Anda di halaman 1dari 41

MEKANISME

PENGAWASAN
TENORM
Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir
Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Disampaikan dalam
Sosialisasi Peraturan Pengelolaan Limbah B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Yogyakarta, 27 Agustus 2018
Lingkup Presentasi

• Pendahuluan
• TENORM
• Intervensi TENORM
• Perizinan TENORM
• Kesimpulan
• Lampiran

2
PENDAHULUAN

3
UU NO. 10 Th. 1997 TENTANG
KETENAGANUKLIRAN

I. PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR OLEH BAPETEN


• Berdasarkan Pasal 4 UU No. 10 tahun 1997 mengenai
Ketenaganukliran, Pemerintah membentuk Badan Pengawas yang
bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga
nuklir.
• BAPETEN terbentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 76
Tahun 1998 yang diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 103
Tahun 2001 dan terakhir diperbaharui dengan Keputusan Presiden
No.64 Tahun 2005.

4
UU NO. 10 Th. 1997 TENTANG
KETENAGANUKLIRAN

II. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN OLEH BATAN


• Pasal 3 ayat 1 UU No. 10 tahun 1997 mengenai Ketenaganukliran,
Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang melaksanakan
pemanfaatan tenaga nuklir.
• Pasal 3 ayat 2 UU No. 10 tahun 1997 mengenai Ketenaganukliran,
Badan pelaksana menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan, penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi
bahan galian nuklir, produk bahan baku untuk pembuatan dan
produksi bahan bakar nuklir, produksi radioisotop untuk
keperluan penelitan dan pengembangan, dan pengelolaan limbah
radioaktif.

5
Aspek Pengawasan BAPETEN

Safety

Safeguard Security

Mewujudkan Pasal 15
UU No. 10/1997 6
TENORM

7
Definisi

Definisi:
bahan/ zat radioaktif alam yg konsentrasi
TENORM radionuklidanya atau potensi paparannya
1 terhadap manusia meningkat akibat
(Technologically adanya kegiatan/ teknologi oleh manusia
Enhanced Naturally yang terjadi pada saat sekarang maupun
di masa lampau.
Occuring Radioactive
Material) ditemukan di berbagai jenis tambang/ industri
baik pada tahap penggalian, proses/fabrikasi
2 maupun pada Tailing / limbah; dapat berupa
gas, padat (scale dan slag), lumpur (sludge)
atau lapisan tipis cairan dipermukaan (Film).

Keg. penambangan, pengolahan & pemurnian (timah, zircon, fosfat)


Keg. eksplorasi minyak dan gas bumi
Keg. industri: keramik, pupuk fosfat. 8
Dasar Hukum
Peraturan Perundangan Terkait TENORM

1. UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran


2. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH
3. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4. PP Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif
5. PP Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir

6. PP Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir


7. PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
8. Perka BAPETEN Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Protokol Tambahan Pada Sistem
Pertanggungjawaban Dan Pengendalian Bahan Nuklir
9. Perka BAPETEN Nomor 9 Tahun 2009 tentang Intervensi terhadap Paparan yang Berasal Dari TENORM
10. Perka BAPETEN Nomor 16 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penyimpanan TENORM
9
11. Perka BAPETEN Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tingkat Klierens
PP 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah B3

 Pasal 55 (& 77):


(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dilarang melakukan Pemanfaatan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 terhadap Limbah B3 dari sumber tidak spesifik dan
sumber spesifik yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif lebih besar dari atau sama dengan 1
Bq/cm2 dan/atau konsentrasi aktivitas sebesar:
a. 1 Bq/gr untuk anggota deret Uranium dan Thorium; atau
b. 10 Bq/gr untuk Kalium
(2) Radionuklida sebagiamana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: U-238, Pb-210, Ra-226, Ra-
228, Th-228, Th-230, Th-234 dan Po-210
(3) Po-210 hanya berlaku untuk penentuan konsentrasi aktivitas radionuklida deret Uranium dan
Thorium pada limbah B3 yang berasal dari kegiatan ekploitasi dan pengilangan gas bumi.
(4) Larangan melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dikecualikan jika tingkat radioaktivitas dapat
diturunkan di bawah tingkat kontaminasi radioaktif dan/atau konsentrasi aktivitas yang dimaksud
pada ayat (1).
10
DERET PELURUHAN
RADIOAKTIF ALAM (NORM)

11
Daya Tembus Radiasi

12
ASPEK RADIOLOGI
POTENSI BAHAYA RADIASI
 Paparan Eksternal (radiasi ß, 𝑔𝑎𝑚𝑚𝑎)
 Kontaminasi Internal (Inhalasi, ingesti,
absorpsi debu TENORM dan gas Radon)

Efek Deterministik
• Ada dosis ambang
• Keparahan bergantung dosis
• Umumnya tanpa periode laten
• Terjadi pada individu terpapar

Efek Stokastik
• Tanpa dosis ambang
• Probabilitas bergantung dosis
• Ada periode laten
•Terjadi pada individu terpapar & turunannya
13
Obyek Pengawasan
TENORM di Indonesia

14
INTERVENSI TENORM

15
PP No. 33 Tahun 2007
Tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radioaktif (1)
 Pasal 1:
Intervensi adalah setiap tindakan untuk mengurangi atau menghindari
paparan atau kemungkinan terjadinya paparan kronik dan paparan
darurat.
 Ayat 1 Pasal 50 :
Setiap orang atau badan yang karena kegiatannya dapat menghasilkan
mineral ikutan berupa TENORM harus melaksanakan intervensi
terhadap terjadinya paparan yang berasal dari TENORM melalui
tindakan remedial.
 Ayat 2 Pasal 50 :
Pelaksanaan intervensi dilaporkan pada BAPETEN.
 Ayat 3 Pasal 50 :
BAPETEN mengevaluasi pelaksanaan intervensi.
16
PP No. 33 Tahun 2007
Tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radioaktif (2)
 Pasal 52:
Pelaksanaan intervensi hanya diberlakukan untuk TENORM dengan
konsentrasi radioaktif melebihi Tingkat Intervensi.
 Ayat 1 Pasal 59:
Intervensi dilaksanakan hingga mencapai nilai dibawah Tingkat
Intervensi.
 Ayat 2 Pasal 59:
Ketentuan mengenai Tingkat Intervensi diatur dengan Peraturan Kepala
BAPETEN.

Perka BAPETEN NO. 9 TAHUN 2009 Tentang


Intervensi Terhadap Paparan Yang Berasal Dari
Technologically Enhanced Naturally Occuring Radioactive
Materials (TENORM)
17
Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2009
Tentang Intervensi Terhadap Paparan
Yang Berasal dari TENORM
Penghasil TENORM harus melakukan analisis keselamatan radiasi untuk TENORM untuk setiap lokasi
TENORM yang dimiliki atau berada di dalam penguasaannya.

Analisis keselamatan radiasi untuk TENORM paling sedikit meliputi:


a. jenis dan proses kegiatan yang dilaksanakan.
b. jumlah atau kuantitas TENORM.
c. jenis dan tingkat konsentrasi radionuklida.
d. paparan radiasi dan/atau kontaminasi tertinggi di permukaan
TENORM.

Penilaian atas hasil analisis keselamatan radiasi untuk


TENORM didasarkan pada Tingkat Intervensi.

18
Tingkat Intervensi

Tingkat Intervensi :
a. jumlah atau kuantitas TENORM paling sedikit 2 (dua) ton
b. tingkat kontaminasi sama dengan atau lebih kecil dari 1 Bq/cm2 (satu becquerel
persentimeter persegi) dan/atau konsentrasi aktivitas sebesar 1 Bq/gr (satu
becquerel pergram) untuk tiap radionuklida anggota deret uranium dan thorium;
atau 10 Bq/gr (sepuluh becquerel pergram) untuk kalium.

Radionuklida sebagaimana dimaksud poin b paling kurang meliputi Pb-


210, Ra-226, Ra-228, Th-228, Th-230, Th-234 dan/atau Po-210.

Radionuklida Po-210 sebagaimana dimaksud pada poin 10 hanya berlaku untuk


penentuan konsentrasi aktivitas radionuklida anggota deret uranium dan thorium
pada kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas bumi.

19
Ketetapan Intervensi

• Jika TENORM menunjukkan Tingkat Intervensi dilampaui:

Kepala BAPETEN, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak batas
akhir penilaian atas hasil analisis keselamatan radiasi, menerbitkan ketetapan yang
menyatakan bahwa Intervensi terhadap paparan yang berasal dari TENORM perlu
dilaksanakan oleh Penghasil TENORM melalui tindakan remedial.

• Jika TENORM menunjukkan Tingkat Intervensi tidak dilampaui:

Kepala BAPETEN, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak batas akhir penilaian
atas hasil analisis keselamatan radiasi, menerbitkan ketetapan yang menyatakan bahwa Intervensi
terhadap paparan yang berasal dari TENORM tidak perlu dilaksanakan oleh Penghasil TENORM.

Catatan: salinan ketetapan di tembuskan kepada instansi yang berwenang di bidang


energi dan sumber daya mineral, industri dan lingkungan hidup.
20
Pelaksanaan Intervensi

Pelaksanaan Intervensi terhadap paparan yang berasal dari


TENORM melalui tindakan remedial dapat dilakukan:

a. secara mandiri oleh Penghasil TENORM; atau


b. melalui kerja sama dengan atau menunjuk pihak lain.

21
Alur Intervensi TENORM

Lab analisis
Tdk
Kegiatan Analisis Dibawah Dibawah
Tindakan
Penghasil Keselamatan Tingkat Tingkat
Intervensi
TENORM Radiasi Intervensi? Intervensi?

Survey, sampling, dan analisis Ya Tdk


Tidak Perlu Pengawasan BAPETEN

Diklat PPR/PR

Penyusunan Dokumen IZIN PENYIMPANAN TENORM

Peralatan Pemantau Radiasi

22
PERIZINAN TENORM

23
PP No. 29 Tahun 2008
Tentang Perizinan Pemanfaatan
Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir
 Pasal 7 huruf b:
Izin Penyimpanan Zat Radioaktif (Pemanfaatan Kelompok B)
Penyimpanan zat radioaktif yang dimaksud adalah bahan lain
yang mengandung radioaktif, yang merupakan hasil samping
antara lain dari kegiatan produksi, penambangan, atau
rekayasa industri (Penjelasan Pasal 7 huruf b).

Persyaratan Izin:
• Persyaratan Administratif dan
• Persyaratan Teknis
Perka BAPETEN NO. 16 TAHUN 2013 Tentang
Keselamatan Radiasi Dalam Penyimpanan
Technologically Enhanced Naturally Occuring Radioactive
Materials (TENORM)
24
Perka BAPETEN No. 16 Tahun 2013
tentang Keselamatan Radiasi dalam
Penyimpanan TENORM

Pasal 3:

Setiap badan yang akan melakukan penyimpanan TENORM wajib


memiliki izin penyimpanan zat radioaktif dari Kepala BAPETEN dan
memenuhi persyaratan keselamatan radiasi.

Pasal 9:

Persyaratan keselamatan radiasi meliputi persyaratan manajemen,


persyaratan proteksi radiasi, persyaratan teknis, dan verifikasi
keselamatan.

25
Alur Proses Perizinan Penyimpanan TENORM

Cek Kelengkapan Dokumen Penilaian Persyaratan Izin Penerbitan

3 hari kerja 12 hari kerja (perbaikan 12 hari kerja) 5 hari kerja

Penilaian
Permohonan terhadap ya
Dokumen Memenuhi Terbit izin
Pemohon Izin tertulis Dokumen
lengkap? Syarat?
Persyaratan
Dokumen
persyaratan izin tdk tdk

12 hrai kerja
Penyampaian ya
dok
perbaikan? Pemberitahuan
dok yg tdk
memenuhi
5 hari kerja persyaratan
tdk

Biaya izin
Permohonan
Batal
Berdasarkan PP 29/2008, PP 56/2014, Perka 16/2013
26
Pemanfaatan TENORM

 Selama masa penyimpanan TENORM, penghasil TENORM dapat


memanfaatkan TENORM yang disimpan.

 Tata cara dan persyaratan pemanfaatan TENORM dengan mendapatkan


rekomendasi teknis BAPETEN (Perka BAPETEN Nomor 9 Tahun 2009).

27
KESIMPULAN

28
Kesimpulan

 Pemanfaatan TENORM perlu diawasi karena memiliki paparan radiasi yang


cukup tinggi sehingga berpotensi menimbulkan bahaya pada pekerja,
masyarakat, dan lingkungan hidup.
 Berdasarkan hasil survei dan kajian, TENORM yang melebihi tingkat
intervensi pada umumnya terdapat pada pertambangan dan industri migas,
timah, zircon, dan fosfat.
 Pengawasan pemanfaatan TENORM dilaksanakan melalui peraturan,
perizinan, dan inspeksi.

29
30
LAMPIRAN

31
INDUSTRI ZIRKON

Laju dosis mencapai 1,66 µSv/h


Konsenttasi aktivitas U-238= 4.3
Bq/g
Konsentrasi aktivitas Th-232 = 0.7
Bq/g

32
INDUSTRI PELEBURAN TIMAH

33
Kawasan Pengelolaan Limbah Industri B3

34
INDUSTRI ALUMUNIUM

35
INDUSTRI BAHAN BANGUNAN

36
INDUSTRI SAND BLASTING

37
INDUSTRI GEOTHERMAL

38
Survey Lapangan (1)

Kegiatan Produksi Minyak dan Gas Bumi

39
2018/8/27
Survey Lapangan (2)

Kegiatan Pemurnian Timah

40
2018/8/27
Survey Lapangan (3)

Kegiatan pemurnian dan pengolahan zircon


PT. BMS

41

Anda mungkin juga menyukai