tersedia.
Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
Ciri Konselor Efektif :
Memperlakukan klien dengan baik.
Berinteraksi positif dalam posisi seimbang.
Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta
tidak berlebihan.
Mampu menjelaskan berbagai mekanisme dan ketersediaan metode
kontrasepsi.
Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang
sesuai dengan kondisinya.
8. Perubahan pada konseling akseptor KB
Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Ada juga yang mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun
151
151
151
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
152
152
152
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang
paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk
menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.
J : Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya.
U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien
akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi
jika dibutuhkan.
153
153
153
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G.Prosedur
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Tanyakan kepada pasien mengenai kontrasepsi yang diketahuinya dan yang
diinginkan
3. Berikan informasi mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi, keuntungan dan
kerugiannya, pilihan yang bisa digunakan pasien, serta gambaran kontrasepsi
yang diinginkan pasien.
4. Bantulah pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan
dan pilihan pasien. Bila berbeda berikan lagi informasi yang dibutuhkan
pasien. Beri dukungan pasien untuk memilih jenis kontrasepsi yang akan
diagunakan.
5. Bila sudah ditentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan, berikan
penjelasan mengenai cara pemakaiannya.
6. Rencanakan kunjungan ulang kapan pasien akan dilakukan pemasangan alat
kontrasepsi, pemberian alat kontrasepsi atau pemilihan jenis kontrasepsi bila
pada pertemuan ini belum ditetapkan pilihan jenis kontrasepsi.
154
154
154
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
H.Daftar Pustaka
Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker
Payudara. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat
Jendreal PP & PL. Jakarta.
Google photo search. www.google.com.
155
155
155
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. Tema pembelajaran
Keterampilan prosedural Pemasangan dan Pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)/ IUD
B. Level Kompetensi
Keterampilan/ Skills Level of expected ability
Advise about contraception -1- -2- -3- -4-
Insertion I.U.D -1- -2- -3- -4-
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pemasangan IUD
2. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan IUD
156
156
156
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Menurunkan motilitas
sperma melalui
kavum uteri
157
157
157
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kelebihan :
Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,81 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama
penggunaan (Copper T 380A)
Segera efektif dan efek sampingnya sedikit
Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika menggunakan
Copper T 380A)
Tidak mengganggu proses sanggama
Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas
Tidak mengganggu produksi ASI
Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu kembali ke
klinik jika tak ada masalah
Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih
Tidak mahal (CuT380A)
Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin)
Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert)
Keterbatasan:
Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan PMS sebelum pakai
Insersi dan pencabutan dilakukan oleh petugas terlatih
Perlu deteksi benang AKDR (setelah menstruasi) jika terjadi kram, perdarahan
bercak atau nyeri
Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan
pertama (terutama CuT)
Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan
Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat insersi AKDR
Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya Progestasert)
Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut dengan infertilitas bila
pasangannya risiko tinggi PMS (misalnya: HBV, HIV/ AIDS)
AKDR sesuai untuk wanita usia reproduksi yang:
Ingin kontrasepsi efektifitas dan jangka panjang
Sedang memberikan ASI
Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI
Pascakeguguran
Risiko rendah terhadap PMS
Pelupa/tidak ingat untuk minum pil setiap hari
Tidak suka/tidak boleh pakai kontrasepsi hormon
Membutuhkan kontrasepsi darurat
158
158
158
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
159
159
159
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. PROSEDUR
1. PEMASANGAN AKDR:
160
160
160
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Pemeriksaan panggul
7. Pastikan pasien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci area genitalia
dengan menggunakan sabun dan air.
8. Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan kain bersih.
9. Bantu pasien untuk naik ke meja pemeriksaan
10. Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di
daerah supra pubik
11. Kenakan kain penutup pada pasien pasien untuk pemeriksaan panggul
12. Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13. Pakai sarung tangan DTT
14. Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam wadah
steril atau DTT
15. Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
16. Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh (discharge) vagina
17. Masukkan spekulum vagina
18. Lakukan pemeriksaan inspekulo:
• Periksa adanya lesi atau keputihan pada vagina
• Inspeksi serviks
19. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali pada tempat semula
dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum digunakan
20. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada kehamilan
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
21. Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi):
• Kesulitan menentukan besar uterus retroversi
• Adanya tumor pada Kavum Douglasi
22. Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5%, kemudian buka
secara terbalik dan rendam dalam klorin
161
161
161
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Tindakan pascapemasangan
42. Rendam seluruh peralatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi
43. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan sekali pakai)
ke tempat yang sudah disediakan
44. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara terbalik dan rendam
dalam klorin 0,5%
45. Cuci tangan dengan air dan sabun
46. Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit sebelum
memperbolehkan pasien pulang
163
163
163
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Konseling pascapemasangan
47. Ajarkan pasien bagaimana cara memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus
dilakukan
48. Jelaskan pada pasien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping
49. Beritahu kapan pasien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
50. Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10 tahun
51. Yakinkan pasien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan
konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan AKDR tersebut dicabut
52. Minta pasien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan
53. Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk pasien
2. PENCABUTAN AKDR:
Konseling pra pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
2. Tanyakan tujuan dari kunjungannya
3. Tanyakan apa alasannya ingin mencabut AKDR tersebut dan jawab semua
pertanyaannya
4. Tanyakan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien ingin mengatur jarak
kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
5. Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan pada saat
proses pencabutan dan setelah pencabutan
Prosedur pencabutan
11. Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
12. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
13. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
14. Jepit benang yang dekat serviks dengan klem
15. Tarik keluar benang secara mantap tetapi hati-hati untuk mengeluarkan AKDR
16. Tunjukkan AKDR tersebut pada klien, kemudian rendam dalam klorin 0,5%
164
164
164
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
H. Daftar Pustaka
I. Evaluasi
Cek List Latihan Pemasangan AKDR/IUD pada Model Uterus
165
165
165
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
Konseling Pra Pemasangan
1 Senyum, salam dan sapa
2 Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan AKDR
Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan
3
kekhawatiran terkait dengan AKDR
Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan
tidak ada masalah kesehatan untuk menggunakan AKDR
Riwayat kesehatan reproduksi:
• Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan haid
• Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
• Riwayat kehamilan ektopik
4 • Nyeri yang hebat setiap haid
• Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
• Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit Menular
Seksual (PMS) atau infeksi panggul
• Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
• Kanker serviks
Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
5 jelaskan apa yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan.
Informed consent dan berikan jaminan akan kerahasiaan yang
6
diperlukan klien
Pemeriksaan Panggul
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan mencuci
7
area genitalia dengan menggunakan sabun dan air.
Cuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, keringkan dengan
8
kain bersih.
9 Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan atau
10
kelainan lainnya di daerah supra pubik
11 Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
12 Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
13 Pakai sarung tangan DTT
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan
14
dalam wadah steril atau DTT
15 Lakukan inspeksi pada genitalia eksterna
Palpasi kelenjar Skene dan Bartolini amati adanya nyeri atau duh
16
(discharge) vagina
166
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek
48
samping
49 Beritahu kapan klien harus datang kembali ke klinik untuk kontrol
Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A adalah 10
50
tahun
Yakinkan klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila
51 memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik atau bila menginginkan
AKDR tersebut dicabut
Minta klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah
52
diberikan
Lengkapi rekam medik dan kartu AKDR untuk klien
53
54 Percaya diri, minimal error
Umpan
No Prosedur/langkah klinik yang dinilai
Balik
I Item Interaksi Dokter Pasien
1 Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda
Tanyakan tujuan dari kunjungannya, apa alasannya ingin mencabut
2 AKDR tersebut dan tujuan reproduksi (KB) selanjutnya (apakah klien
ingin mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
Jelaskan proses pencabutan AKDR dan apa yang akan klien rasakan
3
pada saat proses pencabutan dan setelah pencabutan
4 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
Tindakan Pra Pencabutan
Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kencingnya dan mencuci
5
area genitalia dengan menggunakan sabun dan air
6 Bantu klien naik ke meja pemeriksaan
7 Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
8 Pakai sarung tangan DTT yang baru
Atur penempatan peralatan dan bahan-bahan yang akan dipakai dalam
9
wadah steril atau DTT
II Prosedur Pencabutan
Lakukan pemeriksaan bimanual:
• Pastikan gerakan serviks bebas
10
• Tentukan besar dan posisi uterus
• Pastikan tidak ada infeksi atau tumor pada adneksa
11 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
169
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
170
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi implan ini
merupakan salah satu keterampilan klinis yang diharapkan agar mahasiswa mampu
melakukan prosedural pemasangan dan pencabutan implan secara baik dan benar
kepada para akseptor Keluarga Berencana.
B. Tujuan
Pemasangan Implan
Mahasiswa mampu mempersiapkan pemasangan implan
Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan implan
Mampu menempatkan kembali alat-alat sesudah dipakai
Pencabutan implan
Mahasiswa mampu mempersiapkan pencabutan implan
Mampu melaksanakan pencabutan implan
C. Level Kompetensi
Level Kompetensi
No Kompetensi
SKDI Target Capaian
1 Pemasangan dan Pencabutan Implan 4 4
171
171
171
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. Skenario
Ny. Implan, usia 30 tahun, P 4A0 datang ke praktek saudara untuk
berkonsultasi tentang metode KB. Setelah anda memberikaan konseling mengenai
alat kontrasepsi, Ny. Implan ingin menggunakan KB Susuk dikarenakan belum
ingin punya anak lagi untuk beberapa tahun kedepan tetapi belum mau di tubektomi
dan menolak untuk dipasang IUD karena takut efek sampingnya setelah mendengar
cerita dari teman-temannya. Anda kemudian menjelaskan lebih mendalami tentang
implan dan melakukan pemasangannya pada Ny. Implan.
172
172
172
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
jauh. pemerintah saat ini malalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) sedang menggalakkan pemasangan implan 2 plus dan implant 2 fin yang
terdiri dari satu paket alat pemasangan implant dan sudah tersedia di pasaran atau
di sarana kesehatan milik pemerintah.
Indikasi kontra pemasangan susuk KB adalah seperti indikasi kontra
kontrasepsi progestrogen lainnya, yaitu didapatkan atau dicurigai ada kehamilan,
penyakit hati yang akut, ikterus, perdarahan uterus abnormal yang tidak diketahui
penyebabnya, penyakit tromboembolik atau tromboflebitis, penyakit vaskuler otak
atau kelainan pembuluh darah koroner jantung, dan keganasan payudara. Indikasi
kontra yang lain adalah menyangkut adanya kelainan-kelainan pada kulit yang
dipasangi misalnya adanya peradangan (abses) dan sikatriks.
Saat pemasangan yang terbaik dilakukan pada saat menstruasi dan dapat
juga dilakukan 5-7 hari sesudah menstruasi selesai, agar terhindar dari resiko
kehamilan. Pascapersalinan (3-4 minggu), bila tidak menyusukan bayinya,
Pascakeguguran (segera atau dalam 7 hari pertama), atau yang sedang menyusukan
bayinya secara eksklusif ( di pasang lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan
sebelum 6 bulan pascapersalinan).
Alat yang digunakan adalah Trokar dan set bedah minor yang lain. Alat
yang digunakan harus steril dan dengan prosedur yang aseptik. Trokar adalah
piranti utama untuk pemasangan susuk KB, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti
jarum dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter tabung silastik dan
didalamnya dilengkapi dengan suatu pendorong. Adapun prosedur pemasangan dan
pencabutan dapat dilihat pada item prosedural berikut.
173
173
173
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. Prosedur
1. Pemasangan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Memasang Implan-2
Konseling Pra Pemasangan
5. Sapa klien dengan ramah dan hangat
6. Tanyakan tujuan reproduksi dan alasan penggunaan Implan 2
7. Pastikan klien calon pengguna yang sesuai untuk Implan 2
8. Pastikan klien memahami efek samping, alasan memilih dan kekhawatiran
terkait dengan Implan 2
9. Jelaskan proses dan apa yang dirasakan klien selama dan setelah pemasangan
Implan 2
28. Tarik pendorong keluar, masukkan kapsul kedua dan dorong dengan
pendorong ke ujung trokar hingga terasa tahanan
29. Tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul 2 di
subdermal
30. Tahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga
keluar seluruhnya melalui luka
31. Periksa kembali kedua kapsul telah terpasang di subdermal pada posisi yang
telah direncanakan
2. Pencabutan Implan
Ketrampilan Klinik Dan Konseling Pencabutan Implan-2
Konseling Pra Pencabutan
1. Sapa klien dengan ramah dan hangat
2. Tanyakan alasan klien untuk mencabut Implan-2 dan rencana KB selanjutnya
3. Jelaskan proses pencabutan Implan-2 dan rencana pasang ulang atau kondisi
setelah pencabutan
Tindakan pencabutan implan-2
Persiapan
4. Pastikan klien telah mencuci lengannya sebersih mungkin
5. Atur posisi lengan, tentukan lokasi kapsul dan tempat insisi
6. Pastikan ketersediaan instrumen steril atau DTT
Tindakan pra pencabutan
7. Cuci dan keringkan tangan
8. Pakai sarung tangan steril atau DTT
9. Usapkan larutan antiseptik di area insisi dan pasang doek steril
175
175
175
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
176
176
176
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
H. Daftar Pustaka
177
177
177
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Evaluasi
180
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. TEMA
Keterampilan prosedural insisi abses bartolini (marsupialisasi)
B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur insisi
abses bartolini
D. SKENARIO
E. DASAR TEORI
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di
bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai
181
181
181
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar
ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk
memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.
Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi
penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari
bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina,
sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore
serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus
dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar
Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah
mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang
paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian
eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut.
tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar
Bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita
usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga
menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.Sumbatan ini biasanya
merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin
dengan diameter 1-3 cms eringkali asimptomatik. Sedangkan kistayang berukuran lebih
besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat
dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses
Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat
dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial.
Pasien dengan kista dapat memberi gejala berupa pembengkakan labial tanpa
disertai nyeri. Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:
Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.
Dispareunia
Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge ( sangat
mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Tindakan penatalaksanaan abses bartolini salah satunya dengan melakukan
insisi abses bartolini (marsupialisasi). Marsupialisasi merupakan suatu insisi vertikal
pada bagian tengah kista. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan
saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan
dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted
menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah
prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur marsupialisasi
adalah sekitar 5-10 %.
F. PROSEDUR
183
183
183
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
G. DAFTAR PUSTAKA
Wheeless CR, Roenneburg ML. Bartholin’s Gland Cyst Marsupialization: Atlas of
Pelvic Surgery. On-line edition.
184
184
184
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
A. TEMA
Keterampilan prosedural episiotomi, ruptur perineum dan penjahitan luka
B. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur ruptur
perineum dan penjahitannya
- Mahasiswa mengetahui indikasi, tujuan dan mampu melakukan prosedur
episiotomi dan penjahitannya
D. SKENARIO
Seorang wanita, berusia 38 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke klinik Unila
dengan keluhan mules-mules dan keluar darah lendir. Dokter melakukan anamnesa
dan pemeriksaan fisik serta segera mempersiapkan proses persalinan. Karena janin
besar dan ibu adalah primigravida, maka Anda merencanakan melakukan
episiotomi.
E. DASAR TEORI
RUPTUR PERINEUM
Perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator ani).
Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic
outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial
tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.
Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial
(dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus,
perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah
yang superfisial. Otot bulbospongiosus melingkari vagina dan masuk melalui bagian
185
185
185
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4
Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara
vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya
terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian
belakang fouchette vulva dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber
bulbospongiosus, dataran perineal melintang dan otot cincin anus bagian luar.
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo
rectalis, karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot
levator ani bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan
anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara
vagina dan kanal anus.
Anatomi anorektum
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis
dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm
dan terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis.
Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian (subcutaneus / bawah kulit), superfisial
(permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan
puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot halus
yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot
penyambung yang membujur rektum.
186
186
186
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
187
187
187
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk
dalam klasifikasi diatas.
188
188
188
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Jenis Episiotomi
Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan
dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi
yaitu:
a. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
� perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
� sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah
dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi
m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
189
189
189
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
190
190
190
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga
restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.
3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.
4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan.
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.
F.PROSEDUR
192
192
192
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
1) Persiapan
• Bantu ibu mengambil posisi litotomi.
• Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
• Hidupkan lampu sorot.
• Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau
episiotomi,kemudian memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.
• Cuci tangan WHO
• Pakai sarung tangan steril.
• Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan
desinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.
• Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
• Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu.
• Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua.
• Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril yang baru setelah melakukan
pemeriksaan rektum.
• Berikan anastesi lokal
Anestesi Lokal
Masukkan cairan lidokain ke dalam spuit
Tusukkan seluruh jarum dari tepi luka pada perbatasan antara mukosa dan kulit
perineum ke arah perineum. Lakukan aspirasi untuk memeriksa adanya darah
dari pembuluh darah yang tertusuk.
Ulangi seluruh langkah 3 pada sisi lain dari luka. Masing-masing sisi luka akan
memerlukan kira-kira 5 ml lidokain 1%.
Tunggu selama 2 menit dan biarkan anastesia tersebut bekerja dan kemudian uji
daerah yang di anastesia dengan cara dicubit dengan forceps atau disentuh dengan
jarum yang tajam.
Penjahitan laserasi
Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian
dalam vagina.
Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin
himen
Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi.
Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi.
Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas da teruskan
penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan
subkutikuler
193
193
193
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Tusukan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin himen.
Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.
Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
Dengan lembut masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rectum.
Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih aman.
194
194
194
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
jarum menuju sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya
untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan
CPU dalam teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang
sama seperti pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG
menjadi gambar.
Refleksi adalah mekanisme pemantulan intensitas gelombang suara oleh
permukaan medium. Makin besar intensitasnya yang dipantulkan, akan semakin sedikit
intensitasyang ditransmisikan ke dalam medium. Udara dan tulang merupakan medium
yang memiliki daya reflektor sangat kuat, sehingga sulit dilalui gelombang suara.
Cairan darah, dan berbagai jaringan lunakj tubuh memiliki daya reflektor yang lemah,
sehingga mudah dilaui gelombang suara.
Absorpsi merupakan mekanisme perubahan intensitas gelombang suara (energi
mekanis) menjadi energi panas. Jaringan tulang memiliki daya absorpsi yang sangat kuat,
sedangkan cairan /darah dan jaringan lunak tubuh mempunyai daya absorpsi yang lemah.
196
196
196
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
b. USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal.
Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh
janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).
c. USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak
(live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG
4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim. USG 4D adalah hasil penyempurnaan
dari USG 3D. Menggunakan empat dimensi yakni lebar, panjang, kedalaman plus gerak
(dimensi waktu). Sehingga hasilnya lebih detail dan akurat, karena bisa melihat bentuk
janin secara yang nyata. Bahkan mancung atau peseknya hidung janin pun bisa
diketahui. Alat ini dikembangkan pada tahun 1992 oleh seorang peneliti, Kazunori Baba
dari Institute of Medical Electronics, Universitas Tokyo.
197
197
197
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
d. USG Doppler
Pemeriksaan USG yang digunakan untuk menilai aliran darah pada arteri umbilikalis,
arteri mediana cerebri dan arteri uterina. Jika terdapat gangguan aliran akibat adanya
konstriksi atau trombosis. Jika terjadi gangguan aliran darah pada janin atau pada ibu
yang menuju janin, maka akan terjadi gangguan pertumbuhan janin. Penilaian ini
dijadikan salah satu item penilaian kesejahteraan janin.
198
198
198
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Kontraindikasi
hingga saat ini tidak dikenal adanya kontraindikasi pemeriksaan USG dalam kehamilan.
199
199
199
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
REFERENSI
Bone, E. 2001. Bioteknologi dan Bioetika. Kanisius. Yogyakarta.
Rasad, Sjahriar. 2005. Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta:
EGC
http://atem.weblog.com/2008/12/Ultrasonografy-1.html
http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/usg-ultra-sonography/
http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y
=Cyberwoman%7C0%7C0%7C8%7C819
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2008/5/18/kel2.html
https://dwirahayu011.wordpress.com/2013/06/04/usg-ultrasonography/
200
200
200
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
201
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
KONSELING
A. TEMA
Keterampilan komunikasi konseling dan menginformasikan kepada pasien tentang
penyakit, diagnosis, rencana pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi, maupun
rehabilitasi.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu memperagakan komunikasi interpersonal khusus dalam
simulasi kelompok, terutama tentang konseling.
202
202
202
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
D. SKENARIO
Laki-laki, usia 25 tahun dengan masalah kelebihan berat badan datang ke
klinik. Keluhan yang dirasakan kini adalah gampang sekali terengah-engah terutama
bila melakukan aktivitas fisik. Selain itu, tubuhnya gampang sekali banjir keringat yang
membuatnya tidak percaya diri.
Hasil pemeriksaan tanda vital TD 110/90 mmHg Nadi 80x/mnt, RR 20x/m, suhu
36,8oC. Dari hasil pemeriksaan antropometri didapatkan BMI 30. Lingkar perut
102 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil gula darah puasa terganggu
dengan dislipidemia.
Riwayat dalam keluarganya ayah memiliki riwayat obesitas dan darah tinggi,
ibu memiliki riwayat diabetes mellitus. Pasien memiliki kebiasaan tidak pernah
berolahraga, senang makan makanan instan.
E. DASAR TEORI
Tujuan Konseling
Menolong pasien dan atau keluarganya agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa dimengerti
untuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka mendiskusikan persoalannya.
2. Mendapatkan pengertian yang mendalam akan masalah yang mereka hadapi.
3. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan keputusan
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yang spesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang dan
203
203
203
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
bahagia
Peranan Konselor
1. Menyediakan dukungan dan dorongan.
2. Di tahap pengakhiran proses konseling, setelah pasien dan atau keluarganya
dibantu memahami masalahnya baik masalah medik maupun masalah psikososial
yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, tindakan selanjutnya adalah
memberikan tawaran pemecahan masalah yang biasanya dalam keadaan
biasa ada 2 atau 3 opsi yang mempunyai keuntungan dan kelemahan yang
hampir sama, sehingga nantinya akan terjadi pengambilan keputusan yang tepat
oleh pasien dan atau keluarganya.
204
204
204
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Tempat Konseling
1. Tempat dimana konseling dilakukan tentunya harus memenuhi syarat, yakni
adanya privasi dan suasana yang tenang.
2. Ruangan konseling sebaiknya merupakan kamar yang terpisah dari kegiatan
pemeriksaan pasien.
3. Pasien dan atau keluarganya hendaknya duduk dalam ruangan yang nyaman.
Dokter dan pasien serta keluarganya dapat berbincang dengan bebas, serta tidak
ada petugas yang keluar dan masuk ruangan tersebut.
205
205
205
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
F. PROSEDUR KONSELING
206
206
206
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
2. ADVICE
Nasihat/saran terkait penyakit, faktor risiko, penyakit yang mungkin timbul dari
penyakit tersebut, gaya hidup, nutrisi, perilaku, dll. Saran/nasihat disampaikan dengan
jelas, dan tegas bila diperlukan, disesuaikan dengan situasi individu. Dalam
memberikan nasihat dapat dibantu dengan media seperti leaflet, poster, atau media
lainnya.
“Hanya dengan berolahraga ringan akan sangat membantu anda untuk membentuk
kebiasaan yang lebih baik”
“Saya menyadari bahwa menurunkan berat badan itu tidak mudah. Tapi ini adalah hal
yang paling penting untuk kesehatan anda saat ini dan nantinya. Saya bisa membantu
anda merencanakan program untuk masalah anda.”
3. ASSESS
Konselor menilai kesiapan pasien/keluarganya untuk memecahkan masalahnya.
Konselor dapat menggali potensi dan kendala/tantangan yang ada pada
pasien/keluarganya untuk membantu pasien memecahkan masalahnya.
Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Perubahan membutuhkan proses,
bukan sekedar langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali sebelum
berhasil.
4. ASSIST
Mendampingi pasien atau keluarga untuk mendiskusikan permasalahan, serta menyusun
207
207
207
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
solusi bersama.
Intervensi motivasional yang dapat dilakukan bila pasien belum siap atau belum berfikir
untuk melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya dapat menggunakan metode
5R.
Relevance: Tanyakan pasien mengapa perlu melakukan perubahan. Dampak akan lebih
besar bila revelan terhadap keluarganya, situasi sosial, keadaan kesehatan, usia, ataupun
karakteristik pasien lainnya.
Risk: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang dampak potensial negatif dari masalah
kesehatannya saat ini, baik dampak jangka pendek maupun panjang.
Rewards: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang keuntungan/dampak positif dari
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya. Sorot yang paling relevan dengan
keadaan pasien.
Roadblock: Tanyakan/ajak pasien berpikir tentang halangan/tantangan dalam
melakukan perubahan. Halangan yang umum biasanya oleh karena takut gagal, kurang
dukungan, depresi. Catat halangan/tantangan yang mungkin akan dihadapi paisen dan
pikirkan pada saat penatalaksanaan pada pasien (misalnya problem solving,
farmakoterapi)
Repetition: ulangi intervensi motivasional setiap pasien yang kurang termotivasi
berkunjung. Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Bila gagal pada
percobaan awal, beri penjelasan bahwa perubahan membutuhkan proses, bukan sekedar
langkah tunggal, sehingga memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.
Intervensi motivasional tidak hanya dapat dilakukan bila pasien belum siap, setelah
tujuan tercapai pun motivasi dapat terus diberikan pada fase maintenance. Memberikan
selamat dan mendorong untuk tetap melakukan program penting dilakukan.
208
208
208
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Mendiskusikan waktu pertemuan kembali dan target yang diharapkan sudah dipenuhi
oleh pasien. Berikan bantuan selama usaha pasien/keluarganya.
Strategi Konseling
Strategi konseling yang dapat dilakukan:
1. Nasihat/saran yang tegas bila diperlukan
2. Berikan informasi yang jelas dengan menggunakan media
3. Bertanya tapi tidak menginterogasi
4. Ciptakan perhatian pasien tentang kesehatannya, ajak pasien berpikir masalah
kesehatannya, tanyakan apakan pasien pernah mempertimbangkan untuk
melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya.
5. Tunjukkan empati, ajak berkomunikasi
6. Keputusan ada pada pasien
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit
IDI, Jakata;1996
209
209
209
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
H. CEKLIST
Feed Back
No Aspek
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
CONTENT
2 Mempersiapkan kondisi dan suasana ruangan
yang nyaman
3 ASK
4 ADVICE
5 ASSESS
6 ASSIST
7 ARRANGE for Follow up
8 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta
resume dari penjelasan
9 Memberikan informasi tepat sasaran, waktu,
tempat serta cakupan dan dapat diterima pasien
dengan baik
10 Memegang kendali selama komunikasi dan
210
210
210
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
pasien hanya mengeluarkan biaya untuk datang periksa ke puskesmas namun selama sakit
pasien tidak kuat lagi untuk bekerja sehingga istrinya yang mencari nafkah sebagai
pelayan di sebuah rumah makan. Pasien mempunyai anak 2 orang yang keduanya
sekolah SD dan SMP. Penghasilan keluarga pasien pas-pasan bahkan kadang
kekurangan.
Pasien sedikit agak khawatir untuk berobat kembali karena takut dimarahi oleh
dokternya. Selain itu pasien merasa dokter puskesmasnya sekarang agak lebih bertele-
tele dalam melakukan pengobatan. Istri pasien juga takut kalau penyakit ini dinyatakan
menular dia akan diberhentikan dari tempatnya bekerja. Lakukan Konseling dan edukasi
terkait penyakit dan permasalahan pasien!
212
212
212
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
PENYULUHAN MASSAL
Dr. dr. Reni Zuraida, M.Si
A. TEMA
Pada pertemuan pertama mahasiswa belajar secara konsep dan teori tentang komunikasi
massal serta mencoba berlatih dengan instruktur. Sebelum pertemuan kedua diberikan
penugasan ke mahasiswa untuk mempersiapkan materi serta media penyuluhan yang
akan di presentasikan di pertemuan kedua. Judul topik penyuluhan berupa Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Penyuluhan tentang Merokok, Penyuluhan tentang
Kontrasepsi serta penyuluhan tentang penyakit menular seperti TBC, Demam Berdarah
dan Malaria. Pembagian topik ini diberikan oleh instruktur di akhir pertemuan pertama.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN :
a. Tujuan instruksional umum
Mampu melakukan komunikasi massal (penyuluhan kesehatan)
b. Tujuan instruksional khusus
1. Mampu melakukan komunikasi massal dalam lingkup penyuluhan kesehatan
pada masyarakat
2. Mampu memilih metode yang tepat dalam melaksanakan komunikasi massal
3. Mampu membina hubungan yg terjadi antara dokter dengan pasien karena
adanya tanggung jawab & kewajiban profesi dokter terhadap pasien
D. SKENARIO
Seorang mahasiswa kedokteran sedang menjalani Blok IKKOM mendapatkan
tugas untuk melakukan penyuluhan di sebuah desa binaan kampus. Sang mahasiswa
sudah mempunyai topik untuk penyuluhan sesuai dengan kondisi lingkungan di desa
tersebut namun dia bingung bagaismana cara penyampaiannya dan seperti apa format
penyuluhan yang cocok untuk dia lakukan.
213
213
213
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
E. DASAR TEORI
Komunikasi massal merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media)
dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,
bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek
tertentu. (Ardianto, 2004).
Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari komunikasi massal, penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang
berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu
bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan
maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat.
214
214
214
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.
3. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai
dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang–
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat
dengan penyampai informasi.
5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
(Notoatmodjo, 2002):
1. Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga
memperoleh informasi tentang kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang
suatu topik pembicaraan diantara 5–20 peserta (sasaran) dengan seorang
pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota
mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan
oleh masing – masing peserta, dan evaluasi atas pendapat – pendapat tadi
dilakukan kemudian.
4. Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau
peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan
seorang pemimpin.
5. Metode Bermain peran
215
215
215
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
F. PROSEDUR
Langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat:
1. Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui penyuluhan
kesehatan masyarakat.
4. Menyusun perencanaan penyuluhan
5. Menetapkan tujuan
6. Penentuan sasaran
7. Menyusun materi/isi penyuluhan
8. Memilih metoda yang tepat
9. Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
10. Penentuan kriteria evaluasi.
11. Pelaksanaan penyuluhan
12. Penilaian hasil penyuluhan
13. Tindak lanjut dari penyuluhan
G. DAFTAR PUSTAKA
216
216
216
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
FEED
NO ASPEK
BACK
INTERPERSONAL
1 Membina rapport (ramah, salam, sikap terbuka)
2 Memperkenalkan diri (nama, asal instansi)
3 Wajah ramah, senyum, posisi tubuh baik, kontak mata,
berpakaian rapi dan sesuai
CONTENT
4 Pendahuluan
- Menjelaskan tujuan penyuluhan
-Menjelaskan definisi ( bila tentang penyakit)
5 Isi
-Menjelaskan latar belakang
-Menjelaskan isi
-Menjelaskan dengan bahasa yang sesuai dengan
audiens (tingkat pendidikan, suku, sosial ekonomi)
-Menggunakan media (alat bantu peraga, media audio
visual, dll)
-Menyampaikan informasi dengan lengkap
-Memberikan kesempatan pada audiens untuk bertanya
6 Penutup
-Menyampaikan resume (ringkasan, take home
message, persuasif)
-Menutup komunikasi dengan tepat
PROFESSIONALISM
7 Melakukan dengan penuh percaya diri dan kesalahan
minimal
217
217
217
Buku Panduan CSL 5 Edisi Ketiga
218
218
218