Anda di halaman 1dari 82

SALINAN

PRESTDEN
REPUELIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 52 TAHUN 2022

TENTANG

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 a5'at (2)


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan
Galian Nuklir;

Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 36761;

MEMUTUSI(AN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TEN'IANG KESELAMATAN DAN


KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


l. Mineral Radioaktif adalah m.ineral sebagai bahan dasar
untuk pembuatan bahan bakar nuklir yang dihasilkan
sebagai produk utama dari kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir,

2.Mineral ...

SK No 160002 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
2. Mineral Ikutan Radioaktif adalah mineral ikutan dengan
konsentrasi aktivitas paling sedikit 1 Bq/S (satu becquerel
per gram) pada salah satu unsur radioaktif anggota deret
uranium dan thorium atau 1O Bq/g (sepuluh becquerel per
gram) pada unsur kalium yang dihasilkan dari kegiatan
pertambangan mineral dan batubara, minyak dan gas
bumi, dan industri lainnya.
3. Wilayah Penugasan Penambangan Mineral Radioaktif atau
yang selanjutnya disingkat WPPMR adalah wilayah tzin
usaha pertambangan Mineral Radioaktif yang ditetapkan
oleh menteri yang menyelenggarakan urus€l.n
pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan
batubara.
4. Wilayah Tambang adalah tempat dilaksanakan kegiatan
penambangan dan pengolahan bahan galian nuklir yang
Iuasannya ditetapkan oleh Badan.
5. Pemegang Perizinan Berusaha Pertambangan Bahan
Galian Nuklir yang selanjutnya disebut Pemegang lzin
adalah pelaku usaha ketenaganukliran yang telah
memiliki peizinan berusaha pertambangan bahan galian
nuklir.
6. Kepala Teknik Tambang Pertambangan Bahan Galian
Nuklir atau yang selanjutnya disingkat KTT Pertambangan
Bahan Galian Nuklir adalah seseorang yang ditetapkan
oleh Kepala Badan berdasarkan penunjukan dari
Pemegang lzin sebagai penanggung jawab tertinggi di
lapangan atas pelaksanaan konstruksi, penambangan,
dan/atau pengolahan dan Dekomisioning Pertambangan.
7. Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi manusia dan lingkungan hidup dari akibat
negatif paparan radiasi pengion.
8. Nilai Batas Dosis adalah dosis akumulatif terbesar yang
dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota
masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa
menimbulkan efek genetik dan somatik yang signifikan.
9. Garda-Aman adalah setiap tindakan yang ditqiukan untuk
memastikan bahwa tujuan pemanfaatan bahan nuklir
hanya untuk maksud damai.

lO.Proteksi...

SK No 157577 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
10. Proteksi Fisik Pertambangan Bahan Galian Nuklir yang
selanjutnya disebut Proteksi Fisik adalah upaya yang
ditujukan untuk mendeteksi dan mencegah pemindahan
bahan nuklir secara tidak sah dan mencegah sabotase
terhadap fasilitas dan kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir.
11. Kecelakaan Pertambangan Bahan Galian Nuklir atau yang
selanjutnya disebut Kecelakaan adalah kejadian yang
tidak direncanakan, tidak diinginkan, atau tanpa unsur
kesengajaan pada kegiatan pertambangan bahan galian
nuklir yang mengakibatkan kematian dan/atau cidera
terhadap pekerja pertambangan dan masyarakat atau
kejadian yang menimbulkan potensi paparan radiasi
dan/atau kontaminasi yang melampaui batas yang
ditetapkan.
12. Dekomisioning Pertambangan Bahan Galian Nuklir atau
yang selanjutnya disebut Dekomisioning Pertambangan
adalah proses penghentian kegiatan pertambangan secara
perrnanen berupa kegiatan terencana, sistematis, dan
berlanjut setelah sebagian atau seluruh kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir dengan menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup
dan ekosistem agar dapat berfungsi sesuai
peruntukannya.
13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
L4. Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut
Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penga\lrasan
tenaga nuklir.
15. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir.
L6. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik
(Online Single Srzbmfssion) yang selanjutnya disebut
Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang
dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk
penyelenggara perizinan berusaha berbasis risiko.

17.Lembaga...

SK No 157578 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESTA
-4-
L7. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Sistem OSS yang
selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga
pemerintah yang menyelen ggarakan urusan pemerintahan
di bidang koordinasi penanaman modal.
18. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat.

Pasal 2

Peraturan Pemerintah ini mengatur aspek pada selurrrh


tahapan pertambangan bahan galian nuklir yang meliputi:
a. keselamatan pertambangan bahan galian nuklir;
b. keamanan pertambangan bahan galian nuklir; dan
c. manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir.

Pasal 3

(1) Keselamatan pertambangan bahan galian nuklir


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertujuan
untuk melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan
hidup terhadap bahaya radiologik dan nonradiologik yang
dihasilkan dari kegiatan pertambangan bahan galian
nuklir.
(21 Keamanan pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b bertujuan
untuk mencegah, mendeteksi, menunda, dan rnerespons
tindakan pemindahan hasil pengolahan bahan galian
nuklir secara tidak sah dan sabotase fasilitas dan kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir serta mencegah
penyimpangan terhadap pemanfaatan hasil pengolahan
bahan galian nuklir dari tujuan damai.
(3) Manqiemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
humf c bertujuan untuk mengatur sistem manajemen,
yang meliputi hal yang berhubungan langsung dengan
keselamatan dan keamanan atau merupakan bagian dari
kerangka kerja manajerial untuk menjamin dan
mempertahankan keselamatan dan keamanan kegiatan
dan fasilitas pertambangan bahan galian nuklir.

Pasal4...

SK No 157579 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Pasal 4

(U Keselamatan pertambangan bahan galian nuklir


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. keselamatan dan kesehatan kerja, kesehatan
masyarakat, kesehatan lingkungan, dan keselamatan
lingkungan hidup;
b. keselamatan fasilitas dan kegiatan;
c. Proteksi Radiasi;
d. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup;
e. penanggulangan Kecelakaan; dan
f. pengelolaan limbah radioaktif.
(21 Keamanan pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
a. Garda-Aman; dan
b. Proteksi Fisik.
(3) Manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c meliputi:
a. sistem manajemen; dan
b. organisasi pertambangan.
Pasal 5

Keselamatan dan kesehatan keda, kesehatan masyarakat,


kesehatan lingkungan, dan keselamatan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangarr.

Pasal 6

(1) Pertambangan bahan galian nuklir dikelompokkan atas:


a. pertambangan Mineral Radioaktif;
b, pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif; dan
c. penyimpanan Mineral lkutan Radioaktif.
(21 Pertambangan Mineral Radioaktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi tahapan kegiatan:
a. penyelidikan umum;
b. eksplorasi;
c. studi kelayakan;
d. konstruksi;
e. penambangan;
f. pengolahan;

g. penyimpanan

SK No 157580 A
PRES tDEN
REFUBLIK INDONESIA
-6-
g. penyimpanan;
h. pengalihan; dan/atau
i. Dekomisioning Pertambangan.
(3) Keselamatan selama kegiatan pengalihan bahan galian
nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf h
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai keselamatan dan
keamanan sumber radiasi pengion serta keselamatan dan
keamanan pengangkutan zat radioaktif.

Pasal 7

(1) Kegiatan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilaksanakan dengan
memperhatikan keselamatan dan keamanan.
(21 Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (21
huruf a sampai dengan huruf c dilaksanakan oleh lembaga
yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
penyelenggaraan ketenaganukliran.
(3) Lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di
bidang penyelenggaraan ketenaganukliran menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada Kepala Badan sebelum
melaksanakan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,
dan studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (21.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan dengan melampirkan program kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
(5) Kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan,
penyimpanan, pengalihan, danlatau Dekomisioning
Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (21huruf d sampai dengan huruf i dilaksanakan oleh
Pemeganglnn.
(6) Pemegang lzin dalam melaksanakan kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan melalui perizinan
berusaha berbasis risiko.
(71 Perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB II

SK No 157581 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -

BAB II

KESELAMATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR

Bagian Kesatu
Pertambangan Mineral Radioaktif

Paragraf 1
Keselamatan Fasilitas dan Kegiatan

Pasal 8

(U Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis keselamatan


untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan Mineral
Radioaktif dilakukan dengan mempertimbangkan
keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan analisis keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen
analisis keselamatan untuk kegiatan konstruksi dan
penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif.
(3) Dokumen analisis keselamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (21paling sedikit memuat informasi:
a. uraian kegiatan yang diusulkan;
b. laporan hasil eksplorasi dan studi kel.rayakan;
c. analisis Wilayah Tambang;
d. desain fasilitas penambangan atau pengolahan serta
sistem bantunya;
e. program konstruksi;
f. program penambangan atau pengolahan;
g. sistem manajemen;
h. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup;
i. analisis keselamatan fasilitas; dan
j. prosedur penanggulangan Kecelakaan.

Pasal 9

Keselamatan fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk pertambangan Mineral
Radioaktif diterapkan pada pelaksanaan:
a. analisis Wilayah Tambang;
b. perancangan dan perubahan desain;
c. konstruksi;
d.penambangan...

SK No 157582A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
d. penamb€rngan;
e. pengolahan;
f. modifikasi; dan
g. Dekomisioning Pertambangan.

Pasal 1O

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis Wilayah


Tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a
sebelum melaksanakan konstruksi flasilitas penambangan
dan pengolahan Mineral Radioaktif.
(2) Analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi aspek:
a. pengaruh kejadian alam dan kejadian ulah manusia
terhadap keselamatan pertambangan Mineral
Radioaktif;
b. karakteristik Wilayah Tambang dan sekitarnya yang
berpengaruh pada perpindahan zat radioaktif yang
dilepaskan selama kegiatan pertambangan Mineral
Radioaktif yang sampai pada manusia dan lingkungan
hidup; dan
c. demografi penduduk dan karakteristik laindari
Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berkaitan
dengan evaluasi risiko terhadap anggota masyarakat.

Pasal 11

(1) Pemegang lzin wajib merancang desain sebagaimana


dimaksud dalam Pasal t huruf b untuk fasilitas
penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif serta
sistem bantunya.
l2l Kegiatan penambangan atau pengolahan Mineral
Radioaktif harus dilaksanakan dengan memenuhi
persyaratan desain sejak konstruksi sampai
penambangan atau pengolahan selesai.
(3) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (21
harrs dipenuhi berdasarkan hasil analisis Wilayah
Tambang.
(4) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. persyaratan umum; dan
b. persyaratan khusus.

(5) Persyaratan...

SK No 157583 A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
(5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a meliputi:
a. kemudahan operasi dan perawatan; dan
b. Proteksi Radiasi.
Pasal 12

Penambangan Mineral Radioaktif dilaksanakan berdasarkan


teknik penambangan:
a. permukaan;
b. bawah tanah; atau
c. pelindian di tempat.
Pasal 1.3

Persyaratan khusus untuk desain penambangan perrnukaan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal t2 huruf a meliputi
sistem:
a. pengendalian erosi, air, dan sedimentasi;
b. pengendalian debu;
c. pen€rnganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif;
d. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang;
e. pengelolaan limbah radioaktif; dan
f. bantu.
Pasal 14

Persyaratan khusus untuk desain penambangan bawah tanah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 huruf b meliputi
sistem:
a. penambangan;
b. ventilasi;
c. pengelolaan air tambang;
d. penutup;
e. bukaan;
f. penanganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif;
g. perlindungan dari bahaya f,rsik di Wilayah Tambang;
h. pengelolaan limbah radioaktif; dan
i. bantu.
Pasal 15

Persyaratan khusus untuk desain penambangan pelindian di


tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi
sistem:
a. instrumentasi dan kendali;
b. pemipaan

SK No 157584 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_10_

b. pemipaan dan pemompaan untuk injeksi, observasi,


pemantauan, pelindian, dan filtrasi;
c. pemanas;
d. pengungkung;
e. pengelolaan air tambang;
f. penang€uran dan penyimpanan Mineral Radioaktif;
o
D' perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang;
h. pengelolaan limbah radioaktif; dan
i. bantu.

Pasal 16

Persyaratan khusus untuk desain pengolahan meliputi sistem:


a. penghancuran, penyaringan, dan penghalusan;
b. proses;
c. pengungkung;
d. ventilasi;
e. penanganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif;
f. penanga.nan hasil pengolahan;
g. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang;
h. proteksi bahan berbahaya dan beracun (83);
i. pengelolaan limbah radioaktif; dan
j. bantu.

Pasal 17

(1) Pemegang lzin dapat melaksanakan perubahan desain


atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan
peralatan di fasilitas penambangan atau pengolahan
Mineral Radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b untuk:
a. meningkatkan keselamatan pertambangan Mineral
Radioaktif bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan
hidup;
b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama
konstruksi; dan/atau
c. mempermudah perawatan sarana, prasarana, instalasi
atau fasilitas, dan peralatan penambangan dan/atau
pengolahan.
(21 Dalam melaksanakan perubahan desain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh
persetujuan dari Kepala Badan.

(3) Pemegang,..

SK No 157585 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11-
(3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis
dengan melampirkan:
a. data perubahan desain; dan
b. dokumen analisis keselamatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan perubahan desain sebagaimana dimaksud
pada ayat (U sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal 18

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan konstruksi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c dengan
mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral
Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat dan
mengimplementasikan program konstruksi untuk fasilitas
penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif.
(3) Program konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. organisasi;
b. jenis pekerjaan dan penjadwalan;
c. pengangkutan dan penyimpanan peralatan dan
komponen;
d. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;
e. kriteria penerimaan dan pengendalian desain;
f. pengujian; dan
g. pengendalian dokumentasi dan laporan.

Pasal 19

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan penambangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf d dengan
mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral
Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan penambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan program
penambangan Mineral Radioaktif.
(3) Program...

SK No 157586 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-t2-
(3) Program penambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (21meliputi:
a. organisasi;
b. kualifikasi dan pelatihan pekerja;
c. jumlah produksi dan produk yang dihasilkan;
d. jadwal dan prosedur kegiatan;
e. penggiliran waktu kerja;
f. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;
g. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan
h. modifikasi.
Pasal 2O

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan pengolahan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf e dengan
mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral
Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan pengolahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan program
pengolahan Mineral Radioaktif.
(3) Program pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
meliputi:
a. organisasi;
b. kualifikasi dan pelatihan pekerja;
c. jumlah produksi dan produk yang dihasilkan;
d. jadwal dan prosedur kegiatan;
e. penggiliran waktu kerja;
f. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;
g. penanganan hasil pengolahan;
h. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan
i. modifikasi.
Pasal 2 1

Pemegang lzin wajib melaksanakan perawatan, pemantauan,


dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (3) huruf d, Pasal 19 ayat (3) huruf f, dan Pasal 2O ayat (3)
humf f terhadap setiap sarana, prasarana, instalasi atau
fasilitas, dan peralatan pada kegiatan konstruksi,
penambangan, dan pengolahan Mineral Radioaktif.

Pasal22...

SK No 157587 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-13-
Pasal22
(1) Pemegang lzin dapat melaksanakan modifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf f atas sarana,
prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan di
fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral
Radioaktif untuk:
a. meningkatkan keselamatan penambangan atau
pengolahan;
b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama
penambangan atau pengolahan;
c. memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. mengurangi kejadian akibat kesalahan rnanusia;
e. mempermudah perawatan sarana, prasarana, instalasi
atau fasilitas, dan peralatan penambangan atau
pengolahan; dan/atau
f. meningkatkan kinerja penambangan atau pengolahan.
(21 Dalam melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib memperoleh
persetujuan dari Kepala Badan.
(3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis
dengan melampirkan:
a. program modifikasi; dan
b. sistem manajemen untuk modifikasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan modifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Badan.

Pasal 23

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning


Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf g dengan mempertimbangkan keselamatan
pertambangan Mineral Radioaktif, dalam hal:
a. izin habis masa berlakunya dan tidak dilakukan
perpanjangarr izin;
b. WPPMR diciutkan atau dikembalikan;
c. terjadi Kecelakaan yang mengakibatkan Wilayah
Tambang atau fasilitas tidak dapat diusahakan
kembali; atau
d. izin dicabut.

(2) Dalam .

SK No 157588 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
(21 Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib
memperoleh persetujuan dari Kepala Badan.
(3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis
dengan melampirkan:
a. program Dekomisioning Pertambangan; dan
b. sistem manajemen Dekomisioning Pertambangan.
(4) Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib
membuat dan mengimplementasikan program
Dekomisioning Pertambangan untuk kegiatan
penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif.
(5) Program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (41paling sedikit meliputi:
a. deskripsi Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi:
1, jumlah dan jenis Mineral Radioaktif dan bahan
bantu proses yang diproduksi;
2. proses dan kegiatan yang dilaksanakan;
3. penilaian rona awal kondisi lingkungan hidup dan
radiologik; dan
4. kriteria akhir;
b. penutupan fasilitas penambangan atau pengolahan
Mineral Radioaktif;
c. pengelolaan dan pemulihan kondisi lingkungan hidup
dan radiologik Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi
kondisi:
1. geologi;
2. stabilitas geoteknik;
3. hidrologi air permukaan dan air tanah;
4. erosi;
5. kualitas udara;
6. paparan radiasi dan kontaminasi; dan
7. tanah; dan
d. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan.
(6) Program Dekomisioning Pertambangan wajib dikaji ulang
dan dimutakhirkan secara berkala paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.

(7) Dalam

SK No 157589 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
_15_

{71 Dalam mengkaji ulang dan memutakhirkan program


Dekomisioning Pertambangan, Pemegang lzin harus
mempertimbangkan paling sedikit:
a. perubahar] sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas,
dan peralatan selama konstruksi, penambangan, dan
pengolahan Mineral Radioaktif;
b. Kecelakaan;
c.waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan; dan
d.teknologi Dekomisioning Pertambangan terkini.
(8) Pemeganglztn menyampaikan hasil pengkajian ulang dan
pemutakhiran program Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (71 kepada Kepala
Badan.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal24

(1) Pemegang lzin wajib mengajukan permohonan


persetujuan pernyataan pembebasan setelah berakhirnya
kegiatan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 secara tertulis kepada Kepala
Badan.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan pernyataan pembebasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Badan.

Paragraf 2
Proteksi Radiasi
Pasal 25

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Radiasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
untuk pertambangan Mineral Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wqiib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan program
proteksi dan keselamatan radiasi.

(3) Program...

SK No 157590A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16-
(3) Program proteksi dan keselamatan radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:
a. identifikasi sumber radiasi pengion, jalur paparan, dan
penilaian serta pengendalian risiko radiasi;
b. daftar perlengkapan Proteksi Radiasi dan program
kalibrasi alat ukur;
c. pembagian daerah kerja;
d. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi
radioaktif di daerah kerja;
e. pelatihan Proteksi Radiasi untuk pekerja radiasi;
f. pemantauan kesehatan; dan
g. pemantauan dan rekam dosis yang diterima pekerja
radiasi.
(4) Identifikasi terhadap sumber radiasi pengion dan jalur
paparan radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a harus meliputi sumber:
a. eksterna dari radiasi gamma yang berasal dari bijih,
produk, dan limbah; dan
b. interna dari produk luruh radon dan partikulat
radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui:
f. inhalasi;
2. ingesta; dan
3. absorbsi.

Pasal 26

Pemegang lzin melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 melalui:
a. justifikasi pertambangan Mineral Radioaktif;
b. optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi; dan
c. limitasi dosis.
Pasal 27

(1) Pemegang lzin wajib melakukan justifikasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dengan memastikan
kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif yang
dilaksanakan mempunyai manfaat yang lebih besar dari
risikonya.
(2) Justifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan paling sedikit mempertimbangkan faktor
teknologi, lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, sosial,
dan budaya.
Pasal28...

SK No 157591 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-t7-
Pasal 28

(1) Pemegang lzin wajib melakukan optimisasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dengan mengendalikan
besaran dosis yang diterima pekerja radiasi di
pertambangan Mineral Radioaktif dan masyarakat agar
serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor
ekonomi dan sosial.
(21 Dalam melakukan optimisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin harus menentukan dan
menerapkan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan
masyarakat.
(3) Dalam menentukan pembatas dosis sebagaimana
dimaksud pada ayat (21, Pemegang lzin wajib mendapat
persetujuan dari Kepala Badan.
(4) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara tertulis
dengan melampirkan program proteksi dan keselamatan
radiasi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari satu fasilitas di satu
kawasan, Pemegang lzin harus menentukan dan
menerapkan pembatas dosis dengan mempertimbangkan
kontribusi dosis dari masing-masing fasilitas.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan penentuan pembatas dosis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal 29

(1) Pemegang lzin wajib melakukan limitasi dosis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dengan
memastikan paparan radiasi yang diterima oleh pekerja
radiasi di pertambangan Mineral Radioaktif dan
masyarakat tidak melebihi batas yang ditetapkan.
(21 Dalam melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin harus menerapkan Nilai
Batas Dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat.
(3) Dosis yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat tidak
boleh melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pengendalian

SK No 157592 A
PRESTDEN
REPUBLIK INDONESIA
_ 18_

(41 Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi


dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan dengan:
a. pembagian daerah kerja;
b. pemantauan daerah kerja;
c. pemantauan dosis pekerja radiasi;
d. pemantauan kesehatan pekerja radiasi; dan
e. penggunaan peralatan Proteksi Radiasi.
(5) Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi
dosis untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan dengan:
a. membatasi akses Wilayah Tambang; dan
b. mengendalikan lepasan efluen radioaktif ke
lingkungan hidup.

Paragraf 3
Pengendalian Radioaktivitas Lingkungan Hidup

Pasal 3O

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian


radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d untuk pertambangan
Mineral Radioaktif.
(21 Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian
radioaktivitas lingkungan hidup pada saat kondisi normal
dan Kecelakaan.
(3) Pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemantauan parameter lingkungan hidup; dan
b. pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Pemantauan parameter lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup;
dan
b. tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup.
(5) Pengukuran parameter untuk batasan lepasan efluen
radioaktif ke lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a harus dilaksanakan di Wilayah
Tambang dengan didasarkan pada nilai batas lepasan
radioaktivitas ke lingkungan hidup, yang berlaku untuk:
a. air; dan
b. udara.
(6) Pengukuran...

SK No 157593 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
(6) Pengukuran parameter untuk tingkat radioaktivitas di
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b harus dilaksanakan di Wilayah Tambang dan
lingkungan pemukiman masyarakat yang terdampak
dengan didasarkan pada baku tingkat radioaktivitas di
lingkungan hidup, yang berlaku untuk:
a. air;
b. udara;
c. tanah; dan
d. vegetasi.

Paragraf 4
Penanggulangan Kecelakaan

Pasal 31

(1) Dalam hal terjadi Kecelakaan, Pemegang lzin wajib


melaksanakan penanggulangan Kecelakaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e untuk
pertambangan Mineral Radioaktif dengan mengutamakan
keselamatan manusia.
(21 Penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi tindakan:
a. praKecelakaan;
b. saat Kecelakaan; dan
c. pascaKecelakaan.
(3) Dalam melaksanakan penanggulangan Kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan
prosedur penanggulangan Kecelakaan.
(41 Prosedur penanggulangan Kecelakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:
a. identifikasi kondisi Kecelakaan;
b. tanggung jawab petugas penanggulangan;
c. persyaratan dan metode penilaian Kecelakaan;
d. jenis latihan dan gladi menghadapi kondisi
Kecelakaan;
e. sarana dan prasarana penanggulangan;
f. pernyataan terjadinya kondisi Kecelakaan;
g. pelaporan lisan, tertulis, dan khusus;
h. tindakan penanganan saat Kecelakaan berupa
perlindungan dan mitigasi bagi pekerja, masyarakat,
dan lingkungan hidup dari paparan radiasi dan
kontaminasi;
i.koordinasi...

SK No 157594 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-20-
i. koordinasi di lokasi saat Kecelakaan;
j. sistem rujukan pelayanan kesehatan;
k. tindakan penanganan pascaKecelakaan, termasuk
pemulihannya;
l. pernyataan berakhirnya kondisi Kecelakaan; dan
m. pelaporan akhir.
(5) Kondisi terjadinya dan berakhirnya Kecelakaan harus
dinyatakan oleh Pemegan g lzin.
(6) Laporan penanggulangan Kecelakaan yang disampaikan
oleh Pemegang Izin kepada Kepala Badan, terdiri atas:
a. laporan lisan paling lama 24 (dua puluh empat) jam
setelah terjadi Kecelakaan;
b. laporan tertulis paling lama 3 (tiga) hari kalender
setelah terjadi Kecelakaan;
c. laporan khusus paling lama 7 (tujuh) hari kalender
sejak tindakan penanggulangan dilaksanakan dan
dimutakhirkan sampai penanggulangan Kecelakaan
selesai; dan
d. laporan akhir paling lama 3 (tiga) bulan setelah
penanggulangan Kecelakaan dinyatakan berakhir.
(7) Dalam hal tedadi Kecelakaan dengan potensi lepasan
radioaktif yang meluas sampai ke luar Wilayah Tambang,
Pemegang lzin harus berkoordinasi dengan instansi
terkait.

Paragraf 5
Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pasal 32

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan pengelolaan limbah


radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f untuk pertambangan Mineral Radioaktif.
l2l Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan
program pengelolaan limbah radioaktif.
(3) Program pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:
a. deskripsi semua limbah radioaktif yang dihasilkan;
b. kategorisasi dan penentuan kriteria limbah radioaktif;
c. strategi untuk memastikan produksi limbah radioaktif
seminimal mungkin;
d.deskripsi...

SK No 157595 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-21 -
d. deskripsi fasilitas pengelolaan limbah radioaktif;
e. prosedur pengelolaan limbah radioaktif; dan
f. penilaian keselamatan.
(4) Pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan limbah
radioaktif.

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan fasilitas dan


kegiatan, Proteksi Radiasi, pengendalian radioaktivitas
lingkungan hidup, penanggulangan Kecelakaan, dan
pengelolaan limbah radioaktif pada pertambangan Mineral
Radioaktif diatur dengan Peraturan Badan.

Bagian Kedua
Pengolahan dan Penyimpanan
Mineral Ikutan Radioaktif

Paragraf 1
Keselamatan Fasilitas dan Kegiatan

Pasal 34

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis keselamatan


untuk memastikan bahwa kegiatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif dilakukan dengan mempertimbangkan
keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.
(21 Dalam melaksanakan analisis keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen
analisis keselamatan untuk kegiatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif.
(3) Dokumen analisis keselamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (21memuat informasi paling sedikit:
a. uraian kegiatan yang diusulkan;
b. laporan hasil eksplorasi dan studi kelayakan;
c. analisis Wilayah Tambang;
d. desain fasilitas pengolahan serta sistem bantunya;
e. program konstruksi;
f. program pengolahan;
g. sistem manajemen;
h. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup;

i.analisis...
SK No 157596 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-22_
i. analisis keselamatan fasilitas; dan
j. prosedur penanggulangan Kecelakaan.

Pasal 35

Keselamatan fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif diterapkan pada pelaksanaan:
a. analisis Wilayah Tambang;
b. perancangan dan perubahan desain;
c. konstruksi;
d. pengolahan;
e. modifikasi;
f. penyimpanan;
g. pembuangan permanen; dan
h. Dekomisioning Pertambangan.

Pasal 36

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis Wilayah


Tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
sebelum melaksanakan konstruksi fasilitas pengolahan
Mineral Ikutan Radioaktif.
(21 Analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi aspek:
a. pengamh kejadian alam dan kejadian ulah manusia
terhadap keselamatan pengolahan Mineral Ikutan
Radioaktif;
b. karakteristik Wilayah Tambang dan sekitarnya yang
berpengaruh pada perpindahan zat radioaktif yang
dilepaskan selama kegiatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif yang sampai pada manusia dan
lingkungan hidup; dan
c. demografi penduduk dan karakteristik lain dari
Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berkaitan
dengan evaluasi risiko terhadap anggota masyarakat.

Pasal 37

(1) Pemegang lzin wajib merancang desain sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 35 huruf b untuk fasilitas
pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif serta sistem
bantunya.
(2) Kegiatan. . .

SK No 157597 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-23-
(21 Kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif harus
dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan desain sejak
konstruksi sampai pengolahan selesai.
(3) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dipenuhi berdasarkan hasil analisis Wilayah
Tambang.
(4) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. persyaratan umum; dan
b. persyaratan khusus.
(5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a meliputi:
a. kemudahan operasi dan perawatan; dan
b. Proteksi Radiasi.
(6) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (41
huruf b untuk desain pengolahan meliputi sistem:
a. penghancuran, penyaringan, dan penghalusan;
b. proses;
c. pengungkung;
d. ventilasi;
e. penanganan dan penyimpanan Mineral Ikutan
Radioaktif;
f. penanganan hasil pengolahan;
g. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang;
h. proteksi bahan berbahaya dan beracun (83);
i. pengelolaan limbah radioaktif; dan
j. bantu.

Pasal 38

(1) Pemegang lnn dapat melaksanakan perubahan desain


atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan
peralatan di fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b untuk:
a. meningkatkan keselamatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif bagi pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup;
b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama
konstruksi; dan/atau
c. memperrnudah perawatan sarana, prasarana, instalasi
atau fasilitas, dan peralatan pengolahan.

(2) Dalam...

SK No 157598 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-24-
(21 Dalam melaksanakan perubahan desain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh
persetujuan dari Kepala Badan.
(3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis
dengan melampirkan:
a. data perubahan desain; dan
b. dokumen analisis keselamatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan perubahan desain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal 39

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan konstmksi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 humf c dengan
mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif.
{21 Dalam melaksanakan konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat dan
mengimplementasikan program konstruksi untuk fasilitas
pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.
(3) Program konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (21
meliputi:
a. organisasi;
b. jenis pekerjaan dan penjadwalan;
c. pengangkutan dan penyimpanan peralatan dan
komponen;
d. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;
e. kriteria penerimaan dan pengendalian desain;
f. pengujian; dan
g. pengendalian dokumentasi dan laporan.

Pasal 4O

(U Pemegang lzin wajib melaksanakan pengolahan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dengan
mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif.

(2) Dalam...

SK No 157599 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-25-
{21 Dalam melaksanakan pengolahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan program
pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.
(3) Program pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
meliputi:
a. organisasi;
b. kualifikasi dan pelatihan pekerja;
c. jumlah produksi dan produk yang dihasilkan;
d. jadwal dan prosedur kegiatan;
e. penggiliran waktu kerja;
f. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;
g. penanganan hasil pengolahan;
h. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan
i. modifikasi.

Pasal 4 1

Pemegang lzin wajib melaksanakan perawatan, pemantauan,


dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (3) huruf d dan Pasal 40 ayat (3) huruf f terhadap setiap
sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan pada
kegiatan konstruksi dan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.

Pasal 42

(U Pemegang lzin dapat melaksanakan modifikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e atas
sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan
di fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif untuk:
a. meningkatkan keselamatan pengolahan;
b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama
pengolahan;
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. mengurangi kejadian akibat kesalahan manusia;
e. memperrnudah perawatan sara.na, prasarana, instalasi
atau fasilitas, dan peralatan pengolahan; dan/atau
f. meningkatkan kinerja pengolahan.
(21 Dalam melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin wajib memperoleh
persetujuan dari Kepala Badan.

(3) Pemegang...

SK No 157600 A
PRES IDEN
REFUBLIK INDONESIA
-26-
(3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis
dengan melampirkan:
a. program modifikasi; dan
b. sistem manajemen untuk modifikasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan modifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Badan.

Pasal 43

Pemegan g lzin waj ib melaksanakan penyimpanan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 35 huruf f dengan memenuhi
persyaratan:
a. fasilitas penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif; dan
b. prosedur penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif.
Pasal 44

(1) Pemeganglzin yang tidak lagi menyimpan Mineral Ikutan


Radioaktif wajib melaksanakan pembuangan permanen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf g.
l2l Dalam melaksanakan pembuangan perrnanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
memperoleh persetujuan dari Kepala Badan.
(3) Dalam melaksanakan pembuangan perrnanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib
membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan
rencana tempat pembuangan permanen untuk akhir dari
kegiatan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif.
(4) Rencana tempat pembuangan perrnanen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. deskripsi semua Mineral lkutan Radioaktif yang tidak
disimpan lagi;
b. penentuan kriteria Mineral Ikutan Radioaktif yang
tidak disimpan lagi;
c. deskripsi tempat pembuangan perrnanen sesuai
kriteria yang ditetapkan;
d. prosedur pembuangErn permanen; dan
e. penilaian keselamatan.

(5) Tempat...

SK No 157601 A
PRES IDEN
REtrUBLIK INDONESIA
-27 -

(5) Tempat pembuangan permanen harus dibuat dengan


memenuhi kriteria berikut:
a. berlokasi jauh dari masyarakat;
b. dapat menahan pelindian radionuklida ke air tanah
dan air permukaan;
c. dilengkapi dengan peralatan pemantau radiasi;
d. dirancang agar dosis radiasi yang diterima masyarakat
tidak melebihi 1 mSv (satu milisievert) per tahun; dan
e. menggunakan teknologi dan/atau rancang bangun
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(6) Dalam pembuatan tempat pembuangan permanen,
Pemegang lzin dapat bekerja sama dengan badan usaha
lain dan/atau Pemerintah Daerah yang memiliki
kemampuan dan keahlian yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(71 Dalam melaksanakan kerja sama pembuatan tempat
pembuangan perrnanen sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), Pemeganglzrn wajib memperoleh persetujuan dari
Kepala Badan.
(8) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (71 secara tertulis
dengan memenuhi persyaratan :
a. batas tempat pembuangan;
b. tata cara dan mekanisme pelaksanaan pembuangan;
c. bentuk dan ketentuan pokok perjanjian kerja sama
pembuangan;
d. aspek penilaian teknis dan keuangan;
e. besaran biaya; dan
f. penilaian kinerja.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetqjuan pembuangan permanen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur
dengan Peraturan Badan.

Pasal 45

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning


Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf h dengan mempertimbangkan keselamatan
pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif, dalam hal:
a. izin habis masa berlakunya dan tidak dilakukan
perpanjangan izin;

b.terjadi...

SK No 157602A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-28-
b. terjadi Kecelakaan yang mengakibatkan Wilayah
Tambang atau fasilitas tidak dapat diusahakan
kembali; atau
c. izin dicabut.
(21 Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
memperoleh persetujuan dari Kepala Badan.
(3) Pemegang lzir: mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis
dengan melampirkan:
a. program Dekomisioning Pertambangan; dan
b. sistem manajemen Dekomisioning Pertambangan.
(4) Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
membuat dan mengimplementasikan program
Dekomisioning Pertambangan untuk kegiatan pengolahan
Mineral Ikutan Radioaktif.
(5) Program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi:
a. deskripsi Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi:
1. jumlah dan jenis Mineral Ikutan Radioaktif dan
bahan bantu proses yang diproduksi;
2. proses dan kegiatan yang dilaksanakan;
3. penilaian rona awal kondisi lingkungan hidup dan
radiologik; dan
4. kriteria akhir;
b. penutupan fasilitas pengolahan Mineral Ikutan
Radioaktif;
c. pengelolaan dan pemulihan kondisi lingkungan hidup
dan radiologik Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi
kondisi:
1. geologi;
2. stabilitas geoteknik;
3. hidrologi air permukaan dan air tanah;
4. erosi;
5. kualitas udara;
6. paparan radiasi dan kontaminasi; dan
7. tanah; dan
d. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan.

(6) Program...

SK No 157603 A
PRES !DEN
REPUBLIK INDONESIA
-29-
(6) Program Dekomisioning Pertambangan wajib dikaji ulang
dan dimutakhirkan secara berkala paling sedikit I (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(71 Dalam mengkaji ulang dan memutakhirkan program
Dekomisioning Pertambangan, Pemegang lzin harus
mempertimbangkan paling sedikit:
a. perubahan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas,
dan peralatan selama konstnrksi dan pengolahan
Mineral Ikutan Radioaktif;
b. Kecelakaan;
c. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan; dan
d. teknologi Dekomisioning Pertambangan terkini.
(8) Pemeganglzin menyampaikan hasil pengkajian ulang dan
pemutakhiran program Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Kepala
Badan.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal 46

(1) Pemegang lzin wajib mengajukan permohonan


persetujuan pernyataan pembebasan setelah berakhirnya
kegiatan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 secara tertulis kepada Kepala
Badan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan pernyataan pembebasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Badan.

Paragraf 2
Proteksi Radiasi

Pasal 47

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Radiasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.

(2) Dalam

SK No 157604 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-30-
(21 Dalam melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan program
proteksi dan keselamatan radiasi.
(3) Program proteksi dan keselamatan radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:
a. identifikasi sumber radiasi pengion, jalur paparan, dan
penilaian serta pengendalian risiko radiasi;
b. daftar perlengkapan Proteksi Radiasi dan program
kalibrasi alat ukur;
c. pembagian daerah kerja;
d. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi
radioaktif di daerah kerja;
e. pelatihan proteksi radiasi untuk pekerja radiasi;
f. pemantauan kesehatan; dan/atau
g. pemantauan dan rekam dosis yang diterima pekerja
radiasi.
(4) Identifikasi terhadap sumber radiasi pengion dan jalur
paparan radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a meliputi sumber:
a. eksterna dari radiasi gamma yang berasal dari bijih,
produk, dan limbah; dan
b. interna dari produk luruh radon dan partikulat
radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui:
f . inhalasi;
2. ingesta; dan
3. absorbsi.

Pasal 48

Pemegang lzin melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 melalui:
a. justifikasi pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan
Radioaktif;
b. optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi; dan
c. limitasi dosis.
Pasal 49

(1) Pemegang lzin wajib melakukan justifikasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dengan memastikan
kegiatan pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan
Radioaktif yang dilaksanakan mempunyai manfaat yang
lebih besar dari risikonya.
(2) Justifikasi

SK No 157605 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-31 -

(21 Justifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


dengan paling sedikit mempertimbangkan faktor
teknologi, lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, sosial,
dan budaya.

Pasal 5O

(1) Pemegang lzin wajib melakukan optimisasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dengan mengendalikan
besaran dosis yang diterima pekerja radiasi di pengolahan
atau penyimpanan Mineral lkutan Radioaktif dan
masyarakat agar serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial.
l2l Dalam melakukan optimisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lnn hanrs menentukan dan
menerapkan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan
masyarakat.
(3) Dalam menentukan pembatas dosis sebagaimana
dimaksud pada ayat l2l, Pemegang lzin wajib mendapat
persetujuan dari Kepala Badan.
(4) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara tertulis
dengan melampirkan program proteksi dan keselamatan
radiasi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari satu fasilitas di satu
kawasan, Pemegang lzin harus menentukan dan
menerapkan pembatas dosis dengan mempertimbangkan
kontribusi dosis dari masing-masing fasilitas.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan
persetujuan penentuan pembatas dosis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dengan
Peraturan Badan.

Pasal 51

(U Pemegang lzin wajib melakukan limitasi dosis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c dengan
memastikan paparan radiasi yang diterima oleh pekerja
radiasi di pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan
Radioaktif dan masyarakat tidak melebihi batas yang
ditetapkan.
(2) Dalam...

SK No 157606 A
PRES IDEN
REFUELIK INDONESIA
-32-
(21 Dalam melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemegang lzin harus menerapkan Nilai
Batas Dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat.
(3) Dosis yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat tidak
boleh melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengendalian penerimaa.n paparan radiasi dalam limitasi
dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan dengan:
a. pembagian daerah kerja;
b. pemantauan daerah kerja;
c. pemantauan dosis pekerja radiasi;
d. pemantauan kesehatan pekerja radiasi; dan
e. penggunaan peralatan Proteksi Radiasi.
(5) Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi
dosis untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan dengan:
a. membatasi akses wilayah tambang; dan
b. mengendalikan lepasan efluen radioaktif ke
lingkungan hidup.

Paragraf 3
Pengendalian Radioaktivitas Lingkungan Hidup

Pasal 52

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian


radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d untuk pengolahan Mineral
Ikutan Radioaktif.
(21 Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian
radioaktivitas lingkungan hidup pada saat kondisi normal
dan Kecelakaan.
(3) Pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemantauan parameter lingkungan hidup; dan
b. pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Pemantauan parameter lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup;
dan
b. tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup.
(5) Pengukuran

SK No 157607 A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-33-
(5) Pengukuran parameter untuk batasan lepasan efluen
radioaktif ke lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a harus dilaksanakan di Wilayah
Tambang dengan didasarkan pada nilai batas lepasan
radioaktivitas ke lingkungan hidup, yang berlaku untuk:
a. air; dan
b. udara.
(6) Pengukuran parameter untuk tingkat radioaktivitas di
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b harr-s dilaksanakan di Wilayah Tambang dan
lingkungan pemukiman masyarakat yang terdampak
dengan didasarkan pada baku tingkat radioaktivitas di
lingkungan hidup, yang berlaku untuk:
a. air;
b. udara;
c. tanah; dan
d. vegetasi.

Paragraf 4
Penanggulangan Kecelakaan

Pasal 53

(1) Dalam hal terjadi Kecelakaan, Pemegang lzin wajib


melaksanakan penanggulangan Kecelakaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal4 ayat (1) huruf e untuk
pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif dengan
mengutamakan keselamatan manusia.
l,2l Penanggulangan Kecelakaan sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) meliputi tindakan:
a. praKecelakaan;
b. saat Kecelakaan; dan
c. pascaKecelakaan.
(3) Dalam melaksanakan upaya penanggulangan Kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib
membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan
prosedur penanggulangan Kecelakaan.
(4) Prosedur penanggulangan Kecelakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:
a. identifikasi kondisi Kecelakaan;
b. tanggung jawab petugas penanggulangan;
c. persyaratan dan metode penilaian Kecelakaan;
d.jenis...

SK No 157608 A
nepuJr-Tr ="$55*.",o
-34-
d. jenis latihan dan gladi menghadapi kondisi
Kecelakaan;
e. sarana dan prasarana penanggulangan;
f. pernyataan terjadinya kondisi Kecelakaan;
g. pelaporan lisan, tertulis, dan khusus;
h. tindakan penanganan saat Kecelakaan berupa
perlindungan dan mitigasi bagi pekerja, masyarakat,
dan lingkungan hidup dari paparan radiasi dan
kontaminasi;
i. koordinasi di lokasi saat Kecelakaan;
j. sistem rujukan pelayanan kesehatan;
k. tindakan penanganan pascaKecelakaan, termasuk
pemulihannya;
l. pernyataan berakhirnya kondisi Kecelakaan; dan
m. pelaporan akhir.
(5) Kondisi terjadinya dan berakhirnya Kecelakaan harus
dinyatakan oleh Pemegan g lzin.
(6) Laporan penanggulangan Kecelakaan yang disampaikan
oleh Pemegang Izin kepada Kepala Badan terdiri atas:
a. laporan lisan paling lama 24 (dua puluh empat) jam
setelah terjadi Kecelakaan;
b. laporan tertulis paling lama 3 (tiga) hari kalender
setelah terjadi Kecelakaan;
c. laporan khusus paling lama 7 (tujuh) hari kalender
sejak tindakan penanggulangan dilaksanakan dan
dimutakhirkan sampai penanggulangan Kecelakaan
selesai; dan
d. laporan akhir paling lama 3 (tiga) bulan setelah
penanggulangan Kecelakaan dinyatakan berakhir.
(71 Dalam hal terjadi Kecelakaan dengan potensi lepasan
radioaktif yang meluas sampai ke luar Wilayah Tambang,
Pemegang lzin harus berkoordinasi dengan instansi
terkait.

Paragraf 5
Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pasal 54

(U Pemegang lzin wajib melaksanakan pengelolaan limbah


radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.

(2) Dalam

SK No 157609 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-35-
(21 Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib
membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan
program pengelolaan limbah radioaktif.
(3) Program pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:
a. deskripsi semua limbah radioaktif yang dihasilkan;
b. kategorisasi dan penentuan kriteria limbah radioaktif;
c. strategi untuk memastikan produksi limbah radioaktif
seminimal mungkin;
d. deskripsi fasilitas pengelolaan limbah radioaktif;
e. prosedur pengelolaan limbah radioaktif; dan
f. penilaiankeselamatan.
(4) Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah mengenai
pengelolaan limbah radioaktif.

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan fasilitas dan


kegiatan, Proteksi Radiasi, pengendalian radioaktivitas
lingkungan hidup, penanggulangan Kecelakaan, dan
pengelolaan limbah radioaktif pada pengolahan dan
penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif diatur dengan
Peraturan Badan.

Bagian Ketiga
Sanksi Administratif

Pasal 56

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan keselamatan


pertambangan bahan galian nuklir dikenai sanksi
administratif.
(21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; atau
d. pencabutan izin.
Pasal 57 ...

SK No 157610 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-36-
Pasal 57

(1) Pemegang lzin yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 10
ayat (1), Pasal 1.1 ayat (1), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18
ayat (1) atau ayat (21, Pasal 19 ayat (1) atau ayat (21,
Pasal 20 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 21, Pasal 22 ayat (21,
Pasal 23 ayat (1), ayat (21, ayat (4), atau ayat(71, Pasal 24
ayat (1), Pasal 25 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 27, Pasal28
ayat (1) atau ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 3O ayat (1)
atau ayat (21, Pasal 31 ayat (1) atau ayat (3), Pasal 32
ayat (1) atau ayat l2l, Pasal 34 ayat (1) atau ayat (21,
Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (2),
Pasal 39 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 4O ayat (1) atau
ayat {21, Pasal 41, Pasal 42 ayat (2l., Pasal 45 ayat (1),
ayat (21, ayat (4), atau ayat (6), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47
ayat (1) atau ayat (2), Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (1)
atau ayat (3), Pasal 51 ayat (1), Pasal 52 ayat (1) atau
ayat(21, Pasal 53 ayat (1) atau ayat (3), dan/atau Pasal 54
ayat (1) atau ayat (21dikenai peringatan tertulis pertama.
(21 Apabila dalam waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak
Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang
lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis kedua.
(3) Apabila dalam wakhr paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak
Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis
kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemegang
lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis ketiga.
(41 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama, kedua, atau ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemegang
lzin telah memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan
menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan
keselamatan pertambangan bahan galian nuklir.

(5) Apabila

SK No 157611A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-37-
(5) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan
membekukan izin.
(6) Pemegang lzin wajib menghentikan sementara
kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan
pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(71 Pemegang lzin wqiib melakukan pemenuhan ketentuan
keselamatan pertambangan bahan galian nuklir dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala
Badan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali
izin.
(9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan
keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala
Badan mencabut izin.
(10) Apabila pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzin tetap
melaksanakan kegiatannya, Kepala Badan langsung
mencabut izin.
(11) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali
izin, dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).

Pasal 58

(1) Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 57 ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks
Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning
Pertambangan.
(2) Eks...

SK No 157612 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-38-
(21 Eks Pemegang lzin yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda
administratif paling tinggi 5O% (lima puluh per seratus)
dari nilai dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning
Pertambangan.
(3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan
Dekomisioning Pertambangan.
(41 Jika eks Pemegang lzin tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala Badan dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
dengan menggunakan dana jaminan Dekomisioning
Pertambangan.
(5) Dalam hal dana jaminan Dekomisioning Pertambangan
untuk menyelesaikan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi,
kekurangan biaya untuk penyelesaian Dekomisioning
Pertambangan menjadi tanggung jawab eks Pemegang
lzin.
(6) Eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan
penambangan Mineral Radioaktif dapat dikecualikan dari
kewajiban pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (U dalam hal
berdasarkan hasil evaluasi terdapat pertimbangan sebagai
berikut:
a. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat
dieksploitasi; atau
b. aspek keekonomian atau strategis.
(71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi
dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertambangan mineral dan batubara dapat menyerahkan
WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.

Pasal59...

SK No 157613 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-39-
Pasal 59

Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5), ayat (9), atau ayat (1O) telah
ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap
bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan
pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioaktif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

(1) Pemegang lzin yang melanggar ketentuan keselamatan


penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (7), Pasal 47 ayat (1) atau ayat (21,
Pasal 49, Pasal 50 ayat (1) atau ayat (4l,, dan/atau
Pasal 51 ayat (1) dikenai peringatan tertulis pertama.
(21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir dikenai peringatan
tertulis kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis ketiga.
(4) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzir: tidak memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan
menj atuhkan denda administratif.
(5) Penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat diberikan secara berulang hingga
Pemegang lzin memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir.

(6) Apabila...

SK No 157660 A
PRESIDEN
REPUBLIK TNDONESIA
-40-
(6) Apabila Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
keselamatan pertambangan bahan galian nuklir dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (21,
ayat (3), atau ayat (4), atau membayar denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan
menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan
keselamatan penyimpcman Mineral Ikutan Radioaktif.
(71 Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) tidak menggugurkan kewajiban Pemegang
lzin untuk tetap memenuhi ketentuan keselamatan
pertambangan bahan galian nuklir.
(8) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai penjatuhan denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 61

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari


kewajiban Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6) dan besaran denda
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (5)
diatur dengan Peraturan Badan.

BAB III

KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR

Bagian Kesatu
Garda-Aman

Pasal 62

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Garda-Aman


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a.
{21 Dalam melaksanakan Garda-Aman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen
sistem Garda-Aman untuk kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir.

(3) Dokumen...

SK No 157615 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_4t_
(3) Dokumen sistem Garda-Aman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
a. pemberitahuan rencana umum pertambangan serta
penelitian dan pengembangan pertambangan bahan
galian nuklir;
b. pemberitahuan lokasi, status tahapan kegiatan
pertambangan, dan jumlah produksi pertambangan
bahan galian nuklir;
c. pemberitahuan impor peralatan khusus; dan
d. pembuatan rekaman dan laporan berkala inventori.
(41 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Garda-Aman
pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan
Peraturan Badan.

Bagian Kedua
Proteksi Fisik

Pasal 63

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Fisik


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b.
{21 Dalam melaksanakan Proteksi Fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen
rencana Proteksi Fisik terhadap ancaman keamanan
untuk kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.
(3) Rencana Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat (21paling sedikit meliputi:
a. kajian kerawanan fasilitas termasuk target ancaman;
b. organisasi dan petugas Proteksi Fisik;
c. desain dan pembagran daerah Proteksi Fisik;
d. sistem deteksi termasuk kendali akses;
e. sistem penundaan;
f. sistem respons termasuk kontijensi dan sistem
komunikasi;
g. sistem pendukung;
h. perawatan dan uji fungsi;
i. budaya keamanan nuklir;
j. kerahasiaan informasi;
k. evaluasi sistem Proteksi Fisik; dan
1. rekaman dan pelaporan.

(4) Dalam...

SK No 157616 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_42_
(41 Dalam membuat dan mengimplementasikan rencana
Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (21,
Pemeganglzin harus:
a. mencegah dan mena.nggulangi kejadian keamanan
nuklir yang diuraikan dalam dokumen kajian
kerawanan fasilitas;
b. mengklasifikasikan bahan galian nuklir yang disimpan
dan diangkut; dan
c. menerapkan konsep pertahanan berlapis untuk
tindakan pencegahan dan perlindungan.
(5) Komponen sistem Proteksi Fisik harus disiapkan,
diujifungsi, dirawat, dikaji ulang, dan dimutakhirkan
secara berkala atau setiap terjadi kejadian keamanan
nuklir.
(6) Ldi fungsi dan perawatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilakukan pada masing-masing komponen dan
secara terintegrasi.
(71 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Proteksi Fisik
pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan
Peraturan Badan.

Bagian Ketiga
Sanksi Administratif

Pasal 64

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan keamanan


pertambangan bahan galian nuklir dikenai sanksi
administratif.
(21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; atau
d. pencabutan izin.
Pasal 65

(1) Pemegang lzirr yang melanggar ketentuan keamanan


pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau ayat l2l dan/atau
Pasal 63 ayat (1) atau ayat (21dikenai peringatan tertulis
pertama.
(2) Apabila...

SK No 157617 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_43_

(21 Apabila dalam jangka waktu paling lama lO (sepuluh) Hari


sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (21,
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis ketiga.
14) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama, kedua, ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemeganglzin telah
memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan
galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan pernyataan
pemenuhan ketentuan keamanan pertambangan bahan
galian nuklir.
(5) Apabila dalam jangk aktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan
membekukan izin.
(6) Pemegang lztn wajib menghentikan sementara
kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan
pembekuanizin sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(71 Pemegang lzin wajib melakukan pemenuhan ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala
Badan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali
izin.
(9) Apabila...

SK No 157618 A
PRES IDEN
REPUELIK INDONESIA
-44-
(9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala
Badan mencabut izin.
(1O) Apabila pembekuan inn sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzin tetap
melaksanakan kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif
atau kegiatannya, Kepala Badan langsung mencabutizin.
(11) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali
izin, dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).

Pasal 66

(1) Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 65 ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks
Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning
Pertambangan.
(21 Eks Pemegang lzin yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda
administratif paling tinggi 5O% (lima puluh per seratus)
dari nilai dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning
Pertambangan.
(3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (21tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan
Dekomisioning Pertambangan.
(4) Jika eks Pemegang lzin tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala Badan dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
dengan menggunakan dana jaminan Dekomisioning
Pertambangan.
(5) Dalam hal dana jaminan Dekomisioning Pertambangan
untuk menyelesaikan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi,
kekurangan biaya untuk penyelesaian Dekomisioning
Pertambangan menjadi tanggung jawab eks Pemegang
lzin.
(6) Eks...

SK No 157619 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_45_
(6) Eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan
penambangan Mineral Radioaktif dapat dikecualikan dari
kewajiban pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal
berdasarkan hasil evaluasi terdapat pertimbangan sebagai
berikut:
a. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat
dieksploitasi; atau
b. aspek keekonomian atau strategis.
(71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi
dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertambangan mineral dan batubara dapat menyerahkan
WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.

Pasal 67

Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana


dimaksud dalam Pasal65 ayat (5), ayat (9), atau ayat (10) telah
ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap
bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan
pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioalrtif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

(1) D m melakukan penyimpanan Mineral Ikutan


Radioaktif, Pemegang lzin yang melanggar ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (U atau
ayat (2) dan/atau Pasal 63 ayat (1) atau ayat (2) dikenai
peringatan tertulis pertama.
(21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir dikenai peringatan
tertulis kedua.

(3) Apabila...

SK No 157620 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-46-
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (21,
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai
peringatan tertulis ketiga.
(4) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak kmbaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan
menjatuhkan denda administratif.
(5) Penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (41 dapat diberikan secara berulang hingga
Pemegang lzin memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir.
(6) Apabila Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2l;,
ayat (3) atau ayat (4) atau membayar denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan
menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir.
(71 Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) tidak menggugurkan kewajiban Pemegang
lzin untuk tetap memenuhi ketentuan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir.
(8) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai penjatuhan denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 69

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari


kewajiban Dekomisioning Pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (6) dan besaran denda
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5)
diatur dengan Peraturan Badan.

BABIV...

SK No 157621 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-47 -

BAB IV

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN


BAHAN GALIAN NUKLIR

Bagian Kesatu
Sistem Manajemen

Pasal 70

(1) Pemegang lzin wajib melaksanakan sistem manajemen


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a.
(21 Dalam melaksanakan sistem manajemen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wqiib membuat,
mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen
sistem manajemen untuk kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir.
(3) Dokumen sistem manajemen sebagaimana dimaksud
pada ayat {21paling sedikit memuat:
a. kebijakan dan perencanaan;
b. manajemen sumber daya;
c. tanggung jawab manajemen;
d. pelaksanaan proses;
e. pengukuran efektivitas, penilaian, dan peluang
perbaikan;
f. pendekatan bertingkat penerapan sistem manajemen;
g. dokumentasi; dan
h. budaya keselamatan dan keamanan.
(4) Penerapan sistem manajemen wajib dikaji ulang secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem manajemen di
pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan
Peraturan Badan.

Bagian Kedua
Organisasi Pertambangan dan Panitia Penilai Keselamatan

Pasal 71

(1) Pemeganglzinwajib membentuk organisasi pertambangan


bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf b.
(2) Organisasi...

SK No 157622 A
trRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-48-
l2l Organisasi pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Pemeganglzin;
b. KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir;
c. penyelia;
d. petugas Proteksi Radiasi;
e. petugas Proteksi Fisik; dan
f. pekerja pertambangan.
(3) Selain organisasi pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemeganglzin wajib
membentuk panitia penilai keselamatan yang independen.

Pasal 72

(1) Pemegang lzin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71


ayat (21 huruf a merupakan penanggung jawab dalam
menjamin keselamatan dan keamanan seluruh kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir.
(21 Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. memastikan kepatuhan terhadap semua peraturan
perundang-undangan dan persyaratan izin terkait
kegiatan pertambangan;
b. menentukan dan melaksanakan kriteria dan kebijakan
sesuai dengan tujuan keselamatan dan keamanan;
c. memiliki organisasi dengan pembagian tugas,
kewenangan, fungsi, tanggung jawab, dan jalur
komunikasi yang jelas;
d. membuat, melaksanakan, serta mengembangkan
prosedur dan aturan internal untuk memastikan
keselamatan dan keamanan termasuk melakukan
perekaman dan merawat rekaman yang
dipersyaratkan;
e. memastikan pekerja memiliki pendidikan, kompetensi,
dan keahlian yang sesuai dengan bidang
pekerjaannya;
f. memastikan pekerja mendapatkan pendidikan dan
pelatihan untuk memenuhi kompetensi dan keahlian
yang dibutuhkan sesuai bidang pekerjaannya;
g. melakukan evaluasi, pemantauan, dan audit secara
berkala terhadap hal yang berkaitan dengan
keselamatan dan keamanan;
h.menyusun...

SK No 157623 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_49_

h. men5rusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program


pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar
Wilayah Tambang; dan
i. menunjuk KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir
sebagai penanggung jawab tertinggi di Wilayah
Tambang.

Pasal 73

(1) KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 L ayat (2) huruf b bertanggung
jawab atas terlaksananya kegiatan:
a. konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif;
b. pengolahan Mineral Radioaktif; dan/atau
c. pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif,
di Wilayah Tambang.
l2l KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir bertanggung
jawab langsung kepada Pemegang lzin atas 1 (satu)
Wilayah Tambang.
(3) KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir harus memenuhi
kriteria:
a. berkewarganegaraan Indonesia;
b. memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi di
Wilayah Tambang;
c. cakap memimpin dan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penambangan dan/atau pengolahan; dan
d. memiliki kemampuan teknis sesuai kegiatan
pertambangannya.

Pasat74

(1) Penyelia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (21


huruf c bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan petugas Proteksi Radiasi, petugas Proteksi
Fisik, dan pekerja pertambangan pada kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir di Wilayah Tambang.
12) Penyelia bertanggung jawab langsung kepada KTT
Pertambangan Bahan Galian Nuklir.

Pasal75...

SK No 157624 A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-50-
Pasal 75

(1) Petugas Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7t ayat (21 huruf d bertanggung jawab atas
pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi dan
keselamatan radiasi pada kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir.
(21 Petugas Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memiliki izin bekerja dari Kepala Badan.
(3) Petugas Proteksi Radiasi bertanggung jawab langsung
kepada KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir.
(4) Petugas Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal Tl ayat (2) huruf e bertanggungjawab atas pekerjaan
yang berhubungan dengan keamanan nuklir pada
kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.
(5) Petugas Proteksi Fisik bertanggung jawab langsung
kepada penyelia.

Pasal 76

(1) Pekerja pertambangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7l ayat (2) huruf f bertanggung jawab atas pekerjaan
teknis pada saat pelaksanaan kegiatan pertambangan
bahan galian nuklir.
(21 Setiap pekerja pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harrs mengikuti pelatihan Proteksi Radiasi.
(3) Setiap pekerja pertambangan bertanggung jawab langsung
kepada penyelia.

Pasal 77

(1) Panitia penilai keselamatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7l ayat (3) bertanggung jawab melaksanakan
penilaian dan memberikan rekomendasi kepada Pemegang
Izin pada kegiatan:
a. konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif;
b. pengolahan Mineral Radioaktif; dan/atau
c. pengolahan Mineral lkutan Radioaktif,
di Wilayah Tambang.
(21 Penilaian dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap:
a. keselamatan konstruksi, penambangan, pengolahan,
dan Dekomisioning Pertambangan;
b.keselamatan...

SK No 157625 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-51 -

b. keselamatan pekerja, masyarakat, dan perlindungan


terhadap lingkungan hidup;
c. keselamatan pengujian sarana, prasarana, instalasi
atau fasilitas, dan peralatan;
d. modilikasi fasilitas penambangan atau pengolahan;
dan
e. aspek keselamatan lainnya.
(3) Anggota dari panitia penilai keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang berkaitan dengan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2l..
(4) Anggota dari panitia penilai keselamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari dalam dan/atau
luar organisasi Pemeganglzin dengan menerapkan prinsip
independensi.
(5) Anggota panitia penilai keselamatan dari dalam organisasi
Pemeganglzin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
diperbolehkan berasal dari kelompok yang melaksanakan
kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, atau
Dekomisioning Pertambangan yang dinilai.

Pasal 78

Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi pertambangan


bahan galian nuklir dan panitia penilai keselamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 L sampai dengan
Pasal 77 diatur dalam Peraturan Badan.

Bagian Ketiga
Sanksi Administratif

Pasal 79

(U Pelanggaran terhadap ketentuan manajemen keselamatan


dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dikenai
sanksi administratif.
{21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin; atau
d. pencabutan izin.
Pasal 80. . .

SK No 157626A
FRES IDEN
REPUELIK INDONESIA
-52-
Pasal 80

(U Pemegang lzin yang melanggar ketentuan manajemen


keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7O ayat (l),
ayat l2l, atau ayat (41, dan/atau Pasal 7l ayat (1) atau
ayat (3) dikenai peringatan tertulis pertama.
(2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat l2l,
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir, Pemegan g lzin dikenai peringatan tertulis ketiga.
(4) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama, kedua, ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemeganglzin telah
memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan
keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala
Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan
man4jemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir.
(5) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir, Kepala Badan membekukan iziIa konstruksi dan
penambangan Mineral Radioaktif, izin pengolahan Mineral
Radioaktif, atau izin pengolahan Mineral Ikutan
Radioaktif.
(6) Pemegang lzin wajib menghentikan sementara
kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan
pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

(7) Pemegang

SK No 157627 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-53-
(71 Pemegang lzin wajib melakukan pemenuhan ketentuan
manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya
keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).
(8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
manajemen keselamatan dan keama.nan pertambangan
bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan
keputusan pemberlakuan kembali izin.
(9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (71 Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan
manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir, Kepala Badan mencabut lzin.
(1O) Apabila pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzir: tetap
melaksanakan kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif
atau kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif,
Kepala Badan langsung mencabut izin.
(11) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali
izin, dan pencabutan tzin sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).

Pasal 81

(1) Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8O ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks
Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning
Pertambangan.
(21 Eks Pemegang lztn yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda
administratif paling tinggi 50% (lima puluh per seratus)
dari nilai dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning
Pertambangan.
(3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (21tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan
Dekomisioning Pertambangan.

(a) Jika

SK No 157628 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-54-
(4) Jika eks Pemegang lzin tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala Badan dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melaksanakan Dekomisioning Pertambangan
dengan menggunakan dana jaminan Dekomisioning
Pertambangan.
(5) Dalam hal dana jaminan Dekomisioning Pertambangan
untuk menyelesaikan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi,
kekurangan biaya untuk penyelesaian Dekomisioning
Pertambangan menjadi tanggung jawab eks Pemegang
lzin.
(6) Eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan
penambangan Mineral Radioaktif dapat dikecualikan dari
kewajiban pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (U dalam hal
berdasarkan hasil evaluasi terdapat pertimbangan sebagai
berikut:
a. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat
dieksploitasi; atau
b. aspek keekonomian atau strategis.
(71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi
dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan
Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertambangcrn mineral dan batubara dapat menyerahkan
WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.

Pasal 82

Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 8O ayat (5), ayat (9), atau ayat (1O) telah
ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap
bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan
pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioaktif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 83

SK No 157629 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-55-
Pasal 83

(1) Dalam melakukan penyimpanan Mineral Ikutan


Radioaktif, Pemegang lzin yang melanggar ketentuan
manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7A ayat (1), ayat (2), atau ayat(41, dan/atau Pasal 71
ayat (1) atau ayat (3) dikenai peringatan tertulis pertama.
(21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir dikenai peringatan tertulis kedua.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notilikasi peringatan
tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2l,,
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir, Pemegang lzin dikenai peringatan tertulis ketiga.
(41 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari
sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir, Kepala Badan menjatuhkan denda administratif.
(5) Penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat diberikan secara berulang hingga
Pemegang lzin memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir.
(6) Apabila Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan
manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), atau ayat (41, atau membayar denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan
menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan
manqjemen keselamatan dan keamanan pertambangan
bahan galian nuklir.

(7) Pembayaran

SK No 157630A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-56-
(71 Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) tidak menggugurkan kewajiban Pemegang
lzin untuk tetap memenuhi ketentuan manajemen
keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian
nuklir.
(8) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga
OSS mengenai penjatuhan denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 84

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari


kewajiban Dekomisioning Pertambanga.n sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (6) dan/atau besaran denda
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (5)
diatur dengan Peraturan Badan.
BAB V

INSPEKSI

Pasal 85

(U Badan melakukan inspeksi terhadap kegiatan


pertambangan bahan galian nuklir untuk memastikan
dipenuhinya ketentuan keselamatan dan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan peraturan
pemndang-undangan.
t2l Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
selama:
a. proses perizinan berusaha;
b. masa berlaku perizinan berusaha; dan
c. masa berakhirnya izin hingga diterbitkannya
persetujuan pernyataan pembebasan.
(3) Inspeksi yang dilakukan selama proses perizinan
berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a
terdiri atas:
a. audit dokumen; dan
b. verifikasi lapangan.
(4) Inspeksi. . .

SK No 157631 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-57-
(4) Inspeksi yang dilakukan selama masa berlaku perizinan
benrsaha sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b
terdiri atas:
a. evaluasi laporan pada kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir;
b. audit dokumen; dan
c. verifikasi lapangan.
(5) Inspeksi yang dilakukan selama masa berakhirnya izin
hingga diterbitkannya pernyataan pembebasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c terdiri atas:
a. evaluasi laporan pada kegiatan Dekomisioning
Pertambangan;
b. audit dokumen; dan
c. verifikasi lapangan.
Pasal 86

(U Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85


dilakukan oleh inspektur keselamatan nuklir.
(21 Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara berkala dan sewaktu-waktu, dengan
atau tanpa pemberitahuan.
(3) Dalam hal pelaksanaan inspeksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), inspektur keselamatan nuklir berwenang:
a. memasuki dan memeriksa setiap fasilitas dan/atau
Wilayah Tambang;
b. melakukan pemeriksaan dokumen dan rekaman;
c. melakukan pengambilan sampel, pemantauan radiasi,
dan pengujian baik di dalam maupun luar Wilayah
Tambang;
d. mencari informasi atau keterangan,
mendokumentasikan secara visual berupa foto atau
video, dan/atau membuat rekaman yang diperlukan;
e. menJrusun salinan dari dokumen dan/atau
mendokumentasikan secara elektronik;
f. menghentikan kegiatan pertambangan bahan galian
nuklir dalam hal terjadi situasi yang membahayakan
terhadap keselamatan pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup; dan
g. melakukan kegiatan lain yang diatur oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka memastikan
keselamatan dan keamanan.

(4) Penghentian. . .

SK No 157632 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-58-
(4) Penghentian kegiatan pertambangan bahan galian nuklir
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dilakukan
oleh inspektur keselamatan nuklir setelah mendapat
perintah dari Kepala Badan.

Pasal 87

Badan berwenang melaksanakan pembinaan dan/atau


inspeksi terhadap setiap orang yang melaksanakan kegiatan
pertambangan bahan galian nuklir tanpa izin.

Pasal 88

Ketentuan lebih lanjut mengenai inspeksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 87 diatur
dengan Peraturan Badan.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 89

Semua kegiatan pertambangan bahan galian nuklir yang telah


dilaksanakan sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah
ini wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan
pertambangan bahan galian nuklir berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan
Pemerintah ini diundangkan.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9O

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar

SK No 157633 A
PRESIDEN
IQEFTJELIK INDONESIA

-59-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022

MENTERI SEKRETARIS NEGARA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 228

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Perundang-undangan dan
Hukum,

Djarnan

SK No 160046 A
PNESIDEN
REPITELIK INDONESII\

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 52 TAHUN 2A22

TENTANG

KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NIJKLIR

I. UMUM

Salah satu pemanfaatan ketenaganukliran adalah kegiatan


pertambangan bahan galian nuklir. Pertambangan bahan galian nuklir
terdiri atas pertambangan Mineral Radioaktif serta pengolahan dan juga
penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif. Kegiatan pertambangan bahan
galian nuklir memiliki nilai tambah dan bersifat strategis bagi peningkatan
pendapatan na sional untuk mewujudkan kesej ahteraan masyarakat.
Potensi bahaya bagi keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan
hidup dapat timbul karena adanya Mineral Radioaktif dan Mineral Ikutan
Radioaktif yang memancarkan radiasi dan menimbulkan potensi
kontaminasi. Selain itu, kandungan uranium atau thorium pada Mineral
Radioaktif dan Mineral Ikutan Radioaktif dalam jumlah yang signifikan
dapat menjadi ancaman baik bagi keamanan nasional ataupun dunia jika
digunakan untuk tqjuan nondamai sehingga penting untuk mewujudkan
keamanan dalam pemanfaatannya.
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran menetapkan bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir
wajib memperhatikan keselamatan, keamanan dan ketenteraman,
kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap
lingkungan hidup. Dalam rangka mewujudkan kegiatan dalam
pertambangan bahan galian nuklir yang selamat dan aman itu, perlu
adanya ketentuan keselamatan dan keamanan untuk konstmksi dan
penambangan Mineral Radioaktif, pengolahan Mineral Radioaktif dan
Mineral Ikutan Radioaktif, serta penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif di
Wilayah Tambang.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka disusunlah Peraturan
Pemerintah ini, yang mengatur mengenai keselamatan, keamanan, serta
manajemen keselamatan dan keamanan sebagai aturan pelaksanaan lebih
lanjut dari ketentuan Pasal 16 ayat (21 lJndang-Undang Nomor 10
Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

II.PASAL...

SK No 160004A
PRES IDEN
REFUBLIK INDONESIA
-2-
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud "hasil pengolahan bahan galian nuklit' adalah
produk yang berupa senyawa uranium terkonsentrasi (gellowcakel
atau oksida thorium terkonsentrasi yang dapat dijadikan bahan
baku bahan bakar nuklir.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "keselamatan dan kesehatan kerja"
adalah upaya yang dimaksudkan untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan
para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "kesehatan masyarakat" adalah
upaya mencapai kesehatan masyarakat setinggi-tingginya
dengan menjaga kesehatan lingkungan serta kesehatan dan
keselamatan kerja.
Yang dimaksud dengan "kesehatan lingkungan" adalah
upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan
dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi,
maupun sosial.

Kesehatan

SK No 157636 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESTA
-3-
Kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan diatur
oleh peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
Termasuk juga analisis dampak kesehatan lingkungan
(ADKL) serta pemantauan parameter kesehatan lingkungan.
Yang dimaksud dengan "keselamatan lingkungan hidup"
adalah upaya perlindungan dan pengelolaan secara
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan terhadap kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengarrrhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain. Upaya ini meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Di dalamnya, termasuk juga
pemulihan lingkungan selama kegiatan berlangsung yang
diatur oleh peraturan di bidang lingkungan hidup.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Yang dimaksud dengan "peraturan pemndang-undangan" adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan,
kesehatan, dan lingkungan hidup.

Pasal6...

SK No 157637 A
PRES IDEN
REPUALIK TNDONESIA
-4-
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Yang dimaksud dengan "penyimpanan Mineral Ikutan
Radioaktif" adalah kegiatan penyimpanan yang terpisah dari
kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif yang
menghasilkan unsur uranium dan thorium.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "pengolahan" adalah kegiatan
pertambangan untuk menghasilkan senyawa uranium
terkonsentrasi (gellowcake), oksida thorium terkonsentrasi,
atau mineral terkonsentrasi yang bersifat radioaktif lainnya.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Yang dimaksud dengan "pengalihan" adalah termasuk juga
distribusi dan peredaran bahan nuklir yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan lain sebagai pemanfaatan
bahan nuklir.

Huruf i. . .

SK No 157638 A
PRES IDEN
REPUBLIK TNDONESIA
-5-
Huruf i
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Hunrf e
Cukup jelas

Huruf f
Yang dimaksud dengan "modifikasi" adalah setiap upaya yang
mengubah proses, sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan yang penting terhadap keselamatan pertambangan
termasuk kegiatan pengurangan dan latau penambahan yang
menyebabkan perubahan keselamatan operasi.

Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

SK No 157639 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pengaruh kejadian alam" adalah
keadaan alamiah atau kebumian yang mungkin berpengaruh
terhadap keselamatan kegiatan sehingga perlu dianalisis
agar desain fasilitas yang dirancang dapat memenuhi syarat
keselamatan. Keadaan alamiah atau kebumian ini misalnya
aspek meteorologi, hidrologi, geologi, geoteknik, dan
seismologi. Aspek yang wajib dianalisis tergantung pada
metode penambangan yang dipilih.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "perpindahxr zat radioaktif" adalah
penyebaran atau pergerakan zat radioaktif di udara atau air
akibat proses fisika yang mempengaruhi gerakan berbagai
molekul dalam media udara atau air.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 1 L
Cukup jelas.

Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan "pelindian di tempat" adalah proses
pengambilan mineral dari bijih yang berada di bawah permukaan
tanah dengan melarrrtkan bijih dan memompa larutan ke
permukaan tanah.

Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "debu" adalah semua debu, khususnya
debu radioaktif dengan waktu paruh panjang llortg-liued
radioactiue dustl.

Hurtrf c . .

SK No 157640 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisik"
untuk desain penambangan permukaan adalah sistem yang
melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan
peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan,
longsor, atau nrntuhan. Misalnya, dinding penahan amblesan
atau tanggul penahan longsor serta sistem yang terkait dengan
monitoring interaksi antar sistem pada wilayah tambang.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "pengelolaan limbah radioaktif" adalah
pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan
penyimpanan, danf atau pembuangan zat radioaktif dan bahan
serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif yang tidak dapat
digunakan lagi.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "sistem bantu" adalah sistem yang
menunjang sistem utama. Misalnya sistem untuk catu daya
listrik, komunikasi dan alarm, pencahayaan, dan pemasok air.
Pasal 14
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sistem penambangan" antara lain
pengeboran, pembersihan debu dan gas berbahaya, penyanggaan,
pemuatan, pemindahan material, dan pengisian kembali lubang
bekas tambang (backfillingl .

Hurlf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g. . .
SK No 157641 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
Huruf g
Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisik"
untuk desain penambangan bawah tanah adalah sistem yang
melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan
peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan,
longsor, atau runtuhan. Misalnya, dinding penahan runtuhan
serta sistem yang terkait dengan monitoring interaksi antar
sistem pada wilayah tambang.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Pasal L5
Huruf a
Cukup jelas.
Hurt-f b
Cukup jelas.
Huruf c
Culmp jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "sistem pengungkung" adalah
pengungkung debu atau limbah (terutama untuk penyimpanan
tailing, termasuk containment pondl. Misalnya, penggunaan tanah
dengan permeabilitas rendah.

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisilf
untuk desain penambangan pelindian di tempat adalah sistem
yang melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan
peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan,
longsor, atau runtuhan. Misalnya, sistem pelindung pipa bawah
tanah, pelindung kebocoran tailing dari kolam sistem
pengungkung, serta sistem yang terkait dengan monitoring
interaksi antar sistem pada wilayah tambang.

Hurr-f h. . .

SK No 157642 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESTA
-9-
Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan "sistem proses" adalah mencakup
pelindian, ekstrak si, stripping, pengendapan, dan pengeringan.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas

Huruf j
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Hunrf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
SK No 157643 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10-
Huruf c
Yang dimaksud dengan "mempermudah perawatan" adalah
upaya memperrnudah akses pekerja pertambangan untuk
pencegahan atau perbaikan yang terorganisasi agar sarana,
prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan dapat
beroperasi dengan baik dan selamat. Kegiatan perawatan
terdiri atas perawatan rutin dan nonrutin.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.

Hurt.f b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Humf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f ...

SK No 157644 A
PRES IDEN
REFUBLIK INDONESIA
- 11-
Huruf f
Yang dimaksud dengan "pengujian" adalah kegiatan untuk
memastikan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan
peralatan yang telah terpasang dapat berfungsi sesuai
dengan desain penambangan atau pengolahan Mineral
Radioaktif. Pengujian dilaksanakan baik terhadap fungsi
masing-masing sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas,
dan peralatan maupun terhadap semua sistem secara
terintegrasi.

Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 2O
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c. . .

SK No 157645 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESTA
_L2_
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "pekerja radiasi" adalah setiap orang
yang bekerja penuh waktu atau paruh waktu yang
diperkirakan dapat menerima dosis tahunan melebihi Nilai
Batas Dosis untuk masyarakat umum dan memiliki hak
serta kewajiban terkait dengan Proteksi Radiasi dan
keselamatan radiasi dalam pekerjaannya.
Dalam hal ini, pekerja pertambangan seperti pekerja
konstruksi, penambangan, peledakan, pengolahan, ventilasi,
perawatan, dan Dekomisioning Pertambangan yang
berpotensi menerima dosis tahunan melebihi Nilai Batas
Dosis untuk masyarakat umum dikategorikan sebagai
pekerja radiasi. Semua pekerja ini tunduk sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan dan kesehatan secara umum, serta
keselamatan radiasi secara khusus.

Huruf f
Yang dimaksud dengan "pemantauan kesehatan' adalah
pemeriksaan kesehatan dan/atau konseling secara berkala
serta tindak lanjut dari hasil pemeriksaan kesehatan
dan/atau konseling.

Huruf g
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal27
Cukup jelas.

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat(21 ...
SK No 157646 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-13-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pembatas dosis" adalah nilai dosis
radiasi yang digunakan sebagai panduan untuk optimisasi
Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi dalam pelaksanaan
kegiatan pertambangan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dosis yang diterima pekerja radiasi dan
masyarakat" adalah dosis untuk pekerja radiasi di pertambangan
dan masyarakat yang perhitungannya dilakukan dengan cara
mengura.ngi paparan radiasi yang terukur dari paparan latar.
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan
perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan
mengenai proteksi dan keselamatan radiasi.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 3O
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat(21 ...

SK No 157647 A
FRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-t4-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pengendalian radioaktivitas lingkungan
hidup pada saat Kecelakaan" adalah pengendalian yang
dilakukan saat Kecelakaan, termasuk pascaKecelakaan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "instansi terkait" adalah instansi
pemerintah, baik pusat maupun daerah, antara lain pemadam
kebakaran, kepolisian, rumah sakit, dan puskesmas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal33...

SK No 157648 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-15-
Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 4O
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal42
Cukup jelas.

Pasal 43
Penyimpanan untuk Mineral Ikutan Radioaktif juga dilakukan oleh
pemega.ng tzin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan
khusus mineral dan batubara, kontraktor kontrak kerja sama minyak
dan gas bumi, atau pemegangizin usaha industri yang menghasilkan
Mineral Ikutan Radioaktif.

Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembuangan permanen" adalah
penimbusan akhir, sumur injeksi, penempatan kembali di area
bekas tambang, dam tailing, dan/atau fasilitas penimbunan lain
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat(3) ...

SK No 157649 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16-
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (a)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 5O
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal53...

SK No 157650 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-17-
Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "rencana umum pertambangan"
adalah setiap rencana umum pengembangan pertambangan,
termasuk rencana ekspansi usaha.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c. . .

SK No 157651A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
_ 18_

Huruf c
Yang dimaksud dengan "pemberitahuan impor peralatan
khusus" adalah pemberitahuan impor terhadap peralatan
yang secara khusus dirancang dan digunakan untuk
kegiatan daur bahan bakar nuklir yang izinnya diberikan
oleh Kepa-la Badan.

Hurrrf d
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan okejadian keamanan nuklir' adalah
kejadian yang berpotensi atau mempunyai implikasi
terhadap keamanan nuklir antara lain ancaman sabotase,
ancaman keamanan informasi, pencu rian z.at radioaktif atau
bahan nuklir, dan kejadian peledakan menggunakan
radio adiue di.spers al deuice.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal64...

SK No 157652 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 7O
Cukup jelas

Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Yang dimaksud dengan "petugas Proteksi Radiasi" adalah
pekerja radiasi yang ditunjuk oleh Pemegang lzin dan
mendapatkan surat izin bekerja dari Badan untuk
mengawasi dan melaksanakan pekerjaan yang berhubungan
dengan Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi.

Huruf e
Cukup jelas.
Hurrf f ...

SK No 157653 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-20-
Huruf f
Yang dimaksud dengan "pekerja pertambangan" adalah
semua pekerja yang terlibat dalam pekerjaan teknis sesuai
dengan ke giatannya misalnya pekerj a kon struksi, peledakan,
penambangan, ventilasi, pengolahan, penyimpanan,
perawatan, dan Dekomisioning Pertambangan.

Ayat (3)
Panitia penilai keselamatan melakukan tugasnya secara
independen untuk memastikan keselamatan pertambangan
bahan galian nuklir.

Pasal72
Ayat (1)
Pemegang lzin sebagai penanggung jawab utama dalam
keselamatan dan keamanan atas seluruh kegiatan pertambangan
bahan galian nuklir, meskipun sebagian dari pekerjaan itu
didelegasikan kepada pihak lain.

Ayat (21
Hunrf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "prosedur dan aturan internal"
antara lain prosedur operasi standar (standard operational
proedurel dan instruksi kerja.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i. . .

SK No 157654 A
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2t-
Huruf i
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Ayat (1)
Jumlah dan jenis penyelia ditentukan oleh Pemegang lzin sesuai
dengan kebutuhan kegiatan pertambangan, dengan paling sedikit
tersedia fungsi penyelia di bidang operasional dan teknis.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal77
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Yang dimaksud dengan "aspek keselamatan lainnya" adalah
aspek-aspek keselamatan lain dari internal perusahaan.
Contohnya seperti prosedur operasional, laporan
pelaksanaan modifikasi, konstruksi, atau pengendalian
radioaktivitas lingkungan hidup.
Ayat(3) ...

SK No 157655 A
t,RESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-22-
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "inspeksi selama proses perizinan
berusaha" adalah inspeksi yang dilakukan dalam rangka
verifikasi lapangan untuk menilai kesesuaian antara
dokumen persyaratan pertzinan dengan kondisi di lapangan.
Inspeksi ini dilakukan sebelum perizinan berusaha
diterbitkan.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c. . .

SK No 157656 A
FRESIDEN
REPUEUK INDONESIA
-23-
Hurrrf c
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Yang dimaksud "setiap orang" adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6835

SK No 160005 A

Anda mungkin juga menyukai