Anda di halaman 1dari 2

NAMA :SAFNA AUFA BITAQWA

NIM :220409501032
KELAS ;22A

TUGAS 4
1. Faktor gender dan bermain

Bernie Endyarnie SpA(K), mengatakan tidak perlu takut ketika anak memilih permainan tidak sesuai gandernya.
Sebab pada masa pertumbuhan, anak-anak akan memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi. Lebih lanjut, dr Bernie
mengatakan, selain rasa penasaran yang cukup tinggi. Anak-anak juga membutuhkan mengeksplor hal-hal yang baru. Untuk
itu, dr. Barnie menyarankan agar orangtua tidak melarang keras anak bermain tidak sesuai genderya. bahwa seorang anak
punya rasa penasaran yang begitu tinggi tidak memandang apakah permainan itu sesuai dengan gendernya, tetapi peran
kedua orang tua terhadap tumbuh kembang anak juga harus memberi ajaran bermain yang sesuai dengan gendernya, tanpa
ada paksaan. bahwa seorang anak punya rasa penasaran yang begitu tinggi tidak memandang apakah permainan itu sesuai
dengan gendernya, tetapi peran kedua orang tua terhadap tumbuh kembang anak juga harus memberi ajaran bermain yang
sesuai dengan gendernya, tanpa ada paksaan.

Selain itu, tidak sedikit orang tua memilih jenis permainan yang pantas dimainkan oleh anaknya, meski terkadang
anak tidak tertarik dengan mainan yang dipilihkan orang tua. Orang tua cenderung mengharuskan anak untuk melakukan
kegiatan bermain yang sesuai dengan gendernya. Salah satu nilai yang ditanamkan dalam keluarga kepada anak adalah
gender. faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak diantaranya adalah: 35 1 Kesehatan. Anak-anak yang cerdas
lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas

2. Personalitas dan Bermain

Setiap individu memiliki kepribadian ( personality ). Pada dasarnya karakter merupakan bagian dari kepribadian
individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial. Anak-anak dapat mengenal diri dan lingkungan melalui kegiatan
bermain yang merupakan dunia mereka. Melalui bermain salah satu aspek yang dapat dikembangkan adalah aspek sosial
emosional, termasuk didalamnya adalah kepribadian. Anak laki laki dan anak perempuan memiliki keperibadian
( personality ) yang berbeda, dengan keperibadian yang berbeda ini dikhawatirkan akan tumbuh menjadi pribadi yang
timbang. Pembentukan kepribadian sudah dimulai sejak zaman keemasan (Golden Age) yaitu 0-6 tahun, atau pada masa
pendidikan anak usia dini. Oleh karena itu, kita perlu pendidikan kepribadian baik di rumah maupun di sekolah untuk lebih
digencarkan

3. Faktor lingkungan dan personalitas

Faktor Genetik (pembawaan). Faktor Lingkungan. Alasannya adalah kelurga merupakan kelompok sosial pertama
yang menjadi pusat identifikasi anak, anak banyak menghabiskan waktunya dilingkungan keluarga dan keluarga merupakan
orang yang penting bagi pembentukan kepribadian anak. Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
maka anak cenderung berkembang menjadi pribadi yang sehat. Kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh
terhadap setiap warganya, baik yang menyangkut cara berpikir, cara bersikap atau cara berprilaku. Iklim emosional kelas
Ruang kelas dengan guru yang bersikap ramah dan respek terhadap siswa memberikan dampak yang positif bagi
perkembangan psikis anak, seperti merasa nyaman, bahagia, mau bekerjasama, termotivasi untuk belajar, dan mau menaati
peraturan. Sedangkan ruang kelas dengan guru yang bersikap otoriter dan tidak menghargai siswa berdampak kurang baik
bagi anak, seperti merasa tegang, sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar dan berprilaku yang menggangu
ketertiban. Disiplin yang otoriter cenderung mengembangkan sifat-sifat pribadi siswa yang tegang, cemas dan antagonistik.
Penerimaan teman sebaya Siswa yang diterima oleh teman-temannya, dia akan mengembangkan sikap positif terhadap
dirinya dan juga orang lain. Dia merasa menjadi orang yang berharga

4. faktor budaya dan bermain

Bermain berperan sebagai media bagi anak untuk mempelajari budaya setempat, mereka akan mengikuti
permainan yang khas sesuai budaya setempat, kebiasaan-kebiasaan, dan moral yang dianut masyarakatnya. Budaya yang
diperoleh anak dari orang-orang disekitarnya akan diaplikasikan saat ia bermain dengan teman sebayanya. Mengenalkan
budaya pada anak usia dini yang paling sederhana dapat dilakukan di lingkungan keluarga adalah prilaku yang sopan santun,
beretika yang baik dengan mengucapkan terima kasih ketika sudah dibantu oleh orang lain, mengucapkan tolong ketika
memerlukan pertolongan dan juga mengucapkan maaf ketika sudah sudah melakukan kesalahan.

Mengenalkan budaya bangsa ini mendorong anak untuk tidak mudah terpengaruh oleh segala hal yang bisa
memecah belah bangsanya. Cara memperkenalkan budaya maupun segala perbedaan yang ada di dalamnya, orangtua bisa
mengenalkan lewat buku, lewat cerita, lewat permainan tradisional, lewat kuliner atau mengajak anak berkunjung ke
tempat-tempat bernilai sejarah seperti museum, candi dan masih banyak lag.

Faktor Budaya dan Bermain Anak Usia Dini Sebuah studi longitudinal yang dilakukan dan dipraktekkan kepada
ratusan anak usia dini mengemukakan bahwa perbedaan budaya suatu lingkungan dimana anak tinggal, turut berpengaruh
terhadap cara atau pola bermain anak. Budaya yang diperoleh anak dari orang-orang disekitarnya akan diaplikasikan saat ia
bermain dengan teman sebayanya. Ada beberapa cara yang bisa lakukan agar anak-anak mau mencintai budaya asli
tradisionalnya dengan senang hati dan tanpa paksaan.

Ketika anak melihat teladan dari orang tuanya bahwa mereka sangat menghargai dan mencintai budayanya maka
kemungkinan besar anak akan meniru dengan senang hati. Menggunakan bahasa daerah di rumah. Gunakan bahasa daerah
dari mana kita berasal, yaitu bahasa ibu kita masing-masing. Kegiatan ektrakulikuler baik yang diadakan oleh pihak sekolah
atau secara pribadi dapat memotivasi anak-anak untuk mempelajari kesenian-kesenian daerah. Rekreasi budaya keluarga.
Kebiasaan mengajak anak ke mall atau supermarket cenderung mendidik anak bersikap konsumtif dan boros. Kebiasaan
tersebut sesekali diganti dengan mengunjungi pusat-pusat budaya daerah setempat.

Anda mungkin juga menyukai