Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN INFEKSI ODONTOGENIK YANG BERASAL DARI PULPA DAN PERIODONTAL

Abstrak Biofilm dental adalah seuatu ekosistem bakteri kompleks yang mengalami evolusi, pematangan dan perkembangan, dan menyebabkan infeksi odontogeik. Infeksi ini biasanya terletak di dalam jaringan organ gigi itu sendiri, dan mengikuti suatu jalur kronik evolusi. Namun demikian, bakteri patogen mengeluarkan faktor virulensi dalam biofilm, dan hal bersama dengan perubahan imunitas inang, bisa mnyebabkan eksaserbasi dan penyebaran infeksi ke daerah lain tubuh. Manajemen infeksi odontogenik barus mempertimbangkan fakta bahwa keberhasilan terapi terletak dalam kontrol bahan etiologi infeksi, menggunakan debridement mekanis-kimia dan/atau terapi antimikroba. Teknik debridement mempunyai efek kuantitatif fundamental (dengan mengurangi

ukuran inoculum) dan oleh karena itu jika teknik ini digunakan tersendiri untuk mengontrol infeksi, meskipun ada perbaikan klinis awal yang kadang-kadang terlalu cepat dianggap berhasil, odontopatogen bisa bertahan dan prosesnya terjadi kembali atau menjadi kronis. Pemeriksaan mikrobiologis bisa membantu dalam menentukan keberhasilan terapi dengan cara yang dapat diandalkan, pemeriksaan ini akan menentukan progonsis rekurensi dengan lebih tepat, dan dapat memungkinkan memilih antibiotik yang paling sesuai, sehingga menambah keampuhan perawatan. Terapi antimikroba menghasilkan suatu perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam komposis bakteri dari biofilm, selain mampu bekerja pada tempat yang tidak dapat diakses melalui debridement mekanis. Namun demikian, penggunaan antimikroba yang tidak benar dapat menyebabkan suatu seleksi spesies bakteri resisten dalam biofilm, selain dari efek samping dan perubahan ekologis dalam inang. Untuk meminimalisasi resiko, dan mendapat efek antimikroba maksimum, kita perlu mengetahui dalam keadaan klinis mana penggunaannya diindikasikan, dan kemapuhan dari antibiotik berbeda-beda berkenaan dengan bakteri yang diisolasi dalam infeksi odontogenik.

Kata kunci: infeksi odontogenik, perawatan, diagnosis mikroba, dental biofilm, dental abses

EPIDEMIOLOGI Infeksi odontogenik adalah penyakit paling umum di seluruh dunia dan merupakan alasan dasara pasien untuk mencari perawatan. Infeksi odotogenik darurat yang paling umum adalah abses periapikal (25%), perikoronitis (11%) dan absesperiodontal (7%). Artinya dalam masalah kesehatan juga direfleksikan oleh fakta bahwa 12% antibiotik diresepkan untuk alasan odontologis.

Etiologi Infeksi Odontogenik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa biofil dental adalah bahan etiologis infeksi odontogenik, dan menyatakan biofilm sebagai suatu ekosistem aktif enzim, bakteri proliferatif. Segera setelah bayi lahir, sebuah proses kolonisasi berlangsung dan menghasilkan suatu perkembangan sebuah komunitas pioneer dalam mulut dengan didominasi Streptococcus salivarius. Pada usia enam bulan (saat muncul gigi pertama) komunitas ini memnpunyai keberadaan mayoritas dari S. sanguis dan S. mutans), dan pada saat gigi telah lengkap, ada komunitas heterogen aerobi dan anaerob. Diperkirakan bahwa sekitar 700 spesies bisa berkokonisasi dalam rongga mulut, 400 diantaranya berkooni di daerah subgingiva. Evolusi biofilm adalah proses pergantian autogen berdasarkan atas interaksi bakteri yang muncul melalui kontak fisik, perubahan metabolik, komunikasi melalui pensinyalan (quorum sensing) dan dan perubahan materi genetik. Koagregrasi berdasarkan atas pengenalan spesifik dari spesies bakteri berbeda-beda dan salah satu mekanisme dasar evolusi dan pemeliharaan biofilm. Infeksi odontogenik adalah polimikroba dan campuran. Ia merupakan akibat dari pematangan biofilm yang terdiri dari sebuah perubahan spesies bakteri domian (dari dominasi flora gram positif, fakultatif dan sakharolitik menjadi didominasi flora gram negatif, anaerob, dan proteolitik), hubungan antara morfotipe bakteri berbeda dan peningkatan diversitas bakteri. Fusobacterium nucleatum dianggap sebagap komponen struktural sentral biofilm karena berkoagregrasi dengan

komponen biofilm yang tidak menyebabkan penyakit dan dengan patogen periodontal, odontogenik. Di tahun 1992, Socransky memodifikasi postulat Koch, meletakkan kriteria untuk mengidentifikasi patogen periodontal. Studi biofilm menggunakan teknik hibridisasi DNA memungkinkan deteksi hubungan dari spesies bakteri spesifik dan kaitannya dengan kesehatan atau penyakit. Kompleks ungu (dengan inti flora anaerob dan immobile), kompleks kuning dan hijau tidak berkaitan dengan penyakit, sementara kompleks oranye (F. nucleatum/periodonticum, P. intermedia, P. micros) dan merah (P. gingivalis, T. forsythia, T. denticola) menyebabkan penyakit disertai klon virulen dengan informasi genetik intra dan ekstrakromosomik dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi resistensi imun inang. Actinomycetemcomitans juga dianggap sebagai patogen periodontal walaupun tidak dimasukkan dalam kelompok tertentu. sehingga memungkinkan evolusi biofilm menjadi infeksi

PATOGENIK INFEKSI ODONTOGEN Biofilm supragingival pada dasarnya adalah gram positif, fakultatif, dan sakharolitik, yang berarti bahwa dengan adanya gula, biofilm ini akan mengahilkan asam yang mendemineralisasi email, membantu infiltrasi biofilm pada dentin dan pulpa. Dengan invasi bakteri dari jaringan internal gigi, biofilm tersebut berevolusi, dan akibatnya saluran akar terinfeksi dengan bakteri yang didominasi oleh gram negatif, anaerob dan proteolitik. Bebrapa dari bakteri ini mempunyai faktor virulensi yang memungkinkan mereka untuk menginvasi jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari setengan lesi periapikal
2 aktif tidak dapat dideteksi oleh sinar X karena ukurannya kurang dari 0,1 mm .

Jika respon imun inang menyebabkan akumulasi netrofil, hal ini akan menyebabkan abses periapikal, yang merupakan lesi jaringan destruktif. Tetapi jika responnya terutama diperantarai oleh makrofag dan sel T, maka akan terbentuk granuloma apikal, lebih banyak ditandai oleh reorganissasi jaringan daripada kerusakan jaringan. Perubahan imunitas inang atau virulensi bakteri bisa menyebabkan reaktivasi lesi peri apikal tersembunyi.

Infeksi odontogen bisa juga berasal dari dalam jairngan periodontal. Jika biofilm subgigngival berevolusi dan memasukkan patogen periodontal yang

mengeluarkan faktor virulensi, hal ini memicu suatu respon imun dalam inang menyebabkan keruskan yang cenderung pada keadaan kronis yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan tulang periodontal. Abses periodontal bisa berasal dari suatu eksaserbasi peridontitis kronis, adanya defek gigi yang memungkinkan invasi bakteri (misalnya developmental grooves, fusi akar, dsb.) atau bisa berasal dari iatrogen, karena impaksi kalkulus dlaam epitel poket periodontal selama scaling atau debridement yang tidak baik yang hanya memulihkan distensi gusi pada level koronal, mencegah drainase dari zona apikal dari poket. Beberapa abses membentuk fistula dan menjadi kronik. Biasanya asimtomatik atau pausisimtomatik. Sebuah bentuk abses periodontal rekuren adalah perikoronitis, disebabkan oleh invasi bakteri dari kantung koronal selama erupsi molar. Kadang-kadang tidak jelas untuk menentukan apakah infeksi berasal dari pulpa atau periodontal, dan oleh karena itu digunakan istilah lesi endoperio. Ada beberapa kontroversi untuk menentukan apakah lesi pulpa dapat meyebabkan keruskan periodontal dan sebaliknya, yang meningkatkan beberapa pertanyaan pada level klinis: haruskah kita melakukan perawatan saluran profilaktik pada gigi dengan periodontitis moderat atau berat? Pulpa dapat diinvasi dari periodontium melalui tubuli dentin, saluran lateral dan foramen apikal, tetapi sangat jarang untuk menemukan sebuah gigi tanpa vitalitas dan bebas karies, tambalan atau trauma untuk menilainya, dan oleh karena itu penyakit periodontal dan debridement mekanis periodontal sepertinya tidak mempunyai pengaruh penting pada vitalitas pulpa. Gigi tanpa vitalitas pulpa dan dengan lesi periapikal aktif disertai dengan hilangnya tulang marjinal lebih besar pertahunnya dibandingkan gigi dengan vitalitas pulpa, ttapi perbedaan ini tidak cukup penting dalam prognosis periodontal untuk memutuskan pencegahan pencabutan gigi. Infeksi pulpa dapat membentuk sebuah fistel di periodontium, menyebabkan suatu lesi periodontal yang sempit dan dalam. Secara umum, adanya vitalitas pulpa menunjukkan bahwa invasi bakteri telah terjadi dari atau melalui periodontium,

dan ketiadaan vitalitas pulpa menunjukkan suatu infeksi yang berasal dari endodontik. Jika dilakukan pemeriksaan klinis mendalam, beberapa lesi pada akhirnya akan diklasifikasikan sebagai lesi endoperiodontal.

DIAGNOSIS INFEKSI ODONTOGEN Mendiagnosa asal infeksi odontogen adalah penting untuk mengatur perawatan dengan baiik. Gigi yang bermasalah perlu didentifikasi demikian juga dengan jaringan dimanan bakteri biofilm telah memulai invasinya. Jelas diperlukan suatu pemeriksaan fisik yang menyeluruh, serta pemeriksaan sinar X dan uji vitalitas pulpa. Manifestasi klinis bisa berguna jika ditujukan pada gigi spesifik (misalnya abses periodontal), tetapi manifestasi seringkali kabur atau bahkan menunjuk daerah yang dekat dengan infeksi asalnya (misalnya pulpitis). Infeksi odontogen juga bisa terjadi tanpa gejala (misalnya abses periapikal yang telah membentuk fistel), dan hal ini hanya dapat bermanifestasi pada pemeriksaan klinis.

Suatupemeriksaan klinis terdiri atas inspeksi dan perkusi gigi penting untuk mengidentifikasi asal infeksi. Sinar X memberikan informasi penting tetapi harus dipertimbangkan beberapa batasan tertentu: 1. Kista periapikal bisa lebih besar daripada film periapikal sinar X, dal oleh karena itu hanya isinya yang iakan dilihat; 2. Selama tahap awal infeksi perubahan kepadatan tulang bisa tidak terlihat; 3. Hanya informasi bidimensional yang dapat dipaeroleh, dan oleh karena itu fraktur y ang sejajar atau oblik terhadap sinar X bisa tidak terdeteksi. Selain itu, uji vitalitas pulpa membantu mengidentifikasi gigi target dan juga kemungkinan asal invasi bakteri: infeksi bisa berasal dari pulpa jika tesnya negatif atau jika ada respon berlebihan pada rangsang; infeksi berasal dari periodontal jika tesnya positif tanpa perbedaan dengan gigi lainnya. Namun demikian, ada beberapa kontroversi mengenai kegunaan dan indikasi uji diagnostik mikrobiologi dalam infeksi odontogen. Jelas tidak perlu melakukan pemeriksaan odontogen untuk mendiagnosa periodonitis, tetapi analisis

mikrobiologis infeksi berguna jika hasilnya

memungkinkan kita untuk

memperbaiki cara perawatan dan menjamin keberhasilan perawtan, dan dalam kasus tertentu memberikan data epidemiologi. Analisis mikrobiologi dapat membantu mengidentifikasi asal infeksi. Walaupun semua infeksi odontogen merupakan akibat dari evolusi biofilm, dan oleh karena itu ada kemiripan yang jelas dalam komposisi bakteri infekis odontogen, disamping asalnya dari jaringan (Tabel 1), beberapa spesies bakteri adalah spesifik untuk abses dengan asal dari pulpa )misalnya Porphiromonas endodontalis); sementara bakteri lain mengecualikan daerah asal ini (misalnya A. actinomycetemcomitans). Namun demikian, studi mikrobiologis odontoligis terlalu rumit untuk dilakukan. Pensampelan merupakan hal yang sulit karena seringkali terkontaminasi, sehingga mengganggu hasilnya. Sampel harus ditransport denganmdia yang sesuai untuk flora campuran. Perbedaan dalam metoda indentifikasi bakteri juga merupakan penyebab perbedaan dalam kesimpulan yang diambil oleh beberapa studi yang telah menganalisa komposisi bakteri infeksi odontogen. Kultur bakteri merupakan metoda identifikasi tradisional, tetapi beberapa bakteri memerlukan metoda kultur yang khusus (misalnya T. forsyhtia) dan bakteri lain hanya dapat diidentifikasi menggunakan teknik imunofluoresens ata hibridisasi DNA. Keyes menggunaan mikroskopi darkfield microscopy untuk menentukan level spirokhet dan batang motil, sehingga perawatan dihentikan jika ditemukan pengurangna jumlah bakteri tersebut pada biofilm yang diperiksa. Diketahui bahwa beberapa bakteri berperilaku sebagai patogen eksogenus dan beberapa hubungan bakteri berkaitan dengan respon yan grendah pada perawtan atau rekurensi yang tinggi. Sebagai contoh, keberadaan A. actinomyetemcomitans, P. gingivalis, atau P. intermedia berkaitan dengan rekurensi aktivitas penyakit peridontal. Sehingga, karena pemeriksaan mikrobiologi bisa mengidentifikasi odontopatogen dan menentukan jumlahya dalam biofilm, maka dapat membantu membuat keputusan pada cara perawtan tertentu dan memonitor hasil studi klinis. Singkatnya, mikrobiologi membantu menentukan keberhasilan perawatan dan

resiko relaps lebih tepat, sehingga menghindari suatu prognosis hanya berdasarkan data klinis 9misalnya perbaikan awal setelah debridement). Kultur mikrobiologis juga memungkinkan studi kerentanaan odotopatogen yang diisolasi terhadap antibiotik berbeda. Kultur dapat menentukan bahan antimikroba mana yang paling efektif dalam infeksi odontegen, dengan menentukan konsentrasi hambat minimal. Data-data ini merupakan studi dasar berkenaan dengan kerentanan odontopatogen dan farmakokinetik.farmakodinamik

antimikroba, untuk menentukan regimen terapi mana yang paling efektif.

PERAWATAN INFEKSI ODONTOGEN Tujuan dari perwatan antibakteri adalah untuk mengontrol (mengurangi atau menghilangkan) beban bakteri infektif. Untuk mencapai hal ini, dalam kasus infeksi odontogen, usaha perawtan mengkombinasikan debridement mekanis, dan/atau pembedahan, dan/atau terapi antibiotik sisitemik, jika sesuai. Langkah pertama dalam abses gigi adalah dengan mengalirkan, dan

mendebridement abses menggunakan teknik mekanik-bedah. Drainase dilakukan dengan membuat sebuah insisi di daerah fluktuasi terbesr. Jika abses berasal dari endodontik, drainase dapat dilakukan melalui saluran akar. Ekstraksi gigi memberikan suatu jalan drainase dan menghilangkan jalam masuk untuk infeksi, tetpai hanya diindikasikan dalam fase akut setelah menyeimbangkan keuntugan ini terhadap resiko penyebaran inokulum bakteri selama pembedahan. Ekstraksi gigi yang memerlukan bedah flap atau ostektomi harus ditunda sampai tahap kedua saat infeksi telah dapat dikontrol. Debtidemen mekanis menghilangkan jaringan nekrotik dan residu bakteri, dan terdiri dari debridemen permukaan akar dalam kasus keterlibatan periodontal, atau saluran tulang dalam kasus infeksi pulpa. Tekin mekanik-bedah mempunyai efek besar pada beban bakteri, memberikan inang kesempatan untuk memulihkan hemostasis melalui kerja sistem imun. Namun demikian, teknik ini tidak memodifikasi komposisi biofilm dan persistensi odontopatogen yang dapat menyebabkan rekurensi atau keadaan kronis. A. actinomycetemcomitans dan P, gingivalis tidak dapat dihilangkan dalam

mayoritas lesi periodontal dalam dengan debridemen akar saja. Persistensi S. fasecalis dalam saluran akar berkaitan dengan perlunya pengulangan perawatan endodontik, dan persentase kegagalan perawtan slauran akar menurut sinar X adalah sekitar 50%. Lebih jauh, beberapa bakteri (Actnomyces isrelii; Propionibacterium propionicum) mampu mencapai periapeks gigi dan menetap di sana, memerlukan apikoektomi untuk menghilangkan infeksi persisten. Teknik tambahan untuk perawtan mekanik adlah debridemen kimia dengan aplikasi topikal bahan antiseptik dan antimikroba. Dianjurkan untuk

menggunakan irigasi antiseptik secara bersamaan selama debridemen mekanis , tetapi penggunaan bahan topikal tidak diindikasikan selama fase akut karena menghambat drainase. Saluran akar dapat diisi dengan bahan antiseptik untuk jangka waktu lama, tetapi bahan ini tidak bekerja atau sedikit bekerja pada level periapikal. Penggunaan topikal antimikroba harus dibatasi karena hal ini membantu perkembangan resisitensi dan efek klinisnya terbatas pada aplikasi permukaan karena tidak dapat bekerja pada bakteri invasif. Relevansi antimikroba dalam penanganan infeksi odontogen terdapat dalam penggunaan klnis jika diberikan secara sistemik. Terapi antibiotik sistemik mencegah infeksi untuk menyebar dan bahan ini bekerja pada tempat yang tidak dapat dijangkau perawtan mekanis. Oleh karena itu bahan ini bekerja lebih spesifik pada dontopatogen daripada debridemen. Diindikasikan untuk tujaun perawatan dalam periodontoitis yang berjalan cepat dan rekuren, dan dalam semua infeksi odontogen dengan tanda dan gejala perubahan yang cepat (24-48 jam), trismus, edema, dan/atau manifestasi sistemik seperti malaise, demam, takhipnoea, dispnea, selulitis, limfadenopati dan hipotensi. Terapi antibiotik sistemik juga diindikasikan daam profilaksis dari infeksi sistemik atau distant dan sebagai perawatan pencegahan infeksi dalam pasien yang kekebalan tubuhnya tertekan atau pada pasien dengan penyakit sistemik parah yang menjalani prosedur perawatan gigi yang lama atau invasif. Telah diperlihatkan bahwa abses periodontal telah plih hanya dengan cara terapi antibiotik sistemik saja. Namun demikian, debridemen harus menjadi langkah pertama dalam terapi karena drainase infeksi dan menghilangkan bahan nekrotik

akan

membantu

kerja antimikroba.

Perawtan

dengan

antimikroba

sja

diindikasikan jika keparahan infeksi menghambat teknik bedah karena resiko penyebaran infeksi selama debridemen itu sendiri. Profilaksis antibiotik mencapai hasil yang lebih baik jika bahan antimikroba diberikan preoperatif. Sebaliknya, perawatan infeksi asimtomatik kronik dapat menyebabkan eksaserbasi akut dari proses infeksi. Scaling periodontal dan over-instrumentasi endodontik dapat menyebabkan perdarahan dan eksudat dalam jaringan periodontald an periapikal. Memberikan bakteri nutrisi, dan akibatnya merangsang proliferasi, yang dapat mengatasi resistensi imun inang. Faktor ini harus dipertimbangkan secara khusus dalam pasien imunodepresi dan pada pasien yang studi mikrobiologisnya mengungkap odontopatogen atau hubungan bakteri yang terutama resisiten pada terapi. Dalam kasus ini, penting untuk menggunakan bahan antimirkoba yang efektif. Hany adokter atau dokter gigi harus memilih antimirkoba mana yang diugnakan, karena ini merupakan proses klnis kompleks yang berdasarkan atas bukti empiris dan klnis, pengetahuan mikrobiologi dan farmakokinetik. Penggunaan antibiotik dengan spektrum yang tidak sesuai yang tidak bekerja pada spesies bakteri reisiten tertentu akan menyebabkan proliferasi berlebihan dari bakteri dengan menghilangkan spesies sensitif lainnya. Hal ini bisa memicu eksaserbasi akut atau infeksi persisten. Antibiotik spektrum luas harus digunakan dalam infeksi odontogen campuran, dan antibiotik tertentu harus secara khusus aktif terhadap odontopatogen paling umum. Saat memilih antibiotik, perimbangan harus diberikan pada resistensi alami (misalnya Streptococcus sp; Avtinomyces sp. Dan A. actinomycetemcomitans terhadap metronidazol) dan kemungkinan keberadaan resistensi dapatan, yaitu bakteri yang mendapat keuntungan dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Beberapa studi telah menganalisa kerentanan spesies bakteri dalam biofilm terhadap antibiotik di Spanyol. Studi ini memperlihatkan resistensi tinggi terhadap bahan antimikroba tertentu dan produksi beta laktamase oleh Prevotella spp, Fusobacterium spp. Capnocytophaga spp dan beberapa galur Veionella spp) dari hasil yang diperoleh

dalam (Tabel 2), ada konsensus berkenaan dengan perawatan dan profilaksis infeksi odontogen dimanan amoksisilin berhubungan dengan asam klavulanat diindikasikan sebagai antibiotik pilihan pertama, dan klindamisin sebagai alternatif jika ada alergi penisilin. Farmakodinamik antimikroba menentukan regimen dosis paling efektif untuk mencapai eradiaksi bakteri tanpa menyebabkan resistensi. Antibiotik yang paling banyak digunakan dalam odontologi adalah tergantung waktu, yang berarti harus efektif, level fisiologisnya harus melebihi konsentrasi hambat minimum paling tidak 40% dari dosisi antar waktu. Dengan memperhitungkan kerentanan bakteri yang diisolasi, mekanisme resistensi dan farmakodinamik, amoksisilin/asam klavulanat dosis tinggi (875.125 mg tiga kali sehari atau 2000/125 mg dua kali sehari) merupakan perawatan paling umum untuk infeksi odontogen karena karies (pulpitis, abses), dan perawtan infeksi periodontal jika diperlukan, dan klinidamisin memberikan pilhan alternatif, pada dosis 600 mg tiga kali sehari.

Anda mungkin juga menyukai