Anda di halaman 1dari 18

MIA AZHARI

1201441
KESIMPULAN
1. Peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 4 tahun 2013 tentang proteksi dan
keselamatan radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir
2. Undang-undang republik indonesia nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran
3. Manajemen Keselamtan Radiasi diatur sedemikan rupa meliputi.
a) Dasar Hukum Keselamatan Radiasi.
b) Sasaran keselamatan radiasi
c) Definisi keselamatan radiasi
d) Sistem manajemen keselamatan radiasi
e) Sistem pembatasan dosis
f) Tiga Prinsip Proteksi Radiasi
g) Kecelakaan radiasi dan penanggulangannya
h) Pengamanan Pekerja Radiasi
i) Tindakan penanggulangan kecelakaan radiasi
4. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif didefinisikan sebagai bahan radioaktif sisa atau yang sudah tidak
terpakai, atau bahan yang terkontaminasi dengan sejumlah zat radioaktif pada kadar atau
tingkat radioaktivitas yang melampaui nilai batas keselamatan yang ditetapkan.
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor dapat berbentuk padat,
cair dan gas. Limbah padat dikelompokkan menjadi limbah yang dapat terbakar dan tidak
terbakar, limbah cair dikelompokkan menjadi limbah organik dan non-organik. Berdasarkan
tingkat radioaktivitasnya, limbah dapat dikelompokkan menjadi tingkat rendah, sedang, dan
tinggi.
Limbah radioaktif (LRA) yang dihasilkan dari penggunaan tenaga nuklir, berdasarkan
konsentrasi dan asalnya dikelompokkan menjadi HLW (High Level Waste) dan LLW (Low
Level Waste).
Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian
fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan yang sesuai dengan
metoda pengelolaan dan pengolahannya. Setiap negara yang mengoperasikan fasilitas nuklir
perlu merencanakan strategi penyimpanan limbah radioaktifnya secara menyeluruh,
berkaitan dengan masalah keselamatan selama proses pengelolaan dan menjamin
akuntabilitas dalam jangka panjang.
Limbah yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah LRA cair aktivitas rendah
dan limbah padat. Limbah tersebut berasal dari aplikasi radiofarmaka, laboratorium maupun
fasilitas nuklir yang berhubungan dengan PLTN. LRA padat setelah dibakar dimampatkan
dan disolidifikasi kemudian dimasukkan ke dalam drum 200 liter dan kemudian disimpan
pada fasilitas penyimpanan limbah tanah dangkal. Demikian pula untuk LRA tingkat tinggi,
setelah diolah-ulang, lalu distabilkan melalui proses vitrifikasi, dan kemudian disimpan pada
fasilitas penyimpanan sementara
MATERI

MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI


1. Dasar Hukum Keselamatan Radiasi.
a. Peraturan Pemerintah No 63, Tahun 2000
Mengenai keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion
b. Peraturan Pemerintah No 33, Tahun 2007
Mengenai keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif
2. Sasaran keselamatan radiasi
a. Masyarakat (Pasien)
b. Pekerja Radiasi
c. Lingkungan
3. Definisi keselamatan radiasi
Menurut Peraturan pemerintah No 33, Tahun 2007, Pasal 1 definisi keselamatan radiasi
adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan
lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
4. Sistem manajemen keselamatan radiasi
Berikut tingkatan struktur organisasi keselamatan radiasi :
a. Pengusaha Instalasi Nuklir
b. Petugas Proteksi Radiasi
c. Pekerja RadiasI
4.1 Tanggung jawab dan kewajiban Pengusaha Instalasi Nuklir
a) Membentuk organisasi proteksi radiasi dan atau menunjuk petugas proteksi radiasi
dan bila perlu petugas proteksi radiasipengganti.
b) Hanya mengizinkan seseorang bekerja dengan sumber radiasi setelah memperhatikan
segi kesehatan, pendidikan dan pengalaman kerja dengan sumber radiasi.
c) Memberitahukan kepada semua pekerja radiasi tentang adanya potensi bahaya radiasi
yang terkandung dalam tugas mereka dan memberikan latihan proteksi radiasi.
d) Menyediakan aturan keselamatan radiasi yang berlaku dalam lingkungannya sendiri,
termasuk aturan tentang penanggulangan keadaan darurat.
e) Menyediakan prosedur kerja yang diperlukan.
f) Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi magang dan pekerja radiasi dan
pelayanan kesehatan bagi pekerja radiasi.
g) Menyediakan fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan sumber
radiasi.
h) Memberitahukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (disingkat BAPETEN) dan instansi
lain yang terkait (misalnya kepolisian dan dinas pemadam kebakaran) bila terjadi
bahaya radiasi atau keadaan darurat lainnya.
4.2 Tanggung jawab dan kewajiban petugas proteksi radiasi
a) Memberikan instruksi teknis dan administratif secara lisan atau tertulis kepada
pekerja radiasi tentang keselamatan kerja radiasi yang baik. Instruksi ini harus mudah
dimengerti dan dapat dilaksanakan.
b) Mengambil tindakan untuk menjamin agar tindakan penyinaran serendah mungkin
dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yan berlaku serta menjamin agar
pelaksanaan pengolahan limbah radioaktif seseuai dengan ketentuan yang berlaku.
c) Mencegah dilakukannya perubahan terhadap segala sesuatu sehingga dapat
menimbulkan kecelakaan radiasi.
d) Mencegah zat radioaktif jatuh ketangan orang yang tidak berhak.
e) Mencegah kehadiran orang yang tidak berkepentingan kedalam daerah pengendalian.
f) Menyelenggarakan dokumentasi yang berhubungan dengan proteksi radiasi.
g) Menyarankan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi apabila diperlukan dan
melaksanakan pemonitoran radiasi serta tindakan proteksi radiasi.
h) Memberikan penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi yang
memadai kepada para pengunjung atau tamu apabila diperlukan.
4.3 Tanggung jawab dan kewajiban pekerja radiasi
a) Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja
radiasi.
b) Memenfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak
hati-hati, serta bekerja secara aman untuk melindungi dirinya maupun pekerja lain.
c) Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada Petugas
Proteksi Radiasi.
d) Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat
penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuhnya.
5. Sistem pembatasan dosis
a. Justifikasi
Setiap kegiatan yang memanfaatkan radioaktif atau sumber radiasi lainnya hanya boleh
dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada seseorang yang
terkena penyinaran radiasi atau bagi masyarakat, dibandingkan dengan kerugian radiasi
yang mungkin diakibatkannnya dengan memperhatikan faktor sosial, faktor ekonomi dan
faktor lain yang sesuai”
b. Limitasi
Bahwa penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis yang
ditetapkan oleh Badan Pengawas
c. Optimasi
Bahwa proteksi dan keselamatan terhadap penyinaran yang berasal dari sumber radiasi
yang dimanfaatkan diusahakan sedemikian rupa sehingga besarnya dosis yang diterima
seseorang dan jumlah orang yang tersinari sekecil mungkin dengan memperhatikan faktor
sosial dan ekonomi. Terhadap dosis perorangan yang berasal dari sumber radiasi
diberlakukan pembatasan dosis yang besarnya di bawah Nilai Batas Dosis.
6. Tiga Prinsip Proteksi Radiasi
a. Waktu (meminimalkan waktu paparan)
b. Jarak (Memaksimalkan jarak dari sumber radiasi)
c. Penahan (memasang penahan radiasi sesuai jenis radiasi)
7. Kecelakaan radiasi dan penanggulangannya
Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi,
kerusakan atauapun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya
dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas
keselamatan.
a) Karakteristik kecelakaan radiasi berdasarkan jenis penyinaran dan lamanya waktu
penyinaran
1) Penyinaran eksterna dalam waktu singkat.
Penyinaran radiasi berlangsung dalam waktu singkat, dalam ukuran detik sampai 1
atau 2 jam, dapat meliputi daerah yang terbatas maupun luas
2) Penyinaran eksterna dalam waktu lama.
Penyinaran radiasi yang berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari atau
lebih, dapat meliputi daerah yang terbatas maupun luas.
3) Penyinaran interna dalam waktu singkat.
Penyinaran interna dalam waktu beberapa detik sampai 1 atau 2 jam, dapat meliputi
daerah yang terbatas maupun luas.
4) Penyinaran interna dalam waktu lama
Penyinaran interna, berlangsung dalam jangka waktu lama, dapat meliputi daerah
yang terbatas maupun luas.
b) Penyebab kecelakaan radiasi
1) Kondisi tidak aman (kondisi instalasi dan sarana)
Kondisi ini bercirikan suatu keadaan fisik atau lingkungan yang memungkinkan
terjadinya kecelakaan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor instalasi, peralatan teknis,
atau sarana lingkungan. Misalnya :
a) Tidak tersedia sistem pengamanan peralatan sumber radiasi yang baik. (dapat
mengakibatkan kebakaran atau pencurian)
b) Tidak tersedia prosedur keselamatan kerja.
c) Kegagalan peralatan.
d) Kerusakan pada alat pengukur radiasi.
e) Rancangan diniding ruang sinar-X yang tidak memenuhi syarat.
2) Tindakan tidak aman (tindakan operator)
Tindakan ini bercirikan terjadinya pelanggaran terhadap prosedur keselamatan dan
ketentuan keselamatan lain yang hatus dipatuhi yang disebabkan oleh faktor manusia,
misalnya :
a) Tidak mengikuti prosedur keselamatan radiasi.
b) Kurang pengetahuan/keterampilan tentang cara kerja perlatan, mesin, instalasi
atau sifat bahan yang digunakan.
c) Salah menghitung.
d) Bekerja dalam keadaan letih dan lesu.
8. Pengamanan Pekerja Radiasi
Untuk menjamin agar setiap pekerja dapat bekerja denagn aman, hal-hal tersebut di bawah
ini harus dipenuhi :
a) Pelatihan Keselamatan Radiasi.
Pengusaha instalasi wajib memberikan pelatihan awal bagi pekerjanya dan sebaknya juga
diberikan penyegaran setelah waktu tertentu.
b) Sarana
Sarana kerja harus tersedia sesuai dengan kondisi lingkungan kerja. Misal : dosimeter
peroarangan, surveimeter, shoe cover, sarung tangan, masker, baju lab.
c) Prosedur Pemenfaatan Sumber Radiasi.
d) Prosedur pemanfaatan sumber radiasi harus dibuat dalam bahasa yang mudah dipahami,
jelas dan dapat diikuti denag baik oleh para pekerja.
9. Tindakan penanggulangan kecelakaan radiasi
Berdasarkan IAEA-TECDOC-1162 mengenai Generic Procedures for Assessment and
Response During a Radiological Emergency, kecelakaan radiasi dengan pesawat sinar-X
memiliki tingkat bahaya kecil sampai sedang.
Tindakan utama yang harus dilakukan dalam penanggulangan kecelakaan radiasi dengan
pesawat sinar-X, adalah :
a) Matikan aliran listrik
b) Hubungi Petugas Proteksi Radiasi.
c) Identifikasi personal yang potensial terkena paparan.
d) Lakukan surve radiasi untuk memastikan pesawat sudah tidak dialiri listrik.
e) Catat kondisi kecelakaan secara detail, seperti posisi dan arah berkas.
f) Beri tanda pada bagian pesawat sinar-X yang mengalami kegagalan atau kerusakan.

LIMBAH RADIOAKTIF DAAN PENENGANANNYA

A. LIMBAH RADIOAKTIF
Limbah radioaktif didefinisikan sebagai bahan radioaktif sisa atau yang sudah tidak
terpakai, atau bahan yang terkontaminasi dengan sejumlah zat radioaktif pada kadar atau tingkat
radioaktivitas yang melampaui nilai batas keselamatan yang ditetapkan. Limbah radioaktif secara
volumetrik jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah industri dan limbah perkotaan.
Limbah radioaktif yang telah diolah disimpan sementara di gudang penyimpanan limbah yang
kedap air (10-50 tahun) sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari
dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil.
Dari kegiatan sehari-hari dihasilkan beberapa jenis limbah seperti limbah rumah tangga,
limbah industri, dan lainlain. Tabel 1-1, 1-2 dan 1-3 menunjukkan klasifikasi limbah. Di bidang
penelitian dan pengembangan nuklir, fasilitas daur bahan bakar (fabrikasi bahan bakar dan olah
ulang) dan PLTN juga menimbulkan sejumlah limbah. Sebagian dari limbah ini adalah limbah
terkontaminasi dengan sejumlah zat radioaktif pada kadar atau tingkat radiasi yang melampaui
batas keselamatan seperti misalnya pakaian kerja bekas, limbah kertas, potongan kain, bahan
bekas, perkakas, cairan dan sebagainya. Sehingga limbah radioaktif dapat didefinisikan sebagai
bahan bekas serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
operasi nuklir dan tidak dapat dipergunakan lagi. Disisi lain, pemakaian zat radioaktif untuk
kegiatan kedokteran (diagnosis dan terapi) di rumah sakit dan klinik, serta pembuat obat-obatan
radioaktif (radiofarmasi) menghasilkan limbah radioaktif. Pengelompokan limbah radioaktif
bergantung pada kandungan bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif.
Bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif mempunyai waktu paro
tertentu dan akan memancarkan radiasi secara terus menerus. Untuk itu informasi tentang waktu
paro menjadi suatu pertimbangan pada pengukuran radioaktivitasnya. Penyimpanan limbah
radioaktif bertujuan untuk mengisolasi tingkat radioaktivitas dari lingkungan sekitar kita pada
jangka waktu tertentu. Jumlah limbah radioaktif yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan
dengan limbah rumah tangga dan limbah industri, sehingga metode penyimpanan yang dipilih
disesuaikan dengan jenis limbah radioaktif yang akan diolah.
Tabel

Tabel 1-1. Pengelompokan limbah (1/3)


Tabel 1-2. Pengelompokan limbah (2/3)

Tabel 1-2. Pengelompokan limbah (2/3)


B. KELOMPOK DAN JENIS LIMBAH RADIOAKTIF
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor dapat berbentuk padat,
cair dan gas. Limbah padat dikelompokkan menjadi limbah yang dapat terbakar dan tidak
terbakar, limbah cair dikelompokkan menjadi limbah organik dan non-organik. Berdasarkan
tingkat radioaktivitasnya, limbah dapat dikelompokkan menjadi tingkat rendah, sedang, dan
tinggi.
Limbah radioaktif (LRA) yang dihasilkan dari penggunaan tenaga nuklir, berdasarkan
konsentrasi dan asalnya dikelompokkan menjadi HLW (High Level Waste) dan LLW (Low
Level Waste). Sebagai contoh, Tabel 1 menunjukkan pengelompokan dan jenis LRA yang
dihasilkan, dan Gambar 1 menunjukkan asal dan jenis LRA.
1. HLW (High Level Waste)
HLW dihasilkan dari pemisahan uranium dan plutonium dari bahan bakar bekas
pada fasilitas olah ulang. Sebagian besar radionuklida HLW berasal dari unsur hasil
belahan yang diperoleh dari proses ekstraksi uranium dan plutonium hasil penguraian
bahan bakar bekas. Limbah ini disebut limbah radioaktif cair tingkat tinggi yang akan
distabilkan dengan cara vitrifikasi (blok gelas) sebagai LRA tingkat tinggi (HLW).
Pilihan "one through" pada proses olah ulang tidak dilakukan pada bahan bakar bekas.
Tabel 2 menunjukkan LRA yg berasal dari pabrik olah ulang di COGEMA, La Hague,
Prancis.
2. LLW (Low Level Waste)
2.1 Limbah PLT
Limbah PLTN adalah limbah yang dihasilkan dari proses dismantling dan
pengoperasian PLTN, terutama nuklidayang memancarkan beta dan gamma dengan
waktu paro pendek. Limbah jenis ini akan disimpan pada fasiltas penyimpanan tanah
dangkal seperti yang ada di Rokkashomura-Jepang. Pada limbah hasil dismantling
terdapat rentang tingkat radioaktivitas yang lebar, dan dapat dikelompokkan menjadi
3, yaitu tinggi (pemancar beta-gamma), sedang, dan rendah. Tabel 3 menunjukkan
pemisahan kelompok berdasarkan tingkat radioaktivitas limbah hasil dismantling.
Pada pengoperasian fasilitas olah ulang selain HLW juga dihasilkan LRA aktivitas
rendah.
2.2 Limbah uranium
Limbah uranium dihasilkan dari proses konversi dan fabrikasi bahan bakar serta dari
mesin sentrifugal pada saat proses pengayaan. Jenis limbah ini mempunyai waktu
paro yang sangat panjang walaupun aktivitas radiasinya rendah dan tidak dapat
disimpan pada fasilitas penyimpanan tanah dangkal.
2.3 Limbah yang berasal dari fasilitas radioisotop dan laboratorium
Aplikasi radioisotop mencakup bidang yang sangat luas, misalnya dalam bidang
kedokteran (diagnostik dan terapi), farmasi (sebagai perunut), serta industri. Dari
kegiatan tersebut dihasilkan limbah radioaktif. Sedangkan limbah yang berasal dari
laboratorium (pusat riset, universitas, swasta) yang berhubungan dengan penelitian
seperti penggunaan sumber radiasi, bahan bakar reaktor, fasilitas pengolahan bahan
bakar, disebut sebagai limbah laboratorium. Limbah tersebut akan disimpan dalam
sistem penyimpanan sederhana pada fasilitas tanah dangkal.
TABEL DAN GAMBAR:

Tabel 1. Pengelompokan dan jenis LRA yang dihasilkan

Tabel 2. LRA yg dihasilkan dari fasilitas olah ulang COGEMA, La Hague


Tabel 3. Klasifikasi tingkat radioaktivitas limbah dismantling

Gambar 1. Sumber utama dan jenis LRA


C. PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF
Jenis dan tingkat radioaktivitas limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian
fasilitas nuklir bervariasi, oleh karena itu diperlukan proses penyimpanan yang sesuai dengan
metoda pengelolaan dan pengolahannya. Setiap negara yang mengoperasikan fasilitas nuklir
perlu merencanakan strategi penyimpanan limbah radioaktifnya secara menyeluruh,
berkaitan dengan masalah keselamatan selama proses pengelolaan dan menjamin
akuntabilitas dalam jangka panjang.
1. Dasar pemikiran yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyimpanan limbah radioaktif.
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir, sangat bervariasi
baik jenis, bentuk maupun tingkat radioaktivitasnya. Pada proses penyimpanan,
keselamatan merupakan syarat utama, dan pengelompokannya disesuaikan dengan
konsentrasi, jenis material radioaktif dan kondisi limbah. Limbah radioaktif
dikelompokkan berdasarkan bentuknya, dapat berupa cair, padat dan gas. Pelepasan
paparan radiasi ke lingkungan dikendalikan agar konsentrasi limbah selalu berada pada
nilai ambang batas yang diizinkan. Proses pengolahan limbah cair dan padat diupayakan
dengan cara meminimalkan limbah melalui proses reduksi volume dan solidifikasi.
2. Pengelolaan limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas nuklir.
Pengelolaan limbah radioaktif ditunjukkan pada Gambar 1.
1.1 Pengelolaan limbah PLTN
Dalam pengoperasian PLTN dihasilkan limbah radioaktif aktivitas rendah dan tinggi.
Limbah radioaktif aktivitas rendah berupa nuklida umur paro pendek, sehingga dapat
disimpan pada fasilitas penyimpanan tanah dangkal (Gambar 2). Sedangkan limbah
radioaktif aktivitas tinggi perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di masing-masing negara.
1.2 Pengelolaan limbah dari daur bahan bakar
Gambar 3 menunjukkan sumber penghasil limbah radioaktif pada fasilitas dalam daur
bahan bakar. Limbah daur bahan bakar dihasilkan dari berbagai fasilitas dalam
lingkup daur bahan bakar nuklir seperti fasilitas pengkayaan uranium, fabrikasi bahan
bakar uranium, termasuk limbah transuranium (TRU) yang dihasilkan dari fasiltas
fabrikasi bahan bakar Mixed Oxide (MOX) dan fasilitas olah ulang.
(1) Limbah radioaktif aktivitas tinggi.
Limbah radioaktif aktivitas tinggi (High Level Waste/HLW) diolah dengan cara
pemadatan untuk menjaga kestabilan limbah. Limbah hasil pengolahan disimpan
selama 30-50 tahun untuk pendinginan. Kemudian disimpan pada tanah dalam
yang disebut sebagai penyimpanan lestari. Sehubungan dengan HLW, jumlahnya
dapat dikurangi dengan cara transmutasi yang bertujuan untuk mengubah nuklida
umur paro panjang menjadi nuklida lain dengan umur paro pendek.
(2) Limbah uranium
Uranium dan hasil belahan dengan waktu paro panjang yang dihasilkan dari
proses konversi, pengayaan, dan fabrikasi uranium sebagian besar mempunyai
aktivitas rendah, sehingga perlu dipertimbangkan carapenyimpanan yang sesuai.
1.3 Strategi pengelolaan limbah dari fasilitas radioisotop dan laboratorium
Limbah dari fasilitas radioisotop dan laboratorium mempunyai aktivitas jenis
radionuklida yang bervariasi. Pengelolaan dan pemisahan berbagai jenis radionuklida
yang terkandung dalam limbah tergantung dari bentuk limbah. Berdasarkan umur
paro, radionuklida pemancar beta dan gamma mempunyai umur paro pendek dan
aktivitas rendah. Penyimpanan tanah dangkal merupakan cara yang sederhana untuk
menunggu berkurangnya tingkat radioaktivitas limbah radioaktif. Limbah radioaktif
berumur paro pendek disimpan pada sistem penyimpanan tanah dangkal. Sedangkan
penyimpanan limbah radioaktif aktivitas tinggi perlu mempertimbangkan situasi dan
kondisi penelitian dan pengembangan yang dilakukan di asing-masing negara.
Penyimpanan limbah nuklida pemancar alfa yang berumur paro panjang mengacu
pada limbah uranium serta limbah yang mengandung TRU.
1.4 Pengiriman limbah
Pada fasilitas olah-ulang, jadwal pengiriman limbah aktivitas rendah dan aktivitas
tinggi dilakukan sesuai perjanjian antara penghasil dan pengolah limbah. Limbah
kemudian disimpan pada lokasi yang sesuai dalam jangka waktu tertentu di fasilitas
penyimpanan sementara.
1.5 Pengelolaan limbah hasil dismantling
Limbah radioaktif yang berasal dari pembongkaran (dismantling) fasilitas nuklir
merupakan hal yang penting bagi pengelola fasilitas nuklir. Pengelolaan yang sesuai
dan aman merupakan tanggung jawab langsungpenghasil limbah. Limbah dismantling
dapat berasal dari PLTN, fasilitas daur bahan bakar, fasilitas radioisotop dan
laboratorium, serta penyimpanannya disesuaikan dengan strategi pengelolaan.
Gambar :

Gambar 1. Pengelolaan limbah radioaktif yang dihasilkan dari masing-masing fasilitas nuklir

Gambar 2. Pengolahan limbah radioaktif tingkat rendah (LLW) dari PLTN


Gambar 3. Limbah radioaktif dari daur bahan bakar
D. PROSPEK PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF (LRA)
Limbah yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah LRA cair aktivitas rendah
dan limbah padat. Limbah tersebut berasal dari aplikasi radiofarmaka, laboratorium maupun
fasilitas nuklir yang berhubungan dengan PLTN. LRA padat setelah dibakar dimampatkan
dan disolidifikasi kemudian dimasukkan ke dalam drum 200 liter dan kemudian disimpan
pada fasilitas penyimpanan limbah tanah dangkal. Demikian pula untuk LRA tingkat tinggi,
setelah diolah-ulang, lalu distabilkan melalui proses vitrifikasi, dan kemudian disimpan pada
fasilitas penyimpanan sementara.
1. Penghasil LRA
Limbah radioaktif berasal dari :
(1) fasilitas olah-ulang
(2) operasi dan dismantling PLTN
(3) fasilitas olah-ulang dan fabrikasi bahan bakar MOX
(4) konversi, fabrikasi dan pengayaan uranium
(5) fasilitas reaktor riset, aplikasi bahan nuklir/radioisotop (rumah sakit, laboratorium)
Berdasarkan konsentrasinya LRA dikelompokkan menjadi aktivitas tinggi dan rendah.
Untuk limbah yang berasal dari fasilitas olah-ulang dikelompokkan sebagai LRA
aktivitas tinggi dan untuk limbah seperti pada nomor (2) – (5) dikelompokkan menjadi
LRA aktivitas rendah. Gambar 1 menunjukkan asal limbah radioaktif.
2. Prospek
(1) Fasilitas LLW
Sebagai contoh di Jepang, fasilitas penyimpanan LRA aktivitas rendah yang berasal
dari pengoperasian PLTN sedang disiapkan pengoperasiannya. LLW dibuat homogen
dan dipadatkan di fasilitas pengolah LRA sebelum disimpan (Gambar 2). Pemadatan
LLW dilakukan dengan menggunakan semen di dalam drum dan disimpan dalam
concrete-pit yang dikelilingi oleh bentonit untuk mencegah adanya aliran air tanah
menuju ke pit, dan pada bagian bawah pit dibuat dari beton berpori agar air turun ke
bawah dan akan ditampung dalam bak kontrol. Pada bak kontrol radionuklida yang
lepas keluar dapat dipantau (Gambar 3).
(2) Pengelolaan dan Penyimpanan HLW
Walaupun kuantitasnya jauh lebih kecil dari pada LLW, HLW mempunyai
konsentrasi radionuklida yang tinggi serta waktu paro panjang. HLW ini umumnya
berasal dari limbah olah-ulang. HLW akan distabilkan dalam bentuk blok gelas,
setelah didinginkan selama 30-50 th akan disimpan pada fasilitas penyimpanan tanah
dalam (beberapa ratus meter dari permukaan tanah). Pada penyimpanan selama 30-50
th, blok gelas ini akan dimasukkan kedalam pit beton bertulang dengan ketebalan
yang cukup dengan sistem pendinginan alamiah (Gambar 5 dan 6).
(3) MLRA berasal dari dismantling reactor
Penanganan limbah yang berasal dari dismantling reaktor masih terus dalam
penelitian dan pengembangannya.
Gambar 1. Penghasil LRA

Anda mungkin juga menyukai