Disusun Oleh :
Kelompok :A
Setiap orang yang tinggal di dunia selalu menerima radiasi baik yang
berasal dari sumber radiasi alamiah maupun sumber radiasi buatan. Radiasi
yang dimaksud adalah radiasi pengion, seperti partikel alfa (α), beta (β),
neutron (n), sinar gamma (ᵞ), sinar-X, masing-masing memiliki daya tembus
dan pengionan yang berbeda.
Radiasi alamiah yaitu radiasi sinar kosmik yang berasal dari matahari dan
luar angkasa lainnya yang dapat menembus lapisan atmosfer bumi sampai ke
permukaan bumi. Hasil berbagai reaksi nuklir sinar kosmik di dalam atmosfer,
biosfer, dan litosfer adalah merupakan radionuklida kosmogenik, yang meliputi
3
H, 7Be, 14
C, 22
Na, dan beberapa radionuklida kosmogenik lain yang waktu
paronya pendek (kurang dari 1 hari). Radionuklida tersebut pada suatu saat
dapat terhirup masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan (inhalasi).
Radionuklida 14C memberikan dosis efektif tahunan yang cukup besar.
3
Keselamatan Radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia dan lingkungan
hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan. Efek negatif dari radiasi
pengion dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena
radiasi, dan disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya.
Berdasarkan ICRP No. 26, efek stokastik adalah efek radiasi dimana peluang
terjadinya efek tersebut merupakan fungsi dosis radiasi yang diterima oleh
seseorang, tanpa suatu nilai ambang. Sedangkan efek non stokastik
(deterministik) adalah efek radiasi dimana tingkat keparahan bergantung pada
dosis radiasi yang diterima dengan suatu nilai ambang.
Dengan demikian, maka tujuan keselamatan radiasi adalah :
1. Membatasi peluang terjadinya akibat stokastik atau resiko akibat pemakaian
radiasi yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Mencegah terjadinya akibat deterministik dari radiasi yang membahayakan
seseorang.
Filosofi keselamatan radiasi harus dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, oleh karena itu semua
Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) yang melaksanakan setiap kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir, yang dapat mengakibatkan penerimaan dosis
radiasi, harus menerapkan sistem pembatasan dosis yang komprehensif agar
tujuan proteksi radiasi dalam operasi normal dapat terpenuhi. Filosofi proteksi
radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP)
dalam suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya
sebagai berikut:
1. Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang
positif dibandingkan dengan risiko (Azas Justifikasi).
2. Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai
(as low as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan
faktor ekonomi dan sosial (Azas Limitasi).
4
Generator sinar-X adalah peralatan yang memancarkan radiasi
pengion. Apabila dioperasikan, peralatan tersebut menghasilkan sinar-
X dan menjadi sumber radiasi eksterna. Jika operasi dihentikan,
produksi sinar-X berhenti dan bahaya radiasi eksterna hilang.
Sebaliknya, partikel beta, sinar-X atau sinar gamma yang dipancarkan
dari zat radioaktif adalah bahaya radiasi eksterna yang berlangsung
terus menerus. Zat radioaktif tidak dapat dihilangkan tetapi dapat
diletakkan di dalam kontainer atau diletakkan di tempat yang
sekelilingnya dipasang penahan radiasi sehingga bahaya radiasi
berkurang sampai pada tingkat yang diizinkan.
5
tinggi sehingga memerlukan penanganan yang sangat hati-hati. Tabel
1. menunjukkan tingkat bahaya radiasi eksterna berbagai jenis radiasi.
6
a. Pengunaan system interlock yang melarang atau mencegah untuk
masuk ke dalam daerah radiasi yang berbahaya.
b. Penggabungan penahan campuran di dalam desain bangunan dan
peralatan keselamatan radiasi.
c. Penggunaan manipulator jarak jauh (remote control) untuk
mengurangi penanganan secara langsung dan memberikan jarak
antara sumber radiasi dan operator.
d. Penggunaan pengatur waktu (preset control) dalam kasus peralatan
radiografi untuk mengendalikan waktu paparan.
7
kontaminasi alfa. Pada umumnya, partikel beta memiliki jangkauan
yang lebih tinggi daripada partikel alfa di dalam tubuh. Oleh karena itu
energinya dipindahkan dalam volume jaringan yang lebih besar.
Kondisi ini mengurangi keseluruhan efek radiasi pada organ dan
jaringan di sekitarnya.
8
a. dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) per tahun rata-rata
selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu;
c. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus limapuluh
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
d. dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima
ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
2. Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (3) huruf b tidak boleh melampaui:
a. dosis efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun;
b. dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (limabelas milisievert)
dalam 1 (satu) tahun; dan
c. dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam
1 (satu) tahun.
3. Tempat penyimpanan Peralatan Radiografi dengan zat radioaktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus didesain dengan memenuhi
persyaratan salah satunya adalah tingkat radiasi di luar tempat penyimpanan
tidak boleh melebihi 0,5 μSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam).
Nilai Batas Dosis menurut Peraturan Kepala Bapeten No. 4 Tahun 2013 untuk
9
*diasumsikan 1 tahun 2000jam kerja
LANGKAH KERJA
1. Surveymeter disiapkan, dicek sertifikat kalibrasinya (alat dapat
digunakan jika sertifikat kalibrasinya masih berlaku) serta baterai
dicek.
2. Digunakan pendose bagi pekerja radiasi. Dosis awal yang tertera pada
pendose dicatat.
3. Dosis pada lingkungan yang diyakini tidak terdapat sumber zat
radioaktif (background) diukur dengan surveymeter (lokasi: dekat
kolam ikan bertuliskan STTN/lapangan parkir).
4. Dosis pada daerah kerja radiasi diukur di beberapa titik dengan
surveymeter.
5. Pengukuran dimulai dari titik pada garis-1 (terdalam), garis-2
(tengah), dan garis-3 (terluar)
6. Salah satu prinsip proteksi radiasi eksterna diterapkan (waktu, jarak,
dan penahan) agar nilai laju dosis sama
7. Denah lokasi pemantauan daerah kerja radiasi digambar.
8. Setelah selesai pemantauan daerah kerja radiasi, dosis akhir yang
tertera pada pendose dicatat
9. Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan daerah pada garis
mana yang termasuk daerah supervisi dan pengendalian
10
Keterangan:
A Lingkungan Masyarakat F Ruang Radiografi
B Auditorium G Lab. X-Ray
C PSTA H Lab. Aktif
D Gedung Utama STTN I Irradiator Gamma
E Gudang
11
7 0,2 0,3 0,2
8 0,4 0,6 0,2
9 0,5 0,4 0,3
10 0,4 0,3 0,4
11 0,4 0,4 0,5
12 0,3 0,4 0,5
13 0,5 0,5 0,4
14 0,4 0,5 0,6
15 0,5 0,3 0,4
16 0,5 0,5 0,4
17 0,5 0,4 0,6
18 0,5 0,5 0,4
19 0,3 0,4 0,4
20 0,4 0,5 0,3
21 0,5 0,4 0,3
22 0,4 0,2 0,4
23 0,4 0,4 0,5
24 0,5 0,4 0,5
25 0,4 0,5 0,6
26 0,6 0,7 0,7
laju dosis
backgroun
d
V. PERHITUNGAN
Laju Dosis Sesungguhnya
Laju dosis = laju dosis terukur x skala surveymeter yang digunakan x factor
kalibrasi
Jumla h laju dosis tiap pengukuran per area
Laju dosis rata – rata =
3
Laju dosis sesungguhnya = (Laju dosis rata rata) – (Laju dosis background)
Misalkan :
Area 3
Laju dosis rata – rata
Jumla h laju dosis tiap pengukuran per area
=
3
Sv
( 0,5+0,5+0,4 ) µ
= jam
3
1,4
¿
3
¿ 0,47 μSv / jam
Laju dosis sesungguhnya =(Laju dosis rata rata) – (Laju dosis
background)
= (0,47-0,33) µSv/jam
= 0,14 µSv/jam
12
Lalu digunakan hitungan seperti di atas untuk menghitung laju dosis rata-rata
pada area 4 sampai area 26, dan ditabelkan sebagai berikut :
Laju Dosis
0,3 0,4 0,3 0,33
Background
13
1 mSv
Dosis pertahun (mSv) = 273,3 µSv/tahun x
1000 μSv
= 0,273 mSv/tahun
Lalu digunakan hitungan seperti di atas untuk menghitung laju dosis pada
area 2 sampai area 26, dan ditabelkan sebagai berikut :
14
NBD pekerja NBD
NBD NBD
radiasi di masyarakat
Laju pekerja masyarakat
Dosis Dosis daerah di daerah
Dosis radiasi umum
Area pertahun pertahun pengendalian pengendalian
Sesungguhnya menurut menurut
(µSv) (mSv) menurut menurut
(µSv/jam) BAPETEN BAPETEN
BAPETEN BAPETEN
(mSv/tahun) (mSv/tahun)
(mSv/tahun) (mSv/tahun)
Perhitungan standar deviasi dengan rumus dibawah ini, untuk setiap data
area adalah :
Laju Dosis
Area Sesungguhnya
Dosis Dosis
pertahu pertahu
(µSv/jam) n (µSv) n (mSv)
3 0,1 273,33 0,273
15
4 0,1 206,67 0,207
5 0 6,67 0,007
6 0,1 273,33 0,273
7 -0,1 -193,33 -0,193
8 0,1 140 0,14
9 0,1 140 0,14
10 0 73,33 0,073
11 0,1 206,67 0,207
12 0,1 140 0,14
13 0,1 273,33 0,273
14 0,2 340 0,34
15 0,1 140 0,14
16 0,1 273,33 0,273
17 0,2 340 0,34
18 0,1 273,33 0,273
19 0 73,33 0,073
20 0,1 140 0,14
21 0,1 140 0,14
22 0 6,67 0,007
23 0,1 206,67 0,207
24 0,1 273,33 0,273
25 0,2 340 0,34
26 0,3 673,33 0,673
Standar deviasi 0,081 161,289 0,161
Rata-Rata 0,096 198,333 0,198
16
2009 adalah 1 mSv/jam dengan asumsi 200 jam kerja selama 1 tahun.
Sehingga NBD masyarakat di daerah pengendalian adalah sebagai berikut :
3 1 mSv 1 Sv 106 μSv 1 tahun
x( x x x )=0,15 μSv / jam
10 tahun 1000 mSv 1 Sv 2000 jam
3 1 mSv
x =0,3 mSv /tahun
10 tahun
VI. PEMBAHASAN
Kita tahu bahwa menggunakan zat radioaktif harus membutuhkan izin yang
rumit dan pengawasan khusus dalam penggunaannya, dikarenakan jika menggunakan
sumber radioaktif yang energinya lumayan tinggi dapat memancarkan paparan radiasi
dosis tinggi sehingga diperlukan pemantauan oleh BAPETEN agar dosisnya tidak
melebihi NBD yang telah ditentukan. Dan dalam penggunaan bahan radioaktif,
diperlukan prinsip dasar keselamatan radiasi yang ditetapkan dengan sistem pembatas
dosis, yaitu prinsip justifikasi, limitasi, dan optimasi. Perwujudan nyata dari ketiga
prinsip tersebut adalah dengan melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap
daerah kerja radiasi. Pemantauan daerah kerja radiasidilakukan untuk mengetahui
telah dipenuhinya ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasidan mengetahui besar
dosis yang diterima oleh pekerja, oleh karena itu pemantauan dosis radiasi harus
dilakukan secara terus menerus. Pemantauan secara perorangan dilakukandengan
memantau radiasi eksternal menggunakan dosimeter saku (pendose).
Pemantauandaerah kerja yang meliputi penentuan tingkat radiasi/kontaminasi
dilakukan dengan caramengukur menggunakan surveymeter.Oleh karena itu
mahasiswa melakukan percobaan pemantauan dan pengendalian daerah kerja radiasi
khususnya di Laboratorium Aktif STTN-BATAN untuk mengetahui laju dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja maupun masyarakat sekitar Labortorium Aktif STTN-
BATAN. Yang kemudian akan dicocokkan dengan NBD yang telah dibuat oleh
BAPETEN.
17
akan digunakanuntuk menghindari resiko buruk yang dapat diakibatkan oleh radiasi
itu sendiri.
Dalam pengukuran ini diperoleh hasil laju dosis sesungguhnya di sekitar daerah
kerja Laboratorium Aktif diperoleh range hasil berkisar antara 0,1 µSv/jam sampai
dengan 0,3 µSv/jam atau 0,007 mSv/tahun hingga 0,673 mSv/tahun. Atau dapat
dikatakan bahwa rata-rata dosis yang diterima pekerja radiasi di daerah kerja adalah
sebesar 0,096 ± 0,081 µSv/jam dengan rentang nilai dari 0,015 – 0,177 µSv/jam atau
jika dikonversi dalam dosis pertahun maka akan menjadi 198,333±161,289 µSv/tahun
dengan rentang nilai 37,044 – 359,622 µSv/jam atau 0,198 ±0,161 mSv/tahun dengan
rentang nilai 0,037 – 0,359 mSv/tahun . Sedangkan NBD yang diberlakukan untuk
pekerja radiasi di daerah pengendalian (dekat dengan laboratorium aktif) adalah
sebesar 6 mSv/tahun dan NBD pekerja pada umunya adalah sebesar 20 mSv/tahun.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dosis yang diterima pekerja saat melakukan
pekerjaannya maupun tidak, dapat dikatakan dalam batas aman karena tidak melebihi
NBD yang telah ditetapkan oleh BAPETEN. Sedangkan untuk masyarakat, nilai
NBD yang diterapkan utuk masyarakat dalam daerah pengendalian adalah sebesar 0,3
mSv/tahun. Sehingga jika masyarakat melakukan aktivitas di sekitar area
laboratorium aktif STTN BATAN (dalam daerah pengendalian) secara terus menerus
akan mendapatkan dosis melebihi NBD terutama pada titik 11,12,13,14 dan titik
24,25,26. Yang memberikan paparan radiasi melebihi batas NBD untuk masyarakat
selama setahun. Akan tetapi hal tersebut tentunya tidak menjadi masalah karena pada
umumnya masyarakat umumtidak akan ke daerah tersebut karena bukan area umum,
dan jarak dari lokasi ke masyarakatlumayan jauh. pada kondisi demikian lingkungan
ini masih baik untuk pekerja radiasi.Apabila ada masyarakat yang datang ke daerah
tersebut harus diketahui tujuan dan memintaijin di petugas keamanan yang ada di
STTN-BATAN. Dan apabila telah diberi ijin makamasyarakat diberikan
pengendalian dan himbauan agar tidak melalui jalur ini dengamemberikan tanda
bahaya radiasi atau pemasangan pagar kuning.Oleh karena itu, pemukiman
masyarakat haruslah berada di luar dearah tersebut. Akan tetapi kita tahu bahwa jarak
sangat berpengaruh dalam mengukur laju dosis, oleh karena itu jarak laboratorium
aktif ke lingkungan masyarakat lumayan jauh sehingga dapat dipastikan masyarakat
aman. Sedangkan mahasiwa, dosen, maupun pekerja radiasi masih dalam kondisi
wajar.
18
kemungkinan terdapat sedikit selsisih dalam pembacaan laju dosis yang tertera pada
surveymeter atau terdapat shielding dari dinding irradiator berupa beton atau timbal
yang melindungi dari paparan radiasi sehingga laju dosis yang terukur menjadi lebih
rendah dari background karena ada shielding/tembok beton yang menutupi detector
pada surveymeter tersebut.Namun walaupun sudah dikatakan aman untuk pekerja
radiasi, mahasiswa, maupun masyarakat. Untuk pekerja radiasi apabila melakukan
pekerjaan pada area tersebut tetap dilakukan penerapan prinsip “PEJABAT”
(penghalang, jarak, dan waktu) harus selalu digunakan untuk tiap pekerja atau
mahasiswa yang beraktifitas di lingkungan STTN-BATAN. Sehingga apabila suatu
saat terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan kebocoran radiasi tetap dalam kondisi
aman. Dan untuk masyarakat agar tidak melintasi daerah pengendalian tersebut dan
perlu dipasangnya rambu-rambu seperti tali kuning dan lampu tanda radiasi sehingga
masyarakat tidak sembarangan masuk ke daerah pengendalian. Jika terpaksa harus
masuk ke daerah kerja pengendalian tersebut maka masyarakat hendaklah meminta
izin kepada pemegang izin dan menggunakan pelindung dan APD yang tepat serta
menerapkan prinsi ALARA dan “PEJABAT’ agar mengoptimalkan dan
memiminimalisir dosis radiasi yang diterima sehingga tidak melebihi NBD yang
ditetapkan oleh BAPETEN.
VII. KESIMPULAN
Laju dosis radiasi pada
lingkungan (daerah supervisi)
Laju
Dosis Dosis
Dosis yang meliputi area 1 dan 2
Area pertahun pertahun
Sesungguhnya
Laju (µSv) (mSv)
(µSv/jam) Dosis Dosis
Dosis
Area pertahun pertahun
Sesungguhnya
(µSv) (mSv)
(µSv/jam)
3 0,1 273,33 0,273
4 0,1 206,67 0,207
5 1 0,0 0,007
Laju dosis 6,67
background
6 2 0,1 273,33 0,273
0,0 (masyarakat) 0,0 0,0
7 -0,1 -193,33 -0,193
8 0,1 140,00 0,140
9 0,1 140,00 0,140
10 0,0 73,33 0,073
Laju dosis radiasi pada daerah
11 0,1 206,67 0,207
12 0,1 140,00 0,140 kerja radiasi (daerah
13 0,1 273,33 0,273 pengendalian) yang meliputi
14 0,2 340,00 0,340
area 3 hingga area 26
15 0,1 140,00 0,140
16 0,1 273,33 0,273
17 0,2 340,00 0,340
18 0,1 273,33 0,273
19 0,0 73,33 0,073
20 0,1 140,00 0,140
21 0,1 140,00 0,140
22 0,0 6,67 0,007
23 0,1 206,67 0,207
19
24 0,1 273,33 0,273
25 0,2 340,00 0,340
26 0,3 673,33 0,673
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan
Peralatan Radiografi Industri
Perka BAPETEN No. 7 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan
Peralatan Radiografi Industri
Tim Penyusun. 2017. Buku Pelatihan Petugas Proteksi Radiasi Industri Tingkat I.
Yogyakarta: STTN-BATAN
20