Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI


PEMANTAUAN DAN PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN

Disusun Oleh :

Nama Anggota : 1. Alfisah Amanda (011900001)

2. Faris Adam M. (011900006)

3. Isna Syilmi Qaira (011900008)

4. Sufi Adzkia Salma (011900024)

Jurusan/Semester : Teknokimia Nuklir / 4

Kelompok :A

Tanggal Praktikum : 24 Juli 2021

Asisten : Lutfi Aditya Hasnowo, M.Sc

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2021
2
I. TUJUAN
Dapat mengetahui laju dosis radiasi pada lingkungan dan daerah kerja
radiasi, khususnya di Lab. Aktif STTN-BATAN.

II. DASAR TEORI

Kegiatan-kegiatan di laboratorium yang menggunakan sumber zat


radioaktif di STTN-BATAN berpotensi meningkatkan paparan radiasi daerah
sekitar STTN-BATAN. Penelitian serta percobaan yang menggunakan sumber
zat radioaktif di STTN-BATAN tidak dapat dihindari setiap harinya.

Setiap orang yang tinggal di dunia selalu menerima radiasi baik yang
berasal dari sumber radiasi alamiah maupun sumber radiasi buatan. Radiasi
yang dimaksud adalah radiasi pengion, seperti partikel alfa (α), beta (β),
neutron (n), sinar gamma (ᵞ), sinar-X, masing-masing memiliki daya tembus
dan pengionan yang berbeda.

Radiasi alamiah yaitu radiasi sinar kosmik yang berasal dari matahari dan
luar angkasa lainnya yang dapat menembus lapisan atmosfer bumi sampai ke
permukaan bumi. Hasil berbagai reaksi nuklir sinar kosmik di dalam atmosfer,
biosfer, dan litosfer adalah merupakan radionuklida kosmogenik, yang meliputi
3
H, 7Be, 14
C, 22
Na, dan beberapa radionuklida kosmogenik lain yang waktu
paronya pendek (kurang dari 1 hari). Radionuklida tersebut pada suatu saat
dapat terhirup masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan (inhalasi).
Radionuklida 14C memberikan dosis efektif tahunan yang cukup besar.

Radiasi buatan dihasilkan dari kegiatan manusia, seperti kegiatan medik,


percobaan nuklir, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Kegiatan tersebut
90 137 131
akan menghasilkan radionuklida hasil belah inti (fisi), seperti Sr, Cs, I,
95 85 60 14 14
Zr, dan Kr, dan aktivasi seperti Co, C, dan N, transuranik dapat
239
menghasilkan Pu. Dosis radiasi efektif tahunan rata-rata yang berasal dari
sumber radiasi buatan yang diterima penduduk dunia jauh lebih rendah
dibandingkan dengan dosis radiasi yang berasal dari sumber radiasi alamiah.
Tidak seperti sumber radiasi alamiah, sumber radiasi buatan lebih mudah
dikendalikan, karena sumner radiasi alamiah terjadi secara terus menerus dan
sulit untuk dikendalikan walaupun demikian penyebarannya ke lingkungan
perlu diawasi dengan cara pemantauan lingkungan.

Seperti telah diketahui radiasi atau sumber radioaktif mempunyai manfaat


positif dan juga memiliki efek negatif. Karena itu selalu dicari cara agar
manfaat positifnya dapat digunakan semaksimal mungkin, sedang efek
negatifnya sekecil mungkin.

3
Keselamatan Radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia dan lingkungan
hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan. Efek negatif dari radiasi
pengion dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena
radiasi, dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya.
Berdasarkan ICRP No. 26, efek stokastik adalah efek radiasi dimana peluang
terjadinya efek tersebut merupakan fungsi dosis radiasi yang diterima oleh
seseorang, tanpa suatu nilai ambang. Sedangkan efek non stokastik
(deterministik) adalah efek radiasi dimana tingkat keparahan bergantung pada
dosis radiasi yang diterima dengan suatu nilai ambang.
Dengan demikian, maka tujuan keselamatan radiasi adalah :
1. Membatasi peluang terjadinya akibat stokastik atau resiko akibat pemakaian
radiasi yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Mencegah terjadinya akibat deterministik dari radiasi yang membahayakan
seseorang.
Filosofi keselamatan radiasi harus dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, oleh karena itu semua
Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) yang melaksanakan setiap kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir, yang dapat mengakibatkan penerimaan dosis
radiasi, harus menerapkan sistem pembatasan dosis yang komprehensif agar
tujuan proteksi radiasi dalam operasi normal dapat terpenuhi. Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP)
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya
sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang
positif dibandingkan dengan risiko (Azas Justifikasi).

2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai
(as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan
faktor ekonomi dan sosial (Azas Limitasi).

3. Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh


ICRP untuk suatu lingkungan tertentu (Azas Optimasi).

2.1 PROTEKSI RADIASI EKSTERNA


2.1.1 BAHAYA RADIASI EKSTERNA
A. SUMBER RADIASI EKTERNA

Radiasi eksterna dihasilkan melalui 2 cara yaitu:


a. Peralatan yang dioperasikan, misalnya generator sinar-X.
b. Zat radioaktif, rnisalnya Cobalt-60.

4
Generator sinar-X adalah peralatan yang memancarkan radiasi
pengion. Apabila dioperasikan, peralatan tersebut menghasilkan sinar-
X dan menjadi sumber radiasi eksterna. Jika operasi dihentikan,
produksi sinar-X berhenti dan bahaya radiasi eksterna hilang.
Sebaliknya, partikel beta, sinar-X atau sinar gamma yang dipancarkan
dari zat radioaktif adalah bahaya radiasi eksterna yang berlangsung
terus menerus. Zat radioaktif tidak dapat dihilangkan tetapi dapat
diletakkan di dalam kontainer atau diletakkan di tempat yang
sekelilingnya dipasang penahan radiasi sehingga bahaya radiasi
berkurang sampai pada tingkat yang diizinkan.

B. JENIS DAN POTENSI BAHAYA RADIASI EKSTERNA

Partikel alfa, Partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron


adalah jenis radiasi pengion tetapi tidak semua menimbulkan bahaya
radiasi eksterna. Partikel alfa memiliki jangkauan yang sangat pendek
di udara (beberapa cm) dan tidak dianggap sebagai bahaya eksterna
karena tidak dapat menembus lapisan kulit luar manusia.
Partikel beta lebih tinggi daya tembusnya dibandingkan dengan
partikel alfa. Daya tembus partikel beta juga dipengaruhi oleh besar
enegi. Partikel beta energi tinggi mampu menjangkau beberapa meter
di udara dan dapat menembus lapisan kulit luar sedalam beberapa mm,
rnisalnya partikel beta beenergi sekitar 1 MeV mampu menembus kulit
luar sampai 5 mm. oleh karena itu, parikel beta memiliki potensi
bahaya kecil, kecuali untuk mata. Hal penting dalam kasus iradiasi
partikel beta adalah terjadinga proses brehmsstrahlung yang
merupakan interkasi antara partikel beta energi tinggi dengan bahan
bemomor atom tinggi. Sebagai akibatnya timbul pancaran sinar-X
dengan potensi bahaya eksterna yang lebih besar dibandingkan dengan
partikel beta tersebut.
Sinar-X dan sinar gamma adalah gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang pendek dan memiliki kemampuan
menembus semua organ tubuh sehingga membunyai bahaya radiasi
ekstema yang signifikan. Energi foton sinar-X dan sinar gamma
merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat bahaya radiasi
eksterna.
Neutron juga memiliki daya tembus yang sangat besar. Neutron
melepaskan energi di dalam tubuh karena neutron dihamburkan oleh
jaringan tubuh. Neutron memiliki potensi bahaya radiasi eksterna yang

5
tinggi sehingga memerlukan penanganan yang sangat hati-hati. Tabel
1. menunjukkan tingkat bahaya radiasi eksterna berbagai jenis radiasi.

Tabel 1. Tingkat Bahaya Radiasi Eksterna

Bahaya Relatif Radiasi


Jenis Radiasi
Eksterna
Partikel Alpa Tidak ada
Partikel Beta Kecil
Sinar-X Besar
Sinar Gamma Besar
Neutron Besar

C. TEKNIK PROTEKSI RADIASI EKSTERNA

Proteksi terhadap radiasi eksterna dapat dijakukan dengan


menggunakan satu atau beberpa teknik berikut ini:
a. waktu : meminimalkan waktu pemaparan
b. jarak ; memaksimalkan jarak dan sumber radiasi
c. penahan ; memasang penahan yang sesuai dengan jenis radiasi
Dalam pelaksanaannya, pengendahan bahaya radiasi ckstema dapat
dilakukan secara administratif dan secara fisik. Pengendalian secara
administrasi ialah tata cara administras yang dapat mencegah atan
meminimalisasikan paparan eksterna. Pengendalian administrasi
meliputi prosedur berikut:
1. Pembagian daerah radiasi.
2. Pemasangan tanda-tarida radiasi yang jelas untuk masing-masing
daerah radiasi.
3. Pelatihan proteksi radiasi bagi pekerja dan manajer.
4. Prosedur operasi yang berkaitan dengan pengaturan waktu, jarak
dan pemasangan penahan.
5. Peraturan setempat (misalnya, larangan memasuki daerah radiasi
tertentu) dan persyaratan kondisi kerja (misalnya, persyaratan
mengenakan dosimeter alarm).
6. Pemeliharaan inventaris sumber.
7. Sistem auditing keselamatan radiasi yang meliputi kajian
keselamatan prosedur kerja, gedung, dan peralatan radiasi.
8. Perencanaan program proteksi radiasi untuk pemantauan dosis
personal dan pemantauan tempat kerja.
Pengendalian secara fisik pada dasarnya adalah penghalang fisik
yang digabungkan dengan teknik-teknik proteksi radiasi. Berikut ini
disampaikan beberapa contoh tata cara pengendalian fisik:

6
a. Pengunaan system interlock yang melarang atau mencegah untuk
masuk ke dalam daerah radiasi yang berbahaya.
b. Penggabungan penahan campuran di dalam desain bangunan dan
peralatan keselamatan radiasi.
c. Penggunaan manipulator jarak jauh (remote control) untuk
mengurangi penanganan secara langsung dan memberikan jarak
antara sumber radiasi dan operator.
d. Penggunaan pengatur waktu (preset control) dalam kasus peralatan
radiografi untuk mengendalikan waktu paparan.

2.2 PROTEKSI RADIASI INTERNA


2.2.1 BAHAYA RADIASI INTERNA
A. SUMBER RADIASI INTERNA
sumber radiasi interna berasal dan surnber radioaktif terbuka yaitu
zat radioaktif yang tidak tertutup atau tidak berada dalam suatu berntuk
padat tertentu, misalnya, bentuk bubuk, cairan atau gas. Datam
keadaan terbuka zat radioaktif tersebut muncul sebagai bahaya radiasi
interna. Karena ada kemungkinan masuk ke dalam tubuh zat radioaktif
ketika terlepas secara tidak hati-hati atau muncul di lokasi yang tidak
dikehendaki; misalnya pada permukaan kulit yang disebut
kontaminasi. Kehadiran kontaminan yang bebas berpindah baik
sebagai kontaminan permukaan atau kontaminan udara merupakan
suatu bahaya radiasi interna karena zat radioaktif tersebut berpotensi
masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penerirnaan dosis interna
pada jaringan tubuh.
B. JENIS DAN POTENSI BAHAYA RADIASI INTERNA

Faktor penting dalam proteksi radiasi interna adalah jenis radiasi


yang diemisikan oleh kontaminan radioaktif. Potensi bahaya radiasi
interna masing-masing jenis radiasi bergantung pada jangkauan
masing-masing jenis radiasi dalam jaringan tubuh. Partikel alfa
merupakan radiasi interna yang sangat berbahaya karena radiasi alfa
yang berasal dari zat radioaktif, di dalam tubuh dapat merusak organ-
organ tubuh yang berdekatan, akibat pendeknya jangkauan panjang
gelombang partikel alfa. Oleh karena itu, kontaminasi interna partikel
alfa mendeposisikan sejumlah besar energi dalam volume yang sangat
kecil jaringan tubuh dan mengakibatkan kerusakan organ atau jaringan
di sekitar sumber radioaktif.

Kontaminasi partikel beta merupakan bahaya radiasi interna


terlokalisasi, tetapi tingkatnya lebih rendah dibandingkan dengan

7
kontaminasi alfa. Pada umumnya, partikel beta memiliki jangkauan
yang lebih tinggi daripada partikel alfa di dalam tubuh. Oleh karena itu
energinya dipindahkan dalam volume jaringan yang lebih besar.
Kondisi ini mengurangi keseluruhan efek radiasi pada organ dan
jaringan di sekitarnya.

Kontaminasi gamma menimbulkan bahaya yang lebih kecil


dibandingkan dengan kontaminasi beta atau alfa. Hal ini berkaitan
dengan tingginya daya tembus dan panjangnya jangkauan jenis radiasi
ini dalam jaringan.

Berkaitan, dengan radiasi sinar-X dan neutron, sangat jarang


dilaporkan adanya kontaminasi interna sinar-X dan neutron. Pada
Tabel 2 memperlihatkan bahwa sumber radioaktif terbuka yang
mengemisikan radiasi alfa merupakan radiasi interna yang paling
berbahaya. Harus ada pengendalian yang ketat pada pemakaian sumber
terbuka pemancar alfa.

Tabel 2. Efek Jenis Radiasi Interna

Jenis Kontaminasi Bahaya Interna


Alpha Tinggi
Beta Sedang
Gamma Rendah

Adapun pembatasan penyinaran atau dosis serap dilakukan dengan cara


pembagian daerah kerja, klasifikasi pekerja radiasi, pemeriksaan dan pengujian
perlengkapan proteksi dan alat ukur radiasi. Daerah kerja dibedakan
berdasarkan besarnya tingkat radiasi atau kontaminasi daerah dengan tingkat
radiasi yang tinggi diharuskan mempunyai pengaturan pengendalian yang lebih.
Dengan demikian penerimaan dosis bagi seseorang dapat dibatasi. Pembagian
daerah kerja meliputi daerah pengendalian dan daerah supervisi. Daerah
pengendalian adalah daerah kerja yang mempunyai potensi penerimaan paparan
radiasi melebihi 3/10 NBD Pekerja Radiasi dan/atau adanya potensi
kontaminasi. Sedangkan daerah supervisi adalah daerah kerja yang mempunyai
potensi penerimaan paparan radiasi individu lebih dari NBD anggota
masyarakat dan kurang dari 3/10 NBD Pekerja Radiasi, dan bebas kontaminasi.

Dalam Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi


dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri menyatakan bahwa:

1. Nilai Batas Dosis untuk personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23


ayat (3) huruf a tidak boleh melampaui:

8
a. dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) per tahun rata-rata
selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu;
c. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus limapuluh
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
d. dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima
ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
2. Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3) huruf b tidak boleh melampaui:
a. dosis efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun;
b. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (limabelas milisievert)
dalam 1 (satu) tahun; dan
c. dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam
1 (satu) tahun.
3. Tempat penyimpanan Peralatan Radiografi dengan zat radioaktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus didesain dengan memenuhi
persyaratan salah satunya adalah tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan
tidak boleh melebihi 0,5 μSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam).

Nilai Batas Dosis menurut Peraturan Kepala Bapeten No. 4 Tahun 2013 untuk

beberapa kategori adalah sebagai berikut,

Nilai Batas Dosis Efektif


No Peran
mSv/tahun µSv/jam*
1. Pekerja Radiasi 20 10
2. Pekerja Magang Pelatihan, 6 3

Pelajar, dan atau Mahasiswa


3. Anggota Masyarakat 1 0.5

*Perhitungan dalam satuan µSv/jam dilakukan menggunakan asumsi bahwa

pada 1 tahun setara dengan 2000 jam kerja.

Nilai Batas Dosis Ekivelen


No
Peran Organ
Organ
.
mSv/tahun µSv/jam*
Mata 20 10
1. Pekerja Radiasi Tangan dan Kaki 500 250
Kulit 500 250
Pekerja Magang Pelatihan, Mata 50 25
2. Tangan dan Kaki 150 75
Pelajar, dan atau Mahasiswa Kulit 150 75
Mata 150 75
3. Anggota Masyarakat
Kulit 50 25

9
*diasumsikan 1 tahun 2000jam kerja

III. METODE KERJA


 ALAT
1. Surveymeter
2. Pendose atau dosimeter saku

 LANGKAH KERJA
1. Surveymeter disiapkan, dicek sertifikat kalibrasinya (alat dapat
digunakan jika sertifikat kalibrasinya masih berlaku) serta baterai
dicek.
2. Digunakan pendose bagi pekerja radiasi. Dosis awal yang tertera pada
pendose dicatat.
3. Dosis pada lingkungan yang diyakini tidak terdapat sumber zat
radioaktif (background) diukur dengan surveymeter (lokasi: dekat
kolam ikan bertuliskan STTN/lapangan parkir).
4. Dosis pada daerah kerja radiasi diukur di beberapa titik dengan
surveymeter.
5. Pengukuran dimulai dari titik pada garis-1 (terdalam), garis-2
(tengah), dan garis-3 (terluar)
6. Salah satu prinsip proteksi radiasi eksterna diterapkan (waktu, jarak,
dan penahan) agar nilai laju dosis sama
7. Denah lokasi pemantauan daerah kerja radiasi digambar.
8. Setelah selesai pemantauan daerah kerja radiasi, dosis akhir yang
tertera pada pendose dicatat
9. Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan daerah pada garis
mana yang termasuk daerah supervisi dan pengendalian

IV. DATA PENGAMATAN

10
Keterangan:
A Lingkungan Masyarakat F Ruang Radiografi
B Auditorium G Lab. X-Ray
C PSTA H Lab. Aktif
D Gedung Utama STTN I Irradiator Gamma
E Gudang

Nilai dosis awal pendose = 0 mR


Nilai dosis akhir pendose = 0 mR
Skala pada surveymeter = 1 x Faktor kalibrasi = 1,04
Tanggal kalibrasi ulang : 31 Januari 2022

laju dosis sesungguhnya Rata-Rata


Area
(µSv/jam) (µSv/jam)
1 0,3 0,4 0,3
2 0,2 0,4 0,4
3 0,5 0,5 0,4
4 0,4 0,4 0,5
5 0,3 0,5 0,2
6 0,5 0,5 0,4

11
7 0,2 0,3 0,2
8 0,4 0,6 0,2
9 0,5 0,4 0,3
10 0,4 0,3 0,4
11 0,4 0,4 0,5
12 0,3 0,4 0,5
13 0,5 0,5 0,4
14 0,4 0,5 0,6
15 0,5 0,3 0,4
16 0,5 0,5 0,4
17 0,5 0,4 0,6
18 0,5 0,5 0,4
19 0,3 0,4 0,4
20 0,4 0,5 0,3
21 0,5 0,4 0,3
22 0,4 0,2 0,4
23 0,4 0,4 0,5
24 0,5 0,4 0,5
25 0,4 0,5 0,6
26 0,6 0,7 0,7
laju dosis
backgroun
d

V. PERHITUNGAN
 Laju Dosis Sesungguhnya
Laju dosis = laju dosis terukur x skala surveymeter yang digunakan x factor
kalibrasi
Jumla h laju dosis tiap pengukuran per area
Laju dosis rata – rata =
3
Laju dosis sesungguhnya = (Laju dosis rata rata) – (Laju dosis background)
Misalkan :
Area 3
Laju dosis rata – rata
Jumla h laju dosis tiap pengukuran per area
=
3
Sv
( 0,5+0,5+0,4 ) µ
= jam
3
1,4
¿
3
¿ 0,47 μSv / jam
Laju dosis sesungguhnya =(Laju dosis rata rata) – (Laju dosis
background)
= (0,47-0,33) µSv/jam
= 0,14 µSv/jam

12
Lalu digunakan hitungan seperti di atas untuk menghitung laju dosis rata-rata
pada area 4 sampai area 26, dan ditabelkan sebagai berikut :

Laju Dosis Laju Dosis Laju Dosis Laju Dosis


Area Rata-Rata Background Sesungguhnya
(µSv/jam) (µSv/jam) (µSv/jam) (µSv/jam)
Laju Dosis
1 0,3 0,4 0,3 0,33
Background
2 0,2 0,4 0,4 0,33 0,0 (masyarakat)
3 0,5 0,5 0,4 0,47 0,1
4 0,4 0,4 0,5 0,43 0,1
5 0,3 0,5 0,2 0,33 0,0
6 0,5 0,5 0,4 0,47 0,1
7 0,2 0,3 0,2 0,23 -0,1
8 0,4 0,6 0,2 0,40 0,1
9 0,5 0,4 0,3 0,40 0,1
10 0,4 0,3 0,4 0,37 0,0
11 0,4 0,4 0,5 0,43 0,1
12 0,3 0,4 0,5 0,40 0,1
13 0,5 0,5 0,4 0,47 0,1
14 0,4 0,5 0,6 0,50 0,2
0,33
15 0,5 0,3 0,4 0,40 0,1
16 0,5 0,5 0,4 0,47 0,1
17 0,5 0,4 0,6 0,50 0,2
18 0,5 0,5 0,4 0,47 0,1
19 0,3 0,4 0,4 0,37 0,0
20 0,4 0,5 0,3 0,40 0,1
21 0,5 0,4 0,3 0,40 0,1
22 0,4 0,2 0,4 0,33 0,0
23 0,4 0,4 0,5 0,43 0,1
24 0,5 0,4 0,5 0,47 0,1
25 0,4 0,5 0,6 0,50 0,2
26 0,6 0,7 0,7 0,67 0,3

Laju Dosis
0,3 0,4 0,3 0,33
Background

Asumsi 1 tahun kerja = 8 jam kerja perhari x 5 hari kerja perminggu x


50 minggu pertahun
= 2000 jam kerja / tahun
Dosis pertahun (µSv/tahun) = Laju dosis sesungguhnya (µSv/jam) x jumlah
jam kerja selama 1 tahun
1 mSv
Dosis pertahun (mSv/tahun) = Dosis pertahun (µSv) x
1000 μSv
Misalkan :
Area 3
2000 jam
Dosis pertahun (µSv) = 0,1 µSv/jam x
1ta h un
= 273,3 µSv/tahun

13
1 mSv
Dosis pertahun (mSv) = 273,3 µSv/tahun x
1000 μSv
= 0,273 mSv/tahun
Lalu digunakan hitungan seperti di atas untuk menghitung laju dosis pada
area 2 sampai area 26, dan ditabelkan sebagai berikut :

14
NBD pekerja NBD
NBD NBD
radiasi di masyarakat
Laju pekerja masyarakat
Dosis Dosis daerah di daerah
Dosis radiasi umum
Area pertahun pertahun pengendalian pengendalian
Sesungguhnya menurut menurut
(µSv) (mSv) menurut menurut
(µSv/jam) BAPETEN BAPETEN
BAPETEN BAPETEN
(mSv/tahun) (mSv/tahun)
(mSv/tahun) (mSv/tahun)

1 Laju dosis background


2 0,0 (masyarakat) 0,0 0,0
3 0,1 273,33 0,273
4 0,1 206,67 0,207
5 0,0 6,67 0,007
6 0,1 273,33 0,273
7 -0,1 -193,33 -0,193
8 0,1 140,00 0,140
9 0,1 140,00 0,140
10 0,0 73,33 0,073
11 0,1 206,67 0,207
12 0,1 140,00 0,140
13 0,1 273,33 0,273
20 1 6 0,3
14 0,2 340,00 0,340
15 0,1 140,00 0,140
16 0,1 273,33 0,273
17 0,2 340,00 0,340
18 0,1 273,33 0,273
19 0,0 73,33 0,073
20 0,1 140,00 0,140
21 0,1 140,00 0,140
22 0,0 6,67 0,007
23 0,1 206,67 0,207
24 0,1 273,33 0,273
25 0,2 340,00 0,340
26 0,3 673,33 0,673

Perhitungan standar deviasi dengan rumus dibawah ini, untuk setiap data
area adalah :

Laju Dosis
Area Sesungguhnya
Dosis Dosis
pertahu pertahu
(µSv/jam) n (µSv) n (mSv)
3 0,1 273,33 0,273

15
4 0,1 206,67 0,207
5 0 6,67 0,007
6 0,1 273,33 0,273
7 -0,1 -193,33 -0,193
8 0,1 140 0,14
9 0,1 140 0,14
10 0 73,33 0,073
11 0,1 206,67 0,207
12 0,1 140 0,14
13 0,1 273,33 0,273
14 0,2 340 0,34
15 0,1 140 0,14
16 0,1 273,33 0,273
17 0,2 340 0,34
18 0,1 273,33 0,273
19 0 73,33 0,073
20 0,1 140 0,14
21 0,1 140 0,14
22 0 6,67 0,007
23 0,1 206,67 0,207
24 0,1 273,33 0,273
25 0,2 340 0,34
26 0,3 673,33 0,673
Standar deviasi 0,081 161,289 0,161
Rata-Rata 0,096 198,333 0,198

 NBD Masyarakat dan Pekerja Radiasi


Kriteria daerah pengendalian sesuai dengan ketentuan Perka
BAPETEN No. 4
Tahun 2013 adalah pekerja yang berpotensi menerima paparan radiasi
melebihi 3/10
NBD (NBD = 20 mSv/jam) pekerja radiasi (dosis efektif 6 mSv/tahun, dosis
ekivalen
lensa mata 6 mSv/tahun, dan dosis ekivalen untuk tangan, kaki dan kulit 150
mSv/tahun) dan/atau yang berpotensi kontaminasi.
Sehingga NBD pekerja radiasi di daerah pengendalian adalah sebagai
berikut :
3 20 mSv 1 Sv 10 6 μSv 1 tahun
x( x x x )=3 μSv / jam
10 tahun 1000 mSv 1 Sv 2000 jam
3 20 mSv
x =6 mSv/tahun
10 tahun
2000 berdasarkan jam kerja selama 1 tahun.
Sedangkan untuk masyarakat NBD berdasarkan perka BAPETEN No.
4 tahun

16
2009 adalah 1 mSv/jam dengan asumsi 200 jam kerja selama 1 tahun.
Sehingga NBD masyarakat di daerah pengendalian adalah sebagai berikut :
3 1 mSv 1 Sv 106 μSv 1 tahun
x( x x x )=0,15 μSv / jam
10 tahun 1000 mSv 1 Sv 2000 jam
3 1 mSv
x =0,3 mSv /tahun
10 tahun

VI. PEMBAHASAN

Kita tahu bahwa menggunakan zat radioaktif harus membutuhkan izin yang
rumit dan pengawasan khusus dalam penggunaannya, dikarenakan jika menggunakan
sumber radioaktif yang energinya lumayan tinggi dapat memancarkan paparan radiasi
dosis tinggi sehingga diperlukan pemantauan oleh BAPETEN agar dosisnya tidak
melebihi NBD yang telah ditentukan. Dan dalam penggunaan bahan radioaktif,
diperlukan prinsip dasar keselamatan radiasi yang ditetapkan dengan sistem pembatas
dosis, yaitu prinsip justifikasi, limitasi, dan optimasi. Perwujudan nyata dari ketiga
prinsip tersebut adalah dengan melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap
daerah kerja radiasi. Pemantauan daerah kerja radiasidilakukan untuk mengetahui
telah dipenuhinya ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasidan mengetahui besar
dosis yang diterima oleh pekerja, oleh karena itu pemantauan dosis radiasi harus
dilakukan secara terus menerus. Pemantauan secara perorangan dilakukandengan
memantau radiasi eksternal menggunakan dosimeter saku (pendose).
Pemantauandaerah kerja yang meliputi penentuan tingkat radiasi/kontaminasi
dilakukan dengan caramengukur menggunakan surveymeter.Oleh karena itu
mahasiswa melakukan percobaan pemantauan dan pengendalian daerah kerja radiasi
khususnya di Laboratorium Aktif STTN-BATAN untuk mengetahui laju dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja maupun masyarakat sekitar Labortorium Aktif STTN-
BATAN. Yang kemudian akan dicocokkan dengan NBD yang telah dibuat oleh
BAPETEN.

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan pemantauan dan pengendalian


daerah kerja radiasi, yang memiliki tujuan mengetahui laju dosis radiasi pada
lingkungan STTN-BATAN, dan dibandingkan dengan NBD yang telah ditetapkan
pada PERKA BAPETEN No.4 Tahun 2013. Pengukuran laju dosis dilakukan pada
dua tempat yang telah dikelompokkan menjadi daerah pengendalian dan daerah
supervisi. Yang mana diambil 26 titik/area dari jumlah kedua sub tempat. Area 1
mewakili pengukuran background, area 2 mewakili pengukuran daerah supervise, lalu
area 3 hingga area 26 mewakili daerah kerja radiasi.Dengan 3 kali pengulangan di
setiap titik/area. Laju dosis beckground yang diambil bertujuan agar laju dosis
menjadi laju dosis sebenarnya di lingkungan tersebut. Hal ini dilakukan
gunamengetahui dosis yang diterima oleh setiap masyarakat, mahasiswa, dosen, dan
pekerjaradiasi yang beraktifitas disekitar lingkungan STTN-BATAN, yang nantinya

17
akan digunakanuntuk menghindari resiko buruk yang dapat diakibatkan oleh radiasi
itu sendiri.

Dalam pengukuran ini diperoleh hasil laju dosis sesungguhnya di sekitar daerah
kerja Laboratorium Aktif diperoleh range hasil berkisar antara 0,1 µSv/jam sampai
dengan 0,3 µSv/jam atau 0,007 mSv/tahun hingga 0,673 mSv/tahun. Atau dapat
dikatakan bahwa rata-rata dosis yang diterima pekerja radiasi di daerah kerja adalah
sebesar 0,096 ± 0,081 µSv/jam dengan rentang nilai dari 0,015 – 0,177 µSv/jam atau
jika dikonversi dalam dosis pertahun maka akan menjadi 198,333±161,289 µSv/tahun
dengan rentang nilai 37,044 – 359,622 µSv/jam atau 0,198 ±0,161 mSv/tahun dengan
rentang nilai 0,037 – 0,359 mSv/tahun . Sedangkan NBD yang diberlakukan untuk
pekerja radiasi di daerah pengendalian (dekat dengan laboratorium aktif) adalah
sebesar 6 mSv/tahun dan NBD pekerja pada umunya adalah sebesar 20 mSv/tahun.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dosis yang diterima pekerja saat melakukan
pekerjaannya maupun tidak, dapat dikatakan dalam batas aman karena tidak melebihi
NBD yang telah ditetapkan oleh BAPETEN. Sedangkan untuk masyarakat, nilai
NBD yang diterapkan utuk masyarakat dalam daerah pengendalian adalah sebesar 0,3
mSv/tahun. Sehingga jika masyarakat melakukan aktivitas di sekitar area
laboratorium aktif STTN BATAN (dalam daerah pengendalian) secara terus menerus
akan mendapatkan dosis melebihi NBD terutama pada titik 11,12,13,14 dan titik
24,25,26. Yang memberikan paparan radiasi melebihi batas NBD untuk masyarakat
selama setahun. Akan tetapi hal tersebut tentunya tidak menjadi masalah karena pada
umumnya masyarakat umumtidak akan ke daerah tersebut karena bukan area umum,
dan jarak dari lokasi ke masyarakatlumayan jauh. pada kondisi demikian lingkungan
ini masih baik untuk pekerja radiasi.Apabila ada masyarakat yang datang ke daerah
tersebut harus diketahui tujuan dan memintaijin di petugas keamanan yang ada di
STTN-BATAN. Dan apabila telah diberi ijin makamasyarakat diberikan
pengendalian dan himbauan agar tidak melalui jalur ini dengamemberikan tanda
bahaya radiasi atau pemasangan pagar kuning.Oleh karena itu, pemukiman
masyarakat haruslah berada di luar dearah tersebut. Akan tetapi kita tahu bahwa jarak
sangat berpengaruh dalam mengukur laju dosis, oleh karena itu jarak laboratorium
aktif ke lingkungan masyarakat lumayan jauh sehingga dapat dipastikan masyarakat
aman. Sedangkan mahasiwa, dosen, maupun pekerja radiasi masih dalam kondisi
wajar.

Untuk pengukuran lingkungan masyarakat diwakilkan dengan area 2 yang


mana memberikan hasil pengukuran yang sama dengan background dengan laju dosis
0 mSv/ jam. Yang mana batas NBD untuk masyarakat di lingkungan luar daerah
pengendalian (daerah supervise dan masyarakat) adalah 0,3 mSv/tahun. Sehingga
untuk lingkungan masyarakat pun dapat dikatakan aman untuk beraktivitas. Bahkan
pada area 7 terdapat laju dosis di bawah laju background hal ini terjadi karena

18
kemungkinan terdapat sedikit selsisih dalam pembacaan laju dosis yang tertera pada
surveymeter atau terdapat shielding dari dinding irradiator berupa beton atau timbal
yang melindungi dari paparan radiasi sehingga laju dosis yang terukur menjadi lebih
rendah dari background karena ada shielding/tembok beton yang menutupi detector
pada surveymeter tersebut.Namun walaupun sudah dikatakan aman untuk pekerja
radiasi, mahasiswa, maupun masyarakat. Untuk pekerja radiasi apabila melakukan
pekerjaan pada area tersebut tetap dilakukan penerapan prinsip “PEJABAT”
(penghalang, jarak, dan waktu) harus selalu digunakan untuk tiap pekerja atau
mahasiswa yang beraktifitas di lingkungan STTN-BATAN. Sehingga apabila suatu
saat terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan kebocoran radiasi tetap dalam kondisi
aman. Dan untuk masyarakat agar tidak melintasi daerah pengendalian tersebut dan
perlu dipasangnya rambu-rambu seperti tali kuning dan lampu tanda radiasi sehingga
masyarakat tidak sembarangan masuk ke daerah pengendalian. Jika terpaksa harus
masuk ke daerah kerja pengendalian tersebut maka masyarakat hendaklah meminta
izin kepada pemegang izin dan menggunakan pelindung dan APD yang tepat serta
menerapkan prinsi ALARA dan “PEJABAT’ agar mengoptimalkan dan
memiminimalisir dosis radiasi yang diterima sehingga tidak melebihi NBD yang
ditetapkan oleh BAPETEN.

VII. KESIMPULAN
 Laju dosis radiasi pada
lingkungan (daerah supervisi)
Laju
Dosis Dosis
Dosis yang meliputi area 1 dan 2
Area pertahun pertahun
Sesungguhnya
Laju (µSv) (mSv)
(µSv/jam) Dosis Dosis
Dosis
Area pertahun pertahun
Sesungguhnya
(µSv) (mSv)
(µSv/jam)
3 0,1 273,33 0,273
4 0,1 206,67 0,207
5 1 0,0 0,007
Laju dosis 6,67
background
6 2 0,1 273,33 0,273
0,0 (masyarakat) 0,0 0,0
7 -0,1 -193,33 -0,193
8 0,1 140,00 0,140
9 0,1 140,00 0,140
10 0,0 73,33 0,073
 Laju dosis radiasi pada daerah
11 0,1 206,67 0,207
12 0,1 140,00 0,140 kerja radiasi (daerah
13 0,1 273,33 0,273 pengendalian) yang meliputi
14 0,2 340,00 0,340
area 3 hingga area 26
15 0,1 140,00 0,140
16 0,1 273,33 0,273
17 0,2 340,00 0,340
18 0,1 273,33 0,273
19 0,0 73,33 0,073
20 0,1 140,00 0,140
21 0,1 140,00 0,140
22 0,0 6,67 0,007
23 0,1 206,67 0,207
19
24 0,1 273,33 0,273
25 0,2 340,00 0,340
26 0,3 673,33 0,673
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Diktat PPR. 2017. Yogyakarta. STTN-BATAN

Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan
Peralatan Radiografi Industri

Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan
Peralatan Radiografi Industri

Prihatiningsih, Maria Christina. 2014. Petunjuk Praktikum Proteksi dan Keselamatan


Radiasi. Yogyakarta: STTN-BATAN

Sutarman, dkk. 2010. Jurnal Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan


Lingkungan VI : Pemantauan Lingkungan Untuk Keselamatan Radiasi Publik
Di Indonesia. Jakarta : PTKMR-BATAN.

Tim Penyusun. 2017. Buku Pelatihan Petugas Proteksi Radiasi Industri Tingkat I.
Yogyakarta: STTN-BATAN

20

Anda mungkin juga menyukai